habis kering datanglah banjir. media informasi air minum dan penyehatan lingkungan percik edisi...
Post on 05-Apr-2018
252 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
1/56
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
2/56
Dari Redaksi 1
Suara Anda 2
Laporan Utama
Habis Kering, Datanglah Banjir 3
'Panen Hujan' ala Gunung Kidul 9
Wawancara
Dirjen Bangda: Anggarkan Air Bersih untuk Desa! 10
Teropong
Simalakama Bantar Gebang 13
Review Master Plan Pengelolaan Sampah DKI Jakarta 15
Wawasan
Pembangunan Air Minum dan Kemiskinan 18
Strategi Menciptakan Sistem Laporan PDAM 21
Dari Plato ke Kebijakan AMPL-BM 23
Kegagalan HIPAM di Desa Bleberan 29
Kisah
Pemulung Anak dari Bantar Gebang 31
Reportase
Pengomposan Komunal, Alternatif Penanganan Sampah Perumahan 33
InovasiTempat Kencing Tanpa Air Penyiram 35
Abstrak
Dampak Investasi Air Minum terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta 36
Peraturan
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) 37
Pojok ISSDP
Choice Model 38
Seputar PLAN INDONESIA
Plan Indonesia dalam Program Air dan Sanitasi Lingkungan 41
Info Buku 42
Info Situs 43
Info CD 44
Seputar WASPOLA 45
Seputar AMPL 48
Pustaka AMPL 50
Agenda 51
Klinik IATPI 52
MajalahPercik dapat diakses di situs AMPL: http://www.ampl.or.id
Media Informasi Air Minumdan Penyehatan Lingkungan
Diterbitkan oleh:
Kelompok Kerja Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan(Pokja AMPL)
Penasihat/Pelindung:
Direktur Jenderal Cipta Karya
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM
Penanggung Jawab:
Direktur Permukiman dan Perumahan,BAPPENAS
Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi,DEPKES
Direktur Pengembangan Air Minum,
Dep. Pekerjaan UmumDirektur Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman,
Dep. Pekerjaan UmumDirektur Bina Sumber Daya Alam dan
Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI
Direktur Penataan Ruang danLingkungan Hidup, DEPDAGRI
Pemimpin Redaksi:
Oswar Mungkasa
Dewan Redaksi:Supriyanto, Johan Susmono,
Indar Parawansa, Bambang Purwanto
Redaktur Pelaksana:
Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,
Essy Asiah, Mujiyanto
Desain/Ilustrasi:
Rudi Kosasih
Produksi:
Machrudin
Sirkulasi/Distribusi:
Agus Syuhada
Alamat Redaksi:
. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat.Telp./Faks.: (021) 31904113
http://www.ampl.or.ide-mail: redaksipercik@yahoo.com
redaksi@ampl.or.id
oswar@bappenas.go.id
Redaksi menerima kiriman
tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan
engan air minum dan penyehatan lingkungan
dan belum pernah dipublikasikan.
Panjang naskah tak dibatasi.
Sertakan identitas diri.Redaksi berhak mengeditnya.
Silahkan kirim ke alamat di atas.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
3/56
Waktu terus berlalu. Alham-
dulillah kita masih bertemu
dengan hari bahagia, Idul
Fitri. Di hari kemenangan ini, awak
Percik dan seluruh staf sekretariat
Kelompok Kerja Air Minum dan Pe-
nyehatan Lingkungan (AMPL) me-
nyampaikan Selamat Idul Fitri 1427
H, Mohon Maaf Lahir dan Batin,
Minal Aidin wal Faizin. Semoga kita
semua kembali menjadi orang yang
bersih dari dosa dan menjaga kesu-
cian itu pada hari-hari berikutnya.
Pembaca, keprihatinan terus me-
nerpa negeri ini. Kekeringan cukup
lama kita rasakan terutama di Jawa
dan Nusa Tenggara. Akses masyarakat
terhadap air minum yang memang
masih rendah makin menurun. Me-
reka mengonsumsi air untuk minum
apa adanya. Ketersediaan menjadi
persoalan. Mereka tak bisa mencari
alternatif lain. Sementara pemerintah
daerah sendiri tampak tak mampumemenuhi kebutuhan warganya. Per-
usahaan Daerah Air Minum (PDAM)
yang menjadi tulang punggung penye-
diaan air minum di daerah, mengha-
dapi persoalan sendiri: kurang pa-
sokan untuk pelanggannya. Makanya,
boro-boro untuk membantu warga
gratis lagi, PDAM sibuk memperta-
hankan diri.
Dalam waktu yang tak lama kita akan
menghadapi musim hujan. Tentu ini
berkah. Tapi bagi sebagian wilayah, mi-
salnya, kota besar seperti Jakarta, hujan
bisa menjadi petaka. Air hujan yang
diharapkan kedatangannya, akan meng-
genangi kota. Lagi-lagi masyarakat tak
bisa menghindar. Ungkapan yang sering
muncul: 'Ini sudah biasa'.
Akankah kita terus menganggap
semuanya biasa? Sejatinya kekeringan,
kebanjiran bisa dihindari kalau kita mau.
Keduanya bukan merupakan fenomena
alam yang datang tiba-tiba. Semuanya
bisa diprediksikan. Pertanyaan kenapa
itu terus terulang terjadi? Perhatian ke
arah sana masih kurang. Mungkin pro-
gram yang memihak ke penanggulangan
keduanya kurang populer. Itulah
Indonesia.
Pembaca, selain membahas topik
utama mengenai kekeringan dankebanjiran, Percik mengadakan wa-
wancara dengan Dirjen Bina Pemba-
ngunan Daerah, Departemen Dalam
Negeri, untuk mengetahui bagaimana
kondisi pembangunan di daerah dan
kaitannya dengan penyediaan air mi-
num dan penyehatan lingkungan. Di
rubrik Teropong, kami mengetengah-
kan TPA Bantar Gebang yang pada
awal September lalu gunungan sam-
pahnya longsor sehingga menimbul-
kan korban jiwa. Dan masih terkait
dengan kondisi di sana, di rubrik Ki-
sah, kami muat tentang pemulung
anak yang menggantungkan hidupnya
di TPA terbesar di Indonesia tersebut.
Tak ketinggalan, di rubrik Repor-
tase, kami mengangkat kerja sama
antara Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan masyarakat pinggiran kota
dalam mengelola sampah secara man-
diri sehingga tidak membebani TPA.
Model-model seperti ini bisa dila-
kukan di mana saja, tentu dengan ada
keluwesan pemikiran di dalamnya.
Pembaca, berbagai masalah AMPL
tampaknya terus bergulir silih berganti.
Setiap saat muncul isu baru. Dan kami
merasakan permasalahan ini masih
belum mendapatkan perhatian serius.
Padahal dampak buruk AMPL ber-pengaruh langsung terhadap kondisi
manusia-manusia Indonesia. Kita ber-
harap, ada hal baru muncul di masa-
masa mendatang yang bisa meng-
hasilkan perbaikan. Bersama kita bisa,
menjadikan AMPL lebih diperhatikan.
Wassalam.
DARI REDAKSI
Percik Oktober 2006 1
Selamat
Hari RayaIdul Fitri1427 H
Mohon MaafLahir
dan Bathin
M E N G U C A P K A N
KARIKATUR:RUDI KOZ
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
4/56
Pompa Air Tanpa MotorSaya berkeinginan untuk menda-
patkan informasi mengenai pompa air
tanpa motor (PATM) seperti di Goron-talo, yang saya lihat di situs AMPL. Mo-
hon kiranya redaksi dapat membantu
saya mengenai:
1. Apa saja langkah-langkah yang ha-
rus saya tempuh untuk mendapat-
kan pemasangan alat tersebut?
2. Apakah mungkin daerah saya bisa
mendapatkan bantuan dana dari
pemerintah dalam pemasangan alat
PATM tersebut seperti di Goron-
talo?
Saya ingin jika mungkin alat terse-
but dapat dipasang di daerah saya di
Propinsi Nusa Tenggara Timur. Hal ini
karena saya melihat fungsi dan kegu-
naan alat ini mungkin dapat membantu
daerah saya yang kesulitan air bersih.
Leonardo FoEnale
Surabaya
Untuk mengetahui lebih jauh me-
ngenai informasi tentang pompa air
tanpa mesin, silakan Anda meng-
hubungi PT. Tirta Anugerah Nusanta-
ra yang beralamat di Hotel Mahadria
Lt. 4 Jl. Ki Mas Jong No. 12 Serang
Banten. Telp. 0254-220270/220268
up. Ade Purnama (Dirut). Sedangkan
soal bantuan dana, Anda bisa ber-
hubungan dengan instansi terkait di
pemerintah daerah setempat. (Redak-
si)
Masukan dan SaranMenindaklanjuti surat dari Direk-
tur Permukiman dan Perumahan No.5411/Dt.6.3/09/2006 tanggal 04 Sep-
tember 2006 perihal Media Informasi
Air Minum dan Penyehatan Lingkung-
an, maka kami memberikan masukan
dan saran sebagai berikut.
a) Penampilan maupun penataan su-
dah lumayan bagus
b) Artikel masalah penyehatan ling-
kungan sudah cukup banyak
c) Artikel tentang air minum dira-
sakan masih kurang padahal na-
manya Media Informasi Air
Minum
d) Buang ruang/rubrik suara ling-
kungan, limbah, dan air minum;
berisi surat pembaca dan tanggap-
an redaksi/pakar
e) Rubrik lingkungan, limbah, dan
air minum di negara tetangga
yang patut dicontoh.
Demikian masukan dan saran kami,
terima kasih atas perhatiannya.
Ir. Agus Sutyoso, MSi
Direktur Utama PDAM Kota Semarang
Jl. Kelud Raya Semarang
Kami sangat berterima kasih atas
saran dan masukan Anda. Semua
masukan dan saran akan kami per-
timbangkan. SemogaPercik ke depan
bertambah baik dan sesuai dengankeinginan para pembacanya. Selain
itu kami juga mengundang Anda
untuk mengisi/ mengirimkan tulisan
yang sesuai dengan kapasitas Anda.
Kami berharap sumbangan pemikiran
Anda dapat menjadi pelajaran bagi
pembaca lainnya. (Redaksi)
Indonesia TerbelakangBeberapa waktu lalu, Bank Pem-
bangunan Asia (ADB) bekerja sama
dengan Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB) mengeluarkan laporan menge-
nai program pengurangan jumlah
kemiskinan di beberapa negara Asia
Pasifik yang diumumkan di Manila.
Laporan itu mengetengahkan kinerja
beberapa negara dalam program terse-
but.
Negara yang tergolong paling maju
memberantas kemiskinan, yakni Chi-
na, Malaysia, Thailand, Palau, Viet-
nam, Armenia, Azerbaijan, dan Kir-
gistan. Selain itu, negara yang ter-
golong mengalami penurunan niat
pada pengurangan kemiskinan adalah
Fiji, Kazakstan, Samoa, dan
Uzbekistan. Kelompok berikut tergo-
long harus berjuang lebih keras, yakni
India, Afganistan, dan Nepal. Ke-
lompok terakhir yaitu negara yang ter-
golong terbelakang dalam pengurang-
an kemiskinan. Negara itu adalah
Banglades, Indonesia, Laos, Mongolia,
Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, dan
Filipina.
Penilaian ADB itu tampaknya cocok
dengan kondisi yang ada. Jumlah
orang miskin terlihat tak berkurang
justru bertambah. Pengemis dan gelan-
dangan makin banyak. Busung lapar
dan penyakit akibat kesulitan ekonomi
tak berkurang. Pertanyaannya seka-
rang, mana janji-janji pemerintah un-
tuk mengentaskan kemiskinan itu?
