hakikat industrial dalam islam
Post on 24-Jul-2015
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Makalah
HAKIKAT INDUSTRIAL DALAM ISLAM
Disusun
Oleh
Kelompok VI
Juke Anan Rinaldi (0801101010011)
Muhammad Iqbal (0901101010042)
Muhammad Adriansyah (0901101010081)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SYIAH KUALABANDA ACEH 2012
PEMBAHASAN
Hakikat Industrial Dalam Islam
Dalam menjalankan suatu hubungan timbal-balik antara satu pihak dengan pihak
lain, dibutuhkan adanya aturan-aturan baik yang tertulis seperti Undang-Undang ataupun
tidak, namun disepakati sebagai aturan hidup. Pengaturan yang dilakukan dalam
hubungan industrial memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan bagi semua pihak,
bukan hanya buruh dan majikan, tetapi juga pihak-pihak lain yang secara langsung
ataupun tidak langsung terkait dengan aktivitas perusahaan. Aturan-aturan inilah yang
sering kali menimbulkan masalah, baik itu isi, bentuk peraturan ataupun implementasi
dari aturan-aturan yang telah ada.
Hubungan yang paling nyata dalam hubungan industrial adalah hubungan buruh
dan majikan (biparit). Hubungan ini sangat berdampak pada elemen lain dalam dunia
usaha. Permasalahan disharmonisasi antara buruh dan majikan bukanlah hal baru dalam
dunia usaha. Pemahaman tentang kerja, dunia kerja, konsep keuntungan, kesejahteraan
dan tanggung jawab sangat kurang dipahami oleh para pelaku usaha dan pekerja.
Buruh dan majikan tidak memahami betul tentang tanggung jawab mereka kepada
pihak lain, sehingga yang ada hanyalah suatu paham egosentris yang lebih mementingkan
diri sendiri dan cenderung hanya menuntut hak-haknya saja. Kewajiban yang harus
dilaksankannya terkadang diterlantarkan atau tidak dijalankan secara sempurna.
Adanya perbedaan kepentingan antara kelompok pengusaha dan kelompok buruh
menyebabkan terjadinya kesenjangan satu sama lain. Pengusaha menginginkan
keuntungan yang sebesar-besarnya dan buruh menginginkan kesejahteraan yang tinggi.
Praktek hubungan insudtrial mempunya peranan di dalam pembangunan ekonomi
suatu negara. Hubungan industrial yang aman dan dinamis menciptakan keserasian yang
pada gilirannya membantu hubungan yang serasi antara pekerja dan pengusaha. Hal ini
merupakan salah satu kondisi penting untuk meningkatkan produktivitas nasional dan
daya saing (Suwarto, 2003: 12)
Dalam hubungan industrial ada beberapa ada beberapa prinsip dasar yang harus di
teguh. Karena hubungan industrial erat kaitannya dengan hubungan manusia sebagai
mahkluk sosial yang percaya akan nilai-nilai luhur ketuhanan, maka nilai-nilai moral
yang ada tidak bisa dilepaskan dari hubungan ini.
Islam sebagai suatu sistem kehidupan yang berasal dari nilai-nilai ketuhanan
mengatur adanya hubungan antara sesama manusia. Dalam kaitannya dengan hubungan
industrial, Islam menghubungkan majikan dan buruh dalam jalinan persahabatan dan
persaudaraan. Dalam Islam ditekankan agar orang-orang yang beriman terjalin dalam
cinta dan kasih sayang serta memiliki kepentingan bersama. Terdorongnya kepentingan
luhur dikalangan umat Islam dengan adanya saling mempercayai, niat yang baik
menghormati hak-hak orang lain, persamaan, kejujuran dan cinta kasih menciptakan
adanya hubungan yang harmonis antara majikan dan buruh. Dari nilai-nilai luhur inilah,
tidak aka nada pertentangan kepentingan majikan dengan kepentingan para pekerja
meskipun dalam kemampuan dan kedudukan yang berbeda. Karena keduanya bekerja
untuk kepentingan masyarakat guna memperoleh ridho Allah dengan senantiasa berbuat
baik kepada sesame manusia.
Islam telah membantu terjalinnya hubungan yang baik antara buruh dan majikan
terutama melalui ajaran moral dan pengalaman keteladanan hidup Rasulullah SAW.
