gangguan yang berhubungan dengan zat
Post on 07-Aug-2015
175 Views
Preview:
TRANSCRIPT
RANGKUMAN GANGGUAN YANG BERHUBUNGAN
DENGAN ZAT PSIKOAKTIF DAN ALKOHOL
Disusun oleh:
Lamia Aisha
030.07.137
Pembimbing :
Dr. Prasetyawan, Sp.KJ
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RUMAH SAKT MARZUKI MAHDI BOGOR
PERIODE 17 DESEMBER 2012 – 19 JANUARI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
GANGGUAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN ZAT
KETERGANTUNGAN ZAT
Ketergantungan zat dibagi menjadi dua konsep, ketergantungan fisik dan
ketergantungan perilaku. Ketergantungan perilaku telah menekankan aktivitas mencari-cari
zat (subtance-seeking behaviour) dan bukti-bukti pola pengunaan patologis. Ketergantungan
fisik adalah menekankan pada efek fisik (yaitu, fisiologis) dari episode multiple penggunaan
zat.
Kriteria Diagnostik untuk ketergantungan zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai
berikut :
Suatu pola penggunaan zat maladaptif, yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang bermakna secara klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh tiga (atau lebih) hal berikut, terjadi pada setiap saar dalam periode 12 bulan yang sama.
1. Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh berikut :a. Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk mencapai
intoksikasi atau efek yang diinginkanb. Penurunan efek yang bermakna pada pemakaian berlanjut dengan jumlah yang
sama2. Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh berikut :
a. Sindom putus yang karakteristik bagi zat (lihat kriteria A dan B dari kumpulan kriteria untuk putus dari zat spesifik)
b. Zat yang sama (atau yang berhubungan erat) digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala putus
3. Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama dari yang diinginkan
4. Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaan zat
5. Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat (misalnya, mengunjungi banyak dokter atau pergi jarak jauh), menggunakan zat (misalnya, chain-smoking), atau pulih dari efeknya
6. Aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting dihentikan atau dikurangi karena pengguanaan zat
7. Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahui memiliki fisik dan psikologis yang menetap atau rekuren yang kemungkinan telah disebabkan atau di eksaserbasi oleh zat (misalnya, baru saja menggunakan kokain walaupun menyadari adanya depresi akibat kokain, atau terus minum walaupun mengetahui bahwa ulkus memburuk oleh konsumsi alkohol)
Sebutkan jika :Dengan ketergantungan fisiologis : tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, terdapat butir 1 maupun 2).
Tanpa ketergantungan fisiologis : tidak ada tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, tidak terdapat butir 1 maupun 2)
Penentu perjalanan :Remisi penuh awalRemisi parsial awalRemisi penuh bertahanRemisi parsial bertahanPada terapi agonisDalam lingkungan terkendali
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut
A. Perkembangan sindrom spesifik zat yang reversibel karena ingesti (atau pemaparan) suatu zat yang belum lama terjadi.Catatan : zat yang berbeda dapat menimbulkan sindrom yang mirip atau identik
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis yang disebabkan oleh efek zat pada sistem saraf pusat (misalnya, kenakalan, labilitas mood, gangguan kognitif, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) dan berkembangan selama atau segera setelah penggunaan zat
C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
Kriteria diagnostik untuk putus zat berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut
A. Perkembangan suatu sindrom spesifik zat karena penghentian (atau penurunan) pemakaian zat yang telah digunakan lama dan berat
B. Sindrom spesifik zat menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
C. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi umum dan tidak lebih baik diterangkan oleg gangguan mental lain
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN ALKOHOL
Efek alkohol pada otak terutama efek biokimia, efek perilaku dan efek pada tidur.
Efek perilaku yang ditimbulkan oleh penggunaan alkohol adalah pada tingkat 0,05 % alkohol
di dalam darah, pikiran, pertimbangan dan pengendalian mengendur dan seringkali terputus.
Pada konsentrasi 0,1 %, aksi motorik yang disadari biasanya menjadi dirasakan canggung.
Pada konsentrasi 0,2 % fungai seluruh daerah motorik di otak menjadi terdepresi; bagian otak
yang mengontrol perilaku emosional juga terpengaruhi. Pada konsentrasi 0,3 % seseorang
umumnya mengalami konfusi atau dapat menjadi stupor. Pada konsentrasi 0,4 sampai 0,5 %
orang berada dalam koma. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, pusat primitif di otak yang
mengontrol pernafasan dan kecepatan denyut jantung terpengaruhi dan dapat terjadi
kematian. Sedangkan efek pada tidur yang ditimbulkan oleh alkohol adalah menurunnya tidur
REM (rapid eye movement), menurunnya tidur dalam (staidum 4), dan meningkatnya
fragmentasi tidur, termasuk lebih banyaknya dan lebih lamanya episode terbangun.
