filafat hukum etika dan profesi dan... · 2020. 12. 3. · filsafat hukum etika dan profesi adalah:...
Post on 05-Sep-2021
20 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Dr. HJ. CINDAWATI, SH., MH
FILAFAT HUKUM ETIKA DAN PROFESI
PENERBIT PUTRA PENUNTUN
PALEMBANG
BIOGRAFI PENULIS
Dr. Hj. CINDAWATI, SH., MH.
lahir di Palembang , lulus Strata 1 (S1) Fakultas Hukum Jurusan
Keperdataan pada Universitas Sriwijaya Palembang, tahun 1983.
Penulis adalah Dosen Kopertis Wilayah II Sumsel pada Fakultas
Hukum Universitas Palembang, 1989 s/d sekarang. Penulis
mengajar Mata Kuliah: Hukum Perdata, Hukum Dagang,
Filsafat Hukum Etika dan Profesi, Hukum Surat Berharga,
Hukum Jaminan. Untuk memperdalam mata kuliah yang
diasuh, penulis kemudian melanjutkan ke Strata 2 (S2)
Magister Ilmu Hukum bidang Hukum Bisnis, Program
Pascasarjana di Universitas Tarumanagara. Jakarta, lulus
tahun 2005. Setelah lulus S2, penulis melanjutkan ke jenjang
Strata 3 (S3), pada Program Doktor Ilmu Hukum bidang
Hukum Bisnis, Program Pascasarjana di Universitas Katolik
Parahyangan Bandung, lulus tahun 2008. Penulis aktif menulis
pada berbagai Majalah ilmiah dan Penelitian.
ISBN. 978-602-8491-26-6
Dr. HJ. CINDAWATI, SH., MH.
FILsAFAt huKuM EtIKA DAn prOFEsI
PENERBIT PUTRA PENUNTUN
Dr.HJ. CINDAWATI, SH., MH.
FILSAFAT HUKUM ETIKA DAN PROFESI
ISBN : 978-602-8491-26-6
Penyusun : Dr.HJ. CINDAWATI, SH., MH.
Editor: IR. Dede Sudarsana, MBA
Penerbit CV. Putra Penuntun Palembang.
Telp /Fax : (0711) 351746, 0711.5482955
Email : putra_penuntun@yahoo.com.
Edisi kedua : September 2014
Edisi Pertama : Februari 2011
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72
(1). Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak
melakukan Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan
penjara masing-masing paling sedikit RP 1.000.000.00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak RP 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah)
(2). Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pda ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak RP 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan pada Kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa dengan selesainya penulisan buku berjudul:
“FILSAFAT HUKUM ETIKA DAN PROFESI ” Filsafat
diartikan : karya manusia tentang sesuatu, yang mengunakan
alat-alat perlengkapan apa yang dimiliki manusia yang
diberikan Tuhan Yang Maha Esa untuk menempuh
kehidupannya dikenal tiga kelengkapan utama yaitu: Rasa,
contohnya: seniman, kagum, heran dilanjutkan dengan, Ratio,
contohnya: ilmuan, Raga, contohnya petinju, kuli
(menggunakan otot). Ini berarti filsafat merupakan hasil
pemikiran manusia tentang hakekat manusia. Apakah filsafat
hukum Etika dan profesi? Berfilsafat berarti berrendah hati,
mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah didapat dan
diketahui. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah
sifat menyeluruh, seorang ilmuwan tidak puas mengenal ilmu
dari sudut pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat
ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainya. Ia ingin
mengetahui kaitan ilmu dengan moral, kaitan ilmu dengan
agama dia ingin yakin apakah ilmu membawa kebahagian
ada dirinya. Peran ilmu pengetahuan dalam pembangunan
sebagaimanaa diketahui dalam Garis-garis besar haluan
negara (GBHN) yang disepakati di Indonesia. Pembangunan
nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang
adil dan makmur yang merata material dan spiritual
berdasarkan Pancasila. Pancasila di dalam wadah negara RI
yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis
serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai. Cita hukum bangsa
Indonesia berakar dalam Pancasila : landasan kefilsafatan
dalam menanta kerangka dan struktur dasar organisasi
ii
negara. cita hukum Pancasila: mencerminkan tujuan negara
dan nilai-nilai dasar yang tercantum dalam UUD 1945,
Pancasila pandangan hidup bangsa Indonesia. Berdasarkan
jalan pikiran yang demikian termasuk ilmu dan etika, tidak
cukup diukur menurut ukuran-ukuran kefilsafatan yang
dikenal secara umum, tetapi harus dilihat lagi ukuran
kefilsafatan yang khusus yang berdasarkan pandangan hidup
masyarakat setempat atau negara. yang menurut bangsa
Indonesia yang menganut Pancasila dan asas keseimbangan.
Ilmu takkan digunakan untuk alat menghancurkan, tetapi alat
kehidupan damai, contohnya: untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat diberbagai bidang. Tempat manusia (dirinya)
dalam pergaulan hidup dengan alam semesta, dan Tuhannya
yang menyatukan, kita semua adalah agama (dari Allah),
Mengutip apa yang dikatakan Francis Bacon bahwa: filsafat
yang dangkal memang cenderung keatheisme, namun filsafat
yang dalam akan membawa kembali pada agama. Manusia
dalam dirinya terdapat akal budi dan hati nurani
memunculkan penghayatan tentang “keadilan” Sedangkan
Filsafat: a. Studi atau ilmu pengetahuan yang membahas
tentang sifat-sifat pokok dari peradaban, ilmu pengetahuan,
dan dari hal-hal yang baik, yang mencakup ontologi,
epistemologi, logika, metafisika, etika dan estetika. b. Teori
yang mendasari alam pikiran, ideologi, atau suatu kegiatan,
c.. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
Hukum: tata aturan dan perundang-undangan. Etika : ilmu
yang membahas atau menyelidiki nilai dalam tindakan moral,
pengkajian soal keahlakan/moralitas. Profesi bidang
pekerjaan yang ditekuni yang didasarkan pada keahlian atau
keterampilan (kompetensi) yang dimiliki. Dengan demikian
“Penafsiran akan menunjukkan hukum pada tujuan
kemanusiaan” yang menjadi hakekatnya, atau keadilan yang
diinginkan. Dalam prosses tersebut apabila ternyata hukum
iii
dirasakan tidak cukup memberikan keadilan melalui rumusan
yang tekstual, maka penafsiran-penafsiran yang dilakukan
penegak hukum dengan tujuan kemanusiaan harus dapat
diterapkan. Penafsiran profresif adalah salah satu jenis
penafsiran dengan tujuan kemanusiaan “agar hukum dapat
bermakna” bagi kesejahteraan manusia. Teori Hukum
Progresif Satjipto Rahardjo. Sejalan dengan pemikiran
Mochtar Kusumaatmadja mengenai hukum sebagai sarana
yang mendorong pembangunan, dengan Hukum
Pembangunan yang progresif, yang berlandaskan pembinaan
dan pengembangan etika atau moral dan akal yang berhati
nurani. Etika atau moral sangat melekat pada diri manusia.
Oleh karena itu bertitik tolak dari pembinaan dan penataan
etika yang perlu alat penilai, yaitu consciousness atau kata
hati atau kesadaran jiwa manusia. Isi consciousness
merupakan kesatuan dari totalitas sejumlah sikap jiwa yang
terdiri dari metoda kesadaran, pertimbangan rasa,
kedewasaan jiwa, dan sikap kehati-hatian. Ketiga hal ini
terdapat pada manusia di mana hukum progresif sangat
bertumpu pada sumber daya manusia (SDM) dalam hukum.
