hubungan antara motilitas dan pola pergerakan … · program studi peternakan ... ucapan terima...
Post on 27-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
HUBUNGAN ANTARA MOTILITAS DAN POLA PERGERAKAN
SPERMATOZOA SEMEN SEGAR SAPI BALI JANTAN
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI
II111 13 309
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
HUBUNGAN ANTARA MOTILITAS DAN POLA PERGERAKAN
SPERMATOZOA SEMEN SEGAR SAPI BALI JANTAN
SKRIPSI
Oleh:
MUHAMMAD HUSNI
I111 13 309
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas
PeternakanUniversitas Hasanuddin
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis senantiasa panjatkan rahmat dan karunia Allah
SWT yang senantiasa memberikan nikmat kesehatan jasmani dan rohani sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir/ Skripsi yang berjudul “Hubungan
Antara Motilitas Dan Pola Pergerakan Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali
Jantan” sebagai Salah Satu Syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis
haturkan kepada :
1. Ibunda Hj. Elvi HB, Ayahanda H. Jufrianto HY, dan Hj.Sukma yang
senantiasa melimpahkan doa-doa terbaik untuk penulis. Juga sebagai motivator
terbesar bagi penulis serta senantiasa melimpahkan kasih sayang dan dukungan
yang tiada hentinya kepada penulis dan juga adinda Akmal Yasir dan Agil
Fauzan beserta seluruh keluarga besar yang tidak sempat penulis sebutkan satu
persatu.
2. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku pembimbing utama dan Bapak Prof.
Dr. Ir. Sudirman Baco, M.Sc. selaku pembimbing anggota yang telah banyak
meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi arahan serta nasehat
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Abd. Latief Toleng, M.Sc. Bapak Prof. Dr. Ir.
Syamsuddin Garantjang, M.Sc. dan bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim,
M.Sc yang telah memberikan banyak masukan, arahan-arahan serta motivasi
kepada penulis.
vi
4. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan dan Ibu Prof. drh. Hj. Ratmawati Malaka, M. Sc selaku Ketua
Program Studi beserta seluruh Staf Pegawai Fakultas Peternakan, terima
kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa di
Fakultas Peternakan.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M,Sc selaku Penasehat Akademik.
6. Ibu dan Bapak Dosen tanpa terkecuali yang telah membimbing saya selama
kuliah di Fakultas Peternakan dan Pegawai Fakultas Peternakan terima
kasih atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama ini.
7. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku pembimbing Seminar studi pustaka
dan juga kepada Pembimbing Praktek Kerja Lapang Bapak Sahiruddin Sabile,
S.Pt, M.Si Kakanda Sahiruddin, S.Pt., M.Si. dan Kakanda Zulkharnaim,
S.Pt., M.Si. yang juga turut mengarahkan dan memotivasi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Abd. Latief Toleng, M.Sc Selaku pemilik samata
integrated farming tempat dimana penulis melakukan penelitian dan teman-
teman pengelola samata integrated farming.
9. Teman-teman Team Asisten Laboratorium Ternak Potong, Team Pendamping
Perguruan Tinggi Dalam Penguatan Induk Sapi Potong Tahun 2016 dan 2017,
dan teman-teman KKN gel. 93 UNHAS Kelurahan Bulete, Kecamatan
Pitumpanua, Kabupaten Wajo.
10. Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTEK-UH), Senat Mahasiswa
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin (SEMA FAPET-UH) dan
Himpunan mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Peternakan, tempat penulis dalam
vii
berproses dan belajar. Lembaga yang telah banyak mengajarkan banyak hal
kepada penulis.
11. Nirwana selaku orang yang selalu menjadi motivasi dan juga selalu memberikan
semangat kepada penulis.
12. Adinda Boss 016, Rantai 015, Ant 014, Teman-teman seperjuangan LARFA
013, serta kakanda Flock Mentality 012, Solandeven 011, Lion 010, Merpati
09, dan Bakteri 08 yang telah memberikan banyak ilmu dan pengetahuan kepada
penulis selama ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan limpahan berkah, rahmat,
karunia dan hidayah-Nya. Amin. Melalui kesempatan ini penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya mendidik, apabila dalam penyusunan skripsi ini
terdapat kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis maupun pembaca Aamiin. Wassalam.
Makassar, Agustus 2017
Penulis
viii
ABSTRAK
MUHAMMAD HUSNI. I111 13 309. Hubungan Antara Motilitas dan Pola
Pergerakan Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan. Dibimbing oleh
Muhammad Yusuf sebagai Pembimbing Utama dan Sudirman Baco sebagai
Pembimbing Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui pola pergerakan spermatozoa
sapi Bali serta mengetahui hubungan antara motilitas spermatozoa dengan jarak
tempuh dan kecepatan spermatozoaa semen segar sapi Bali jantan. Sebanyak 2
ekor ternak sapi Bali digunakan pada pelaksanaan penelitian ini dengan jumlah
penampungan sebanyak 12 kali pada tiap ternak. Parameter yang diamati dalam
penelitian ini yakni motilitas, motilitas progresif, DAP, DCL, DSL, VAP, VCL,
VSL, STR, LIN, WOB, ALH, BCF. Data yang diperoleh pada penelitian ini diuji
menggunakan uji regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pola pergerakan spermatozoa pada sapi Bali yang digunakan pada penelitian ini
termasuk dalam kategori kelompok spermatozoa yang hiperaktifasi dimana nilai
VCL yakni sapi Bali I dan II adalah 150,99 µm/det dan 150,14 µm/det (>100
µm/det). Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan besarnya hubungan
antara motilitas spermatozoa dengan DSL (Distance Straight Line) spermatozoa
ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,9896. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara motilitas
spermatozoa dengan DSL (Distance Straight Line) spermatozoa yang ditunjukan
dengan P-Value <0,01. Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana
menunjukkan besarnya hubungan antara motilitas spermatozoa dengan VSL
(Velocity Straight Line) spermatozoa ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasi (r2) sebesar 0,9846. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan
yang sangat nyata antara motilitas spermatozoa dengan VSL (Velocity Straight
Line) spermatozoa yang ditunjukkan dengan P-Value <0,01. Dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan positif antara motilitas spermatozoa dengan jarak
tempuh spermatozoa dan juga kecepatan spermatozoaa semen segar sapi Bali
jantan.
Kata Kunci: Sapi Bali, Spermatozoa, Motilitas, Motilitas Progresif, Jarak
Spermatozoa, Kecepatan Spermatozoa.
ix
ABSTRACT
MUHAMMAD HUSNI. I111 13 309. Relationship Between Motility and
Movement Pattern of Cement Fresh Bali Cow. Guided by Muhammad Yusuf as
Supervisor and Sudirman Baco as Member Counselor.
The aim of this research is to know the pattern of spermatozoa
movement of Bali cattle and to know the relationship between sperm motility with
distance and speed of fresh semen cow spermatozoaa Bali cow. A total of 2 cows
of Bali cattle were used in the implementation of this study with the number of
shelter as much as 12 times in each livestock. The parameters observed in this
study were motility, progressive motility, DAP, DCL, DSL, VAP, VCL, VSL,
STR, LIN, WOB, ALH, BCF. The data obtained in this study were tested using
simple linear regression test. The results showed that the pattern of spermatozoa
movement in Balinese cattle used in this study belongs to the category of
hyperactive spermatozoa group where the VCL values of Bali I and II cattle are
150.99 μm / s and 150.14 μm / s (> 100 μm / Det). Based on the results of
regression analysis shows the magnitude of the relationship between motility
spermatozoa with DSL (Distance Straight Line) spermatozoa indicated by the
value of coefficient of determination (r2) of 0.9896. This shows that there is a
very real relationship between sperm motility with DSL (Distance Straight Line)
spermatozoa shown with P-Value <0.01. Based on the results of simple linear
regression analysis shows the magnitude relationship between motility
spermatozoa with VSL (Velocity Straight Line) spermatozoa indicated by the
coefficient of determination (r2) of 0.9846. This shows that there is a very real
relationship between sperm motility with VSL (Velocity Straight Line)
spermatozoa shown with P-Value <0.01. It can be concluded that there is a
positive relationship between motility spermatozoa with spermatozoa distance and
also speed spermatozoaa fresh cement Balinese cow.