Selain pada otak, alkohol juga menimbulkan efek kerusakan pada hati,
berkembangnnya esofagitis, gastritis dan ulkus lambung.
Gangguan akibat alkohol yang dapat terjadi adalah ketergantungan alkohol,
intoksikasi alkohol, putus alkoholm, delirium, demensia menetap, gangguan amnestik,
gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan psikoti dengan waham, gangguan mood,
gangguan kecemasan, disfungsi seksual, gangguan tidur dan gangguan berhubungan alkohol
yang tidak ditentukan.
INTOKSIKASI ALKOHOL
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi alkohol berdasarkan DSM IV adalah sebagai
berikut :
A. Baru saja menggunakan alkoholB. Perilaku maladaptif atau perubahan psikolgis yang bemakna secara klinis (misalnya,
perilaku seksual atau agresif yang tidak tepat, labilitas mood, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah, ingesti alkhol
C. Satu (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian alkhol :
1) Bicara cadel2) Inkoordinasi3) Gaya berjalan tidak mantap 4) Nistagmus5) Gangguan atensi atau daya ingat6) Stupor atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
Intoksikasi alkohol yang parah dapat menyebabkan koma, depresi pernafasa, dan
kematian, baik karena henti pernafasan atau karena aspirasi muntah. Hal ini berhubungan
dengan konsentrasi alkohol di dalam darah dan kadarnya di dalam otak.
PUTUS ALKOHOL
Tanda klasik dari putus alkohol adalah gemetar, walaupun spektrum gejala dapat
meluas sampai termasuk gejala psikotik dan persepsi, kejang dan gejala delirium putus
alkohol. Gemetar berkembang 6 – 8 jam setelah dihentikannya minuman, gejala psikotik dan
persepsi mulai dalam 8 – 12 jam. Kejang dalam 12 – 24 jam, dan delirium dalam 72 jam.
Gejala lain putus alkohol adalah iritabilitas umum, gejala gastrointestinal dan hiperaktivitas
otonomik simpaik, termasuk kecemasan, kesiagaan, berkeringat, kemerahan pada wajah,
midriasis, takikardia dan hipertensi ringan. Pasien biasanya sadar tetapi mudah dikagetkan.
Pada pasien putus alkohol juga bisa kejang dan delirium.
Kriteria diagnostik untuk putus alkohol berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian alkhol yang telah lama atau beratB. Dua (atau lebih) tanda berikut ini, yang berkembang dalam beberapa jam sampai
beberapa hari setelah kriteria A :1. Hiperaktivitas otonomik (misalnya, berkeringat atau kecepatan denyut nadi
lebih dari 100)2. Peningkatan tremor tangan3. Insomnia4. Mual atau muntah5. Halusinasi atau ilusi lihat, raba atau engar yang transien6. Agitasi motorik7. Kecemasan8. Kejang grand mal
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang serius secara klinis atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
Sebutkan jika :Dengan gangguan persepsi
Terapi obat untuk Intoksikasi dan Putus alkohol adalah sebagai berikut :
Masalah klinis Obat Jalur Dosis Keterangan
Gemetaran dan
agitasi ringan –
sedang
Chlordiazepoxide Oral 25–100 mg tiap 4-6
jam
Dosis awal
dapat diulangi
tiap 2 jam
sampai pasien
tenang; dosis
selanjutnya
Diazepam Oral 5–20 mg tiap 4-6 jam
harus ditentukan
secara
individual dan
titrasi
Halusinosis,
agitasi parah
Lorazepam
Chlordiazepoxide
Oral
Intravena
2-10 mg tiap 4-6 jam
0,5 mg/kg pada 12,5
mg/mnt
Berikan sampai
pasien tenang;
dosis
selanjutnya
harus ditentukan
secara
individual dan
titrasi
Kejang putus Diazepam Intravena 0,15 mg/kg pada 2,5
mg/mnt
Delirium
tremens
Lorazepam Intravena 0,1 mg/kg pada 2,0
mg/mnt
GANGGUAN PSIKOTIK AKIBAT ALKOHOL
Halusinasi yang paling sering terjadi pada gangguan psikotik akibat alkohol adalah
halusinasi auditoris, biasanya berupan suara-suara, tetapi suara tersebut sering kali tidak
terstruktur. Suara-suara tersebut karakteristiknya adalah memfitnah, mencela, atau
mengancam, teteapi ada juga suara-suara yang menyenangkan dan tidak menganggu.