Oleh karena itu, cara membangunnya dapat melalui lembaga
pendidikan tinggi hukum yang akan melahirkan manusia
yang beretika atau bermoral.
Filsafat hukum etika dan profesi adalah: studi atau
ilmu pengetahuan tentang sifat-sifat pokok dari peradaban,
ilmu pengetahuan, dan dari hal-hal yang baik, yang
mencakup ontologi, epistemologi, logika, metafisika, etika
dan estetika. Sedangkan Teori yang mendasari alam pikiran,
ideologi, atau suatu kegiatan. Pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab,
asal, dan hukumnya tata aturan dan perundang-undangan.
Menyelidiki nilai dalam tindakan moral, pengkajian
keahlakan/moralitas dan bidang pekerjaan yang ditekuni
yang didasarkan pada keahlian atau keterampilan
iv
(kompetensi) yang dimiliki. Juga pada kesempatan ini
penulis menyampaikan, dari lubuk hati yang paling dalam
banyak terima kasih kepada para Guru Besar yang telah
memberikan Ilmu dan bimbingan sewaktu penulis
mengikuti di Program S3, dalam menyelesaikan Disertasi
pada Program Doktor Bidang Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan Bandung,
Kepada yang terhormat Bapak dan amat terpelajar Prof. Dr.
Soedjono Dirdjosisworo, SH.,MM. sebagai Promotor dan
Prof. Dr. Chatamarrasjid Ais, SH., MH. Sebagai Ko-
promotor. Juga kepada yang terhormat dan amat terpelajar
Bapak Prof. Dr. B. Arief Sidharta, S.H. sebagai penguji,yang
juga mengajar Filsafat Hukum Bapak Prof. Dr. H. Dwidja
Priyatno, SH. MH. SPn. Sebagai penguji dan Bapak Dr.
Gunawan Djajaputra, SH. MH. SS. sebagai penguji. Prof.
Dr. Ignatius Bambang Sugiharto, SH, M.Hum., yang sangat
membantu wawasan dan membuka cakrawala pemikiran
tentang “Hakikat dari Ilmu” sampai pada Pemikiran
Postmodern dari Hermeneutika Filosofis yang merupakan
paradigma, salah satu sudut pandang untuk memandang
segala persoalan saat ini secara baru. Semoga amal
kebaikannya mendapat Limpahan Rahmat dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Akhirnya penulis mengharapkan kritik dan saran dari
tulisan buku ini, untuk dapat disempurnakan, dan nantinya
dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Untuk semua
bantuan dan sumbangan yang dimaksud di atas, penulis
mengucapkan terlebih dulu terima kasih, semoga amal baik
anda mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT,
amien....
Palembang, 8 Februari 2014
(Dr. Hj. CINDAWATI, SH, MH)
v
KATA PENGANTAR
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................... v
TINJAUAN MATA KULIAH ..................................... vii
BAB I. FILSAFAT ...................................................... 1
1. Filsafat .............................................................. 2
2. Filsafat Hukum ................................................... 5
3. Tujuan Hukum ..................................................... 6
4. Faham-faham Tujuan Hukum.............................. 7
5. Hubungan Filsafat Dengan Filsafat Hukum ........ 11
6. Hukum dan Kesusilaan (Moral) .......................... 17
7. Etika ..................................................................... 20
8. Keadilan ............................................................... 21
9. Filsafat Hukum Pancasila .................................... 23
10. Kesimpulan ........................................................... 37
SOAL DAN TUGAS ................................................. 40
BAB II. RASIONALITAS DAN SCIENCE (SUATU
RENUNGAN FILSAFAT HUKUM ........... 41
1. Rasionalitas dan Science ..................................... 42
2. Pengertian Rasionalitas ....................................... 42
3. Apakah para Ilmuwan Rasional ? ........................ 45
4. Untuk apa Science itu? ....................................... 51
5. Paradigma Dalam Ilmu Hukum ......................... 62
6. Argumentasi Yuridis atau Penalaran Hukum ...... 64
7. Model dari Rasionalitas Secara Individu ............. 67
8. Apakah alasan Praktis.......................................... 77
9. Model dari Kelompok Rasional/ Models of
Group Rationality ................................................ 82
10. Kesimpulan .......................................................... 98
vi
SOAL DAN TUGAS .................................................. 100
BAB III. FILSAFAT HUKUM SEBAGAI PENOPANG
DARI KERANGKA PEMIKIRAN
KONSEPSIONAL ............................................ 101
1. Filsafat Hukum .................................................... 101
2. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................... 102
a. Grand Theori ................................................... 103
b. Middle Range Theori ...................................... 105
c. Aplied Theori .................................................. 107
3. Pemikiran-Pemikiran Teoritis ............................. 108
4. Keadilan Dalam Keseimbangan Hak dan
Kewajiban ............................................................ 109
5. Teori Keseimbangan Filosofis yang ditemukan
pada Pancasila ..................................................... 115
6. Tujuan Hukum Pengayoman ............................... 116
7. Mazhab Hukum ................................................... 129
8. Sila-sila dalam Pancasila Menunjukkan
Sistem Etika ........................................................ 143
9. Membaca Hukum adalah Menafsirkan Hukum .. 150
10. Kesimpulan .......................................................... 157
SOAL DAN TUGAS ................................................. 161
DAFTAR PUSTAKA ................................................... 162
GLOSARIUM ................................................................ 167
INDEKS .......................................................................... 178
vii
TINJAUAN MATA KULIAH
FILSAFAT HUKUM
ETIKA DAN PROFESI
Mata kuliah Filsafat Hukum Etika dan Profesi bertujuan
untuk agar mahasiswa memahami filsafat yang merupakan
induk dari segala ilmu, dan pentingnya mempejari filsafat
hukum, Telaah kefilsafatan ini memunculkan Disiplin
Hukum yang disebut Filsafat Hukum yang menelaah hakikat
hukum dengan mempersoalkan hubungan hukum, moral dan
kekuasaan. Dalam perkembangannya telaah ini menajam
pada pokok kajian yang berintikan dwitunggal pertanyaan
inti tentang landasan daya ikat hukum dan landasan penilaian
keadilan dari hukum positif yang dipertautkan oleh
pertanyaan tentang batas–batas kaidah hukum . studi atau
ilmu pengetahuan tentang sifat-sifat pokok dari peradaban,
ilmu pengetahuan, dan dari hal-hal yang baik, yang
mencakup ontologi, epistemologi, logika, metafisika, etika
dan estetika. Sedangkan Teori yang mendasari alam pikiran,
ideologi, atau suatu kegiatan. Pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab,
asal, dan hukumnya tata aturan dan perundang-undangan.
