gagal jantung
Post on 22-Dec-2015
57 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Disfungsi mekanis jantung memiliki spektrum luas yang berkisar dari gagal
jantung ringan terkompensasi sampai syok kardiogenik.
Istilah gagal jantung mempunyai arti berlawanan yang cukup mengherankan. Di
satu pihak gagal jantung mudah dimengerti sebagai suatu sindrom klinis, tetapi
dilain pihak gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis yang sangat
bervariasi dan kompleks. Kompleksnya keadaan ini terbukti dari banyaknya jenis
penyakit yang dapat menimbulkan gagal jantung.
Disfungsi mekanis jantung dan metode bantuan sirkulasi lebih dipertimbangkan
berdasarkan efek-efeknya terhadap tiga penentu utama fungsi miokardium :
beban awal (preload), kontraktilitas, dan beban akhir (afterload).
B.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Memahami etiologi dan proses patofisiologis daripada gagal jantung
2. Memahami gejala dan tanda yang ditimbulkan oleh gagal jantung
3. Memahami komplikasi yang ditimbulkan oleh gagal jantung
4. Memahami penatalaksanaan dan pencegahan dari gagal jantung
1
BAB II
GAGAL JANTUNG
A. Penilaian Klinis
Penilaian klinis sistematis mencakup anamensis dan pemeriksaan fisik apasien
secara lengkap menggunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan sistem kardiovaskular harus meliputi jantung dan sistem pembuluh
darah periver.
1. Anamensis1
Anamensis harus mencakup penilaian gaya hidup seseorang serta pengaruh
penyakit jantung terhadap kegiatan sehari-hari bila lebih bertujuan pada
perawatan penderita. Riwayat pasien sebaiknya juga riwayat keluarga dan
insiden penyakit kardiovaskular pada keluarga tingkat pertama (orang tua
dan anak). Biasanya dijumpai gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini
saat anamensis dengan penderita penyakit jantung:
a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia
miokardium. Sebagian penderita menyangkal adanya “nyeri” dada dan
menjelaskan rasa kekakuan,rasa penuh, tertekan, atau berat pada dada
tanpa rasa nyeri. Angina dapat dijumpai sebagai nyeri yang dijalarkan
atau nyeri yang berasal dari mandibula, legan atas atau pertengahan
punggung. Terdapat juga angina “silent” yang timbul tanpa disertai rasa
tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah.
b. Dispnea (kesulitan bernapas), akibat meningkatnya usaha bernapas yang
terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan
pengemmbangan paru; ortopnea (kesulitan bernapas pada posisi
berbaring); dispnea nokturnal paroksismal (dispnea yang gterjadi
sewaktu tidur) terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan
duduk disisi tempat tidur.
2
c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri), terjadi karena perubahan
kecepatan,keteraturan atau kekuatan kontraksi jantung.
d. Edema perifer (pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang
intertisial), jelas terlihat didaerah yang menggantung akibat pengaruh
gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.
e. Sinkop, atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang
tidak adekuat.
f. Kelelahan dan kelemahan, akibat curah jantung yang rendah dan perfusi
lairan darah perifer yang berkurang.
Faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat menanggulanginya harus
ditentukan. Angina biasanya dicertu apabila pasien beraktivitas dan
berkurang dengan istirahat. Dispnea dihubungkan dengan kegiatan fisik,
tetapi perubahan posisi tubuh dan redistribusi cairan tubuh sesuai gravitasi
yang mengikutiya dapat mencetuskan dispenia. Ortopnea dapat dikurangi
dengan meninggikan dada dengan bantal. Selain itu derajat gangguan yang
berkaitan dengan gejala-gejala itu juga harus ditentukan. New York Heart
Association telah membuat pedoman sesuai dengan tingkat aktivitas fisik
yang dapat menimbulkan gejala. Katagori dari penderita kelas I yaitu
mereka yang asimtomatik dengan kegiatan fisik biasa, sampai penderita
kelas IV yaitu mereka yang menunjukkan gejala-gejala penyakit walaupun
dalam keadaan istirahat.
Pedoman klasifiaksi pasien menurut New York Heart Association
(NYHA)
Kelas I Asimtomatik dengan aktivitas fisik biasa
Kelas II Asimtomatik dengan aktivitas fisik biasa
Kelas III Asimtomatik dengan aktivitas fisik yang agak ringan
Kelas IV Asimtomatik saat istirahat
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi saja terkadang sudah dapat memberikan banyak informasi berharga
mengenai keadaan fisik dan psikologis penderita. Segala pengamatan seperti
3
(warna kulit, bentuk tubuh, pola pernapasan, kerja pernapasan dan gambaran
umum paasien) harus diikut sertakan dalam gambaran klinis. Palpasi yang
digabung dengan inspeksi semakin memperluas dan memperkokoh data
dasar kumulatif. Suhu, turgor dan kelembaban kulit juga dievaluasi. Derajat
edema diberi nilai +1 sampai +4 bergantung pada dalamnya identasi yang
tertinggal sewaktu jari pemeriksa memalpasi daerah edema (+1
menunjukkan depresi yang cepat menghilang; +4 menunjukkan depresi yang
dalam yang menghilang lambat). Pengisian kembali kapiler dapat dinilai
dengan menekan ujung kuku hingga menjadi putih, kemudian tekakan
dilepas dan catat waktu yang dibutuhkan untuk kembali kewarna semula.
Biasanya pengisian kembali kapiler terjadi segera. Struktur berikut ini
diperiksa secara beruntun: arteri, vena dan dinding dada anterior.1
3. Denyut dan Tekanan Arteri
Denyut nadi dipalpasi untuk mendapat kan informasi: frekuensi, keteraturan,
amplitudo, kualitas denyut. Perubahan frekuensi atau keteraturan denyut
arteri merupakan pertanda adanya aritmioa jantung. Irama jatung yang tidak
teratur dihubungkan dengan variabilitas amplitudo denyut nadi. Bila jarak
antara dua impuls jantung tidak teratur maka waktu pengisian ventrikel tidak
teratur dan dengan sendirinya volume sekuncup pada setiap denyut jantung
menjadi berbeda. Misalnya pemendekan jarak antara dua denyut jantung
mengurangi waktu pengisian dan volume sekuncup, akibatnya amplitudo
denyut arteri perifer tersebut berkurang. Oleh karena itu irama yang tidak
teratur kadang-kadag dikaitkan dengan “defisit denyut radialis”, atau palpasi
denyut radilais lebih lambat daripada auskiltasi frekuensi denyut pada daerah
apeks. Hal ini menunjukkan waktu pengisian ventrikel begitu singkat
sehingga volume darah yang dikeluarkan ke perifer pada denyut yang
bersangkutan terlalu kecil sehingga tidak dapat diraba pada jaringan perifer.
Kualitas denyut nadi merupakan indeks perfusi perifer yang penting. Denyut
nadi yang terus menerus lemah dan hampir tidak teraba dapat menunjukkan
volume sekuncup yang kecil atau peningkatan resistensi pembuluh darah
perifer. Sebaliknya denyut nadi yang kuat dan meloncat-loncat dapat
4
dihubungkan dengan volume sekuncup yang besar dan resistensi pembuluhn
darah perifer yang berkurang. Cara terbaik untuk mengetahui bentuk denyut
nadi adalah dengan palpasi ringan arteri karotis. Denyut yang kecil dengan
upstroke yang lambat menunjukkan stenosis aorta- lesi menghalangi aliran
darah melalui katup aorta. Denyut ini disebut denyut anarkotik; upstroke
yang lambat disebut sebagai pulsus tardus. Lesi regurtitas katup aorta
menimbulkan denyut nadi yang meloncat naik dengan cepat serta melemah
dengan cepat pula, keadaan ini dikenal dengan sebutan waterhammer pilse
(denyut pukulan air).
Pulsus alternans maupun pulsus bigeminus ditandai oleh pulsasi yang
kuat dan lemah bergantian. Pulsus alternana timbul degan interval yang
teratur dan menendakan adanya kegagalan ventrikel kiri, sedang pulsus
bigeminus terjadi akibat perubahan volume denyut yang disebabkan oleh
pola bigeminal denyut prematur (setiap denyut kedua) dalam irama jantung.