Keywords: Bali Cattle, Spermatozoa, Motility, Progressive Motility, Spermatozoa
Spacing, Spermatozoa Speed.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN .............................. Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 4
Gambaran Umum Sapi Bali ................................................................................ 4
Karakteristik Reproduksi Sapi Bali ..................................................................... 5
Kualitas Normal Semen Sapi .............................................................................. 6
Faktor-faktor Yang Menentukan Kualitas Semen ............................................... 8
Evaluasi Kualitas Semen ................................................................................... 11
MATERI DAN METODE PENELITIAN ........................................................ 19
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 19
Materi Penelitian ............................................................................................... 19
Prosedur Kerja ................................................................................................... 19
Parameter yang diamati ..................................................................................... 21
Analisis data ...................................................................................................... 23
xi
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 24
Motilitas Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan ...................................... 24
Progresif Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan...................................... 25
Pola Pergerakan Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan .......................... 27
Hubungan Jarak Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas Spermatozoa ..... 30
Hubungan Kecepatan Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas Spermatozoa
........................................................................................................................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 34
Kesimpulan ........................................................................................................ 34
Saran .................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 35
LAMPIRAN ......................................................................................................... 38
DOKUMENTASI ................................................................................................ 40
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 41
xii
DAFTAR TABEL
No Teks Halaman
1 . Komposisi kimiawi semen sapi .......................................................................... 7
2. Pola Pergerakan Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan .......................... 27
xiii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1 . Alur kerja penelitian ......................................................................................... 19
2 . Motilitas Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan .................................... 24
3. Progresif Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan ..................................... 26
4. Hubungan Jarak Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas Spermatozoa .... 30
5. Hubungan antara DSL dan Motilitas ................................................................ 31
6. Hubungan Kecepatan Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas
Spermatozoa .......................................................................................................... 32
7. Hubungan VSL dan Motilitas ........................................................................... 33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Antara Motilitas Spermatozoa dengan DSL
(Distance Straight Line). ....................................................................................... 38
2. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Antara Motilitas Spermatozoa dengan VSL
(Velocity Straight Line). ....................................................................................... 39
1
PENDAHULUAN
Kebutuhan daging yang terus meningkat harus sejalan dengan peningkatan
produktivitas ternak. Untuk meningkatkan produktivitas ternak dapat dilakukan
melalui beberapa cara, antara lain melalui penyediaan pejantan berkualitas,
memperbaiki performans induk, sistem perkawinan, penyediaan pakan yang
cukup dan sistem managemen yang memadai. Peningkatan produktivitas sapi
potong perlu didukung teknologi reproduksi terutama yang berhubungan dengan
efisiensi dan pengelolaan reproduksi guna memperbaiki dan mempertahankan
fertilitasnya. Salah satu usaha untuk memperbaiki fertilitas sapi potong adalah
dengan kontrol estrus dan waktu inseminasi yang tepat melalui teknologi
inseminasi buatan (IB).
IB merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk meningkatkan
populasi dan produksi ternak secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan semen pejantan yang bebas penyakit dan mempunyai mutu genetik
tinggi. Pejantan yang berkualitas secara genetik akan memberikan kontribusi
besar terhadap keturunannya, karena semen yang berkualitas merupakan syarat
utama yang harus dipenuhi untuk aplikasi IB. Oleh sebab itu, diperlukan seleksi
untuk memilih pejantan dengan performans yang baik. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan pejantan untuk mengawini sejumlah betina, memproduksi
spermatozoa dan tingginya fertilitas.
Pejantan memegang peranan yang penting pada pelaksanaan IB terutama
sebagai penghasil spermatozoa. Menurut Yimer et al. (2011) bahwa fertilitas pada
pejantan lebih penting daripada sapi betina. Testis merupakan tempat
pembentukan spermatozoa. Testis tersebut dibungkus oleh skrotum yang
2
mencerminkan ukuran testis dan menyatakan banyaknya jaringan atau tubuli
seminiferi yang berfungsi untuk memproduksi spermatozoa.
Kegagalan dalam reproduksi disebabkan karena manajemen perkawinan
yang tidak tepat, yakni pola perkawinan yang kurang benar, pengamatan berahi
dan waktu kawin tidak tepat, rendahnya kualitas atau kurang tepatnya
pemanfaatan pejantan dalam kawin alam dan kurang terampilnya beberapa
petugas, serta rendahnya pengetahuan peternak tentang inseminasi buatan.
Pemanfaatan pejantan unggul diharapkan dapat meminimalisir kegagalan dalam
reproduksi. Kualitas semen merupakan salah satu hal terpenting dalam proses
reproduksi. Semen yang baik adalah semen yang memiliki motilitas spermatozoa
dan pola pergerakan spermatozoa yang aktif sehingga dapat terjadi proses
fertilisasi.
Motilitas adalah unsur yang sangat penting dalam fertilisasi, karena
motilitas merupakan salah satu faktor yang menentukan gambaran spermatozoa
yang sehat. Motilitas membantu transpor spermatozoa untuk mencapai terjadinya
fertilisasi. Sifat motilitas spermatozoa akan tampak setelah bercampur dengan
sekresi dari kelenjar kelamin aksesoris pada saat ejakulasi.
Penelitian ini bertujuan untuk megetahui pola pergerakan spermatozoa
sapi Bali serta mengetahui hubungan antara motilitas spermatozoa dengan jarak
yang dapat ditempuh spermatozoa dan juga hubungan antara motilitas
spermatozoa dengan kecepatan spermatozoaa semen segar sapi Bali jantan
sedangkan kegunaan penelitian ini dapat menghasilkan data/informasi mengenai
pola pergerakan spermatozoa sapi Bali serta hubungan antara motilitas
3
spermatozoa dengan jarak tempuh spermatozoa serta hubungan antara motilitas
spermatozoa dengan kecepatan spermatozoaa semen segar sapi Bali jantan.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Sapi Bali
Sapi potong asli Indonesia salah satunya adalah sapi Bali. Sapi Bali
merupakan hasil domestikasi dari Banteng (Bibos Banteng) habitat aslinya di
pulauBali. Sapi Bali (Bos Sondaicus) telah mengalami proses domestikasi yang
terjadi sebelum 3.500 SM di wilayah Pulau Jawa atau Bali dan Lombok.
Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas
sekumpulan persamaan karakteristik tersebut yang sama. Atas dasar karakteristik
tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam
spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke
generasi berikutnya. Menurut Blakely dan Bade (1992) bangsa sapi mempunyai
klasifikasi taksonomi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum: Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Infra Class : Eutheria
Ordo : Artiodactyla
Sub Ordo : Ruminantia
Infra Prdo : Pecora
Family : Bovidae
Genus : Bos (cattle)
Spesies : Bos Javanicus (banteng/sapi Bali)
5
Sapi Bali merupakan sapi yang berasal dari domestik banteng (Bos
Banteng Javanicus) (Najman et al., 2003) yang termasuk banteng liar asli yang
berasal dari Pulau Bali. Sapi-sapi tersebut berasal dari pegunungan yang terdapat
di Bali dan kemudian pergi ke daratan pada tahun 1856. Sapi Bali tersebut
kemudian menyebar ke pulau Sulawesi, Lombok dan Timur, dan sebagian kecil
pulau di Indonesia (Payne dan Rollinson, 1973).
Sapi Bali termasuk sapi kecil dengan ukuran bobot yaitu 150-300 kg pada
jantan bobot badan dewasa (Thalib et al., 2002). Sapi Bali memiliki karakteristik
yang beragam. Ternak ini berukuran sedang, berdada dalam, kaki yang bagus.
Warna bulu sapi Bali yaitu merah, keemasan dan coklat tua dikenal juga
walaupun tidak umum.
Sapi Bali memiliki bibir dan ekor hitam, dan kaki berwarna putih dari lutut
ke bawah, dan terdapat warna putih di bawah paha dan bagian oval yang putih
yang jelas pada bagian pantat. Pada bagian punggung selalu terdapat garis hitam
yang jelas, dari bahu dan berakhir di atas ekor. Warna pada ternak jantan lebih
gelap daripada ternak betina, warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada
saat mencapai dewasa. Sapi Bali memiliki bulu pendek, halus, licin, kulit
berpigmen dan halus, dan kepala lebar dan pendek (Williamson dan Payne, 1993).
Karakteristik Reproduksi Sapi Bali
Sapi Bali termasuk hewan yang lambat dalam maturasi, dimana maturasi
tercapai pada umur 600 hari (Pane, 1991). Pada taraf ini, berat badan sekitar 140-
165 kg (Fattah, 1998). Umur dan berat badan pada onset pubertas tergantung pada
faktor-faktor selain genetik, salah satunya yang sangat memungkinkan besar
pengaruhnya adalah faktor nutrisi. Sedangkan Payne dan Rollison (1973)
6
menyatakan, umur dewasa kelamin sapi Bali rata-rata 18-24 bulan untuk betina
dan 20-26 bulan untuk jantan, selanjutnya dilaporkan bahwa umur kawin pertama
betina 18-24 bulan dan jantan 23-28 bulan (Davendra et al., 1973; Sumbung,
1997)
Fertilisasi pada ternak jantan dengan sifat kompleks yang ditujukan untuk
beberapa proses fisiologi, seperti perkembangan sistem reproduksi dari lahir
sampai pubertas, spermatogenesis, ejakulasi dan tingkah laku kawin (termasuk
didalamnya libido dan kopulasi) (Vilakazi and Webb, 2014). Lebih lanjut
dinyatakan bahwa untuk kualitas semen yang optimum seluruh proses fisiologis
ini harus terkoordinasi.
