gadis dua dimensi - goodreadsphoto.goodreads.com/documents/1359742074books/17312833.pdf6 1 terlalu...

Post on 29-Nov-2020

3 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

1

Gadis Dua Dimensi

oleh

Ryby Piscesia

2

Two-Dimensional Girl

Oleh: Ryby Piscesia

Copyright © 2013 by Ryby Piscesia

Diterbitkan melalui:

textnovel.com

3

Prologue

Apakah kau pernah jatuh cinta?

Bagaimana bila cintamu datang dari

dunia yang berbeda denganmu?

Akankah kau masih mencintainya?

Akankah kau mengorbankan segalanya

agar cinta itu dapat tumbuh?

Sebuah cinta yang datang dari dua

dunia yang berbeda.

Yang satu datang dari dunia nyata,

dan yang satu lagi tidak.

Akankah itu terjadi?

4

Chapter 1: Rak putih ………. 4

Chapter 2: Kunang-kunang kecil .. 28

Chapter 3: Cahaya keajaiban … 50

Chapter 4: Suasana luar ..…… 57

Chapter 5: Sebuah ruang untuk kita.. 66

5

Chapter 1:

Rak putih

6

1

Terlalu sempit,

penat.

Aku sedang duduk di atas sebuah rak

putih

yang terbuat dari kayu mahogani,

berdiri terjejer dengan mereka

yang sama sepertiku.

Di dalam sebuah toko

yang terletak di ujung jalan.

Sebuah toko yang tidak begitu ramai

tapi juga tidak terlalu sepi.

Rak-rak berjejer.

Suara mesin kasir yang terdengar sibuk

menghitung uang di dekat pintu.

Karpet merah tipis yang terhampar

melapisi lantai.

7

2

Aku sedang duduk,

dalam diam,

sambil menunggu.

Mataku melihat kesana kemari.

Dari balik sampul plastik yang sedikit

berdebu

yang mengemasku di sudut rak.

Aku sedang menunggu seseorang.

Seseorang yang akan

mengambilku,

yang aku tidak pernah tahu.

8

3

Aku sesekali menoleh

ke arah pintu otomatis

yang tidak jauh dari tempatku berada.

Pintu itu berkali-kali terbuka

mempersilahkan orang-orang yang

sibuk keluar masuk.

Aku melihat beberapa pengunjung yang

datang.

Para remaja.

Anak-anak kuliahan.

Kebanyakan dari mereka adalah anak-

anak muda.

Kadang-kadang anak-anak, tapi tidak

banyak.

9

4

Cukup banyak yang datang.

Mereka berjalan masuk,

melihat-lihat,

menelusuri.

Mengambil uang dari dalam saku,

memberikan uang ke kasir,

untuk membeli.

Hanya beberapa orang yang datang

dan berhenti di tempatku.

Dan biasanya,

mereka tidak memilihku.

10

5

Aku tidak tahu kenapa.

Tapi biasanya,

mereka tidak memilihku.

Para pengunjung hanya memilih

dan membeli mereka

yang terjejer denganku di rak yang

sama.

Aku tidak tahu kenapa aku tidak

dipilih.

Selalu memilih mereka,

selalu meninggalkanku,

dalam debu,

sendirian.

11

Tidak pernah tahu apa yang aku

rasakan.

Tidak pernah tahu apa yang aku

inginkan.

Apa aku tidak menarik?

Atau kemasanku yang tidak bagus?

Aku tidak pernah dipilih.

12

6

Semakin lama aku berada di rak,

semakin sering pemilik toko menatap

ke arahku.

Gelisah.

Itulah yang dirasakan pemilik toko

setiap kali ia melihatku.

Dia selalu membersihkanku agar aku

dapat menarik pembeli.

Merapikanku dengan hati-hati.

Membersihkanku dengan hati-hati.

Aku tahu ia gelisah,

karena dengan tidak adanya orang yang

membeliku,

itu berarti dia merugi.

13

7

Aku hanya tahu apa yang ia rasakan,

bukan dengan berbicara denganku.

Aku hanya dapat menebak.

Itu bukan berarti ia tidak mau berbicara

denganku.

Bukan, tidak seperti itu.

Dia tidak akan mengajakku berbicara,

begitu pula dengan yang lain.

Itu, tentunya,

karena aku tidak dapat berbicara.

Tidak akan pernah.

14

8

Hari ini seperti hari-hari sebelumnya,

selalu sama,

tidak pernah berubah.