Pulsus paradoksus adalah penurunan tekanan sistolik lebih dari 10 mmHg
sewaktu melakukan inspirasi. Biasanya tekakan sistolik sedikitbmenurun
sewaktu inspirasi karena penurunan tekanan intratoraks diteruskan pada
pembulu darah paru sehingga sedikit meningkatkan volume darah paru
diikuti dengan penurunan aliran balik vena ke sisi kiri jantung. Tamponade
jantung atau perikarditis konstriktiva dapat menghambat lebih lanjut
pengisisn jantug dan memperbesar penurunan tekanan pada waktu inspirasi
sehingga menghasilkan pulsus paradoksus.
Kesan mengenai konsistensi dinding arteri paling baikdiperoleh dengan
meraba arteri perifer. Dengan demikian dapat dideteksi adanya penebalan
atau pengerasan dinding arteri. Pemeriksaan kardiovaskular yang lengkap
mencakup palpasi denyut arteri untuk menghetahui kualitas dan ekualitas
berbagai arteri: dorsal pedis, tibialis posterior, poplitea, femoralis, radialis,
brakialis, karotis. Denyut sisi kiri harus dibandingkan dengan denyut sisi
kanan dan sebaliknya. Kualitas denyut perifer diberi kualitas 0 sampai 4+.
Bila dicurigai terdapat penyempitan, diindikasikan askultasi diatas tempat
berjalannya arteri untuk mengetahui adanya bising.
5
Auskultasi tekanan darah untuk mendengar komponen sistolik dan
diastolik mengakhiri pemeriksaan arteri. Tekanan darah arteri diukur dengan
mendengar timbul dan hilangnya bunyi yang disebut sebagai bunyi korotkoff
(ada kalanya ditulis korotkov) pada arteri yang dibebat dengan manset
tekanan darah. Saat terdengar bunyi-bunyi ini dihubungkan dengan tekanan
yang terbaca pada manometer air raksa. Mula-mula tekanan dalam manset
dinaikan hingga melampaui tekanan sistolik arteri, sehingga tidak ada aliran
darah melalui arteri dan pada arteri tersebut tidak terdengar bunyi apapun.
Penurunan tekanan dalam manset sedikit demi sedikit memberikan perkiraan
tekanan darah. Teknik ini akan menghindari kurangnya tekanan manset pada
kasus selisih askultasi atau overinflasi pada individu bertekanan darah rendah.
Dengan demikian menurunnya tekanan manset dibawah tekanan sistolik
mulai terjadi aliran. Namun aliran ini bersifat turbulen karena harus melalui
lumen yang sempit; aliran turbulen menimbulkan bunyi. Permulaan
timbulnya aliran turbulen akan terdengar bunyi korokoff pertama dan sesuai
tekanan sistolik. Dengan semakin menurunnya tekanan manset, timbul
perubahan bunyi yang khas karena aliran yang melalui lumen arteri semakin
meningkat sampai akhirnya bunyi itu menghilang. Hilangnya bunyi atau
bunyi yang mendadak terendam menunjukkan tekanan diastolik.
Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua lengan. Jika diduga terdapat
hipotensi postural, pengukuran harus dibandingkan pada saat berbaring
telentang, sewaktu duduk dan berdiri. Tekanan darah arteri normal adalah
sekitar 120/80 mmHg. Pada umumnya hipertennsi ditandai dengan tekanan
diastolik 95 mmHg atau tekanan sistolik 160 mmHg. Hipotensi pada seorang
individu sebaiknya ditentukan dari cukup tidaknya perfusi perifer. Tanda
awal yang menunjukkan adanya kekurangan perfusi perifer adanya penurunan
volume urin,kulit pucat dan dingin serta berkurangnya denyut perifer. Ginjal
dan kulit merupakan organ yang aktivitas metaboliknya agak kecil; sewaktu
tekanan arteri menurun, darah dialirkan ke organ-organ yang lebih vital, yaitu
jantung dan otak.
6
Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik.
Misalnya tekanan darah sebesar120/80 mmHg sesuai dengan tekanan nadi
sebesar 40 mmHg. Bila tekanan nadi berkurang dan timbul kompensasi
vasokonstriksi simpatik, maka tekanan nadi berkurang atau menyempit.
Penurunan takanan sampai 105/90 mmHg akan mempersempit tekanan nadi
sampai 15 mmHg. Tekanan nadi ini terutama dipengaruhi oleh volume
sekuncup dan resistensi perifer. Tekanan nadi yang kecil menandakan volume
sekuncup yang rendah, resistensi perifer yang tinggi atau keduanya. Tekanan
darah yang menurun dan tekanan nadi yang mengecil menendakan pertanda
buruk suatu disfungsi ventrikel kiri. Tekanan arteri rata-rata adalah tekanan
perfusi perifer rata-rata. Nilai ini bukan nilai rata-rata dari tekanan sistolik
dan diastolik saja, karena pada frekuensi jantung yang normal, durasi
diastolik melebihi durasi sistolik. Dengan demikian tekanan arteri rata-rata
diperkirakan dengan menggandakan tekanan diastolik, menambahkan dengan
tekanan sistolik, dan hasilnya dibagi tiga.1
4. Tekanan dan Denyut Vena.
Tekanan vena jugularis dan pulsasinya mencerminkan fungsi jantung bagian
kanan. Vena jugularis interna diperiksa untuk mengetahui tekanan vena
sentral dan untuk analisis pulsasi. Untuk memperkirakan besarnya tekanan
vena sentral maka vena jugularis interna diperiksa pada waktu tubuh bagian
atas ditinggikan sekitar 15 sampai 30 derajat. Biasanya titik tertinggi denut
vena tidak melebihi 3 cm diatas sudut sternum atau sudut lois (yaitu sudut
yang dibentuk oleh pertemuan antara manubrium atau korpus sterni).
Peningkatan tekanan vena yang abnormal, seperti kegagalan sisi kanan
jantung, dapat diperkirakan dengan mengukur jarak vertikal antara tinggi
denyut vene jugularis dan sudut sternum. Pada peningkatan tekanan yang
ekstrim, biasanya sampai melampaui 25 cm air (H2O), vena jugularis tetap
terisi hingga sudut rahang pada posisi tubuh yang tertinggi 90 derajat.
Dalam keadaan normal tekanan vena naik turun sesuai dengan pernapasan.
Inspirasi akan menyebabkan tekanan vena menurun karena berkurangnya
tekanan intratoraks, sehingga mampermudah aliran balik vena ke jantung.
7
Peningkatan paradoksal tekanan vena pada waktu inspirasi (yang dikenal
sebagai tanda kussmaul) menunjukkan gangguan aliran balik vena ke jantung
kanan, sepeti pada gagal jantung kanan yang berat.
Uji refluks hepatojugular merupakan suatu petunjuk diagnostik yang
penting untuk mengetahui adanya gagal jantung kanan. Kuadran kanan atas
abdomen ditekan manual dan dipertahankan selama 30 sampai60
detik.bersamaan dengan itu amati vena pada leher. Tekanan abdomen akan
meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Jantung yang normal dapat
beradaptasi dan langsung menerima aliran balik vena yang meningkat. Tetapi
jika jantung kanan mengalami ganggguan maka jantung tidak dapat begitu
saja menerima tambahan beban tersebut sehingga peregangan vena jugukaris
meningkat dan frekuensi denyut vena dileher juga meningkat.respon vena
jugularis ini disebut uji refluks hepatojugularis positif.
Dasar anatomi uji refluks hepatojugular bisa dimengerti bila kita
mengingat kembali bahwa hati yang terletak strategis antara sirkulasi darah
usus dan sistemik fungsi sebagai “gudang darah” sinusoid-sinusoid hati
menyimpan banyak sekali darah, yang dipaksa kedalam vena kava inferior
melalui vena herptik sewaktu terdapat tekanan diatas hati selama uji refluks
berlangsung.