Pertanyaan yang sama patut pula di-
sampaikan kepada partai-partai
politik dan wakil rakyat. Mana janji-
janjimu dulu mau menyejahterakanrakyat? Jangan hanya pejabat,
birokrat, dan wakil rakyat saja yang
sejahtera, sementara rakyat tambah
melarat.
Meddy Chandra
Ciputat, Tangerang
SUARA ANDA
Percik Oktober 2006 2
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
5/56
B
erita kekeringan hampir setiap
hari menghiasi media massa ce-
tak dan elektronik akhir-akhir
ini. Begitu sulitnya masyarakat me-menuhi kebutuhan air untuk kehidupan
mereka sehari-hari, bahkan untuk mi-
num sekalipun. Mereka rela berjalan
berkilo-kilo meter hanya untuk mencari
seteguk air buat minum dan memasak.
Itupun belum tentu kualitasnya meme-
nuhi syarat. Jumlahnya pun sangat ter-
batas karena harus berbagi dengan war-
ga lainnya. Jangan ditanya soal air un-
tuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus,
mungkin tak ada.
Kondisi ini hampir terjadi di seluruhwilayah Pulau Jawa. Sejauh mata me-
mandang, wilayah di pinggiran jalur
utama Pulau Jawa terlihat kering keron-
tang. Daun-daun dahan berguguran.
Hutan jati bak tiang-tiang pancang.
Rumput-rumput meranggas. Sebagian
terlihat bekas terbakar. Tanah-tanah
pertanian retak-retak. Lahan-lahan per-
Percik Oktober 2006 3
Habis Kering,Datanglah Banjir
Habis Kering,Datanglah Banjir
Kondisi lingkungandi Indonesia terdegradasi
cukup parah.Suatu saat kekeringandatang, di saat lain banjir
melanda.Padahal kejadian itu seha-rusnya bisa diprediksikan.
Akankah ini terusterulang?
LAPORAN UTAMA
FOTO:MUJIYANTO
S u m b e r D a y a A i r d i J a w a
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
6/56
tanian tak bisa dimanfaatkan. Panen
pun tak datang.
Kekeringan tidak hanya melanda wi-
layah di luar kota. Di beberapa kota pun
air sulit didapatkan. Bahkan di Jakarta,beberapa saat warga sempat mengeluh.
Air bersih tak mengalir. Pasokan air ke
dua perusahaan swasta di Jakarta ku-
rang. Akibatnya, distribusi air ke pe-
langgan terganggu. Warga tak bisa ber-
buat banyak. Untungnya mereka masih
bisa membeli air isi ulang/kemasan/air
keliling untuk kebutuhan vitalnya ken-
dati dengan harga yang lebih mahal. Ta-
pi bagaimana nasib mereka yang miskin
dan jauh dari jangkauan air bersih?
Ibarat peribahasa 'sudah jatuh ter-
timpa tangga', kondisi kekeringan itu
sebentar lagi akan disambut dengan da-
tangnya musim hujan. Bagi sebagian
orang, kedatangan berkah dari langit ini
patut disambut gembira karena tanah-
tanah akan kembali terairi. Namun bagi
sebagian yang lain, hujan adalah ben-
cana. Banjir akan segera tiba. Derita ke-
kurangan air akan berganti menjadi de-
rita karena banjir.
Ironisme ini pun hampir tiap tahun
terjadi. Sayangnya, tindakan untuk
mengantisipasinya tak terlihat. Belum
ada upaya bersama yang signifikan dan
melibatkan semua stakeholder. Wal-
hasil, kekeringan dan kebanjiran seolah
menjadi sebuah rutinitas yang harus
diterima oleh rakyat jelata.
Kekeringan Tahunan
Kekeringan yang melanda wilayah
Jawa sebenarnya bukan sesuatu yang
datang dengan tiba-tiba. Artinya, jauh-
jauh hari keadaan itu bisa diprediksi.
Perhitungan analisa neraca air atau ke-seimbangan air yang membandingkan
antara kebutuhan dan ketersediaan air
yang dilakukan oleh Direktorat
Pengairan dan Irigasi Bappenas pada
2005, menunjukkan bahwa berdasar-
kan data tahun 2003, sekitar 77 persen
wilayah di luar Jabodetabek mengalami
defisit air antara satu sampai delapan
Percik Oktober 2006 4
LAPORAN UTAMA
No.
I.1
2
3
4
5
6
II.
1
2
3
45
6
7
8
9
10
III.
1
2
3
4
IV.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
V.
1
2
3
4
5
6
Kabupaten / Kota
J A W A B A R A TKuningan
Cirebon
Majalengka
Indramayu
Kota Bandung
Kota Cirebon
J A W A T E N G A H
Magelang
Klaten
Sukoharjo
KaranganyarSragen
Blora
Pekalongan
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Temanggung
D I Y O G YA K A RTA
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Kota Yogyakarta
J A W A T I M U R
Ponorogo
Sidoarjo
Madiun & Kota Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Bangkalan
Pamekasan
Sumenep
Sampang
J A B O D E T A B E K
DKI Jakarta
Bogor & Depok & Kota Bogor
Tangerang & Kota Tangerang
Bekasi & Kota Bekasi
Serang & Kota Cilegon
Karawang & Purwakarta
Wilayah Sungai
Cimanuk
Cintanduy
Cimanuk
Cimanuk
Cintanduy
Citarum
Cimanuk
Citarum
Cimanuk
Progo-Opak-Oyo
Jratun Seluna
Serayu
Progo-Opak-Oyo
Bengawan Solo
Bengawan Solo
Bengawan SoloJratun Seluna
Bengawan Solo
Jratun Seluna
Bengawan Solo
Pemali-Comal
Serayu
Jratun Seluna
Pemali-Comal
Jratun Seluna
Progo-Opak-Oyo
Progo-Opak-Oyo
Bengawan Solo
Progo-Opak-Oyo
Bengawan Solo
Progo-Opak-Oyo
K. Brantas
Bengawan Solo
K. Brantas
K. Brantas
Bengawan Solo
Bengawan Solo
Jratun Seluna
Bengawan Solo
K. Brantas
Bengawan Solo
Bengawan Solo
K. Brantas
Bengawan Solo
Madura
Madura
Madura
Madura
Ciliwung-Cisadane
Ciujung-Climan
Cisadea-Cikuningan
Citarum
Ciliwung-Cisadane
Ciliwung-Cisadane
Ciliwung-Cisadane
Citarum
Ciujung-Ciliman
Ciliwung-Cisadane
Citarum
Jumlah Bulan Defisit
2 00 3 2 00 5 2 01 0 20 15 2 02 0 2 02 5
6 6 6 6 6 7
6 6 7 7 7 7
7 7 7 7 6 6
7 7 7 7 7 7
6 6 7 10 11 12
5 5 5 5 5 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 77 7 7 7 7 7
6 6 6 7 7 7
6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 7
5 5 5 5 5 6
7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
6 6 6 5 5 5
6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6
8 8 8 8 8 8
7 7 7 7 7 7
7 7 7 7 7 7
6 6 6 6 6 6
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
8 8 8 8 8 8
6 6 6 6 6 6
7 7 7 7 7 7
5 6 7 7 7 7
N/A N/A N/A N/A N/A N/A
N/A N/A N/A N/A N/A N/A
N/A N/A N/A N/A N/A N/A
N/A N/A N/A N/A N/A N/A
N/A N/A N/A N/A N/A N/A
N/A N/A N/A N/A N/A N/A
87.3 %
12.7 %
100.0 %
93.6 %
6.4 %
37.9 %
62.1 %
100.0 %
100.0 %
96.9 %
0.4 %
2.6 %
2.0 %
98.0 %
100.0 %
100.0 %25.9 %
74.1 %
44.7 %
55.3 %
99.8 %
0.2 %
100.0 %
100.0 %
41.0 %
100.0 %
86.9 %
13.1 %
98.3 %
1.7 %
100.0 %
2.7 %
97.3 %
100.0 %
12.6 %
87.4 %
100.0 %
0.1 %
99.9 %
0.9 %
99.1 %
100.0 %
2.4 %
97.6 %
100.0 %
100.0 %
100.0 %
100.0 %
100.0 %
2.9 %
0.2 %
9.4 %
87.4 %
100.0 %
64.5 %
35.5 %
90.2 %
9.8 %
100.0 %
Defisit Maksimum (m/det)
2 00 3 2 00 5 2 01 0 20 15 2 02 0 2 02 5
-9.71 -9.81 -10.13 -10.52 -10.96 -11.46
-26.75 -27.27 -28.68 -30.23 -31.94 -33.85
-14.47 -14.15 -13.42 -12.77 -12.18 -11.64
-48.99 -48.13 -46.11 -44.33 -42.80 -41.59
-1.94 -2.16 -2.76 -3.40 -4.09 -4.86
-0.61 -0.63 -0.69 -0.74 -0.81 -0.88
-25.72 -25.85 -26.20 -26.59 -27.05 -27.57
-32.57 -32.58 -32.63 -32.71 -32.83 -32.99
-16.68 -16.66 -16.64 -16.67 -16.75 -16.91
-18.52 -18.44 -18.27 -18.14 -18.04 -17.97-20.64 -20.77 -21.17 -21.66 -22.27 -23.03
-12.92 -12.94 -13.00 -13.07 -13.14 -13.22
-11.45 -11.48 -11.56 -11.67 -11.80 -11.94
-2.40 -2.58 -3.20 -4.05 -5.20 -6.76
-1.07 -1.10 -1.18 -1.27 -1.38 -1.51
-19.09 -19.13 -19.25 -19.37 -19.51 -19.66
-16.33 -16.37 -14.67 -16.63 -16.82 -17.07
-5.49 -5.48 -5.47 -5.45 -5.44 -5.42
-21.89 -21.95 -22.13 -22.34 -22.57 -22.84
-0.85 -0.83 -0.79 -0.75 -0.70 -0.66
-28.93 -28.77 -28.41 -28.07 -27.76 -27.50
-15.53 -15.82 -16.78 -18.19 -20.16 -22.89
-28.34 -28.25 -28.02 -27.79 -27.57 -27.35
-32.62 -32.87 -33.52 -34.19 -34.87 -35.56
-42.28 -43.77 -47.73 -52.03 -56.69 -61.77
-25.46 -25.51 -25.68 -25.89 -26.16 -26.51
-26.87 -26.46 -25.47 -24.54 -23.65 -22.82
-56.23 -55.62 -54.20 -52.95 -51.90 -51.09
-12.08 -12.11 -12.23 -12.38 -12.58 -12.81
-13.07 -13.04 -12.98 -12.94 -12.90 -12.88
-16.52 -16.35 -15.95 -15.57 -15.21 -14.88
-10.42 -10.77 -11.81 -13.13 -14.80 -16.90
-0.2 -1.5 -4.9 -8.7 -13.1 -18.0
-2.0 -2.6 -4.5 -7.1 -10.5 -15.0
-3.9 -4.5 -6.6 -9.2 -12.7 -17.3
- - - - - -3.2
- - - -0.9 -4.0 -8.3
- - - - - -2.2
N/A: data tidak tersedia
Tabel 1.
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa yang mengalami Defisit Tinggi
Sumber: Hasil Analisis Dit. Pengairan & Irigasi, Bappenas
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
7/56
bulan. Sedangkan di wilayah Jabodeta-
bek hanya 50 persen yang defisit.
Angka itu didapatkan dengan mem-
perhitungkan faktor ketersediaan air
dari daerah aliran sungai (yang merupa-kan ketersediaan air permukaan) dan
kebutuhan air dari tiap daerah (meliputi
kebutuhan air untuk domestik, perkota-
an, industri, perikanan, peternakan dan
irigasi).