Kriteria umum untuk mengevaluasi kualitas semen sebagai dasar fertilisasi
dari ternak jantan adalah morfologi sperma, motilitas, konsentrasi spermatozoa
dan volume perejakulat (Den Daas, 1992). Morfologi spermatozoa diekspresikan
sebagai persentase sel sperma normal (Serrenson, 1979).
Sapi Bali diketahui sebagai jenis sapi yang fertil dimana fertilitasnya
mencapai sekitar 80% (Davendra et al., 1973) atau meningkat sampai 90-100% di
Australia (Kirby, 1972). Bahkan pada keadaan kondisi lahan yang kering dan
tandus seperti di Nusa Tenggara Timur, tingkat fertilitas sapi Bali sekitar 75%
(Fattah, 1998).
Kualitas Normal Semen Sapi
Semen adalah sekresi kelamin jantan dan epididimis serta kelenjar-
kelenjar kelamin pelengkap (kelenjar vesikularis) yang terdiri dari spermatozoa
dan plasma semen yang secara normal diejakulasi ke dalam saluran kelamin
betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk
7
keperluan inseminasi buatan (Toelihere, 1985). Spermatozoa adalah sel atau benih
yang berasal dari sistem reproduksi jantan, sedangkan plasma adalah air mani
yang digunakan oleh spermatozoa untuk tetap bergerak.
Pada semen terdapat plasma dan spermatozoa. Fungsi utama plasma
semen adalah sebagai medium pembawa spermatozoa dari saluran reproduksi
hewan jantan ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Fungsi ini dapat
dijalankan dengan baik karena pada banyak spesies plasma semen mengandung
bahan-bahan penyangga dan makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa
baik yang dapat dipergunakan secara langsung (misalnya fruktosa dan sorbitol)
maupun secara tidak langsung misalnya Gliserilfosforil Colin (GPC) (Toelihere,
1993). Komposisi kimiawi semen sapi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 . Komposisi kimiawi semen sapi
Komposisi Semen Satuan (mg/100 ml)
pH 6,9 (6,4-7,8)
Air, g/100 ml 90 (87-95)
Natrium 230 (240-280)
Kalium 140 (80-210)
Kalsium 44 (35-60)
Magnesium 9 (7-12)
Klorida 180 (110-290)
Fruktosa 530 (150-900)
Sorbitol (10-140)
Asam sitrat 720 (340-1150)
Inositol 35 (25-46)
Glyceryl Phosphoryl Choline
(GPC) 350 (100-500)
Protein, g/100 ml 6,8
Plasmalogen (30-90)
Sumber: Fitri (2009).
8
Faktor-faktor Yang Menentukan Kualitas Semen
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas semen diantaranya adalah
umur, bangsa ternak, genetik, lingkungan, dan pakan.
1. Umur
Faktor yang mempengaruhi kualitas semen salah satunya adalah umur
pejantan karena perkembangan testis dan spermatogenesis dipengaruhi oleh umur.
Spermatogenesis adalah proses pembentukan spermatozoa yang terjadi di dalam
tubuli seminiferi. Proses spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 55 hari
dan berlangsung pertama kali ketika sapi berumur 10 sampai 12 bulan (Nuryadi,
2000).
Hafez (2000) menyatakan bahwa produksi semen dapat meningkat sampai
umur tujuh tahun. Pada saat pubertas, spermatozoa masih banyak yang abnormal
karena masih muda sehingga banyak mengalami kegagalan pada waktu
dikawinkan. Menurut Mathevon et al. (1998) bahwa volume, konsentrasi,
motilitas dan total spermatozoa sapi jantan dewasa lebih banyak daripada sapi
jantan muda. Volume, konsentrasi dan jumlah spermatozoa motil per ejakulat
cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur pejantan mencapai 5
tahun.
2. Bangsa
Bangsa sapi Bos Taurus mengalami dewasa kelamin lebih cepat bila
dibandingkan dengan sapi Bos Indicus. Persilangan dari dua bangsa sapi tersebut
akan mencapai pubertas pada umur yang sama dengan induknya (Sprott et al.,
1998).
9
Bangsa sapi perah mempunyai libido lebih tinggi dan menghasilkan
spermatozoa yang lebih banyak dibandingkan dengan sapi potong (Hafez, 2000).
Coulter et al. (1997) dan Sprott et al. (1998) menyatakan bahwa bangsa juga
berpengaruh terhadap lingkar skrotum yang berkorelasi positif dengan produksi
dan kualitas spermatozoa. Chandolia et al. (1999) menyatakan bahwa pengaruh
heat shock pada persentase spermatozoa yang motil pada Sapi Holstein lebih
rendah dibandingkan bangsa sapi yang lain.
3. Genetik
Coulter et al. (1997) dan Sprott et al. (1998) menyatakan bahwa produksi
spermatozoa berkorelasi positif dengan ukuran testis yang dapat diestimasi
dengan panjang, berat dan lingkar skrotum. Bearden dan Fuquay (1984)
menyatakan bahwa ukuran testis dipengaruhi oleh genetik, umur, bangsa ternak
dan individu. Chondalia et al. (1999) menyebutkan bahwa genetik juga
mempengaruhi ketahanan sel spermatozoa terhadap heat shock pada saat thawing.
4. Lingkungan
Suhu lingkungan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
mempengaruhi organ reproduksi ternak jantan. Hal ini menyebabkan fungsi
thermoregulatoris skrotum terganggu sehingga terjadi kegagalan pembentukan
spermatozoa dan penurunan produksi spermatozoa. Pejantan yang di tempatkan
pada ruangan yang panas mempunyai tingkat fertilitas yang rendah. Hal ini
disebabkan karena memburuknya kualitas semen dan didapatkan 10%
spermatozoa yang abnormal (Susilawati dkk, 1993).
Pond dan Pond (1999) menyatakan jika suhu lingkungan terlalu panas
spermatozoa yang diproduksi tidak dapat bertahan hidup dan menyebabkan
10
sterilitas sapi jantan, sehingga manajemen saat stress perlu dilakukan untuk
menjaga fertilitas spermatozoa. Suhu normal di daerah testis berkisar 3-7°C
dibawah suhu tubuh.
Musim dapat mempengaruhi kualitas semen pada ternak-ternak yang
berada di daerah sub tropis. Di Indonesia, musim kurang berpengaruh karena
perbedaan lama penyinaran hampir tidak ada (Susilawati dkk, 1993). Perubahan
musim karena perbedaan lamanya siang hari atau lamanya penyinaran dapat
menghambat produksi FSH yang dapat menghambat produksi spermatozoa oleh
testis (Hafez, 2000).
Hasil penelitian Mathevon et al. (1998) menyatakan bahwa konsentrasi,
jumlah semen dan motilitas per ejakulat pada pejantan Holstein lebih baik pada
musim dingin dan semi dibandingkan pada musim gugur. Musim saat
penampungan dilaksanakan tidak mempengaruhi persentase spermatozoa motil
pada sapi jantan dewasa.
5. Pakan
Nutrisi sangat penting selama perkembangan sistem reproduksi sapi jantan
muda. Meningkatkan jumlah nutrisi akan mempercepat pubertas dan pertumbuhan
tubuh (Sprott et al., 1998). Makanan berpengaruh terhadap ukuran testis pada
ternak jantan. Makanan yang diberikan terlalu sedikit terutama pada periode
sebelum masa pubertas dicapai dapat menyebabkan perkembangan testis dan
kelenjar-kelenjar asesoris terhambat dan dapat memperlambat dewasa kelamin.
Pada ternak dewasa, kekurangan makanan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
fisiologis, baik pada testes maupun pada kelenjar asesorisnya dan dapat
menurunkan libido sehingga produksi semen turun (Susilawati dkk, 1993).
11
Coulter et al. (1998) menyatakan bahwa pemberian 100% hijauan pada
Sapi Angus, Hereford dan Simmental setelah disapih mempunyai lingkar skrotum,
produksi semen harian dan spermatozoa motil progresif lebih besar daripada
pakan dengan energi tinggi (80% konsentrat dan 20% hijauan).
