hijrah ke habasyah - tarbawiyah.files.wordpress.com › 2019 › 02 › ... · hijrah ke habasyah...
Post on 29-Jun-2020
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Page 1 of 23
HIJRAH KE HABASYAH
Di pembahasan dakwah jahriyah, kita sudah mengetahui bahwa telah terjadi hijrah ke
Habasyah yang pertama, yang dilakukan oleh sekitar 15 orang sahabat Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam. Setelah sekitar 3 bulan tinggal di Habasyah, sebagian mereka kembali lagi
ke Makkah karena mendengar kabar ada sikap melunak dari kaum musyrikin terhadap kaum
muslimin. Namun berita tersebut ternyata dusta. Bahkan terjadi tekanan yang lebih keras dari
mereka kepada Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berupa pemboikotan.
Karena tekanan musyrikin Quraisy semakin keras, maka sekitar 80 orang muslimin
melakukan hijrah ke Habasyah. Hal ini membangkitkan kemarahan suku Quraisy, dan
mendorongnya untuk berfikir tentang hijrah itu, serta menganggapnya sebagai bahaya besar.
Hal ini karena hijrah itu akan menjadi sebab dikenalnya Islam di Habasyah, dan menjadi
kesempatan mereka mempersiapkan diri untuk mengembalikan kekuatannya mendukung dan
membela Muhammad shallallahu „alaihi wa sallam. Mereka yakin bahwa ini bukan sekedar
hijrah untuk menyelamatkan diri, akan tetapi hijrah untuk menguatkan dan menyiapkan kaum
muslimin.
Maka mereka berkumpul dan menyepakati pengiriman Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi
Rabi‘ah, bersama dengan membawa hadiah kepada Najasyi dan orang-orang di sekitarnya.
Keduanya berangkat. Setelah sampai di Habasyah kedunya membawa hadiah khsusus untuk
Najasyi dan hadiah untuk orang-orang di sekelilingnya. Keduanya berkata kepada meraka,
مب ، وحاءوا بد ل
ال
ىا في دلدخ م
ىمهم ، ول
ن ىا د
ازن
هائىا ق
طك م
اطا
ئن ه ح
ه ه
ػسق
وخدع ، ال
ااذ
هم ، ق لحرد
ل ى ال
ىمهم ئل
ن
ساف
ىا أش
زطل
د أ
خم ، ون
أه
هم وال
سطل ه بأن أشحروا غل
ق ل
في ذ ل
ا ال
زحىه
مػىا
“Sesungguhnya ada beberapa orang bodoh dari bangsa kami yang meninggalkan agama
kaumnya dan tidak memeluk agama tuan raja. Mereka datang dengan agama baru, yang kita
dan kalian semua tidak mengenalnya. Dan sesunggunya para pembesar kaumnya telah
mengutus kami kepada tuan raja untuk meminta pemulangan mereka, maka kami memohon
hal ini kepada tuan raja agar mengirimkan mereka pulang bersama kami.”
Sikap Najasyi
Para pembantu Najasyi mengusulkan kepadanya agar menyerahkan kaum muslimin kepada
Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi‘ah. Maka Najasyi marah dan mengatakan,
طىاي ، حت ى مخازووي غل
دي واخ
ىا ببال
صل حاوزووي وه
ىما
م ن
أطل
وهللا ال
ال هى ا هم غم
طأل
أدغىهم ق
ى أ
ا مىػتهم هر هى حر ما
ى ؾ
غل حا ان الس
يهما، وئن
متهم ئل
ا صادنحن طل
اهان
ا ق
ذ حىازهم هر
وأحظي
“Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan kaum yang meminta perlindungan kepadaku,
tinggal di negeriku dan memilih kami dari pada yang lainnya, sehingga kami panggil mereka
Page 2 of 23
dan kami tanyakan tentang apa yang dikatakan kedua orang ini. Jika betul kedua orang ini
maka akan saya serahkan kepada mereka, dan jika mereka itu tidak seperti yang keduanya
katakan, maka saya tidak akan menyerahkannya dan akan saya lindungi dengan baik.”
Kemudian Najasi mengutus seseorang untuk menghadirkan para sahabat Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam itu. Setelah dipanggil dan hadir di hadapan Najasi, mereka ditanya,
ىالدخ
م ج
م ، ول
ىم
خم قه ن
ازن
د ق
ري ن
ال ا الد
ل ؟ به ما هر
ل هره ال حد م
أ في د
في دني ، وال
“Agama apakah yang telah membuat kalian meninggalkan kaum kalian, juga tidak membuat
kalian masuk ke dalam agamaku, atau ke dalam agama orang pengikut berbagai
kepercayaan?”
Ja’far Bin Abu Thalib Menjelaskan Tentang Islam
ىاح كحي ال
أ وه
خت
ل ال
أصىام وه
ػبد لا
ت و هل حاهل
ىما أ
ا ن ى
ي ل
ها ال ح
جىاز أ
يء ال س
زحام وو
ؼ لا
هط
ش وه
ظبه وػسف
ا و مى
ىا زطىال
ئل
الل
ى بػث حت ل
ى ذ
ا غل ى
ق
ػل ا الض ىي مى
هل ال
أ خه
ماه
ه وأ
وصدن
ػ ده وو لىىح
ى الل
ا ئل
دغاه
ه ق
اق
ان وغك
وز حجازة ولا
ال دوهه م ا م
ه وآباؤ ح
ػبد ه
ا و ى
ؼ ما ي
لخ
بده وه
حازم و ال غ
ل
جىاز وال
ال حم وحظ ت الس
ت وصل
ماه
داء لا
حدث وأ
ا بصدم ال
مسه
وأ ا غ
ماء وجهاه الد
وحده ال
ػبد اللن و
ا أ
مسه
حصىت وأ
ف ال
ردم ون
ال ل ما
وز وأ الص ى
ىاحش ون
كا ال
مسه
ا وأ
سى به ش
و
ى ن صد
م ق
طال
مىز لا
ه أ د غل ػد
ق ا
ام ن اة والص
ة والص
ال ا بالص
ػبده
ى ما حاء به ق
بػىاه غل ا به واج اه وآمى
ػدا غل
ىا ق
حل ل
ىا ما أ
لحل
ىا وأ
م غل مىا ما حس ا وحس
سى به ش
م و
ل وحده ق
ا الل
خىىه
ا وق
بىه
ػر
ىمىا ق
ىا ن
ديىا لحر م غلبائث ق
خ
ال ظخحل م
ا و ى
ظخحل ما ي
ن و
وأ
غبادة الل ان م
وز ى غبادة لا
ا ئل
وه ا د
هسوه
ا ن
اى غل
رهتدى واخ
ى بل
سحىا ئل
ىا وبحن ديىا خ
ي ىا ب
ىا وحال
ىا غل ه
ا وش
مىه
ل طىاى وزؾبىا في حىازى وظ ى م
ل ها ال ح
م غىدى أ
لظ
ه
ن ال
ا أ
وزحىه
“Wahai raja, kami dulu adalah kaum Jahiliyyah menyembah berhala-berhala, memakan
bangkai, berbuat perbuatan keji, memutus silaturrahmi, berbuat buruk kepada tetangga,
yang kuat dari kami memakan yang lemah. Kami berada dalam kondisi itu hingga Allah utus
kepada kami Rasul dari kami yang kami kenal nasabnya (garis keturunannya), kejujurannya,
sikap amanah dan iffah pada dirinya. Beliau mengajak kami untuk untuk beribadah hanya
kepada Allah dan melepaskan sesembahan yang disembah oleh kami dan ayah-ayah kami
berupa batu dan berhala-berhala. Beliau memerintahkan kami untuk jujur dalam
menyampaikan berita, menunaikan amanah, menyambung silaturrahmi, berbuat baik kepada
tetangga, menahan diri dari hal yang diharamkan dan menjaga darah (orang lain). Beliau
melarang kami dari perbuatan keji, ucapan palsu, memakan harta anak yatim, menuduh
wanita yang baik berbuat zina. Beliau memerintahkan kami untuk menyembah Allah semata
tidak mensekutukanNya dengan suatu apapun. Beliau memerintahkan kepada kami untuk
shalat, zakat, shaum (puasa) –kemudian beliau menyebutkan perintah-perintah Nabi yang
lain- selanjutnya Ja‟far berkata maka kami membenarkannya, beriman kepadanya, dan
Page 3 of 23
mengikutinya. Maka kami beribadah hanya kepada Allah tidak berbuat syirik sedikitpun.