Dalam cerita tentang Musa dan Syu’aib terdapat pelajaran untuk meningkatkan
hubungan-hubungan dalam industri dan menghilangkan konflik antara buruh dan majikan
seperti yang diceritakan dalam Al Qur’an. Islam menggambarkan tentang kualitas
seorang majikan yang baik. Mejikan dituntut agar bermurah hati dan berlaku adil kepada
para pekerja mereka, baik itu dalam hal pengupahan, maupun penyediaan fasilitas-
fasilitas kerja guna kenyamanan bekerja. Untuk itulah para pekerja akan bekerja
bersungguh-sungguh bekerja dan jujur dalam memenuhi kewajiban mereka kapada
majikan dan masyarakat.
Dalam menjalin kerja sama dengan orang lain seharusnya tidak melihat
kepentingan sendiri tetapi juga harus melihat pada kepentingan saudaranya karena
mereka diperintahkan untuk memperlakukan saudara mereka
sebagaimanamemperlakukan diri mereka sendiri. Seorang majikan muslim tidak dapat
dikatakan beriman, jika niatnya semata-mata mencari keuntungan dalam industrialisasi.
Dan seorang buruh juga tidak dapat dikatakan beriman, jika ia hanya berorientasi kepada
kesejahteraan pribadinya semata. Untuk itu, adanya tujuan bersama dalam memejukan
industri demi kemakmuran semua pihak menjadi syarat mutlak demi terciptanya
hubungan industri yang harmonis, bukan hanya antara buruh dan majikan, tetapi juga
dengan seluruh kelompok masyarakat.
Tujuan akhir pengaturan hungan industrial adalah peningkatan kesejahteraan bagi
semua pihak. Untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan peningkatan produktivitas
dari waktu ke waktu. Produktivitas dapat dicapai manakala terjadinya ketenangan kerja
dan berusaha di dalam perusahaan. Untuk dapat mencapai ketenangan kerja ini, maka
komunikasi yang efektif dan berkelanjutan perlu dilakukan secara sadar. Komunikasi
memegang peranan penting didalam membina dan meningkatkan saling percaya
(Suwarto, 2003:17)
Hubungan kerja senantiasa terjadi di masyarakat, baik secara formal maupun
informal. Di dalam hubungan kerja memiliki potensi timbulnya perbedaan pendapat dan
untuk mencegahnya diperlukan pengaturan. Pengaturan yang paling mendasar didalam
hubungan kerja adalah berkaitan dengan pengaturan hak dan kewajiban diantara pemberi
kerja dan penerima kerja (buruh/pekerja). Kejelasan tentang hak dan kewajiban ini
merupakan syarat kerja, begitu penting untuk memelihara adanya kepastian, dan
sekaligus merupakan perlindungan, khusus bagi pekerja. Dengan adanya kejelasan hak
dan kewajiban tersebut, maka dapat terbina kepercayaan diantara keduanya, yang pada
gilirannya akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan.
Beberapa hak-hak pokok buruh dalam Islam (Rahman, 1995:391:302):
1. Pekerja berhak menerima upah yang memungkinkan baginya menikmati
kehidupan yang layak.
2. Pekerja tidak boleh diberikan pekerjaan yang melebihi kemampuan fisiknya; dan
jika suatu waktu, dia dipercaya menangani pekerjaan yang sangat berat maka dia
harus diberi imbalan dalam bentuk beras atau modal yang lebih banyak atau
keduanya.
3. Pekerja harus diberi bantuan pengobatan yang tepat jika sakit dan membayar
biaya pengobatan yang sesuai pada saat itu. Sudah sepatutnya jika bantuan
terhadap biaya pengobatan buruh dan majikan ditambah dengan bantuan
pemerintah (kemungkinan dari dana zakat)
4. Penentuan yang layak harus dibuat untuk pembayaran pension bagi pekerja.
Majikan dan pegawai bisa dimintai untuk dana itu, tapi sebagian besar akan
disumbang oleh negara dari dana zakat.
5. Para majikan harus didorong untuk mengeluarkan shodaqoh (sumbangan suka
rela) terhadap pekerja dan keluarganya.
6. Pekerja harus dibayar dari keuntungan asuransi pengangguran pada musim
penganguran yang berasal dari dana zakat. Hal itu akan memperkuat kekuatan
perjanjian dan akan membentu dalam menstabilkan tingkat upah pada suatu
tingkat yang wajar dalam negeri.