Data neraca air tahun 2003 menun-
jukkan total kebutuhan air di Pulau Ja-
wa dan Bali sebesar 38,4 miliar meter
kubik pada musim kemarau. Kebutuhan
itu dapat dipenuhi sekitar 25,3 miliar
kubik atau sekitar 66 persen. Defisit ini
diperkirakan akan semakin tinggi pada
tahun 2020 mengingat jumlah pendu-
duk bertambah dan aktivitas perekono-
mian meningkat.
Secara umum kondisi kekeringan ini
disebabkan tiga faktor yakni perubahan
iklim global seperti hujan dan keke-
ringan terjadi di luar bulan-bulan bia-
sanya disertai perubahan iklim lainnya,
faktor lingkungan, dan manajemen dan
infrastruktur sumber daya air. Secara
khusus, penyebab kekeringan di luar
faktor iklim global antara lain:
Kerusakan catchment area sehingga
mengancam keberlanjutan daya du-
kung sumber daya air;
Penurunan kinerja infrastruktur
sumber daya air;
Eksploitasi air tanah yang berlebi-
han mengakibatkan penurunan mu-
ka air tanah, land subsidence, dan
intrusi air laut;
Rendahnya kualitas pengelolaan
hidrologi;
Kondisi neraca air diklasifikasikan
menjadi empat yaitu normal, defisitrendah, defisit sedang, dan defisit ting-
gi. Kondisi normal menunjukkan tidak
terjadi defisit sepanjang tahun. Jika
jumlah bulan defisit mencapai tiga
bulan maka ini diklasifikasikan sebagai
defisit rendah. Empat hingga enam
bulan defisit diklasifikasikan menjadi
defisit sedang. Dan lebih dari enam
Percik Oktober 2006 5
Gambar 1
Proyeksi Neraca Air Kabupaten/Kotadi Jawa dan Madura
Sumber : Hasil Analisis
= Normal
= Tidak Defisit
= Defisit Rendah
= Defisit Sedang
LAPORAN UTAMA
1.
2.
3.
4.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
8/56
bulan defisit diklasifikasikan sebagai defisit
tinggi. Tabel 1 menunjukkan daerah de-
ngan defisit tinggi.
Jika kondisi ini dibiarkan, artinya
tanpa ada intervensi infrastruktur, di-
perkirakan kondisi neraca air defisit ini
akan meningkat. Beberapa kabupa-
ten/kota pada tahun 2010 diperkirakan
akan mengalami defisit yang semakin
membesar, antara lain Kabupaten Ngawi
di wilayah sungai (WS) Bengawan Solo dan
Kota Surabaya di WS Brantas. Proyeksi
kondisi neraca air di Jawa dan Madura
ditunjukkan pada gambar 1.
Kondisi neraca air yang defisit akan
berpengaruh terhadap ketersediaan air.
Yang paling terkena dampak kekeringan
ini yaitu pertanian, industri, perkotaan, air
minum, dan lainnya. Namun dari sektor-sektor itu air minum mendapat prioritas
penanganan karena menyangkut kebu-
tuhan vital manusia. Tabel 2 menunjukkan
daerah yang mengalami defisit air minum
dan prediksi hingga tahun 2025.
Kondisi Air Tanah
Kendati mengalami kekeringan, Pulau
Jawa sebenarnya masih menyimpan
potensi air tanah. Ini karena Pulau Jawa
memiliki cekungan air tanah. Paling tidak
ada 80 cekungan yang tersebar sepanjang
Jawa dan Madura. Air tanah yang ada
belum semuanya termanfaatkan. Kalau
pun ada yang sudah dimanfaatkan seperti
di kota-kota besar, cara pemanfaatannya
pun tak terkendali. Akibatnya muncul
masalah baru seperti penurunan muka air
tanah (Bandung, Jakarta, dan Semarang),
penurunan kualitas air tanah (Bandung
dan Semarang), penyebaran air payau/
asin (Jakarta dan Semarang), dan pe-
nurunan muka tanah (Bandung, Jakarta,
dan Semarang).
Potensi air tanah yang ada cukup be-
sar. Tabel 3 s/d 8 menunjukkan potensi air
tanah berdasarkan wilayah administrasi.
Banjir Mengancam
Bulan-bulan ini hujan diperkirakan
akan turun. Guyuran hujan akan
menghidupkan kembali tanah-tanah
yang kering. Roda ekonomi akan
berputar kembali setelah berhenti be-
berapa saat, khususnya di sektor per-
tanian. Namun bagi beberapa daerah,
hujan dikhawatirkan akan menyebab-
kan banjir. Kekhawatiran ini muncul
terutama di daerah yang biasa menga-
lami banjir secara periodik alias lang-ganan.
Faktor penyebab terjadinya banjir
berbeda-beda di setiap wilayah. Be-
berapa penyebab utama terjadinya ban-
jir antara lain pendangkalan/agradasi
dasar sungai (sedimentasi), luapan air
sungai melalui tanggul, saluran draina-
se kurang baik, efek backwater, dan
pintu pengendali banjir tak berfungsi.
Hampir semua aliran sungai di Jawa
membawa sedimen dalam jumlah besar
dari hulu dan mengikis lahan di sepan-
jang daerah aliran sampai ke muara.
Akibatnya muncul endapat di daerah
muara. Sedimentasi tersebut menye-
babkan kapasitas tampungan sungai men-
jadi berkurang. Di samping itu, penam-
bangan pasir terjadi di sungai-sangat besar
sehingga pada beberapa tempat menga-
lami degradasi dasar sungai.
Debit air yang besar akibatnya tak
bisa ditampung oleh badan-badan air di
daerah pantai/muara. Air kemudian
mengalir ke samping melewati tanggul
sehingga menggenangi lahan pertanian
dan daerah-daerah yang relatif datar.
Tanggul-tanggul sungai di hulu dapat
mengurangi banjir yang terjadi di dae-
rah hulu, tetapi justru menyebabkan
bertambah luasnya area yang terkena
banjir di daerah hilir. Kondisi itu
bertambah buruk ketika saluran drai-
nase tidak berfungsi dengan baik. Be-
lum lagi ada efekbackwateryang terja-
di di bagian hulu karena perubahan
arus air di bagian hilir. Arus air yang
berbalik ini -- karena pertemuan antaraanak sungai dan sungai utama, pemben-
dungan, dan penyempitan -- akan me-
nyebabkan banjir tak dapat dihindari.
Banjir juga terjadi karena area tang-
kapan air (catchment area) lenyap.
Penggundulan hutan dan pola tanam
yang salah ikut andil di dalamnya.
Akibat tidak ada catchment area, air
Percik Oktober 2006 6
LAPORAN UTAMA
Tabel 2Kabupaten/Kota di Pulau Jawa yang mengalami Defisit Air Minum
No.
I.1
23
4
56II.1
2
3
4III.12
3IV.1
234V.1
2
Kabupaten / Kota
JAWA BARATKuningan
CirebonMajalengka
Indramayu
Kota BandungKota CirebonJAWA TENGAHMagelang
Klaten
Sragen
Kota SemarangDI YOGYAKARTABantulSleman
Kota YogyakartaJAWA TIMURBangkalan
PamekasanSumenepSampangJABODETABEKBogor & Depok & Kota Bogor
Tangerang & Kota Tangerang
Wilayah Sungai
CimanukCintanduy
CimanukCimanukCintanduyCitarumCimanukCitarumCimanuk
Progo-Opak-OyoJratun SelunaSerayuProgo-Opak-OyoBengawan SoloJratun SelunaBengawan SoloJratun Seluna
Progo-Opak-OyoProgo-Opak-OyoBengawan SoloProgo-Opak-Oyo
Madura
MaduraMaduraMadura
Ciujung-ClimanCisadea-CikuninganCitarumCiliwung-CisadaneCiliwung-Cisadane
87.3 %12.7 %
100.0 %93.6 %6.4 %
37.9 %62.1 %
100.0 %100.0 %
96.9 %0.4 %2.6 %2.0 %
98.0 %25.9 %74.1 %
100.0 %
100.0 %98.3 %1.7 %
100.0 %
100.0 %
100.0 %100.0 %100.0 %
2.9 %0.2 %9.4 %
87.4 %100.0 %
Defisit Maksimum (m/det)2003 2005 2010 2015 2020 2025
-0.51 -0.54 -0.64 -0.74 -0.85 -0.96
-1.67 -1.75 -1.98 -2.22 -2.49 -2.78-0.47 -0.50 -0.55 -0.61 -0.67 -0.73
-0.17 -0.23 -0.39 -0.57 -0.75 -0.95
- - - - -0.27 -0.78-0.38 -0.40 -0.44 -0.48 -0.53 -0.58
- - -0.09 -0.35 -0.63 -0.94
-1.43 -1.42 -1.39 -1.36 -1.33 -1.30
- - - - -0.30 -0.83
- - -0.11 -0.55 -1.06 -1.63
-0.08 -0.11 -0.18 -0.26 -0.34 -0.43- - -0.05 -0.19 -0.35 -0.52
-0.52 -0.51 -0.47 -0.44 -0.41 -0.38
-0.54 -0.56 -0.64 -0.72 -0.81 -0.90
-0.47 -0.50 -0.56 -0.62 -0.69 -0.77-0.69 -0.70 -0.75 -0.81 -0.86 -0.92-0.24 -0.28 -0.38 -0.49 -0.61 -0.75
- - - - - -2.6
- - - - -0.2 -3.5
Sumber: Hasil Analisis Dit. Pengairan & Irigasi, Bappenas
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
9/56Percik Oktober 2006 7
Tabel 3.Potensi Air Tanah di Propinsi Banten
Tabel 4.
Potensi Air Tanah di Propinsi DKI Jakarta
LAPORAN UTAMA
1
2
3
4
5
6
Pandeglang
Lebak
Tangerang
Serang
Kota Tangerang
Kota Cilegon
Potensi Air Tanah
35,27
10,95
14,31
20,02
3,21
1,73
1.112,34
345,40
451,23
631,35
101,09
54,65
(m3/detik)(juta m3/tahun)KabupatenNo
1
2
3
4
5
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Pusat
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Potensi Air Tanah
2,85
3,53
0,97
2,31
2,51
89,95
111,36
30,75
72,77
79,28
(m3/detik)(juta m3/tahun)KabupatenNo
1
23
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1415
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2627
28
29
30
31
32
33
34
35
Cilacap
BanyumasPurbalingga
Banjarnegara
Kebumen
Purworejo
Wonosobo
Magelang
Boyolali
Klaten
Sukoharjo
Wonogiri
Karanganyar
SragenGrobogan
Blora
Rembang
Pati
Kudus
Jepara
Demak
Semarang
Temanggung
Kendal
Batang
PekalonganPemalang
Tegal
Brebes
Kota Magelang
Kota Surakarta
Kota Salatiga
Kota Semarang
Kota Pekalongan
Kota Tegal
Potensi Air Tanah
4,18
7,70
5,09
9,60
3,94
1,85
7,00
17,78
7,77
7,21
5,19
11,06
8,96
7,1210,87
1,23
3,35
10,45
4,59
10,36
12,07
7,70
12,91
9,14
10,71
11,179,56
6,25
7,94
0,16
0,93
0,40
4,64
1,04
0,21
131,75
242,94
160,41
302,72
124,18
58,21
220,69
560,79
245,06
227,35
163,76
348,72
282,55
224,62342,69
38,67
105,64
329,50
144,86
326,67
380,72
242,80
407,06
288,19
337,67
352,16301,48
197,20
250,40
5,14
29,44
12,64
146,23
32,95
6,68
(m3/detik)(juta m3/tahun)KabupatenNo
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Bandung
Garut
Tasikmalaya
Ciamis
Kuningan
Cirebon
Majalengka
Sumedang
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Kota Bogor
Kota Sukabumi
Kota Bandung
Kota Cirebon
Kota Bekasi
Kota Depok
Potensi Air Tanah
35,59
32,80
26,95
48,04
48,48
24,46
28,78
12,42
10,87
24,79
28,00
23,20
22,43
8,05
20,25
15,31
2,78
1,04
2,56
0,33
3,79
3,95
1.122,29
1.034,35
849,96
1.514,95
1.528,81
771,38
907,64
391,62
342,94
781,67
883,07
731,53
707,25
253,83
638,68
482,66
87,72
32,82
80,76
10,48
119,63
124,70
(m3/detik)(juta m3/tahun)KabupatenNo
Tabel 5.