Menyelidiki nilai dalam tindakan moral, pengkajian
keahlakan/moralitas dan bidang pekerjaan yang ditekuni
yang didasarkan pada keahlian atau keterampilan
(kompetensi) yang dimiliki.
viii
1
BAB I
FILSAFAT HUKUM ETIKA DAN PROFESI
BAB 1. Memuat tentang Filsafat diartikan : Karya manusia
tentang sesuatu, yang menggunakan alat-alat perlengkapan
apa yang dimiliki manusia yang diberikan Tuhan Yang
Maha Esa untuk menempuh kehidupannya dikenal tiga
kelengkapan uatama yaitu: Rasa, contohnya: seniman,
kagum, heran dilanjutkan dengan, Ratio, contohnya: Ilmuan,
Raga, contohnya petinju, kuli (menggunakan otot). Ini berarti
Filsafat merupakan hasil pemikiran manusia tentang Hakekat
Manusia.Ukuran kefilsafatan yang khusus yang berdasarkan
Pandangan Hidup Masyarakat setempat atau negara. yang
menurut bangsa Indonesia yang menganut Pancasila dan
Asas Keseimbangan. Ilmu takkan digunakan untuk alat
menghancurkan, tetapi alat kehidupan damai, contohnya:
untuk meningkatkan kehidupan masyarakat diberbagai
bidang. Tempat manusia (dirinya) dalam Pergaulan Hidup
dengan Alam Semesta, dan Tuhannya yang menyatukan, kita
semua adalah Agama (dari Allah). Mengutip apa yang
dikatakan Francis Bacon bahwa: Filsafat yang dangkal
memang cenderung keatheisme, namun Filsafat yang dalam
akan membawa kembali pada Agama. Manusia dalam
dirinya terdapat akal budi dan hati nurani memunculkan
penghayatan tentang “Keadilan” Keadilan mewajibkan
mengakui pihak lain sebagai mahkluk yang pada hakikatnya
sama dan sama nilai dengan diri sendiri. Keadilan
menetapkan pihak lain sebagai subyek dan menjauhkan dari
kesewenang-wenangan.Filsafat Hukum Etika dan Profesi
adalah: Studi atau Ilmu Pengetahuan yang membahas
tentang sifat-sifat pokok dari peradaban, ilmu pengetahuan,
dan dari hal-hal yang baik, yang mencakup ontologi,
epistemologi, logika, metafisika, etika dan estetika. 2. Teori
2
yang mendasari alam pikiran, ideologi, atau suatu kegiatan, 3.
Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya tata
aturan dan perundang-undangan. Menyelidiki nilai dalam
tindakan moral, pengkajian soal keahlakan/moralitas dan
bidang pekerjaan yang ditekuni yang didasarkan pada
keahlian atau keterampilan (kompetensi) yang dimiliki.
1. Filsafat
Pendahuluan
Dalam memahami perkembangan tentang Hukum dalam
kebudayaan Yunani Kuno, harus memiliki pemahaman dasar
mengenai esensi dari filsafat Yunani. Substansi yang
pertama dari Filsafat Yunani Kuno adalah pendekatannya
pada kosmologis.
Pendekatan hendak memahami seluruh alam semesta
sebagai suatu kesatuan yang mereka sebut sebagai cosmos
yang berlangsung menurut kaidah-kaidah tetentu yaitu:
1. Kaidah kerja akal (logos).
2. Substansi kedua akal itu bersemayam dalam diri
manusia (antopos) dan
3. Substansi ketiga yang menjadi ukuran utama (Metron)
dalam menanggapi Alam Semesta tadi.
Kehadiran manusia dalam cosmos tidak dapat dibayangkan
tanpa tujuan, yang memang tujuan hidup manusia itulah
yang menjadi penggerak dari spekulasi dan refleksi dalam
Filsafat Yunani Kuno.
Dalam kenyataannya Filsafat Yunani Kuno selalu melihat
tujuan hidup manusia, sebagai terlibat erat dengan aturan,
paling sedikit dengan kaidah kerja akal (logistikon).
Jika tidak pada tingkat yang aplikatif juga terlibat dengan
“hukum” (nomos, nomoi).
3
Sejarah Pemikiran mengenai Hukum Alam Yunani oleh
Anaximander, Herakleitos dan Paremenides. Menurut
mereka Hukum yang mengatur kehidupan manusia adalah
merupakan bagian dari Hukum Alam. Karena itu “keadilan”
yang ditegakkan, jika perilaku manusia adalah sesuai dengan
ketentuan Hukum Alam dan Tuhannya harus seimbang.
Istilah Filsafat berasal dari perkataan Yunani : Philosophia.
Philosophia berasal dari Philos = keinginan dan Sophia =
kebijaksanaan.
Philosophos atau filsuf ialah orang yang berkeinginan akan
kebijaksanaan. Seseorang filsuf belum tentu seorang
bijaksana. Dalam bahasa Arab istilah Philosophia menjadi
Falsafah yang dalam bahasa Indonesia, berbunyi Filsafat.
Manusia mempunyai kecenderungan dan kebutuhan pada
“Ketertiban dan Keadilan”. sebab hanya dengan ketertiban
berkeadilan, manusia individual dapat menjalani
kehidupannya secara wajar dan dapat mengembangkan
potensi-potensi kemanusiaannya dalam keutuhan.
Sedangkan kaidah-kaidah Hukum Positif berpretensi untuk
merealisasikan Cita Hukum (ketertiban, kepastian,
prediktabilitas, keadilan). Karena itu dinamika kehidupan
masyarakat telah memunculkan hukum, berupa berbagai
perangkat asas-asas dan atutan-aturan hukum yang tertata
secara sistemik. Sebagai ungkapan rasa keadilan masyarakat
dan sarana untuk mewujudkan ketertiban berkeadialn serta
tujuan-tujuan bersama tertentu lainnya
Dengan demikian hukum itu mempunyai banyak aspek,
dimensi, faset dan berbagai tingkat abstraksi yang
menyebabkan hukum menjadi gejala yang sangat majemuk.
Hukum ini berakar dan terbentuk dalam proses interaksi
berbagai aspek kenyataan kemasyarakatan (politik, ekonomi,
sosial, budaya, teknologi, keagamaan, ideilogi). Dalam
4
dinamikanya hukum itu dibentuk dan ikut membentuk
tatanan masyarakat, bentuk dan berbagai sifatnya ditentukan
oleh masyarakat. Namun sekaligus ikut menentukan bentuk
dan sifat-sifat masyarakat itu sendiri.
Jadi hukum itu dikondisi dan mengkondisi masyarakat,
karena bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dan keadilan
secara konkret dalam masyarakat maka hukum disatu pihak
memperlihatkan kecederungan konservatif (berupaya
memelihara dan mempertahankan apa yang sudah tercapai).
Namun dilain pihak juga memperlihatkan kecenderungan
modernisme (berupaya secara tertib terkendali mendorong,
mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan masyarakat).
Dalam implementasinya hukum memerlukan kekuasaan dan
sekaligus menentukan batas-batas serta cara-cara penggunaan
kekuasaan itu. Karena kemajemukannya, hukum dapat
dipelajari dari berbagai sudut pandang yang telah
menghadirkan sejumlah disiplin hukum dan disiplin ilmiah
lain yang obyek telaahnya hukum. Masing-masing dengan
masalah inti, metode dan sifat khasnya yang membedakan
yang satu dari yang lainnya, yang muncul berturut-turut
dalam ruang waktu sesuai dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat yang ditimbulkan oleh masalah kemasyarakatan
yang sekali muncul pada dasarnya berkecenderungan bersifat
perenial.
Demikianlah beberapa abad sebelum masehi, pertama-tama
muncul di Yunani (Sokrates, Plato, Aristoteles) telaah
kefisafatan tentang hukum sehubungan dengan kebutuhan
masyarakat pada kekuasaan yang menghendaki pertanggung-
jawaban rasional. Tentang landasan dan penggunaan
kekuasaan di dalam masyarakat.