7. Pekerja harus dibayar dengan ganti rugi yang sesuai atas kecelakaan yang terjadi
dalam pekerjaan.
8. Barang-barang yang dibuat dalam pabrik tempat mereka bekerja harus diberikan
kepada mereka secara gratis atau menjual kepada mereka dengan biaya yang lebih
murah.
9. Mereka harus diperlakukan dengan baik dan sopan dan dimaafkan jika mereka
melakukan kesalahan selama bekerja.
10. Mereka harus disediakan akomodasi yang layak agar kesehatan dan efisiensi kerja
mereka tidak terganggu.
Selain dari hak-hak yang diperoleh seorang bruh, Islam juga mengatur tentang
kwajiban-kewajiban yang harus ditunaikannya, baik kepada perusahaan maupun kepada
negarany. Dikatakan bahwa, pendapatan terbaik adalah pendapatan pekerja yang
melekukan pekerjaannya dengan berhati-hati dan ia hormat kepada majikannya.
Sesungguhnya bagi mereka yang bekerja menjalankan perintah atasanya dengan stia
sama halnya dengan mereka yang memberi derma. Lagi pula, adalah kewajiban seorang
pekerja untuk berbuat menurut syarat-syarat kerja. Nabi SAW mengatakan bahwa kaum
Muslimin akan terikat oleh syarat yang mereka buat. Jelaslah, jika syarat kerja tidak
memperbolehkan para karyawan untuk menerima sesuatu apapun sebagai hadiah, mereka
hanya berhak akan gaji dan upahnya saja. Islam juga mengutuk penyelewengan seorang
karyawan atau kecurangan dalam mengambil sesuatu milik majikannya.
Di suatu negara Islam, serikat buruh yang dengan sesuka hatinya melakukan
sabotase, berupa sejumlah kegiatan atau sikap mulai dari “bermalas-malasan” samapai
melakukan tindakan kejahatan dengan merusak pabrik dan peralatan, tidak didukung.
Bahkan, suatu negara Islam, sesungguhnya berhak menyusun suatu undang-undang yang
melarang serikat buruh dalam mengikuti kegiatan anti sosial (Manan, 1992:92).
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa Islam mencoba untuk membuat
kompromi yang langgeng antara buruh dan majikan dengan memberi nilai moral kepada
seluruh persoalan mengenai hubungan mereka, dan dengan menjadikan kewajiban dari
masing-masing pihak sebagai bagian dari iman. Dalam hal ini Islam membuktikan
dirinya lebih unggul daripada sekularisme yang tidak berhasil membuat hubungan
harmonis antara buruh dan majikan, dalam suatu mosaic sosial (Manan, 1992:92).
Pengupahan Dalam Menjaga Hubungan Industrial
Dalam hubungan industrial antara majikan dan buruh mempunyai ketimpangan,
dimana pihak buruh memiliki posisi tawar yang lebih rendah, lebih-lebih jika bicara soal
upah. Banyaknya penawaran tenaga kerja membuat perusahaan semena-mena
menentukan upah bagi tenaga kerjanya. Tuntutan produksi yang tinggi pada manusia
terkadang mengabaikan sisi kemanusiaannya. Penambahan jam kerja di atas kewajaran
sering kali ditemui pada beberapa industry guna mencapai kuantitas produksi yang
diinginkan.
Memperkerjakan seorang buruh yang tidak sesuai dengan kualifikasinya
merupakan suatu bentuk eksploitasi. Hal yang paling nyata dalam bentuk eksploitasi
adalah adanya perusahaan memperkerjakan buruh dibawah umur dan tidak sesuai dengan
usia kerjanya. Untuk menjaga hubungan industrial, dalam prinsip islam, upah ditentukan
dengan cara yang paling tepat tanpa harus menindas pihak manapun. Dalam perjanjian
kedua belah pihak diingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semuaurusan mereka,
agar tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain dan juga pada diri sendiri. Islam
menegaskan bahwa upah setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerja dan
sumbangsihnya dalam proses produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang dan tidak
lebih dari apa yang dikerjakannya.