Halusinasi biasanya berlangsung kurang dari 1 minggu, tetapi sering terdapat gangguan tes
realitas. Halusinasi akibat alkohol dibedakan dengan halusinasi pada skizofrenia oleh
hubungan temporal dengan putus alkohol, tidak adanya riwayat klasik skizofrenia, dan
halusinasinya singkat. Sedangkan membedakan dengan delirium akibat alkohol adalah
adanya sensorium yang jernih pada pasien,
Pengobatannya dengan pemberian benzodiazepin, nutrisi yang adekuat dan cairan jika
diperlukan. Jika regimen gagal dan pada kasus jangka panjang, antipsikotik dapat diberi
PENGOBATAN GANGGUAN AKIBAT ALKOHOL
1. Psikoterapi
2. Medikasi
Disulfiram
Menghambat secara kompetitif enzim aldehida dehidrogenase, sehingga minum
segelas pun biasanya menyebabkan reaksi toksik karena akumulasi asetaldehida di
dalam darah. Pemberian obat tidak boleh dimulai sampai 24 jam setelah minuman
terakhir pasien. Pasien harus dalam kondisi kesehatan yang baik, sangat
termotivasi dan bekerja sama. Pasien tidak boleh menggunakan alkhol selama
mengkonsumsi obat.
Psikotropika
Obat antianxietas dan antidepresan yang berfungsi untuk mengatasi gejala
kecemasan dan depresi pada pasien dengan gangguan berhubungan dengan alkohol
3. Terapi perilaku
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN AMFETAMIN
Saat ini, amfetamin yang beredar dibagi menjadi dua bagian, amfetamin klasik dan
amfetamin racikan. Amfetamin klasik yaitu dextroamphetamine (Dexedrine),
methamphetamine dan methylphenidate (Ritalin). Amfetamin adalah zat yang adiktif
meskipun tidak seadiktif kokain. Amfetamin klasik digunakan untuk meningkatkan daya
kerja dan menginduksi euforik.
Ketergantungan amfetamin dapat menyebabka penurunan cepat kemampuan
seseorang utnuk menunaikan kewajiban dan ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan
dan keluarga. Orang yang menyakahgunakan amfetamin memerlukan dosis amfetamin yang
semakin tinggi untuk mendapatkan perasaan melambung yang biasanya, dan tanda fisik
penyalahgunaan amfetamin hampir selalu timbul pada penyalahgunaan yang terus menerus.
Ganggungan berhubungan dengan amfetamin dapat berupa ketergantungan
amfetamin, penyalahgunaan amfetamin, intoksikasi amfetamin, putus amfetamin, delirium
intoksikasi amfetamin, gangguan psikotik dengan waham, gangguan psikotik dengan
halusinasi, gangguan mood, gangguan kecemasan, disfungsi seksual, gangguan tidur dan
gangguan berhubungan amfetamin yang tidak ditentukan.
GAMBARAN KLINIS
Amfetamin klasik :
Meningkatkan rasa kesehatan
Elasi
Euforia
Keramahan
Memperbaiki pemusatan
perhatian
Meningkatkan kinerja
Penurunan kelelahan
Anoreksia
Peningkatan ambang rasa
nyeri
Amfetamin Racikan
Mengaktifkan dan memberi
energi
Disorientai dan distorsi
persepsi
Rasa keakraban dengan orang
lain
Rasa nyaman pada diri
sendiri
Peningkatan kecerahan objek
EFEK MERUGIKAN
Amfetamin Klasik
Infark iokardium
Hipertensi berat
Penyakit kardiovaskular
Kolitis sistemik
Gejala neurologis : kedutan, tetani,
kejang
HIV
Hepatitis
Abses paru, Endokariditis
Kemerahan/sianosis/pucat
Demam, nyeri kepala
Takikardia, palpitasi, sesak nafas
Mual, muntah
Tremor, ataksia
Kegelisahan, insomnia, iritabilitas,
sikap permusuhan, konfusi
Kriteria diagnostik intoksikasi amfetamin menurut DSM IV adalah sebagai berikut
A. Pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan (misalnya, methylphenidate) yang belum lama terjadi
B. Perilaku maladaptif atau perubahan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya, euforia atau penumpulan afektif; perubahan sosiabilitas; kewaspadaan berlebihan; kepekaan interpersonal; kecemasan; ketegangan; atau kemarahan; perilaku stereotipik; gangguan pertimbangan; atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau segera setelah, pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan
C. Dua (atau lebih) hal berikut, berkembang selama, atau segera sesudah, pemakaian amfetamin atau zat yang berhubungan :
1. Takikardia atau bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Peninggian atau penurunan tekanan darah
4. Berkeringat atau menggigil
5. Mual atau muntah
6. Tanda-tanda penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. Konfusi, kejangm diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medik umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
Sebutkan jika :
Dengan gangguan persepsi
Kriteria diagnosis putus amfetamin berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Penghentian (atau penurunan) amfetamin (atau zat yang berhubungan) yang telah lama atau berat
B. Mood dismorfik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A :
1. Kelelahan
2. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan
3. Insomnia atau hipersomnia
4. Peningkatan nafsu makan
5. Retardasi atau agitasi psikomotor
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baij diterangkan oleh gangguan mental lain
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN KANABIS
Efek fisik yang paling sering dari kanabis adalah dilatasi pembuluh darah konjungtiva
(yaitu, mata merah) dan takikardia ringan. Pada dosis tinggi, jipotensi ortostatik daoat terjadi.