Kami mengharamkan yang diharamkan kepada kami dan kami menghalalkan yang
dihalalkan kepada kami. Maka dengan itu kaum kami memusuhi kami, menyiksa dan
memfitnah kami dari Dien kami agar kami kembali menyembah berhala-berhala selain Allah,
kembali menghalalkan yang sebelumnya kami halalkan berupa keburukan-keburukan. Ketika
kaum kami itu memaksa dan mendzhalimi kami hingga berat itu kami rasakan, mereka
mencegah kami dari Dien kami, maka kami keluar menuju negeri anda. Kami memilih Anda
bukan yang lain kami ingin berada dekat dengan Anda. Kami berharap tidak didzhalimi
ketika berada di sisi (dekat) Anda wahai raja.” (H.R Ahmad)
Lalu Najasyi bertanya, “Apakah ada padamu sebagian yang dibawakan oleh Nabimu dari
Allah yang dapat kamu bacakan kepadaku?”
Kemudian Ja‘far membacakan surah Maryam dari awal surah sampai pada ayat 31,
ي غبد الل ئو ا
ا ن هد صب
ان في ال
م م
ل هل ىا ي
اله ن ازث ئل
ش
أاق ب
ني ه
خا وحػل
اوي ال
ني آج
وحػل
ىذ ما ي
ا أ
مباز
“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: „Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?‟ Berkata Isa: „Sesungguhnya aku
ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan
Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia
memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku
hidup.” (QS. Maryam: 29 – 31)
Ketika Najasyi mendengar Al-Qur‘an itu ia berkata, “Sesungguhnya yang ini dan yang
dibawa Isa adalah keluar dari sumber yang sama.” Kemudian ia berkata kepada kedua
utusan Quraisy, “Pulanglah kalian berdua, kami tidak akan serahkan mereka kepada kalian
berdua.”
Usaha Lain untuk Memulangkan Kaum Muhajirin
Keesokan harinya Ibnul-Ash mendatangi kembali Najasyi dan mengatakan
kepadanya, “Sesungguhnya kaum muslimin ini, mengatakan tentang Isa dengan perkataan
yang berbahaya”
Nasjasyi memanggil mereka dan menanyakan kepada mereka tentang perkataan mereka
terhadap Nabi Isa.
Ja‘far menjawab, “Isa adalah abdullah (hamba Allah), rasul-Nya, dan kalimat yang
diberikan kepada Maryam yang suci”
Najasyi lalu memungut sebatang ranting pohon dan tanah. Ia kcmudian berujar, “Demi Allah,
apa yang kamu ungkapkan itu tidak melangkahi isa bin Maryam meski seukuran ranting
ini.”
Page 4 of 23
Hijrah ini mendatangkan keuntungan yang besar. Kegagalan kaum kafir memulangkan kaum
muslimin dari Habasyah menjadi jalan terungkapnya kebatilan dan kebodohan paganisme,
serta menjadi jalan untuk mengungkapkan prisnsip-prisnip Islam yang toleran dan ajarannya
yang bermanfaat.
Peristiwa ini juga berdampak pada tersebarnya ketakutan di Mekah, membuat tokoh-
tokohnya bimbang dan tidak tahu apa lagi yang bisa mereka lakukan. Mereka merasa bahwa
kendali telah lepas dari tangannya, dan mereka yang berlindung di Habasyah akan menjadi
duta tentang kebaikan Islam, menjadi kekuatan dan penopang utamanya.
Pelajaran Berharga
1. Kekufuran memiliki tradisi yang sama dalam membendung dakwah Islam–di mana
dan kapan saja–mereka selalu berupaya menekan, mengusir, dan menjelek-jelekkan
dakwah dan para pengikutnya.
2. Kebijakan dan keadilan Najasyi perlu diteladani. Ia tidak tergesa-gesa mengambil
keputusan sebelum mendapatkan informasi yang utuh tentang apa yang akan
diputuskannya. Ia memanggil dahulu kaum muslimin untuk didengar ucapannya
sebagaimana ia mendengar aduan kaum Quraisy. Terungkap pula kebersihan Najasyi
dari sikap penolakannya terhadap hadiah yang diberikan kaum Quraisy.
3. Penjelasan Ja‘far bin Abi Thalib di hadapan Najasi menunjukkan kecerdasan,
kedalaman dan pemahamannya terhadap agama, risalah Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam, serta kepiawaiannya dalam memaparkan masalah, sehingga ia mampu
menjelaskan situasai bangsa Arab dalam beberapa kalimat sederhana saja sebelum
memaparkan Islam. Ia mampu menyebutkan sisi kerusakan yang ditimbulkan baik
dalam bidang politik, militer, akhlak, sosial maupun keimanan. Kemudian ia
menjelaskan sistem perbaikan yang Islami yang memiliki kesempurnaan, baik dalam
bidang aqidah, ibadah, akhlaq, dan sosial.
4. Sumber agama samawi adalah satu, meskipun risalah terdahulu telah mengalami
penyimpangan.
5. Kaum muslimin wajib mempersiapkan kader, juru dakwah, diplomat yang mampu
memaparkan masalah dengan baik, serta menangkis syubuhat musuhnya seperti yang
dilakukan oleh Ja‘far bin Abu Thalib
6. Allah Ta‟ala selalu menolong agama-Nya meskipun makar kafirin datang bertubi-
tubi.
Allah Ta‟ala berfirman, ―Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya
mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya
Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Ali Imran: 120)
Page 5 of 23
KAIDAH 3: PAHALA DIDAPAT KARENA MELAKSANAKAN DAKWAH,
BUKAN TERGANTUNG KEPADA PENERIMAANNYA
” “ لاحس هؼ بمجسد الدغىة وال خىنل غلى الاطخجابت
“Pahala didapat karena melaksanakan dakwah, bukan tergantung kepada penerimaannya”
Kaidah ini meluruskan pemahaman yang sering disalahartikan oleh banyak orang, bahwa
pahala haruslah berbanding lurus dengan hasil yang didapat secara zahir, sehingga
penilaiannya dapat dihitung secara matematis seperti umumnya pekerjaan duniawi. Apabila
cara pandang seperti ini yang dijadikan acuan, maka para nabi bisa dikategorikan gagal dalam
mengembankan amanah dakwah, karena dakwah mereka hanya menghasilkan pengikut yang
jumlahnya sedikit.
Kita bisa mengambil contoh kisah Nuh „alaihis salam yang mendakwahi kaumnya siang dan
malam hingga memakan waktu beratus-ratus tahun lamanya. Allah Ta‟ala berfirman dalam
Al Quran,
ان و ىق
هم الط
رخ
أمظحن غاما ق
خ
طىت ئال
ل
ل قيهم أ
بث
لىمه ق
ى ن
ىحا ئل
ىا ه
زطل
د أ
هىن ول
الهم ظ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara
mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan
mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabut: 14)
Inti dari ayat ini sebagaimana yang termaktub dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa
nabi Nuh „alaihis salam mendakwahi kaumnya untuk beriman kepada Allah Ta‟ala selama
seribu kurang lima puluh tahun (950 tahun) lamanya, dan dalam kurun waktu itu, nabi
Nuh „alaihis salam hanya mendapatkan sedikit sekali pengikut, dan itu termaktub di dalam
Al Quran,
ط حت م
ئالهل
ىحن وأ
ل شوححن از
ىا احمل قيها م
لىز ن ى از الخ
ا وق
مسه
ا حاء أ
ى ئذ وم ى
هه ال بو غل
لل ن
مػه ئال وما آم آم
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman:
„Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan
betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan
(muatkan pula) orang-orang yang beriman.‟ dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu
kecuali sedikit.” (QS. Huud: 40)
Perhatikan akhir dari ayat di atas secara seksama, bagaimana Allah menjelaskan, “dan tidak
beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit” (QS. Huud: 40), kalau kemudian takaran
kesuksesan dakwah diukur dari kuantitas hasil, maka pastilah Nabi Nuh „alaihis salam telah
gagal mengemban misinya, namun pada hakekatnya tidaklah demikian, karena para Nabi dan
Rasul merupakan hamba pilihan yang mendapatkan tempat mulia di sisi Allah Ta‟ala.