Evaluasi Kualitas Semen
Semen yang telah ditampung sebelum diproses lebih lanjut dievaluasi
dalam kondisi segar. Tujuan evaluasi semen segar adalah:
1. Untuk mengetahui kualitas semen.
2. Untuk mengetahui bahan pengencer yang dibutuhkan.
3. Untuk mengetahui jumlah straw yang dapat dihasilkan dalam proses
pembekuan semen.
Semen adalah sekresi kelamin pejantan yang secara normal diejakulasikan
ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung
untuk keperluan IB.
Semen terdiri dari :
1. Spermatozoa yaitu sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testes.
2. Plasma semen yaitu campuran sekresi yang diproduksi oleh epididimis, kelenjar
vesikularis dan kelenjar prostat.
Spermatozoa terdiri dari :
1. Kepala, yang membawa materi herediter paternal.
2. Ekor, yang mengandung sarana penggerak.
Semen dari suatu spesies hewan mempunyai perbedaan dalam sifat-
sifatnya dengan spesies yang lain. Perbedaan itu terletak pada volume, kekentalan,
pH, konsentrasi, warna dan baunya.
12
Evaluasi Makroskopis
1. Volume
Volume semen yang tertampung dapat langsung terbaca pada tabung
penampung semen yang berskala. Semen sapi dan domba mempunyai volume
rendah tetapi konsentrasi sperma tinggi sehingga memperlihatkan warna krem
atau warna susu. Semen kuda dan babi merupakan cairan yang lebih voluminous
dan lebih putih karena konsentrasi spermatozoa rendah. Volume semen per
ejakulat berbeda menurut bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan,
frekuensi penampungan dan berbagai faktor lain. Pada umumnya, hewan muda
yang berukuran kecil dalam satu spesies menghasilkan volume semen yang
rendah. Ejakulasi yang sering menyebabkan penurunan volume dan apabila dua
ejakulat diperoleh berturut-turut dalam waktu singkat maka umumnya ejakulat
yang kedua mempunyai volume yang lebih rendah (Feradis, 2010).
Volume semen sapi antara 5-8 ml, domba 0,8-1,2 ml, babi 150-200 ml,
dan kuda 60-100 ml. Volume rendah tidak merugikan tetapi apabila disertai
dengan konsentrasi yang rendah akan membatasi jumlah spermatozoa yang
tersedia (Feradis, 2010).
2. Warna
Semen sapi normal berwarna seperti susu atau krem keputih-putihan dan
keruh. Kira-kira 10% sapi menghasilkan semen yang normal dengan warna
kekuningkuningan, yang disebabkan oleh riboflavin yang dibawa oleh satu gen
autosom resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Feradis, 2010).
Adanya kuman-kuman Pseudomonas Aeruginosa di dalam semen sapi
dapat menyebabkan warna hijau kekuning-kuningan apabila semen dibiarkan di
13
suhu kamar. Gumpalan-gumpalan, bekuan dan kepingan-kepingan di dalam
semen menunjukkan adanya nanah yang umumnya berasal dari kelenjar-kelenjar
pelengkap dari ampula. Semen yang berwarna gelap sampai merah muda
menandakan adanya darah segar dalam jumlah berbeda dan berasal dari saluran
kelamin urethra atau penis. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah yang
telah mengalami dekomposisi. Warna coklat muda atau warna kehijau-hijauan
menunjukkan kemungkinan kontaminasi dengan feses (Feradis, 2010).
3. pH
Pada umumnya, sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada pH sekitar
7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada pH antara 5 sampai 10. Walaupun
sperma segera dimobiliser oleh kondisi-kondisi asam, pada beberapa spesies dapat
dipulihkan kembali apabila pH dikembalikan ke netral dalam waktu satu jam.
Sperma sapi dan domba yang menghasilkan asam laktat dalam jumlah yang tinggi
dan metabolisme fruktosa plasma seminalis, sehingga penting untuk memberikan
unsur penyangga seperti garam phospat, sitrat bikarbonat di dalam medium
(Toelihere,1985).
4. Konsistensi
Pemeriksaan konsistensi semen segar mempunyai persentase yang
bervariasi antar bangsa. Hal ini disebabkan oleh perbedaan rata-rata konsentrasi
dan volume semen segar yang berbeda. Menurut Feradis (2010) bahwa
Konsistensi semen sapi dikatakan kental apabila mempunyai konsentrasi 1.000
juta sampai 2.000 juta sel spermatozoa per ml. Butar (2009) menyatakan bahwa
semakin tinggi konsentrasi maka konsistensi semen akan semakin pekat.
14
5. Bau
Semen yang normal, pada umumnya, memiliki bau amis khas disertai
dengan bau dari hewan itu sendiri. Bau busuk bias terjadi apabila semen
mengandung nanah yang disebabkan oleh adanya infeksi organ atau saluran
reproduksi hewan jantan. Variabel pemeriksaan bau pada semen jarang dilakukan
karena tidak berhubungan dengan kualitas spermatozoa. Umumnya bau semen
dikategorikan sebagai bau khas (Rizal dan Herdis, 2008).
Evaluasi Mikroskopis
1. Konsentrasi
Konsentrasi digabung dengan volume dan persentase spermatozoa motil
memberikan jumlah spermatozoa motil per ejakulat, yaitu kuantitas yang
menentukan berapa betina yang dapat diinseminasi dengan ejakulat (Feradis,
2010). Metode perhitungan konsentrasi spermatozoa, yaitu:
1. Menghitung jarak antar kepala sperma
Menurut Feradis (2010) cara ini adalah yang paling praktis dan
sederhana untuk pemeriksaan rutin di lapangan yang dilakukan tanpa alat
selain mikroskop dengan memperkirakan jarak antara dua kepala
spermatozoa di bawah mikroskop dengan pembesaran 45x10 dengan
penilaian sebagai berikut:
a. Densum (D) atau padat, jika jarak antara dua kepala spermatozoa kurang
dari panjang satu kepala; konsentrasi ditaksir lebih kurang 1000 juta
sampai 2000 juta sel per ml semen.
b. Semidensum (SD) atau sedang, jika jarak antara dua kepala spermatozoa
15
sama dengan panjang satu sampai 1,5 kepala; konsentrasi ditaksir lebih
kurang 500 juta sampai 1000 juta sel per ml semen.
c. Rarum (R) atau jarang, jika jarak antara dua kepala spermatozoa
melebihi panjang satu kepala atau sama dengan panjang seluruh
spermatozoa; konsentrasi ditaksir lebih kurang 200 juta sampai 500 juta
sel per ml semen.
2. Motilitas
1) Gerakan massa
Menurut Salisbury dan Vandenmark (1985) sesuai dengan bentuk
morfologi spermatozoa dan pola metaboliknya yang khusus dengan dasar
produksi energi spermatozoa hidup dapat mendorong dirinya sendiri maju ke
depan di dalam lingkungan zat cair. Motilitas telah sejak lama dikenal sebagai alat
untuk memindahkan spermatozoa melalui saluran reproduksi hewan betina.
Transport kilat spermatozoa dari serviks ke infundibulum terjadi secara otomatik
(meski pada spermatozoa tidak motil) karena rangsangan oxitocyn, terhadap
konsentrasi saluran reproduksi. Motilitas spermatozoa di dalam infundibulum
bertugas sebagai alat penyebaran spermatozoa secara acak ke seluruh daerah
saluran kelamin betina, dimana terdapat ovum yang mampu dibuahi, jadi
menjamin kepastian secara statik pertemuan spermatozoa dengan ovum. Faktor-
faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah umur sperma, maturasi
(pematangan) sperma, penyimpanan energi ATP (Adenosin Triphosfat), agen
aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi dan adanya rangsangan hambatan
(Hafez, 2000).
16
Spermatozoa dalam suatu kelompok mempunyai kecenderungan untuk
bergerak bersama-sama ke satu arah yang menyerupai gelombang-gelombang
yang tebal dan tipis, bergerak cepat atau lamban tergantung dari konsentrasi
spermatozoa hidup di dalamnya. Gerakan massa spermatozoa dapat dilihat dengan
jelas di bawah mikroskop dengan pembesaran kecil (10x10) dan cahaya yang
dikurangi. Berdasarkan penilaian gerakan massa, kualitas semen dapat ditentukan
sebagai berikut:
a. Sangat baik (+++), terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal
dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam saat akan turun hujan yang bergerak
cepat berpindah-pindah tempat.
b. Baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas
dan bergerak lamban.
c. Cukup (+), jika terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan
individual aktif progresif.
d. Buruk (N, necrospermia atau 0), bila hanya sedikit atau tidak ada
gerakangerakan individual.
