fix seminar kelp 6 spondilitis
Post on 25-Oct-2015
82 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN I
SPONDILITIS TUBERCULOSIS
2.1 Definisi Spondilitis
Spondilitis adalah bagian inflamasi pada vertebra yang kaku akibat oksifikasi
ligament yang terutama menyerang sendi pada tulang belakang/vertebra (Brunner &
suddart, 2002).
2.2 Definisi Spondilitis Tuberkulosa
Spondilitis tuberculosis (TB) atau pons disease adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang
belakang. Spondilitis tuberculosa merupakan infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra. Spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan
granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh Mycobacterium tuberculosa.
Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat
lain dalam tubuh.
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit
neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling
jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga
jarang menyerang arkus vertebra (mansjoer, 2000). Tuberkulosis yang muncul pada
tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari
tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease
paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis
segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2.
2.3 Etiologi Spondilitis Tuberkulosa
Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus).Bakteri yang
paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-
fastnon-motile. Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan
tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan
statistik, spondilitis tuberkulosis atau Pott’s disease paling sering ditemukan pada
vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra lumbalis segmen anterior (T8-L3),
serta paling jarang pada vertebra C1-2. (1,2,3,4). Tuberkulosis yang muncul pada tulang
belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang biasanya berasal dari tuberkulosis
ginjal. Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa
nyeripunggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila
sudah timbul abses ataupun kifosis.
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa typic (2/3 dari tipe
human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh Mycobacterium tuberculosa atypic.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan
lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosis traktus
urinarius, yang penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis
(Rasjad, 2007).
2.4 Prevalensi Spondilitis Tuberculosa
Penyakit ini banyak mengenai pria, dengan perbandingan pria dan wanita 1,5-2 : 1,
dan dapat menyerang semua umur baik orang dewasa bahkan anak-anak. Penyakit
spondylitis tubercolosis ini paling banyak ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika
(Price, Sylvia, 2002).
2.5 Patofisiologi Spondilitis Tuberculosa
Kuman yg “bangun” kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah
ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya
di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh).
Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang)
kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang
belakang, membentuk kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot
pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha.
Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala awalnya adalah perkaratan
umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul.Tulang
rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan
nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai
bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi
digerakkan.Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa
menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring kearah depan. Kedua hal ini bisa
menyebabkan penekanan syaraf-syaraf sekitar tulang belakang yg mengurus tungkai
bawah, sehingga gejalanya bisa kesemutan, baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan.
Badan tulang belakang yg kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang belakang
dapat diraba dan menonjol dibelakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai
gibbus. Bahaya yg terberat adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan
batang syaraf di tulang belakang yg dapatdisertai lumpuhnya syaraf yg mengurus organ
yg lain, seperti saluran kencing dan anus (saluran pembuangan).
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yg
disebabkan basil tuberkulosis yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh, dan
hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu
infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak. Basil
tuberculosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi timbul
osteitis, kaseasi clan likuifaksi dengan pembentukan pus yg kemudian dapat mengalami
kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang baru
pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Di samping itu,
periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan
terjadi perusakan tulang rawan sendi ataudiskus intervertebra. Dari pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan reflex fisiologis normal. Ditemukan hipestesia (raba) setinggi VT6.
Tidak ditemukan adanya refleks patologis. Pada pemeriksaan nervi cranialis tidak
ditemukan adanya kelainan.
Patologi spondilitis TB
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen melalui
nodus limfatikus para-aorta dari fokus tuberkulosis di luar tulang belakang yang
sebelumnya sudah ada. Pada anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di
paru, sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal,
tonsil). Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang melalui pleksus
venosus paravertebral Batson. Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang
belakang berasal dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa
penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil
dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke
dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan
bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batsonds yang mengelilingi
columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang
menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya
dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih
vertebra.
Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan inflamasi paradiskus.
Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum tulang belakang dan
osteoporosis terjadi pada tulang. Destruksi tulang terjadi akibat lisis jaringan tulang,
sehingga tulang menjadi lunak dan gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan otot
torakolumbal. Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder akibat
tromboemboli, periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi pada vertebra
torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan vertebra, maka lesi kompresi
lebih banyak ditemukan pada bagian anterior badan vertebra sehingga badan vertebra
bagian anterior menjadi lebih pipih daripada bagian posterior. Resultan dari hal-hal
tersebut mengakibatkan deformitas kifotik. Deformitas kifotik inilah yang sering
disebut sebagai gibbus (bungkuk). Tampak penonjolan bagian posterior tulang
belakang ke arah dorsal akibat angulasi kifotik vertebra. Beratnya kifosis tergantung
pada jumlah vertebra yang terlibat, banyaknya ketinggian dari badan vertebra yang
hilang, dan segmen tulang belakang yang terlibat. Vertebra torakal lebih sering
mengalami deformitas kifotik. Pada vertebra servikal dan lumbal, transmisi beban
lebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra sehingga bila segmen ini
terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra servikal dan lumbal perlahan-
lahan akan menghilang dan mulai menjadi kifosis.
Menurut penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, lesi vertebra
torakal terlapor pada 71 persen kasus spondilitis TB, diikuti dengan vertebra lumbal,
dan yang terakhir vertebra servikal. Lima hingga tujuh persen penderita mengalami lesi
di dua hingga empat badan vertebra dengan rata-rata 2.51. Jika pada orang dewasa
spondilitis TB banyak terjadi pada vertebra torakal bagian bawah dan lumbal bagian
atas, khususnya torakal 12 dan lumbal 1, pada anak-anak spondilitis TB lebih banyak
terjadi pada vertebra torakal bagian atas. Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah
menyebar ke otot psoas (disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold
abscess dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses infeksi.
Abses ini sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi kaseosa, debris tulang, dan
tuberkel basil.
Abses di daerah lumbar akan mencari daerah dengan tekanan terendah hingga
kemudian membentuk traktus sinus/fi stel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal
atau regio gluteal. Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari lebih dari satu fokus infeksi
vertebra. Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-contiguous, atau “skipping lesion”.
Peristiwa ini dianggap merupakan penyebaran dari lesi secara hematogen melalui
pleksus venosus Batson dari satu fokus infeksi vertebra. Insidens spondilitis TB non-
contiguous dijumpai pada 16 persen kasus spondilitis TB. Defisit neurologis oleh
kompresi ekstradural medula spinalis dan radiks terjadi akibat banyak proses, yaitu: 1)
penyempitan kanalis spinalis oleh abses paravertebral, 2) subluksasio sendi faset
patologis, 3) jaringan granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5) kolaps
vertebra, 6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu, invasi
medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui meningitis dan
tuberkulomata sebagai space occupying lesion. Bila dibandingkan antara pasien
spondilitis TB dengan defisit neurologis dan tanpa defisit neurologis, maka defisit
biasanya terjadi jika lesi TB pada vertebra torakal. Defisit neurologis dan deformitas
kifotik lebih jarang ditemukan apabila lesi terdapat pada vertebra lumbalis. Penjelasan
yang mungkin mengenai hal ini antara lain: 1) Arteri Adamkiewicz yang merupakan
arteri utama yang mendarahi medula spinalis segmen torakolumbal paling sering
terdapat pada vertebra torakal 10 dari sisi kiri. Obliterasi arteri ini akibat trombosis akan
menyebabkan kerusakan saraf dan paraplegia. 2) Diameter relatif antara medula spinalis
dengan foramen vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi
vertebra torakal 10, sedangkan foramen vertebrale di daerah tersebut relatif kecil. Pada
vertebra lumbalis, foramen vertebralenya lebih besar dan lebih memberikan ruang gerak
bila ada kompresi dari bagian anterior.
