fungsi dan kewenangan pejabat pembuat akta...
Post on 03-Mar-2019
233 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FUNGSI DAN KEWENANGAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF (PPAIW) TERHADAP
PENDAFTARAN TANAH WAKAF
(STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Islam (SH.I)
OLEH
RIZAL ANSHOR
NIM: 205040100581
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
FUNGSI DAN KEWENANGAN PEJABAT
PEMBUAT AKTA IKRAR WAKAF (PPAIW) TERHADAP
PENDAFTARAN TANAH WAKAF
(STUDI KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Islam (SH.I)
Oleh
RIZAL ANSHOR
NIM: 205040100581
Di Bawah Bimbingan
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH.
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M / 1432 H
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul FUNGSI DAN KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA
IKRAR WAKAF (PPAIW) TERHADAP PENDAFTARAN TANAH WAKAF. (STUDI
KASUS PPAIW KECAMATAN KEBAYORAN BARU). Telah diujikan dalam sidang
munaqasyah Fakultas Syariah dan hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 20 Juni
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam
(SH.I) pada program studi Ahwal Syaksiyyah/Peradilan Agama.
Jakarta 20 Juni 2011
Dekan
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM
NIP. 195505051982031012
Sidang Munaqasyah
1. Ketua
Drs. H. Ahmad Yani, MA.
NIP. 196404121994031004
2. Seketaris
Moch Syafii, SE.I
3. Penguji I
Dr. Djawahir Hejazziey, MA.
NIP. 195510151979031002
4. Penguji II
Dr. Moch. Ali Wafa, S.Ag. M.Ag
NIP. 150321584
5. Pembimbing
Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH, MH
NIP. 196911211994031001
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah kepada
hamba-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Fungsi
dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Terhadap
Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus PPAIW Kecamatan Kebayoran
Baru)”. Sholawat serta salam atas nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa
penyelesaian skripsi ini bukan semata-mata hasil usaha penulis sendiri, melainkan
berkat bimbingan, dukungan, dan bantuan yang tidak ternilai harganya dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,SH, MA, MM. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta.
2. Drs. H. Asep Sarifuddin Hidayat, SH.,MH. Dosen pembimbing atas pendapat
dan saran yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. A. Sudirman Abbas, S.Ag, MH. sebagai pembimbing akademik penulis
selama menimbah ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah membantu dalam proses
pembelajaran.
5. Staf administrasi yang ada di akademik Fakultas Syariah dan Hukum.
6. Pegawai perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayahtullah
Jakarta.
7. Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru (H. AH.
Sobari, S.Ag, MH) beserta sumua setaf-staf KUA Kebayoran Baru yang tidak
ii
mungkin saya sebutkan satu persatu, terimakasih banyak sudah mengizinkan atau
terlibat dalam penelitian ini.
8. Kedua Orang Tuaku yang sangat mencintai dan kubanggakan, Ayah (H. Jakfar
Hsb) dan Mama (Hj. Murni Hrp) yang tidak pernah berhenti mendoakan penulis,
yang kekuatan doanya selalu menyertai penulis yang tanpa henti memberikan
dukungan moril dan materil, hanya Allah yang bisa membalas jasa yang tak
terhingga yang telah kalian berikan kepada penulis.
9. Saudara-saudaraku yang ku sayangin, ke empat adikku (Amsal Arfah Hsb, Tuti
Chairani Hsb, Juni Dawati Hsb, dan Erwin Syahputra Hsb), terima kasih atas
motivasi, perhatian dan kasih sayang yang telah kalian berikan, dan bersedia
direpotkan oleh penulis selama proses penyelaisaian tugas akhirni ini. Terima
kasih buat adik ipar (Joni) telah banyak juga memberikan semangat dan
motivasinya untuk penulis.
10. Ade Irma Suryana Hrp, yang selalu memberikan Motivasi, semangat, dan
perhatiannya, telah memberikan/menambah warna baru dalam perjalanan
hidupku, terimakasih atas nasihat dan udah mau berbagi atas pengalaman hidup.
11. Sahabat sejatiku di kampus yang sudah saya anggap saudara dekat (Riswanto
SH.I beserta keluarga), yang juga salah satu Motivator dalam penyelesaian
skripsi ini, dan terima kasih atas nasihat dan masukan-masukan yang sangat baik
sekali untu penulis.
12. Teman-teman sekelas dan seperjuangan selama menimba ilmu dikampus, yang
tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih yang telah menemani
penulis selama berkuliah di fakultas syariah dan hukum.
13. Saudara-saudara seperantauan, teman-teman di IKAPDH, SEMARI Banten, febri
kasrilah, imam syafi’i, hambali, bayu musfofa arif, dan sadar rukmana, yang
tidak mungkin saya sebutkan satu persatu terimakasih atas persaudaraan yang
terjalin dari semenjak lulus dari pesantren sampai sekarang.
14. Teman-teman seperantauan satu daerah di IPEMAROHIL Jakarta, Thamri,
Idham, Hainuddin, Rival, dan teman-teman yang lain, terima kasih untuk
iii
persaudaraan yang telah terjalin, serasa di kampung sendri kalau lagi berkumpul
dengan kalian semua.
Akhir kata, Mengikat kemampuan dan pengalaman penulis masih terbatas, maka
penulis mengetahui masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
dan penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang memerlukan.
Jakarta Mei 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 9
D. Metode Penelitian.................................................................. 10
E. Sistematika Penulisan ........................................................... 10
BAB II WAKAF MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Wakaf dan Dasar Hukum Wakaf ........................ 12
B. Rukun dan Syarat Perwakafan .............................................. 20
C. Peruntukan Tanah Wakaf ...................................................... 25
BAB III GAMBARAN UMUM MENGENAI MEKANISME
PENDAFTARAN TANAH WAKAF
A. Pengertian Pendaftaran Tanah............................................... 28
B. Fungsi dan Tujuan Pendaftaran Tanah .................................. 33
v
C. Proses Pendaftaran Tanah yang Bersertifikat yang Bersetatus Hak
Guna Bangunan dan Hak Pakai............................................. 35
D. Proses Pendaftaran Tanah yang Sudah Bersertifikat ............ 43
E. Proses Tanah Hak Milik yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah
Hak Milik Adat) .................................................................... 46
F. Tanah yang Belum Ada Haknya (yang Dikuasai/Tanah Negara) 51
BAB IV FAKTOR DAN PENGHAMBAT PENCATATAN TANAH
WAKAF
A. Profil KUA Kecamatan Kebayoran Baru .............................. 55
B. Fungsi dan Kewenangan PPAIW Terhadap Pendaftaran Tanah
Wakaf Pada PPAIW Kecamatan Kebayoran Baru................ 63
C. Faktor-faktor yang Menjadi Keberhasilan dan Hambatan Bagi
Mekanisme Pendaftaran Tanah Wakaf ................................. 78
D. Analisis Penulis ..................................................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 84
B. Saran ...................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 90
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Peta Wilayah Kecamatan Kebayoran Baru ...................................................... 56
vii
DAFTAR BAGAN
Bagan : Tata cara pembuatan akta ikrar wakaf peraturan pemerintah No. 42 tahun
2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf ........ 71
Bagan : Dalam hal pembuatan akta pengganti akta ikrar wakaf (APAIW) ....... 72
Bagan : Tata cara pendaftaran harta benda wakaf ............................................. 73
Bagan : Tata cara pendaftaran sertifikat harta benda wakaf berdasarkan AIW atau
APAIW ................................................................................................. 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian hartanya yang berupa tanah milik, dan melembagakan untuk selama-
lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan
ajaran Islam.1
Bila dicermati, pengertian wakaf yang dimaksud dalam PP No. 28 Tahun 1977
tersebut di atas, tentulah sangat sempit dan hanya terbatas pada wakaf tanah saja, dan
tidak mengherankan jika sebagian masyarakat mengangap bahwa seolah-olah hanya
tanah saja yang boleh diwakafkan.
Melalui undang-undang No.41 Tahun 2004 pasal (1) angka 1 disebutkan wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum
menurut syari‟ah.2
Sementara dalam undang-undang No.41 Tahun 2004 juga disebutkan dalam
pasal (1) angka 5, harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
1 Lihat Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1977 (pasal 1)
2 Lihat Undang-undang No.41 tahun 2004
1
2
lama atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syari‟ah
yang diwakafkan oleh wakif.3
Dari hal tersebut di atas dapat disebutkan bahwa uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak
lainnya yang sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan peraturan perundang-undangan
termasuk bagian dari benda wakaf.4
Sebagai sebuah tradisi, wakaf telah dikenalkan serta dipraktekkan masyarakat
dunia semenjak zaman Romawi Kuno, sebelum datangnya islam. Dalam sejarah
islam wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, pada tahun
kedua Hijriah. Sebagaian ulama berpendapat bahwa yang pertama kali melaksanakan
wakaf adalah Rasulullah SAW, yakni wakaf tanah milik Nabi SAW untuk dibangun
mesjid.5
Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama
Islam masuk Indonesia. Sebagai salah satu institusi keagamaan yang erat
hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan
secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan sumber daya manusia
maupun dalam pembangunan sumberdaya sosial. Tak dapat dipungkiri, bahwa
3 Ibid. hal. 2
4 Murat Cizakca, Awqaf in History And Its Implications For Modern Islamic
Econoies, Islamic Economi Studies, (Jakarta : terjemahan, 1999), hal. 48 5 John L.Esposito, The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World,
(Jakarta : terjemahan, 1995), hal, 31
3
sebagian besar rumah ibadah, perguruan islam, dan lembaga-lembaga islam lainnya
dibangun diatas tanah wakaf.6
Pengelolaan wakaf mengalami masa yang cukup panjang, paling tidak ada tiga
periode besar pengelolaan wakaf di Indonesia. Pertama, periode tradisional yaitu
dimana pada periode ini wakaf masih ditempatkan sebagai ajaran murni yang
dimasukkan dalam kategori ibadah mahdhoh (pokok) dimana hampir semua benda-
benda wakaf diperuntukkan untuk kepentingan pembangunan fisik. Kedua, periode
semi professional. Yaitu di mana pengelolaan wakaf yang kondisinya relative sama
dengan periode tradisional, namun pada masa ini sudah mulai dikembangkan pola
pemberdayaan wakaf secara produktif, meskipun belum maksimal. Ketiga, periode
professional, yaitu periode di mana potensi wakaf di Indonesia sudah mulai dilirik
untuk diberdayakan secara professional-produktif.7
Untuk memajukan dunia perwakafan di Indonesia, pemerintah melalui
Depertemen Agama berupaya menjalankan fungsi dan perannya memfasilitasi
pengembangan administrasi perwakafan di Indonesia sesuai dengan ketentuan
perkembangan masyarakat.8
6
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, (tahun 2006), hal. 19 7
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, (tahun 2006), hal. 20 8 Ibid. hal. 25
4
Pada awalnya berdasarkan keputusan menteri agama Nomor 18 Tahun 1975
tentang susunan organisasi dan tata kerja depertemen agama bahwa urusan wakaf
merupakan bagian tugas sub direktorat pada direktorat urusan agama Islam. Pada
tahun 2001 berdasarkan keputusan menteri agama Nomor 1 tahun 2001 tentang
kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, susunan organisasi dan tata kerja
departemen agama yang tadinya wakaf termasuk zakat merupakan sub direktorat
urusan agama Islam kedudukannya diwakaf menjadi direktorat pengembangan zakat
dan wakaf dengan sub-sub direktorat: sub direktorat pemberdayaan zakat sub
direktorat bina lembaga pengelolaan zakat, sub Direktorat pemberdayaan wakaf, sub
direktorat bina lembaga pengelolaan wakaf, sub direktorat pengendalian dan evaliasi,
dan bagian tata usaha.9
Setelah disahkannya UU No.41 tahun 2004 oleh Presiden Republik Indonesia
DR. Susilo Bambang Yodhoyono Pada Tanggal 27 Oktrober 2004 dan pada tahun
2006 pemerintah memecah Direktorat Zakat dan Wakaf menjadi dua direktorat yang
berdiri sendiri, dilingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Peneyelenggaraan Haji yang didasarkan pada Peraturan Menteri Agama Nomor 3
tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.10
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No, 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik telah diatur bahwa
9 Departemen Agama RI, Peraturan Perwakafan Depag RI Ditjen Bimas Islam dan
Urusan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta : 1998), hal. 51 10
Departemen Agama RI, Peraturan Perwakafan Depag RI Ditjen Bimas Islam dan
Urusan Haji Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta : 1998), hal. 52
5
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW), dan administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan
Agama Kecamatan.
Melihat kewenangan penyelenggaraan administrasi wakaf terdapat pada Pejabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf tingkat Kecamatan. Hal ini menjadi sebuah peninjauan
terhadap salah satu wilayah di Jakarta Selatan yaitu wilayah Kecamatan Kebayoran
Baru.
Melihat kondisi tanah perwakafan di Kecamatan Kebayoran Baru yang cukup
baik dengan jumlah 85 lokasi tanah wakaf, namun masih adanya kendala mengenai
tanah wakaf sehingga memunculkan sengketa tanah wakaf yang beberapa tahun ini
terjadi seperti pada wilayah tanah wakaf di Kelurahan Senayan, Kelurahan Petogogan
terhadap tanah wakaf Wan Syarifah, hal ini menarik perhatian terhadap tugas, peran
serta implementasi kewenangan PPAIW di Wilayah Kecamatan Kebayoran Baru
terhadap mekanisme pendaftaran tanah wakaf yang ada.
Tugas, Peran, Fungsi dan Kewenangan PPAIW dibebankan oleh Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan, yang memiliki tugas Tugas dan fungsi Kantor Urusan
Agama Kecamatan, sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001
sebagai upaya meningkatkan kinerja dan pelayanan masyarakat dibidang perkawinan
dan pengembangan keluarga sakinah dipandang perlu melaksanakan penataan
organisasi Kantor Urusan Agama Kecamatan.
6
Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001, Kantor
Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah
kecamatan.(Bab I, Pasal 2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor Urusan
Agama Kecamatan menyelenggarakan fungsi:
a. Menyelenggarakan statistik dan dokumentasi;
b. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan
dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan;
c. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid,
zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan
pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.11
PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat
Akta Ikrar Wakaf, hal ini lah yang tertuang dalam Pasal 1 angka 6 dalam UU No.41
tahun 2004.12
Melihat dari uraian tersebut menunjukan adanya suatu bentuk pendelegasian
Menteri kepada PPAIW terhadap sistem permulaan dari perwakafan, tentunya sangat
11
KMA 517 tahun 2001 Pasal 3 12
Lihat Undang-undang No. 41 tahun 2004
7
memiliki kewenangan yang cukup besar terhadap pendataan, maupun pengawasan
terhadap tanah wakaf yang telah di Ikrarkan.