Peningkatan nafsu makan, mulut kering. Banyak laporan menyatakan bahwa penggunaan
kanabis jangka panjang berhubungan dengan atrofi serebral, kerentanan jangka kejang,
kerusakan kromosom, defek kelahiran, gangguan reaktivitas kekebalan, perubahan
konsentrasi testosteron, dan disregulasi siklus menstruasi.
Toleransi terhadap kanabis dan ketergantungan fisiologis yang terjadi tidak kuat.
Gejala putus kanabis pada manusia terbatas sampai peningkatan ringan dalam iritabilitas,
kegelisahan, insomnia, anoreksia, dan mual ringan; semua hal tersebut ditemukan hanya jika
seseorang menghentikan kanabis dosis tinggi secara mendadak.
Jika kanabis digunakan seperti rokok, efek euforik tampak dalam beberapa menit,
mencapai puncak kira-kira dalam 30 menit dan berlangsung 2-4 jam.
Gangguan yang muncul akibat penggunaan kanabis adalah ketergantungan kanabis,
penyalahgunaan kanabis, intoksikasi, delirium, gangguan psikotik dengan waham, gangguan
psikotik dengan halusinasi, gangguan kecemasan dan gangguan berhubungan kanabis yang
tidak ditentukan.
Kriteria diagnosis intoksikasi kanabis berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Pemakaian kanabis yang belum lama
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, gangguan koordinasi motorik, euforia, kecemasan, sensasi waktu menjadi lambat, gangguan pertimbangan, penarikan sosial) yang berkembang segera, atau segera setelah, pemakaian kanabis
C. Dua (atau lebih) tanda berikut berkemabang dalam pemakaian kanabis :
1. Injeksi konjungtiva
2. Peningkatan nafsu makan
3. Mulut kering
4. Takikardia
D. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
Sebutkan jika :
Dengan gangguan persepsi
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN KOKAIN
Kokain adalah zat yang paling adiktif yang serign di salah gunakan dan merupakan
zat yang paling berbahaya. Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususunya
untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorok, karena efek vasokonstriktifnya juga
membantu. Efefk farmakodinamika utama dari kokain yang berhubungan dengan efek
perilakunya adalah hambatan kompetitif re-uptake dopamin oleh reseptor dopamin. Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi dopamin di celah sinapstik dan meningkatkan aktivasi
reseptor dopamin tipe 1 (D1) dan dopamin tipe 2 (D2). Efek perilaku tersebut paling segera
dan berlangsung untuk waktu yang relatifsingkat (30-60 menit), jadi diperlukan mengulang
pemberian untuk mempertahankan efek intoksikasi. Walaupun efek perilaku berlangsung
singkat, metabolit kokain mungkin ditemukan di dalam darah dan urine selama 10 hari.
Kokain mempunyai kualitas adiktif yang kuat. Ketergantungan psikologis pada
kokain yang dapat timbul setelah pemakaian tunggal karena potensinya sebagai pendorong
positif (positive reinforce) pada perilaku. Pada pemberian berulang, toleransi dan sensitivitas
terhadap berbagai efek kokain dapat terjadi, walaupun perkembangan toleransi atau
sensitivitas tampaknya karena berbagai faktor dan tidak mudah diperkirakan.
Metode penggunaan kokain yang paling sering adalah dengn menggunakan inhalasi
bubuk yang halus ke dalam hidung (menghirup) atau tooting. Metode lainnya adalah
penyuntikan subkutan atau intravena dan mengisap seperti rokok. Penyuntikan intravena dan
menghisap seperti rokok adalah cara yang paling berbahaya.
Efek merugikan yang umum berhubungan dengan pemakaian kokain adalah kongesti
hidung, peradangan, pembengkakakn, perdarahan dan ulserasi berat pada mukosa hidung.
Pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan perforasi septum hidung, kerusakan membran
bronial dan paru-paru. Pemakaian intravena dapat menyebabkan infeksi, emboli dan
HIV/AIDS. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi adalah perkembangan distonia akut,
tics dan nyeri kepala mirip migrain. Bisa juga terjadi efek serebrovaskular, epileptik dan
jantung. Efek serebrovaskular yang paling sering adalah infark serebral non hemoragik. Efek
lainnya bisa terjadi kejang, infark miokardium, aritmia dan depresi pernafasan yang bisa
berujung pada kematian.
Gangguan yang mungkin terjadi akibat penggunaan kokain adalah ketergantungan
kokain, penyalahgunaan kokain, intoksikasi kokain, putus kokain, delirium intoksikasi
kokain, gangguan psikotik dengan waham, gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan
mood, gangguan kecemasan, disfungsi seksual, gangguan tidur dan gangguan berhubungan
koakin yang tidak ditentukan.