WOC
Kuman TB
Reaksi sistem immunologi
Inflamasi sendi, korpus vertebra
Akumulasi eksudat , sel darah putih
Edema
Suplai O2 & nutrisi ↓
Nekrosis kartilago sendi
Gg muskulo punggung ankilosis tlg punggung menekan nociceptor talamus
Pergerakan terbatas perubahan spinal kifosis (mmbungkuk)
perubahan postur perubahan sikap tubuh
rongga dada
Gg pertukaran gasGg body image
Gg mobilitas fisik
nyeri
2.6 Manifestasi Klinis Spondilitis Tuberculosa
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu: (Mansjoer, 2000)
- Badan lemah/ lesu
- Penurunan berat badan
- Nafsu makan berkurang
- Demam subfebris, suhu subfebris terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada
punggung. Pada anak-anak sering disertai denganmenangis pada malam hari.
- Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke
garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya
radiks dorsalis di tingkat torakal.
- Nyeri vertebra/lokal pada lokasi infeksi sering dijumpai dan menghilang bila
istirahat
- Deformitas tulang belakang
- Adanya spasme otot paravertebralis
- Nyeri ketok tulang vertebra, terbatasnya pergerakan spinale.
- Gangguan motorik
- Adanya gibus/kifosis
- Serangan nyeri dan kaku punggung
- Pembengkakan setempat (abses)
- Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena
proses destruksi lanjut berupa paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat
penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan
nyeri.
2.7 Stadium
Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuanakan menghalangi proses
pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi
TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar
ke atas atau bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior.
Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan
mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC.
Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant,
2007).Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada
daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada
diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium
destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan
(wedginganterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan
terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi
ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai
kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudahterjadi di
daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia yaitu:
a. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh.
Pada tahap ini belum terjadigangguan saraf sensoris.
b. Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan
pekerjaannya.
c. Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas
penderita disertai denganhipoestesia atau anestesia.
d. Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan
miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat
tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia
terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral ataukerusakan
langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia
pada penyakit yang tidakaktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan
tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosisyang progresif dari
jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat
terjadidestruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residua
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau
gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan (Savant,
2007)
2.8 Faktor resiko Spondilitis Tuberculosa
Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
Tulang belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa
tulang.Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena, akan tetapi tulang yang
mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai
pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan dengan
bagian yang lain.
Pernah menderita penyakit ini sebelumnya karena spondilitis tuberculosa merupakan
infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dalam tubuh
2.9 Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Pada klien spondilitis kelihatan lemah, pucat, dan tulang belakang terlihat bentuk
kifosis (membungkuk)
- Palpasi
Ditemukan adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi
- Perkusi
Terdapat nyeri ketok pada tulang belakang yang mengalami infeksi
- Auskultasi
Tidak ditemukan adanya kelainan paru
2.10 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penyakit spondilitis
tuberkulosa antara lain: (Rasjad, 2007)
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai leukositosis
b. Uji Mantoux : positif tb
c. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan Mycobacterium
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
2. Pemeriksaan radiologis
a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru
b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik, dan destruksi korpus
vertebra, disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada diantara
korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses
paravertebral
c. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul
kifosis
d. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang
e. Pemeriksaan CT scan
f. Pemeriksaan MRI
2.11Penatalaksanaan
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosis harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Pengobatan
terdiri atas: (Rasjad, 2007)
1. Terapi konservatif, berupa:
a. Tirah baring (bed rest)
b. Memperbaiki keadaan umum klien
c. Pemasangan brace pada klien, baik yang dioperasi ataupun yang tidak dioperasi
d. Pemberian obat antituberkulosa.