Melihat kondisi ini jika dikatakan PPAIW hanya sebagai Pembuat Akta Ikrar
Wakaf lalu bagaimana sistem yang diterapkan oleh PPAIW dalam melaksanakan
Kewenangannya menurut Undang-undang atau hukum positif yang berlaku di
Indonesia terhadap tanah wakaf yang terletak di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru.
Dari uraian di atas menarik perhatian penulis untuk dapat melakukan uji analisis
terhadap fungsi dan kewenangan yang telah dilaksanakan oleh PPAIW pada wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru, dengan mengangkat judul skripsi Fungsi dan
Kewenangan PPAIW Terhadap Pendaftaran Tanah Wakaf (Studi Kasus PPAIW
Kecamatan Kebayoran Baru)
B. Rumusan Masalah
Pemilikan harta benda mengandung prinsip atau konsep bahwa semua benda
hakikatnya milik Allah SWT. Kepemilikan dalam ajaran Islam disebut juga amanah
(kepercayaan), yang mengandung arti, bahwa harta yang dimiliki harus dipergunakan
sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Allah.
Untuk menjaga harta wakaf berupa benda tidak bergerak yaitu tanah. Tanah
tersebut harus didaftarkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW),
sesuai dengan Undang-undang perwakafan, yang menyebutkan bahwa tugas PPAIW
adalah membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW).
8
Hal ini bertujuan agar tanah wakaf yang telah diserahkan oleh wakif atau pemilik
tanah kepada nadzir (pengelola tanah wakaf, dapat memiliki sebuah payung hukum
terhadap status tanah wakaf tersebut maupun setiap kegiatan yang berkaitan dengan
tanah wakaf tersebut agar dapat sesuai dengan syari'ah dan hukum positif yang
berlaku.
Namun dalam kenyataannya masyarakat masih sangat minim dalam pemahaman
terhadap sistem pendaftaran tanah wakaf yang telah diwakafkan oleh siwakif
sehingga ketika muncul sengketa tanah wakaf sulit menemukan payung hukum yang
dapat melindungi keberadaan tanah wakaf tersebut.
Adapun seharusnya tanah wakaf yang akan diwakafkan sebelumnya harus
didaftarkan kepada Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) sesuai dengan
dimana letak tanah wakaf tersebut berada. Hal ini bertujuan untuk menjaga dan
melakukan pengawasan dengan menerbitkan Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat
oleh PPAIW.
Sehingga memunculkan suatu rumusan masalah yang menurut penulis perlu
untuk diketahui secara komprehensif.
1. Bagaimana fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap pendaftaran tanah
wakaf?
9
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PPAIW dalam melaksanakan
fungsi dan kewenangannya tehadap pendaftaran tanah wakaf di wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru?
C. Tujuan Penelitian
Harapan dalam penggalian suatu analisis terhadap pejabat pembuat akta ikrar
Wakaf (PPAIW) khususnya pada wilayah kecamatan kebayoran baru, penulis
berusaha untuk mendapat mencapai suatu tujuan penelitian, yaitu:
1. Berusaha untuk menyelesaikan tugas akhir dan menggapai gelar sarjana S1 di
Universitas Islam Negeri pada fakultas syariah dan hukum.
2. Berusaha memberikan suatu sosialisasi secara umum kepada masyarakat
untuk dapat mengetahui:
a. Tugas, fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap mekanisme pendaftaran
tanah wakaf.
b. Mengetahui mekanisme dan tata cara pendaftaran tanah wakaf.
3. Berupaya menemukan solusi terbaik terhadap factor-factor yang dapat
memberikan peningkatan terhadap tanah wakaf dan menemukan solusi
penanganan terhadap faktor-faktor penghambat dalam mekanisme pendaftaran
tanah wakaf.
10
D. Metode penelitian
Karya tulis ini disusun dengan menggunakan suatu metode penelitian untuk
dapat mendukung keakurasian data serta keobjektifan mengenai masalah-masalah
yang akan penulis coba analisis terkait dengan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
Metode penelitian yang digunakan dengan metode Kuantitatif yaitu pengolahan
data dengan mengedepankan data statistik yang tersaji, adapun dalam melengkapi
karya tulis ini penulis menggunakan metode kutipan yang terambil dari beberapa
buku referensi, selain dari metode tersebut penulisan juga menggunakan metode
wawancara.
E. Sistematika Penulisan
Untuk dapat membantu dalam memudahkan penulis menyajikan analisis, sekripsi
ini tersusun dengan sistematika sebagai berikut:
Bab pertama berisikan : pendahuluan, latar belakang, rumusan masalah tujuan
penelitian, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan
Bab kedua menjelaskan : Wakaf menurut Fiqih dan Hukum Positif, Pengertian
Wakaf dan dasar Hukum Wakaf, Rukun dan Syarat Perwakafan, Peruntukan Tanah
Wakaf .
Bab ketiga menjelaskan : Mekanisme pendaftaran tanah wakaf, pengertian
pendaftaran tanah, fungsi pendaftaran tanah, proses pendaftaran tanah yang
11
bersertifikat yang berstatus hak guna bangunan dan hak pakai, proses pendaftaran
tanah yang sudah bersertifikat, proses tanah hak milik yang belum bersertifikat (bekas
tanah hak milik) ,tanah yang belum ada haknya (yang dikuasai/tanah negara)
Bab empat menjelaskan : Profil KUA kecamatan kebayoran baru, Faktor dan
penghambat pencatatan tanah wakaf, fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap
pendaftaran tanah wakaf pada PPAIW kecamatan kebayoran baru, faktor-faktor yang
menjadi keberhasilan dan hambatan sebagai mekanisme pendaftaran tanah wakaf,
analisis penulis
Bab lima berisikan : Penutup, Kesimpulan, Saran
12
BAB II
WAKAF MENURUT FIQIH DAN HUKUM POSITIF
A. Pengertian Wakaf Dan Dasar Hukum Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Kata wakaf atau “waqf” berasal dari bahasa arab “waqafa”. Asal kata waqafa
berarti “menahan”. Kata “waqafa-yaqifu-waqfan” sama artinya dengan “habasa-
yahbisu-tahbisan.13
Istilah wakaf didalam syarah, yaitu menahan suatu harta yang boleh
dimanfaatkannya dengan syarat kekal zatnya, yang dilarang tasharuf (tindakan) pada
zatnya itu, dibelanjakannya pada jalan kebijakan untuk tujuan taqarrub (pendekatan
diri) kepada Allah ta‟ala.14
1. Menurut istilah ahli fiqih
Para ahli fikih berpendapat mendefinisikan wakaf menurut istilah, sehingga
mereka berbeda dalam memandang hakikat wakaf itu sendiri.berbagai pandangan
tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:
13 Drs. H. Suparman usman,SH. Hukum Perwakafan di Indonesia, (Darul
ulum press, 1999), hal. 7 14
Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji.(Jakarta : 2005),
hal. 18
12
13
a. Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap miliki siwakif
dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan.
b. Mazhab Maliki
Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang di
wakafkan dari pemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta
tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan
manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.
c. Mazhab Syafi‟i dan Ahmad bin Hambal
Syafi‟I dan ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan.
Seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik
dengan tukaran ataupun tidak.
d. Mazhab Lain
Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga namun berbeda dari segi
kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf „alaih
(yang diberikan wakaf), meskipun mauquf „ilaih tidak berhak melakukan
14
suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau
menghabiskannya.15
Definisi wakaf menurut etimologis atau lughat yang bermakna menahan harta
dan memanfaatkan hasilnya dijalan Allah atau ada juga yang bermaksud
menghentikan seperti telah d sebutkan di atas. Menghentikan manfaat keuntungan
dan diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala
aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta („ain benda itu), seperti
menjual, mewariskan menghibahkan mentransaksikanya, maka setelah dijadikan
harta wakaf, tidak boleh tidak, hanya untuk keperluan agama semata, bukan untuk
keperluan siwakif atau individual lainnya.
2. Menurut hukum positif
Ada beberapa pengertian tentang wakaf yang dirumuskan oleh hukum positif
yang mengatur masalah perwakafan, baik itu berupa UU, PP, maupun Kompilasi
Hukum Islam atau KHI.
a. Menurut PP No. 28 tahun 1977 pasal 1 (1)
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan
15
Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, (Jakarta : 2005), hal, 15
15
melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau
keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam16
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Perbuaatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah dan keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran Islam.17
c. Menurut undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
kepentingan ibadah dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Diuraikan dalam hukum positif Indonesia yang mengatur masalah wakaf
khususnya, seperti redaksional dari pengertian wakaf itu tidak jauh berbeda, baik itu
yang ada di PP, Inpres, KHI, maupun UU No.41 tahun 2004 itu sendiri, baik itu dari
segi makna dan tujuan dari wakaf itu sendiri.
16
Idijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,
(Jakarta : PT Raja Grapindo persada, 2002), hal. 26
17 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Akademika
Pressindo, 2007), cet, Ke 1, hal. 165
16
Hal ini terjadi dikarenakan sumber pengambilan rujukan mengenai wakaf
memang berasal kitab-kitab klasik ulama mazhab, dan memang semua peraturan
mengenai perwakafan yang ada di Indonesia sumber pengambilan rujukannya
bersumber dari Hukum Islam yang terpetakan dalam berbagi mazhab fiqih.
Dapat disimpulkan dari defenisi diatas pada dasarnya mengandung makna yang
sama yaitu eksistensi benda wakaf itu harus bersifat tetap, artinya biarpun faedah atau
manfaat benda itu diambil, zat benda itu masih tetap ada selamanya, sedangkan hak
pemiliknya berakhir, tidak di jual, di wariskan, di hibahkan.
2. Dasar Hukum Wakaf
a. Al-Qur‟an
“ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS : Ali imran : 92)
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dia dijalan Allah) sebagian dari
hasil ushamu yang baik-baik”.(QS : Al-Baqarah : 267)
17
“ Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS : Al An‟am : 165).
b. Hadits
اال عولَ اًقطع ادم ابي هاث ارا : قال ّسلن اهلل صلى اهلل رسْل اى ُرٌرة ابى عي
(.هسلن رّاٍ )ٌذعْلَ صالح ّلذ اّ , بَ ٌٌتفع علن اّ , جارٌت صذقت : ثالث هي
“Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Apabila anak Adam
(manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya” (HR. Muslim).18
بخٍبر التى سِن الواائَ اى ّسلن علٍَ اهلل صلى للٌبً عور قال : قال عور ابً عي
اهلل صلى اللٌبى فقال, بِا اتصذق اى قذاردث هٌِا الى اعجب قط ُاال اصب لن
( هسلن ّ البخاري رّاٍ )ثورتِا ّسبل اصلِا احبسى : ّسلن علٍَ
18
Muhammad ibnu ismail Ash-Shan‟aniy, Subulus Salam, Juz.II , hal. 87
18
Artinya : Dari Ibnu Umar, Ia berkata : “Umar mengatakan kepada Nabi Muhammad saw,
saya mempunyai seratus dirham saham di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta
yang paling saya kagumi seperti itu, tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi saw,
mengatakan kepada Umar : tahanlah (jangan di jual, hibah atau wariskan) asal (pokok) dan
jadikan buahnya sedekah untuk sabilillah. (HR. Bukhari dan Muslim).19
c. Dasar hukum yang mengatur perwakafan di Indonesia
Peraturan wakaf di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan dalam Perundang-undangan.
1. Undang-undang pokok agraria nomor 5 tahun 1960, pada pasal 5, pasal 14 ayat 1 dan
pasal 49 memuat rumusan-rumusan antara lain sebagai berikut.
a. Pasal 5 UUPA menyatakan bahwa hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan
ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan Nasional dan Negara.
Segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum
agama.
Dalam rumusan pasal ini telah jelas bahwa hukum adat yang menjadi dasar
hukum agraria Indonesia, yaitu hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam
bentuk undang-undang republik Indonesia bahwa di sana sini mengandung unsur
agama yang di revisi dalam lembaga hukum adat, khusus nya lembaga wakaf.
b. Pasal 14 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan
penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
19
Ibid., hal. 89
19
di dalamnya untuk keperluan Negara, untuk keperluan peribadatan dan keperluan
suci lainya sesuai dengan dasar ketuhanan yang maha Esa.
c. Pasal 49 UUPA menyatakan bahwa hak tanah-tanah badan keagamaan dan sosial
sepanjang dipergunakan untuk dalam usaha dalam bidang keagamaan sosial telah
diakui dan di lindungi. Badan-badan tersebut di jamin akan memperoleh tanah
yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
Oleh karena itu, perwakafan tanah di atur dalam PP No. 28 tahun 1977.
2. Peraturan pemerintah Nomor 28. Tahun 1977.
Peraturan ini dikeluarkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai
tanah wakaf secara pemanfaatannya sesuai dengan tujuan wakaf.
3. Peraturan mentri agama Nomor 1 Tahun 1978
Peraturan ini dikeluarkan sebagai perincian terhadap PP No.28 tahun 1977 tentang
tata cara perwakafan tanah milik, antara lain akta ikrar wakaf, hak dan kewajiban
nazir, perubahan perwakafan tanah milik, pengawasan dan bimbingan, penyelesaian
perselisihan wakaf, serta biaya perwakafan tanah milik.
4. Intruksi bersama mentri agama Republik Indonesia dan kepala badan pertanahan
nasional nomor 4 tahun 1990 , nomor 24 tahun 1990 tentang sertifikasi tanah wakaf.
5. Badan pertahanan Nasional Nomor 630.1-2782 tentang pelaksanaan pensertifikasian
tanah wakaf.
6. Intruksi presiden Nomor 1 tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam
Hukum mengenai perwakafan sebagaimana diatur dalam Kompilasi Hukum Islam
pada dasarnya sama dengan hukum perwakafan yang telah diatur dalam perundang-
undangan yang telah ada sebelumnya, sehingga Kompilasi Hukum Islam merupakan
20
pengembangan dan penyempurnaan terhadap materi perwakafan yang ada pada
perundang-undangan sebelumnya.20
B. Rukun Dan Syarat Wakaf
1. Rukun Wakaf
Meskipun para pakar Hukum Islam berbeda pendapat dalam merumuskan defenisi
wakaf, namun mereka sepakat dalam menentukan rukun wakaf, tanpa ada nya rukun-rukun
sesuatu tidak akan berdiri tegak. Wakaf sebagai satu lembaga Islam mempunyai beberapa
rukun. Tanpa ada rukun-rukun yang ditetapkan, wakaf tidak dapat berdiri atau tidak sah.
Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagian besar ulama dan fiqih Islam,
telah dikenal ada 6 (enam) rukun atau unsur wakaf adalah seperti diuraikan dibawah ini:
a. Orang yang berwakaf
Yang di maksud dengan wakif adalah pemilik harta benda yang melakukan perbuatan
hukum (yang menyerahkan harta bendanya).menurut para pakar hukum Islam, suatu
wakaf dianggap sah dan dapat dilaksanakan apabila wakif kecakapan untuk
melakukan (tabarru) yakni melepas hak milik dengan ikhlas tanpa mengharapkan
imbalan materil. Artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak dibawah
pengampuan dan tidak karena terpaksa berbuat.
b. Benda yang diwakafkan (mauquf)
20
Elsi Kartika sari, “Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf”, (Jakarta : PT Grapindo),
2006, hal. 48
21
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan,
dan hak milik wakif murni. Benda yang dwakafkan dipandang sah apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut, pertama: Benda harus memiliki nilai guna, tidak sah
hukumnya sesuatu yang bukan benda. Kedua: Benda tetap atau benda bergerak,
secara garis besar yang dijadikan sandaran golongan syafi‟iyyah dalam mewakafkan
hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut,baik berupa
barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama). Ketiga:
benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf.
Keempat: benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-
tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi wakaf.
c. Tujuan/tempat di wakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf‟ alaih)
Mauquf‟ alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini disesuaikan
dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dri ibadah.
d. Pernyataan /lafaz penyerahan wakaf (sighat) ikrar wakaf
Sighat lafaz atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau
dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Setiap pernyataan /ikrar wakaf
dilaksanakan oleh wakif kepada nazir dihadapan pejabat pembuat ikrar wakaf
(PPAIW) dengan dilaksakan oleh 2 (dua) orang saksi. Pejabat pembuat ikrar wakaf
(PPAIW) berdasarkan peraturan mentri agama No. 1 tahun 1979 maka kepada kantor
urusan agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW untuk administrasi perwakafan
diselenggarakan oleh kantur urusan agama kecamatan. Ada pengelola wakaf (Nazhir)
Nazir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan
menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafaan. Dalam pasal 11
22
Undang-Undang No. 41 tahun 2004, tugas dari nazir meliputi. Pertama: melakukan
pengadministrasian harta benda wakaf. Kedua: mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan keperuntukannya. Ketiga: mengawasi
dan melindungi harta harta benda wakaf. Keempat: melaporkan pelaksanaan tugas
kepada Badan Wakaf Indonesia.
e. Ada jangka waktu yang tak terbatas
Dalam pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang yang memisahkan sebagian benda miliknya dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Maka berdasarkan pasal diatas wakaf
sementara adalah tidak sah, sedangkan dalam pasal 1 Undang-undang no 41 tahun
2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan kesejahteraan umum menurut syariah maka berdasarkan pasal diatas wakaf
sementara diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.21
2. Syarat-Syarat Wakaf
Pelaksanaan wakaf dianggap sah bila terpenuhi syarat-syarat wakif pada pewakaf,
benda yang diwakafkan, pihak penerima wakaf, dan perkataan yang diucapkan saat wakaf.
a. Wakif
21
Elsi Kartika Sari,SH.,M.H., Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta : PT
Grasindo, 2006), hal. 59-65
23
Orang yang mau memberikan harus memiliki kecakapan hukum dan dia bisa
dikatakan memiliki kecakapan hukum jika memenuhi 4 syarat yaitu:
1. Berakal
Tidak sah jika wakaf diberikan oleh orang gila, karena dia tidak berakal tidak
pula dapat membedakan sesuatu dan dia tidak layak untuk melakukan
kesepakatan (akad) dan aturan. Demikian juga wakaf orang lemah mental (idiot),
berubah akal, karena faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak sah
karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap menggugurkan hak miliknya.
2. Merdeka
Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba sahaya) tidak sah, karena
wakaf adalah pengguguran hak hak milik itu kepada orang lain.
3. Dewasa (baliqh)
Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa (baliqh), hukumnya tidak
sah karena ia dipandang tidak cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk
menggugurkan hak milik.
4. Tidak berada di bawah pengampuan (boros/lalai)
Orang yang berada di bawah pengampuan dipandang tidak cakap untuk membuat
kebaikan (tabarru‟), maka wakaf yang dilakukan hukumnya tidak sah.22
b. Mauquf (benda diwakafkan)
22
Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005), hal. 25
24
Harta wakaf diisyaratkan merupakan harta yang mempunyai nilai, milik wakif dan
dapat tahan lama dalam peggunaannya. Selain itu, objek wakaf harus kepunyaan
yang mewakafkan, walaupun musya (bercampur dan tidak dapat dipisahkan dengan
lain).
Adapun Syarat-syarat harta yang diwakafkan diantaranya adalah:
1. Benda yang diwakafkan harus bernilai ekonomis, tetap zatnya dan boleh
dimanfaatkan menurut ajaran Islam dalam kondisi apapun.
2. Benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya.
3. Harta yang diwakafkan itu harus benar-benar kepunyaan wakif secara sempurna,
artinya bebas dari segala beban.
4. Benda yang diwakafkan harus kekal.
c. Mauquf „ alaih (yang diberikan wakaf)
Syarat Mauquf „ alaih adalah Qurbat atau mendekatkan dari pada allah SWT.
d. Sighat (pernyataan pemberi wakaf)
Adapun syarat-syarat sighat antara lain adalah:
1. Sighat wakaf itu harus mengandung kepastian
2. Sighat itu harus tidak diikat sebagai syarat yang batil
3. Sighat itu harus mengandung arti tegas dan tidak boleh ditinggalkan untuk masa
yang akan datang, sebab wakaf itu mengandung ketentuan pemindahan dalam
kepemilikan ketika akad diucapkan.
25
C. Peruntukan Tanah Wakaf
Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat dalam
Islam serta pemeliharaannya yang baik, telah menjadikan aset wakaf berlimpah.
Wakaf yang jumlahnya melimpah ini berasal dari berbagai jenis wakaf, berbagai
macam bentuk, tujuan dan targetnya, substansi ekonominya, serta bentuk wakaf
berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya.
Dalam sejarah pelaksanaan wakaf, yang terpenting dalam macam-macam wakaf
adalah wakaf berdasarkan tujuannya. Sejak dulu, umat Islam dikenal kreatif dalam
menciptakan tujuan-tujuan baru wakaf yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Kemudian setelah itu, wakaf berkembang sangat luas, sekalipun pertamanya
untuk tujuan kekerabatan, namun tidak berapa lama berkembang menjadi wakaf
social atau umum. Realita ini telah menjadikan wakaf sebagai lembaga sosial yang
sangat besar dan turut membantu pemerintah dalam merealisasikan agenda
kemasyarakatan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Adapun wakaf ditinjau
dalam tujuannya adalah sebagai berikut;23
1. Wakaf air minum. Wakaf ini termasuk di antara tujuan wakaf yang pertama
dalam Islam dan tercermin dalam wakaf Usman bin Affan Radhiyallahu anhu
yang berupa sumur Raumah.
23
DR. Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif”Khalifa, (Jawa Timur :
Pustaka Al-kautsar Grup), hal. 25-28
26
2. Wakaf sumur dan sumber mata air dijalan-jalan yang biasa menjadi lalu lintas
jamaah haji yang datang dari Iraq, Syam, Mesir dan Yaman, serta kafilah yang
berpergian menuju India dan Afrika.
3. Wakaf Jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada
masyarakat.
4. Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang bepergian.
5. Wakaf pembinaan sosial bagi mereka yang membutuhkan.
6. Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan Ilmiah lainnya.
7. Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa.
8. Wakaf pelayanan kesehatan.
9. Wakaf pelestarian lingkungan.
Dalam perkembangan dinamika saat ini yang lebih mengenalkan terhadap fungsi
wakaf yang lebih baik, dengan mengedepankan system wakaf produktif, peruntukan
wakaf yang terlihat saat ini di Indonesia, wakaf digunakan sebagai24
;
1. Penggunaan wakaf sebagai sarana ibadah sepeti Musholla dan masjid.
2. Penggunaan wakaf sebagai sarana sosial umum, seperti, yayasan pendidikan
dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah dasar hingga perguruan
tinggi, yayasan sosial seperti yatim-piatu, panti jompo dan fungsi umum
lainnya.
24
Direktorat Pengembangan Zakat dan wakaf “Fiqih Wakaf” (Jakarta :
Departemen Agama RI Direktorat Pengembangan Zakat Wakaf, 2005), hal. 14
27
Dengan demikian, wakaf dan segala manfaatnya, telah memainkan peranan yang
sangat penting dalam pembangunan masyarakat muslim sepanjang sejarah. Hal
tersebut tidak terlepas dari inti ajaran yang terkandung dalam wakaf itu sendiri, yakni
semakin banyak manfaat harta wakaf dinikmati orang, maka semakin besar pula
pahala yang mengalir kepada pihak yang berwakaf (wakif).25
25
Bunga Rampai Perwakafan, (Jakarta : Depertemen Agama Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), hal.
84
28
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAI MEKANISME PENFTARAN TANAH
WAKAF
A. Pengertian Pendaftaran Tanah
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu
permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. Pengertian tanah diatur dalam
pasal 4 UUPA dinyatakan sebagai berikut.”atas dasar hak menguasai dari Negara
sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh
orang-orang, baik sendri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan
hukum”.
Maka permukaan bumi sebagai bagian dari tanah yang dapat dihaki oleh setiap
orang atau badan hukum. Persoalan hukum yang dimaksud adalah persoalan yang
berkaitan dengan dianutnya asas-asas yang berkaitan dengan hubungan antara tanah
dengan tanaman dan bangunan yang terdapat diatasnya.26
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh Negara/
pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau
data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada diwilayah-wilayah tertentu,
pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka
26 Supriadi, S.H., M.Hum, Hukum Agrari, (Jakatra: Sinar Grafika). hal. 153
28
29
memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, termaksud penerbitan
tanda buktinya dan pemeliharaannya.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas
Negara yang dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka
memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Sebagian kegiatan yang
berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya didaftar, dapat ditugaskan kepada
swasta. Tetapi untuk memperoleh kekuatan hukum, hasilnya memerlukan pengesahan
pejabat pendaftaran yang berwenang, karena akan digunakan sebagai data bukti.27
Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA,
karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti
kepemilikan hak atas tanah. Pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut
sehingga UUPA memerintahkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 19
UUPA dinyatakan sebagai berikut.
a. Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan
yang diatur dengan peraturan pemerintah.
b. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi:
Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah
27 Prof. Boedi harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 519
30
Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut
Pemberian surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat
c. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan demikian dengan mengingat
keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas social ekonomi
serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Mentri
Agraria.
d. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan
pendaftaran tanah termaksud dalam ayat (1) diatas dengan ketentuan
bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya
tersebut.28
Kegiatan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali dan kegiatan pemeliharaan data yang tersedia. Pendaftaran tanah yang pertama
kali (initial registration) meliputi 3 (tiga) bidang kegiatan yaitu:
1. Bidang fisik atau teknis kadastral
2. Bidang yuridis dan
3. Penerbitan dokumen tanda bukti hak
Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar utuk pertama kalinya
sebidang tanah yang semula belum didaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran
28
Supriadi, S.H., M.Hum. Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika), hal. 153
31
tanah yang bersangkutan. Pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar obyek
satuan-satuan bidang tanah yang d sebut persil, yang merupakan bagian-bagian
permukaan bumi tertentu yang berbatas dan berdimensi dua, dengan ukuran luas yang
umumnya dinyatakan dalam mater persegi.
Kegiatan Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dapat
dilakukan 2 (dua) cara yaitu:
1. Secara sistematik
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak, yang meliputi semua
obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian
wilayah suatu desa atau kelurahan.
2. Secara sporadik
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah
dalam wilayah atau bagian wilayah satu desa atau kelurahan secara
individual atau missal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau
penerima hak atas tanah yang bersangkutan.
Tanah yang diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang
baik seluruhnya maupun sebagian harus bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan dan
32
sengketa, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 4 peraturan pemerintah No.
28/1977
Pendaftaran dan pencatatan perwakafan tanah hak milik:
1. Semua Tanah yang diwakafkan sebagaimana yang dimaksud dalam
pengertian tanah yang diwakafkan diatas harus di daftarkan kepada kantor sub
direktorat agraria kabupaten/kotamadya setempat.
2. PPAIW berkewajiban untuk mengajukan permohonan pendaftaran kepada
kantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya setempat atas tanah-tanah
yang telah dibuatkan akta ikrar wakaf.
3. Permohonan pendaftaran perwakafan tanah hak milik tersebut pada pengetian
diatas harus disampaikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 bulan
sejak dibuatnya akta ikra wakaf.
Permohona pendaftaran perwakafan tanah-tanah milik yang belum terdaftar
dikantor sub direktorat agraria kabupaten/kotamadya atau belum ada sertifikatnya,
dilakukan bersama-sama dengan permohonan pendaftaran haknya kepada kantor sub
dorektorat agraria kabupaten/kotamadya setempat menurut ketentuan peraturan
pemerintah No. 10 tahun 1961.29
29
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraruran
Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 134-135
33
B. Fungsi dan Tujuan Pendaftaran Tanah
Pendaftaran yang berisikan sejumlah dokumen yang berkaitan merupakan
sejumlah rangkaian dari proses dari yang mendahuluinya sehingga sesuatu bidang
tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur apa yang harus dilaksanakan dan
demikian pula hal-hal yang menghalangi pendaftaran tersebut ataupun larangan-
larangan bagi para pejabat yang bertanggung jawab dalam pendaftaran tanah tersebut.
Pendaftaran ini melalui sesuatu ketentuan yang sangat teliti dan terarah sehingga
tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran pendaftaran
tersebut untu sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja. (sertifikat hak atas
tanah)
Dalam ketentuan dari PP 24 tahun 1997 maka dikatakan adanya panitia ajudikasi
yang akan menilai dilapangan bukti-bukti hak dari yang dipegang oleh pemiliknya.