Page 6 of 23
Jumlah pengikut yang sedikit juga didapat oleh para nabi lainnya. Ketika pada hari kiamat
nanti, para Nabi dan Rasul dikumpulkan dan mereka datang dengan umatnya masing-masing,
dari mereka ada yang membawa satu, dua, tiga, bahkan ada yang sama sekali tidak membawa
pengikut seorangpun.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda,
بي و حالن، والى حل والس بي ومػه الس والىط ه بي ومػه الس ذ الى سأ
ع غسضذ غلي لامم، ق مػه أحد ل
―Beberapa umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang nabi bersama satu golongan
kecil, seorang nabi bersama satu atau dua orang, dan seorang nabi yang tidak mempunyai
pengikut.‖ (Muttafaq ‗Alaih)
Oleh karena itulah Allah Ta‟ala kemudian mengarahkan kepada Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam agar setelah berdakwah secara optimal, janganlah sekali-kali menakar
kesuksesannya melalui jumlah yang didapat. Allah Ta‟ala sendiri telah berfirman,
يه ىاى غل
زطل
ما أ
غسضىا ق
ان أ
ق
ؽ
بال
ال
ئال ا ئن غل
م حكظ
“Jika mereka berpaling maka Kami tidak mengutus kamu sebagai pengawas bagi
mereka. Kewajibanmu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah).” (QS. As-Syura‘ :48)
Dan dalam ayat lainnya,
طل ئ ى السهل غل
بحن ق
ال
ؽ
بال
ال
ال
“Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah)
dengan terang.” (QS. An nahl :35)
Dan dalam ayat,
بحن ال
ؽ
بال
ال
ئال طى ى الس
وما غل
“Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang.” (An nur: 54)
Adapun terkait dengan hal hidayah, sesungguhnya itu semua adalah urusan Allah untuk
memberikannya.
اء وهى حهدي م
الل
حببذ ول
أ تهدي م
ال ئه هخد
م بال
غل
أ
Page 7 of 23
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qashash: 56)
Oleh karenanya, barang siapa yang memahami kaidah ini secara baik, maka ia akan
berdakwah tanpa beban, tidak merasa kecewa ataupun stress hanya dikarenakan dakwah yang
siang malam ia lakukan berakhir dengan penolakan dan jumlah pengikut yang sedikit.
Allah Ta‟ala melalui firman-firman-Nya kerap menghibur Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam dalam hal ini, karena tidaklah Allah Ta‟ala memberi sebuah tanggungjawab,
melainkan sesuai dengan kadar kemampuan yang telah Allah Ta‟ala berikan kepada beliau.
Allah Ta‟ala berfirman,
اء حهدي م
الل
هداهم ول ع غل ل
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. Al Baqarah: 272)
يهم حظساث غل كظ
هب ه
ر ج
ال
ق
“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (QS. Faathir: 8)
سون م ا و مم في ض
ج
يهم وال
حصن غل
ج
وال
بالل
واصبر وما صبرى ئال
“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan
pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan
janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan.” (QS. An Nahl :
127)
Ayat-ayat di atas menjadi hiburan tersendiri bagi Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam,
menghilangkan kesedihannya selama ini, dikarenakan kesungguhan beliau dalam berdakwah
untuk menuntun kaumnya beriman kepada Allah Ta‟ala ditanggapi dengan sikap ―buta dan
tuli.‖
Para da‘i pada hakekatnya adalah mereka yang memiliki hati-hati yang lembut, penuh cinta,
perasa sehingga itu semua menjadi tenaga bagi mereka dalam menunaikan dakwah. Ia merasa
sedih ketika melihat hamba Allah Ta‟ala yang lebih memilih berada dalam kesesatannya,
mengabaikan ajakan kebaikan yang selama ini ia serukan. Kesedihan seperti ini pulalah yang
dirasakan oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ketika melihat kaumnya, maka
Allah Ta‟ala kemudian berfirman,
ازه ى آز
غل كظ
باخؼ ه
ػل
لطكاق
حدث أ
ا ال
ر مىىا به
إ م
م ئن ل
Page 8 of 23
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah
mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).” (QS.
Al Kahfi: 6)
Dengan kata lain, ayat ini menanyakan kepada Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wa
sallam, apakah dengan kehancuran kaum yang tidak mau diajak beriman itu, telah
membuatnya menjadi putus asa dan merasa kasihan karena pengingkaran mereka terhadap Al
Quran?
Imam Qatadah, sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Tafsir Ibn Katsir menjelaskan ayat
ini: “Seolah-olah engkau ingin bunuh diri sebagai ekspresi kemarahan dan kesedihan
terhadap perilaku mereka.” Sedangkan Mujahid mengatakan, sebuah kegelisahan, dan
artinya tak jauh beda yakni jangan bersedih atas mereka, namun teruslah sampaikan risalah
Allah Ta‟ala ini, barang siapa yang mendapatkan hidayah maka itu untuk dirinya, dan barang
siapa yang sesat sesungguhnya ia telah menyesatkan dirinya sendiri.
Dengan demikian, sesungguhnya Allah Ta‟ala pun telah mencabut dosa bagi para da‘i
apabila orang yang mereka dakwahi tidak mendapat petunjuk dan merespon dakwah yang
mereka lakukan, tentunya setelah mereka berusaha dengan penuh optimal, hal itu
dikarenakan Allah Ta‟ala tidak akan memberikan beban kepada seorang hamba melainkan
sesuai dengan batas kemampuan yang telah Ia berikan.
Kaidah ini juga menjadi obat bagi mereka yang tergesa-gesa memetik hasil dari dakwah yang
selama ini mereka kerjakan. Yaitu mereka yang menunggu hasil yang nampak secara kasat
mata duniawi, dan kemudian menjadikannya syarat dan takaran pilihan, antara melanjutkan
perjuangan di jalan dakwah ini atau tidak. Cara pandang seperti ini sebenarnya cara pandang
yang salah, sehingga bertolak belakang dengan kaidah dakwah yang diajarkan dalam Al
Quran dan As Sunnah.
Al Quran telah menekankan, bahwa tidak ada kemestian seiringnya antara dakwah yang
dijalankan dengan respon yang di dapat (Istijabah). Seorang dai, bisa saja telah berjuang
mati-matian hingga titik darah penghabisan dalam berdakwah, namun sang mad‟u tetap pula
dengan sikap kerasnya, menolak segala bentuk ajakan kebaikan kepada dirinya. Namun
demikian, pada fase seperti inilah sebenarnya akhir dari segalanya itu ditentukan. Tahapan-
tahapannya dijelaskan oleh Allah Ta‟ala dalam firman-Nya,
س
اء وال
و ي م ىج
ا ق
صسه
ربىا حاءهم ه
د ي
هم ن ج
ىا أ ى
طل وظ ض الس
أ ا اطد
ى ئذ ىم حت
ه ال طىا غ
د بأ
جسمحن ال
“Sehingga apabila para Rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka)
dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para Rasul itu
pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. dan tidak dapat
ditolak siksa Kami dari pada orang-orang yang berdosa.” (QS. Yusuf: 110)
Fase pertama adalah pada masa dakwah itu dirasa tidak mempunyai harapan lagi untuk
mengarahkan mereka kepada keimanan, sehingga mereka merasa telah didustai, maka
Page 9 of 23
berakhirlah fase dakwah yang kemudian ditutup dengan pertolongan dari Allah Ta‟ala. Ibnu
Katsir dalam tafsirnya kemudian menjelaskan, bahwa pertolongan dari Allah akan diturunkan
kepada para Rasul-Nya ketika mereka berada dalam kondisi genting dan dalam masa
pengharapan akan hadirnya kemenangan, dan itu terjadi di masa yang sangat kritis.