Obat-obatan yang diberikan terdiri atas:
a. Isonikotinik hidrasit (INH) dengan dosis oral 5 mg/kg berat badan per hari dengan
dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg berat badan.
b. Asam para amino salisilat. Dosis oral 8-12 mg/kg berat badan
c. Etambutol. Dosis per oral 15-25 mg/kg berat badan per hari
d. Rifampisin. Dosis oral 10 mg/kg berat badan diberikan pada anak-anak. Pada orang
dewasa 300-400 mg per hari.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan
sekaligus debrideman serta bone graft.
c. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan
CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
2.12 Prognosis
Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat sembuh
secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang punggung. Dengan
jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam waktu singkat sekitar 6 bulan
(Tachdjian, 2005). Prognosis dari spondilitis tuberkulosa bergantung dari cepatnya
dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasineurologis. Diagnosis sedini mungkin
dan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakitdapat
kambuh apabila pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat
karena terjadi resistensiterhadap pengobatan (Lindsay, 2008). Untuk spondilitis dengan
paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan spondilitis
denganparaplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik.
2.13 Komplikasi
1. Pottds paraplegiaa.
a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun
sequester atau invasi jaringangranulasi pada medula spinalis. Paraplegia ini
membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulaspinalis dan
saraf.
b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan
granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.
2. Ruptur abses paravertebraa.
a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberculosis
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas
abses yang merupakan coldabsces (Lindsay, 2008).
3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus
intervertebralis (contoh : Pottds paraplegia “ prognosabaik) atau dapat juga
langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa
(contoh :menigomyelitis “ prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik
(berbeda dengan kondisi paralisis padatumor). MRI dan mielografi dapat membantu
membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura dancorda spinalis.
2.14 Asuhan Keperawatan pada pasien Spondilitis Tuberculosa
Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
Pada klien spondilitis kelihatan lemah, pucat, dan tulang belakang terlihat bentuk
kifosis (membungkuk)
- Palpasi
Ditemukan adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi
- Perkusi
Terdapat nyeri ketok pada tulang belakang yang mengalami infeksi
- Auskultasi
Tidak ditemukan adanya kelainan paru
Diagnosa Keperawatan , Intervensi d an Rasional Spondilitis TB
Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:
- Gangguan mobilitas fisik
- Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.
- Perubahan konsep diri : Body image.
1. Gangguan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan nyeri.
a. Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.
b. Kriteria hasil
- Klien dapat ikut serta dalam program latihan
- Mencari bantuan sesuai kebutuhan
- Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.
c. Rencana tindakan
- Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
- Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
- Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :
a) mattress
b) Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras yang
tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.
c) mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan
Rasional
- Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.
- Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
- Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.
- Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal.
- Untuk mendeteksi perubahan pada klien.
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan
sendi.
a. Tujuan
- Rasa nyaman terpenuhi
- Nyeri berkurang / hilang
a. Kriteria hasil
- klien melaporkan penurunan nyeri
- menunjukkan perilaku yang lebih relaks
- memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan
keberhasilan.
b. Rencana tindakan
c. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah
yang baru.
- Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.
- Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.
- Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan
rasa nyaman.
- Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.
d. Rasional.
- Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien
sendiri.
- Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya
terhadap nyeri klien.
- Korset untuk mempertahankan posisi punggung.
- Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang
sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.
- Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau
dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.
3. Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.
a. Tujuan
Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang
adaptif.
b. Kriteria hasil
Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan
koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.
c. Rencana tindakan
- Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus
mendengarkan dengan penuh perhatian.
- Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.
- Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta
berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi perubahan body image.
d. Rasional
- meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan
ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.
- Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.
- Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan
tidak merasa rendah diri.
BAB III
PEMBAHASAN II
SPONDILITIS ANKILOSIS
3.1 Definisi
Spondilitis ankilosis/antikilosans adalah penyakit inflamasi kronik, bersifat
sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif dan terutama menyerang sendi tulang
belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini biasanya
menyerang sendi-sendi sakroiliaka dan persendian pada tulang belakang sehingga masuk
ke dalam kelompok gangguan yang dikenal sebagai spondiloartropati seronegatif.