INTOKSIKASI KOKAIN
Kokain digunakan karena secara karakteristik kokain menyebabkan elasi, euforia,
peningkatan harga diri dan perasaan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Gejala
intoksikasi adalah agitasi, iritabilitas, gangguan pertimbangan, perilaku seksual yang impulsif
dan kemungkinan berbahaya, agresif, dan peningkatan aktivitas psikomotor menyeluruh, dan
kemungkinan gejala mania. Gejala fisik utama yang mnyertai adalah takikardia, jipertensi
dan midriasis.
Kriteria diagnosis intoksikasi kokain berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Pemakaian kokain yang belum lama
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, euforia atau penumpulan afektif, perubahan sosiabilitas, kewaspadaan berlebihan, kepekaan interpersonal, kecemasan, ketegangan, atau kemarahan, perilaku stereotipik, gangguan pertimbangan atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian kokain
C. Dua (atau lebih) tanda berikut yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian kokain
1. Takikardia atau bradikardia
2. Dilatasi pupil
3. Peninggian atau penurunan tekana darah
4. Berkeringat atau menggigil
5. Mual atau muntah
6. Tanda-tanda penurunan berat badan
7. Agitasi atau retardasi psikomotor
8. Kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. Konfusi, kejang, diskinesia, distonia atau koma
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak dapat lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
Sebutkan jika :
Dengan gangguan persepsi
PUTUS KOKAIN
Setelah menghentikan pemakaian kokain atau setelah intoksikasi akut, suatu depresi
pasca intoksikasi (crash) ditandai oleh disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan,
hipersomnolensi, dan kadang-kadang agitasi. Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang,
gejala putus kokain tersebut akan menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, seperti
yang terlihat pada ketergantungan kokain, gejala putus kokain dapat berlangsung sampai 1
minggu, biasanya mencapai puncak pada 2-4 hari. Gejala putus kokain juga dapat disertai
dengan gagasan bunuh diri.
Kriteria diagnosis putus kokain berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Penghentian (atau penurunan) pemakaian kokain yang telah lama dan berat
B. Mood disforik dan dua (atau lebih) perubahan fisiologis berikut, yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A
1. Kelelahan
2. Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan
3. Insomnia atau hipersomnia
4. Peningkatan nafsu makan
5. Retardasi atau agistasi psikomotor
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial pekerjaan, atau fungsi penting lainnya
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak dapat lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN OPIOID
Kata opiat dan opioid berasal dari kata opium, jus dari bunga opium. DSM IV
menggunakan kata opioid untuk mencakup opiat suatu preparat atau derivat dari opium, dan
guna opioid, suatu narkotik sinteteik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan
dari opium. Heroin yang secara farmakologis mirip dengan morfin, menyebabkan analgesia,
mengantuk, dan perubahan mood.
Sejumlah besar narkotik sinteteik (opioid) telah dibuat, termasuk meperidine
(Demerol), methadone (Darvon), pentazocine (Talwin) dan propocyphene (Darvon).
Metahdone ada;ah standard emas saat ini untuk mengobati ketergantungan opioid. Antagonis
opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid, dan obat
kelas tersebut adalah naloxone (Narcan), naltrexone (Trexan), nalorphine, levallorphan dan
apomorphine.
Opiat atau opioid dapat digunakan peroral, dihirup intranasal, dintunikan intravena
atau disuntikan subkutan. Opiat atau opioid adalah adiktif secara subjektif karena euforik
yang tinggi (“rush”) yang dialami oeleh pemakaian opiat dan opioid, khususnya mereka yang
menggunakan secara intravena. Gejala penyerta adalah perasaan hangat, rasa berat pada
anggota gerak, mulut kering, wajah gatal dan kemerahan pada wajah. Eufroia awal diikuti
oleh suatu periode sedasi, dikenal dengan istilah jalanan sebagai “nodding off”. Untuk orang
yang awam, dapat menyebabkan disforia, mual dan muntah. Efek fisik dari opiat dan opioid
adalah depresi pernafasan, konstriksi pupil, konstraksi otot polos (termasuk ureter dan saluran
empedu), konstipasi, dan perubahan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, dan temperatur
tubuh. Efek depresan pernafasan diperantai pada tingkat batang otak dan aditif terhadap efek
pheneothiazine dan monoaminr oxidase inhibitors. Efek merugikan yang paling sering adalah
transmisi hepatitis dan HIV/AIDS.
Gejala overdosis dari opioid adalah hilangnya responsivitas yang nyata, koma,
pernafasan lambat, hipotermia, hipotensi dan bradikardia. Trias klinisnya berupa koma, pupil
yang kecil dan depresi pernafasan. Dapat terjadi kematian karena efek depresi pernafasan.