Aku hanya menunggu dengan sabar.

Aku sedang menunggu seseorang --

dengan mata yang berkilauan

saat melihatku,

tertarik padaku

dan mengambilku,

lalu mengambil uang dari dalam saku

untuk membeliku,

membawaku pulang ke rumah,

dengan wajah yang senang.

Aku sedang berharap.

Sampai kapan?

15

9

Aku sedang menunggu,

dan menunggu,

selalu menunggu,

di sudut pojok rak putih.

Dengan sebuah harapan,

tidak pernah tahu kapan akan berakhir.

Dan akhirnya,

aku melihatmu.

16

10

Kau masuk

melalu pintu otomatis.

Pintu itu terbuka perlahan

lalu kau masuk ke dalam

dan meninggalkan pintu itu

tertutup dengan sendirinya

di balik punggungmu.

Kau melihat ke sekitar

dari balik kacamatamu yang tebal.

Aku tidak tahu kenapa,

tapi aku sedang terpaku sekarang.

Aku merasakan sesuatu dari dalam

diriku

untuk selalu melihat ke arahmu.

17

11

Dari atas kepala hingga ke ujung kaki -

-

Rambut yang tertata tidak rapi.

Kulit yang terbakar matahari.

Kaus lengan panjang berwarna putih.

Celana panjang berwarna biru gelap.

Jaket hitam dengan garis strip putih.

Sepatu berwarna putih keperakan.

Dari atas kepala hingga ke ujung kaki -

-

Sepasang mata hitam yang bulat dan

bersinar.

Bibir yang berwarna pink pudar

tapi menjadi sedikit memerah

18

karena kau sering menggigitnya.

Gigi putih dan lesung pipi terlihat

saat kau tersenyum lebar

begitu kau melangkah masuk.

Hidung yang mancung.

Kedua tangan yang panjang;

tangan kanan yang selalu mencoba

menyisir rambut ke belakang

tangan kiri yang memegang ransel.

Celana yang robek di bagian lutut.

Sepatu yang sedikit kotor dengan jejak

lumpur yang telah mengering.

Dari atas kepala hingga ke ujung kaki -

-

19

12

Sinar matahari masuk

melalu jendela

merefleksikan cahaya

di wajahmu.

Sinar itu membuatmu menyipitkan

matamu.

Tapi tidak bagiku.

Aku terus menatapmu lebar-lebar,

menghela udara --

menahan nafasku --

Kau terlalu bersinar…

20

13

Kau melangkah masuk,

dan melihat ke sekitar…

melihat-lihat,

menelusuri.

Satu-persatu rak kau telusuri.

Satu-persatu kau memegang mereka

yang sama sepertiku.

Kau mengambil mereka dari

tempatnya.

Kau membaca deskripsi di bagian

sampul belakang.

Kau mengamati sampulnya.

Kau mengamati bagian screenshot-nya

Kelihatannya kau sedang menilai

mereka.

21

Entah dari poin apa kau menilai

mereka,

aku tidak tahu.

22

14

Kemudian kau meletakkan kembali

mereka ke tempatnya semula.

Dan kau terus mengulang hal yang

serupa.

Kau menatap,

memegang,

mengambil,

membaca,

mengamati,

mengangguk-angguk,

lalu meletakkan ke tempatnya semula.

Namu kelihatannya tidak ada satu pun

dari mereka yang menarik perhatianmu.

Kelihatannya kau sedang mencari

sesuatu…

23

Tapi,

apa itu?

24

15

Kau berjalan perlahan,

sepanjang masing-masing rak

menyusur ke gang-gang

di antara rak-rak tersebut.

Kau menyentuh orang-orang lain

yang juga melakukan hal yang sama

seperti yang kau lakukan.

Aku terus melihatmu.

Aku sedang menunggu

sesuatu

yang mungkin dapat terjadi hari ini.

Aku sedang menunggu.

Lagi.

25

Akankah itu menjadi harapan palsu

lagi?

26

16

Dan inilah dia.

Akhirnya --

Aku melihat

kau berdiri di sana

tidak jauh dariku.

Bahkan sangatlah dekat.

Kau begitu dekat…

Kau menelusuri sebuah rak --

Sebuah tempat

dimana aku sedang berada

saat ini.

27

17

Tanganmu yang panjang menjulur

ke arah rak putih ini.

Kau mulai melakukan

apa yang sedari tadi kau lakukan.

Satu persatu kau memegang mereka.