Umumnya penyakit ini berawal di sendi sakroiliaka dan perlahan-lahan berkembang ke
wilayah lumbal, toraks dan servikal tulang belakang. Spondilitis antikilosans menyerang
rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang belakang dan ligamen-ligamen paravertebral.
Apabila diskus intervertebralis juga terinvasi oleh jaringan vascular dan jaringan fibrosa,
maka akan timbul kalsifikasi sendi-sendi dan struktur artikular. Kalsifikasi yang terjadi
pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang vertebra dengan tulang lainnya.
Jaringan synovial di sekitar sendi yang terserang akan meradang (Price, Sylvia, 2002).
Spondilitis ankilosa (SA) merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik yang
terutama mengenai tulang aksial, dimana berakibat pada persendian antara vertebra,
dengan spina, atau persendian antara spina dengan pelvis. Spondilitis ini terjadi
inflamasi pada satu atau lebih vertebra.
3.2 Etiologi
Penyebab dari spondilitis inin masih belum diketahui (idiopatik), akan tetapi
dicurigai adanya factor genetik yang terlibat. Saat ini kira-kira 90% pasien yang
didiagnosis sebagai spondilitis ankilosans juga memiliki antigen HLA(Human Leukosit
Antigen)-B27 positif (Price, Sylvia, 2002). Pada ankilosis spondilitis, saat ankylosing
spondylitis semakin memburuk dan peradangan berlanjut, tulang baru segera tumbuh
sebagai bagian dari upaya tubuh untuk menyembuhkan diri. Tulang baru ini secara
bertahap menutup celah antara tulang belakang sehingga membuatnya menyatu. Bagian-
bagian tulang belakang yang menyatu membuatnya kehilangan fleksibilitas sehingga
membatasi pergerakan tubuh hingga mengurangi fungsi dan kapasitas paru-paru.
Keluarga yang memiliki riwayat spondilitis ankilosis mempunyai factor resiko
yang lebih besar untuk berkembang menjadi spondilitis dibandingkan dengan orang
yang tidak memiliki keluarga dengan spondilitid ankilosa. Ankilosis dapat berhubungan
dengan ciri lesi extraspinal. Ankilosis veretbra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan
jarang terjadi pada pasien yang gejalanya ringan, Proses inflamasi melibatkan sinovia
dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi (penulangan) tendon dan ligament yang akan
mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Berdasarkan penyebab, spondilitis ankilosis
dibagi menjadi spondilitis amkilosa priemr dan sekunder yang berkaitan dengan arthritis
reaktif psoriasis, atau penyakit kolon inflamatif.
3.3 Prevalensi
Penyakit ini banyak mengenai pria, dengan perbandingan pria dan wanita 1,5-2 : 1,
dan dapat menyerang semua umur baik orang dewasa bahkan anak-anak. Penyakit
spondylitis tubercolosis ini paling banyak ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika
(Price, Sylvia, 2002).
3.4 Patofisiologi
Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang
belakang dan ligamen – ligamen para vertebral. Apabila diskusvertebralis juga terinvasi
oleh jaringan vaskular dan fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur
artikular . Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang
vertebra dengan vertebra lainnya. Jaringan sinovial disekitar sendi yang terserang akan
meradang .Penyakit jantung juga dapat timbul bersamaan dengan penyakit ini.
3.5 Manifestasi Klinik
Awitan spondilitis ankilosans biasanya timbul perlahan-lahan, dimulai dengan rasa lelah
dan nyeri intermitten pada tulang belakang bawah dan panggul. Biasanya menyerang
yang berusia dibawah 40 tahun. Onset pada usia diatas 40 tahun jarang terjadi (hanya 5
persen dari penderita). Gejala awal yang khas adalah nyeri pinggang kronik dan kaku,
timbulnya secara pelan tidak mendadak, hingga penderita tidak ingat kapan awal
serangan terjadi dan tepatnya tempat yang penderita. Keluhan nyeri pinggang biasanya
tumpul, sukar dinyatakan lokasinya, karena berganti-ganti, pertama-tama dirasa
dibokong, dan kemudian dilain tempat, biasanya menyebar pada bagian belakang paha
dan berkaitan dengan gangguan sakroiliaka.