Gangguan yang mugkin timbul akibat penggunaan opioid adalah gangguan akibat
opioid, intoksikasi opioid, putus opioid, deliriummintoksikasi opioid, gangguan psikotik
dengan waham, gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan mood, disfungsi seksual,
gangguan tidur dan gangguan berhubungan opioid yang tidak ditentukan.
INTOKSIKASI OPIOID
Beberapa tanda intoksikasi opioid adalah perubahan mood, retardasi psikomotor,
mengantuk,bicara cadel (slurred speech), dan gangguan daya ingat dan perhatian.
Kriteria diagnosis intoksikasi opioid berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Pemakaian opioid yang belum lama
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang ebrmakna secara klinis (misalnya, euforia awal diikuti oleh apati,, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelag, epmakaian opioid
C. Konstriksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat) dan satu 9atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian opioid
D. Gejala tidak karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
Sebutkan jika :
Dengan gangguan persepsi
PUTUS OPIOID
Gejala putus opioid berupa kram otot parah, nyeri tulang, diare berat, kram abdomen,
rinorea, lakrimasi, piloreksi, demam, dilatasi pupil, hipertensi, takikardia dan disregulasi
temperatur termasuk hipertermia dan hipotermia. Gambaran penyerta putus opioid adalah
kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor, kelemahan, mual dan muntah.
Morfin dan heroin
Gejala di mulai 6 – 8 jam setelah dosis terakhir, biasanya setelah suatu periode 1 – 2
minggu pemakaian kontinu atau pemberian antagonis narkotik. Mecapai puncak
intensitasnya selama hari kedua dan ketiga dan menghilang selama 7 – 10 hari
setelahnya. Gejala bisa menetap selama 6 bulan atau lebih.
Meperidine
Sindrom putus zat dimulai dengan cepat, mencapai puncak 8 – 12 jam dan selesai
dalam 4 – 5 hari.
Metadon
Biasanya dimulai 1-3 hari setelah dosis terakhir dan selesai 10 – 14 hari.
Kriteria diagnosis putus opioid berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :
A. Salah satu berikut ini
B. Tiga (atau lebih) berikut ini, yang berkembang dalam beberapa menit sampai beberapa hari setelah kriteria A
1. Penghentian (atau penurunan) pemakaian opioid yang telah lama dan berat (beberapa minggu atau lebih)
2. Pemberian antagonis opioid setelah suatu periode pemakaian opioid
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang ebrmakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting lain
1. Mood dismorfik
2. Mual atau muntah
3. Nyeri otot
4. Lakrimasi atau rinorea
5. Dilatasi pupil, piloereksi atau berkeringat
6. Diare
7. Menguap
8. Demam
9. Insomnia
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik di terangkan oleh gangguan mental lain
METADON
Metadon adalah suatu narkotik sintetik (suatu opioid) yang menggantikan heroin dan
dapat digunakan peroral. Obat ini diberikan pada pasien kecanduan untuk menggantikan zat
yang biasanya disalahgunakannya, dan obat ini menekan gejala putus zat. Dosis 20 – 80 mg
perhari sudah cukup menstabilkan seorang pasien. Lama kerja metadon melebihi 24 jam, jadi
dosis sekali sehari cukup adekuat.
Keuntungan penggunaan metadon adalah menunrunkan kemungkinan penularan
HIV/AIDS melalui penggunaan jarum yang terkontaminasi, metadon menyebabkan euforia
yang minimal dan jarang menyebabkan mengantuk atau depresi jika digunakan untuk jangka
waktu yang lama. Metadon juga memungkinkan pasien mengikuti pekerjaan yang
bermanfaat, bukannya aktivitas kriminal. Akan tetapi, kerugian utama metadon adalah pasien
tetap tergantung pada narkotik.
WANITA HAMIL DENGAN KETERGANTUNGAN OPIOID
Adiksi neonatal adalah suatu masalah yang penting. Putus opioid berbahay bagi
janinbdan dapat menyebabkan keguguran atau kematian janin. Penggunaan metadon dosis
kecil (10-40 mg perhari) merupakan cara yang paling tidak berbahaya untuk mempertahan
ibu hamil dengan ketergantungan opioid. Jika kehamilan dimulai saat wanita menggunakan
dosis tinggi metadon, dosis harus diturunkan perlahan-lahan dan pergerakan janin harus
dimonitor. Risiko utama lainnya wanita hamil dengan ketergantungan opioid adalah
HIV/AIDS yang dapat ditularkan ke janin melalui sirkulasi plasenta dan melalui air susu ibu.