5
2. Filsafat Hukum
Telaah kefilsafatan ini memunculkan Disiplin Hukum yang
disebut Filsafat Hukum yang menelaah hakikat hukum
dengan mempersoalkan hubungan hukum, moral dan
kekuasaan. Dalam perkembangannya telaah ini menajam
pada pokok kajian yang berintikan dwitunggal pertanyaan
inti tentang landasan daya ikat hukum dan landasan penilaian
keadilan dari hukum positif yang dipertautkan oleh
pertanyaan tentang batas–batas kaidah hukum.1. Dengan
demikian akan dipaparkan dibawah ini dengan pertanyaan
pemikiran filosofis apa pengertian filsafat Ilmu?
Filsafat Ilmu dirumuskan cabang fisafat yang mengkaji Ilmu.
Hakekat Ilmu sebagai telaah tentang apa (obyek) yang dikaji
oleh ilmu itu (ontologis), dengan cara bagimana ilmu itu
dapat diperoleh (epistemologis) dan untuk apa ilmu
digunakan (aksiologis).
Apakah Hukum ?
Adagium yang mengatakan, “ ubi societas ibi ius” yang
berarti dimana ada masyarakat, disitu ada hukum. Telah
menjadi anggap umum sekarang ini, bahwa hukum itu
terdapat di seluruh dunia, asal ada masyarakat manusia.
Karena sebelumnya masih ada anggapan bahwa seakan-akan
hukum itu hanya terdapat dalam masyarakat yang telah
beradab.
Menurut Roscoe Pound: Hukum itu adalah lembaga
kemasyarakatan untuk memenuhi kehidupan sosial.....”,
maka kita akan berkesimpulan bahwa: hukum itu terdapat
pada setiap masyarakat, karena setiap manusia perlu
mengatur hubungan antar manusia yang tertentu. Kebutuhan
inilah yang akan menentukan bagaimana corak hukumnya.
1 Arief Sidharta, Struktur Ilmu Hukum Indonesia, Diktat Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2007, hlm 2.
6
Sehingga di mana corak sosiologi budaya suatu masyarakat
menunjukkan persamaan, disitu kemungkinan besar sistim
hukumnya akan menunjukkan ciri-ciri yang kurang lebih
sama. Akibatnya persamaan-persamaan yang ditemukan di
dalam sistim hukum yang berbeda itu akan kita bahwa pada
pengertian yang lebih dalam tentang masalah-masalah yang
sebenarnya menjadi obyek Filsafat Hukum, karena
persamaan-persamaan tersebut akan menjelaskan kepada kita
apa yang sebenarnya merupakan inti dan hakikat
permasalahan yang hendak diatur oleh pranata hukum yang
bersangkutan.
3. Tujuan Hukum
Hukum adalah keseluruhan norma, yang oleh penguasa
negara atau penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai
peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh anggota
masyarakat, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang
dikehendaki oleh penguasa tersebut, dengan tujuan untuk
mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa
tersebut. Penguasa yang berwenang menetapkan hukum
ialah:
a. Dalam negara RI ysitu MPR, DPR (pusat maupun daerah),
penguasa-penguasa pemerintahan yang berwenang
mengataur materi tertentu dalam lingkungan daerah
hukumnya: hakim, Panglima ABRI, Lepala Kepolisian,
dlll.
b. Dalam masyarakat: kepala suku, kepala marga, kepala
desa. Dinyatakan tertuju pada hukum tertulis yang
berwujud: UU, Perpu, Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Perundangan yang lain.
Sedangkan hukum yang tidak tertulis yaitu Hukum Adat dan
Hukum Kebiasaan. Tujuan Hukum adalah : “kepastian
hukum dan keadilan”, hukum berwujud norma-norma yang
7
banyak sekali jumlahnya sehingga untuk menguasainya
perlu adanya pengelompokan norma-norma secara praktis
yang mengenai disebut Sistim Hukum.Negara RI mempunyai
Sistim Hukumnya sendiri yang terdiri dari beberapa lapangan
hukum yaitu:
a. Hukum Tata negara.
b. Hukum Administrasi (Tata usaha negara, Tata
pemerintahan),
c. Hukum Pidana,
d. Hukum Perdata,
e. Hukum Acara.
4 Faham-faham tentang Tujuan Hukum
a. Tujuan Hukum dalam Hukum Kodrat dari Thomas
aquino.
Hukum Kodrat adalah: hukum yang terlepas dari
kehendak manusia, terlepas dari positivering oleh
manusia, berlaku pada semua zaman dan semua
tempat (senantiasa dan dimana-mana). Ajaran dari
Thomas Aquino ini sbb:
1) Lex Aeterna ialah Hukum Abadi.
Lex Aeterna memerintah seluruh dunia, dimana
semua hukum mendapatkan dasar. Hukum Abadi
itu tidak laindri pada de Goddelijke Rede, Akal
Allah yang mengatur seluruh kejadian. Hukum
abadi itu hanya dapat dipahami oleh Allah sendiri.
Untuk mahluk Lex Aeterna itu terlalu luas dan
terlalu dalam untuk difahaminya.
2) Lex Naturalis ialah Hukum Kodrat. Manusia
sebagai mahluk yang berakal, hanya dapat
mengerti sebagian dari pada Lex Aeterna yaitu
Lex Naturalis atau Hukum kodrat (Natural Law,
Natuurrecht).
8
Hukum Kodrat (Natural Law, Natuurrecht),
hukum yang terdiri dari dua asas:
a) Principia Prima, asas pertama yang semuanya
dapat dikembalikan
pada asas berbuat baik dan singkirkan
kejahatan. Itulah hidup sesuai dengan kodrat
manusia hidup dengan berbuat sesuai dengan
akal sehat.
b) Principia Secundaria yaitu asas-asas yang
dijabarkan dari asas pertama.
3) Lex Positive, Hukum Positif yang berlaku dalam
negara masing-masing dan yang ditetapkan oleh
negara yang bersangkutan.
4) Lex Divina, Hukum Tuhan yaitu Hukum Illahi
yang dinyatakan dalam Alkitab. Lex Divina ialah
Hukum Illahi sumbernya terletak dalam Kehendak
Allah, dan sumbernya dalam akal Allah.
b Stammler
Mengajarkan Hukum Alam dengan isi yang
berubah-ubah. Stammler beranggapan bahwa
mungkin mendapatkan yang baik untuk bangsa
tertentu pada waktu tertentu dengan syarat, kita
mengetahui kebutuhan bangsa yang bersangkutan.
Ukurannya ialah sociaal ideaal yang menurutnya
Gemeinschaft Frei Wollender Menschen (masyarakat
berkehendak bebas). Hukum yang sesuai dengan
sociaal ideaal adalah hukum yang baik. Hukum
kodrat dalam arti: hukum yang baik untuk waktu
tertentu dan bangsa tertentu, oleh Stammler disebut
“Hukum Kodrat dengan isi yang berubah-ubah”
c Tujuan Hukum menurut Paul Scholten dan
Radbruch 1) Paul Scholten (1940) berpendapat bahwa :
hukum mencari Keseimbangan antara:
9
a) Persoonlijkheid (kepribadian) dan
Gemeenschap (masyarakat)
Secara menyebelah mencarai kepentingan
individu tanpa memperatikan masyarakat akan
mengakibatkan individualism.