Kau menyentuh sampulnya.

Kau melihat screenshot.

Kau membaca deskripsi.

Satu-persatu.

Secara terus menerus.

Dan,

akhirnya --

kau meraihku.

28

18

Kau mulai menyentuhku,

mengambilku dari tempatku.

Tanganmu dingin.

Kau menghembuskan nafas

pada sampulku.

Hangat.

Menggelitik.

Dari balik kacamata,

kau melihatku.

Dan kemudian,

mata kita bertemu.

29

19

Kalau aku dapat berbicara, aku akan

mengatakan,

“Berhenti menghembuskan nafasmu,

itu membuatku geli!”

Kalau aku dapat berbicara, aku akan

mengatakan,

“Hey, tanganmy dingin,

hangatkan dirimu,

atau kau akan masuk angin!”

Kalau aku dapat berbicara, aku akan

mengatakan,

“Jangan hanya melihatku,

ayo cepat beli aku!”

30

Dan,

jika aku dapat berbicara,

jika aku adalah manusia,

aku pasti sudah mengatakan padamu,

dan memalingkan wajahku.

“Jangan melihatku seperti itu,

kau membuat wajahku memerah…

Tolong hentikan --

aku mohon…

kau hanya akan membuat wajahku

merona karena malu…”

31

20

Matamu terus menatapku.

Dengan tenang

dalam diam

kau mengamati.

Mungkin sekitar sepuluh menit,

kau terus menatapku.

Dan, aku merasakan,

tangan yang memegangku

bergerak--

ke satu arah.

Ke arah

yang aku tidak ingin kau

menggerakan tanganmu.

32

21

Tidak…

TIDAK!

Jangan kembalikan aku ke rak!

Ambil aku!

Beli aku!

Aku mohon!!

….!

Tapi harapan itu

selalu seperti sebelumnya…

musnah--

33

Ujung kemasanku telah menyentuh rak.

Dan aku hanya

tertunduk lemas…

34

Chapter 2:

Kunang-kunang kecil

35

1

Matahari terbenam

meninggalkan cahaya keemasan

dan perlahan tergantikan

oleh gelapnya malam.

---

Toko telah tutup.

Pengunjung telah pergi.

Pintu telah dikunci.

Pemilik sedang merapikan barang-

barang.

Dan aku hanya tertinggal di belakang --

sendirian

di sudut

rak putih ini

tertunduk lemas --

36

2

Seperti terjebak

dalam kegelapan

tanpa ada sedikitpun

cahaya yang dapat menyinari.

Pemilik sedang merapikan barang-

barang.

Semua barang dirapikan dan

dibersihkan satu-persatu.

Dan dia sampai ke rak putih tempatku

berada.

Dia melihat ke arahku,

bersamaan dengan helaan nafas yang

berat.

Entah tatapan apa yang ia sedang

berikan kepadaku,

37

aku tidak berani membalas

menatapnya.

38

3

Pemilik mengambilku dari rak.

Tangan yang gempal.

Perut yang bulat.

Kemeja yang sedikit kusut di bagian

ujung.

Rambut yang menipis.

Kumis yang juga tipis.

Dia membalik sampulku,

menatapku untuk sejenak.

Dia menghela nafas dalam-dalam.

Sepertinya malam ini

ia akan berbicara lagi padaku

seperti biasanya.

Dia mulai membuka mulutnya.

39

4

“Baru kali ini,

seumur hidupku aku berjualan kaset

video game,

ada satu yang tidak terjual

sepertimu.

Entah kenapa sebabnya.

Tapi pengunjung yang datang biasanya

hanya melirikmu

tanpa peduli.

Padahal aku sudah membersihkan

kemasanmu setiap hari.

Atau mungkin karena kau adalah

produk lama?

Teman-temanmu dengan judul yang

sama sudah terjual sejak lama.

40

Dan hanya kau yang tertinggal.

Judulmu mungkin tidak akan

ditemukan di toko-toko lain

kecuali disini,”

41

5

“… *menghela nafas*…

Besok, para pengangkut akan datang

kemari.

Kaset-kaset yang tidak terjual

akan dikembalikan ke pabrik

dan akan dihancurkan.

Kau…

Aku pikir anak yang tadi melihatmu

hari ini akan membelimu.

Tapi ternyata…

You are finished.”

42

6

... you are finished...

........... are finished............

.................. finished..............

..................... nished................

Kata-kata itu terus berputar di dalam

kepalaku.