2) Gerakan individu
Dibawah pembesaran pandangan 45x10 pada selapis tipis semen di atas
gelas objek yang ditutupi gelas penutup akan terlihat gerakan-gerakan individual
spermatozoa. Pada umumnya dan yang terbaik adalah pergerakan progresif atau
gerakan aktif maju ke depan. Gerakan melingkar dan gerakan mundur sering
merupakan tanda-tanda cold shock atau media yang tidak isotonik dengan semen.
Gerakan berayun atau berputar di tempat sering terlihat pada semen yang tua,
17
apabila kebanyakan spermatozoa telah berhenti bergerak maka dianggap mati
(Feradis, 2010).
Menurut Toelihere (1993), penilaian gerakan individual spermatozoa
mempunyai nilai 0 sampai 5, sebagai berikut:
0 : spermatozoa immotil atau tidak bergerak;
1 : pergerakan berputar di tempat;
2 : gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% bergerak progresif dan tidak ada
gelombang;
3 : antara 50 sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan
gerakan massa;
4 : pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan
90% sperma motil;
5 : gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukkan
100% motil aktif.
3. Abnormalitas
Menurut Toelihere (1985), mengklasifikasikan abnormalitas dalam
abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer meliputi kepala yang
terlampau besar (macrocephlalic), kepala terlampau kecil (microcephalic), kepala
pendek melebar, pipih memanjang dan piriformis; kepala rangkap, ekor ganda;
bagian tengah melipat, membengkok, membesar, piriformis; atau bertaut abaxial
pada pangkal kepala; dan ekor melingkar, putus atau terbelah. Abnormalitas
sekunder termasuk ekor yang putus, kepala tanpa ekor, bagian tengah yang
melipat, adanya butiran-butiran protoplasma proksimal atau distal dan akrosom
yang terlepas.
18
Setiap spermatozoa yang abnormal tidak dapat membuahi sel telur, tanpa
memandang apakah abnormalitas tersebut terjadi di dalam tubuli seminiferi,
dalam epididimis atau oleh perlakuan yang tidak legeartis terhadap ejakulat.
Selama abnormalitas spermatozoa belum mencapai 20% dari contoh semen, maka
semen tersebut masih dapat dipakai untuk inseminasi (Toelihere, 1993).
4. Persentase hidup
Sperma yang hidup dapat diketahui dengan pengecatan atau pewarnaan
dengan menggunakan eosin. Eosin dapat dibuat dari serbuk eosin yang dilarutkan
dalam aquadest dengan konsentrasi 1 : 9. Kemudian sperma ditetesi dengan
larutan eosin dan diratakan, kemudian di angin-anginkan atau di fiksasi dengan
menggunakan spiritus, setelah itu dilihat di bawah mikroskop. Sperma yang tercat
atau berwarna merah berarti sperma itu mati, sedangkan yang tidak terwarnai atau
tidak tercat berarti sperma itu hidup (Mulyono, 1998).
Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang
hidup digunakan untuk melindungi jumlah sperma hidup secara objektif pada
waktu semen segar dicampur dengan zat warna (eosin 2%). Sel-sel sperma yang
hidup tidak atau sedikit sekali menghisap warna sedangkan yang mati akan
mengambil warna karena permeabilitas dinding meningkat sewaktu mati. Tujuan
pewarnaan diferensial adalah untuk mengetahui persentase sel-sel sperma yang
mati dan yang hidup (Hafez, 1987).
19
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2017,
bertempat di Samata integrated farming system Kecamatan Samata, Kabupaten
Gowa dan Laboratorium Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas
Hasanuddin.
Materi Penelitian
Bahan utama penelitian ini adalah semen segar dari dua ekor sapi Bali
jantan (Bos sondaicus) umur 4 tahun. Bahan-bahan pendukung adalah: air hangat
suhu 40oC, alkohol 70%, aquabidest , tissue, aluminium foil, kertas label, es batu
dan penicillin.
Alat yang digunakan adalah: vagina buatan, mikroskop, tabung sperma,
beaker glass, pipet ukur, refrigerator, objek glass, waterbath, inkubator, bunsen
dan cover glasss.
Prosedur Kerja
Alur kerja pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Persiapan Penampungan
Semen
Penampungan semen
Evaluasi Kualitas Semen
Gambar 1 . Alur kerja penelitian
20
Sterilisasi alat
Proses sterilisasi dilakukan dengan mencuci alat-alat yang akan digunakan
dengan menggunakan lap basah dan sabun cuci, setelah itu dibilas dengan
menggunakan aquadest lalu dikeringkan selama beberapa menit. Alat yang telah
bersih, kemudian dibungkus dengan menggunakan kertas bersih setelah itu
disterilisasi di dalam autoklaf bersuhu 121°C selama 30 menit.
Penampungan semen
Penampungan semen dilakukan dengan menggunakan sebuah alat yaitu
vagina buatan. Vagina buatan adalah alat berbentuk silinder yang dilengkapi
dengan selongsong dalam, corong penampung, tabung penampung. Dan pada saat
penampungan, kondisi suhu dan lain-lainnya dibagian dalam vagina buatan dapat
disesuaikan seperti vagina betina yang sedang birahi.
Penampungan semen dilakukan pada pagi hari. Sapi pejantan dibawa ke
kandang jepit untuk dipertemukan dengan betina pemancing agar dapat memberi
rangsangan libido kepada pejantan yang akan ditampung semennya. Vagina
buatan yang telah disiapkan diberi pelicin, apabila terdapat tanda-tanda pejantan
akan menaiki pejantan atau betina pemancing, maka vagina buatan diarahkan pada
penis untuk menampung semen. Penampungan semen dilakukan sebnayak 12 kali
ulangan.
Evaluasi semen
Setelah dilakukan penampungan, kemudian dilakukan evaluasi terhadap semen.
Evaluasi semen dilakukan secara mikroskopis yang meliputi: motilitas, dan
motilitas progresif, DAP (Distance Average Path), DCL (Distance Curvilinier),
DSL (Distance Straight Line), VAP (Velocity Average Path), VCL (Velocity
21
Curvilinier), VSL (Velocity Straight Line), STR (Straightness) (VSL/VAP), LIN
(Linearity) (VSL/VCL), WOB (Wobble) (VAP/VCL), ALH (Amplitude of
Lateral Head Displacement), BCF (Beat Cross Frequency)
Parameter yang diamati
Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini yakni secara
mikroskopis meliputi motilitas, motilitas progresif, DAP, DCL, DSL, VAP, VCL,
VSL, STR, LIN, WOB, ALH, BCF. Seluruh parameter dianalisis menggunakan
Computer Assisted Semen Analysis (CASA).
Mikroskopis
1. Pengamatan presentase motilitas spermatozoa
Penilaian motilitas individu dilakukan pada spermatozoa yang bergerak
progresif kedepan (pergerakan mundur dan melingkar tidak ikut disertakan)
dibandingkan dengan spermatozoa yang diam di tempat. Standar penilaian
gerakan individu gerakan spermatozoa adalah (Feradis, 2014);
0 : Gerakan berputar di tempat;
1 : Gerakan berayun atau melingkar, kurang dari 50% bergerak progesif dan tidak
ada gelombang;
3 : Antara 50% sampai 80% spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan
gerakan massa;
4 : Pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan
90% sperma motil;
5 : Gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukan
100 motil aktif.
Penilaian motillitas individu spermatozoa dalam bentuk presentase
spermatozoa yang bergerak (Feradis, 2014).
22
2. Pola Pergerakan Spermatozoa
Pada pola pergerakan spermatozoa akan menunjukkan pola gerak dan
ataupun kecepatan spermatozoa, serta kriteria gerak lainnya yang lebih spesifik.
Adapun pola gerak spermatozoa meliputi:
DAP= Distance Average Path
DCL= Distance Curvilinier
DSL= Distance Straight Line
VAP= Velocity Average Path
VCL= Velocity Curvilinier
VSL= Velocity Straight Line
STR= Straightness (VSL/VAP)
LIN= Linearity (VSL/VCL)
WOB= Wobble (VAP/VCL)
ALH= Amplitude of Lateral Head Displacement
BCF= Beat Cross Frequency
Gambar 2. Pola Pergerakan Spermatozoa (Susilawati, 2011)
23
Analisis data
Data yang diperoleh pada penelitian ini ditabulasi dalam program excel
yakni data motilitas, jarak, dan kecepatan spermatozoa. Hubungan antara
motilitas, jarak spermatozoa dan kecepatan spermatozoa yang ditanpung diuji
menggunakan uji regresi linear sederhadana.