Secara menyebelah mencari kepentingan
masyarakaat, tanpa memperhatikan individu,
akan mengakibatkan universalisme. Seperti
Fascisme, kommunisme. Dalam memelihara
hukum itu harus mencari keseimbangan
antara kepribadian (individu) dan masyarakat.
b) Mencari Keseimbangan antara: gelijkheid en
gezag, kesamaan manusia dan kewibawaaan.
Perlu diingat bahwa manusia itu pada asasnya
sama, apapun pangkatnya dalam masyarakat.
Pada pihak lain perlu diingat bahwa
masyarakat itu memerlukan kewibawaan
gezag. Pemerintah yang berwibawa.
c) Dalam hukum perlu memisahkan : goed en
kwaad, baik dan jahat. Hukum dan
Pemeliharaan Hukum perlu memihak
kebaikan dan menolak kejahatan dalam bentuk
apapun.
2) Radbruch (1940)
Menurut Radbruch hukum dan tujuannya perlu
berorientasi pada tiga hal sbb:
a) Kepastian Hukum
b) Keadilan
c) Daya guna (doelmatigheid)
Kepastian Hukum
Tuntutan pertama pada hukum supaya ia positif yaitu
berlaku dengan pasti. Hukum harus ditaati supaya
hukum itu sungguh-sungguh positif.
Keadilan
10
Pandangan Radbruch tentang Keadilan tidak begitu
mendalam. Menurut nya cukup apabila kasus yang
sama diperlakukan secara sama.
Daya guna (doelmatigheid)
Hukum perlu menuju pada tujuan yang penuh Harga
(waardevol).
Menurut Radbruch ada tiga nilai bagi hukum sbb:
a) Individualwerte, nilai-nilai pribadi yang
penting mewujudkan kepribadian manusia.
b) Gemeinschaftswerte, nilai-nilai masyarakat
nilai yang hanya dapat diwujudkan
masyarakat manusia
c) Werkwerte, nilai-nilai dalam karya manusia
(ilmu kesenian), dan pada umumnya dalam
kebudayaan.
Individualwerte terdapat dalam liberalisme dan
demokrasi. Gemeinschaftswerte dalam konservatisme
(Jerman). Werkwerte, tidak ada contoh dalam politik.
d Tujuan Hukum menurut O.Notohamidjojo, dalam
bukunya Soal-soal Filsafat Hukum sbb:
Hukum adalah : keseluruhan peraturan yang tertulis dan
tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa. Untuk
kelakuan manusia dalam masyarakat Negara serta antar
negara yang bertujuan kepada “keadilan, daya guna dan
kepastian hukum”, demi damai dan tertib dalam
masyarakat.
Hukum pada hakekatnya: adalah : suatu Sollen-Sein,
memperhatikan norma yang harus diwujudkan dalam
kenyataan.
Tujuan Hukum adalah: perlu saling harmonis yaitu :
keadilan, daya guna dan kepastian hukum.
11
Keadilan adalah : Justitia, daya guna adalah:
doelmatigheid, dan kepastian hukum. Selanjutnya akan
dipaparkan hubungan filsafat dengan filsafat hukum.
5 Hubungan Filsafat dengan Filsafat Hukum
Menurut Willem Zevenbergen dalam Formele Encyclopaedie
van het Recht menyatakan bahwa
Filsafat Hukum.
Filsafat Hukum ialah filsafat yang dikenakan (diterapkan
pada hukum) dengan perkatan lain Filsafat Hukum adalah
Filsafat khusus.
Filsafat Hukum adalah pandangan filsafat tentang dasar-
dasar umum dari pada hukum. Filsafat Hukum adalah
Filsafat Khusus yang dikenakan pada obyek tertentu yaitu
Hukum. filsafat hukum merupakan bagian dari Filsafat.
Selain dari pada itu perlu diingat filsafat bahwa soal hukum
bertalian dengan Etika.
Dewasa ini Filsafat Hukum memusatkan perhatiannya
terutma pada pengkajian dwi tunggal pertanyaan inti sbb:
a. Apa landasan mengikat dari hukum.
b. Apa kriteria Keadilan dari kaidah hukum positif serta
sistem hukum secara keseluruhan.
Dalam kegiatan merefleksi dwi tunggal pertanyaan inti ini,
ranah telaah pengemban Filsafat Hukum mencakup:
a. Ontologi hukum yang merefleksi hakikat hukum dan
konsep-konsep fundamuntal terkait seperti demokrasi,
hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum
dan moral.
b. Aksiologi hukum yang merefleksi isi dan nilai-nilai
yang termuat dalam hukum seperti kelayakan,
persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran.
c. Ideologi hukum yang merefleksi wawasan manusia
dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi
12
kaidah-kaidah hukum, pranata-pranata hukum, sistem
hukum, dan bagian-bagian dari sistem hukum.
d. Teologi hukum yang merefleksi makna dan tujuan
hukum.
e. Epistemologi hukum yang merefleksi pertanyaan
tentang sejauh mana pengetahuan tentang hakikat
hukum masalah-masalah fundamental dari filsafat
hukum adalah sesuatu yang mungkin dijalankan.
f. Ajaran Ilmu yang merefleksi kriteria keilmiahan
dari Teori Hukum dan Metodologi dari Filsafat
Hukum itu sendiri.
g. Logika hukum yang merefleksi aturan-aturan
berpikir yuridik dan argumentasi yuridik, bangunan
logikal serta struktur arsitektural Sistem hukum.
Perbedaan Filsafat dengan Filsafat Hukum
Perbedaan antara Filsafat dengan Filsafat Hukum terletak
dalam obyeknya. Filsafat adalah: meneliti segala sesuatu,
Filsafat Hukum merupakan bagian dari pada Filsafat. Arti
dan konsekuensi sebuah renungan Misalnya : Gonjang ganjing, mengenai persoalan naiknya
temperatur muka bumi secara global (khususnya di
Indonesia), membuat kita diam dan terpaku dalam renungan,
sementara akal budi terus bergerak melakukan olah pikir
terhadap sesuatu yang menjadi pokok pemikiran.
Akal budi tidak cukup hanya terpaku pada pokok persoalan
itu semata, tetapi dalam rangka menemukan jawaban yang
paling dianggap benar terhadap pokok persoalan, terlebih
dahulu harus dijawab pertanyaan-pertanyaan kritis dan
mendasar lainnya yang diajukan oleh akal budi kita sendiri.
Bila pertanyaan mendasar lainnya yang segera juga
memerlukan jawaban. Demikian seterusnya sampai
13
ditemukan jawaban hakiki terhadap apa yang menjadi akar
permasalahannya.
Jawaban yang dikehendaki tentu yang benar atau yang tepat,
yang akseptabel, dapat diterima akal, memiliki keberlakuan
intersubyektif, dapat dipertanggung jawabkan secara rasional,
terbuka bagi pengkajian secara rasional oleh siapapun,
memiliki landasan atau dasar yang mendukungnya, dan
bertumpu pada argumentasi rasional.
Di dalam diri, tanpa dirasa, sejatinya telah terjadi dialog diri
untuk mencari dan menemukan jawaban hakiki seperti itu.
Kegiatan akal budi berubah dialog diri inilah yang memaksa
kita harus merenung.