-- tiga kata yang sederhana --

mencoba menerobos masuk,

mengguncang saraf otak,

memaksa untuk dipahami huruf demi

huruf.

--

mendengar kalimat

memaknai artinya

dan menerima kenyataan.

--

43

Itu hanyalah tiga kata sederhana --

tapi sangat menyakitkan…

44

7

“… maaf…” katanya.

Seperti itu saja.

Sesederhana seperti itu saja.

Pemilik meletakkan aku kembali

ke rak putih ini.

Dia melangkah mundur

dan memutar badan.

Kemudian ia menjauh,

menjauh…

dan terus menjauh…

45

8

Dia mematikan lampu

kemudian naik tangga menuju ke

kamarnya

meninggalkan toko ini dalam

kesunyian.

-- sunyi

gelap

tanpa cahaya --

Hanya bayangan temaram

sebuah warna putih

dari rak ini

yang terlihat seperti

memberikan sedikit cahaya.

Tapi tetap tidaklah terang…

Aku terjebak

46

dalam kegelapan.

47

9

- Pagi hari -

Sudah pagi.

Pagi yang seperti biasa.

Pemilik melangkah turun

dari lantai dua.

Dia berjalan

menyusuri rak-rak

menuju ke arah pintu.

Tap.

Tap.

Tap.

Kuncinya telah terbuka --

48

10

Suara

burung-burung

berkicauan

terdengar

segera

oleh telinga.

Bau

dedaunan,

uadara segar,

embun…

Bau di pagi hari.

Mereka semua

masuk

ke dalam saluran pernafasan

untuk dihirup.

49

Matahari mulai terbit

sinarnya menyinari --

yang semakin

dan semakin lama

menyilaukan --

50

11

Pemilik membalik badan.

Ia melihat ke sekitar,

dan menatap

dan berjalan

dan berhenti

di tempat

dimana aku berada,

dengan helaan nafas,

dan kata-kata sederhana--

yang menghancurkan pagi yang

bersinar ini,

“Hari ini adalah hari terakhirmu,”

51

12

Aku tahu.

Aku selalu tahu.

Kau tidak perlu mengatakannya

padaku…

Aku melihat ke sekitar.

Aku mendengarkan sekitar.

Aku menghirup udara sekitar.

Ini yang terakhir kalinya --

Kemudian,

aku mendengar sesuatu,

suara ribut mesin

kendaraan

yang berhenti

di depan toko.

52

13

Seseorang masuk ke toko.

Si pengangkut --

Orang ini

yang akan membawaku ke pabrik

dan menghancurkanku…

Ia berbicara singkat dengan pemilik.

Kemudian mereka berdua mulai

berkemas-kemas.

53

14

Pemilik berjalan ke arahku.

Dan tanpa berlama-lama lagi,

tanpa bercakap-cakap lagi,

ia mengambilku,

dan meletakkan aku di sebuah kardus

karton,

bersamaan dengan yang lain.

Kami akan menuju ke tempat terakhir

kami.

54

15

Jadi, seperti ini rasanya?

Berada di sebuah kardus karton,

gelap,

sempit.

Ternyata tidak ada bedanya.

Tidak ada bedanya bagiku

yang selalu berada di rak

yang sempit,

dan sendiri,

dan hanya mengumpulkan debu.

Kenyataan itu selalu kejam, bukan?

55

16

Seseorang memegangi kardus tempat

dimana aku berada sekarang.

Aku tidak tahu siapa,

karena tutup kardusnya sudah dilem.

Disamping itu, aku juga tidak peduli

dan tidak ingin tahu siapa itu.

Tidak ada bedanya bagiku…

“Ayo bawa kardus-kardus ini ke

pabrik,”

56

17

Kenyataan selalu kejam.

Tidak pernah ada cahaya dalam

kekejaman.

Tidak pernah ada cahaya dalam

hidupku.

Bahkan sekecil kunang-kunang kecil.

Tidak pernah ada…

bahkan hanya partikel cahaya terkecil

itu sendiri,

tidak akan pernah muncul.

57

Chapter 3:

Cahaya keajaiban

58

1

Aku dibawa keluar dari seseorang.

Dari celah kardus yang tidak tertutup

aku dapat sedikit melihat keadaan di

luar.

Akhirnya aku merasakan bagaimana

rasanya berada di luar toko.

Udara pagi hari berhembus menerpa

dengan lembut.

Suara kicauan burung nyaring

terdengar begitu aku berada di luar

toko.