Denyut vena jugularis juga dianalisis untuk mengevaluasi fungsi jantung
kanan. Pada tekanan vena normal, maka denjut vena m aksimal paling baik
diamati bila tubuh ditinggikan hingga membentuk sudut sekitar 15sampai 30
derajat. Gelombang vena lemah dan naik turun dengan tiga komponen positif:
gelombang a, c dan ѵ. Gelombang a dihasilkan oleh kontraksi atrium;
gelombang c sesuai degan permulaan kontraksi ventrikel dan terjadi akibat
penonjolan katup trikuspidalis kedalam atrium kanan; gelombang ѵ sesuai
dengan fase pengisian atrium saat ejeksi ventrikel, yaitu sebelum katup
trikupidalis membuka. Gelombang c ini sukar dikendali pada ven jugularis
karena amplitudonya rendah.
Penyakit katup trikuspidalis menyebabkan perubahan bentuk gelombang
yang dapat diramalkan. Stenosis trikuspidalis akan menghalangi aliran darah
8
dari atrium kanan ke ventrikel kanan, memaksa atrium kanan menghasilkan
tekanan yang lebih besar saat kontraksi dan menimbulkan gelombang a
raksasa. Insufisiensi katup trikuspidalis selama sistolik ventrikel akan
menimbulkan airan gelombang retrograd yang besar sehingga merusak
gelombang c dan gelombang ѵ, gelombang ini disebut gelombang ѵ besar.
Beberapa jenis disitmia jantung juga mengubah bentuk gelombang vena
dengn mengganggu kontraksi atrium dan ventrikel yang teratur dan
berurutan.1
5. Bunyi Jantung
Askultasi dada memungkinkan pengenalan bunyi jantung normal, abnormal,
bisisn dan ekstrakardia. Bunyi jantung normal akibat getaran volume darah
dan bilik-bilik jantung pada penutupan katup. Bunyi jantung pertama
berkaitan dengan penutupan katup semilunaris. Oleh karena itu buyi jantung
petama (S1) terdengar dengan permulaan sistol ventrikel, pada saat ini
tekanan venrikel meningkat melebihi tekanan atrium dan menutup katup
mitralis dan trikuspidalis. Pada kasus stenosis mitral terdengar bunyi S1 yang
abnormal dan lebih keras akibat kekekuan daun-daun katup.
Bunyi jantung kedua (S2) terdengar pada permulaan relaksasi ventrikel
karena tekanan ventrikel turun sampai dibawah tekanan arteri pulmonalis dan
aorta, sehingga katup pulmonalis dan aorta tertutup. Biasanya ejeksi ventrikel
kanan sedikit lebih lama dari ejeksi ventrikel kirisehingga katup menutup
secara asinkron. Katup aorta menutup sebelum katup pulmonal menutup
sehingga keadaan ini menimbulkan pemisahan (splitting) bunyo penutupan
fisiologis yang normal.inspirasi akan membesarka splitting fisiologis karena
pengembalian darah melalui pembuluh vena kejantung kanan meningkat
sehingga jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel kanan juga meningkat.
Pada waktu ekspirasi, splitting tidak begitu jelas atau hilang sama sekali.
Splitting paradoksikal abnormal menunjukkan penutupan katup pulmonalis
sebelum penutupan katup aorta. Dijumpai respons yang berlawanan terhadap
pernapasan; yaitu splitting paling jelas saat ekspirasi dan berkurang pada saat
inspirasi. Splitting paradoksal seperti ini ditemukan pada waktu pengaktifan
9
ventrikel kiri mengalami hambatan (seperti pada blok berkas cabang kiri) atau
pada ejeksi ventrikel kiri yang memanjang (seperti pada stenosis aorta).
Terdapat dua bunyi jantung lain yang kadang-kadang dapat terdengar
selama diastolik ventrikel. Bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dapat
terjadi manifestasi fisiologis tetapi biasanya berkaitan dengan penyakit
jantung tertentu; penampilan patologis S3 dan S4 disebut sebagai irama gallop.
Istilah ini dapat digunakan karena tambahan bunyi jantung lain tersebut
merangsang timbulnya irama gallop seperti derap lari kuda. S3 terjadi selama
periode pengisan ventrikel cepat sehingga disebut sebagai gallop ventrikel
apabila abnormal. Walaupun bunyi jantung ini dapat normal pada ankan dan
dewasa muda, tetapi biasanya merupakan temuan patologis yang dihasilkan
oleh disfungsi jantung terutama kegagalan ventrikel.
Bunyi S4 timbul pada waktu sistolik atrium dan disebut gallop atrium.
Bunyi S4 biasanya sangat pelan atau tidak terdengar sama sekali, bunyi ini
timbul sesaat sebelum bunyi jantung pertama. Galiop atrium terdengar bila
resistensi ventrikel terhadap pengisisn atrium meningkat akibat kurangnya
peregangan dinding ventrikel atau peningkatan volume ventrikel.
Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan balam
pembuluh darah jantung. Aliran turbulen ini bila melalui steruktur yang
abnormal (penyempitan lubang katup, insufisiensi katup atau dilatasi segmen
arteri), atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui struktur yang
normal. Bising jantung digambarka menurut: intensitas, lokasi atau dareha
tempat bunyi itu terdengar paling keras dan sifat-sifatnya.
Bising diastolik terjadi sesudah bunyi S2 saat relaksasi ventrikel. Bising
stenosis mitralis dan insufisiensi aorta terjadi selama diastolik. Bising sistolik
dianggap sebagai bising ejeksi, yaitu bising yang terjadi selama mid-diastolik
sesudah fase awal kontraksi isovolumetrik, atau bisa juga dianggap sebagai
bising insufisieni yang terjadi pada seluruh sistolik. Bising yang terjadi disaat
sistolik disebut sebagai pasistolik atau holosistolik. Bising stenosis aorta
merupakan bising ejeksi yang khas sedangkan insufiensi mitralis akan
menghasilkan buising pansistolik.
10
Keras lunaknya bising dinilai dengan skala I sampai IV. Skala I
menyatakan bising yang sangat pelan sedangkan skala IV menyatakan bising
yang dapat terdengar dengan stetoskop yang tidsk menempel pada dinding
dada. Untuk menentukan daerah dengan bising jantung maksimal sering
digunakan 5 daerah standar pada dinding dada yaitu daerah aorta,
trikuspidalis, pulmonalis, mitralis dan apikal dan titik Erb. Tampat ini
merupakan tempat yang sering dipakai untuk lokalisasi daerah bising
maksimum. Bising terdengar paling keras pada daerah-daerah yang terletak
searah dengan aliran darah yang melalui katup, bukan didaerah tempat katup-
katup itu berada. Spesifikasi sifat-sifat bunyi yang unik (seperti bunyi tinggi,
kulaitas, lama atau penyebaran) juga harus ditulis sewaktu menggambarkan
suatu bising jantung.
Yang terakhir identifikasi dan deskripsi bunyi-bunyi ekstrakardia juga
penting dilakukan. Biasanya pembukaan katup tidak menimbulkan bunyi
akan tetapi pada daun katup yang menebal dan kaku seperti pada stenosis
mitralis, timbul bunyi yang dapat didengar dan disebut sebagai opening snap,
bunyi ini terjadi diawal diastolik. Sedangkan inflamasi perikardium akan
menyebabkan friction rub yang terdengar seperti bunyi gesekan kertas
empelas yang kasar.1
6. Elektrokardiogram Permukaan1
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu lalat pencatat grafis aktifitas listrik
jantung. Pada EKG terdapat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai
gelombang P, QRS dan T, sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan
pemulihannya melalui sistem hantaran dan miokardium. Elombang-
gelombang ini direkam pada kertas grafik dengan skala waktu horizontal dan
skala voltase vertikal. Makan bentuk gelombang dan interval pada EKG
adalah sebagai berikut:
a. Gelombang P, sesuai dengan depolarisasi atrium.
Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium berasal dari nodus sinus.