Namun demikian bukan berarti hasil renungan itu
merupakan jawaban kita yang paling benar adanya dan harus
diterima oleh semua orang. Dengan perkataan lain, hasil
pemikiran filsafati tidak dengan sendirinya langsung dapat
dipakai sebagaimana layaknya “barang jadi” artinya masih
diperlukan keberlakuan intersubyektif sebagaimana
dikemukakan di atas, karenanya harus terbuka bagi
pengkajian lebih lanjut oleh siapapun, untuk menjadikan hasil
pemikiran tersebut sebagai sesuatu yang layak digunakan
sebagai dasar tindakan dalam kehidupan manusia dan
bermasyarakat.
Louis O. Kattsoff, mengatakan bahwa filsafat “tidak
membuat roti” namun filsafat dapat menyiapkan tungkunya,
menyisihkan noda-noda dari tepungnya, menambah jumlah
bumbunya secara layak, dan mengangkat roti itu dari tungku
pada waktu yang tepat. Secara sederhana ini berarti bahwa
tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia
sebanyak mungkin, dan menerbitkan serta mengatur semua
itu di dalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa
14
kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada
tindakan yang lebih layak.2
Dengan demikian Filsafat adalah: meneliti segala sesuatu.
Pada bagian lain dari buku yang judul aslinya “Elements of
Philosophy”, Kattsoff mengatakan, bahwa filsafat berbeda
sekali dengan membuat roti. Filsafat merupakan suatu analisa
secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu
masalah, dan menyusun secara sengaja serta sistematis atas
suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan. Dan
hendaknya diingat, bahwa kegiatan yang kita namakan
kefilsafatan itu sesungguhnya merupakan perenungan atau
pemikiran.3
Filsafat Hukum adalah: meneliti Hukum, pandangan filsafat
tentang dasar-dasar umum dari pada Hukum. Filsafat Hukum
adalah Filsafat Khusus atau bagian dari filsafat. Dengan
demikian maka soal-soal pokok bagi fisafat sejalan dengan
soal-soal pokok filsafat. Selain itu yang perlu diingat bahwa
soal hukum senantiasa bertalian dengan Ethika.
Dalam masyarakat pemeliharaan hukum mengalami
penyelewengan berwarna-warna, maka perlu menekankan
bahwa Hukum dan Kesusilaan mewujudkan problematika
bersama dari pada Filsafat Hukum.
Filsafat Hukum berfungsi sebagai meta disiplin terhadap
Teori Hukum dan juga terhadap Ilmu Hukum yakni:
Memberikan landasan kefilsafatan bagi keberadaan Teori
Hukum dan Ilmu hukum sebagai disiplin Ilmiah yang
mandiri.
Sebagai landasan kefilsafatan, Filsafat Hukum menjadi
rujukan ajaran nilai sbb:
2 Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Tiara Wacana
Yogya, 2004, hlm 3. 3 Ibid, hlm. 4.
15
Ontologi Hukum, Aksiologi Hukum, Ideologi Hukum dan
Teologi Hukum dan Ajaran Ilmu (Ajaran Pengetahuan dan
ajaran Ilmu sesungguhnya) bagi Teori Hukum.
Sebaliknya Teori Hukum merumuskan dan memajukan
pertanyaan-pertanyaan fundamental berkenaan dengan
hukum kepada Filsafat Hukum untuk memperoleh
pengolahan Kefilsafatan.
Sedangkan Teori Hukum berfungsi sebagai meta teori
terhadap Ilmu Hukum yakni: mengolah dan
mengembangkan sarana teoritikal yang diperlukan dalam
pengembanan Ilmu Hukum. Seperti; Teori Argumentasi
Yuridik, Teori Penemuan Hukum (Metode Interpretasi dan
Konstruksi Hukum). Sebaliknya Ilmu Hukum menyediakan
bahan-bahan Empirikal untuk diolah lebih jauh oleh Teori
Hukum dan Filsafat Hukum.
Disiplin Hukum tersebut berfungsi sebagai sarana intektual
untuk mempedomani dalam pelaksanaan Pengembanan
Hukum Pratikal (practische rechtsbeoefening) yang
mencakup kegiatan:
a. Pembentukan Hukum,
b. Penerapan Hukum,
c. Penegakan Hukum,
d. Penemuan Hukum dan
e. Interpretasi Hukum,
f. serta bantuan hukum,
Sebaliknya pengembanan Hukum praktikal menyediakan
bahan-bahan Empirikal untuk telaah dan diolah dalam
Pengembanan Hukum Teoritikal yakni dalam kegiatan
pengembanan Disiplin Hukum tersebut dan oleh disiplin
ilmiah lainnya yang obyek-obyeknya telaah hukum.
Dengan demikian dalam garis besarnya dapat membedakan
Juristische logik atau pengertian Yuridis.
16
Soal-soal pokok Juristische Logik ada tiga 4:
1. Apakah Hakekat Hukum?
2. Apakah Asal Hukum?
3. Apakah Tujuan Hukum?
Soal-soal pokok Juristische Ethik ada dua:
1. Apakah kedudukan Manusia dalam Hukum?
2. Apakah Norma-norma bagi Penggembala Hukum?
Hukum dalam Bahasa Belanda Recht, bahasa Latin Rectum
yang berarti pimpinan. Perkataan Recht, Rechtum dapat
berarti unsur autorita, kewibawaan.
Recht merupakan bagian dari kata Gerechtigheid yang berati
Keadilan.
Dengan perkataan lain perkataan hukum itu membawa
pengertian kewibawaan dan keadilan.
Perkataan Ius adalah Bahasa Latin bagi Hukum. Ius ialah
bagian dari kata Iustitia : keadilan
Lex adalah bahasa Latin untuk Undang-undang, Lex
bertalian dengan Bahasa Perancis : Loi dan Bahasa Inggris
:Law. Dalam Bahasa Belanda Wet. Dalam Lex senantiasa
tercantum penngertian Autorita atau Wibawa.
Apakah Hukum?
Hukum adalah Kaidah untuk hidup dan berbuat dalam
masyarakat.
Hukum ialah Norma Agenda (Norma untuk berbuat), dalam
masyarakat.
1. Hukum itu ordening (pengaturan) dari pada
masyarakat. Pengertian Hukum mengandaikan paling
sedikit dua orang. Hukum terbatas pada pergaulan
manusia dalam masyarakat. Hubungan dengan Tuhan
diatur oleh Norma-norma religius.
4 O. Notohamidjojo, Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media,
Saltiga, 2011, hlm 4
17
2. Hukum merupakan suatu keseluruhan, yang
mewujudkan suatu Sistim (keseluruhan yang teratur).
Hukum terdiri dari Norma. Norma Hukum adalah
Sollen-sein yaitu suatu Sollen (keharusan) yang
diwujudkan dalam Sein (kenyataan). Keseluruhan
norma hukum, disebut juga rechts-orde atau Tata
Hukum.
3. Hukum ialah: ordening van het social eleven penataan
hidup sosial. Tetapi hukum bukan satu-satunya
penataan. Seperti diketahui ada Norma Religi, Norma
Moral, Norma Kesopanan.
4. Pengertian Recht dapat dibedakan dalam Recht in
Objectieve Zin (Hukum), dan Recht in Subjectieve
Zin (Hak). Dalam Bahasa Indonesia, perbedaan itu
ditujukan oleh kedua istilah “ Hukum dan Hak”
6. Hukum dan Kesusilaan (Moral) a. Hukum itu Obyeknya pertama-tama perbuatan lahir
(Uitweding Handelen), Kesusilaan perbuatan batin
(Gezindheid)
b. Hukum menjungjung tinggi Norma dari
Georganiseerde Gemeenschap, Kesusilaan Norma
dari Hati Nurani individu.
c. Tujuan Hukum tidak lain adalah tujuan Moral.