Potensi Air Tanah di Propinsi Jawa Barat
Sumber: hasil analisis Tim Dinamaritama.
Sumber: hasil analisis Tim Dinamaritama.
Sumber: hasil analisis Tim Dinamaritama.
Tabel 6.Potensi Air Tanah di Propinsi Jawa Tengah
Tabel 7.
Potensi Air Tanah di Propinsi DIY
1
2
3
4
5
Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Kota Yogyakarta
Potensi Air Tanah
1,89
5,30
9,44
9,89
0,62
59,75
167,08
297,79
311,88
19,41
(m3/detik)(juta m3/tahun)KabupatenNo
Sumber: hasil analisis Tim Dinamaritama.
Sumber: hasil analisis Tim Dinamaritama.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
10/56
dengan mudah mengalir ke sungai.
Kondisi ini makin diperparah dengan
penebingan sungai dan karakter sungaiyang curam sehingga air mengalir begi-
tu deras menuju hilir. Padahal daya
tampung hilir, seperti Jakarta, Sema-
rang, dan kota-kota besar tak memadai.
Banjir tak dapat ditolak.
Berdasarkan data Departemen Pe-
kerjaan Umum, banjir di Pulau Jawa se-
bagian besar terjadi di wilayah pantai
utara dan pantai sela-
tan, wilayah cekungan,
serta kota-kota besar.
Pada tahun 2002, ter-
jadi 72 kejadian banjir
yang menggenangi se-
kitar 81,9 ribu hektar
wilayah permukiman
dan pertanian. Jumlah
ini meningkat menjadi
104 kejadian pada
tahun 2003 yang me-
nggenangi sekitar 91,1
ribu hektar. Sebaran
wilayah rawan banjir di
Pulau Jawa dapat dili-
hat pada Gambar 2.
Sistem pengenda-
lian bahaya banjir me-
lalui pendekatan infra-
struktur telah berlang-
sung lama. Lihat saja
ada North Java Flood
Control Project dan
South Java Flood Con-
trol Project di Jawa
Tengah, CitarumFlood
Control Project di Bandung Selatan,
Ciliwung Cisadane River Flood Control
Projectdan pembangunan Banjir KanalTimur (BKT) di Jakarta, juga ada pro-
yek pengembangan perkotaan seperti
Bandung Urban Development Project
(BUDP) dan Surabaya Urban Deve-
lopment Project (SUDP). Namun, laju
pembangunan infrastruktur pengendali
banjir yang membutuhkan biaya besar
tersebut tidak mampu mengantisipasi
magnitude (besaran) dan frekuensi
banjir yang terjadi. 'Musim banjir' pun
selalu datang.
Tantangan ke Depan
Kebutuhan air untuk rumah tangga,
perkotaan, industri, dan pertanian se-
makin hari semakin meningkat seiring
pertambahan penduduk dan peningkat-
an aktifitas perekonomian. Di sisi lain
telah terjadi perubahan tata guna lahan
yang menyebabkan perubahan perilaku
hidrologis sehingga mempengaruhi pola
ketersediaan air. Kondisi ini semakin
diperparah oleh menurunnya daya du-
kung lingkungan akibat kerusakan
catchment area. Bisa diduga, kekering-
an dan kebanjiran akan silih berganti
datang. Tidak itu saja, beberapa kabu-
paten/kota bahkan telah menyalakan
lampu merah untuk memenuhi kebu-
tuhan warganya.
Mau tidak mau, penanganan kabu-
paten/kota yang telah mengalami krisis
penyediaan air minum melalui inter-
vensi infrastruktur dan kegiatan terkait,
harus mendapat prioritas. Selain itu,
perlu penyesuaian kembali alokasi air
antarjenis kebutuhan, khususnya untuk
irigasi di Pulau Jawa. Tentu ini bukanhal yang mudah. Perlu ada kajian men-
dalam. Lebih dari itu, penanganan sum-
ber daya air di Jawa memerlukan siner-
gi dan integrasi.
Direktorat Pengairan dan Irigasi
Bappenas, mengusulkan program pe-
ngelolaan sumber daya air di Pulau Ja-
wa berdasarkan prioritas penanganan
Percik Oktober 2006 8
Tabel 8Potensi Air Tanah di Propinsi Jawa Timur
Gambar2. Lokasi Rawan Banjir di Pulau Jawa
LAPORAN UTAMA
1
23
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Pacitan
PonorogoTrenggalek
Tulungagung
Blitar
Kediri
Malang
Lumajang
Jember
Banyuwangi
Bondowoso
Situbondo
Probolinggo
Pasuruan
Sidoarjo
Mojokerto
Jombang
Nganjuk
Madiun
Magetan
Ngawi
Bojonegoro
Tuban
Lamongan
Gresik
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Kota Kediri
Kota Blitar
Kota Malang
Kota Probolinggo
Kota Pasuruan
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Kota Surabaya
Potensi Air Tanah
2,08
13,370,34
10,00
14,60
18,87
37,35
34,53
53,78
52,09
32,81
37,11
26,42
19,53
8,37
11,43
12,06
14,42
14,01
9,14
13,99
8,09
10,17
10,12
7,41
6,06
4,90
3,66
6,14
0,84
0,45
0,90
0,76
0,52
0,22
0,39
3,63
65,71
421,7310,70
315,34
460,27
595,20
1.178,00
1.088,80
1.695,89
1.642,60
1.034,75
1.170,37
833,08
615,85
264,09
360,32
380,47
454,63
441,68
288,28
441,29
254,97
320,71
319,06
233,58
191,21
154,55
115,55
193,59
26,44
14,20
28,52
23,87
16,43
6,80
12,23
114,39
(m3/detik)(juta m3/tahun)KabupatenNo
Sumber: hasil analisis Tim Dinamaritama.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
11/56
segera (jangka pendek), jangka mene-
ngah, dan jangka panjang.
Penanganan jangka pendek yang
perlu segera dilakukan yaitu:
1. Rehabilitasi lahan dan konservasi
sumber daya air, antara lain melalui: (a)reboisasi lahan kritis yang melibatkan
masyarakat melalui penanaman tana-
man produktif; (b) penurunan laju sedi-
mentasi melalui rehabilitasi dan stabili-
sasi tebing sungai; (c) mengurangi peri-
ode genangan untuk meningkatkan
efisiensi penggunaan air irigasi; dan (d)
pengelolaan banjir (flood management)
yang terintegrasi dengan rehabilitasi
lahan.
2. Upaya penyadaran masyarakat
tentang penanggulangan banjir dan
kekeringan, antara lain melalui: (a)
penyadaran masyarakat tentang pe-
nanggulangan banjir dan kekeringan;
(b) peningkatan kesiagaan masyarakat
menghadapi banjir dan kekeringan; (c)
kampanye hemat air; (d) pengembang-
an sistem peringatan dini banjir; (e)
Pengembangan institusi pengelola sum-
ber daya air; (f) peningkatan sumber
daya manusia dalam pengelolaan sum-
ber daya air; (g) penanganan konflik pe-
manfaatan air melalui peningkatan ma-
najemen sumber daya air; (h) pence-
gahan alih fungsi lahan melalui pembe-
rian insentif dan sertifikasi; serta (i)
peningkatan peran lembaga rehabilitasi
lahan dan konservasi air.
3. Intervensi infrastruktur pada lo-
kasi-lokasi mendesak dan prioritas, me-
lalui: (a) Pembangunan waduk, em-
bung, dan lumbung air pada daerah de-
fisit air dan rawan banjir; dan (b) Pe-
netapan daerah rawan banjir dan penyi-
apan fasilitasnya.
Prioritas menengah diperlukanuntuk menjaga kesinambungan pro-
gram-program pada prioritas segera,
antara lain:
Peningkatan efisiensi penggunaan
air pada daerah yang berpotensi
defisit air tinggi antara lain melalui
rehabilitasi jaringan irigasi dan
alokasi air yang efisien;
Pengendalian dan penataan penam-
bangan Galian C di badan sungai;
Pengembangan industri hasil hutan
dan pertanian di tingkat lokal;
Pengembangan rencana rehabilitasi
lahan berbasis teknologi informasi;Peningkatan fasilitasi desain infra-
struktur sederhana tingkat lokal;
dan
Penyusunan basis data dan infor-
masi banjir dan kekeringan di Pulau
Jawa termasuk konsep pengelolaan
data yang berkelanjutan.
Prioritas jangka panjang mencakup
perencanaan penanganan banjir dan
kekeringan secara berkelanjutan, antara
lain:
Perumusan kebijakan dan strategi
implementasi strategi makro secara
terintegrasi yang bersifat lintas sek-
tor dan lintas wilayah;
Penyusunan skenario pembiayaan
dari berbagai sumber yang dalamjangka panjang menitikberatkan
pada sumber-sumber dana langsung
dari masyarakat; dan
Pengembangan operasi dan pemeli-
haraan infrastruktur berbasis ma-
syarakat.
Program itu akan berjalan dengan
baik bila didukung komitmen yang kuat
dari semua stakeholder. Kalau tidak,
kondisi Indonesia akan bertambah
buruk. Sekarang terserah kita. MJ
Percik Oktober 2006 9
Desa Bunder, Kecamatan Patok,
Kabupaten Gunung Kidul, DIY
tergolong daerah kering. Lahan di
daerah ini hampir sepanjang tahun
hanya ditanami singkong. Namun se-
jak desa itu menjadi lokasi proyek
percontohan pengembangan teknolo-gi panen hujan dan aliran permuka-
an, lahan singkong itu telah menjadi
lahan padi.
Teknologi yang diterapkan cu-
kup sederhana yakni menampung
air hujan dan aliran permukaan (air
yang mengalir di permukaan tanah)
pada jaringan hidrologi di sebuah
penampungan dengan ukuran pan-
jang 20 meter, lebar 5 meter, dan
kedalaman sekitar 3 meter. Waduk
kecil ini mampu menampung aliranpermukaan kurang lebih 300 meter
kubik.
Air ini dipergunakan untuk ber-
bagai keperluan. Di desa ini, air itu
terutama untuk mengairi sawah. Air
ini tidak hanya tersedia pada musim
hujan, tapi juga di musim kering
sehingga persoalan bercocok tanam
berbagai jenis tanaman tersele-
saikan.
Teknik penampungan air ini selain
mengumpulkan air juga berfungsi
menurunkan kecepatan aliran per-
mukaan, mengurangi volume air yangmengalir, dan menyimpannya untuk
keperluan musim kemarau.