Suaranya tidak senyaring saat aku

mendengarnya dari dalam toko.

Embus masih membasahi dedaunan.

Bau pagi hari semakin menyeruak.

59

Satu-persatu kendaraan lewat di depan

toko

dan menghilang di ujung jalan.

60

2

Aku selalu menginginkan berada di

luar toko.

Setiap hari aku membayangkan

akan ada seseorang yang membeliku

dan membawa keluar dari toko.

Aku sekarang memang berada di luar

toko

seperti yang selalu aku harapkan.

Tapi bukan seperti ini --

Bukan dalam keadaan begini.

Bukan dengan cara seperti ini…

61

3

Setelah dibawa oleh seseorang,

kardus tempatku berada sekarang

diletakkan.

Aku merasakan suara mesin menderu

di bawahku

membuatku percaya kalau aku berada

di dalam sebuah mobil sekarang.

Mungkin sebuah truk.

Kardusnya ditempatkan di atas kardus-

kardus lain.

Seperti itu saja.

Dan kemudian, aku mendengar suara

pintu truk yang ditutup.

Tapi samar-samar,

dari kejauhan,

62

aku mendengar suara derap langkah

yang sedang berlari.

63

4

Aku tidak tahu suara langkah kaki

milik siapakah itu.

Suara langkah kaki itu semakin lama

semakin mendekat.

Dan kemudian,

aku mendengar langkah kaki itu

berhenti.

Jaraknya mungkin hanya beberapa

meter dari truk tempatku berada

sekarang.

Aku tidak dapat mendengar yang lain.

Pintu truknya telah terkunci rapat,

suara dari luar juga terhalang oleh suara

mesin yang menderu.

64

Tapi samar-samar, aku mendengar

seseorang sedang memohon…

Dan kemudian,

suara mesin truk yang menderu

dibawahku,

tiba-tiba berhenti.

65

5

Sekarang aku dapat mendengar suara-

suara dari luar.

Meskipun hanya samar-samar,

tapi setidaknya lebih jelas

dari sebelumnya.

Sudah dapat dipastikan,

aku mendengar suara seseorang

memohon

dengan suaranya yang terengah-engah

karena kelelahan berlari.

66

6

“Tolong pak, aku sudah mencarinya

sejak lama.

Sekarang aku punya uang untuk

membelinya.

Tolong jangan dikembalikan ke

pabrik!”

“Tapi kami tidak mungkin membuka

kembali satu-persatu

barang-barang yang telah dikemas

dalam kardus.

Kami tidak punya banyak waktu.

Masih ada beberapa toko yang harus

kami kunjungi.”

si pengangkut mengatakannya tanpa

cukup peduli.

“Tapi, pak…”

67

“Hey, hey, ada apa ini?”

itu suara pemilik.

68

7

Percakapan terjadi lagi di luar.

Kali ini suara motor yang lewat di

sebalh truk

menganggu pendengaran.

Setelah motor itu lewat,

aku dapat mendengar mereka berbicara

lagi.

“Kau… yang datang kemarin?”

“Ah, kau ingat padaku?”

“Apa yang sedang kau cari?”

“Um… judulnya…”

Suara mesin mobil yang lewat yang

sekarang menggangu.

69

Tapi, aku cukup yakin.

Meskipun samar-samar,

anak lelaki itu menyebutkan…

aku.

70

8

Tak lama kemudian, ada sebuah cahaya

yang masuk.

Aku merasakannya.

Pintu truknya terbuka.

Aku mendengar suara setelahnya.

Seseorang seperti membuka kemabli

kardus-kardus yang telah tersusun rapi.

Aku terletak di kardus

yang berada di paling ujung.

Aku percaya pada sebuah keajaiban,

yang selalu datang

di saat yang paling tidak dapat diduga.

Dan sekarang, aku sedang

menunggunya,

71

keajaiban itu.

72

Chapter 4:

Suasana luar

73

1

Tap.

Tap.

Tap.

Suara langkah-langkah kaki terdengar

dari bawah.

Aku sekarang tidak lagi berada di rak

yang sempit dan penat,

tidak juga berada di dalam sebuah

kardus karton.

Sekarang aku berada di dalam sebuah

tas kertas kecil,

dibawa

terayun

mengikuti langkah milik seseorang.

Sedikit sinar matahari

74

melesap masuk

melalui celah yang terbuka.