Hukum ingin menyelenggarakan “damai dan
ketenangan” dalam masyarakat, sedangkan Moral
ingin menyempurnakan manusia.
Moral adalah keseluruhan norma tentang yang baik,
yang membedakan dari pada yang jahat. Bagi
kelakuan dan jiwa kelakuan manusia dalam
masyarakat. Yang dimaksud pengembala hukum ialah
rechtfunctionaris, pejabat hukum dalam ketetapannya
menentukan apakaah hukum dalam dunia modern.
Maka pengembala hukum meliputi pembentuk
18
hukum dan hakim yang mengenakan hukum pada
perkara-perkara individual. Pengembala Hukum
(rechtfunctionaris): wajib menyempurnakan
pelaksanaan tugasnya, mengembala hukum dengan
mempertajam hati nurani (conscience, geweten) “dengan Moral”. Tugasnya tidak selesai dengan
moral dan menpertimbangkan undang-undang. Ia
wajib menjiwai keputusannya dengan moral dan
mempertimbangkan keputusannya dengan norma
moral. Dalam masa Pembangunan masyarakat
Indonesia, yang pada intinya membangun masyarakat
Indonesia. Dari lapisan dan golongan manapun
supaya hidup dan diberlakukan menurut
kemanusiannya dan pelaksaan hukum perlu diilhami
dan dijiwai oleh moral.
Hukum perlu diperdalam (verdiept), oleh keadilan.
kalau dilepaskan dari pada keadilan dan moral, maka
kita mendekati chaos dan diktator, kekacauan dan
penindasan. Perlu melayani bangsa dengan hukum
yaitu hukum yang diperdalam dengan keadilan.
d. Hukum bekerja dengan Paksa, sedangkan Moral
dengan kekuatan batin
e. Hukum menghendakkan legalita, dan Moral :
moralita. Perbedaan ini perbuatan–perbuatan lahir,
maka ia disebut Yuridis, sejauh ia perbuatan batin
dinamakan Etis. Perbedaan Hukum dan Moral tidak
begitu tajam, karena Hukum senantiasa melihat
Gezind-Heid (kejiwaaan) perbuatan dan Moral
melihat perbuatan luar dari pada Gezindheid. Hukum
memperhitungkan opzet, culpa, te goeder trouw, segi
batin dari perbuatan.
f. Hukum kadang-kadang membolehkan, apa yang
dilarang oleh Moral,
19
misalnya dalam hukum dapat bebas dalam
kewajiban. Ilmu berupaya mengungkapkan realitas
sebagaimana adanya, sedangkan moral pada dasarnya
adalah : petunjuk tentang apa yang seharusnya dilakukan
manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan
alternatif untuk membuat keputusan politik dengan berkiblat
kepada pertimbangan moral. Ilmuwan mempunyai
tanggung jawab profesional, khususnya di dunia ilmu dan
dalam masyarakat ilmuwan itu sendiri dan mengenai
metodologi yang dipakainya. Ilmuwan juga memikul
tanggung jawab sosial, yang bisa dibedakan atas tanggung
jawab legal yang formal sifatnya, dan tanggung jawab moral
yang lebih luas cakupannya.
Ilmu dan moral termasuk kedalam genus pengetahuan yang
mempunyai karekteristik masing-masing. Tiap-tiap
pengetahuan mempunyai tiga komponen yang merupakan
tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya.
Komponen tersebut adalah Ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
Ontologi merupakan asas dalam menetapkan batas atau
ruang lingkup yang menjadi obyek penelaahan serta
penafsiran tentang hakikat realitas dari obyek penelaahan
tersebut. Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
tentang yang ada, contohnya : tentang obyek, apa yang
ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut?
Epistemologi merupakan asas mengenai cara bagaimana
materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu
tubuh pengetahuan.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan
tentang asal muasal, sumber, metode, struktur dan validitas
atau kebenaran pengetahuan.
Misalnya apakah kebenaran? Apakah kreterianya?
20
Aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan
yang telah diperoleh aksiologi cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai secara umum dan disusun dalam
tubuh pengetahuan tersebut. Contohnya: untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan.
7. Etika
Selanjutnya akan dipaparkan Etika secara etimologi
berasal dari Bahasa yunani Ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah:
cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau
perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik dan
buruk. Yang dapat dinilai baik buruk adalah sikap manusia
yaitu: menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-
gerakan, kata-kata dan sebagainya, adapun motif watak, suara
hati sulit akan dinilai. Perbuatan atau tingkah laku yang
dikerjakan dengan kesadaran yang dapat dinilai. Sedangkan
yang dikerjakan dengan tidak sadar tidak dapat dinilai
dengan baik dan buruk.
Etika dapat dibagi sebagai berikut:
a. Etika deskriftif : hanya melukiskan,
menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak
memberikan penilaian, tidak mengajarkan bagaimana
seharusnya berbuat. Contohnya: sejarah etika.
b. Etika normatif. Adalah: sudah memberikan
penilaian yang baik dan yang buruk, yang harus
dikerjakan dan yang tidak.
Etika normatif dapat dibagi menjadi etika umum dan
etika khusus. Etika umum : membicrakan prinsip-
prinsip umum, seperti: apakah nilai, motivasi suatu
perbuatan, suara hati. Etika khusus adalah:
pelaksanaan prinsip-prinsip umum seperti: etika
pergaulan, etika dalam pekerjaan.
21
Penerapan dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan dan
kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses
perkembangan lebih lanjut ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut
kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dalam hal ini berarti ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga
keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada
kepentingan umum, kepentingan generasi yang akan datang,
dan bersifat universal. Karena pada sadarnya ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan
dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia.
Moral berasal dari bahasa latin mos jamaknya mores yang
berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya,
tetapi dalam penilaian sehar-hari ada sedikit perbedaan.
Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk penkajian sistem
nilai yang ada.
8. Keadilan
Tiap manusia mempunyai rasa keadilan, tetapi yang
dikarunia Tuhan untuk merumuskan dengan tegas ialah
Bangsa Romawi sesuai dengan yang dirumuskan
Ulpianus sbb:
“Iustitia et constans et perpetua voluntas ius suum cuique
tribuere. Iuris prodentia et divinarum atque humanorum
rerum notitia.iusti atque iniusti scientia”
Keadilan adalah kehendak yang ajeg dan tetap untuk
memberikan kepada masing-masing bagiannya. Ilmu
hukum (jurisprudential) ialah pengetahuan tentang
perkara-perkara illahi dan manusiawi, ilmu tentang adil
22
dan tidak adil. Keadilan itu bertalian dengan sikap dan
perhubungan dengan sesama manusia. Keadilan
menuntut memberlakukan sesama manusia hidup
diberlakukan harus manusiawi. Harus memperhatikan
keberadaan pihak lain, hak hidup pihak lain. Keadilan
mewajibkan mengakui pihak lain sebagai mahkluk yang
pada hakikatnya sama dan sama nilai dengan diri sendiri.
Keadilan menetapkan pihak lain sebagai subyek dan
menjauhkan dari kesewenang-wenangan.