Pendaftaran tanah menurut PP 24 tahun 1997 pasal 3 menyatakan sebagai berikut:
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
34
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.30
Fungsi dibidang pendaftaran tanah, Sesuai dengan pasal 22 keputusan kepala
badan pertahanan Nasional, No, 1 tahun 1989 tertanggal 31 januari 1989, maka badan
pengukuran dan pendaftaran tanah mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Menyiapkan dan melakukan identifikasi dan pengukuran untuk keperluan
kerangka dasar kadasteral pendaftaran desa demi desa pengukuran sporadis
dan pemeliharaan peralatan.
b. Menyiapkan dan melaksanakan analisa perhitungan penggambaran dan
pemetaan berdasarkan hasil pengukuran kerangka dasar kadasteral,
pendaftaran desa demi desa dan pengukuran sporadis serta memberikan
bimbingan analisa perhitungan dan pemetaan.
c. Mengumpulkan bahan-bahan untuk penyusunan sistem informasi pertanahan,
memberikan bimbingan pelaksanaan tata pendaftaran dan tata usaha
pendaftara tanah dan menyiapkan surat
d. keputusa pengakuan hak atas tanah adat.
e. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan peralihan hak pembedaan hak,
petunjuk penyelesaian permasalahan Pendaftaran Tanah dan penyiapan saran
30 Prof. Dr. A. P. Parlindungan, SH. Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Berdasarkan
PP. 24 Tahun 1997) Dilengkapi Dengan Peraturan Pejabatan Pembuat Akta Tanah (PP No.
37, 1998), CV Mandar Maju, 2009. Hal. 37
35
yang berhubungan dengan tugas pendaftaran serta memberikan mimbingan
dan menyiapkan bahan penelitian pelaksanaan tugas pejabat pembuat akta
tanah (PPAT).
Maka bimbingan pengukuran dan pendaftaran tanah, mempunyai tugas kordinasi,
menyusun program dan memberikan bimbingan, pengendalian dan pelayanan di
bidang pengukuran dan pendaftaran tanah.31
C. Proses Pendaftaran Tanah yang Bersetifikat yang Bersetatus Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai
1. Hak guna bangunan
Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas
tanah yang bukan miliknya sendri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Dengan demikian hak guna bangunan adalah suatu hak memberikan wewenang
kepada pemegangnya untuk dapat mendirikan bangunan diatas tanah yang bukan
miliknya sendri. Hak guna bangunan diatur dalam pasal 35-40 UUPA. Yaitu:
a. Pendaftaran hak guna bangunan
Hak guna bangunan termasuk syarat-syarat pemberiannya juga setiap
peralihan dan hapusnya hak guna bangunan harus di daftarkan menurut
ketentuan pemerintah. Pendaftaran ini merupakan alat pembukti yang kuat
mengnai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hakguna
31
H. Ali Achmad Chomzah, SH. Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid 2,
(Penerbit Prestasi Pustaka Publisher, 2004), hal. 12
36
bangunan, kecuali dalam hal hak guna bangunan tersebut hapus karena
jangka waktunya berakhir.32
Hak guna bangunan merupakan salah satu hak-hak atas tanah yang bersifat
primer, selain hak milik, hak guna usaha, dan hak pakai atas tanah. Perkembangan
hak guna bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peranan penting kedua,
setelah hak guna usaha setelah hak guna usaha.
Begitu pentingnya hak guna bangunan, maka pemerintah mengaturnya lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah No 40 tahun 1996 mengatur hak guna bangunan
ini, seiring dengan pesatnya pembangunan perumahan , baik yang dibangun oleh
pemerintah maupun pihak suwasta. Oleh karena itu, dalam perkembangan
pembangunan perumahan atau gedung yang semakin marak akhir-akhir ini, objek
tanah yang dijadikan sasaran ada tiga, yaitu: Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan,
dan Tanah Hak Milik (Pasal 21).
Salah satu yang paling mendasar dalam memberikan hak guna bangunan adalah
menyangkut adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu pemberiannya.
Sehubungan dengan pemberian perpanjangan jangka waktu apabila hak guna
bangunan telah berakhir, maka hak guna bangunan atas tanah Negara, atas
permintaan pemegang haknya dapat diperpanjang atau diperbaharui, dengan
memenuhi syarat-syarat sebagai mana yang diatur dalam pasal 26 sebagai berikut:
32
Marihot Pahala Siahaan, SE , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori
dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 141-142
37
a. Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan
tujuan pemberian hak tersebut.
b. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang
hak.
c. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagaimana disebutkan dalam pasal
19.
d. Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang
bersangkutan.33
Dari berbagai masalah yang menyangkut tentang hak yang berada di atas tanah
terdapat hak guna bangunan. Dalam pemberian hak guna bangunan ini, dapat saja
tanah ini milik orang lain atau dengan kata lain, bangunan ini berdiri bukan di atas
tanah yang secara yuridis miliknya.
b. Pemegang hak guna bangunan
Dan suatu pemilikan hak di atas tanah orang lain yang bukan untuk usaha
pertanian. Dalam kaitan hak guna bangunan ini yang dapat mempunyai atau
siapa yang berhak mempunyai hak guna bangunan ini adalah sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia.
33
Supriadi, SH, M.Hum, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Garafika), hal. 116
38
b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia(pasal 36 ayat 1 undang-undang pokok
agraria)
Hanya warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak guna bangunan
ini, dan disini terlihat bahwa prinsip nasional tetap dipertahankan, sehingga orang
yang bukan warga Negara Indonesia hanya dapat mempunyai hak seperti yang
ditentukan pada huruf b diatas yaitu badan hukum yang didirikan menurut hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, oleh karena orang atau badan hukum yang
mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syarat-syarat sebagai
pemegang hak, dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan
hak guna bangunan itu kepada orang lain yang memenuhi syarat. Dan ketentuan itu
juga berlaku terhadap pihak yang memperoleh hakguna bangunan, jika dia tidak
mempunyai syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak
dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut di atas, hak itu hapus karena
hokum, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah (pasal 36 ayat 2
undang-undang pokok agraria).
Dalam rangka pemberian hak dapat saja terjadi, karena konversi yang telah di
keluarkan, yaitu peraturan mentri dalam negeri nomor 1 tahun 1977 tentang tata cara
permohonan dan pemberian hak atas bagian-bagian tanah hak pengelohaan serta
Pendaftarannya. Dalam peraturan mentri tersebut dihubungkan dengan surat Nomor
39
BTU. 3/692/3/1977 yang ditunjukkan kepada Gubernur kepala daerah Tk. 1 seluruh
Indonesia sebagai pedoman pelaksanaan atas peraturan mentri dalam negeri No. 1
tahun1977 diatas, tentang tata cara permohonan dan penyelesaian pemberian hak atas
bagian-bagian tanah hak pengolahaan serta pendaftaran. Karena pemerintah
menyadari sepenuhnya bahwa pengembangan hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai akan memerlukan penyediaan tanah yang sangat luas, oleh karena setiap
jengkal tanah harus dimanfaatkan secara efisien dengan dilandasi asas-asas tata guna
tanah.34
2. Hak pakai
Hak pakai adalah hak untuk mengunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang langsung dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang member
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam putusan pemberiannya oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya,
yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala
sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.35
Hak pakai diatur
dalam pasal 41-43 UUPA. Yaitu:
34
Soedharyo Soimin, SH,. Status Hak dan Pembebasan Tanah,(Jakarta: Sinar
Grafika. 2008), hal. 23
35 Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori
dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 141-142
40
1. Ciri-ciri hak pakai
Pemberian atas hak tentuan melihat status, sejauh manakah hak itu akan
diberikan dengan melihat kegunaan dan manfaat dari pada penerimaan hak itu,
walupun kita tahu bahwa hak-hak atas tanah apa pun yang melekat diatasnya
mempunyai fungsi sosial, hak pakai misalnya adalah merupakan salah satu hak yang
diatur dalam hukum agraria yang juga mempunyai fungsi sosial, yang artinya apabila
kepentingan umum lebih menghendakidapat saja haknya dicabut. Pengertian hak
pakai dalam rangka pemilikan tanah yang dikenal di dalam undang-undang pokok
agararia, dimana Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain yang
memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian
sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah. Segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan undang-undang pokok agraria
(pasal 41 ayat 1 undang-undang pokok agraria). Maka pemberian hak pakai atas tanah
itu hanya dapat diberikan:
a. Selama jangkau waktu yang tertentu dan selama tanahnya dipergunakan untuk
keperluan yang tertentu.
b. Dengan Cuma-Cuma dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apa
pun.
c. Perjanjian pemberian hak pakai tidak boleh bertentangan dengan UUPA
41
d. Hak pakai diberikan atas tanah yang dikuasai oleh Negara maupun tanah milik
seseorang atau badan hukum
e. Pemberian Hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung
unsur-unsur pemerasa.
2. Pemegang hak pakai
Dengan pengertian hak pakai atas tanah, kepada siapa saja dapat diberikan
akan tetapi secara tegas hak pakai ini hanya dapat diberikan kepada:
a. Warga Negara Indonesia
b. Orang-orang yang berkedudukan di Indonesia
c. Badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia
d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
Maka jelas bahwa hak pakai ini hanya boleh dipunyai oleh warga Negara
Indonesia saja atau orang-orang asing yang menjadi penduduk Indonesia atau badan
hukum yang mempunyai perwakilan di Indonesia serta perwakilan-perwakilan
Negara-negara sahabat dapat pula diberikan hak pakai.36
36
Soedharyo Soimin, SH,. Status Hak dan Pembebasan Tanah, (Jakatra: Sinar
Grafika, 2008), hal. 20
42
3. Terjadinya hak pakai
Terjadinya hak pakai terbagi 2 sesuai dengan siapa yang memberikan hak
pakai tersebut, yaitu:
a. Diatas tanah Negara yaitu terjadi sesuai dengan keputusan pejabat yang
berwenang untuk memberikan hak pakai atas tanah Negara
b. Diatas tanah milik orang lain yaitu terjadi karena perjanjian yang bersifat
autentik, yang bermaksud menimbulkan hak pakai, antara pemilik tanah
dan orang yang akan memperoleh hak pakai itu
4. Peralihan dan berakhirnya hak pakai
Peralihan hak pakai atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara hanya
dapat dilakukan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Sedangkan
hak pakai atas tanah hak milik hanya dapat diliahatkan kepada pihak lain jika hal itu
dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkuta. Karena jangka waktu
berlangsungnya hak pakai adalah tertentu, maka hak pakai berakhir sesuai dengan
waktu yang ditentukan dalam surat keputusan pejabat yang berwenang memberikan
hak pakai ataupun perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah dengan pihak yang
memproleh hak pakai.37
37
Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori
dan praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 145-146
43
D. Proses Pendaftaran Tanah yang Sudah Bersertifikat.
Hal yang sangat penting dalam hukum untuk membuktikan adanya suatu hak atas
tanah adalah dengan melakukan pendaftaran atas tanah tersebut. Pendaftaran tanah
maksudnya adalah meminta kepada kantor badan pertahan nasional agar tanah yang
dimiliki atau dikuasai oleh seseorang atau badan hukum dicatat identitasnya dikantor
badan pertanahan nasional dan kepada pemegang hak yang sah diberikan sertifikat
tanah. Dalam pendaftaran tanah yang penting adalah adanya catatan identitas atas
tanah yang dimiliki dan dikuasai. Identitas tanah adalah keterangan-keterangan
mengenai sebidang tanah tersebut jelas jenis haknya, luasnya, batasa-batasanya,
keadaannya, siapa yang memiliki dan menguasai, dan cirri-ciri khas lainnya.
Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal
19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolahan, tanah wakaf,
hakmilik atas sesuatu rumah susun, dan hak tanggungan, yang masing-masing sudah
dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat atas tanah diberikan
kepada setiap pemegang hak atas tanah dengan maksud untuk memberikan kepastian
hokum dan perlindungan hokum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah,
satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar.
Surat tanah terdiri dari 2 bagian yaitu, pertama: salinan surat ukur, kedua: buku
tanah. Salinan surat ukur merupakan salinan dari hasil pengukuran yang dilakukan
oleh BPN atas tanah yang didaftarkan, baik dengan pendaftaran tanah sistematik
44
maupun pendaftaran tanah secara sporadik. Hasil pengukuran yang asli tersimpan
dikantor BPN setempat sebagai arsip sehingga kepada pemegang hak atas tanah
hanya diberikan salinan surat ukur yang sama dengan surat ukur asli yang ada di
BPN. Buku tanah merupakan dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data
yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.
Identitas tanah merupakan suatu hal yang penting karena berfungsi agar setiap
tanah mempunyai “keperibadian” sendri, sehingga setiap bidang tanah dapat dikenal
dan dibedakan dengan bidang tanah lainya. Sertifikat tanah memiliki nilai praktis.
Yang sangat penting dan menguntungkan bagi setiap pihak yang memiliki atau
menguasai sebidang tanah. Nilai praktis dari sertifikat tanah adalah:
a. Dengan sertifikat tanah maka dapat dibuktikan secara meyakinkan akan hak
milik atas sebidang tanah
b. Sertifikat tanah sangat perlu dalam pengajuan kredit bank sebab pihak bank
berpendapat bahwa sertifikat tanah adalah jaminan yang aman
c. Bagi ahli waris maka sertifikat tanah atas harta berupa tanah yang diwariskan
oleh pewaris akan menjamin hak-hak yang akan diperoleh ahli waris atas
tanah yang diwariskan tersebut
d. Biasanya dalam transaksi jual beli pembeli tanah akan menawar harga tanah
lebih tinggi apabila tanah yang diperjual belikan telah memiliki sertifikat
tanah
45
e. Selain itu biasanya pula penjualan tanah yang telah bersertifikat akan lebih
mudah
Karena begitu banyak fungsi sertifikat tanah bagi masyarakat pemegang hak atas
tanah maka sudah selayaknya setiap pemegang atas tanah mendaftarkan tanahnya
untuk memproleh sertifikat tanah. Setiap pemegang hak atas tanah yang telah
bersertifikat akan lebih tenang karena memiliki kepastian hukum dengan adanya
pengakuan Negara atas haknya tersebut dan dapat dipertahankan secara mutlak
terhadap siapa pun.38
Kendala di dalam pensertifikatan tanah wakaf umumnya berkisar pada masalah
biaya, yang juga pernah dialami oleh muhammadiyah sehingga pempinan pusat
muhammadiyah meminta kepada dirjen agraria depdagri untuk ikut mempronakan
pensertifikatan tanah muhammadiyah. Sehubungan dengan hal tersebut, mentri dalam
negri telah mengeluarkan telah mengeluarkan keputusan mentri dalam negri Nomor
348 yang dicantumkan pertama menyatakan:
Dalam melaksanakan pensertifikatan tanah secara masal, maka tanah yang
dikuasai/dipunyai oleh Badan Hukum Keagamaan, Badan Hukum Sosial dan
Lembaga Pendidikan yang dipergunakan secara langsung unuk kepentingan
38 Marihot Pahala Siahaan, SE, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori
dan praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 162-163
46
di bidang keagamaan, sosial dan pendidikan, dapat dijadikan objek Proyek
Nasional Agraria.39
E. Proses Tanah Hak Milik Yang Belum Bersertifikat (Bekas Tanah Milik
Adat)
Mengenai pengertian hak ulayat atau tanah milik adat tertuang dalam pasal 3
undang-undang pokok agraria menetapkan bahwa “hak ulayat dan hak-hak yang
serupa itu dari masyarakat hukum adat” masih tetap dapat dilaksanakan oleh
masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat itu “menurut masih
adat”.
Hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat,
didefenisikan sebagai “kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan
hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumberdaya alam, termaksud
tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang
timbul dari hubungan secara lahiriah dan batinia turun menurun dan tidak terputus
antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
Hak hulayat mengandung 2 (dua) unsure yaitu:
39
Adrian Sutedi,SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta:
Sinar Grafika 2006), hal. 108
47
1. Hukum perdata, yaitu sebagai hak kepunyaan bersama para warga masyarakat
hukum adat yang bersangkutan atas tanah ulayat, yang dipercayai berasal
mula-mula sebagai peninggalan nenek moyang mereka dan merupakan
karunia suatu kekuatan gaib.
2. Hukum publik, yaitu sebagai kewenangan untuk mengelola dan mengatur
peruntukan, penggunaan, dan penguasaan tanah ulayat tersebut, baik dalam
hubungan interen dengan para warganya sendri maupun eksteren dengan
orang-orang bukan warga atau “orang luat”.
Tanda-tanda yang perlu diteliti untuk menentukan masih adanya hak ulayat meliputi 3
(tiga) unsur yaitu:
1. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih
merasa terikat oleh tatanan hukum adatnyasebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum tertentu yang mengakui dan menerapkan ketentuan-
ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
2. Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang menjadi
lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya
mengambil keperluan hidupnya sehari-hari.
3. Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu
terdapatnya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut.40
40
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan
Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 58-59
48
Hak milik atas tanah sebagai salah satu jenis hak milik, sangat penting bagi
Negara, bangsa, dan rakyat Indonesia, sebagai masyarak agraria yang sedang
membangun ke arah perkembangan indusrti dan lain-lain. Akan tetapi tanah yang
merupakan kehidupan pokok bagi manusia akan berdampak dengan berbagi hal,
antara lain:
1. Keterbatasan tanah, baik dalam jumlah maupun kualitas dibanding dengan
keputusan yang harus dipenuhi.
2. Pergeseran pola hubungan antara pemilik tanah dan tanah sebagai akibat
perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh proses pembangunan dan
perubahan-perubahan social pada umumnya.
3. Tanah di suatu pihak telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat
penting, pada lain pihak telah tumbuh sebagai bahan perniagaan dan objek
spekulasi.
4. Tanah di suatu pihak harus dipergunakan dan dimanfaatkan untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan rakyat lahir batin, adil dan merata, sementara dilain
pihak harus dijaga kelestarian.41
Berkenaan dengan hak-hak atas tanah yang berasal dari Hukum Adat dikaitkan
dengan pasal 2 ayat (1) ketentuan konversi UUPA, maka hak milik Yasan,
Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe Desa, Pesini secara hukum dikonversi
41 Adrian Sutedi,SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), hal. 1
49
menjadi hak milik. Terhadap tanah-tanah tersebut menurut ketentuan pasal 19 UUPA
jo. Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, harus
didaftarkan namun sebagian besar masih belum didaftar kan. Ini adalah kenyataan
mengenai keadaan tanah-tanah di Indonesia, tanah-tanah yang sudah didaftarkan
jumlahnya relative kecil dibandingkan dengan tanah-tanah yang belum didaftarkan.
Bagi tanah yang sudah didaftarkan memang tidak banyak mengalami hambatan
dalam hal adanya peralihan hak atas tanah tersebut, akan tetapi, untuk tanah yang
belum didaftarkan akan ditemukan banyak hambatan dalam hal adanya peralihan hak
atas tanah tersebut.42
Tidak sedikit tanah yang sudah diwakafkan diperkarakan. Sering terjadi
perwakafan tanah yang sudah berlangsung puluhan tahun dan wakif sudah meninggal
dunia. Ahli warisnya atau masyarakat adat menuntut tanah tersebut dan menyangkal
adanya perwakafan yang tidak sah, dan mengajukan banyak bukti hak milik atas
tanah. Dalam hal ini, pasal 50 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang peradilan agama
(sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006) sudah memberikan batasan
bahwa yang menyangkut hak milik dan keperdataan bukan merupakan wewenang
Pengadilan Agama tetapi pengadilan Umum. Artinya jika timbul sengketa pemilikan
tanah wakaf, harus diputuskan melalui putusan perdata. Adapun Pengadilan Agama
42
Ibid, hal. 2
50
hanya dapat mengadili mengenai proses perwakafan, ada tidaknya perbuatan
perwakafan tanah dan bukan pada status tanah.43
Sekalipun pada hakekatnya lembaga wakaf ini adalah berasal dari hukum Islam,
akan tetapi pada kenyataan seakan-akan sudah merupakan kesepakatan dikalangan
para ahli hukum kita untuk memandang masalah wakaf ini sebagai masalah dalam
hukum adat Indonesia. Hal ini adalah dikarenakan sudah meresapnya penerimaan
lembaga wakaf ini didalam masyarakat Indonesia dan dianggap sebagai suatu
lembaga hukum yang timbul sebagai hukum adat/kebiasaan dalam pergaulan hidup
mereka.44
F. Tanah Yang Belum Ada Haknya (Yang Dikuasai/Tanah Negara)
Pengunaan istilah tanah Negara bermula pada zaman Hindia Belanda. Sesuai
dengan konsep hubungan antara penguasa (pemerintah Hindia Belanda) dengan tanah
yang berupa hubungan kepemilikan, maka dikeluarkanlah suatu pernyataan yang
terkenal dengan nama Domein Verklaring pada tahun 1870, yang secara singkat
menyatakan bahwa semua tanah yang pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai
hak egindom-nya, adalah domain (milik) Negara.
43
Adrian Sutedi,SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006), hal. 111
44 Abdurrahman, SH, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah
Wakaf di Negara Kita, (Bandung : Alumni, 1984), hal. 13
51
Akibat hukum pernyataan tersebut ternyata merugikan hak atas tanah yang
dipunyai rakyat sebagai perseorangan serta hak ulayat yang dipunya oleh masyarakat
hukum adat karena, berbeda dengan tanah-tanah hak barat/eropa, diatas tanah-tanah
hak adat tersebut pada umumnya tidak ada alat bukti haknya.
Dalam konsep domein Negara tersebut, maka tanah-tanah hak milik adat disebut
sebagai tanah Negara tidak bebas/onvrij landsdomain (karena sudah dilekati dengan
suatu hak), tetapi diluar itu, semua tanah (termasuk tanah ulayat) disebut sebagai
tanah Negara bebas/urij landomaein.
Penguasan tanah Negara diletakkan dalam satu tangan dan instansi yang diserahi
tugas tersebut adalah kementrian dalam negeri. Sebagai konsekuensinya, maka tanah-
tanah Negara yang tidak diperlukan lagi atau tidak dipergunakan lagi oleh suatu
instansi sesuai tugas masing-masing harus diserahkan kembali kepada mentri dalam
negeri (sekarang mentri Negara agraria/kepada badan pertanahan Nasional). Dengan
dmikian bararti bahwa penyerahan tanah-tanah Negara tidak boleh dilakukan oleh
masing-masing instansi secara individual.45
Hak penguasaan atas tanah Negara sebagai dimaksud dalam peraturan
pemerintah No. 8 tahun 1953, yang diberikan kepada dapertemen-dapertemen,
direktorat-direktorat dan daerah-daerah Swatantra sebelum berlakunya peraturan ini
sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk untuk kepentingan
45
Prof. Dr. Maria S.W, Sumardjono,SH,MCL,MPA, Kebijakan Pertanahan antara
Regulasi dan Implementsi,(Jakarta : Buku Kompas, 2005), hal. 61
52
instansi-instansi itu sendri dikonversi menjadi hak pakai, sebagai dimaksud dalam
Undang-Undang Pokok Agraria, yang berlangsung selama tanah tersebut
dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.
Jika tanah Negara sebagai dimaksud diatas, selain dipergunakan untuk
kepentingan instansi-instansi itu sendri, dimaksudkan juga untuk diberikan dengan
suatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut diatas dikonversi
menjadi hak pengelolaan, yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan
untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.46
a. Hak menguasai
Hak menguasai itu ada pada negara atau instansi manakah yang akan
menjalankan wewenang-wewenang yang bersumber pada kekuasaan itu,sebagai
yang diperinci dalam pasal 2 ayat 2, di dalam penjelasan pasal 2 dinyatakan
bahwa, soal agraria menurut sifatnya dan pada azasnya merupakan tugas
pemerintah pusat. Mengenai hal-hal dalam bidang legislative wewenang itu di
jalankan oleh badan-badan Perundang-undangan, yaitu pemerintah bersama DPR
(pembentuk Undang-undang).
Mengenai soal mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, dan pemeliharaan bumi dan lain-lainnya. Terdapat ketentuan yang
46
Prof. Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan
Hukum Tanah, (Jakarta: Djambatan, 2008), hal. 53-54
53
khusus dalam UUPA yaitu ketentuan pasal 14 UUPA mewajibkan pemerintah
membuat suatu rencana umum, suatu nasional plenning, yang kemudian yang
akan diperinci dengan plenning-plenning daerah yang dibuat oleh pemerintah
daerah. Terdapat pula didalam pasal 15 ketentuan kewajiban memelihara tanah
termaksud menambah kesuburannya serta menjaga kerusakannya yang disertai
sanksi pidana (pasal 52).
b. Hak menguasai dari Negara meliputi semua bumi
Klu hak domain Negara haknya mengenai tanah-tanah yang tidak dipunyai
dengan hak igendom dan agrarisch egindom, maka sebagai mana halnya dengan
hak ulayat, hak mengusai dari Negara meliputi semua bumi, air, ruang angkasa
dan kekayaan alam, yang terkandung didalamnya. Baik yang sudah dihaki
seseorang maupun yang tidak atau belum dihaki. Kekeuasan Negara mengenai
tanah yang sudah di punyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak
itu.
Saat ini tidak mudah untuk menyatakan berapa luas tanah Negara itu. Di satu
pihak apabila pemerintah memerlukan tanah untuk kepentingan umum dengan
mengambil tanah yang dipunyai pemegang hak, alas an yang dikemukakan adalah
karena tanah Negara jumlahnya tidak memadai lagi. Namun, dilain pihak, ketika
timbul gagasan untuk membentuk lembaga yang berfungsi menyediakan,
mematangkan, dan menyalurkan tanah (Land Banking). Maka diusulkan bahwa
tanah Negara dijadikan salah satu alternative obyektif.
54
BAB IV
FAKTOR DAN PENGHAMBAT PENCATATAN TANAH WAKAF
A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan adalah sebuah instansi Kementerian
Agama yang bertugas melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama
Kota di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan (PMA No.11 tahun
2007 tentang Pencatatan Nikah Pasal 1 angka 1.
KUA Kecamatan Kebayoran Baru adalah KUA Kecamatan yang terletak di kota
Jakarta Selatan. Wilayah KUA Kecamatan ini sebagian besar merupakan daerah
pemukiman, meskipun beberapa bagian juga merupakan daerah pertokoan ("Blok
M") dan pusat bisnis (Sudirman Business District, SBD). Bursa Efek Indonesia
berlokasi di sini. Di Kecamatan Kebayoran Baru berdiri gedung balaikota Jakarta
Selatan, markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat Kejaksaan Agung
Republik Indonesia, dan juga gedung Sekretariat Jenderal ASEAN. Kebayoran Baru
memiliki satu terminal bus dalam kota di Jakarta (terminal "Blok M")
55
55
1. Peta Wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru
Peta lokasi Kecamatan Kebayoran Baru
Provinsi Jakarta
Kota Jakarta Selatan
Camat -
Luas 12,58 km²
Jumlah penduduk 220.000 (1989)
56
- Kepadatan - per km²
Desa/kelurahan 10
2. Batas dan Pembagian Administratif Wilayah
Di sebelah utara Kebayoran Baru berbatasan dengan Kecamatan Tanah Abang
dan Setiabudi. Sebagian kecil Jalan Hang Lekir dan Jalan Jendral Sudirman serta
Jalan Gatot Soebroto adalah batas utara kecamatan ini. Di sebelah barat Kali Grogol
memisahkan Kebayoran Baru dengan kecamatan Kebayoran Lama. Kali Krukut
membatasi di sebelah timur dengan kecamatan Mampang Prapatan, sedangkan di
sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Cilandak dengan batasnya adalah Jalan
Margaguna dan Jalan Haji Nawi Raya.