Sebagaimana diterangkan oleh Allah Ta‟ala dalam firman-Nya,
بأتهم ال م مظ
بل
ن ىا م
ل خ ر
ل ال
م مث
ج
أ ا
ول
ت جى
ىا ال
لدخ
ن ج
م حظبخم أ
ى أ ىا حت
صلاء وشل س طاء والض
و طى الس هى سب ن
صس الل
ئن ه
ال أ
صس الل
آمىىا مػه متى ه ر
ال
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya
pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-
Baqarah : 214)
Wallahu a‟lam bishowab
Page 10 of 23
AL-MUSTAQBAL LI HADZAD DIN
Masa Depan di Tangan Islam
Di hadapan kita terpampang beragam fenomena problematika umat yang cukup berat:
mayoritas umat—di berbagai negeri Islam—kini berada dalam keadaan lemah; baik dalam
aspek aqidah, pendidikan, tsaqafah, dakwah, soliditas, maupun akhlak. Belum lagi
problematika akibat penjajahan di masa lalu yang masih terasa dampaknya hingga saat ini
dimana negeri-negeri muslim tercerai-berai; pengaruh dan penjajahan bangsa asing dalam
aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya mencengkram demikian kuat. Umat kini
mengalami kemunduran peradaban, terjangkiti pola pikir yang keliru, dan kejiwaan mereka
pun lemah.
Di sisi lain, kekuatan internasional yang memusuhi Islam memiliki keunggulan perencanaan,
pengorganisasian, dan sarana-sarana yang sangat memadai. Ringkasnya, kondisi umat hari ini
bagaikan buih sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam,
ما مم ي
م لا
داعى غل
ن ج
أ ىش صػتها
ى ن
ئل
تلداعى لا
: ” ج ا
هللا؟ ن ا زطى ر ىم
ت بىا نل وم
بل “ا
ىهم ال
ب ص
د ه
ل، ون اء الظ
ثؿاء ي
ثم ؾ
ى
ثحرون، ول
ري ىم
م ” اه
الل ازطى ىه
ل: وما ال : ن ا
؟ ن
ىث “ ال
ت ساه
ا وي
حب الده
“Kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut
melahap isi mangkok.” Para sahabat bertanya: “Apakah saat itu jumlah kami sedikit ya
Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidak, bahkan saat itu jumlah kalian banyak sekali tetapi
seperti buih air bah dan kalian ditimpa penyakit wahn.” Mereka bertanya lagi: “Apakah
penyakit wahn itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Terlalu cinta dunia dan takut kepada
mati” (HR. Abu Daud).
Meskipun demikian—sebagai seorang muslim—kita harus tetap memiliki optimisme bahwa
masa depan adalah milik Islam. Hal ini dilandasi keyakinan pada kekuatan ajaran Islam itu
sendiri dan nubuwat yang disampaikan oleh Allah dan rasul-Nya melalui Al-Qur‘an dan
sunnah.
Pertama, al-Islamu minhajul hayah. Islam adalah pedoman hidup yang diturunkan oleh
Allah Ta‟ala. Oleh karena itu Dia tidak mungkin akan membiarkan agama-Nya terhina.
Allah Ta‟ala adalah pemilik dan pemelihara agama ini yang telah menegaskan melalui
firman-Nya,
م
طال
لا
غىد الل الد ئن
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran, 3: 19).
Dalam ayat yang lain Dia berfirman,
Page 11 of 23
هبل مىه وهى في لا لم دىا ق
طال
حر لا
ـ ؾ بخ
وم اطسخ
ال خسة م
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali
Imran, 3: 85).
Oleh karena itu, Islam akan dimenangkan di atas berbagai ajaran yang telah menyimpang dari
manhaj-Nya,
هدا ش
ى بالل
كه وي
ل ى الد
هسه غل
ظ حو ل
ال هدي ود
ه بال
زطل زطىل
ري أ
هى ال
”Dia-lah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar
dimenangkan-Nya terhadap semua agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi.” (QS. Al-Fath,
48: 28).
ىن س
سه ال
ى ي
ه ول
ل ى الد
هسه غل
ظ حو ل
ال هدي ود
ه بال
زطل زطىل
ري أ
هى ال
”Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama
yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin
tidak menyukai.” (QS. At-Taubah, 9: 33)
Kedua, al-Islamu dinul fitrah. Islam adalah agama yang musayaratul fithrah (selaras dengan
fitrah, sifat, watak dasar, karakter, dan naluri manusia). Karenanya manusia di sepanjang
sejarah tidak akan pernah bisa lari dari seruan fitrahnya. Bila ia menjauh dari seruan fitrah
tersebut, jiwanya pasti akan meronta-ronta. Kegelisahan demi kegelisahan akan terus
mencekam dalam jiwanya.
Ajaran Islam melakukan penjagaan (muhafadzatan), pemeliharaan, (ri‟ayatan),
pengembangan (tanmiyatan), dan pengarahan (taujihan) terhadap fitrah manusia agar tetap
murni; cenderung kepada kebenaran dan kepatuhan kepada Allah Ta‟ala,
ل ذ
و الل
لبدل لخ
ج
يها ال
اض غل س الى
ط
تي ق
ال
الل
سة
حىكا قط للد
نم وحهأر ق
ثي أ
م ول
ه ال الد
مىن ػل
اض ال الى
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum, 30:
30)
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
اء مظلمحن ، وأ
و آدم وبيه حىك
ل خ
ن الل
خا ، أ
في ال
ني الل
ز م بما حد
ز حد
ال أ
حالال ال أ ا
اهم ال
غط
حالال وحسا
اهم اللغط
ا أ ىا مم
جػل
ماحسام قه ، ق
Page 12 of 23
“Apakah kamu suka aku menceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan Allah kepadaku
dalam Kitab-Nya? Sesungguhnya Allah telah menciptakan Adam dan anak cucunya
cenderung kepada kebenaran dan patuh kepada Allah. Allah memberi mereka harta yang
halal tidak yang haram. Lalu mereka menjadikan harta yang diberikan kepada mereka itu
menjadi halal dan haram.” (H.R. Iyad bin Himar)
Oleh karena itu, ajaran Islam akan senantiasa dibutuhkan oleh seluruh umat manusia; di masa
lalu, di masa kini, dan di masa yang akan datang. Mereka yang benci dan berupaya
menghancurkan agama ini pasti akan menuai kegagalan.
Allah Ta‟ala berfriman,
ي ىن غل
م ج
ىكهىجها ز ظ
ق
طبل الل وا غ صد هم ل
مىال
ىكهىن أ سوا
ك ي ر
بىن هم ئن ال
لؿ م
زحظسة
سون ح م ى حهى
سوا ئل
ك ي ر
وال
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi
(orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan
bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang
yang kafir itu dikumpulkan” (QS. Al-Anfal, 8: 36).
Ketiga, al-Islamu dinul Insaniyah. Islam adalah agama yang sesuai dengan kemanusiaan.
Ajaran Islam yang menyentuh aspek aqidah, akhlak, sikap, perasaan, pendidikan,
kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan hukum pasti sejalan dengan eksistensi manusia yang
terdiri dari akal, ruh, dan jasad.
Saat ini materialisme telah menghancurkan kehidupan masyarakat, sehingga kehidupan sosial
semakin memburuk, rasa kemanusian semakin rapuh dan sikap saling percaya kepada sesama
semakin luntur. Dekadensi moral dan keretakan keluarga semakin menggejala. Tidak ada
obat penawar bagi kehancuran ini kecuali kembali kepada dinul Islam dalam seluruh
aspeknya.
Karakter insaniyah begitu nyata dalam dinul Islam; sebagai contoh, di dalam Islam setiap
perilaku yang yang tidak manusiawi pasti akan dilawan; Tidak ada dalam Islam pembedaan
antar sesama muslim hanya karena perbedaan kulit atau ras. Pun tidak ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, semua muslim adalah sama sederajat seperti barisan gigi sisir.
Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Hanya kualitas ketaqwaan yang membedakan di
antara mereka. Artinya siapa yang paling tinggi derajat ketakwaannya, dialah yang paling
tinggi derajat kemanusiaanya di sisi Allah.