Rumus Regresi:
Y = a + bX
Rumus Korelasi:
r = nΣxy – (Σx) (Σy)
. √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
Keterangan :
Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent) (Jarak dan Kecepatan)
X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent) (Motilitas)
a = konstanta
b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang ditimbulkan oleh
Predictor.
n = Banyaknya Pasangan data X dan Y
Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X
Σy2= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Motilitas Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan
Pemeriksaan motilitas semen dilakukan langsung setelah penampungan,
karena spermatozoa tidak dapat bertahan lama di luar tubuh maka pemeriksaan
semen dilakukan di dalam laboratorium dan diletakkan dalam water bath. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi cold shock. Cold shock biasa terjadi pada spermatozoa
jika sperma mengalami kedinginan mendadak akibat suhu yang lebih rendah dari
suhu testis
Motilitas spermatozoa semen segar dari dua ekor pejantan sapi Bali yang
digunakan dan telah ditampung semennya diamati secara mikroskopis disajikan
pada Gambar 3.
Gambar 3 . Motilitas Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa motilitas spermatozoa semen segar
pada kedua pejantan sapi Bali yang digunakan pada penelitian ini memperlihatkan
kondisi yang tinggi/baik yang di mana rata-rata motilitas spermatozoa dari kedua
pejantan tersebut yakni pada sapi Bali I 93,52 % ( interval: 86,4 – 99,3 %) dan
50
60
70
80
90
100
110
120
1 7 10 13 17 20 26 30 34 37 41 43
Pe
rse
nta
se (
%)
Hari
Bali I
Bali II
25
pada sapi Bali II 94,11% (interval: 85,4 – 98,8 %). Menurut Feradis (2014)
penilaian kualitas semen ditentukan dengan nilai 0 sampai 5 yang dimana poin 4:
pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90%
sperma motil. Ditambahkan oleh pendapat Susilawati et al. (2010) bahwa,
motilitas semen segar sapi potong berkisar antara 70-90%. Dari angka tersebut
menunjukkan bahwa sapi yang digunakan pada penelitian ini tergolong dalam sapi
yang memiliki tingkat fertilitas yang tinggi dan layak untuk dijadikan pejantan.
Hasil ini persentase motilitas dapat dilihat bahwa interval koleksi pada
penampungan pertama sampai dengan terakhir tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Perbedaan dari hasil evaluasi kemungkinan karena proses
spermatogenesis belum sempurna akibat interval koleksi yang dilakukan terlalu
sering. Kondisi ini dapat menyebabkan hasil yang tidak maksimal atau variatif.
Menurut Toelihere (1985) menyatakan bahwa kualitas dan kuantitas semen yang
rendah akan menurunkan angka kebuntingan. Salah satu faktor yang
mempengaruhinya adalah frekuensi ejakulasi. Perlu dilakukan pembatasan
pemakaian seekor pejantan dalam satuan waktu tertentu karena frekuensi ejakulasi
yang terlampau sering dan kontinyu akan menurunkan kuantitas dan kualitas
semen yang di hasilkan
Progresif Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan
Progresif spermatozoa semen segar dari dua ekor pejantan sapi Bali yang
digunakan dan telah ditampung semennya diamati secara mikroskopis disajikan
pada Gambar 4.
26
50
60
70
80
90
100
110
120
1 7 10 13 17 20 26 30 34 37 41 43
Pe
rse
nta
se (
%)
Hari
Bali I
Bali II
Gambar 4. Progresif Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan
Progresif semen segar sapi Bali yang digunakan pada penelitian ini adalah
tergolong dalam kategori baik yang dimana rata-rata persentase progresif pada
sapi Bali I yakni 81,5% (Interval: 72,7 – 92,3 %) sedangkan pada sapi Bali II
memiliki nilai persentase progresif 83,1% (Interval: 72,2 – 92,5 %) hal ini
menunjukkan bahwa semen tersebut memiliki kualitas yang baik. Hasil ini
menunjukkan semakin baik hasil kualitas sperma (motilitas progresif), maka
semakin besar tingkat fertilitas dari suatu pejantan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Hafez (1993) bahwa kualitas sperma yang berhubungan erat dengan
kemampuan sperma dalam membuahi sel telur diantaranya adalah motil progresif
dan keutuhan membran.
Penilaian motilitas progresif memberikan informasi mengenai tingkat
fertilitas terhadap pejantan yang digunakan. Semakin tinggi nilai motilitas
progresif dari suatu ternak maka akan berbanding lurus dengan tingkat fertilitas
dari ternak tersebut. Menurut Lee et al (2014) bahwa motilitas spermatozoa
merupakan salah satu kriteria yang paling penting dalam menentukan angka
27
fertilisasi, dan parameter karakteristik pergerakan spermatozoa normal adalah
imperatif untuk menentukan keberhasilan fertilisasi dari spermatozoa.
Pola Pergerakan Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan
Pola pergerakan spermatozoa semen segar sapi Bali yang dihitung dan
dianalisis menggunakan CASA disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pola Pergerakan Spermatozoa Semen Segar Sapi Bali Jantan
Parameter
Bali I Bali II
Rata-Rata SD Rata-Rata SD
DAP (µm) 27,4 3,2 28,4 3,7
DCL (µm) 60,2 8,8 60,1 10
DSL (µm) 16,2 1,3 16,8 1,8
VAP (µm/det) 70,4 7,7 71,4 9,2
VCL (µm/det) 151 21,4 150,1 24,8
VSL (µm/det) 41,4 3,1 42,6 4,5
STR (VSL/VAP) 0,6 0 0,6 0
LIN (VSL/VCL) 0,3 0 0,3 0
WOB (VAP/VCL) 0,5 0 0,5 0
ALH (µm) 7,1 0,6 7,1 0,8
BCF (Hz) 21,1 0,9 20,8 0,8
Keterangan: DAP= Distance Average Path; DCL= Distance Curvilinier; DSL=
Distance Straight Line; VAP= Velocity Average Path; VCL=
Velocity Curvilinier; VSL= Velocity Straight Line; STR=
Straightness (VSL/VAP); LIN= Linearity (VSL/VCL); WOB=
Wobble (VAP/VCL); ALH= Amplitude of Lateral Head
Displacement; BCF= Beat Cross Frequency
Motilitas maupun motilitas progresif merupakan kondisi motilitas
spermatozoa secara umum, akan tetapi belum menunjukkan perbedaan pola gerak
28
dan ataupun kecepatan spermatozoa tersebut, serta kriteria gerak lainnya yang
lebih spesifik. Untuk melihat pola pergerakan yang lebih spesifik maka dihitung
dan dianalisis menggunakan CASA (Computer Asissted Semen Analysis).
Pada Tabel 2 menunjukkan pola pergerakan ini diukur berdasarkan
kecepatan dan jarak yang ditempuh oleh spermatozoa. Pada data tersebut
menunjukkan bahwa jarak yang ditempuh dalam satu menit pada lintasan rata-rata
alur (DAP) yakni mencapai 27,43 µm pada sapi Bali I dan pada sapi Bali II yakni
28,38 µm. Pada hasil penelitian serupa Sarastina et al. (2007) memperoleh data
DAP dan DSL sapi Bali yang lebih tinggi dibanding data diatas yakni DAP 33,18
µm dan DSL 25,64 µm akan tetapi nilai DCL pada penelitian tersebut lebih
rendah yakni 65,77 µm. Hasil evaluasi semen yang berbeda disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya yakni bangsa, umur, pakan, genetik, dan lingkungan
Menurut Yendraliza (2008) bahwa semen yang berkualitas dan berkuantitas
dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni makanan, konstituen makanan, suhu dan
musim, frekuensi ejakulasi dan libido.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pola kecepatan pergerakan spermatozoa
semen segar sapi Bali dari kedua pejantan yang digunakan yakni pada sapi Bali I
menunjukkan masing-masing pengamatan VAP 70,4 µm/det, VCL 150,99 µm/det
dan VSL 41,4 µm/det. Sedangkan pada sapi Bali II menunjukkan masing-masing
pengamatan yakni VAP 71,4 µm/det, VCL 150,14 µm/det, dan VSL 42,65
µm/det. Menurut Susilawati (2011) menyatakan bahwa secara umum, ada tiga
kelompok pergerakan spermatozoa yakni kelompok hiperaktivasi, kelompok non-
hiperaktivasi dan kelompok transisi. Dari kedua data pola kecepatan spermatozoa
penelitian ini menunjukkan rata-rata kecepatan spermatozoa semen segar dari
29
pejantan yang digunakan termasuk dalam kategori kelompok spermatozoa yang
hiperaktivasi dimana nilai VCL yakni 150,99 µm/det dan 150,14 µm/det (>100
µm/det).