Upah yang layak adalah kebutuhan minimum ditambah factor deferensial sesuai
dengan sifat kerja, kemampuan teknik,arah kerja,produktivitas dan tingkat keuntungan
dari industry tersebut. Islam juga mengakui bahwa dalam tingkat upah haruslah
ditetapkan tingkat minimumnya dengan jalan mempertimbangkan perubahan kebutuhan
dari pekerja golongan bawah dan dalam keadaan apapun tingkat upah ini tidak akan jatuh
dalam penyelesaian masalah standar upah minimum inilah terdapat tanggung jawab
pemerintah dalam menetapkan besarannya dan menjamin terlaksananya penetapan aturan
itu. Islam mengenal adanya sistem bagi hasil dalam kerja sama usaha, dimana pihak yang
menjalankan usaha dan pemilik modal mendapatkan bagian secara proporsional dan
kontribusinya. Dalam kapitalis tenaga kerja mendapat upah selama hidupnya namun
mereka kehilangan sebagian kebebasannya.
Organisasi pekerja
Dalam islam mengakui adanya musyawarah. Oleh karena itu perlu adanya
musyawarah antara para pekerja dan majikan untuk menentukan upah, oleh karena itu,
maka dibutuhkan organisasi pekerja/buruh. Tujuan berorganisasi bagi para pekerja adalah
pada awalnya adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan kepentingan para pekerja
buruh. Organisasi ini tidak hanya untuk membantu hak-hak para pekerja,melainkan untuk
peningkatan produktivitas para buruh dengan adanya pelatihan.
Perselisihan
Islam juga mengakui adanya perbedaan kemampuan dan bakat yang dimiliki oleh
tiap orang yang mengakibatkan adanya perbedaan pendapatan dan imbalan material. Oleh
karena itu tentunya keadilan kadang-kadang akan tercapai bukan dengan menyama
ratakan tiap orang dengan pendapatan yang sama, melainkan pendapatan yang diperoleh
sesuai dengan kemampuan dan skill orang tersebut.
Para pekerja yang memproduksi hasil tersebut terkadang hanya menerima sedikit
dari produksi yang dihasilkan itu,dan sisanya ditahan oleh perusahaan. Hal inilah yang
menyebabkan timbulnya perselisihan antara pekerja dan majikan. Apabila hal ini terjadi
maka pemerintah bertanggung jawab secara moral dan berhak penuh untuk ikut campur
tangan dan memutuskan sesuatu dengan adil dan jujur sehingga tidak ada satu pihakpun
yang dirugikan
Pemogokan
Pendekatan yang paling kontruktif terhadap persoalan ini adalah memerlukan
adanya pengembangan proses kelembagaan yang dapat memastikan kondisi yang adil dan
layak untuk kerja sehingga perselisihan menjadi jarang terjadi. Dapat dikatakan bahwa
dengan adanya tatanan industry yang berlaku hak untuk mogok dan memecat pada
prinsipnya diakui karena setiap kemajuan apapun yang menuju perkembangan industry
berdasarkan garis islam menghendaki kesempatan sepenuh mungkin bagi majikan dan
para buruh. Pemogokan berarti menarik diri dari pekerjaan dengan maksud memperoleh
penghasilan dengan kondisi yang lebih baik, daripada yang diberikan oleh majikan
diwaktu itu
Peran Pemerintah Dalam Menjaga Hubungan Industrial
Dalam menjalankan fungsinya pemerintah sebagai mediator dan regulator terhadap hubungan industrial, pemerintah juga memiliki tanggung jawab yang besar yaitu menjamin kesejahteraan dan keadilan masyarakatnya. Peran pemerintah sebagai mediator
dan regulator terkadang masih berpihak pada sebagian atau kelompok orang saja. Peran pemerintah dalam menjamin tingkat kesejahteraan rakyatnya, dalam hal ini kaum buruh, sangatlah jauh dari yang diharapkan. Menurut imam Mahwardi, jika ada seorang yang melanggar hak-hak pekerja, maka pemerintah akan menggunakan kekuasaannya untuk ikut campur tangan dan menghentikan mereka dari perbuatan tersebut, dengan demikian maka semua hak buruh terlindungi dari pelanggaran pihak majikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Mogok_kerja
http://ilpizukdi.com
http://eldrazit.multiply.com/journal/item/247
http://journal.aktfebuinjkt.ac.id
http://www.docstoc.com/docs/67598585/Hak-hak-pekerja-dalam-pandangan-islam
top related