Dibagi dalam manifestasi skeletal dan ekstraskeletal:
Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan bahu, artritis
perifer, entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Keluhan yang umum dan
karakteristik awal penyakit ialah nyeri pinggang dan sering menjalar ke paha. Nyeri
biasanya menetap lebih dari 3 bulan, disertai dengan kaku pinggang pada pagi hari,
dan membaik dengan aktivitas fisik atau bila dikompres air panas. Nyeri pinggang
biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau bilateral.
Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah
menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah
hebat bila batuk, bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan
menambah gejala nyeri dan kaku.
Manifestasi di luar tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda
ekuina. Manifestasi di luar tulang yang paling sering adalah uveitis anterior akut,
biasanya unilateral, dan ditemukan 25--30% pada penderita SA dengan gejala nyeri,
lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada jantung dapat berupa
aorta insufisiensi, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan
konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita
SA, dengan lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak
linier pada pemeriksaan radiologis, menyerupai tuberculosis.
Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan, seperti anoreksia, kelemahan,
penurunan berat badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.
3.6 Faktor Resiko
Resiko mengalami ankylosing spondylitis akan meningkat tergantung dari beberapa
faktor berikut:
1. Jenis kelamin
Pria lebih mungkin mengalami ankylosing spondylitis daripada wanita.
2. Usia
Onset umumnya terjadi pada akhir masa remaja atau awal masa dewasa.
3. Genetik
Kebanyakan orang yang mengalami ankylosing spondylitis memiliki gen HLA-
B27.Hanya saja, banyak pula orang yang memiliki gen ini tidak pernah
mengembangkan ankylosing spondylitis
Penyakit ini sering dimulai pada usia antara 20-40 tahun, tetapi dapat pula dimulai
pada usia 10 tahun. Pada umumnya pria lebih banyak menderita dengan perbadingan
laki-laki dan perempuan kurang lebih 5 : 1, factor resiko ini meliputi riwayat keluarga
dengan spondiltis ankilosa dan jenis kelamin laki-laki
3.7 Pemeriksaan fisik
Pada stadium awal dapat ditemukan tanda sakroilitis yang ditandai dengan nyeri
tekan pada sendi sakroiliaka. Stadium berikutnya, rasa nyeri dapat hilang karena
peradangan diganti dengan fibrosis dan atau dengan ankilosis. Pada stadium lanjut
ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke semua arah yang dapat dinilai dengan
gerak laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi. Uji Schober sangat berguna
untuk menilai keterbatasan sendi. Pemeriksa harus memperhatikan:
1. Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra.
2. Menurunnya mobilitas spinal ke arah anterior dan lateral.
3. Pinggang bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk
4. Berkurangnyaekspansidada
5. Nyeri di daerah prosesus spinosus torakolumbal, persendian sakroiliaka dan
daerah sternum, klavikula, krista iliaka, atau tumit.
Uji Scober dilakukan dengan posisi berdiri tegak, kemudian dibuat tanda titik pada
kulit di atas prosesus spinosus vertebra lumbal lima, kurang lebih setinggi spina iliaka
posterior superior, dan titik kedua 10 cm di atas titik pertama. Penderita diminta
membungkukkan punggungnya tanpa menekuk lutut. Normalnya, jarak kedua titik akan
bertambah 5 cm atau lebih. Apabila kurang dari 15 cm menunjukkan adanya keterbatasan
gerak. Pemeriksaan ekspansi rongga dada dilakukan dengan cara mengambil selisih jarak
antara inspirasi dan ekspirasi maksimal, diukur pada sela iga4. Normalnya, selisih ini 6—
10cm.
3.8 Pemeriksaan penunjang dan diagnostic
Radiogram menggambarkan spondilitis ankilosan lanjut yang menyerang tulang
belakang bagian lumbal.
Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75% kasus, tetapi hubungannya dengan
keaktifan penyakit kurang kuat
Serum C reactive protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan
penyakit. Kadang-kadang, ditemukan peninggian IgA. Faktor rematoid dan ANA
selalu negatif. Cairan sendi memberikan gambaran sama pada inflamasi.
Pemeriksaan HLA - B27 dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis. Intervensi terarah bertujuan untuk meningkatkan pengertian tentang penyakit
baik oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) dipakai untuk tujuan ini, terutama jenis-jenis yang memiliki
kemampuan menghambat prostaglandin yang tinggi dan waktu paruh yang lama.
Indometasin sering menjadi obat pilihan. Indometasin 75--150 mg perhari
(Areumakin, Benocid, Dialorir, Confortid) memegang rekor terbaik. Apabila
penderita tidak mampu mentolerir efek samping seperti gangguan lambung atau
gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing, maka AINS yang lain dapat
dicoba.
Penderita yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya
dapat dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg perhari. Tingginya insidens
agranulositosis atau anemia aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan
dengan AINS yang lain perlu disampaikan pada penderita. Jumlah eritrosit dan
lekosit harus selalu dimonitor.
Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada penderita dengan poliatritis
perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari sulfasalazin 2--3 gr perhari (Sulcolon
tab. 500 mg) menunjukkan adanya perbaikan, baik nyeri maupun kelainan spinal.
Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal.
Tindakan ini sangat berguna untuk mengurangi keluhan akibat deformitas
tersebut.
3.9 Penatalaksanaan
Intervensi terarah bertujuan untuk meningkatkan pengertian tentang penyakit baik
oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Obat-obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS)
dipakai untuk tujuan ini, terutama jenis-jenis yang memiliki kemampuan menghambat
prostaglandin yang tinggi dan waktu paruh yang lama. Indometasin sering menjadi obat
pilihan. Indometasin 75--150 mg perhari (Areumakin, Benocid, Dialorir, Confortid)
memegang rekor terbaik. Apabila penderita tidak mampu mentolerir efek samping
seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa sakit kepala dan pusing, maka
AINS yang lain dapat dicoba.
Penderita yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya
dapat dicoba dengan fenilbutazon 100-300 mg perhari. Tingginya insidens
agranulositosis atau anemia aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan
AINS yang lain perlu disampaikan pada penderita. Jumlah eritrosit dan lekosit harus
selalu dimonitor.
Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada penderita dengan poliatritis
perifer. Publikasi studi klinik terakhir dari sulfasalazin 2--3 gr perhari (Sulcolon tab.
500 mg) menunjukkan adanya perbaikan, baik nyeri maupun kelainan spinal. Bila
keluhan sangat menggangu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk
mengurangi keluhan akibat deformitas tersebut.
3.10 Prognosis
Sekitar 20% pasien spondilitis ankilosan berkembang ke tingkat penyakit yang
berat sehingga menjadi cacat. Sekitar setengah dari pasien ini mengalami perjalanan
penyakit berjalan perlahan dan dapat berlangsung selama berpuluh-puluh tahun.
Sejumlah pasien yang lainnyadapat berhasil diobati dengan suatu program penyuluhan,
pemberian obat dan fisioterapi. Pasien ini dapat memiliki pola hidup dalam
keterbatasan yang disebabkan oleh penyakitnya. Kurang dari 5 % pasien mengalami
manifestasi fatal dan perkembangan penyakit.