Namun besarnya arus listrik yang berhubungan dengan eksitasi nodus
sinus terlalu kecil untuk dapat dilihat pada EKG. Gelombang P dalam
11
eadaan normal berbentuk melengking dan arahnya keatas pada kebanyakan
hantaran. Pembesaran atrium dapat meningkatkan amplitudo atau lebar
gelombang P, serta merubah bentuk gelombang P. Disritmia jantung juga
dapat juga merubah konfigurasi gelombang P. Misalnya irama yang
berasal dari dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inversi gelombang
P, karena depolarisasi atrium terbalik.
b. Interval PR, diukur dari permulaan gelombang P sehingga waktu awal
kompleks QRS. Dalam interval ini tercakup juga penghantaran impuls
melalui atrium dan hambatan impuls pada nodus HV. Interval normal
adalah 0.12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interval PR yang abnormal
menandakan adanya gangguan hantaran impuls, yang disebut blok jantung
tingkat pertama.
c. Kompleks QRS, menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo
gelombang ini besar karena banyak massa otot yang harus dilalui oleh
impuls listrik. Namun, impuls menyebar cukup cepat; lamanya normal
kompleks QRS adalah 0.06 dan 0.10 detik. Pemanjangan penyebaran
impuls melalui berkas cabang disebut blok berkas cabang akan menyebar
kompleks ventrikular. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti
takikardia ventrikel juga akan memperbesar dan mengubah bentuk
kompleks QRS oleh sebab jalir khusus yang mempercepat penyebaran
impuls melalui ventrikel dipintas. Hipertrofi ventrikel akan meningkatkan
amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung.
Repolarisasi atrium terjadi selama depolarisasi ventrikel. Tetapi besarnya
kompleks QRS tersebut akan menutup gambaran pemulihan atrium yang
tercatat pada elektrokardiografi.
d. Segmen ST, interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel
dan repolarisasi ventrikel. Tahap awal repolariasai ventrikel terjadi selama
periode ini, tetapi perubahan ini terlalu lama dan tidak tertangkap pada
EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan iskemia
miokardium sedangkan peningkatan segmen ST dikaitkan dengan infark.
Penggunaan digitalis akan menurunkan segmen ST.
12
e. Gelombang T, repolarisasi ventrikel akan meghasilkan gelombang T.
Dalam keadaan normal gelombang T ini agak asimetris, melengkung dan
keatas pada kebanyakan sadapan. Inversi gelombang T berkaitan dengan
iskemia miokardium. Hiperkalemia akan mempertinggi dan mempertajam
puncak gelombang T.
f. Interval QT, interval ini diukur diawal kompleks QRS sampai akhir
gelombang T, meliputi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT
rata-rata adalah 0.36 sampai 0.44 detik dan bervariasi sesuai dengan
frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian obat-obat
antidisritmia seperti kuinidin, prokainamid, sotalol (beta pace), dan
amiodaron (cordarone).
7. Radiografi Dada
Suatu seri pemeriksaan radiografi dada dalam empat posisi standar dapat
menata kerangka diagnostik jantung: posisi posteroanterior atau frontal;
posisi lateral kiri dengan sisi sebelah kiri ke depan; posisi miring anterior
kekanan denganposisi tubuh berputar sekitar 60 derajat kakiri, sehungga bahu
kanan kedepan; posisi miring anterior kekiri dengan bahu kiri kedepan. Pada
setiap posisi akan terlihat sudut pandang antomis jantung yang berbeda.
Kontur jantung sangat kontras dengan paru-paru terisi udara yang berwarna
radiolusen.
Hasil pemeriksaan radiografi dada dapat berupa:
a. Pembesaran jantung secara umum atau kardiomegali.
b. Pembesaran lokal salah satu ruang jantung.
c. Klasifikasi katup atau arteri koronaria.
d. Kongesti vena pulmonalis.
e. Edema intertisial alveolar
f. Pembesaran arteri pulmonalis atau dilatasi aorta asendens.
Kesan adanya pembeasran jantung secara umum dapat diperoleh dari
radiogram dada, tetapi penentuan derajat pembesaran secara tepat masih
dipertanyakan. Sebaliknya pembesaran ruang jantung dengan tegas akan
mengubah kontur jantung, sehingga dapat ditentukan ruang jantung yang
13
bersangkutan. Pada posisi posteroanterior, batas kanan jantung terdiri dari
vena kave superior atrium kanan disebelah bawah. Timbul suatu sudut pada
pertemuan kedua bagian tersebut. Sedangkan struktur yang membentuk batas
kiri, dari atas kebawah terdiri dari aorta, arteri pulmonalis dan ventrikel kiri.
Proyeksi ini memungkinkan identifikasi pembesaran atrium kanan, ventrikel
kiri dan arteri pulmonalis. Pembesaran atrium kanan misalnya, akan mengeser
batas kanan keluar dan kekanan sehingga kontur lengkung jantung membulat.
Pada posisi lateral kiri batas anterior terutama terbentuk oleh ventrikel
kanan, sedangkan batas posterior terdiri dari atrium kiri disebelah atas dan
dinding posterior ventrikel kiri disebelah bawah. Esofagus dibelakang batas
posterior. Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri paling baik dilihat pada
pososi ini. Menandai kontur esofagus dengan barium dapat mempermudah
diagnosis pembesaran atrium kiri, karena adanya indetasi pada esofagus
disertai pergeseran kebelakang.
Pemeriksaan radiologi paru-paru dapat memperlihatkan pengaruh
disfungsi jantung terhadap pembuluh darah paru-paru. Gagal jantung kiri atau
penyakit katup mitrialis akan meningkatkan kongesti vena paru, dan dilatasi
vena pulmonalis dengan pola yang khas. Peningkatan tekanan vena yang
berlebihan akan berakibat transudasi kedalam ruang intertisial, dan akhirnya
juga kedalam alveoli. Perembesan cairan dari ruang intravaskular, atau edema
paru-paru akan menghasilkan bayangan vaskular berkabut, dan secara
progresif memutihkan bayangan gelap paru-paru yang radiolusen.
Beberapa temuan khas mencirikan lesi jantung tertentu. Misalnya pada
stenosis mitrialis (lesi yang menghambat aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri), pembesaran atrium kiri dan kongesti vena pulmonalis mudah
dikenal. Dapat pula ditemukan klasifikasi pada katup.1
B. Diagnosis2
Working Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamesis, pemeriksaan jasmani, EKG/foto toraks,
ekokardiografi-doppler dan kateterisasi.
14
Kriteria framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.
1. Kriteria major
a. Proksismal nokturnal dispenia
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peningkatan tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugularis
2. Kriteria minor
a. Edema ekstrimitas
b. Batuk malam hari
c. Dispenia d’effort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardia (>120/menit)
3. Major atau Minor
Penurunan BB ≥ 4.5 kg dalam 5 hari pengobatan, diagnosis gagal jantung
ditegakkan minimal ada satu kriteria major dan 2 kriteria minor.
Diagnosis Banding
1. Miokard Infark
Miokard infark merupakan nekrosis jantung oleh karena terputusnya aliran
darah mendadak. Miokard infark merupakan komplikasi terberat dari
aterosklerosis. Gejala klinik adalah nyeri pada dada sama seperti angina
pectoris hanya saja pada infark miokard nyeri dada yang dirasakan lebih berat
dan lebih lama. Dapat terjadi silent infark dan insidensnya meningkat pada
diabetes mellitus dan bertambahnya usia. Pada orang yang berusia lanjut yang
menderita infark miokard sering terdapat sesak napas akut, edema
paru,lemah,aritmia dan hipotensi.Pada miokard infark, sel miokardium akan
15
mengeluarkan kandungan selnya ke dalam darah sehingga peningkatan
isoenzim CK-MB merupakan petunjuk kuat adanya infark.Selain itu, pada
gambaran miokard infark akan ditemukan adanya gelombang T yang
meninggi (hiperakut T), elevasi segmen ST dan munculnya gelombang Q
baru.2
2. PPOK
PPOK merupakan suatu kelompok penyakit paru yang disebabkan oleh
adanya obstruksi menahun. Faktor predisposisi dari PPOK adalah bronchitis
kronik, emfisema, asma, bronkiektasis. Selain itu, PPOK juga dapat
disebabkan oleh merokok, polusi,lingkungan, merokok dan genetic dimana
pria lebih sering menderit penyakit ini dibandingkan dengan wanita. Gejala
klinis PPOK adalah sesak napas 100 %, batuk produktif (80%) dan
hemoptisis (15%). PPOK dapat menyebabkan cor pulmonale kronik dan
gagal jantung kongestif kanan dimana pada EKG kemudian dapat
menunjukkan pembesaran atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan yang
disertai kelainan repolarisasi.2
C. Definisi Gagal Jantung3
Gagal Jantung (GJ) adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala)
ditandai dengan sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan atau fungsi jantung.