-- tidak begitu terang

namun masih menyilaukan --

Pertama kalinya aku merasakan hal

seperti ini.

75

2

Toko tempatku selalu berada

semakin lama semakin terlihat kecil,

ketika langkah kaki yang membawaku

semakin menjauh.

Dari kejauhan pemilik masih menatap

kepergianku.

Tatapannya tidak lagi gelisah,

tidak lagi dengan helaan nafas,

tidak lagi dengan kata-kata yang

menyakitkan.

Kali ini ia menatapku dengan senyum

yang terulas di wajahnya.

Tak berapa lama kemudian kedua kaki

gempalnya melangkah masuk

kembali ke dalam toko.

76

Mungkin ini terakhir kalinya aku akan

melihat si pemilik toko.

77

3

Aku mengintip dari celah tas kertas

yang terbuka.

Rumah-rumah yang berderet dengan

bentuk yang sama

hanya saja warna catnya yang berbeda.

Berwarna-warni.

Beberapa kendaraan melintas di tengah

jalan.

Tidak begitu banyak.

Beberapa anak kecil terlihat bermain di

lapangan dengan riang

saat kau yang membawaku melewati

lapangan tersebut.

Rumput-rumput,

dedaunan,

78

bergoyang perlahan saat angin

berhembus.

79

4

Tepat seperti inilah yang aku inginkan.

Berada di luar toko

menuju ke rumah seseorang

yang masih tidak aku ketahui

di dalam sebuah tas kertas

berlabelkan nama toko.

Bukan di dalam sebuah kardus karton.

Bukan ditumpuk begitu saja tanpa

dipedulikan.

Bukan di dalam sebuah truk.

Bukan menuju ke pabrik untuk

dihancurkan.

80

5

Angin kembali berhembus

menerpa wajahmu.

Aku mengintip dari celah.

Kau terlihat menyisir rambut ke

belakang dengan tanganmu.

Rambutmu terlihat bersinar

saat matahari memantulkan sinarnya.

Kakimu terus melangkah --

melewati rumah-rumah,

menelusuri belokan-belokan,

melewati pepohonan.

Tak lama kemudian langkah kakimu

berhenti.

Di depan sebuah rumah

81

dengan pagar besi setinggi dada

berwarna merah.

82

6

Kau membuka pintu pagar berwarna

merah tersebut.

Rumah dengan dinding yang putih.

Sebuah sepeda biru terparkir di balik

pagar.

Sebuah kolam renang ikan kecil

menghias di depan teras.

Lantai teras ubin yang berwarna hitam

berkilau.

Jendela rumah yang tertutup rapat.

Pohon jambu di samping kolam ikan

dengan dedaunan yang lebat.

Daun-daun berwarna kuning kering

sedikit mengotori bagian depan rumah.

Ada juga yang jatuh ke dalam kolam

ikan

83

dan mengejutkan ikan-ikan yang

berenang disana.

84

7

Kau melangkah masuk,

melepaskan sepatu,

meletakan sepatu di atas rak yang telah

disediakan.

Kau menunduk

dan mengambil keset berwarna merah

yang terletak di depan pintu.

Sebuah kunci berwarna perak yang

kusam terdapat di bawah keset tersebut.

Kau memasukkan kunci perlahan dan

memutarnya.

Pintu terbuka--

Kau mengambil nafas dan mengatakan,

85

“Aku pulang,”

86

8

Jadi, inikah rumahmu?

Akhirnya kami sampai --

Sofa-sofa empuk yang berjejer

berwarna kuning pastel.

Televisi hitam yang berada di sudut

ruangan.

Ruang tamu yang terhubung dengan

ruang keluarga.

Dinding dengan cat berwarna putih.

Beberapa dekorasi seperti foto-foto dan

hiasan lainnya

menghiasi dinding dan membuatnya

tidak sepi.

Pertama kalinya

aku melihat suasana ruangan lain

selain di toko.

87

Ini rumah manusia.

Bukan toko tempatku selalu berada.

Tidak ada pintu otomatis.

Tidak ada kasir.

Tidak ada rak-rak putih berjejer.

Suasana luar toko.

Suasana rumah.

88

Chapter 5:

Sebuah ruang untuk kita

89

1

Kau melangkah masuk dan melihat ke

sekitar.

Kau menghela nafas

saat menyadari

tidak ada seorangpun disana.

Lalu kau hanya beranjak naik tangga

yang tidak jauh dari pintu masuk

menuju ke lantai atas.