Teknologi penampung air hujan
dan aliran permukaan seperti ini ide-
al diterapkan di kawasan Puncak mi-
salnya, guna menahan laju aliran dan
mengurangi volume air yang meng-
alir. Usaha lahan kering di berbagai
daerah yang memiliki defisit air pun
bisa dibantu dengan model ini. Lagi
pula dananya tak sebesar memba-
ngun waduk/bendungan.Waduk kecil ini bisa dibuat ribuan
di sepanjang Kali Ciliwung dan kali-
kali lainnya mulai dari hulu hingga
hilir. Bila ini dilakukan, dampaknya
akan luar biasa. Produksi pertanian
akan naik. Kekeringan dan kebanjir-
an sekaligus teratasi. MJ
'Panen Hujan'ala Gunung Kidul
LAPORAN UTAMA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
12/56
B agaimana kondisi pembangun-an daerah secara umum?Visi pembangunan daerah sekarang
itu merupakan bagian dari paradigma
nasional. Paradigma pembangunan na-
sional ini adalah dengan lahirnya UU
Pemerintahan Daerah No. 32, maka se-
bagian besar kewenangan pemerintah
pusat sudah diberikan ke daerah. Maka
daerah mendapatkan kesempatan ber-
peran lebih besar terutama untuk mela-
kukan pembangunan yang tujuannya
menyejahterakan rakyat dan membe-
rikan pelayanan yang terbaik. Karena
itu inisiatif, kreasi memang harus tum-
buh di daerah. Makanya istilah pemba-
ngunan daerah kita ubah paradigmanya
menjadi daerah membangun. Daerah
membangun lebih bersifat mereka sen-dirilah yang memikirkan apa yang akan
direncanakan, dibutuhkan, dan dilaksa-
nakan sampai dibangun oleh daerah
sendiri dengan caranya sendiri dalam
upaya menyejahterakan rakyatnya. Itu
inti dari paradigma sekarang ini.
Apakah daerah sudah meng-
ikuti paradigma ini?
Seyogyanya ya. Sebagian besar dae-
rah itu sudah bermain sesuai itu. Me-
reka sudah mengurus dirinya dengan
sangat optimal. Semuanya sudah tahu.
UU No. 32 ini kan baru tahun 2004.
Tapi sebenarnya lebih awal UU No 22
tahun 1999 telah memberikan kewe-
nangan itu. Sejak terjadi perubahan re-
formasi pemerintahan dari UU 574 ke
UU 22 itu sebenarnya penyambungan
saja. Jadi UU 22 itu sudah berlangsung
tujuh tahun bahwa kewenangan selu-
ruhnya diberikan kepada daerah kecuali
kewenangan yang bersifat mutlak dari
pemerintah pusat. Daerah sudah ber-
main itu sekarang. Masalahnya adalah
pencapaian dari daerah ini perlu digi-
ring satu visi dan misi yang membangunvisi dan misi kabinet Indonesia Bersatu.
Dia sebenarnya merupakan subsistem
pembangunan nasional. Ini yang menu-
rut hemat saya masih perlu didorong.
Apa persoalannya sehingga
daerah belum berjalan searah de-
ngan pusat?
Itu ada hubungannya dengan ke-
mampuan daerah membaca visi nasio-
nal dan visi propinsi. Mestinya visi
nasional turun menjadi visi propinsi.
Visi propinsi kemudian turun menjadi
visi kabupaten/kota. Sehingga kalau se-
luruh visi ini mencapai sasarannya, ma-
ka kita berharap akan terbangun visi
propinsi dan nasional. Nah, sebagian
besar daerah belum bisa mengait-kait-
kan antara propinsi dan nasional. Aki-
batnya, kadang-kadang sudah banyak
yang dilakukan oleh daerah itu, tapi
secara tidak langsung belum mendu-
kung visi propinsi dan nasional. Karena
alasan misalnya saya kan otonom. Ya.
Kamu otonom dalam bingkai Negara
kesatuan. Pencapaian tujuan daerah itu
dalam rangka mencapai tujuan nasio-
nal. Sistem seperti itu yang harus di-
tumbuhkembangkan.
Artinya daerah masih memiliki
egositas tersendiri?
Ya. Dengan alasan otonom dan sum-
ber daya, perkembangan sosial politik
kemasyarakatan, dan dengan alasan visi
dan misi daerah sekarang ini amat di-
tentukan oleh visi dan misi bupati se-
suai dengan hasil pilkada. Karena visi
dan misi bupati itulah yang menjadi
RPJMD. Tidak semua bupati yang ter-
pilih bisa memahami secara utuh apa
yang menjadi sumber daya kabupaten.
Pendekatannya lebih banyak pada
bagaimana you memilih saya. Tetapipemahaman terhadap kabupaten/kota
secara detil lemah karena mereka lebih
banyak outsider, orang dari luar. Na-
mun, itu pada saat awal, seperti ini bisa
dipahami. Pada masa-masa yang akan
datang, calon bupati itu harus tahu per-
sis daerahnya sehingga bisa menum-
buhkembangkan daerah. Bayangkan
WAWANCARA
Percik Oktober 2006 10
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Depdagri, H Syamsul Arief Rivai:
Anggarkan Air Bersih untuk Desa!
Sejak era otonomi daerah, geliat pembangunan seolah berpin-
dah ke daerah. Dengan sumber daya yang dimilikinya, daerah
berlomba membangun daerahnya. Terkadang, begitu asyiknya
mereka dengan daerahnya, pemerintah daerah lupa menyesuaikan
visi dan misi pembangunannya dengan visi dan misi pembangunan
nasional. Akibatnya, seolah-olah pembangunan di daerah berjalan
maunya pemda sendiri.
Dampak dari perilaku tersebut yakni pembangunan yang tidak
terarah secara nasional. Sektor-sektor yang seharusnya menjadi pri-
oritas bersama diabaikan hanya gara-gara itu tidak berdampak
langsung bagi pendapatan daerah. Kondisi ini tidak menguntungkan masyarakat, sebaliknya hanya menjadi
ambisi para kepala daerah. Sektor air minum dan penyehatan lingkungan pun jadi korban. Apresiasi pemerin-
tah daerah terhadap bidang ini masih kurang. Bagaimana sebenarnya ini bisa terjadi? Untuk menjawabnya,
Percik mewawancarai Dirjen Bina Pembangunan Daerah. Berikut petikannya.
FOTO:MUJIYANTO
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
13/56
sekarang orang Jakarta jadi bupati Tu-
lungagung, apa yang dia tahu di sana
kecuali dari dokumen, angka dan seba-
gainya. Itu tidak cukup kalau dia tidak
tahu kondisi sosial kemasyarakatan. La-hirlah visinya. Rakyat memilih dan dia
memenangkannya. Itulah yang kemudi-
an menjadi RPJMD. Apakah itu cocok,
belum tahu kita. Apakah dia juga me-
neliti visi propinsi sebelumnya? Belum
tentu, sehingga tidaknyambung.
Seharusnya visi dan misi dae-
rah itu seperti apa agar memiliki
kesinambungan?
Pertama haruslah merupakan ba-
gian dari visi dan misi nasional. Walau-
pun ada spesifikasi sesuai kondisi dae-
rah masing-masing. Katakanlah kalau
daerah itu pantai, maka visinya daerah
pantai. Tapi kalau visi ini ditarik pasti
mendukung visi nasional mengurangi
kemiskinan. Kalau dulu ada yang nama-
nya sistem perencanaan pembangunan
nasional. Sebenarnya ini bisa dijadikan
mekanisme. Kita kan ada rakorbang.
Dimulai dari tingkat desa dulu, bottom
up, kemudian ke kecamatan, terus ke
kabupaten, propinsi. Mestinya memba-
ngun visi harus belajar dari mekanisme
ini. Baru bisa nyambung.
Bagaimana upaya Bangda
membina daerah menuju ke arah
yang diharapkan?
Kita sekarang lagi mempersiapkan
rancangan peraturan pemerintah ten-
tang perencanaan pembangunan dae-
rah. Kita harapkan secara bottom up
semua harus terkait. Mulai dari rencana
pembangunan tingkat perdesaan, keca-
matan, kabupaten/kota, propinsi, sam-pai ke tingkat nasional. Bolehlah tiap
desa punya visi. Tapi ada kegiatan di
desa yang merupakan bagian dari
tujuan kecamatan dan seterusnya. Nah
itu kita susun. Mendahului itu sudah
kita membuat surat edaran menteri
dalam negeri. Kebutuhan daerah akan
perencanaan itu harus lahir, kalau
menunggu PP lama, maka kita menge-
luarkan surat edaran Mendagri tentang
penyusunan RPJMP daerah. Jadi visi
dan misi bupati itu harus diikat dengan
peraturan daerah supaya jangan dia
janji-janji pada kampanye satu atau
dua, tapi setelah jadi lupa janjinya. Ini
agar rakyat bisa memiliki mekanisme
kalau bupati melanggar janjinya. Rakyat
bisa bilang 'bupati melanggar Perda'.
Jadi selama ini belum ada
ikatan yang bersifat hierarki?
Belum. Di dalam peraturan pe-
merintah itulah kita harapkan. Dan itu
maunya undang-undang No. 32.
Apakah itu tidak membatasi
ruang gerak dari daerah?
Tidak. Karena begini, yang dipilih
daerah berupa visi dan misi itu adalah
dasar penyusunan kebijakan. Dia
menyusun visi dan misi berdasarkan
data, tidak berdasarkan khayalan. Ha-rus hasil penelitian. Jadi tidak akan
mungkin membatasi kalau memiliki da-
ta dan pengetahuan yang cukup menge-
nai daerahnya.
Kita beralih ke sektor AMPL.
Bagaimana pandangan Anda ter-
hadap kepedulian daerah terha-
dap hal ini?
Kesadaran rakyat di daerah terha-
dap air bersih itu yang perlu diting-
katkan. Kita punya program AMPL yang
memberikan perhatian khusus terhadap
kebutuhan air bersih. Bahkan tahun
2015, 80 persen penduduk di dunia
harus mengonsumsi air bersih. Perso-
alannya sekarang, di daerah rakyat asal
minum. Pokoknya air itu karena keli-
hatan jernih dianggap bersih. Padahal
belum tentu sehat. Nah makanya perlu
ditumbuhkan kesadaran akan penting-
nya air yang bersih dan sehat. Yang ke-
dua, yang di kota agak lumayan karena
ada PDAM. Masalahnya, PDAM itu
dikelola secara tidak profesional se-
hingga 80 persen PDAM itu merugi. Itu
bagaimana? Tetapi air bersih itu meru-
pakan suatu yang sangat vital karena di
situlah sumber energi sekaligus bisa
menjadi sumber penyakit kalau kita
tidak jaga. Apalagi musim kering se-
karang ini di mana-mana orang mene-riakkan kebutuhan air. Bagaimana pe-
merintah daerah menyiapkan itu. Saya
melihat di RAPBD, daerah terlalu per-
caya PDAM. Padahal PDAM kan hanya
di ibukota kabupaten. Yang namanya
kecamatan itu tidak terurus. Makanya
kita di Bangda ini bekerja sama dengan
Care dan WASPOLA untuk memenuhi
WAWANCARA
Percik Oktober 2006 11
FOTO:DPR.GO.ID
DPR harus menyesuaikan visi daerah dengan visi nasional.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
14/56
kebutuhan air bersih itu. Penduduk
yang tinggal di luar ibukota kabupaten
itu jauh lebih banyak. Mereka memper-
oleh air dari sungai atau sumur, yang
mereka semua tidak memiliki pengeta-huan. Misalnya asin-asin sedikit minum
aja. Dia tidak tahu dalam jangka pan-
jang berbahaya bagi kesehatan.
Kalau kesadaran pemerintah
daerahnya sendiri?
Umumnya daerah itu sadar kalau air
bersih itu perlu. Karena itu mereka gan-
tungkan harapannya pada PDAM.
Cuma jangkauan PDAM itu hanya di
kota. Mestinya di APBD itu ada anggar-
an untuk air bersih di kecamatan, air
bersih di desa, dan pusat-pusat konsen-
trasi penduduk. Inilah yang merupakan
bagian dari bantuan asing yang masuk
ke kita yang membantu masyarakat
perdesaan.