Selain itu, gagal jantung dapat juga didefinisikan sebagai keadaan patofisiologis
ketika jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan daerah untuk
metabolisme jaringan. Ciri penting dari definisi ini adalah gagal didefinisikan
relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh dan penekanan arti gagal ditujukan
pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium
ditujukan spesifik pada kelainan fungsi miokardium; gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah berkembang menjadi kegagalan
jantung sebagai suatu pompa.
16
Istilah gagal sirkulasi lebih bersifat umum dibandingkan dengan gagal
jantung. Gagal sirkulasi menunjukkan ketidak mampuan sistem kardio vaskular
untuk melakukan perfusi jaringan dengan menadai. Definisi ini mencakup segala
kelainan sirkulasi yag mengakibatkan tidak memadainya perfusi jaringan,
termasuk perubahan volume darah, tonus vaskular dan jantung. Gagal jantung
kongastif adalah keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung
dan mekanisme kompensatoriknya. Gagal jantung kongestif perlu dibedakandari
istilah yang lebih umum yaitu kongesti sirkulasi, yang hanya berarti kelebihan
beban sirkulasi akibat bertambahnya volume darah pada gagal jantungatau
akibat sebab-sebab diluar jantung (misal transfusi berlebihan atau anuria).
Ada dua paradigma tentang gagal jantung yaitu paradigma lama (model
hemodinamik) danparadigma baru (model neurohumoral). Paradigma lama GJ
dianggap sebagai akibat dari berkurangnya kontraktilitas dan daya pompa
sehingga diperlukan inotropik untuk meningkatkannya dan diuretik serta
vasodilator untuk mengurangi beban. Paradigma baru GJ dianggap sebagai
remodelling progresif akibat beban/penyakit pada miokard sehingga
pencegahan progresivitas dengan penghambat neurohumoral (neurohumoral
blocker) seperti ACE- Inhibitor, angiotensin reseptor- blocker atau penyekat
beta diutamakan disamping obat konvensional (diuretik dan digitalis) ditambah
dengan terapi yang muncul belakangan ini seperti biventricular pacing,
recyncronizing cardiac teraphy (RCT), intra cardiac defibrllator (ICD), bedah
konstruksi ventrikel kiri, dan mioplasti.
D. Beberapa Istilah Dalam Gagal Jantung3
1. Gagal Jantung Sistolik Dan Diastolik
Jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan dari
pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan eko-
Doppler.
GJ Sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,fatik, kemampuan
aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
17
GJ Diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
GJ Diastolik didefenisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih
dari 50%. Diagnosos dibuat dengan pemeriksaan doppler-ekokardiografi
aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Ada 3 macam gangguan
fungsi diastolik:
a. Gangguan relaksasi
b. Pseudo-normal
c. Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
penyebab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofiatau iskemia.
Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diatolik
tersebut dapat diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik.
Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolik bertambah, dapat
dilakukan denham pemberian penyekat beta kalsium nonhidropiridin.
2. Low output dan high output Heart Failure
Low output HF disebabkan oleh hipertensi kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output HF ditemukan pada penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti hiperteroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V,
beri-beri dan penyakit paget. Secara praktis kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.
3. Gagal Jantung Akut (GJA) dan Gagal Jantung Kronik (GJK)
Contoh klasik GJA adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun
secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema
perifer. Contoh GJK adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok. Namun
tekanan darah masih terpelihara dengan baik.
4. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena
pulmonalis dan paru menyenankan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagala
jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti
18
pada hipertensi pilmonal/sekunder, trombo emboli paru kronik sehingga
terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer,
hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia
gagal jantung terjadi pada miokard kedua ventrikel maka retensi cairan pada
gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahinan tidak lagi
berbeda.
E. Etiologi3
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Makanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantug meliputi keadaan yang meingkatkan beban awal, meningkatkan beban
akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan
beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; dan beban
akhir meningkat pada keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.
Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan
kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal
jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung
gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang menganggu pengisisn ventrikel
(misal, stenosis katup aterioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Keadaan seperti perikarditif konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan
gagal jantung melaluikombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian
ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian jelas selkali bahwa tidak ada
satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi berbagai mekanisme yang
bertanggung jawab atas terjadinya gagal jantung; evektifitas jantung sebagai
pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan patofisiologi. Penelitian
terbaru menekankan pada TNF dalam perkembangan gagal jantung. Jantung
normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung akan mengalami kegagalan
menghasilkan TNF dalam jumlah banyak.
Demikian juga tidak satupun penjelasan biokimiawi yang yang diketahui
berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan kelainan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.
19
Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkome,
atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil.
Faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantug melalui penekanan
sirkulasi yang mendadak dapat berupa: disritmia, infeksi sistemik dan infeksi
paru-paru dan emboli paru. Disritmia akan menganggu fungsi mekanisme
jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respon mekanis;
respon melanis yang singkron dan efektif tidak akan dihasiulkan tanpa adanya
ritme jantung yang stabil. Respon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru
yang mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan,
memicu terjadinya gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme
fisiologi penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang
memicu terjadinya gagal jantung.
F. Patofisiologi4
1. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, menganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan
meningkatnya LVEDP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP)
karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol.
Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam pembuluh darah paru-
paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan
hidrostatik nyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh
darahakan terjadi transudasi cairan kedalam intertisial. Jika kecepatan
ternsudasi cairan melebihi kkecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema
20
intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan
merembes kedalam alvioli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serangkian kejadian seperti yang terjadi pada jantung
kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan
edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edma dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mirralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup atroventrikularis, atau perubahan orientasi otot
palpilaris dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.
2. Respon Kompensatorik
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat
dilihat : meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban
awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin aldosteron, dan hipertrofi
ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk
mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingmkat normal atau hampir normal
pada awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi
kurang efektif.
3. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis
merangsang pengeluaran ketakolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontreksi akan meningkat
untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terdapat vasokontriksi arteri
perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ yang metabolismenya rendah
21
(misal kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Venokontriksi akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung,
untuk selanjutnya menambah kekuatan kotreksi sesuai dengan hukum
sterling.
Seperti yang diharapkan kadar katekolamin dalam darah akan meningkat
pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada ketakolamin yang beredar dalam darah untuk
mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium
terhadap rangsangan simpatis akan menurun, ketakolamin akan berkurang
pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. Perubahan ini paling tepat dengan
melihat kurva fungsi ventrikel.
Dalam keadaan normal katekolamin akan menghasilkan inotropik positif
pada ventrikel sehingga mengeser kurva ke atas dan kekiri. Brrkurangnya
respon ventrikel yang gagal terhadap rangangan katekolamin menyebabkan
berkurangnya derajat pergeseran akibat rangsangan ini. Perubahan ini
mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan
norepinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis.
4. Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron (RAA).
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai
dengan hukum starling. Mekanisme pasti yang mengakibatkan aktiavsi RAA
pada gagal jantung masih belum jelas. Namun diperkirakan terdapat sejumlah
faktor seperti rangsangan simpatis adrenergikpada reseptor beta di dalam
aparatus jukstagglomerulus, respon reseptor makula densa terhadap
perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal dan respon baroreseptor
terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.
Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung pada gagal
jantung akan memulai serangkian peristiwa berikut :
a. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus
22
b. Pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus
c. Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin
d. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
e. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
f. Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang menigkatkan
tekanan darah.
Pada gagal jantung berat kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati,
sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar hormon antidiuretik
akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan
meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.