GANGGUAN BERHUBUNGAN DENGAN HALUSINOGEN
Halusinogen disebut sebagai psikedelik atau psikotomimetik, karena disamping
menyebabkan halusinasi, obat tersebut menyebabkan hilangnya kontak dengan realitas dan
suatu peluasan dan peninggian kesadaran. Menurut FDA (Food and Drugs Administration),
obat tersebut tidak memiliki penggunaan medis dan memiliki kemungkinan penyalahgunaan
yang besar. Halusinogen alami klasik adalah psilocybin (dari semacam jamur) dan mescalin
(dari kaktus peyote). Halusinogen sintetik klasik adalah lysergic acid diethylamide (LSD).
Efek utama dari LSD adalah pada sistem serotonergik. Toleransi pemakaian LSD dan
jenis halusinogen lain sangat cepat dan hampir lengkap setelah 3-4 hari pemakaian kontinu.
Toleransi juga pulih dengan cepat, biasanya dalam 4-7 hari. Tidak ada ketergantungan fisik
pada halusinogen, dan tidak ada gejala putus halusinogen. Tetapi suatu ketergantungan
psikologis dapat terjadi pada pengalaman yang menginduk tilikan dimana pemakai mungkin
menghubungkannya dengan episode pemakaian halusinogen.
Gangguan yang mungkin timbul akibat penggunaan halusinogen adalah
ketergantungan halusinogen, peyalahgunaan halusinogen, gangguan akibat halusinogen,
intoksikasi, gangguan persepsi menetap (flashback), delirium intoksikasi halusinogen,
gangguan psikotik dengan waham, gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan mood,
gangguan kecemasan dan gangguan berhubungan halusinogen yng tidak ditentukan.
INTOKSIKASI HALUSINOGEN
Intoksikasi dengan halusinogen didefinisikan sebagai gangguan yang ditandai dengan
perilaku maladaptif dan perubahan persepsi dan oleh tanda fisiologis tertentu. Diagnosis
banding untuk intoksikasi halusinogen adalah intoksikasi antikolonergik dan amfetamin dan
putus alkohol. Pengobatan yang dipilih untuk intoksikasi halusinogen adalah menenangkan
pasien. Pada kasus yang berat dapat digunakan antagonis dopaminergik.
Kriteria diagnosis intoksikasi halusinogen menurut DSM IV adalah sebagai berikut
A. Pemakaian halusinogen yang belum lama
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, kecemasan atau depresi yang nyata, ideas of reference, ketakutan kehilangan pikiran, ide paranoid, gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian halusinogen
C. Perubahan persepsi yang terjadi dalam keadaan terjaga penuh dan sadar (misalnya, penguatan persepsi subjektif depersonalisasi, derealisasi, ilusi, halusinasi , sinestesia) yang berkembang selam, atau segera setelah, pemakaian halusinogen
D. Dua (atau lebih) tanda berikut,yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian halusinogen
1. Dilatasi pupil
2. Takikardia
3. Berkeringat
4. Palpitasi
5. Pandangan kabur
6. Tremor
7. inkoordinasi
E. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain
GANGGUAN PERSEPSI MENETAP HALUSINOGEN
Setelah suatu jarak waktu dari ingesti halusinogen, seseorang dapat mengalami suatu
kilas balik (flashback) berupa gejala halusinogenik. Kilas balik adalah rekurensi pengalaman
akibat zat yang spontan dan sementara. Sebagian besar kilas balik berupa episode distorsi
visual, halusinasi geometrik, halusinasi suara atau buny, persepsi palsu adanya pergerakan
dalam lapangan perifer, kilasan warna, deretan bayangan dari benda yang bergerak,
“positives afterimages” dan halo, makropsia, mikropsia, perpanjangan waktu, gejala fisik,
atau hidupnya kembali emosi yang kuat. Episode biasanya berlangsung beberapa detik
sampai beberapa menit.
Diagnosis banding untuk kilas balik ini adalah migrain, kejang, kelainan sistem
visual, dan gangguan stress pasca traumatis.
Kriteria diagnosis gangguan persepsi menetap karena halusinogen berdasarkan DSM IV
adalah sebagai berikut :
A. Pengalaman kembali, setelah penghentian pemakaian halusinogen, satu atau lebih gejala persepsi yang dialami saat terintoksikasi halusinogen (misalnya, halusinasi geometrik, persepsi palsu adanya pergerakan pada lapang pandang tepi, kilasan warna, penguatan warna, urutan citra objek yang bergerak, bayangan (afterimage) positif, halo disekitar benda-benda, makropsia dan mikropsia)
B. Gejala dalam kriteria A menyebabkan penceritaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Gejala bukan karena suatu kondisi medis umum (misalnya, lesi anatomik dan infeksi otak, epilepsi visual) dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain (misalnya, delirium, dementia, skizofrenia) atau halusinasi hipnopompik.