Nilai rata-rata kelurusan (STR), linearitas (LIN), Goyangan (WOB), pola
pergerakan spermatozoa semen segar adalah pada sapi Bali I yakni nilai STR
0,59%, LIN 0,28% dan WOB 0,46% sedangkan rata-rata pada sapi Bali II yakni
STR 0,59%, LIN 0,28% dan WOB 0,47%. Dari kedua pejantan tersebut memiliki
nilai kelurusan (STR) dan linearitas (LIN) yang sama. Dari data kedua pejantan
tersebut menunjukkan bahwa rata-rata spermatozoa tersebut bergerak secara linear
karena spermatozoa yang bergerak secara linear ditunjukkan dengan nilai STR
>0,5 (Anonimous, 2004). Nilai linearitas (LIN) dan kelurusan (STR) dapat
dijadikan sebagai indikator motilitas progresif dan swiming pattern (Sarastina et
al, 2007)
Dari pengukuran beberapa parameter di atas, daharapkan mampu
memberikan penilaian terhadap tingkat fertilitas pejantan sapi Bali. Penilaian
fertilitas pejantan tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan dan mengetahui
pejantan unggul. Menurut Clay dan McDaniel (2001) bahwa setiap karakter dapat
diukur untuk mengidentifikasi rendahnya fertilitas pejantan, sehingga
memungkinkan untuk melakukan afkir atau menghindari penggunaan pejantan
tersebut, atau sebaliknya pejantan dengan fertilitas yang tinggi dapat digunakan
dalam kelompok ternak betina, sehingga dapat meningkatkan angka fertilitas di
dalam kelompok ternak.
30
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
40.0
45.0
50.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
1 7 10 13 17 20 26 30 34 37 41 43M
ikro
met
er (
µm
)
Per
sen
tase
(%
)
Motilitas
DSL
Hubungan Jarak Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas Spermatozoa
Pergerakan spermatozoa merupakan kemampuan spermatozoa berpindah
dari satu tempat ke tempat lain atau proses bergerak dengan tepat menuju sel telur.
Hubungan antara jarak pergerakan spermatozoa dengan motilitas spermatozoa
pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan Jarak Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas
Spermatozoa
Pada gambar 4 menunjukkan bahwa hubungan antara DSL (Distance
Straight Line) dengan motilitas spermatozoa yakni semakin meningkatnya
motilitas spermatozoa diikuti dengan peningkatan DSL (Distance Straight Line)
dan sebaliknya setiap penurunan motilitas spermatozoa juga diikuti dengan
penurunan DSL (Distance Straight Line). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara DSL (Distance Straight Line) dengan motilitas spematozoa.
Analisi statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan DSL (Distance
Straight Line) dengan motilitas spematozoa yang disajikan pada Gambar 6.
31
Gambar 6. Hubungan antara DSL dan Motilitas
Berdasarkan hasil analisis regresi menunjukkan besarnya hubungan antara
motilitas spermatozoa dengan DSL (Distance Straight Line) spermatozoa
ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,9896. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara motilitas
spermatozoa dengan DSL (Distance Straight Line) spermatozoa yang ditunjukan
dengan P-Value <0,01. Dari hasil analisis regresi linear sederhana di peroleh
persamaan garis Y= 0,0413x + 14,415. Berdasarkan kurva yang diperoleh terlihat
bahwa titik-titik tersebut mengikuti garis regresi sehingga model regresi ini dapat
digunakan sebagai alat penduga yang baik.
Hubungan Kecepatan Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas
Spermatozoa
Kecepatan pergerakan spermatozoa merupakan besaran yang
menunjukkan seberapa cepat spermatozoa berpindah yang dinyatakan dalam
satuan mikrometer per sekon (µm/s). Hubungan antara kecepatan pergerakan
spermatozoa dengan motilitas spermatozoa pada penelitian ini disajikan pada
Gambar 6.
y = 0.0413x + 14.415R² = 0.9896
0
5
10
15
20
50 60 70 80 90 100
DSL
Motilitas
32
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
90.0
100.0
1 7 10 13 17 20 26 30 34 37 41 43
Mik
rom
eter
/det
ik (
µ/d
et)
Per
sen
tase
(%
)
Motilitas
VSL
Gambar 7. Hubungan Kecepatan Pergerakan Spermatozoa Dengan Motilitas
Spermatozoa
Pada gambar 7 menunjukkan bahwa hubungan antara VSL (Velocity
Straight Line) dengan motilitas spermatozoa yakni semakin meningkatnya
motilitas spermatozoa diikuti dengan peningkatan VSL (Velocity Straight Line)
dan sebaliknya setiap penurunan motilitas spermatozoa juga diikuti dengan
penurunan VSL (Velocity Straight Line). Hal ini menunjukkan bahwa adanya
hubungan antara VSL (Velocity Straight Line) dengan motilitas spematozoa.
Dengan adanya hubungan antara VSL (Velocity Straight Line) dengan motilitas
spematozoa kemungkinan memiliki tingkat kemampuan fertilitas yang tinggi
seiring dengan tingkat motilitas spermatozoa tersebut. Menurut King et al (2000)
kemampuan fertilisasi memiliki korelasi dengan parameter VSL dan velocity
memberikan kontribusi terhadap karakteristik penting fungsi spermatozoa.
Adanya hubungan tersebut diperkuat dengan analisis statistik yang
disajikan pada Gambar 8 yang menunjukkan adanya hubungan antara VSL
(Velocity Straight Line) dengan motilitas spematozoa.
33
Gambar 8. Hubungan VSL dan Motilitas
Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana menunjukkan besarnya
hubungan antara motilitas spermatozoa dengan VSL (Velocity Straight Line)
spermatozoa ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi (r2) sebesar 0,9846.
Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara motilitas
spermatozoa dengan VSL (Velocity Straight Line) spermatozoa yang ditunjukan
dengan P-Value <0,01. Dari hasil analisis regresi di peroleh persamaan garis Y=
0,1058x + 36,735 Berdasarkan kurva yang diperoleh terlihat bahwa titik-titik
tersebut mengikuti garis regresi sehingga model regresi ini dapat digunakan
sebagai alat penduga yang baik.
y = 0.1058x + 36.735R² = 0.9846
0
10
20
30
40
50
50 60 70 80 90 100
VSL
Motilitas
34
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
positif antara molilitas spermatozoa dengan jarak spermatozoa dan kecepatan
spermatozoaa semen segar sapi Bali jantan. Pada evaluasi motilitas dan progresif
menunjukkan hasil yang tinggi dan pada pola pergerakan termasuk dalam kategori
kelompok spermatozoa yang hiperaktifasi.
Saran
Untuk mengurangi kegagalan reproduksi dan meningkatkan jumlah
populasi sapi potong di Indonesia, maka dianggap perlu untuk memperhatikan
kualitas semen dari pejantan yang digunakan dalam hal ini motilitas dan pola
pergerakan spermatozoa.
35
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Intructions Sperm VisionTM. Art. No.: 12049/Minitube.
Tiefenbach. Germany.
Bearden, H. J. and J. W Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. 2nd
edition. Reston Publishing Company, Inc, Virginia.
Blakely, J. dan Bade, D. H. 1992. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University.
Press, Yogyakarta.
Butar, E. 2009. Efektifitas Frekuensi Exercise Terhadap Peningkatan Kualitas
Semen Sapi Simmental. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra
Utara.
Chandolia, R. K., E. M. Reinersten dan P. J. Hansen. 1999. Lack of breed
differences in responses of bovine spermatozoa to heat shock. J. Dairy Sci.
82 : 2617- 2619.
Clay, J. S., and McDaniel, B. T. 2001. Computing Mating Bull Fertility from DHI
Nonreturn Data. J. Dairy Sci. 84:1238-1245
Coulter, G. H., R. B. Cook dan J. P. Kastelic. 1997. Effects of dietary energy on
scrotal surface temperature, seminal quality and sperm production in
young beef bulls. J. Animal Science 75 (6) : 1048-1052.
Den Daas N. 1992. Laboratory measurement of semen characeristics. Anim
Reprod. Sei. 28: 87-94
Davendra, C.T., Choo, L.K., and Pathmasingan, M. 1973. The Productivity of
Bali Cattle In Malaysia. Malay. Agric. 1.49, 183-197.
Fattah, S. 1998. Produktivitas Sapi Bali yang Dipelihara di Padang Pengembalaan
Alam (Kasusu-esu di NTT). Disertasi. UNPAD. Bandung.
Feradis, 2010. Bioteknologi reproduksi pada ternak. Alfabeta. Bandung. 18,53,74-
75,84-85.
Feradis. 2014. Bioteknologi reproduksi pada ternak. Alfabeta. Bandung.
Fitri. Z. 2009. Penggunaan air kelapa sebagai penyeimbang fruktosa dalam
pengencer terhadap kualitas sperma Sapi Simmental. Skripsi, Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hafez, E. S. E. 1987. Reproduction in Farm Animal, 4th Edition, Lea and Fibiger.