Kecamatan Kebayoran Baru terdiri atas 10 kelurahan berikut:
1. Selong, Kebayoran Baru dengan kode pos 12110
2. Gunung, Kebayoran Baru dengan kode pos 12120
3. Kramat Pela, Kebayoran Baru dengan kode pos 12130
4. Gandaria Utara, Kebayoran Baru dengan kode pos 12140
5. Cipete Utara, Kebayoran Baru dengan kode pos 12150
6. Pulo, Kebayoran Baru dengan kode pos 12160
57
7. Melawai, Kebayoran Baru dengan kode pos 12160
8. Petogogan, Kebayoran Baru dengan kode pos 12170
9. Rawa Barat, Kebayoran Baru dengan kode pos 12180
10. Senayan, Kebayoran Baru dengan kode pos 12190
3. Sejarah Singkat Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran
Baru
Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, kota Jakarta selatan
memiliki sejarah sejak pendiriannya hingga sekarang. Pada dasarnya Kecamatan
Kebayoran Baru adalah merupakan daerah hasil pemekaran dari wilayah KUA
Kecamatan Kebayoran lama. Di bawah ini point-point penting mengenai sejarah
KUA Kec. Kebayoran Baru, sebagia berikut:
1. Pada tahun 1952 sampai dengan 1964 KUA Kec. Kebayoran Baru bertempat
di Kantor Kelurahan Gunung (Jl. Hang Lekir I No. 5 Kel. Gunung)
2. Di tahun 1964 sampai tahun 1967 KUA Kec, Kebayoran Baru pindah ke
Kantor Kawedanan Kebayoran Baru (Jl. Barito Kebayoran Baru)
3. Sementara di tahun 1967 sampai dengan 1972 pindah kantor ke Blok O, yang
menempati salah satu ruangan Masjid Syarif Hidayatullah” (Jl. Iskandar
Syah Kel. Senayan)
58
4. Selanjutnya di tahun 1972, KUA Kecamatan Kebayoran Baru pindah
menempati gedung baru yang berlantai 1 (satu) yang disediakan oleh PEMDA
DKI (Jl. Singgalang No. 20 Kel. Gunung)
5. Pada tahun 1986 gedung tersebut dibangun menjadi 2 (dua) lantai oleh
PEMDA DKI dengan luas tanah kurang lebih 450 m2. selama pembangunan
karyawan/ti menempati kantor pemiliki pendidikan agama Islam (Jl. Praja
Kebayoran Lama)
6. Setelah selesai dibangun tahun 1987 dan diresmikan oleh Walikota Jakarta
Selatan, Bpk. H. Muhtar Zakaria, karyawan/ti kembali menempati gedung
KUA yang berada di Jl. Singgalang No.20 yang sekarang bernama Jl. Kerinci
Raya No.20 Blok E Kel. Gunung, dan masih ditempati hingga sekarang.
4. Visi dan Misi
1. Visi
Visi dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Kebayoran Baru, adalah:
Visi
“UNGGUL DALAM MEWUJUDKAN PELAYANAN DI BIDANG
URUSAN AGAMA ISLAM YANG BERKUALITAS DAN PARSTISIPATIF
DI WILAYAH KEC. KEBAYORAN BARU”
59
2. Misi
Sedangkan Misi yang diemban untuk mencapai visi yang diharapkan,
yaitu:
Misi
1. Meningkatkan kualitas pelayanan Nikah dan Rujuk (NR);
2. Meningkatkan pelayanan di bidang Keluarga Sakinah;
3. Meningkatkan Pelayanan dalam bidang Ibadah Sosial;
4. Meningkatkan pelayanan terhadap bidang Produk Halal;
5. Meningkatkan Pelayanan dalam bidang Perwakafan;
6. Meningkatkan pelayanan dalam bidang Kemitraan Umat Islam;
7. Melakukan kerjasama dalam bidang Konsultasi Haji;
8. Melakukan Pelayanan dalam bidang Kesejahteraan Masjid (BKM).
5. Tugas dan Fungsi
Tugas dan fungsi Kantor Urusan Agama Kecamatan, sesuai dengan
Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001 sebagai upaya meningkatkan
kinerja dan pelayanan masyarakat dibidang perkawinan dan pengembangan keluarga
sakinah dipandang perlu melaksanakan penataan organisasi Kantor Urusan Agama
Kecamatan.
60
Sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 517 tahun 2001, Kantor
Urusan Agama Kecamatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah
kecamatan.(Bab I, Pasal 2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kantor
Urusan Agama Kecamatan menyelenggarakan fungsi:
a. Menyelenggarakan statistic dan dokumentasi;
b. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan
dan rumah tangga Kantor Urusan Agama Kecamatan;
c. Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid,
zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan
pengembangan keluarga sakinah sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan
Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.47
6. Tata Kerja
Mengenai pelaksanaan tata kerja di Kantor Urusan Agama Kecamatan, sesuai
dengan Keputusan Menteria Agama RI No. 517 tahun 2001, disebutkan dalam Pasal
7 bahwa " Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan
47
KMA 517 tahun 2001 Pasal 3
61
wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di lingkungan
Kantor Urusan Agama dengan instansi vertical Departemen Agama lainnya maupun
antara unsure Departemen di Kecamatan dengan unsure Pemerintah Daerah".
Tata kerja yang dilakukan menurut Pasal 7 KMA 517 tahun 2001 tersebut,
sabagai berikut:
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan bertanggung jawab memimpin
bawahannya masing-masing, serta memberikan pedoman, bimbingan dan
petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya. (KMA 517 tahun 2001 Pasal
8);
Sebagai bawahan , Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan wajib
mengetahui dan mematuhi atasannya dan melaporkan hasil pelaksanaan
tugasnya kepada atasan. (KMA 517 tahun 2001 Pasal 9);
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan menyampaikan laporan kepada
Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota yang membawahinya
untuk selanjutnya disusun dan diolah sebagai laporan berkala Kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota. (KMA 517 tahun 2001 Pasal 10);
Dalam menyampaikan laporan, tembusan laporan disampaikan kepada satuan
organisasi lain yang berkaitan. (KMA 517 tahun 2001 Pasal 11);
Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Kantor Urusan Agama memberikan
bimbingan terhadap bawahannya, melalui rapat berkala. (KMA 517 tahun
2001 Pasal 12);
62
Apabila Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berhalangan, Kepala
Kantor Urusan Agama Kecamatan dapat menunjuk pejabat pimpinan
sementara melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan. (KMA 517
tahun 2001 Pasal 13);
B. Fungsi dan Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)
Undang-undang pokok agraria adalah merupakan salah satu peraturan-
perundang-undangan di Negara Republik Indonesia yang mengatur mengenai hukum
pertanahan di Indonesia. Dalam pada itu hukum agraria yang berlaku sekarang ini,
yang seharusnya merupakan salah satu alat yang penting untuk membangun
masyarakat yang adil dan makmur tersebut, ternyata bahkan sebaliknya.
Tanah adalah merupakan salah satu sumber daya yang menjadi kebutuhan dan
kepentingan semua orang, badan hukum, dan atau sektor-sektor pembangunan. Salah
satu aset tanah yang dapat meningkatkan peningkatan ekonomi umat sacara sosial dan
memiliki nilai ibadah adalah tanah “wakaf”.
Dalam kedudukan harta wakaf dalam system perundang-undangan di Indonesia,
dapat terlihat dengan adanya produk-produk hukum yang dapat melindungi
keberadaan tanah wakaf seperti halnya kepemilikan tanah yang dikuasai oleh pribadi,
badan hukum atau sektor-sektor pembangunan lainnya.
63
Kedudukan tanah wakaf di Indonesia semula diatur dalam UU No.5 tahun 1960
tentang Peraturan Dasar pokok-Pokok Agraria, namun hal ini proses dan
pemberlakuan administrasi tanah wakaf masih memerlukan peraturan yang mengatur
secara spesifik. Sehingga diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik.
Dalam konsideran yang tertuang pada PP No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik, menyebutkan wakaf dalah suatu lembaga keagamaan yang dapat
dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan keagamaan
yang dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana guna pengembangan kehidupan
keagamaan, khususnya bagi umat Islam, dalam rangka mencapai kesejahteraan
spiritual dan materil menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.48
Kompilasi Hukum Islam pun mengatur mengenai hukum perwakafan hal ini
dituangkan pada Buku III. Perwkafan dalam system peraturan perundang-undangan
di Indonesia tidak hanya dilindungi dalam hal keberadaannya yang sesuai dengan
hukum syari‟ah (Islam).
Mengenai legalitas tanah wakaf tersebut dimulai dari pengesahaan ikrar wakaf
yang dilakukan oleh wakif dihadapan Nazir. Ikrar adalah pernyataan kehendak dari
wakif untuk mewakafkan tanah miliknya49
Pasal 223 Kompilasi hukum Islam
48
Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik 49
Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pemerintah no.28 tahun 1977 tentang Perwakafan tanah Milik.
64
menyebutkan „Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf
dihadapan Pejabat Pembuat akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Kompilasi Hukum Islam pasal 215 ayat 6 menyebutkan Pejabat Pembuat Akta
Ikrar wakaf yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah petugas pemerintah yang
diangkat berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima ikrar
dan wakif dan menyerahkan kepada nadzir serta melakukan pengawasan untuk
kelestarian perwakafan. Pejabat pembuat akta ikrar wakaf seperti dimaksud dalam
ayat (6), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.50
Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 1 tahun 1978 tentang Peraturan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah
Milik, di dalam bab III pasal 5 menyebutkan, ayat 1 Kepala KUA (Kantor Urusan
Agama) ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar wakaf;
Ayat 2 Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama
Kecamatan;
Ayat 3 Dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya, maka kepala
kanwil Depag menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf di kecamatan tersebut.51
50
Kompilasi Hukum Islam 51
Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pemerintah no.28 tahun 1977 tentang Perwakafan tanah Milik.
65
Fungsi dan tugas Pejabat pembuat Akta Ikrar Wakaf adalah52
:
a. Meneliti kehendak wakif
b. Meneliti dan mengesahkan nadzir atau anggota nadzir yang baru sebagai
diatur dalam pasal 10 ayat (3) dan (4) pada peraturan ini;
c. Meneliti saksi ikrar wakaf;
d. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf;
e. Membuat Akta ikrar Wakaf;
f. Menyampaikan Akta ikrar Wakaf dan salinannya sebagai diatur dalam pasal 3
ayat (2) dan (3) peraturan ini selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan
sejak dibuatnya;
g. Menyelenggarakan daftar Akta Ikrar wakaf;
h. Menyampaikan dan memelihara Akta dan Daftarnya;
i. Mengurus pendaftaran perwakafan seperti tercantumnya dalam pasal 10 ayat
(1) Peraturan Pemerintah.
Undang-undang No.41 tahun 2004 tentang wakaf, menyebutkan dalam pasal 28
“Pembuatan Akta Ikrar Wakaf benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan
dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya”.53
52
Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pemerintah no.28 tahun 1977 tentang Perwakafan tanah Milik. 53
Undang-undang no.41 tahun 2004 tentang wakaf
66
Pejabat Pembuat Akta Ikrar wakaf (PPAIW) dalam Undang-undang No.41 tahun
2004 tentang Wakaf pasal 37 menyebutkan:
Ayat (1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah kepala KUA
dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf;
Ayat (2) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah kepala KUA
dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menter;
Ayat (3) PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga
Keuangan Syari‟ah paling rendah setingkat Kepala seksi LKS yang ditunjuk oleh
Menteri;
Ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) tidak
menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat AIW dihadapan Notaris;
Ayat (5) Persyaratan Notaris sebagai PPAIW ditetapkan oleh mentri.
Setelah melihat tugas atau fungsi kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan,
dalam hal selaku PPAIW yang diangkat oleh Pejabat lain yang ditunjuk oleh menteri.
Dalam hal ini pengertian atau maksud dari pejabat lain yang berhak mengangkat
PPAIW adalah pejabat dalam lingkungan Kementerian Agama RI di tingkat Provinsi
atau disebuut dengan Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi.
Mengenai pengangkatan PPAIW dalam hal ini berdasarkan dari Keputusan
Menteri Agama no.73 tahun 1978 tentang Pendelegasian Wewenang kepada Kepala
67
Kanwil Departemen Agama Provinsi/setingkat di Seluruh Indonesia untuk
mengangkat/memberhentikan setiap Kepala KUA Kecamatan sebagai PPAIW.
Jika dipandang perlu, Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi/setingkat dapat memberikan kuasa kepada Kepala Bidang Urusan Agama
Islam untuk dan atas nama Kepala kantor wilayah departemen Agama
Provinsi/setingkat mengangkat dan memberikan Pejabat Pembuat Akta ikrar Wakaf
(PPAIW). Jika dalam suatu wilayah hukum kecamatan belum terbentuk Kantor
Urusan Agama, maka yang diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW) adalah kepala kantor urusan Agama Kecamatan yang terdekat.
Setalah melihat perkembangan peraturan perundang-undang mengenai wakaf,
dapat terlihat mengenai kewenangan PPAIW terhadap perwakafan, yaitu:
1. Membuat Akta Ikrar Wakaf benda tidak bergerak dan benda bergerak selain uang;
2. Memberikan Pengesahan Nadzir;
3. Menyampaikan pendaftaran tanah wakaf kepada BPN (Badan Pertanahan
Nasional);
4. Mengawasi pengelolaan tanah wakaf.
Fungsi PPAIW seperti yang telah dijelaskan di atas, terkait membuat Akta ikrar
wakaf dan mendaftarkan tanah wakaf, di bawah ini adalah bagan makanisme
pembuatan AIW dan Pendaftaran tanah wakaf. Adapun benda tidak bergerak yang
68
dapat diwakafkan menurut Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf, pasal 16 yaitu:
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan Perturan perundang-undangan baik
yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. Hak milik atas tanah satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
e. Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan prinsip syari‟ah dan
Peraturan Perundang-undangan
Mengenai hak atas tanah yang dapat diwakafkan diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No.41 tahun 2004 tentang
wakaf, pasal 17, terdiri dari :
a. Hak milik atas tanah baik yang sudah atau belum terdaftar;
b. Hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah Negara;
c. Hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan atau hak milik
wajib mendapat izin tertulis pemegang hak pengelolaan atau hak milik;
d. Hak milik atas satuan rumah susun.
69
Mengenai hak tanah pada pasal 17 ayat (1) huruf c disebutkan “apabila wakaf
sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf c dimaksudkan sebagai wakaf untuk
selamanya, maka diperlukan pelepasan hak dari pemegang hak pengelolaan atau hak
milik.
Pasal 17 ayat 3 menjelaskan bahwa hak atas tanah yang diwakafkan sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1) wajib dimiliki atau dikuasai oleh wakif secara sah serta
bebas dari segala sitaan, perkara, sengketa, dan tidak dijaminkan.
Mengenai tata cara atau proses ikrar wakaf (AIW), proses pembuatan APAIW,
pendaftaran tanah wakaf, pendaftaran sertifikat tanah wakaf benda tidak bergerak
(tanah) dapat dilakukan melalui proses sebagai berikut:
70
TATA CARA PEMBUATAN AKTA IKRAR WAKAF
PERATURAN PEMERINTAH NO.42 TAHUN 2006 TENTANG
PELAKSANAAN UU NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
PASAL 34
Pasal 34 huruf b
PPAIW meneliti kelengkapan
persyaratan adminsyrasi
perwakafan dan keadaan fisik
benda wakaf
Pasal 34 huruf c
dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud pada
huruf b terpenuhi, maka
pelaksanaan ikrar
wakaf dan pembuatan AIW
dianggap sah apabila dilakukan
dalam Majelis Ikrar Wakaf
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1).