Dalam beribadah pun Islam melarang cara-cara beribadah yang tidak manusiawi. Hal ini
tergambar dari hadits Nabi shallallahu „alaihi wa sallam berikut ini,
مال ع ب
وبى –هنع هللا ىضر –أ شواج الى
ىث أ ى ب
زهط ئل
تزال حاء ز هى بى –ملسو هيلع هللا ىلص – غبادة الى ىن غ
لظأ ملسو هيلع هللا ىلص –
بى – الى م ح ه
ىا وأ
الهىها ق
الههم ج ج
أبروا
خ
ا أ م
لس . – ملسو هيلع هللا ىلص –ق خ
أبه وما ج
ه ذ م م د
هه ما ج
كس ل
د ؾ
ن
Page 13 of 23
طس . و ق أهس وال صىم الد
ا أ
هس أ
آخ ا
بدا . ون
ل أ ى الل
صل
ى أ
اوا ق
ها أ م
حدهم أ
أ ا
ن ز
غت
ا أ
هس أ
آخ ا
ن
ب ج أ صو
ج أال
ظاء ق
الي
الل جاء زطى
–ملسو هيلع هللا ىلص –دا . ق ا
هم » ق
اي
خى أل
ئو
ما والل
ا أ
را وي
رخم ي
ل ن ر
خم ال
هأ
مظاء ، ق
ج الي صو
جد وأ
زن
ى وأ
صل
طس ، وأ
قصىم وأ
ى أ ن
ه ، ل
م ل
اي
هج وأ
ى لل ع من ل
تى ق طى زواه «زؾب غ
البخازي
Anas bin Malik radhiyallahu „anhu berkata: “Ada tiga orang yang mendatangi rumah-rumah
istri Nabi shallallahu „alaihi wa sallam menanyakan ibadah Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam. Maka tatkala diberitahu, mereka merasa seakan-akan tidak berarti (sangat sedikit).
Mereka berkata: „Di mana posisi kami dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam, padahal
beliau telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.‟ Salah satu
mereka berkata: „Saya akan qiyamul lail selama-lamanya.‟ Yang lain berkata: „Aku akan
puasa selamanya.‟ Dan yang lain berkata: „Aku akan menghindari wanita, aku tidak akan
pernah menikah.‟ Lalu datanglah Rasulullah shalallahu „alaihi wa sallam seraya bersabda:
„Kaliankah yang bicara ini dan itu, demi Allah, sungguh aku yang paling takut dan yang
paling takwa kepada Allah. Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur, dan
aku juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk
golonganku.‟” (HR. Al-Bukhari).
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam memberikan contoh yang
manusiawi dalam beribadah. Dengan kata lain, seperti yang dikatakan Imam An Nawawi: al
iqtishaad fil ibadah, artinya tidak terlalu menyepelekan dan tidak terlalu menyiksa diri di
luar batas kemanusiaannya (lihat: Riyadhush shaalihiin, Imam An-Nawawi, Darul Warraq
1996, hal. 7).
Umat manusia tidak akan pernah bisa menemukan kemanusiaanya selama tidak kembali
kepada Islam. Tanpa Islam, mereka benar-benar akan hidup dalam kebingungan. Pada zaman
jahiliah –sebelum datangnya Islam- kaum wanita didzalimi. Mereka tidak mendapatkan hak-
hak kemanusiaannya sama sekali. Tidak sedikit anak-anak wanita yang dikubur hidup-hidup.
Jauh sebelum itu, di Romawi pada abad ke VI masehi manusia sungguh terpuruk dalam
kebinatangan. Tontonan yang paling menyenangkan pada waktu itu adalah pertarungan yang
berdarah-darah dan bahkan tidak sedikit yang harus kehilangan nyawa. Para gladiator diadu
dengan sesama mereka, atau mereka dipaksa harus bertarung melawan binatang buas seperti
singa atau yang lainnya. Suatu pertarungan yang menunjukkan tingkat kekejaman manusia
terhadap kemanusiaannya sendiri.
Keempat, al-Islamu dinut tawazzun (Islam agama yang menegakkan keseimbangan)
Di dalam Islam manusia menemukan dirinya benar-benar diperlakukan secara seimbang:
Seimbang antara fisik dan ruhani
Tidak seperti agama lain yang cenderung menghilangkan keseimbangan ini. Sebagian agama
cenderung meletakkan manusia sebagai mahluk ruhani saja, sehingga ia dilarang memenuhi
kebutuhannya fisiknya, seperti tidak boleh menikah dan lain sebagainya. Sebagian yang lain
cenderung menyikapi manusia sebagai mahluk fisik saja, sehingga ia diajarkan menyembah
Page 14 of 23
materi, bukan menyembah Allah yang ghaib. Tuhan mereka divisualisasaikan menjadi
patung. Hidup mereka bergelimang materi tanpa ada unsur ruhaninya sama sekali.
Islam tidak demikian. Islam meletakkan manusia sebagai mahluk fisik dan ruhani sekaligus.
Tidak ada dalam Islam hak-hak kemanusiaan yang digerogoti. Semuanya, baik fisik maupun
ruhani dipenuhi secara seimbang. Perhatikan kembali hadits Rasululllah shallallahu „alaihi
wa sallam yang telah disebutkan sebelumnya,
طس قصىم وأ
ى أ ن
ه ، ل
م ل
اي
هج وأ
م لل
اي
خى أل
ئو
ما والل
أ زؾب غ م
ظاء ، ق
ج الي صو
جد وأ
زن
ى وأ
صل
، وأ
ى ع من لتى ق طى
“Demi Allah, sungguh aku yang paling takut dan yang paling takwa kepada Allah. Akan
tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur, dan aku juga menikah. Barang siapa
yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari).
Dalam kesempatan lain Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
از
الها ز
الػىن ن
خىط
ال
هل
“Celakalah mutanath thi‟uun (beliau mengucapkan ini tiga kali).” (HR. Muslim no 2670).
Al-Mutanathi‟un artinya orang-orang yang berlebih-lebihan dalam beribadah.
Imam Bukhari berkata: ―Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al-Mutsanna;
telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Hisyam, ia berkata: Telah mengkhabarkan
kepadaku ayahku, dari ‗Aisyah radhiyallahu „anha,
ه
الذ: ق
ال هره؟ ن : م ا
، ن
ةيها وغىدها امسأ
ل غل
م دخ
ه وطل ى هللا غل
بي صل ن الى
تها، أ
صال س م
ير جت
م ب : مه غل ا
ه صاحب ن ه ما دام غل ئل
حب الدان أ
ىا، و
مل
ى ج حت
مل الل
ال
ىالل
طهىن، ق
ه ما ج ”
―Bahwasannya Nabi Shallallaahu „alaihi wa sallam pernah masuk menemuinya yang waktu
itu di sebelahnya ada seorang wanita. Beliau shallallaahu „alaihi wa sallam bersabda,
―Siapakah ini ?‖. Aisyah berkata, ―Fulanah‖. Lalu ia (Aisyah) menyebutkan tentang
shalatnya (yang banyak dan lama). Beliau Shallallaahu „alaihi wa sallam, ―Ah, wajib bagimu
beramal sesuai sesuai dengan kemampuanmu. Demi Allah, Allah tidak akan bosan hingga
kalian bosan. Agama yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dirutinkan oleh
pelakunya.‖ (HR. Al-Bukhari no. 43).
Seimbang antara dunia dan akhirat
Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan bukan hanya untuk di dunia saja, melainkan
juga untuk di akhirat. Bahkan tujuan hidup manusia yang hakiki adalah akhirat.
Allah Ta‟ala berfirman,
Page 15 of 23
ا حظما أ
ي حظ
ا وأ
ه الد م صب
ع ه
ي ج
وال
خسة
از لا الد
اى الل
ـ قما آج ـ وابخ ب
ج
وال ئل
لل
كظد حب ال
ال
زض ئن الل
ظاد في لا
ك ال
―Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.‖ (QS. Al-Qashash, 88: 77).
Jadi, dunia hanyalah sarana kehidupan. Sedangkan kehidupan hakiki yang seharusnya dicapai
adalah akhirat. Allah Ta‟ala berfirman,
ىا اهى
ىان ل ح
هي ال
لخسة
از لا ػب وئن الد
هى ول
ل
ا ئال
ه الد
اة ح
ره ال
مىن وما ه
ػل
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan
sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS.
Al-Ankabuut, 29: 64).