Philadelfia, USA.
36
Hafez, E. S. E. 1993. Semen Evaluation. In : Reproduction In Farm Animal. 6th
Edition. Lea and Febiger. Philadelfia. USA
Hafez, E. S. E. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals. 7th
edition. Lippincott Wiliams and Wilkins. Maryland, USA.
King, G.J. 1993. Reproduction in Domesticated Animals. Elsevier Publisher BV.
London, New York.
Kirby, G.W.M. 1972. Bantengs-A New Sources of Genes. Turaoff., 4, 6-8.
Lee, W.Y., Lee, R., Kim, H.C., Lee, K.H., Cui, X. S., Kim, N.H., Kim, S.H., Lee,
I.J., Yoo, M.J., and Song, H. 2014. Pig Spermatozoa Defect in Acrosom
Formation Caused Poor Motion Parameters and Fertilization Failure
Through Artificial Insemination and In Vitro Fertilization. Asian
Australas. J. Anim. Sci. 27: 1417-1425
Mathevon, M., M. Buhr and J. C. M. Dekkers. 1998. Environmental, management
and genetic factors affecting semen production in Holstein bulls. Journal
Dairy Science 81 :3321-3330.
Mulyono, S. 1998. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Najman, J.M., Quinn, P.J., Callaghan, M.O., Williams, G.M., Andersen, M.J., &
Bor, W., 2003. The Effect Of Breastfeeding On Child Development At 5
Years: A Cohort Study. Journal of Paediatrics and Child Health 37 (5):
465-469.
Nuryadi. 2000. Dasar-Dasar Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya, Malang.
Pane, I. 1991. Produktivitas dan Breeding Sapi Bali. Prosiding Seminar Nasional
Sapi Bali. 2-3 September 1991. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Ujung Pandang.
Payne, W.J.A.S D.H.L. Rollinson.1973. Bali cattle. World Anim. Rev. 7: 13-21.
Pond, K. dan W. Pond. 1999. Introduction to Animal Science. John Willey &
Sons, Inc. USA.
Rizal M, Herdis. 2008. Inseminasi Buatan pada Domba. Jakarta: Rineka Cipta.
Hlm 1-6.
Salisbury, G. W. and N. L. Van Denmark. 1985. Fisiologi dan Inseminasi Buatan
pada Sapi (Physiologi and Artificial Insemination of Cattle).
Diterjemahkan oleh Djanuar, R. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
37
Sarastina, Susilawati T., dan Ciptadi G. 2007. Analisa Beberapa Parameter
Motilitas Spermatozoa Pada Berbagai Bangsa Sapi Menggunakan
Computer Asissted Semen Analysis (CASA). J. Ternak Tropika. Vol. 6.
No.2 1-12
Serrenson, A.M. J.r.1979. A Laboratory manual for animal reproduction. (4th Ed).
Ananca Press.
Sumbung, F.P. 1997. Performans Reproduksi Sapi Bali. Prosiding Seminar
Ruminansia. Direktorat Jendral Peternakan, P4 dan Fapet IPB. Bogor.
Sprott, L. R., T. A. Thrift dan B. B Carpenter. 1998. Breeding soundness of bulls.
Agricultural Communications. The Texas A & M University System.
Susilawati, T., Suyadi, Nuryadi, N. Isnaini, , dan S. Wahyuningsih. 1993. Kualitas
semen sapi Fries Holland dan sapi Bali pada berbagai umur dan berat
badan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Malang.
Susilawati, T., Hermanto, P., Srianto, E., dan Yuliani. 2010. Pemisahan
Spermatozoa X dan Y pada sapi Brahman Menggunakan Gradien Putih
Telur pada Pengencet Tris dan Tris Kuning Telur. Jurnal Ilmu-Ilmu
Hayati, 14(2): 176-181.
Susilawati, T. 2011. Spermatology. Universitas Brawijaya Press, Malang.
Thalib, C., Chalijah, dan A.R. Siregar. 2002. Progesterone pattern of Bali cattle at
Gowa, South Sulawesi. Press.
Toelihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Vilakazi, D.M., and Webb, E.C 2014. Effect of age and season on sperm
morphology of friesland bulls at an artificial insemination center in South
Africa. South African Journal of Animal Science 2014, 34 (1): 62-69
Williamson, G. and W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Yendraliza, 2008. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Suska Press. Pekanbaru.
Yimer, N., Y. Rosina, N. Wahid, A.A. Saharee, K.C. Yap, P. Ganesamurti dan
M.M. Fahmi. 2011. Trans-scrotal Ultrasonography and Breeding Soundess
Evaluation of Bull in a Herd of Dairy and Beef Cattle with Poor
Reproductive Performance. Pertanika J. Trop. Agric. Sci. 34(2). Hal 217-
228.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Antara Motilitas Spermatozoa
dengan DSL (Distance Straight Line).
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R 0,848315 R Square 0,719638 Adjusted R
Square 0,691601 Standard
Error 0,692983 Observations 12
ANOVA
df SS MS F Significance
F Regression 1 12,32647 12,32647 25,66812 0,000487 Residual 10 4,80225 0,480225
Total 11 17,12872
Coefficients Standard
Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept -14,7428 6,166081 -2,39095 0,037897 -28,4817 -1,00391 -28,4817 -1,00391
Motilitas 0,332811 0,06569 5,066372 0,000487 0,186444 0,479178 0,186444 0,479178
RESIDUAL OUTPUT
PROBABILITY OUTPUT
Observation Predicted
DSL Residuals Standard Residuals
Percentile DSL
1 14,82579 -0,35079 -0,53091
4,166667 14,475 2 18,04407 0,320927 0,485713
12,5 15,05
3 16,75942 -0,98442 -1,4899
20,83333 15,35 4 17,18875 0,486251 0,735926
29,16667 15,595
5 16,58969 0,29531 0,446944
37,5 15,775 6 17,38844 -0,21344 -0,32303
45,83333 16,19
7 14,50796 1,087043 1,645207
54,16667 16,885 8 16,50981 -0,31981 -0,48403
62,5 17,175
9 16,88589 1,059109 1,60293
70,83333 17,285 10 15,75766 -0,70766 -1,07103
79,16667 17,675
11 17,39176 -0,10676 -0,16158
87,5 17,945 12 15,91575 -0,56575 -0,85624
95,83333 18,365
39
Lampiran 2. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana Antara Motilitas Spermatozoa
dengan VSL (Velocity Straight Line).
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R 0,818803 R Square 0,670438 Adjusted R
Square 0,637482 Standard
Error 1,929763 Observations 12
ANOVA
df SS MS F Significance
F Regression 1 75,75811 75,75811 20,34328 0,001125 Residual 10 37,23986 3,723986
Total 11 112,998
Coefficients Standard
Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%
Lower 95,0%
Upper 95,0%
Intercept -35,3777 17,17081 -2,06034 0,066349 -73,6367 2,881216 -73,6367 2,881216
Motilitas 0,825074 0,182929 4,510353 0,001125 0,417483 1,232664 0,417483 1,232664
RESIDUAL OUTPUT
PROBABILITY OUTPUT
Observation Predicted
VSL Residuals Standard Residuals
Percentile VSL
1 37,92593 -0,74093 -0,40269
4,166667 37,185 2 45,90439 1,235612 0,671544
12,5 38,32
3 42,7196 -2,8346 -1,54058
20,83333 38,825 4 43,78395 1,241052 0,6745
29,16667 39,885
5 42,29882 1,081184 0,587614
37,5 40,15 6 44,27899 -0,65899 -0,35816
45,83333 41,14
7 37,13798 3,01202 1,637005
54,16667 43,38 8 42,1008 -0,9608 -0,52219
62,5 43,62
9 43,03313 2,641869 1,435832
70,83333 43,99 10 40,23613 -1,91613 -1,0414
79,16667 45,025
11 44,28724 -0,29724 -0,16155
87,5 45,675 12 40,62804 -1,80304 -0,97994
95,83333 47,14
40
DOKUMENTASI
41
RIWAYAT HIDUP
MUHAMMAD HUSNI (I111 13 309), Sengkang, pada tanggal
5 Maret 1996, Anak dari pasangan H.Jufrianto. Hy dan Hj.Elvi
HB. Anak pertama dari tiga bersaudara. Mengenyam pendidikan
tingkat dasar pada Sekolah Dasar Negeri 2 Sengkang (2008),
setelah di bangku Sekolah Dasar kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan
pertama pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sengkang (2010), Pendidikan
menengah ditempuh pada SMA Negeri 3 Sengkang (2013), sekarang kuliah pada
salah satu Perguruan Tinggi di Makassar, Program Studi Peternakan, Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin dengan program Strata Satu (S1) (2013-
sekarang).
top related