Tapi kebanyakan daerah hanya
menganggarkan sangat kecil di
bidang ini, berarti belum priori-
tas?
Ya, bukan prioritas. Prioritas itu jus-
tru fisik, infrastruktur. Seolah-olah air
dapat sendiri lah. Memang mereka
minum, buktinya tidak ada yang mati
kehausan, tapi apakah air yang
diminum itu layak. Itu yang tidak dike-
tahui.
Adakah upaya pemerintah pu-
sat agar daerah memberi prioritas
untuk sektor ini?
Usaha kita adalah menjaring kerja
sama dengan negara-negara donor
karena bicara soal air minum ini ong-
kosnya mahal, tetapi menyentuh ba-nyak orang. Kita dengan Bappenas, PU,
Kesehatan, ada program WASPOLA dan
WSLIC bersama-sama mendorong me-
nyediakan air bersih. Tapi ini terbatas
sifat dan lokasinya. Kita berharap dae-
rah lain yang melihat itu kemudian
mengikuti pemikiran itu. Menurut saya,
kesadaran akan kepentingan air bersih
itu oleh banyak pemda kurang diper-
hatikan. Usaha kita memberi contoh.
WSLIC itu adalah proyek contoh bagai-
mana mengelola air bersih dan penye-
hatan lingkungan.
Berarti daerah masih memiliki
kendala keterbatasan dana?
Iya.
Bisakah daerah didorong un-
tuk mandiri?
Begini. Ini masalah persepsi. Bahwa
air minum seolah-olah mudah dipero-
leh oleh rakyat. Tahu nggak. Daerah itu
sudah pinter juga lho minum air ke-
masan. Bahkan ada bupati membuat air
kemasan itu karena dia tahu air itu tidak
cukup. Ada istri bupati yang ngurus ini,
bikin pabrik. Tapi bukan itu solusinya.
Karena rakyat itu daya belinya rendah,
air minum dan air untuk keperluan
rumah tangga itu jumlah yang dibu-
tuhkan terus menerus dan banyak,
sehingga solusinya bukan dengan air
kemasan. Penyelesaiannya harus de-
ngan menemukan sumber air dan se-
kaligus menjadikan air itu menjadi air
yang layak pakai. Itu bisa masuk melalui
program dan harus didukung oleh
APBD.
Apakah kita perlu regulasi
untuk menjaga lingkungan kita?
Itu pasti. Karena air ada hubungan-
nya lingkungan terutama hutan, maka se-
karang ini kencang sekali rambu-rambu-nya. Bukan lagi perlu, sekarang sudah main.
Terutama untuk pembabatan hutan, itu
sudah kencang kita larang. Di lain pihak,
kebutuhan akan kayu tinggi sekali. Dan
kita tidak menyiapkan semacam alternatif,
kalau bukan kayu apa? Sekarang saya di
Bangda sedang memikirkan menyusun
kebijakan bahwa jangan lagi pakai kayu.
Solusinya adalah kalau untuk kepentingan
pembangunan fisik maka dengan baja
ringan. Saya gubernur di Sulawesi Barat,
dan itu sudah mulai berlaku di sana. Tidak
ada lagi bangunan yang menggunakan
kayu. Harus pakai baja ringan. Padahal di
sana banyak kayu. Kalau mau ambil ting-
gal potong, tapi itu mengganggu ringan.
Harus ada kebijakan. Kalau tidak orang
akan tetap butuh kayu meskipun dilarang,
maka lahirlah illegal logging. Sementara
kalau baja ringan belum banyak rakyat
yang familiar dengan itu. Padahal itu
sekaligus antigempa dan antirayap. Maka
dalam rangka penyelamatan air, salah satu
upayanya adalah perlindungan hutan.
Hutan memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam siklus hidrologi. MJ
WAWANCARA
Percik Oktober 2006 12
FOTO:DPR.GO.ID
Penebangan hutan tak terkendali mengganggu kelestarian sumber air.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
15/56
Tragedi sampah terus menggela-
yuti dunia persampahan Indo-
nesia. Tahun lalu, puluhan
orang meninggal akibat tertimbun sam-
pah di Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Leuawigajah yang longsor. Tepat
8 September dinihari lalu, giliran trage-
di itu menimpa para pemulung yang se-
dang mengais rezeki di TPA Bantar Ge-
bang, Bekasi. Lima orang meninggal du-
nia dan beberapa orang terluka.
Kedua tragedi itu berbeda modus-
nya. Di Leuwigajah, hamparan sampah
longsor dan menimpa permukiman
penduduk yang lokasinya lebih rendah
dari TPA itu (TPA berada di bukit). Se-
dangkan di Bantar Gebang, sampah
mengubur para pemulung yang berada
di gundukan sampah yang tingginya
mencapai hampir 20 meter.
Beberapa kalangan menuding pe-
ngelola TPA Bantar Gebang, PT Patriot
Bangkit Bekasi (PBB). Perusahaan yang
dikontrak oleh Pemda DKI itu dianggap
tidak profesional dalam menangani
sampah di areal seluas 108 hektar terse-
but. Perusahaan itu dianggap menga-
baikan Prosedur Standar Operasi (SOP)
yang telah ditetapkan. Seharusnya sam-
pah dikelola dengan sistem sanitary
landfill, tapi fakta di lapangan menun-
jukkan perusahaan itu menggunakan
sistem open dumping. Sedangkan Gu-
bernur DKI Jakarta, Sutiyoso, justrumenyalahkan para pemulung yang di-
anggap telah memasuki daerah ber-
bahaya di zone pembuangan sampah
itu. Kecam-mengencam pun terus ber-
langsung. Hingga saat ini belum ada so-
lusi yang tepat untuk menanganinya.
Lepas dari itu, TPA Bantar Gebang
yang terbagi dalam lima zone ini me-
mang telah syarat beban. Berdasarkan
perjanjian sebelumnya, TPA yang mulai
beroperasi tahun 1992 itu seharusnya
ditutup pada Desember 2003. Namun
rencana itu tak terjadi. Penggunaan
TPA itu diperpanjang atas kesimpulan
dan rekomendasi konsultan indepen-
den. Evaluasi Pemantauan oleh konsul-
tan independen-kerja sama Dinas Ke-
bersihan DKI Jakarta, Pusat Penelitian
Sumberdaya Manusia dan Lingkungan
Hidup Universitas Indonesia dan Pusat
Studi Pembangunan dan Lingkungan
Universitas Islam "45" Bekasi-menyata-
kan, ''Dengan asumsi volume yang ma-
suk di TPA Bantar Gebang sesuai de-
ngan kondisi tahun 2003 (20.000
m3/hari) serta berkurang karena diba-
ngunnya TPA di tempat lain serta
mengacu pada data Dinas Kebersihan
tahun 2003 (14.000 m3/hari); di mana
pengurangan volume sampah di TPA ju-
ga terjadi karena proses penguraian
sampah dan juga karena pemadatan (50
persen) serta direduksi oleh pemulung
(10 persen). Berdasarkan ketinggian
sampah pada tahun 2003 untuk variasi
ketinggian perencanaan sebesar 12 dan
15 meter, maka TPA Bantar Gebang ma-
sih memiliki kapasitas penampungan
untuk 417-1.015 hari."
Di sisi lain, Dinas Kebersihan DKI
Jakarta pun tak bisa melepas begitu saja
TPA tersebut. Pasalnya DKI belum me-
miliki TPA alternatif. Rencana DKI
membangun Tempat Pembuangan
Sampah Terpadu (TPST) Bojong, Keca-
matan Kalapanunggal, Kabupaten Bo-
gor yang menerapkan teknologi tinggi
pun kandas karena penolakan oleh ma-
syarakat. Mau tidak mau, TPA Bantar
Gebang masih jadi tumpuan. DKI tentu
tak ingin terjadi tragedi sampah seperti
di Kota Bandung karena ketiadaan TPA.
TEROPONG
Percik Oktober 2006 13
Simalakama
BANTAR GEBANG
FOTO:BAGONG S
Pemulung berebut sampah di sekitar alat berat.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
16/56
Sempat tersiar kabar, TPA itu akan
diperluas. Ada tanah seluas 2,3 hektar
di TPA tersebut yang bisa digunakan.
Namun rencana itu terganjal. Banyak
makelar yang bergentayangan sehinggaharga tanah menjadi sangat mahal dan
jauh dari harga NJOP (nilai jual objek
pajak). Kalaupun TPA ini dimekarkan,
kapasitasnya tetap tidak mencukupi un-
tuk menampung sampah yang datang
setiap hari 6.000 ton ke areal itu.
Pusat Pengkajian dan Pengembang-
an Teknologi Lingkungan BPPT pernah
melakukan penelitian mengenai ke-
mungkinan rehabilitasi TPA Bantar Ge-
bang tahun 2004. Berdasarkan kajian,
TPA tersebut masih dapat direhabilitasi
sehingga dapat digunakan menjadi TPA
yang ramah lingkungan dan dapat digu-
nakan secara berulang atau terus
menerus. Sedangkan kandungan bahan
organik yang ada di bawah tumpukan
sampah di TPA dapat ditambang dan
digunakan untuk reklamasi lahan kritis
atau bekas pertambangan.
Hingga saat ini belum ada tindakan
yang konkret untuk menangani TPA
Bantar Gebang. Semua berjalan seperti
biasa saja, kendati korban jiwa telah ja-
tuh. ''Ini semua terjadi karena TPA Ban-
tar Gebang menjadi ajang untuk men-
cari uang. Semua saling berebut untuk
mencari uang di sini,'' kata Bagong Su-
yoto, Ketua Koalisi LSM untuk Per-
sampahan Nasional. Ia menceritakan,
ada bau politik di TPA terbesar ini. Par-
tai-partai besar yang ikut menentukan
keberlangsungannya. Belum lagi, pre-
manisme pun tak kalah ganasnya.
Bagong yang pernah menjadi Koor-
dinator Pokja Penanganan TPA Bantar
Gebang ini mengungkapkan praktek po-litik uang ini pulalah yang menjadikan
pengelolaan TPA tidak beres. ''Manaje-
men fee yang kini besarnya 120 ribu
rupiah per ton, diperas sana peras sini.
Pokoknya semua minta jatah. Akibat-
nya, uang yang seharusnya digunakan
untuk mengelola persampahan ini habis
untuk kegiatan non teknis. Operasi TPA
ini sangat sarat dengan premanisme
dan KKN,'' jelasnya.
Menurutnya, penunjukan PT PBB
pun tak lepas dari unsur itu. Perusa-
haan ini seharusnya habis masa kon-
traknya Juli 2006. Eh ternyata diper-
panjang lagi dua kali enam bulan.
Padahal sejauh ini PT PBB kualifikasi-
nya belum diketahui. Modalnya pun tak
jelas, punya atau tidak. PBB juga tidak
menggunakan teknologi tinggi apapun.
Dan kalau bicara SDM-nya, tak ada
yang tahu, apakah perusahaan itu me-
miliki para ahli di bidang persampahan.
Bagong heran mengapa perusahaan se-
perti ini ditunjuk untuk mengelola TPA
Bantar Gebang. ''Apakah DKI tidak me-
miliki partner yang lebih baik?'' katanya
seraya menambahkan telah terjadi KKN
dalam penunjukan tersebut.
Selain itu, lanjutnya, sampai seka-
rang tidak ada perjanjian tripartit yang
melibatkan Pemda DKI, Pemkot Bekasi,
dan pihak swasta. Yang ada hanya per-
janjian antara DKI dan Kota Bekasi saja.
Mata rantai yang tidak jelas ini pulalah
yang menyebabkan pengelolaan sam-pah di Bantar Gebang menjadi seperti
sekarang.