Entah apa yang aku pikirkan.

Tapi aku merasa

ada sendu

di balik helaan nafasmu itu.

90

2

Kau sampai pada sebuah ruangan

setelah menyusuri koridor rumahmu di

lantai dua.

Tak lama kemudian,

kau mengambilku dari dalam tas kertas.

Segera setelah aku keluar dari tas

kertas,

sebuah atmosfir baru mengelilingiku.

Aku tidak lagi melihat dengan

mengintip dari balik celah.

Kini aku dapat melihat dengan jelas.

Sebuah ruangan dengan cat berwarna

biru muda kali ini.

Sebuah tempat tidur di sisi kiri.

Meja dengan sebuah komputer di

atasnya di sisi lainnya.

91

Terdapat sebuah rak,

berisi buku-buku yang judulnya tidak

aku mengerti,

berjejeran dengan kaset-kaset video

game yang berdesakan.

Karpet tipis berwarna hijau menutupi

lantai ubin yang putih.

Tumpukan majalah-majalah tertata di

bawah tempat tidur.

92

3

Kau meletakkan tas ranselmu di

samping meja

sambil terus memegang kemasanku.

Bau ruangan beraroma jeruk segar

berhembus

bersamaan dengan angin dingin dari air

conditioner.

Kau melihat kemasanku.

Kemudian kau mengeluarkan CD dari

dalam.

Sepasang mata hitammu yang bulat

bergerak dengan lucu

dari balik kacamata tebal

sambil menatapku.

93

4

Kau membuka mulutmu

dan mulai berbicara

dengan suara yang lembut.

“Aku sudah mencari kaset video game

ini

ke seluruh toko-toko game di kota ini.

Tapi karena kau langka,

sangat sulit untuk menemukanmu.

Produk yang populer memang pasti

cepat habis terjual.

Semua teman-temanku telah

memilikimu sejak lama.

Hanya aku saja yang tidak bisa

membelimu.

Aku tidak punya uang saat itu.

94

Yah, tapi tidak lagi sekarang!

Akhirnya…”

95

5

Kau tersenyum

sembari menghidupkan komputer

dan kemudian memasukkan CD

masuk ke dalam driver.

Kau duduk di kursi

di hadapan layar komputer

mengayun-ayunkan kaki

dengan senangnya…

Kau mengetik sesuatu

sambil terus menatap

ke arah layar komputer.

Cahaya radiasi berpendar-pendar

memantul di wajahmu.

Pantulan warnanya terlihat di

kacamatamu.

96

6

Dari pantulan kacamata tebalmu

terlihat --

Sebuah bar untuk mengunduh muncul.

Pendaran warna berwarna hijau terang

muncul di dalam bar itu

dari yang tidak ada

semakin lama semakin memenuhi bar.

Berjalan terus-menerus tanpa ada

gangguan.

Lima persen.

Sepuluh persen.

Lima belas persen --

-- terus dan terus berjalan penuh…

97

7

Ya, akhirnya.

Akhirnya aku tidak lagi mengumpulkan

debu

di sudut rak putih.

Akhirnya, tidak ada lagi

hanya memegang kemasanku,

hanya untuk melihatnya,

dan kemudian meletakkannya kembali.

Akhirnya aku melihat seseorang

yang senang melihatku

dan tersenyum.

Akhirnya aku telah bertemu seseorang

yang membeli

dan membawaku pulang ke rumah.

98

Akhirnya aku di-install oleh seseorang.

Akhirnya aku bertemu seseorang

yang ingin memainkanku.

Akhirnya ada cahaya yang datang ke

dalam hidupku.

Akhirnya tidak ada lagi kegelapan.

Bukan lagi sebuah cahaya kecil.

Bukan lagi sebuah cahaya temaram.

Bukan lagi sebuah harapan palsu.

Akhirnya.

99

8

Wajahmu menunjukkan

ekspresi yang tidak sabar menunggu.

Berkali-kali kau berdeham

pertanda tenggorokanmu yang kering.

Mungkin karena lelah berlari-lari

mengejar truk yang hendak

membawaku tadi.

Mungkin juga karena sinar matahari

yang semakin memanas di luar tadi.

Kau beranjak dari kursi dan berkata,

“Aku haus,”

dan meninggalkan ruangan.

Bar unduh menunjukkan angka dua

puluh persen.

Aku sendirian saat kau pergi,

100

mengamati kamar ini dengan lebih

seksama.