Saat ini sedang diselidiki adanya peranan faktor natriuretik atrium (atrial
natriuetik factor,ANF) pada gagal jantung. ANF adalah hormon yang
disintesis pada jaringan atrium. Peptida nateiuretik tipe B (BNP) terutama
disekresi melalui ventrikel. Natriuretik peptida dilepaskan akibat
meningkatnya tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem RAA.
Konsentrasi peptida dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung
yang tidak bergejala. Hormon memberikan efek diuretik dan natriuretik dan
merelaksasi otot polos.`namun demikian efek diuretik dan natriuretik
dipengaruhi faktor kompensatorik yang lebih kuat yang menyebabkan retensi
garam dan air serta vasokonstriksi.
5. Hipertrofi Ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium, saromer dapat bertambah secara
pararel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatka gagal jantung. Sebagai cotoh suatu beban tekanan yang
ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan
23
dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium
terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan
dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding. Kombinasi ini diduga terjadi
akibat bertambahnya jumlah sarkomer yag tersusun secara serial. Kedua pola
hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris dan hipertrofi eksentris. Apapun
susunan pasti sarkomernya hipertrpfi miokardium akan meningkatkan
kekuatan kontraksi ventrikel.
6. Mekanisme Kompensatorik lain
Mekanisme lain bekerja pada tingkat jaringan untuk meningkatkan hantaran
oksigen ke jaringan. Kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) plasma meningkat
hingga mengurangi afinitas hemoglobin dengan oksigen. Akibatnya kurva
disiosiasi oksigen-hemoglobin bergeser kekanan, mempercepat pelepasan dan
ambilan oksigen oleh jaringan. Ekstraksi oksigen dari darah
ditingkatkanuntuk mempertahankan suplai oksigen kejaringan pada saat curah
jantung rendah.
7. Efek Negatif Respon Kompensatorik
Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan, namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung dan memperburuk derajat
gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan
sistemik. Vasokontriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggua
perfusi jaringan pada anyaman vaskular yang terkena, serta menimbulkan
gejala dan tanda (misal, berkurangnya jumlah keluaran urine dengan
kelemahan tubuh). Vasoknstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga
meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan
kebutuhan oksigen miokardium (MVO2) juga meningkat. Hipertrofi
miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan
kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 tidak dapat dipenuhi dengan
meningkatkan suplai oksigen miokardium, akan terjadi iskemia miokardium
24
dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir peristiwa yang saling
berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus
berlangsungnya gagal jantung.
G. Epidemiologi
Gagal jantung merupakan suatu kondisi yang telah diketahui selama berabad-
abad namun penelitian epidemiologi sulit dilakukan karena tidak adanya definisi
tunggal kondisi ini. Ketika sedikit pemeriksaan jantung yang tersedia, definisi
gagal jantung cenderung ke arah patofisiolgi, lalu kemudian definisi ditempatkan
pada penekanan pada gagal jantung sebagai suatu diagnosis klinis. Sementara
kondisi ini memang merupakan suatu sindrom klinis,diagnosis dapat sulit
ditegakkan pada tahap ini karena relatif tidak ada gejala. Maka definisi terbaru
membutuhkan bukti pendukung dari pemeriksaan jantung. Pemeriksaan
penunjang yang paling sering digunakan adalah ekokardiografi, dengan
disfungsi ventrikel kiri biasanya didefinisikan sebagai fraksi ejeksi < 30 – 45 %
pada kebanyakan survei epidemiologi.
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung dan
prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada
usia di atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia
populasi dan perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Di Inggris
sekitar 100.000 pasien dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk gagal jantung,
merepresentasikan 5% dari semua perawatan medis dan menghabiskan lebih dari
1 % dana perawatan kesehatan nasional.3
H. Gambaran Klinis3
1. Kerangka Konsep
Tiga metode konsep gagal jantung yangdipakai dalam menggambarkan
manifestasi klinnis adalah:
a. Perbandingan gagal kedepan dan gagal kebelakang
b. Perbandingan gagal sistolik dan diastolik dan
c. Perbandingan gagal jantung kanan dan kiri.
25
Gagal kedepan (gagal curah tinggi) dicirikan dengan curah jantung melebihi
normal menurut usia, jenis kelamin, dan ukuran tetapi curah jantung ini
masih tidak mencukupi kebutuhan tubuh akan daerah teroksigenasi. Gagal
kebelakang (gagal curah rendah)dicirikan dengan curah jantung yang sangat
menurun dibawah nilai normal menurut usia, jenis kelamin dan ukuran.
Tanda khas gagal kedepan adalah mudah lelah, lemah dan gangguan mental
akibat curah jantung yang sangat menurun sedangkan tanda khas gagal
kebelakang adalah kongesti paru dan edema yang menunjukkan aliran baliok
darah akibat gagal ventrikel.
Disfungsi sistolik dan diastolik, selain mencerminkan keadaan
hemodinamik jantung, mencerminkan perubahan konfigurasi ventrikel.
Disfungsi sistolik mencerminkan menurunnya kapasitas pengosongan normal
yang berkaitan dengan peningkatan kompensatori volume diastolik.
Disfungsi diastolik terjadi bila terdapat gangguan pengisisn satu atau kedua
ventrikel sementara kapasitas pengosongan normal. Disfungsi sistolik dan
diastolik berkaitan dengan gagal kedepan dan kebelaakang. Disfungsi
sistolik maupun gagal kebelakang berkaitan dengan penurunan pengisian.
Saat terjadi disfungsi sistolik, ventrikel seringkali terjadi hipertrofi eksentris.
Saat disfungsi diastolik, ventrikel seringkali berdinding tebal dan hipertrofi
konsentris. Perubahan bentuk ventrikel disebut sebagai remodeling jantung.
Perubahan ini bersifat molekuler, selular dan interstisial sehingga yang
menyebabkan perubahan bentuk, ukuran dan fungsi jantung.
Istilah gagal jantung kanan dan jantung kiri mensyaratkan fungsi pompa
ventrikel yang terpisah satu dengan yang lain. Meskipun pembedaan ini
bermanfaat dalam penggolongan gejala, tetapi harus diingat bahwa terdapat
saling ketergantungan antar ventrikel tersebut. Secara otomatis, saling
ketergantungan antar ventrikel dapat terlihat dari dinding pemisah yang sama
yaitu septum interventrikularis dan serabut-serabut otot yang membentuk
dinding ventrikel yang berkesinambungan, melingkari kedua ventrikel. Tidak
hanya terdapat ketergantungan anatomis antar ventrikel tetapi juga terdapat
saling ketergantungan fungsional karena ventrikel merupakan komponen
26
sirkuit yang kontinu, dan volume darah yang dipompa dari masing-masing
ventrikel bergantung pada volume darah yang diterima oleh ventrikel
tersebut. Secara fisiologis, tidak mungkin terjadi ketidakseimbangan antara
volume sekincup kedua ventrikel dalam waktu panjang. Contohnya ventrikel
kiri tidak dapat mepertahankan curah jantung yang meningkat jika tidak
disertai peningkatan curah jantung ventrikel kanan. Gangguan pada satu
ventrikel akhirnya akan menghambat fungsi ventrikel yang lain. Dalam
kenyataannya gagal jantung kiri diketahui sebagai penyebab terserang gagal
jantung kanan, seperti yang dijelaskan melalui fenomena gagal kebelakang di
atas.
Kedua ventrikel tertutup oleh perikardium sehingga interaksi fisiologis
bertambah, dilatasi berlebihan daripada pada satu ventrikel lambatlaun akan
menekan ventrikel lain didalam perikardium. Selain itu, kedua ventrikel
mengalami perubahan-perubahan biokomiawi yang sama pada gagal jantung,
misalnya berkurangnya norepinefrin seperti yang disebutkan atas, tidak
hanya terjadi pada satu ruang. Kesimpulan, saling ketergantungan antara dua
ventrikel sebagai pompa harus diketahui. Akan tatapi istilah gagal jantung
kanan dan kiri masih dapat dipakai untuk menjelaskan kompleksnya gejala
yang berkaitan dengan kegagalan dari satu ventrikel. Contoh gagal jantung
kanan menyebabkan edema dan kongesti vena sistemik, sedangkan gagal
jantung kiri mengakibatkan edema dan kongesti vena paru.