Bagong mengusulkan, sudah saat-
nya DKI meminta dukungan pemerin-
tah pusat seperti BPPT, Departemen Pe-
kerjaan Umum, Kementerian Lingkung-
an Hidup, dan Bappenas untuk ikut
membantu TPA Bantar Gebang. Menu-
rutnya, perlu ada minning (pengerukan)
di TPA ini yang hasilnya bisa digunakan
untuk pupuk tanaman keras misalnya.
Untuk jangka panjang, ia menya-
rankan DKI harus menerapkan prinsip3 R (reduce, reuse, dan recycle) sejak di
sumber sampah. Selain itu pengom-
posan pun bisa dilakukan di sumber-
sumber sampah. Ini penting mengingat
44,63 persen sampah DKI merupakan
sampah organik. ''Kalau ini berjalan,
maka TPA hanya tinggal menerima
sisanya. Dan itu tinggal sedikit,'' kata
Bagong.
Pada kesempatan lain Kepala Dinas
Kebersihan DKI Jakarta, Rama Budi
menyatakan persoalan penanganan
sampah tidak hanya masalah teknis be-
laka. Justru masalah non teknis yang le-
bih besar. Pihaknya sendiri telah mem-
pertimbangkan umur teknis TPA Bantar
Gebang yang hampir habis. Maka DKI
telah mengkaji ulangMaster Plan Penge-
lolaan Sampah Padat yang disusun oleh
JICA tahun 1987. Dari hasil kajian yang
selesai tahun 2005 itu diperoleh ren-
cana aksi Pengelolaan Sampah DKI
Jakarta 10 tahun ke depan (2005-2015).
Action plan itu telah disesuaikan
dengan berbagai aspek sesuai perkem-
bangan permasalahan sampah yang
berkembang baik aspek institusi, hu-
kum, dan financial. Pendekatan dan
strategi itu antara lain mengurangi dan
memanfaatkan sampah sebanyak
mungkin di sumber sebelum dibuang ke
TPA; pemilahan; pembangunan fasilitas
pengolah sampah di berbagai lokasi dan
zonasi penanganan sampah; aplikasi
teknologi tinggi; penanganan sampah
B3 secara khusus; membuka peluang
kerja sama regional dan swasta; danperubahan paradigma masyarakat bah-
wa sampah bisa menjadi sumber daya
yang ekonomis. Strategi ini memasuk-
kan konsep desentralisasi dan penggu-
naan teknologi tinggi serta kerja sama
regional. Kalau ini berjalan, beban TPA
Bantar Gebang bisa berkurang. Perta-
nyaannya, kapan? MJ
TEROPONG
Percik Oktober 2006 14
Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi
Lingkungan BPPT pernah
melakukan penelitian mengenaikemungkinan rehabilitasi
TPA Bantar Gebang tahun 2004.
Berdasarkan kajian, TPA tersebut
masih dapat direhabilitasi
sehingga dapat digunakan
menjadi TPA yang ramah
lingkungan.
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
17/56
Tragedi sampah longsor tempat
pembuangan akhir (TPA) Ban-
tar Gebang milik DKI Jakarta
pada Jumat, 8 September 2006 mene-
lan 5 jiwa dan 3 luka-luka merupakan
indikasi buruknya pengelolaan sampah.
Selama dua bulan terakhir terjadi empat
kali sampah longsor di TPA itu. Namun
pengelola tidak belajar dari sejarah hi-
tam tersebut. Kebiasaan masa lalu terus
berlangsung.
Tidak mudah mengubah suatu sis-
tem dan kultur yang telah berjalan pu-
luhan tahun dalam pengelolaan sampah
di DKI Jakarta dan Indonesia pada umum-
nya. Pendekatan yang ditempuh DKI
menekankan pada top-down policy, ha-
nya pemerintah yang mengurusi sam-
pah dengan manajemen tertutup. Pen-
dekatan masa lalu tersebut menimbul-
kan berbagai masalah.
Basis pengelolaan sampah di Jakar-
ta adalah master plan 1987-2005 yang
disusun JICA, yang meliputi (1) pe-
ngumpulan (colletion) seperti: pelayan-
an door to door, sistem LPS (gerobak
sampah), penyapuan (street sweeper);
(2) pengangkutan (SPA besar 2 buah,
SPA kecil 13 buah); (3) Pengangkutan
dengan kontainer dan kompaktor; (4)
Pembuangan akhir (disposal site) di
belahan timur di TPA Bantar Gebang
dan belahan Barat di Ciangir, Tange-
rang. Sayangnya sampai sekarang calon
TPA Ciangir tidak bisa dioperasikan ka-
rena penolakan warga.Sistem kumpul - angkut - buang me-
rupakan sistem konvensional, yang ha-
nya memindahkan masalah. Sampah
Jakarta dibuang ke TPA Bantar Gebang
dan terus menggunung. Dari 5 zona
TPA Bantar Gebang, pada Juli 2006 se-
muanya sudah penuh, yang semestinya
TPA ditutup pada akhir Desember 2003
lalu. Lebih dari 27.966 m atau 6.000
ton/hari sampah dibuang ke TPA Ban-
tar Gebang, terdiri dari 55,37% sampah
organik dan 44,63% non-organik. Sam-
pah itu dihasilkan oleh lebih 10 juta
penduduk Jakarta.
Setelah Ciangir gagal, untuk meng-
atasi kejenuhan TPA Bantar Gebang,
Pemda DKI Jakarta membangun TPST
Bojong Kalapanunggal-Bogor, dirintis
awal 2001. Namun, TPST Bojong dito-
lak warga sekitar. Berbagai alasan peno-
lakan muncul mulai dari mulai keboho-
ngan publik hingga penempatannya ti-
dak sesuai dengan tata ruang (RTRW).
Sementara itu pihak pengelola, menya-
takan TPST tersebut menggunakan tek-
nologi pengolah sampah (balla press)
paling modern di Indonesia, yang dapat
menyerap 1.500 ton/hari sampah dari
Jakarta.
Sekarang ini TPA Bantar Gebang
menjadi satu-satunya tumpuan DKI Ja-
karta, paling tidak untuk 2-3 tahun ke
depan. Masalahnya, TPA Bantar Ge-
bang dikelola tanpa memperhatikan
standar baku (teknis), akibatnya me-
nimbulkan pencemaran lingkungan
(udara, tanah dan air). Seperti leachet
yang tak tertampung oleh IPAS meng-
alir hingga 15 km melewati Kali Asem,
Kali Pedurenan, Perumahan Regency,
Dukuh Zamrud/Kota Legenda, Duta
Harapan, dan seterusnya. Leachet itu
telah mencemari sawah-sawah petani
akibatnya produktivitas padi turun
drastis setiap tahun. Pencemaran itu
bertambah ketika TPA Sumur Batu mu-
lai dioperasikan pada Juni 2003, di-
mana pengelolaannya lebih buruk lagi.
Pencemaran air tersebut berpenga-
TEROPONG
Percik Oktober 2006
Review Master Plan
Pengelolaan Sampah DKI Jakarta
GRAFIK TIMBULAN SAMPAH DI DKI JAKARTA TAHUN 2005(6.000 ton/Hari)
Pemukiman
Pasar
Sekolah
Perkantoran
Industri
Lain-lain
Pemukiman3.178 (52.97%)
Pasar240 (4%)
Sekolah319 (5.32%)
Perkantoran1.641 (27.35%)
Industri538 (8.97%)
Lain-lain84 (1.4%)
Jakarta Pusat : 5.280 m3
Jakarta Utara : 4.408 m3
Jakarta Barat : 6.000 m3
Jakarta Selatan : 6.218 m3
Jakarta Timur : 6.060 m3
Jumlah : 27.966 m3
1. Organik : 55,37 %
2. An Organik. : 44,63 %
2.1. Kertas : 20,57 %
2.2. Plastik : 13,25 %
2.3. Kayu : 0,07 %
2.4. Kain/Trkstil : 0,61 %
2.5. Karet/Kul it T iruan : 0,19 %
2.6. Logam/Metal : 1,06 %
2.7. Gelas/Kaca : 1,91 %
2.8. Sampah Bongkaran : 0,81 %
2.9. Sampah B3 : 1,52 %
2.10 Lain-lain (batu,pasir,dll) : 4,65 %
KOMPOSISI SAMPAH
VOLUME SAMPAH :
Sumber : WJEMP 2005
Oleh: Bagong Suyoto*
15
Timbunan Sampah di DKI Jakarta tahun 2005(6.000 ton/hari)
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
18/56
ruh langsung pada kualitas air sumur
penduduk, yang kini tidak layak minum.
Penduduk hanya mengandalkan air
mineral dan sumur artesis. Sayangnya
operasi sumur artesis tidak menjangkau
seluruh penduduk sekitar TPA, yaituCikiwul, Ciketing Udik, dan Sumur Ba-
tu, Kec. Bantar Gebang, dan Desa Ta-
man Rahaya, Kec. Setu. Air sumur war-
ga sudah tercemar tinja (e-coli) dan lo-
gam berat. Pada umumnya sampah
yang dibuang ke TPA bercampur-baur
antara organik, non-organik dan sampah
yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun (B3) skala rumah tangga.
Yang lebih sengsara adalah pemulung,
mereka menggunakan air minum dan
keperluan sehari-hari dengan air se-
adanya dan tercemar.
Persoalan lain tentu berdampak pa-
da kesehatan masyarakat. Berbagai pe-
nyakit menyerang seperti ISPA, alergi
kulit, radang paru-paru, asma, anemia,
dan lain-lain. Gangguan kesehatan itu
disebabkan oleh asap dari pembakaran
sampah, tebaran debu sampah, bau bu-
suk yang terbawa angin dan sebagainya.
Masalah lainnya akibat pengelolaan
TPA yang buruk adalah semakin be-
sarnya konflik sosial (vertikal dan hori-
zontal), praktek KKN, premanisme dan
vandalisme. Berbagai kepentingan
muncul di sini mulai dari Pemda DKI,
Pemkot Bakasi, DPRD, Parpol, Ormas,
LSM, pelapak, pemulung, hingga warga
yang tinggal di sekitar TPA. Hal ini
semakin tampak dan panas ketika MoU
pemanfaatan TPA Bantar Gebang akanberakhir tiap tahun. Sampah pada
akhirnya terjerembab dalam aras poli-
tik, inilah yang dipahami sampah seba-
gai komoditas politik. Pengelolaan sam-
pah yang buruk akan menjadi gudang
pemerasan, apalagi TPA itu di tempat
orang lain.
Review Master Plan
Untuk mengatasi berbagai perma-
salahan yang menyelimuti pengelolaan
sampah Jakarta maka dilakukan review
master plan 1987. Review 10 tahun ke
depan (2005-2015) yang dimaksud
adalah Solid Waste Management for
Jakarta: Master Plan Review and Pro-
gram Development, bagian dari
Western Java Enviromental Mana-
gement Project (WJEMP - IBRD Loan
4612-IND/IDA Credit 3519-IND). Ba-
gian yang sangat penting dari WJEMP
adalah Jabodetabek Waste Manage-
ment Corporation (JWMC), yaitu pem-
bentukan TPA Regional, direncanakan
di Nambo, Bogor. Belajar dari penga-
laman pengelolaan sampah selama ini
maka DKI perlu mengubah paradig-
manya, menuju era baru pengelolaan
sampah.
Sebagai ibukota negara, metropoli-
tan Jakarta dibebani oleh berbagai
masalah seperti pertambahan pen-duduk dan urbanisasi, perkembangan
aktivitas ekonomi dan pembangunan
modern. Sementara perilaku masyara-
kat yang semakin konsumtif sulit di-
tekan, termasuk pemakaian kantong/-
pembukus dari plastik yang tidak ra-
mah lingkungan. Semua berimplikasi
pada timbulan dan komposisi sampah
yang terus bertambah besar. Berpijak
dari pengalaman masa lalu dan per-
soalan yang mengikutinya, maka penge-
lolaan sampah di Jakarta sudah wak-
tunya mengandalkan teknologi canggih
yang ramah lingkungan.