Konsep keseimbangan ini tentu sangat berbeda dengan konsep materialisme yang hanya
memperhatikan kebutuhan materi manusia, bahkan menjadikannya seperti komoditi yang
diperjual belikan, atau seperti mesin yang dipaksa harus bekerja siang dan malam tanpa ada
kesempatan untuk beribadah dan berdzikir. Hal ini pasti akan mengeringkan ruhani.
Akibatnya manusia akan menderita, tidak hanya di dunia melainkan juga di kahirat.
Perhatikan firman Allah Ta‟ala berikut,
غمى امت أ ه
ىم ال سه
ح
ا وه
ضى
ت
ه مػ
ان ل
سي ق
ذي غسض غ
أ وم
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta.” (QS. Thaha, 20: 124).
Dalam ayat yang lain Allah Ta‟ala menggambarkan kesalahpahaman orang-orang kafir yang
hanya sibuk membangun dunia,
ى به
حر وأ
خ
خسة
ا ولا
ه الد
اة ح
زسون ال
إ بل ج
“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat
adalah lebih baik dan lebih kekal” (QS. Al-A‘la, 87: 16-17).
Kelima, adanya bisyaraat (kabar gembira)
Allah Ta‟ala berfirman,
غباده اء م ىزثها م
زض لل
واصبروا ئن لا
ىمه اطخػىىا بالل
ى له مىس ا
هحن ن مخ
لل
ػانبت
وال
Page 16 of 23
“Musa berkata kepada kaumnya, „Minta tolonglah kalian kepada Allah dan bersabarlah.
Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-
orang yang bertakwa” (QS. Al A‘raf, 7: 128).
Ayat ini menunjukkan bahwa kemenangan akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang
bertakwa. Maksudnya adalah Islam dan umatnya. Hal ini pasti terjadi cepat atau lambat,
sebab Allah Ta‟ala tidak pernah mengingkari janji.
Allah ta‟ala juga berfirman,
آمىىا ر ال
بلهم وغد الل
ن م ر
ال
ل
لما اطخخ
زض ي
هم في لا ن
لك
ظخخ الحاث ل ىا الص
م وغمل
مى
ني ػبدوه مىا
ىقهم أ
بػد خ هم م ن
ل بد
هم ولى ل ض
ري ازج
هم دنهم ال
ن ل
ج م ىن ب ول
س
ال ا وم
ي ش
اطهىن ك هم ال
ولأ ق ل
س بػد ذ
ك ي
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
(para khalifah) berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku
dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. Nur, 24: 55)
Berkenaan dengan ayat ini, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah berkata:
“Ayat ini merupakan janji Allah Ta‟ala bagi orang yang beriman dan mengerjakan amal
shalih berupa pemberian khilafah bagi mereka di muka bumi sebagaimana yang telah
diberikan kepada orang-orang sebelum mereka dari umat-umat sebelumnya. Janji ini
mencakup seluruh umat. Ada yang berkata: „Ayat ini khusus untuk para shahabat.‟ Namun
hal itu tidak benar, karena beriman dan beramal shalih tidaklah terkhusus untuk mereka.
Bahkan hal tersebut mungkin terjadi pada siapa saja dari kalangan umat ini. Maka
barangsiapa yang mengamalkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya maka sungguh dia telah
menaati Allah dan Rasul-Nya.” [1]
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam banyak sekali menyampaikan bisyarat kemenangan
umat ini. Ada yang telah terjadi, dan ada yang belum terjadi. Diantara bisyarat yang belum
terjadi adalah:
Kembalinya Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah
الل زطى ا ن
تك حر اء غ
ا ش
ػها ئذ
سق م
ىن ز
ن ج
أ
اء الل
م ما ش
ق
ة بى ىن الى
م ج
ه وطل غل
ى الل
صل
ػ سق م
ىن ز
ن ج
أ
اء الل
ىن ما ش
خ
ة ق بى ى منهاج الى
غل
تق
ىن خال
م ج
ػها ز
سق ن
ػها ها ئ أ
سق ن
أ
اء الل
ا ش
ذ
Page 17 of 23
م ج
ػها ز
سق ن
اء أ
ا ش
ػها ئذ
سق م
ىن ز
ن
أ
اء الل
ىن ما ش
ا ق ا غاض
ىن مل
م ج
ىن ز
خ
ق
ت ا حبر
ىن مل
اا ش
ػها ئذ
سق م
ىن ز
ن ج
أ
اء الل
ذ ما ش
م ط
ة ز بى ى منهاج الى
غل
تقىن خال
م ج
ػها ز
سق ن
ء أ
Dari Hudzaifah, Rasulullah bersabda, “Di tengah-tengah kalian ada Kenabian dan akan
berlangsung sekehendak Allah. Lalu Allah akan mengangkatnya jika Dia berkehendak
mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah berdasar manhaj kenabian dan berlangsung
sekendak-Nya. Kemudian Allah akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian
akan ada Kerajaan yang lalim yang berlangsung sekehendak Allah. Kemudian Allah akan
mengangkatnya jika Dia menghendakinya. Kemudian akan ada Kerajaan yang Otoriter
berlangsung sekendak Allah. Kemudian Dia akan mengangkatnya jika Dia menghendakinya.
Kemudian akan ada Khilafah berdasar manhaj kenabian”. Kemudian beliau
(Nabi shallallahu „alaihi wa sallam) diam. (Musnad Ahmad, No. 18406)
Kemenangan umat Islam atas Yahudi
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu „anhuma,
حجس ال هى ى هم حت ن
خهخل
ليهىد ق
ال
اجل
خه
ل ا
م ن
ه وطل غل
ى الل
بي صل الى ا غ خػا
ا حهىدي ق
مظلم هر
ه خلان
ق
Dari Nabi shallallahu ‟alaihi wa sallam bersabda: “Kamu semua akan membunuh orang-
orang Yahudi. Maka kamu semua akan membunuh mereka sehingga batu akan berkata:
Wahai para muslimin! Di sini ada orang Yahudi, datanglah kemari dan bunuhlah dia.” (HR.
Muslim)
Bertahannya Kelompok Islam
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
ه كال خ هم م ضس
هم ال لػدو اهس
ن
مس الل
ى أ
ىن غل
اجل
ه تى م
أ م
غصابت صا
ج م ال
اغت جيهم الظ
أى ج حت
لى ذ
وهم غل
“Akan senantiasa ada sekelompok kecil dari ummatku yang berperang di atas perintah
Allah, mereka berjaya atas musuh mereka, orang-orang yang menentang mereka tidak akan
bisa membahayakan mereka sampai hari kiamat dan mereka tetap teguh dalam kondisi
seperti itu” (HR. Muslim)
Mengomentari hadits-hadits tentang hal ini, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
Page 18 of 23
جػان م
مىحن منهم شإ ىاع ال
ه بحن أ
تن س
مك
تائك
ن هره الط
حخمل أ ىن و
ز هاء ومنهم محد
هىن ومنهم ق
اجل
ه
حر خ
ال سي م
خ
ىاع أ
ههل أ
س ومنهم أ
ى
ال هىن غ
ػسوف وها
اد وآمسون بال ىا ومنهم شه
ىه
ن
صم أ
ل
وال
س ىن مخك
ىه
د
زض مجخمػحن، بل ن
از لا
ط
ننحن في أ
“Kelompok ini kemungkinan adalah kelompok yang tersebar di antara kaum muminin. Di
antara mereka adalah para pemberani yang berperang (di jalan Allah), fuqahaa‟, ahli
hadits, orang-orang yang zuhud, orang yang menyuruh pada yang ma‟ruf dan mencegah dari
yang munkar, dan para pelaku kebaikan yang lainnya. Tidaklah mengharuskan mereka
berkumpul pada tempat yang sama, bahkan mungkin mereka tersebar di berbagai penjuru
negeri” (Syarh Shahih Muslim, 13/67 – Maktabah Syamilah).
Datangnya Pembaharu Setiap Abad
Dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu, disebutkan bahwa
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
د ل جد
ت طىت مل مائ
ض
ى زأ
ت غل م
لهره لا
بػث
ها دنهائن الل
“Sesungguhnya Allah akan mengutus (menghadirkan) bagi umat ini (umat Islam) orang yang
akan memperbaharui (urusan) agama mereka pada setiap akhir seratus tahun” (HR. Abu
Dawud).