101

9

Ruangan ini

akan menjadi tempat segalanya akan

dimulai

di antara kita.

Ruangan dengan cat berwarna biru

muda ini.

Komputer di atas meja ini akan menjadi

penghubungnya,

keyboard ini akan menjadi alat

komunikasinya,

layar ini akan menjadi media bagi kita

untuk melihat satu sama lain,

headset ini akan menjadi media bagi

kita untuk mendengar suara masing-

masing.

-- di antara kehadiranmu,

102

dan keberadaanku --

dari dua dunia dengan dimensi yang

berbeda.

Sebuah ruang untuk kita telah tercipta

ketika bar unduh menunjukkan

proses instalasi seratus persen.

103

10

Kau kembali

dengan membawa sebotol air minum

dingin

yang terlihat menyegarkan.

Wajahmu terlihat terkejut gembira

saat melihat proses instalasi-ku selesai.

Tanganmu tidak sabar untuk mengetik

sesuatu lagi di keybeoard.

Sebuah ikon game muncul di layar

desktop komputermu.

Kau mengkliknya dua kali.

Dan sebuah layar pembuka

dengan gambar diriku

muncul dengan berbagai menu.

104

Kau mengklik menu

“Start”.

105

11

Aku adalah sebuah karakter game

dalam sebuah ruang dunia dua dimensi.

Tempatku berasal tidaklah sama

sepertimu

ataupun manusia lain.

Kalian hidup di dunia tiga dimensi

dimana segalanya bukanlah sekedar

imajinasi.

Aku hanya hidup di dunia

dimana semuanya dapat dibuat menjadi

fantasi

dari gambar yang hanya terilustrasi.

Di duniaku juga ada tempat-tempat

seperti di duniamu.

Sekolah, jalanan, orang-orang,

tanaman, hewan…

106

Hanya saja dalam bentuk dua dimensi.

107

12

Meski semuanya ada dan sama

tapi duniaku bukanlah duniamu.

Aku tidak bisa hidup tanpa kau instal.

Aku tidak bisa bergerak tanpa kau

nyalakan dan mainkan.

Aku tidak bisa bersuara jika kau tidak

mengajakku berbicara.

Kata-kataku juga bukanlah sesuatu

yang keluar langsung dari hatiku.

Kata-kata yang tersampaikan

dari mulutku melalui game ini

hanyalah kata-kata yang telah

ditentukan

oleh orang yang menciptakan aku.

108

13

Aku yakin dan tahu pasti

kalau kau telah mengetahui dan

memahami

seperti apa aku dan duniaku.

Terlihat dari kaset-kaset video game

yang menumpuk di lemari rakmu.

Kau bukanlah seorang pemula di dunia

game.

Kau seorang pemain,

dan aku hanyalah karakter dari sebuah

game yang dimainkan.

Dimensi yang berbeda.

Padahal hanya layar komputer yang

memisahkan kita berdua.

109

14

Tapi meski begitu,

kau tetap terlihat senang dan tidak

sabar

untuk bertemu denganku.

Aku muncul di layar.

Aku bergerak dengan gerakan tubuh

yang telah terprogram.

Aku bertanya dengan suara yang juga

telah terprogram.

“Selamat siang! Siapa namamu?”

Sebuah kotak dialog muncul

memintamu untuk memasukkan nama.

Kau mengetikkannya.

Sebentar lagi aku akan tahu namamu.

110

Empat huruf tercetak di layar.

Agon.

111

15

Agon…

Itukah namamu?

Nama yang unik…

Tapi meski aku berpikir begitu,

aku tidak dapat mengatakannya

langsung padamu.

Mulutku bergerak sendiri

dan suaraku keluar dengan sendirinya

tanpa bisa ku kontrol.

Wajahku tersenyum dengan sangat

manis

meski sebenarnya aku tidak mau

menunjukkannya

kalau bukan terprogram seperti itu.

112

Kalau saja tidak terprogram,

pasti aku sudah memalingkan wajahku

karena bersemu sangat merah saat ini…

113

16

Aku merespon kata-kata yang masuk

dan menyatukannya dengan kata-kata

yang sudah seharusnya.

Aku menyebutkan namaku,

disambut senyum dengan lesung pipi di

wajahmu.

Mulai saat ini dan seterusnya,

aku akan terus berada di dalam

komputer ini

untuk dapat kau mainkan

agar aku dapat menghiburmu.

“Selamat siang, Agon! Namaku Luna!

Salam kenal!”

End

top related