2. Gejala dan Tanda
Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap
derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya,
secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik; tetapi dengan
bertambah bertanya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin
menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih
ringan. Klasifikasi fungsional dari NYHA biasanya hanya digunakan untuk
menyatakan hubungan antar awitan gejala dan derajat latihan fisik.
Dispnea adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea
disebabkan oleh pemingkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru
27
yang mengurangi kelenturan paru. Meingkatnya tahanan aliran udara juga
menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema
alviolar, maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea adalah terutam
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian tubuh yang dibawah ke
arah sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan intertisial dari ekstrimitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vaskular paru lebih lanjut. Dispnea nokturnal
paroksismal atau mendadak bangun karena dispnea dipicu oleh timbulnya
edema paru interstisial. Dispnea nokturnal paroksismal merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan
dispnea atau ortopnea.
Batuk nonproduktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru terutama pada
posisi berbering. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh tansudasi cairan paru
adalah ciri khas dari gagal jantung; ronki pada awalnya terdengar dibagian
bawah paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat
dikaitkan dengan gagal kebelakang pada gagala jantung kiri. Hemoptisis
dapat disebabkan oleh perdarahan vena bron kialyang terjadi akibat distensi
vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi
esofagus dan disfagia (sulit menelan).
Gagal kebelakang pada posisi kanan jantung menimbulkan gejala dan
tanda kongesti vena sistemik. Dapat diamati peningkatan vena jugularis
(JVP); vena-vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP)
dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat meyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke
jantung selama inspirasi. Meingkatnya CVP ini selama inspirasi dikenal
sebagai tanda Kussmau. Jika terjadi insufisiensi katup trikuspidalis, terlihat
gelombang ѵ pulsati pada vena jugularis. Hasil uji refluks hepatojugularis
yang positif dapat dibangkitkan; kompresi manual pada abnomen kuadran
abdomen kanan atas menyebabkan peningkatan tekanan vena jugularis karena
jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan dengan pennglatan aliran
28
balik vena. Dapat terjadi hepatomegali (pembesaran hati); nyeri tekan hati
dapat terjadi akibat perenggangan kapsula hati. Gejala saluran cerna yang lain
(seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual) dapat disebabkan oleh kongesti hati
dan usus.
Edema perifer dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Edema mula-mula nampak pada bagian tubuh yang tergantung
denterutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia (diuresis malam hari)
yang mengurangi retensi cairan. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan
dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi
ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan
asites atau edema anasarka (edema tubuh generalisata). Meskipun gejala dan
tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik dianggap
terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari
bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal
jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang dijelaskan disini secara
khas diawali dengan bertambahnya berat badan, yang jelas mencerminkan
adanya retensi natrium dan air.
Gagal kedepan pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ-organ. Aliran darah dialihkan dari organ
nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga
manifestasi paling dini dari gagal kedepan adalah berkuragnya perfusi ke
organ (misal, kulit dan otot rangka). Kulit pucat dan dingin disebabkan oleh
vasokonstriksi perifer; makin berkurangnya curah jantung dan meningkatnya
kadar hemoglobin tereduksi menyebabkan terjadinya sianosis. Vasokonstriksi
kulit meghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas; oleh karena itu
dapat ditemukan demam ringan dan keringat yang berlebihan. Kurangnya
perfusi pada otot ragka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala dapat
diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
Makin menurun curah jantung dapat disertai insomnia, kegelisahan dan
kebingungan. Pada gagal jantung kronis yang berat dapat tyerjadi kehilangan
berat badan yang progresif atau kakeksia jantung. Penyebabnya dapat
29
merupakan kombinasi dari faktor-faktor diatas, termasuk rendahnya curah
jantung dan anoreksia akibat kongesti viseral, keracunan obat atau diet yang
tidak mengandung selera.
Pemeriksaan deyut arteri selama gagal jantung memperlihatkan denyut
yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat mencerminkan
responterhadap rangsangan saraf simpatis. Sangat menurunnya volume
sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi
(perbedaan tekanan sistolikdan diastolik), menghasilkan denyut yang lemah
(thready pulse). Hipotensi sistolik ditamukan pada gagal jantung yang lebih
berat. Selain itu pada gagal ventrikel kiri yang berat dapat timbul pulsus
alternans, yaitu berubah nya kakuatan denyut arteri. Pulsus alternans
menunjukkan disfungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi
denyut ke denyut pada volume sekuncup.
Pada auskultasi dada lazim ditemukan ronki dengan gallop ventrikel atau
bunyi jantung ke tiga (S3). Terdengarnya S3 pada auskultasi merupakan ciri
khas gagal ventrikel kiri. Gallop ventrikel terjadi selama diastolik awal dan
disebabkan oleh pengisisn cepat pada ventrikel yang tidak lentur atau
terdistensi. Kuat angkat substernal (atau terangkatnya sternum sewaktu
sistolik) dapat disebabkan oleh pembesaran ventrikel kanan. Radiogram dada
menunjukkan hal-hal berikut :
a. Kongesti vena paru, berkembang menjadi edema interstisial atau alveolar
pada gagal jantung yang lebih berat;
b. Redistribusi vaskulaer pada lobus atau paru
c. Kardiomegali.
EKG seringlkali memperlihatkan denyut prematur ventrikel yang asimtomatis
dan menjadi takikardia ventrikel nonsustained. Perisiwa bradikardi (asistol
atau blok jantung) biasanya berkaitan dengan memburuknya gagal jantung
secara progresif. Makna disritmia ini masih belum jelas tetapi sering menjadi
kematian mendadak pada penderita gagal jantung.
Terjadi perubahan-perubahan khas pada kimia darah. Misalnya,
perubahan cairan dan kadar elektrolit terlihat dari kadarnya dalam serum.
30
Yang khas adalah adanya hiponateremia pengenceran; kadar kalium dapat
normal atau menurun akibat terapi diuretik. Hiperkalema dapat terjadi pada
tahap lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Demikian pula kadar
nitogen urea darah (BUN) dan kreatinin dapat meningkat akibat perubahan
laju filtrasi glomerolus. Urin menjadi lebih pekat, dengan berat jenis myang
tinggi dan kadar natriumnya berkurang.kaelinan fungsi hati dapat
mengakibatkan pemanjangan masa protrimbin yang ringan. Dapat dijumpai
peningkatan kadar bilirubin dan enzim hati (aspartat aminotransferse [AST
dulu SGOT] dan fosfotase alkali serum [ALP]) terutama pada gagal jantung
akut.
I. Penatalaksanaan Gagal Jantung
a. Medikamentosa3
Pada tahap simtomatik dimana sindrom GJ sudah terlihat jelas seperti cepat
capek (fatik), sesak napas (dispenia in effort, orthopenia), kardiomegali,
peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali dan edema sudah
jelas maka diagnosis GJ mudah dibuat. Tetapi bila sindrom tersebut belum
jelas seperti disfungsi ventrikel kiri/LV Dysfungction (tahap asimtomatik),
maka keluhan fatik dan keluhan diatas yang hilang timbul tidak khas,
sehingga harus ditopang dengan pemeriksaan foto rontgen, EKG dan brain
natriuretic peptida.
Diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak
pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai
eupolemik). ACE-Inhibitor atau Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) dosis
kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta
dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-Inhibitor
tersebut diberikan.
Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (vibrasi atrium atau
SVT lainnya) atau ketiga obat diatas belum memberikan hasil yang
memuaskan. Intoksikasi digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal
31
menurun (ureum/kreatinin meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang
dari 3.5 meq/L).
Aldosteron antagonis dipakai untuk untuk memperkuat efek diuretik atau
pada pasien dengan hipokalemia, dan beberapa studi yang menunjukkan
penurunan mortalitas dengan pemberian jenis ini.
Pemakian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti brain N atriuretic
peptide (neseritide) masih dalam penelitian. Pemakian alat bantu seperti
Cardiac Resychronization theraphy (CRT) maupun pembedahan,
pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat mencegah mati
mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non iskemia dapat
memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.
Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, yang dapat ditumbuhkan
untuk mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian
lanjut.
b. Non medikamentosa
1) Faktor umum dan gaya hidup
a) Aktifitas fisik
Harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan
memperbaiki gejala, rasa sehat, dan toleransi aktivitas pada gagal
jantung terkompensasi dan stabil. Aktivitas tidak memperbaiki
kontraktilitas miokard atau ketahanan hidup. Bila terjadi perburukan
pada gagal jantung akut, diperlukan satu periode masa istirahat.
Duduk dalam posisi tegak akan menghilangkan kongesti vena
pulmonal dan istirahat ditrmpat tidur meningkatkan aliran darah ginjal
serta menginduksi diuresis.3
b) Oksigen
Merupakan vasorelaksan paru, menuraukan afterload ventrikel kanan,
dan memperbaiki aliran darah paru.
c) Merokok
32
Merokok cendrung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut
jantung, dan meningkat resistensi vaskular sistemik dan pulmonal.
Sehingga merokok harus dihentikan.3
d) Alkohol
Mengubah keseimbangan cairan, inotropik negatif, dan dapat
memperburuk hipertansi, serta mempresipitasi aritmia. Penghentian
konsumsi alkohol memp[erlihatkan perbaikan gejala dan
hemodinamik bermakna maka konsumsi alkohol tetap dijaga dalam
batas minimal atau bahkan dihindari, terutama bila dipertimbangkan
merupakan penyebab kadiomiopati.3
e) Vaksin
Gagal jantung merupakan predisposisi infeksi paru sehingga, pasien
harus dipertimbangkan untuk mendapatkan vaksinisasi terhadap
influensa dan streptokokus.3
f) Nutrisi
Beberapa pasien dengan gagal jantung kronis memiliki resiko
malnutrisi karena nafsu makan yang jelek, malabsorpsi, dan
peningkatan tingkat metabolik basal (sekitar 20%), sehingga nutrisi
yang cukup sangat penting. Begitupula pada mereka yang kegemukan,
penurunan berat badan yang sukses dapat memberikan gejala
bermakna. Dengan pengenalan diuretik terutama diuretik loop poten,
restriksi natrium dari diet menjadi tidak terlalu bermakna. Namun
gejala membaik bila asupan natrium dikurangi (3-6 g/hari) garam
maja yang diproses dan makanan bergaram haru dihindari, dan
konsumsi buah, sayuran dan ikan segar ditingkatkan. Kalium klorida
dapat digunakan sebagai pengganti dalam masakan. Biasanya
disarankan untuk membiarkan asupan cairan sesuai penilaian pasien
namun pada gagal jantung lanjut hormon ADH meningkat dan pasien
tidak mampu mengekskresi cairan menyebabkan hiponatremia dilusi.
Jadi asupan cairan dibatasi jika asupan natrium dibawah 125-190
33
mmol/L. Tetapi diuretik juga mungkin memodifikasi hal ini dan
memberikan perbaikan gejala pada gagal jantung.3
2) Terapi penyebab dasar
Penyebab dasar yang umum (PJK, hipertensi, kardiomiopati) harus
diterapi dengan optimal. Pada pasien dengan PJK, revaskularisasi (tandur
alih pintas a. Koroner) atau angioplasti koroner transluminal (PTCA)
dapat memperbaiki fungsi jantung dengan mengurangi iskemia dan
memperpanjang hidup pembedahan juga menguntungkan bila ada
penyakit katup jantung bermakna (aorta atau mitral). Jika diduga
disfungsi diastol, penggunaan penyekat beta, antagonis kalsium pembatas
laju (verapamil, diltiazem), atau ACE inhibitor (menurunkan hipertrofi
LV) secara teoritis dapat membantu.3
3) Koreksi faktor pemberat
Perhatian harus diberikan pada faktor manapun yang dapat memperbarat
atau mengeksaserbasi gagal jantung (infeksi, perubahan terapi obat,
angina yang memburuk, gangguan elekrolit).
Bradikardia bermakna harus diterapi dengan pacu jantung permanen
dan pemasangan pacu jantung biventrikel pada beberapa pasien dengan
gagal jantung berat merupakan hal yang menarik saat ini. Aritmia atrium
atau ventrikel harus diterapi dan defibrilator implant dapat digunakan bila
diduga terdapa aritmia yang mengancam jiwa.3
4) Transplantasi jantung
Pada pasien dengan yang berat akibat disfungsi miokard, transplantasi
jantung merupakan satu-satunya metode untuk memperbaiki morbiditas
dan mortalitas jangka panjang.Ketersediaan jantung donor terbatas
sehingga pemilihan pasien yang tepat sangat penting.Tingkat ketahanan
hidup setelah transplantasi jantung sekitar 85 % pada satu tahun dan 60-
70% pada lima tahun di rumah sakit-terbaik.Pasca operasi semua pasien
mendapatkan terapi imunosupresif untuk menekan penolakan dan
ternyata hal ini menjadi sumber peningkatan risiko infeksi terutama
34
infeksi virus (misalnya Citomegalovirus).Siklosporin A merupakan obat
penolakan utama, meskipun azatioprin dan metilprednison mungkin juga
dibutuhkan terutama selama masa pasca operasi awal atau untuk terapi
suatu episode penolakan.5
J. Komplikasi
Komplikasi pada gagal jantung adalah stroke dan tromboliemboli. Insiden
keseluruhan tahunan stroke atau tromboemboli pada gagal jantung sebesar 2 %.
Faktor predisposisi antara lain adalah imobilitas, curah jantung rendah, dilatasi
ventrikel atau aneurisma, dan fibrilasi atrium. Risiko tahunan stroke pada
penelitian gagal jantung sekitar 1,5 % pada gagal jantung ringan atau sedang dan
4% pada yang berat, dibandingkan dengan 0,5% pada kontrol.3
K. Pencegahan
Pencegahan gagal jantung dapat dilakukan dengan membatasi asupan cairan dan
garam hal ini dimaksudkan untuk menurunkan beban awal jantung.3
L. Prognosis3
Mortalitas satu tahun pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%)
dan berkaitan dengan derajat keparahannya. Data framingham yang
dikumpulkan sebelum penggunaan vasodilatasi untuk gagal jantung
menunjukkan mortalitas satu tahun rata-rata sebesar 30 % bila semua pasien
dengan gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA
kelas IV. Maka kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada
sebagian besar kanker.Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau
secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih
sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung :
1. Klinis : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran
klinis, semakin buruk prognosis.
2. Hemodinamik : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup, dan fraksi
ejeksi, semakin buruk prognosis.
35
3. Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara noreepinefrin,
renin, vasopresin, dan peptida natriuretik plasma. Hiponatremia dikaitkan
dengan prognosis yang lebih buruk.
4. Aritmia : Fokus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada
pengawasan EKG ambulatorik menandakan prognosis yang buruk. Tidak
jelas apakah aritmia ventrikel hanya merupakan penanda prognosis yang
buruk atau apakah aritmia merupakan penyebab kematian.
36
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa gagal jantung merupakan suatu
sindrom klinis yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab. Namun, yang paling
sering menyebabkan terjadinya gagal jantung adalah hipertensi, sindrom koroner
akut dan penyakit katup jantung. Gagal jantung dapat berkembang menjadi gagal
jantung kronik yang relatif stabil namun bergejala. Pada gagal jantung akut dapat
mengenai jantung kanan atau kiri namun pada gagal jantung kronik dapat terjadi
gagal jantung biventrikel yakni gagal jantung yang telah mengenai jantung kanan dan
kiri sehingga gejala dan tanda yang ditimbulkan dapat merupakan gabungan dari
keduanya.
37
DAFTAR REFERENSI
1. Bickley LS. Bates : Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi
8. Jakarta : EGC ; 2009.h 327-55.
2. Kee JL. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta :
EGC ; 2007.
3. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC ; 2005. h 1063-1085.
4. Soeroso J. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-4. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2006.h 2857-60.
5. Jong de wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed II. Jakarta :EGC ; 2003.h 1612-4.
38
top related