Turunnya Al-Masih
Dari Jabir bin ‗Abdillah radhiyallahu anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam bersabda,
غ زج : ق ا
امت، ن ه
ىم ال ى
ئل اهس
حو ظ
ى ال
ىن غل
اجل
ه تي م
أ م
تائك
ط صا
جم غله ال مس ى ب س
صل ل ػا
محرهم: ح
أ هى الم ق الظ
ت م
هللا هره لا
سمت
مساء، ج
ى بػض أ
م غل
، ئن بػض
: ال هى ىا ق .
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang berperang demi membela kebenaran
sampai hari Kiamat.” Kemudian Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Maka
kemudian turun Nabi „Isa bin Maryam alaihis salam, kemudian pemimpin golongan yang
berperang tersebut berkata kepada Nabi „Isa: „Kemarilah, shalatlah mengimami kami.‟
Kemudian Nabi „Isa menjawab: „Tidak, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin atas
sebagian yang lain, sebagai penghormatan bagi umat ini.‟” (HR. Muslim, no. 156, no. 247)
Sabda Nabi shallallahu „alaihi wa sallam,
،ما غدال
الم ح م غله الظ مس م اب
ق ز
ج ن
أ
ىش ده، ل ي ب كس
ري ه
هخل وال ب، و ل ظس الص
ق
حد ه أ
هبل
ى ال حت ا
ض ال ك ، و
ت جص
ضؼ ال س، و ز
خج
.ال
Page 19 of 23
“Dan demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sudah dekat saatnya di mana akan turun
pada kalian („Isa) Ibnu Maryam alaihis salam sebagai hakim yang adil. Dia akan
menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus jizyah (upeti/pajak), dan akan melimpah
ruah harta benda, hingga tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.” (HR. Al-Bukhari)
Para ahli hadits menyebutkan bahwa hadits-hadits tentang masalah turunnya Al-Masih ini
mencapai batas mutawatir. Sebanyak 40 hadits, yang terdiri dari hadits shahih dan hasan—
tidak ada yang dhaif—telah disebutkan oleh Allamah Maulana Anwar al-Kasymiri dalam
bukunya At-Tashriihu bimaa tawaatara fii nuzuulil masiih.
Datangnya Al-Mahdi
Dalam hadits yang sangat banyak disebutkan tentang akan datangnya seorang penguasa yang
berpegang teguh dengan ajaran Islam. Ia datang setelah masa-masa kebobrokan dan
kerusakan. Ia menegakkan agama Allah di muka bumi ini, dan memenuhinya dengan
keadilan, sebagaimana dunia ini pernah penuh dengan kebobrokan dan kerusakan.
Mengenai hal ini cukuplah kita menyimak hadits berikut,
مل ق ش
اض وشال الى ف م
خال
ى اخ
تي غل م
في أ
بػث هدي
م بال
سي
ب
ذ حىزا أ
ما مل
ي
ا وغدال
زض نظط
لا
صحاحا ا هظم ال زض
لا ماء وطاي الظ ى غىه طاي سض ما
ل وظ
“Aku berikan kabar gembira kepada kalian dengan kedatangan Al-Mahdi yang muncul di
tengah-tengah umatku di saat terjadinya perselisihan di antara manusia dan berbagai
kegoncangan. Maka dia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kebijaksanaan
sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kejahatan dan kezaliman. Seluruh penduduk
langit dan bumi menyenanginya. Dia membagi harta kepada manusia dengan merata.” (HR.
Ahmad)
Penutup
Apa yang disebutkan di atas menjadi bukti bahwa Islam adalah agama masa depan. Meskipun
demikian, bukan berarti kita mencukupkan diri dengan diam tidak beramal dan menunggu-
nunggu keajaiban dari langit. Teladanilah perjuangan Rasulullah shallallahu „alaihi wa
sallam dan para sahabatnya; mereka meyakini janji-janji kemenangan dari
Allah Ta‟ala seraya terus beramal dan berjuang dengan penuh kesungguhan.
Wallahu a‟lam.
[1] Fathul Qadir, 4/47
Page 20 of 23
HALAWATUL IMAN
(Manisnya Iman)
Bagaimana seseorang dapat merasakan manisnya iman?
Seseorang akan merasakan manisnya iman bermula manakala di dalam hatinya terdapat rasa
cinta yang mendalam kepada Allah dan Rasul-Nya, manisnya akan semakin dirasakan bila
seseorang berusaha untuk senantiasa menyempurnakan cintanya kepada Allah,
memperbanyak cabang-cabangnya (amalan yang dicintai Allah Ta‟ala) dan menangkis hal-
hal yang bertentangan dengan kecintaan Allah Ta‟ala.
Apa buktinya bila seseorang telah merasakan manisnya Iman?
Buktinya, ia akan selalu mengutamakan kecintaanya kepada Allah daripada mementingkan
kesenangan dan kemegahan dunia, seperti bersenang-senang dengan keluarga, lebih senang
tinggal di rumah ketimbang merespon seruan dakwah dan asyik dengan bisnisnya tanpa ada
kontribusi sedikitpun terhadap kegiatan jihad di jalan Allah Ta‟ala. Sebagaimana firman
Allah dalam surat At-Taubah : 24
م يباؤ
ان آ
ل ئن
ظاده ن
ىن ي
خ
ج خمىها وججازة
رق
ت ان مىا
م وأ
حرج م وغ
شواح
م وأ
ىاه
م وئخ
يبىاؤ
ا وأ
حي اأ ى صىا حت رب
ت وزطىله وحهاد في طبله ق
الل م م
حب ئل
سضىجها أ
ج ومظاي
حهدي لل
ال
مسه والل
بأ
اطهحن كىم ال
ه ال
“Katakanlah: “Jika bapa-bapak, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
Keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (At-
Taubah: 24).
Memprioritaskan kecintaan kepada Allah akan melahirkan perasaan ridha
Bila seseorang senantiasa mengutamakan kecintaan kepada Allah, Rasul dan jihad di jalan-
Nya, daripada kepentingan dirinya sendiri, maka akan lahirlah sikap ridha terhadap Allah
sebagai Rabbnya, Islam sebagai din-nya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya.
Keridhaannya itu dibuktikan dengan selalu menghadiri halaqahnya, terlibat dengan kegiatan
dakwah di lingkungannya dan menginfakkan sebagian harta dan waktunya untuk
kemaslahatan tegaknya agama Allah Ta‟ala.
Apa yang dirasakan oleh seseorang bila ia telah ridha terhadap Allah, agama dan
Rasulnya?
Page 21 of 23
Pertama, Ia akan merasakan “Istildzadz at-Thaa‟ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah Ta‟ala,
baik dalam shalatnya, tilawah Qur‘annya, pakaian dan pergaulan islaminya, perkumpulannya
dengan orang-orang shaleh dan keterlibatannya dalam barisan dakwah
Kedua, Ia juga akan merasakan “Istildzadz al-masyaqat”, lezatnya menghadapi berbagai
kesulitan dan kesusahan dalam berdakwah. Kelelahan, keletihan, dan hal-hal yang menyakiti
perasaannya akibat celaan orang karena menjalankan syariat Islam, atau bahkan mencederai
fisiknya, semua itu semakin membuatnya nikmat dalam berdakwah. Semua inilah yang akan
senantiasa melahirkan manisnya Iman.
“Istildzaadz at-thaa‟ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah ditunjukan oleh wanita Anshar dan
Muhajirin, tatkala turun wahyu yang memerintahkan mereka untuk berhijab dan menutrup
auratnya, mereka langsung meresponnya dengan senang hati dan lapang dada, tanpa merasa
berat sedikitpun. Aisyah ra. yang menjadi saksi mata atas hal ini berkata,
يهذ غل
صلا ه هاحساث ل
صاز وال
ه ”زحم هللا وظاء الا ى به ى ح
غل به ب
حال م ضسب “ول ه
مسوط ه
ه
ش
خمسن بهاخ ل
ق
“Semoga Allah merahmati wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun kepada mereka ayat
„hendaknya mereka mengenakan kain panjang (jilbab) sampai ke atas dada mereka,‟ mereka
memotong kain-kain mereka, lalu mereka menjadikan kain-kain itu sebagai penutup
kepalanya.”