A. Pemakaian nikotin setiap hari selama sekurangnya beberapa minggu
B. Penghentian pemakaian niktoin secara tiba-tiba, atau pengurangan jumlah nikotin yang digunakan, diikuti oleh sekurangnya empat tanda berikut dalam 24 jam
1. Mood disforik atau depresi
2. Insomnia
3. Iritabilitas, frustasi, atau rasa marah
4. Kecemasan
5. Sulit berkonsentrasi
6. Gelisah
7. Penurunan denyut jantung
8. Peningkatan nafsu makan dan penambahan berat badan
C. Gejala dalam kriteria B menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting yang lain.
D. Gangguan bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan medik lain
Didalam DSM IV gangguan berhubungan dengan inhalan memasukkan sindrom
psikiatrik yang disebabkan oleh penggunaan pelarut, lem, perekat, bahan pembakar aerosol,
pengencer cat dan bahan bakar. Contoh spesifik dari zat tersebut adalah bensin, penghilang
vernis, cairan pemantik api, lem pesawat terbang, semen karet, cairan pembersih, cat semprot,
semir sepatu dan cairan koreksi mesin tik. Senyawa yang aktif di dalam inhalan tersebut
adalah toluene, acetone, benzne, trichloroethane dan hidrokarbon berhalogen.
Kerja umum inhalan adalah sebagai depresan sistem saraf pusat. Toleransi terhadap
inhalan tidak terjadi. Gejala pemutusan inhalan sangta ringan, dan tidak di klasifikasikan
sebagai gangguan menurut DSM IV.
Inhalan sangat cepat diserap oleh paru-paru dan cepat dikirim ke otak. Efeknya
tampak dalam 5 menit dan dapat berlangsung selama 30 menit samapi beberapa jam
tergantung jenis obat dn dosisinya. Inhalan dapat terdeteksi di dalam darah selama 4-10 jam
setelah penggunaannya.
Dalam dosis awal yang kecil, inhalan dapat menginhibisi dan menyebabkan perasaan
euforia, kegembiraan dan sensasi mengambang yang menyenangkan. Gejla psikologis pad
dosis tinggi yang mungin muncul adalah rasa ketakutan, ilusi sensorik, halusinasi auditoris
dan visual, dan distorsi ukuran tubuh. Gejala neurologis berupa bicara yang tidak jelas,
penurunan kecepatan bicara dan ataksia. Penggunaan dalam periode lama dapat disertai
dengan iritabilitas, labilitas emosi dan gangguan ingatan.
Efek merugikan yang dapat terjadi adalah depresi pernafasan, aritmia jantung,
asfiksia, aspirasi muntah, kecelakaan atau cedera yang dapat berujung pada kematian. Inhalan
dapat juga menyebabkan kerusakan hati dan ginjal yang irreversibel dan kerusakan otot
permanen yang disertai dengan rabdomiolisis.
Gangguan yangdapat muncul akibat penggunaan inhalan adalah ketergantugn inhalan,
penyalahgunaan inhalan, gangguan akibat inhalan, intoksikasi inhalan, delirium intoksikasi
inhalan, gangguan psikotik dengan halusinasi, gangguan psikotik dengan waham, gangguan
mood, gangguan kecemasan dan gangguan akibat inhalan yang tidak ditentukan.
INTOKSIKASI INHALAN
Keadaan intoksikasi sering kali ditandai dengan apati, penurunan fungsi sosial dan
pekerjaan, gangguan pertimbangan dan perilaku impulsif dan agresif. Sering kali disertai
dengan mual, anoreksia, nistagmus, penurunan refleks dan diplopia. Status neurologis
pemakai dapat berkembang menjadi stupor dan tidak sadar pada dosis tinggi dan pemaparan
yang lama. Dokter seringali dapat mengindentifikasi pemakai inhalan baru oleh adanya
bercak kemerahan di sekitar hidung dan mulut pasien, bau napas yang tidak biasa, residu zat
inhalan pada wajah, tangan dan pakaian pasien, iritasi pada mata, tenggorok, paru-paru dan
hidung pasien.
Kriteria diagnostik untuk intoksikasi inhalan menurut DSM IV adalah sebagai berikut
A. Pemakaian inhalan volatil yang disengaja dan belum lama atau pemaparan dengan inhalan violatil jangka pendek dan dosis tinggi (termasuk gas anastetik dan vasodilator kerja singkat)
B. Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis (misalnya, kenakalan, penyerangan, apati, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian atau pemaparan dengan inhalan violatil
C. Dua (atau lebih) tanda berikut, yang berkembang selama, atau segera setelah, pemakaian atau pemaparan dengan inhalan
1. Pusing
2. Nistagmus
3. Inkoordinasi
4. Bicara cadel
5. Gaya berjalan tidak mantap
6. Letargi
7. Depresi refleks
8. Retardasi psikomotor
9. Tremor
10. Kelemahan otot umum
11. Pandangan kabur atau diplopia
12. Stupor atau koma
13. euforia
D. Gejala bukan karena kondisi medis umum dan tidak lebih diterangkan oleh gangguan mental lain
top related