Pasal 34 huruf d
AIW yang telah ditandatangani
oleh Wakif, Nazhir, 2 (dua) orang
saksi, dan/atau Mauquf alaih
disahkan oleh PPAIW.
Pasal 34 huruf e
Salinan AIW disampaikan
kepada:
1. Wakif;
2. Nazhir;
3. Mauquf alaih;
4. Kantor Pertanahan
kabupaten/kota dalam hal benda
wakaf berupa tanah; dan
5. Instansi berwenang lainnya
dalam hal benda wakaf berupa
benda tidak bergerak selain
tanah atau benda bergerak selain
uang.
71
PERATURAN PEMERINTAH NO.42 TAHUN 2006 TENTANG
PELAKSANAAN UU NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
DALAM HAL PEMBUATAN AKTA PENGGANTI AKTA IKRAR WAKAF
(APAIW)
Pasal 35 angka 2
Permohonan masyarakat atau 2 (dua)
orang saksi yang mengetahui dan
mendengar perbuatan
wakaf sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dikuatkan dengan
adanya petunjuk (qarinah)
tentang keberadaan benda wakaf
.
Pasal 35 angka 3
Apabila tidak ada orang yang
memohon pembuatan APAIW, maka
kepala desa tempat benda
wakaf tersebut berada wajib meminta
pembuatan APAIW tersebut kepada
PPAIW setempat.
Pasal 35 angka 4
PPAIW atas nama Nazhir wajib
menyampaikan APAIW beserta
dokumen pelengkap lainnya
kepada kepala kantor pertanahan
kabupaten/kota setempat dalam
rangka pendaftaran wakaf tanah
yang bersangkutan dalam jangka
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak penandatanganan
APAIW.
.
72
PERATURAN PEMERINTAH NO.42 TAHUN 2006 TENTANG
PELAKSANAAN UU NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
TATA CARA PENDAFTARAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 38 ayat (1)
Pendaftaran harta benda wakaf tidak
bergerak berupa tanah dilaksanakan
berdasarkan AIW atau
APAIW.
.
Pasal 38 ayat (2)
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampirkan persyaratan sebagai berikut:
a. sertifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan
rumah susun yang
bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
b. surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya
tidak dalam sengketa, perkara,
sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau
lurah atau sebutan lain
yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat;
c. izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan dalam
hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah
daerah, BUMN/BUMD dan
pemerintahan desa atau sebutan lain yang setingkat dengan itu;
d. izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dari sertifikat dan
keputusan pemberian haknya
diperlukan izin pelepasan/peralihan.
e. izin dari pemegang hak pengelolaan atau hak milik dalam hal
hak guna bangunan atau hak
pakai yang diwakafkan di atas hak pengelolaan atau hak milik.
73
PERATURAN PEMERINTAH NO.42 TAHUN 2006 TENTANG
PELAKSANAAN UU NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
TATA CARA PENDAFTARAN SERTIFIKAT HARTA BENDA WAKAF
BERDASARKAN AIW ATAU APAIW
Pasal 39 ayat (1) huruf a
terhadap tanah yang sudah berstatus
hak milik didaftarkan menjadi tanah
wakaf atas nama
Nazhir;
.
Pasal 39 ayat (1) huruf b
terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya
sebagian dari luas keseluruhan harus
dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih
dahulu kemudian didaftarkan menjadi
tanah wakaf atas nama Nazhir;
.
Pasal 39 ayat (1) huruf c
terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang
berasal dari tanah milik adat langsung
didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
.
Pasal 39 ayat (1) huruf d
terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di
atas tanah negara
sebagaimana dimaksuk dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b yang
telah mendapatkan
persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di
bidang pertanahan didaftarkan
menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir;
Pasal 39 ayat (1) huruf e
terhadap tanah negara yang diatasnya
berdiri bangunan masjid, musala,
makam,
didaftarkan menjadi tanah wakaf atas
nama Nazhir
.
Pasal 39 ayat (1) huruf f
Pejabat yang berwenang di bidang
pertanahan kabupaten/kota setempat
mencatat
perwakafan tanah yang bersangkutan
pada buku tanah dan sertifikatnya
.
74
Salah satu masalah di bidang keagamaan yang menyangkut pelaksanaan tugas-
tugas keagrariaan adalah perwakafan tanah milik. Begitu pentingnya masalah
perwakafan tanah milik tersebut ditinjaun dari sudut Undang-undang Nomor 5 tahun
1960 tetang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Perkembangan tanah wakaf, di wilayah Kecamatan kebayoran Baru, kota Jakarta
Selatan hingga tahun 2011 ini cukup menunjukan jumlah yang baik dengan jumlah
lokasi tanah wakaf 85 lokasi yang terletak di 10 kelurahan. Adapun cakupan wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru terdiri dari:
1. Kelurahan Senayan;
2. Kelurahan Rawa Barat;
3. Kelurahan Selong;
4. Kelurahan Gunung;
5. Kelurahan kramat Pela;
6. Kelurahan Melawai;
7. Kelurahan Petogogan;
8. Kelurahan pulo;
9. Kelurahan Gandaria Utara;
10. Kelurahan Cipete Utara.
75
Perkembangan tanah wakaf yang terletak di wilayah KUA Kecamatan kebayoran
Baru, jika ditinjau dari alur perkembangan status tanah wakaf yang tercatat dalam
buku daftar Akta Ikrar Wakaf atau blanko W4.
Kelurahaan Senayan berjumlah 5 lokasi dengan luas tanah keseluruhan 6.164
m2, tanah wakaf yang bersertifikat berjumlah 4 lokasi jumlah tanah 5.904 M2, dan
yang berlum bersertifikat 1 lokasi dengan luas tanah 260 m2. Pengunaan tanah wakaf
di wilayah Kelurahan senayan terdapat 2 lokasi Masjid, 2 lokasi Langga/musholla
dan 1 lokasi sebagai sarana social.
Kelurahan Bawa Barat lokasi tanah wakaf 4 lokasi luas tnah 2.279 m2, dengan
status tanah bersertifikat 3 lokasi luas tanah 1.345 m2 sementara yang belum
bersrtifikat 1 lokasi luas tanah 934 m2. Perkembangan tanah wakaf sesuai dengan
kegunaannya 3 lokasi sebagai Masjid, 1 lokasi sebagai sarana sosial.
Kelurahan selong jumlah lokasi tanah wakaf 1 luas tanah 10.600 m2 tanah wakaf
tersebut digunakan sebagai Masjid. Sementara kelurahan gunung tanah wakaf
terdapat 2 lokasi luas tanah 566, status tanah yang bersertifikat 1 lokasi luas 232, dan
yang belum bersertifikat 1 lokasi luas tanah 334 m2. Penggunaan tanah wakaf sendiri
sebagai masjid.
Kelurahan keramat pela lokasi tanah wakaf terletak sebanyak 6 lokasi dengan
luas tanah 1.060,55 m2, status tanah wakaf yang bersertivikat 4 lokasi luas tanah 899
76
m2, adapun yang belum bersertivikat 2 lokasi luas tanah 161,55 m2. Pruntukan tanah
wakaf sebagai 3 lokasi Masjid, 3 lokasi sebagai Langgar/Musholla.
Tanah wakaf yang terletak di Kelurahan melawai menunjukan hanya 1 lokasi
tanah wakaf dengan luas tanah 3.960 m2, penggunaan tanah wakaf ini sebagai
Masjid.
Tanah wakaf pada Kelurahan Petogogan tercatat 9 lokasi dengan luas tanah
10.871 m2, adapun status tanah wakaf yang bersertifikat tercatat 7 lokasi dengan luas
tanah 1.733 m2, dan belum bersertivikat 2 lokasi luas tanah 9.138 m2. Perkembangan
status tanah wakaf digunakan sebagai 4 lokasi masjid, 5 lokasi langgar/musholla, dan
1 lokasi sebagai masdrasah
Kelurahan Pulo tanah wakaf terdapat 6 lokasi dengan luas tanah 9.349 m2,
sementara status tanah wakaf yang bersertivikat 4 lokasi luas 1.158 m2 dan yang
belum bersertifikat 2 lokasi dengan luas 8.191. Data tanah wakaf yang terdapat pada
wilayah Kelurahan Pulo penggunaannya sebagai 1 lokasi digunakan sebagai mesjid, 4
lokasi sebagai musholla/langgar, dan 1 lokasi sebagai madarasah.
Kondisi tanah wakaf yang terletak di Kelurahan Gandaria Utara terdapat 29
lokasi dengan luas tanah 14.826 m2, tanah wakaf yang bersetifikat 26 lokasi luas
13.276 m2 dan yang belum bersertifikat 3 lokasi dengan luas 1.550 m2. Peruntukan
tanah wakaf di wilayah Kelurahan Gandaria Utara 10 lokasi sebagai masjid, 13 lokasi
77
sebagai musholla/langgar, 1 lokasi sebagai makam, 3 lokasi sebagai bergerak
dibidang social.
Sementara tanah wakaf yang berada di wilayah kelurahan Cipete Utara sebanyak
22 lokasi dengan luas tanah 11.748 m2, status tanah wakaf yang bersertifikat
sebanyak 14 lokasi dengan luas 6.781 m2, dan yang belum bersertifikat 8 lokasi
dengan luas 4.967 m2. Perkembangan peruntukan lokasi wakaf digunakan sebagai 6
lokasi menjadi masjid, 11 lokasi sebagai musholla/langgar, 2 lokasi sebagai sarana
social.
Melihat perkembangan tanah wakaf baik dilihat dari segi perkembangan status
dan perkembangan peruntukannya dapat tersimpulkan dalam konsep perenetase, yaitu
tanah wakaf yang bersertifikat 75%, tanah wakaf yang belum bersertifikat 25%.
Adapun perkembangan peruntukan tanah wakaf penggunaan sebagai masjid 39%,
Musholla/langgar 45%, Madrasah/sekolah 7 %, Kuburan/makam 1%, social 8%.
C. Faktor Keberhasilan dan Faktor Penghambat
Perkembangan tanah wakaf di wilayah KUA Kec. Kebayoran Baru, jika dilihat
dari perkembangan statusnya masih menunjukan adanya lokasi tanah wakaf yang
belum bersertifikat. Mengenai perkembangan wakaf yang memiliki suatu potensi
peningkatan terhadap ekonomi umat Islam, tentunya tak terlepas dari paradigma baru
mengenai wakaf tunai, yang diharapkan adanya peningkatan wakaf produktif.
78
Dari hasil observasi yang saya lakukan di Kantor Urusan Agama Kec. Kebayoran
Baru, kota Jakarta selatan,terkait dengan fungsi dan kewenangan PPAIW terhadap
tanah wakaf, masih terdapat beberapa administrasi yang dapat dikatakan belum
terlalu maksimal, meskipun pada dasarnya system adminstrasi pelayanan terhadap
tanah wakaf dapat dikatkan baik.
Faktor-faktor penghambat yang muncul terkait dengan tugas PPAIW terhadap
tanah wakaf muncul dari faktor internal itu sendiri dan faktor eksternal. Adapun
faktor-faktor tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Faktor internal ini merupakan suatu kelemahan yang masih dirasakan dalam
pelaksanaan dalam administrasi perwakafan, hal ini berkaitan langsung dengan
fungsi PPAIW di wilayah Kantor urusan Agama Kec. Kebayoran Baru.
a. Minimnya sumber daya manusia yang benar-benar menguasai dalam
bidang pertanahan baik hukum maupun administrasi yang berkaitan
langsung;
b. Minimnya suatu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang
berkaitan langsung dengan mekanisme administrasi perwakafan;
c. Minimnya penyelenggaraan sosialisasi terhadap masyarakat secara
umum dan khususnya terhadap nadzir wakaf dalam pengelolaan dan
legalitas tanah wakaf;
79
d. Minimnya temu kerja secara lintas sektoral yang dilakukan antara
PPAIW, dan BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan pihak-pihak
terkait;
e. Masih lemahnya system administrasi birokrasi yang berkaitan dengan
mekanisme pendaftaran tanah wakaf.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini berkaitan langsung dengan masyarakat secara umum.
Mengenai hal ini masyarakat secara luas memiliki rasa tanggung jawab terhadap
keberadaan tanah wakaf, dan yang lebih khusus peran wakif dan nadzir sangat
diperlukan dalam pengembangan tanah wakaf.
a. Kondisi tanah wakaf yang masih minim dalam lokasi yang dianggap
produktif;
b. Wakif atau pemilik hak atas tanah yang belum terlalu dapat memiliki
pemahaman atas hak tanah yang sudah diwakafkan;
c. Nadzir tanah wakaf yang belum dapat mengoptimalkan tanah wakaf
yang diamanatkan oleh wakif;
d. Penyelesaian mekanisme sertifikat tanah wakaf yang masih lama, dari
standar yang telah di atur sebelumnya oleh Badan Pertanahan
Nasional.
80
3. Faktor Keberhasilan
Keberhasilan yang dapat mendukung terhadap kelancaran kinerja PPAIW dalam
menjalankan tugas fungsi dan kewenangan dalam perwakafan adalah sebagai
berikut:
a. Adanya administrasi wakaf yang dilakukan rutin setiap bulannya;
b. Tersedianya blanko Wakaf mengenai pendaftaran tanah wakaf;
c. Tersedianya buku pengawasan tanah wakaf yang tertuang dalam buku
catatan pengelolaan tanah wakaf (W6);
d. Tersedianya buku-buku pedoman mengenai perwakafan.
Faktor tersebut di atas bersifat internal atau langsung berkaitan dengan PPAIW,
penyelenggaraan administrasi tanah wakaf dapat terkontrol dengan baik jika
dilakukan sesuai dengan kondisi laporan yang dapat terlihat dari penyajian data.
D. Analisa Penulis
Melihat dari perkembangan tugas dan kewenangan PPAIW sejak undang-undang
No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, Peraturan pemerintah No.
28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik , yang tertuang dalam lembaran
Negara 1977, dan saat ini pemerintah telah menerbitkan Undang-undang No. 41
tahun 2004 tentang wakaf Jo. Peraturan Pemerintah No.42 tahun 2006 tentang
Pelaksanaan UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf.