Abu Ayub Ayub Al-Anshary, ketika mendengar seruan jihad
Dalam surat At-Taubah : 41
ى م ئن ي
حر ل
م خ
ل
ذ
م في طبل الل
كظ
هم وأ
مىال
وحاهدوا بأ
اال
ا وزه
اق
كسوا خك
مىن اه
ػل
خم ح
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah
kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu,
jika kamu Mengetahui.” (A-Taubah: 41)
Abu Ayub berseru kepada anak-anaknya, “Jahhizuuny! Jahhizuuny!” siapkan peralatan
perangku!. Anak-anaknya membujuk agar bapaknya tidak perlu berangkat untuk berjihad,
karena usianya sudah udzur, cukup di wakilkan saja oleh anak-anaknya. Abu Ayyub menolak
bujukan anak-anaknya seraya berkata : ―ketahuilah wahai anak-anakku, yang dimaksud ayat
tersebut adalah خفافالكم وثقاال لي , ringan bagi kalian berat bagiku, beliaupun tetap berangkat
dan menemukan syahidnya dalam perjalanan jihad tersebut. (lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Sedangkan Lezatnya kesulitan (Istildzadz al-masyaqqah) dalam dakwah dirasakan oleh
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam ketika beliau menghadapi ketidaksukaan orang-
orang kafir terhadap ajaran Islam, sebagaimana yang ditunjukan oleh masyarakat Thaif ketika
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam hijrah ke sana, yaitu pada saat Nabi menyampaikan
dakwahnya, mengajak mereka untuk menerima ajaran Islam, tetapi tidak ada sedikitpun
sambutan baik dari para tokoh mereka, bahkan dengan nada yang sangat melecehkan dan
Page 22 of 23
menyakitkan, mereka menanggapi dakwah Nabi seraya berkata, “Coba kau robek kiswah
ka‟bah jika engkau memang benar-benar utusan Allah.”
Yang lainnyapun turut berkomentar, “Apa tidak ada lagi orang yang lebih pantas diutus oleh
Allah selain engkau?”
Dengan penuh kesabaran dan ketabahan Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menerima
kenyataan pahit tersebut, beliau tetap berlapang dada dan tidak mempermasalahkan tentang
penolakan dan penentangan mereka. Oleh karena itu ketika malaikat penjaga
gunung menawarkan kepada Nabi, bila beliau setuju ia akan mengangkat dua buah bukit
yang ada di Thaif lalu ditimpakan kepada mereka, dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menanggapinya seraya berkata,
وحده ال
ػبد الل بهم م
صال أ م
سج الل
خ ن
زحى أ
ابل أ
سى به ش
“Tetapi aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka kelak orang-
orang (generasi) yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu
apapun.”
Syaikh Abu Muhammad bin Abi Jamroh mengibaratkan manisnya iman dengan sebuah
pohon, sebagaimana firman Allah :
ماء سغها في الظابذ وق
ها ز
صل
بت أ
جسة ط
ش ي
بت
طلمت
ال مث
ضس الل
ل س ي
م ج
ل أ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang
baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit.” (Ibrahim : 24)
Yang dimaksud kalimat dalam ayat tersebut adalah kalimatul ikhlas ال اله اال هللا, batang
pohonnya adalah pangkal iman, cabang dan rantingnya adalah menjalankan perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya, dedaunannya adalah kepedulian terhadap kebajikan, buahnya
adalah amal ketaatan, rasa manisnya adalah ketika memetiknya, dan puncak manisnya adalah
ketika matangnya sempurna saat dipetik, disitulah sangat terasa manisnya.
ام ن
ه وطل غل
ى الل
بي صل الى ع غ
و أ )) :غ
ان الل
مان: م لا
وة
حال قه وحد به
ي م
ر
الز
حب سء ال
حب ال ن
ا طىاهما، وأ ه مم حب ئل
ه أ
ه وزطىل
رههن أ
كس بػد أ
ػىد في ال ن
سه أ
ن
، وأ
لل
ه ئال
از((. )زواه البخازي ومظلم وهرا لكظ مظلم في الىف
هر ن
سه أ
ما
مىه ي
.(الل
Dari Anas ra, dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Tiga perkara jika kalian
memilikinya, maka akan didapati manisnya iman. (Pertama) orang yang menjadikan Allah
dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya. (Kedua) agar mencintai seseorang semata-mata
karena Allah swt. (Ketiga), tidak senang kembali kapada kekufuran setelah diselamatkan
oleh Allah swt, sebagaimana ketidak-senangannya dilempar ke dalam api neraka.” (HR
Bukhari Muslim dengan redaksi Muslim)
Page 23 of 23
م ه وطل غل
ى الل
صل
الل ه طمؼ زطى ه
لب أ
ط غبد ال اض ب ػب
ال ي غ زض مان م ػم لا
ام ط
: ))ذ هى
(( )زواه مظلمد زطىال م دىا وبمحم
ا وباإلطال زب
.(بالل
Dari Al-Abbas bin Abdil Muttalib, bahwasanya ia mendengar Rasulallah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda, “Telah merasakan lezatnya iman seseorang yang ridha Allah sebagai
Rabbnya, Islam sebagai dinnya dan Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim)
ن
الا م م
هكا
مان :الا
الا
وة
حال ه وحد به ق
ي م
ر
ال : ز
اطس نا از ب
غم اض خاز غ الىصاف
، وئه
م )زواه غبد السشام( غلهه البخازي في )يخا الامانػال
م لل
ال الظ
، وبر كظ
ه (م
Amar bin Yasir berkata, “Ada tiga hal yang barangsiapa berada di dalamnya ia merasakan
manisnya keimanan, berinfak dari kekikiran, bersikap adil terhadap manusia dari dirinya,
dan mengupayakan keselamatan (salam) bagi alam.” (Diriwayatkan Abdurazzaq, Bukhari
mencantumkannya di kitab Al-Iman).
Hadits yang dibawakan oleh Amar bin Yasir ra. tersebut di atas, juga menjelaskan tentang
tiga hal yang dapat mendatangkan manisnya iman
Pertama: berinfak secukupnya, tidak berlebihan sehingga menzalimi hak-hak yang lainnya,
tapi juga tidak kikir dengan hartanya
Kedua: bersikap objektif, tidak menghalanginya untuk berbuat baik dan adil kepada manusia,
walaupun ada kaitannya dengan kepentingan diri sendiri, misalnya walaupun disakiti dan
dizalimi oleh seseorang, tetapi tidaka menghalanginya untuk memaafkannya dan tetap
berbuat baik kepadanya
Ketiga: Menebarkan kesejahteraan kepada seluruh alam semesta, memperjuangkan sesuatu
demi kebaikan manusia dan seluruh makhluk lainnya, seperti dengan melakukan kegiatan
amal siasi maupun amal khidam ijtima‘i (kegiatan sosial)
مان
الاوة
حال جد به ه ق
ي م
ر
ال : ز ا
مظػىد ن اب صاحت ، غ
ل في ا
ر ل
حو ، وا
لساء في ال
سى ا
: ج
به. )زواه غبد السشام ص ل م
ه ل
أط
خ
ن ما أ
ه ، وأ
ط
خ ل
م
صابه ل
ن ما أ
م أ
ػل (و
Ibnu Mas‘ud juga berkata, “Ada tiga hal yang bila ada dalam diri seseorang maka dia akan
merasakan manisnya iman, menghindari perdebatan dalam hal kebenaran, tidak berdusta
(meskipun) sedang bercanda, dan menyadari bahwa apa yang telah menimpanya
(berdasarkan qadar Allah) tidak akan meleset darinya dan apa yg tdk menimpanya
(berdasarkan qadar Allah), maka tidak akan mengenainya.” (Diriwayatkan Abdurrazzaq).
Ibnu Rajab berkata dalam kitab Fathul Bari 1/27: “Maka apabila sebilah hati telah
mendapatkan manisnya iman, maka ia akan sensitif merasakan pahitnya kekufuran, kefasikan
dan kemaksiatan, karena itulah Nabi Yusuf AS berkata : “Ya Rabb! Penjara lebih aku sukai
daripada apa yang mereka serukan kepadaku” (QS. Yusuf : 33)
top related