3.11 Asuhan keperawatan pada pasien dengan spondilitis ankilosis
PENGKAJIAN
a. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak
hilang dengan istirahat. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan
lokasinya, dapat unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa
bulan kemudian daerah pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih
terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang
mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri dan kaku
b. Aktivitas / istrahat
Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra, Menurunnya
mobilitas spinal ke arah anterior dan lateral,Pinggang bagian bawah sukar
dibengkokkan bila membungkuk. Pada stadium lanjut ditemukan keterbatasan gerak
vertebra ke semua arah yang dapat dinilai dengan gerak laterofleksi, hiperekstensi,
anterofleksi, dan rotasi. Pasien nampak berhati – hati dalam beraktifitas ,punggung
selalu dijaga untuk tidak bergerak
DIAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
2. Gangguan Mobilitas fisik b/d nyeri,kekakuan (ankilosis), spasme otot
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tekhnik mekanika tubuh melindungi
punggung
INTERVENSI KEPERAWATAN :
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi Keperawatan :
Tindakan Mandiri Perawat :
a. Bimbing pasien menjelaskan ketidaknyamanannnya mis, lokasi, beratnya, durasi,
sifat, penjalaran nyeri, penjelasan mengenai bagaimana nyeri dengan tindakan
tertentu mis membuka pintu garasi
R/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk
perbandingan dan evaluasi terhadap terapi
b. Pertahankan tirah baring dan mengubah posisi yang ditentukan untuk memperbaiki
fleksi lumbal dengan cara meletakkan pasien pada posisi semifowler dengan tulang
spinal ,lutut dan pinggang dalam keadaan fleksi , posisi terlentang dengan atau
tanpa meninggikan kepala 10 – 30 derajat atau pada posisi lateral.
R/ Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien untuk
menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian tubuh tertentu dan
memfasilitasi terjadinya tonjolan diskus dan reduksi
c. Batasi aktivitas selama fase akut sesuai kebutuhan
R/ menurunkan gaya ravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan spasme otot dan
menurunkan edema dan tekanan pada struktur sekitar diskus intervertebralis yang
terkena.
d. Gunakan logroll ( papan , penopang ) dalam jangka waktu yag terbatas
R/ Mengurangi fleksi, perputaran, desakan pada daerah belakang tubuh sehingga
nyeri dan spasme otot dapat berkurang.
e. Ajarkan pernafasan diafragma dan relaksasi
f. Alihkan perhatian pasien dari nyeri pada aktifitas lain mis nonton TV,membaca,
bercakap – cakap dll )
g. Ajarkan imajinasi berbibimbing dimana pasien yang telah relaks belajar
memusatkan diri pada kejadian yang menyenangkan .
Kolaborasi medis
1. Berikan tempat tidur ortopedik
R/ memberikan sokongan dan menurunkan sokongan dan menurunkan fleksi spinal
sehingga dapat menurunkan spasme.
2. Pemberian obat anti radang non – steroid ( NSAID) seperti Indometasin, Analgesik
seperti asetaminofen dan relaksan otot
R/ Indometasin memiliki kemampuan menghambat prostaglandin yang tinggi dan waktu
paruh yang lama .
3. Konsultasikan ahli tarapi fisik
R/ Program latihan/ peregangan yang spesifik dapat menghilangkan spasme otot dan
menguatkan otot – otot punggung,ekstensor,atot abdomen,otot quadrisep untuk
menigkatkan sokongan terhadap daerah lumbal.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dngan nyeri,kekakuan
(ankilosis), spasme otot
Intervensi Keperawatan :
a. Pantau mobilitas fisik melalaui pengkajian kontinyu ,(bagaimana pasien bergerak dan
berdiri).
b. Bantu pasien dalam melakukan ambulasi progresif , perubahan posisi harus dilakukan
dengan perlahan dan dilakukan dengan bantuan bila perlu
R/ Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus tetapi biasanya
berkembang dengan lambat ssuai toleransi .
c. Dorong pasien mematuhi program latihan sesuai yang ditetapkan , pada kebanyakan
proram latihan dianjurkan pasien melakukan latihan 2 kali sehari yang bertujuan
untuk memperkuat otot abdominal dan batang tubuh, mengurangi
lordosis,meningkatkan kelenturan dan mengurangi ketegangan pada punggung.
R/ Latihan yang salah justru dapat memperberat keadaan/menambah spasme otot.
top related