Fungsi dan kewenangan PPAIW saat ini menunjukan adanya kualitas
peningkatan yang cukup baik, pada PP No. 28 tahun 1977 tentang perwakafan hak
81
milik, fungsi dan kewenangan PPAIW hanya dapat menjadi PPAIW terhadap tanah
wakaf yang bersifat hak milik atau hanya berupa benda tidak bergerak.
Perkembangan fungsi dan kewenangan PPAIW saat ini berdasarkan PP No. 42
tahun 2006 tentang pelaksanaan UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf menyebutkan
dalam pasal 37 ayat (1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah
adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf, ayat (2)
PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat
lain yang ditunjuk oleh Meneri.
Peningkatan kewenangan ini merupakan dari hasil perluasan benda yang dapat
diwakafkan semula benda yang dapat diwakafkan hanya benda tidak bergerak berupa
tanah milik, semenjak UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf benda yang dapat
diwakafkan terbagi 2 (dua) benda bergerak berupa uang dan surat berharga sementara
benda yang tidak bergerak berupa tanah.
Kewenangan PPAIW ternyata tak sekedar mengesahkan AIW atau APAIW tetapi
juga mengesahkan nadzir, namun pada perkembangannya sekarang ini PPAIW tidak
dapat langsung mengesahkan nadzir tetapi pengesahan nadzir harus melalui Badan
Wakaf Indonesia.
Peraturan Pemerintah no. 42 tahun 2006 pasal 4 ayat (1) menyebutkan” Nadzir
perseorangan ditunjuk oleh wakil dengan memenuhi persyaratan menurut undang-
undang”. Ayat (2) Nadzir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan
pada Menteri dan BWI melalui Kantor Urusan Agama setempat.
82
Setelah dilakukan observasi dengan melihat perkembangan status tanah wakaf
ternyata masih ada sebeser 25% yang belum bersertifikat, namun pada dasarnya tanah
wakaf yang berjumlah 85 Lokasi sudah 100% memiliki akta ikrar wakaf (AIW).
Minimnya rapat kerja atau temu kerja lintas sektoral yang terkait dengan ruang
lingkup kerja fungsi dan tugas PPAIW, seperti dengan BPN di tingkat Kota. Juga
merupakan salah satu faktor penghambat lambatnya proses sertifikasi tanah wakaf.
Jika melihat dari fungsi kewenangan PPAIW, mengenai pengawasan terhadap
pengelolaan tanah wakaf yang dilakukan oleh nadzir, terlihat masih lemah. Hal ini
dikarenakan minimnya kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh PPAIW terhadap
nadzir, hambatan yang dirasakan juga muncul dari pihak nadzir wakaf sendiri yang
tidak melakukan pelaporan secara rutin nitas sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Sentuhan yang berkembangan saat ini terkait dengan paradigma baru tanah
wakaf yang mengedepankan terhadap system penglolaan tanah wakaf produktif,
tanah wakaf di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan dari 85
Lokasi, sistem pengeloaan dan pengembangan tanah wakaf masih bersifat tradisional.
Artinya bahwa peruntukan tanah wakaf di wilayah itu sendiri tidak ada atau belum
dekelola secara professional oleh pihak nadzir.
Kondisi tersebut dikarenakan dengan lokasi tanah wakaf yang berada di wilayah
Kecamatan Kebayoran Baru, terletak pada lokasi yang tidak strategis, kesadaran dari
pihak nadzir pun masih sangat minim dalam pengelolaan.
83
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai wakaf sudah muncul
sejak UU No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, pada tahun 1977
pemerintah meluncurkan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik, dan pada Kompilasi Hukum Islam pun disinggung atau
diatur mengenai Perwakafan.
Sehingga perlu adanya suatu perhatian khusus dari Pemerintah melalui
kementerian Agama waktu itu, dengan mengeluarkan beberapa peraturan maupun
keputusan yang berkaitan langsung dengan Perwakafan, yaitu:
1. Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan hak Milik;
2. Keputusan meneteri Agama No.73 tahun 1978 tentang Pendelegasian
Wewenang kepada kepala Kanwil Departemen Agama provinsi/setingkat di
seluruh Indonesia untuk mengangkat/memberhentikan setiap Kepala KUA
Kecamatan sebagai PPAIW;
3. Instruksi Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun
1978 tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 tentang Perwakafan
Tanah Milik;
84
84
4. Instruksi Menteri Agama No.15 tahun 1989 tentang Bimbingan dan
Pembinaan kepada Badan Hukum Keagamaan yang Memiliki Tanah;
5. Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D.II/5/Ed/07/1981 tentang
Pendaftaran Perwakafan Tanah Milik.
Dalam studi kasus analisis yang saya lakukan terhadap PPAIW KUA Kecamatan
Kebayoran Baru Kota Jakarta selatan, dapat tersimpulkan bahwa yang menjadi tugas
fungsi dan kewenangan PPAIW saat ini sebagai berikut ;
1. Perkembangan tugas PPAIW terhadap Perwakafan dalam hal pembuatan
AIW/APAIW sudah luas yaitu dengan adanya kewenangan terhadap
pembuatan akta ikrar wakaf yaitu terhadap benda tidak bergerak dan benda
bergerak selain uang;
2. Kewenangan PPAIW dalam membuat akta ikrar wakaf (AIW) dan/atau Akta
Pengganti Akta Ikrar wakaf (APAIW) terhadap benda tidak bergerak sesuai
dengan UU No. 1 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No.42 tahun 2006 tentang
pelaksaan UU No.41 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Wakaf, bahwa tanah
yang dapat diwakafkan saat ini tidak hanya yang bersifat hak milik, tetapi juga
yang bersifat hak Guna Usaha, hak pakai, Satuan rumah susun;
3. Kewenangan PPAIW terhadap pengesahan Nadzir saat ini harus didaftarkan
lebih dulu kepada Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia;
4. Dalam hal pendaftaran penerbitan Sertifikat tanah wakaf, PPAIW memiliki
tugas membantu dan mengantarkan Nadzir kepada pihak BPN tingkat Kota
85
dimana tanah tersebut diatas dan selanjutnya BPN lah yang berhak dalam
menerbitkan sertifikat tanah wakaf;
5. Dalam hal pengawasan dan bimbingan terhadap nadzir dan pengelolaan tanah
wakaf PPAIW dibantu oleh Dirjen wakaf dibawah naungan Menteri Agama
RI, dan Badan wakaf Indonesia (BWI);
Mengenai kondisi tanah wakaf di wilayah KUA Kecamatan Kebayoran Baru,
Kota Jakarta Selatan saat ini menunjukan hal yang cukup baik, meskipun sebagai
hasil obserfasi menunjukan bahwa da beberapa hal admnistrasi perrwakafan yang
tidak sesuai peruntukannya seperti halnya pada tanah wakaf yang berupa Yayasan
atau badan hokum ternyata dalam lembaran pengesaah terdapat lembar pengesahan
nadzir yang seharusnya berbadan hokum atau W5a tetapi tertuang dalam lebaran
nadzir perorangan atau W5.
Kondisi ini bukan berarti menunjukan adanya penyimpangan peruntukan tanah
wakaf tersebut tetapi kondisi ini terjadi berdasarkan adanya ketidak pahaman dari
wakif dan nadzir ketika melakukan pendaftaran diawal, tetapi seharusnya PPAIW
juga dapat mengarahkan kepada mereka terkait pengesahan nadzir yang seharunya
dilakukan. Hal ini lah yang menunjukan adanya hambatan dalam penyelesaian tugas
dan fungsi kewenangan PPAIW.
Dapat disimpulkan secara umum bahwa tugas daan fungsi PPAIW hingga saat ini
dalam kepemimpinan Bapak H. AH. Sobari, S.Ag. MH, selaku PPAiW yang ditunjuk
86
oleh Kepala Kanwil Kementerian Agama Prov. DKI. Jakarta, yang telah
mendapatkan pendelegasian dari Meneteri Agama.
Sejalannya waktu dari perkembangan tanah wakaf diwilayah kecamatan
kebayoran baru, kelemahan yang terjadi saat ini adalah minimnya suatu dana
anggaran yang peruntukan dalam pengawasan dan pembinaan baik terhadap PPAIW
dan wakif serta nadzir.
Sementara akta Ikrar wakaf dan Pengganti akta Ikrar yang telah diterbitakan
100% telah diterbitkan terhitung sejak tahun 1979 hingga tahun 2004 tercatat data
semua tersedia dengan baik yaitu berjumlah 85 lokasi tahan wakaf.
Kendala yang sulit hingga sekarang ini yaitu penerbitan sertifikat tanah wakaf
yang dikeluarkan oleh Badan Pertanaha Nasional , hal ini dikarenakan prosesnya
yang cukup panjang dengan berbagai kondisi yang dihadapi baik terkait birokrasi
maupun lapangan.
B. Saran
Perkembangan tanah wakaf saat ini di Indonesia sangat menunjukan kemajuan
yang berarti hal ini dapat terlihat dengan meningkatnya lokasi tanah wakaf. Perhatian
pemerintah pun dapat terlihat dengan terusnya pembaharuan dalam hal perlindungan
hukum terhadap tanah wakaf hal ini ditandai dengan munculnya UU No. 41 tahun
2004 tetntang wakaf dan Peraturan pemerintah No.42 tahun 2006 tentang pelaksanaan
UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf.
87
Bahkan dalam Undang-undang tersebut benda yang dapat di wakafkan tidak
hanya benda tidak bergerak melainkan benda yang bergerakpun dapat di wakafkan,
peran serta lembaga independen pun mendapat ruang dalam perkembangan tanah
wakaf itu sendiri yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Mengeinai tanah wakaf tidak terlepas dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf
(PPAIW), perkembangan tugas dan kewenangan PPAIW pun terlihat mengalami
perluasan. Tetapi dari perkembangan tanah wakaf tersebut khususnya di wilayah
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan,
mengenai penerapannya masih mengalami berbagai hambatan-hambatan yang
menghambat tugas dan kewenangan PPAIW.
Melihat kondisi yang telah dijelaskan dari bab-bab sebelumnya, penulis memiliki
beberapa saran yang sekiranya dapat meningkatkan kembali tugas fungsi dan
kewenangan PPAIW, yaitu;
1. Pemerintah Pusat dan Pihak terkait perlu dan terus menerus mengadakan
suatu pelatihan-pelatihan yang dapat menunjang tugas fungsi dan kewenangan
PPAIW;
2. PPAIW yang ada saat ini perlu diikutsertakan dalam pendidikan formal atau
informal yang secara khusus di tujukan dalam peningkatan sumberdaya
manusia yang memiliki kemampuan khusus dalam bidang agraria secara
umum wakaf sacara khusus;
88
3. Perlu dibuatnya Undang-undang secara khusus dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi PPAIW agar lebih tepat memliliki konsekuensi bertindak dalam hal
hukum agraria dan perwakafan;
4. Perlu adanya suatu perhatian khusus menganai kedudukan PPAIW dan PPAT
yang secara tidak langsung memiliki peran dan kewenangan yang hapir
serupa;
5. Peningkatan kerjasama antara pihak-pihak terkait khususnya Badan
Pertanahan Nasional (BPN) dalam hal pengawasan, pendaftaran dan
penerbitan sertifikat tanah wakaf;
6. Sosialisasi mengenai tanah wakaf terhadap wakif, nadzir dan masyarakat
secara umum pelu ditingkatkan;
7. Meminimalisasi sistem birokrasi yang terkadang membuat masyarakat merasa
enggan atau bahkan sulit untuk dapat melakukan proses wakaf
89
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran Al Karim
Abdurrahman, SH, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf
di Negara Kita, Bandung: Penerbit Alumni,1984.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : Akademika Pressindo,
cet. Ke 1, 2007.
Al-Alabij, Idijani , Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam teori dan Praktek, Jakarta
: PT Raja Grapindo persada, 2002.
Bunga Rampai Perwakafan, Depertemen Agama Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.
Cizakca, Murat, Awqaf in History and Its Implications For Modern Islamic Econoies,
Islamic Economi Studies, terjemahan, 1999.
Chomzah, H. Ali Achmad, SH. Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Jilid 2,
Penerbit Prestasi Pustaka Publisher. 2004.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, Bunga Rampai Perwakafan, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006.
90
90
Departemen Agama RI, Peraturan Perwakafan Depag RI Ditjen Bimas Islam dan
Urusan Haji Direktirat Urusan Agama Islam, 1998.
Direktorat Pengembangan Zakat Dan Wakaf, Fiqih Wakaf, Direktorat Jenderal
Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji, 2005.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Depertemen Agama RI, Fiqih Wakaf, Jakarta:
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Departeman Agama, 2006.
Esposito, John, L. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, 1995,
terjemah.
Harsono, Boedi, Prof. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan 2008.
KMA. 517 tahun 2001 Pasal
Kompilasi Hukum Islam
Lihat Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977, Pasal 1.
Lihat Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
Marias, Prof. Dr. S.W, Dan Sumardjono,SH,MCL,MPA, Kebijakan Pertanahan
Antara Regulasi dan Implementsi, Jakarta: Buku Kompas, 2005.
Muhammad ibnu ismail Ash-Shan‟aniy, Subulus Salam, Juz.II
91
Parlindungan, A. P. Prof. Dr., SH. Pendaftaran Tanah di Indonesia, Berdasarkan PP.
24 Tahun 1997, Dilengkapin Dengan Peraturan Pejabatan Pembuat Akta
Tanah, PP No. 37 Tahun 1998, CV Mandar Maju, 2009.
Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan
Peraturan pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan tanah Milik.
Qahaf, Mundzir, Dr. Manajemen wakaf Produktif”Khalifa, Jawa Timur : Al-kautsar
Grup.
Sari, Elsi Kartika , Pengantar Hukum Zakat Dan Wakaf, Jakarta : PT Grapindo, 2006.
Supriadi, S.H., M.Hum. Hukum Agraria, Penerbit Sinar Grafika.
Siahaan, Pahala Marihot, SE , Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Teori
dan Praktek, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.
Soimin, Soedharyo, SH, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Jakarta : Sinar Grafika,
2008.
Sutedi, Adrian, SH,M.h, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta :
Sinar Grafika 2006.
Usman, Suparman.“Hukum Perwakafan di Indonesia,” Jakarta : Darul Ulum Press,
1999.
92
Wadjdy, Farid dan Mursyid. Wakaf dan Kesejahteraan Umat. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2007.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
top related