Pendekatan dan strategi berdasar-
kan review master plan, yaitu tidak ter-
pusat, ramah lingkungan, multi tekno-
logi, tata regulator/operator, peran
swasta dan masyarakat, pilah sampah/3
R (reduce, reuse, dan recycle), kerja sa-
ma regional,pay as you throw. Sasaran
program untuk jangka pendek, menen-
gah dan panjang adalah (1) pengelolaan
sampah yang efektif, efesien, ramah
lingkungan dengan menggunakan tek-
nologi modern; (2) tercapainya sinergi
Pemda, swasta dan masyarakat; (3) ter-
wujudnya sampah sebagai sumber daya.
Sumber dana APBD, kemitraan, APL-2
(World Bank), grantdan peluang CDM.
Pemprop DKI akan membangun 4
TPST di wilayah indoor, yaitu Duri Ko-
sambi-Jakbar, Marunda-Jakut, Puloge-
bang-Jaktim, dan Ragunan-Jaksel. Pa-
da intinya sampah akan dikelola mulai
dari sumber (pemilahan), diangkut ke
SPA, dan disalurkan ke TPST. Sampahakan diolah menjadi kompos dan mate-
rial yang berguna, daur ulang, dan juga
akan diubah menjadi listrik (waste to
energi). Pemprop DKI sudah melaku-
kan penjajakan dan MoU dengan se-
jumlah perusahaan baik domestik mau-
pun luar negeri. Dari luar negeri dapat
disebut Kepple-Seghers, Singapura, dan
TEROPONG
Percik Oktober 2006
FOTO: BAGONG S
16
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
19/56
perusahan Kanada.
Dalam laporan Potential Project
Porfolio for Clean Development Mecha-
nism in India and Indonesia (Maret
2006) ada dua tempat yang mendapatdukungan dari Kanada, yaitu waste to
energy melalui insinerasi (Dinas Keber-
sihan DKI) di Duri Kosambi, Jakarta
Barat dan mechanical composting and
manual sorting oleh Wira Gulfindo Sa-
rana di Jakarta Utara--dua proyek pen-
gelolaan sampah yang (akan) mendapat
fasilitas CDM. Sedang di TPA Bantar
Gebang, sebuah perusahaan dari Je-
pang (Kajima) akan mengolah sampah
juga menjadi listrik. Belakangan kalang-
an GTZ German dan Bali Fokus sedang
menyusun studi kemungkiman berapa
besar proyek tersebut dapat difasilitasi
CDM. Mereka telah melakukan kunjung-
an ke Bantar Gebang pada bulan April
2006 didampingi Kementerian Ling-
kungan Hidup, Bappenas, dan Koalisi
LSM untuk Persampahan Nasional.
Kunci Utama
Berdasarkan pengalaman, secanggih
apa pun teknologi yang diterapkan un-
tuk mengolah sampah, tidak akan ber-
hasil tanpa adanya dukungan/partisipa-
si masyarakat. Masyarakat, termasuk
mereka yang tinggal di pinggiran
TPA/TPST, kaum perempuan, pemu-
lung dan sekor informal selayak diajak
menyusun desain pengelolaan sampah,
implementasi, monitoring dan review
(berkala).
Master plan akan dapat dilaksa-
nakan dengan sukses bila mengadopsi
dan mengeloborasi Rekomendasi Se-
miloka Pembahasan Rencana Aksi Pe-
ngelolaan Sampah Jakarta 2005-2015di Hotel Millenium Jakarta, 23 No-
pember 2005. Semiloka tersebut meru-
pakan kerja sama Koalisi LSM untuk
Persampahan Nasional dan Dinas
Kebersihan DKI. Tiga butir rekomen-
dasi adalah: (1) Melakukan Review To-
tal terhadap pelibatan berbagai stake-
holder dalam pengelolaan sampah di
Jakarta, juga pemberdayaan masyara-
kat dalam pengelolaan sampah, (2) Me-
lakukan kaji ulang terhadap pemilihan
lokasi tempat pembuangan akhir/ tem-
pat pengolahan sampah terpadu (TPA-/TPST) yang berdekatan dengan permu-
kiman penduduk, dan (3) Menyediakan
berbagai alternatif dan kaji ulang peng-
gunaan teknologi pengolahan sampah
di Jakarta. Hendaknya menekankan
teknologi yang ramah lingkungan, tidak
menimbulkan pemborosan sumber
alam dan sumber dana, melindungi ke-
sehatan, dan dapat mendorong pening-
katan kesejahteraan masyarakat.
Upaya ini dibarengi adanya pemi-
sahan antara regulator, operator, dan
pengawas. Tentu semuanya itu harus
tertuang dalam klausul-klausul UU Per-
sampahan, selanjutnya diturunkan da-
lam PP dan Perda.
Sejauh ini kita belum memiliki UU
Persampahan, informasi yang diterima
penulis, bahwa RUU Pengelolaan Sam-
pah masih diharmonisasi di Departe-
men Hukum dan HAM. Saat ini RUU itu
belum masuk program legislasi nasional
(Prolegnas). Demi kepentingan bersa-
ma selayaknya pembahasan itu diperce-
pat dan segera dikeluarkan amanat pre-
siden (Ampres) guna dimasukkan da-
lam Prolegnas dan segera diagenda di
DPR RI. Banyak kalangan menunggulahirnya RUU tersebut.
Berbagai persoalan sampah seperti
kasus TPA Bantar Gebang, TPST Bo-
jong, TPA Leuwigajah, kasus Bandung
lautan sampah telah menciptakan stig-
ma buruk dan merupakan bagian seja-
rah hitam pengelolaan sampah di Indo-
nesia. Kementerian Lingkungan Hidup
menduga, apa yang dialami Bandung
akan terulang di kota-kota lain. Jika su-
atu hari TPA Bantar Gebang ditutup
total, sementara Jakarta belum siap
dengan implementasi master plan maka
bahayanya akan lebih dahsyat beberapa
kali lipat dibanding kasus sampah Ban-
dung. Karena timbulan sampah Jakarta
jauh lebih banyak dibanding Bandung.
DKI harus mengambil langkah-langkah
cepat, konkrit, terencana dan kompre-
hensif untuk mengantisipasinya.
*) Ketua Koalisi LSM
Untuk Persampahan Nasional,
Ketua Dewan Daerah WALHI Jakarta
TEROPONG
Percik Oktober 2006 17
FOTO: BAGONG S
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
20/56
Abad ke-21 dimulai dengan se-
buah kondisi pembangunan
manusia yang mendasar yang
belum tertanggulangi, yaitu akses kepa-
da layanan air minum, khususnya bagi
penduduk miskin di daerah kumuh per-
kotaan. Sementara akses ke air minum
merupakan sumber daya atau modal da-
sar bagi keberlangsungan hidup. Akses
ke air minum merupakan salah satu
komponen dalam klasifikasi kemiskinan
(Howard, 2004). Kegagalan dalam pe-
nyediaan air membawa dampak ke se-
mua kelompok. Akan tetapi, yang paling
besar dampaknya adalah terhadap pen-
duduk miskin kota sehingga mereka se-
makin tidak mampu keluar dari siklus
kemiskinan.
Beberapa faktor ditengarai menjadi
penyebab minimnya akses air minum,
khususnya bagi penduduk miskin, yaitu
sebagai berikut.
Lahan yang ditempati bukan meru-
pakan miliknya yang sah.
Pada daerah perkotaan, penyedia la-
yanan air minum tidak melayani dae-
rah permukiman liar, dengan pertim-
bangan akan memberi legitimasi dan
alasan bagi penduduk untuk terus
menempati lokasi tersebut. Walau-
pun kebijakan nasional menyatakan
bahwa air minum diperuntukkan bagi
semua orang, dalam prakteknya hal
ini tidak akan terjadi pada penduduk
di permukiman liar.
Kemampuan penduduk miskin sa-ngat terbatas untuk membayar bia-
ya sambungan sekaligus di depan.
Keterbatasan kemampuan untuk
membayar biaya sambungan itu akan
berakibat bahwa penduduk miskin ti-
dak akan pernah memperoleh layan-
an air perpipaan. Harga satuan air
perpipaan jauh lebih rendah dari air
yang dijajakan keliling, tetapi biaya
sambungan air perpipaan mahal
(McIntosh, A. C, 2003).
Ketika tanggung jawab penyediaan
air minum dialihkan ke swasta, ke-
pentingan penduduk miskin bukan
menjadi perhatian.
Perusahaan penyedia layanan air mi-
num swasta tidak tertarik melayani
penduduk miskin sebab penduduk
miskin berkonsumsi rendah, mereka
tidak mampu membayar biaya pema-
sangan sekaligus di depan. Di sam-
ping itu, mereka sering berlokasi di
kawasan permukiman liar.
Bagi sebagian besar pengambil ke-
putusan, penduduk miskin dianggap
tidak mampu dan/atau tidak mau
membayar.
Penduduk miskin dianggap tidak
mampu untuk membayar. Walaupun
demikian, pada saat tertentu seperti
menjelang pemilihan umum, pendu-
duk miskin perkotaan memperoleh
perhatian berupa janji perbaikan ling-
kungan dan penyediaan air gratis.
Lokasi tempat tinggal jauh dari ja-
ringan perpipaan.
Ketika penduduk berlokasi di ka-
wasan kumuh, atau berjarak jauh dari
jaringan perpipaan, akses air minum
menjadi berkurang.
Kekurangan air dan sanitasi ber-
dampak pada kemiskinan melalui em-
pat dimensi, yaitu (i) kesehatan, (ii)
pendidikan, (iii) jender, dan (iv) penda-
patan dan konsumsi (Bosch, Hom-
mann, Sadoff dan Travers, 2000). Hal
itu selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 1.
Ketika penduduk miskin tidak mem-
peroleh akses air minum, penduduk
miskin khususnya di perkotaan me-
nanggung konsekuensinya, di antaranya
WAWASAN
Percik Oktober 2006
Pembangunan Air Minum
dan KemiskinanOleh: Oswar Mungkasa*
Kesehatan
Pendidikan
Pendapatan/
Konsumsi
- Penyakit terkait air dan sanitasi
-Malnutrisi karena diare-Berkurangnya usia harapan hidup
- Tingkat kehadiran berkurangkarena sakit, atau antri air
- Tingginya proporsi pengeluaranuntuk air
-Berkurangnya potensi penda-patan karena sakit, berkurangnyakesempatan kerja yang
memerlukan ketersediaan air.
Dimensi
Kemiskinan
Dampak Utama
Kekura-
nganAirMinum
dan
Sanitasi
Gambar 1.PENGARUH KETERSEDIAAN AIR MINUM
TERHADAP BERAGAM DIMENSI KEMISKINAN
Sumber: Bosch dkk (2000)
a.
b.
c.
d.
e.
18
-
7/31/2019 HABIS KERING DATANGLAH BANJIR. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Oktober 2
21/56
berupa (Johnstone dan Wood, 1999) (i)
meningkatnya biaya bagi yang tidak
memperoleh akses, (ii) berkurangnya
konsumsi air, dan (iii) bertambahnya
beban kesehatan dan timbulnya biayaekonomi karena hilangnya produktivi-
tas. Satu persatu akan dijelaskan beri-
kut ini.
Meningkatnya biaya bagi yang tidak
memperoleh akses.
Ketika penduduk tidak memperoleh
akses, mereka mencari alternatif lain
yang lebih mahal. Masyarakat miskin
membel
top related