Selanjutnya akan dipaparkan Filsafat Bangsa, dalam
paparan alam semesta secara rasional (akal) bukan
irrasional, karena mereka kagum terhadap ciptaan Tuhan,
“merenung karena pemikiran” Semua aspek dalam
kehidupan bangsa mengalir dari filsafat yang dianutnya
secara konsekwen agar tidak menimbulkan konflik.
Karena sesuai dengan pola yang dianutnya
(paradigma), semua mengalir dari Filsafat Bangsa.
Untuk itu selanjutnya akan dipaparkan tentang Fisafat
Bangsa.
Filsafat Bangsa : penglihatan manusia terhadap dirinya
dalam alam semesta atau dalam pergaulan hidup dan
tempat manusia dan Tuhannya., harus seimbang. Filsafat
manusia boleh mengambil obyek apa saja didunia apakah
alam semesta seperti filsuf Anaximander, Herakleitos dan
Paremenides, orang Yunani abad Purbakala sebelum
Sockrates.
Dalam paparan Alam Semesta secara Rasional (akal) bukan
irrasional karena mereka kagum terhadap ciptaan Tuhan, “
merenung karena pemikiran”.
Socrates tidak mengikuti filsuf pendahulunya yang
mengambil isi Alam Semesta tetapi Manusia, Filsafat
tentang Manusia. Pemikiran Socrates dengan keyakinannya
bahwa manusia baru menjadi manusia manakala ia adalah
23
warga polis (dalam bahasa zaman sekarang: warganegara)
dan bersemayamnya akal pada diri manusia (logos en auton).
Menurut Plato, Polis memang tidak dapat dilihat terlepas dari
individu manusia, mupun sebaliknya. Manusia adalah Polis
yang kecil, sedangkan Polis adalah masyarakat yang besar.
Salah satu muridnya Aristoteles menegaskan kenyataan itu
sebagai dalil yang sering dikutip diseluruh dunia zoon
politicon. Karena manusia hanya dapat mewujudkan cita-cita
hidupnya dalam kehidupan bersama. Didorong oleh fitrah
atau nalurinya sebagai Homo Sapiens manusia sebagai
mahluk yang dapat berpikir itu mempunyai kecenderungan
untuk bersikap bijaksana dan cinta akan kebijaksanaan.
Karena Homo Socialis yang berkecenderungan untuk
bermasyarakat ia ingin konsistensi dalam posisi manusia
yang arif dan bijaksana ditengah-tengah masyarakat.
Timbullah pertanyaan di negara Indonesia yang sudut
pandang filosofinya Pancasila bagaimanakah Filsafat Hukum
Pancasila?
9. Filsafat Hukum Pancasila
Filsafat diartikan : karya manusia tentang sesuatu,
yang mengunakan alat-alat perlengkapan apa yang
dimiliki manusia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa
untuk menempuh kehidupannya dikenal tiga
kelengkapan utama yaitu:
1. Rasa, contohnya: seniman, kagum, heran
dilanjutkan dengan,
2. Ratio, contohnya: ilmuan,
3. Raga, contohnya petinju, kuli (menggunakan otot).
Ini berarti Filsafat merupakan hasil pemikiran manusia
tentang hakekat manusia. Sering orang mengartikan Filsafat
manusia inti sedalam-dalamnya. Hakekat sesuatu tempat di
alam semesta dan hubungan sesuatu dengan alam semesta
yang lain. Ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba
24
menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Kalau memang
itu tujuannya tidak semua dapat melepaskan diri dari
masalah-masalah yang ada didalamnya. Makin jauh
beravoturir dalam penjelajahan ilmiah.
Masalah-masalah tersebut mau tidak mau akan timbul,
contohnya:
1. Apakah dalam batu-batuan yang saya pelajari di
laboratorium terpendam poros kimia-fisika atau
tersembunyi roh halus?
2. Apakah manusia yang begitu hidup, tertawa,
menangis dan jatuh cinta itu merupakan proses kimia-
fisika juga?
3. Apakah pengetahuan yang saya dapatkan ini
bersumber pada kesadaran mental atau hanya
rangsangan penginderaan belaka?
Semua permasalahan ini akan menjadi kajian dari para ahli
filsafat sejak dahulu kala. Tersedia segudang filsafat dalam
menjawabnya, bisa setuju atau tidak setuju dengan mereka.
Bahkan setiap orang boleh mengajukan filsafat, dengan
demikian pada dasarnya setiap “ Ilmuwan boleh mempunyai
filsafat individual yang berbeda-beda”.
Bisa menganut:
1. Faham Mekanistik,
2. Menganut Faham Vitalistik dan
3. Bisa menganut Faham Materialistik atau
4. Faham Idealistik.
Titik pertemuan kaum Ilmuan dari semua ini adalah sifat
pragmatis dari Ilmu.
Semua aspek dalam kehidupan bangsa mengalir dari filsafat
yang dianutnya secara konsekwen agar tidak menimbulkan
konflik. Karena sesuai dengan pola yang dianutnya
(paradigma), semua mengalir dari Filsafat Bangsa.
25
Demi obyetivitas ilmu, ilmuwan harus bekerja dengan cara
ilmiah. Sifat ilmiah dalam ilmu dapat diwujudkan apabila
dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah:
a. Ilmu harus mempunyai obyek, ini berarti bahwa
kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai
adalah persesuaian antara pengetahuan dan
obyeknya.
b. Ilmu harus mempunyai metode, ini berarti bahwa
untuk mencapai kebenaran yang obyektif, ilmu tidak
dapat bekerja tanpa metode yang rapi.
c. Ilmu harus sistematik, ini berarti bahwa dalam
memberikan pengalaman obyeknya dipadukan secara
harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur.
d. Ilmu bersifat universal berarti bahwa kebenaran
yang diungkapkan oleh ilmu tidak mengenai sesuatu
yang bersifat khusus, melainkan kebenaran itu
berlaku umum.
Ilmu merupakan pengetahuan kita pelajari sejak bangku
Sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan hingga
Perguruan Tinggi.
Berfilsafat tentang Ilmu berarti berterus terang pada diri
sendiri.
Contohnya:
1. Apakah yang sebenarnya diketahui tentang ilmu?.
2. Apakah ciri-ciri yang hakiki yang membedakan ilmu
dari pengetahuan lainnya dan yang bukan ilmu?
3. Bagaimana ketika mengetahui ilmu merupakan
pengetahuan yang benar?
4. Kreiteria apa yang dipakai dalam menentukan
kebenaran secara ilmiah?
5. Mengapa harus mempelajari ilmu?
6. Apakah kegunaan yang sebenarnya?
26
Dengan demikian berfilsafat berarti berrendah hati,
mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah didapat dan
diketahui.
1. Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan
yang diketahui dalam kehidupan ini?
2. Dibatas manakah ilmu dimulai dan dibatas manakah
ia berhenti?
3. Kemanakah saya harus berpaling dibatas ketidak
tahuan ini?
4. Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu?
5. Mengetahui kekurangan bukan berarti
merendahkanmu, namun secara sadar “
memanfaatkan, untuk lebih jujur dalam
mencintaimu”.
Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan :
“Orang yang berpijak ke Bumi sedang tengadah ke
Bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya
dalam ke semestaan Galaksi. Atau juga orang yang berdiri
di Puncak yang tinggi memandang ke Ngarai dan Lembah di
bawahnya. Dia ingin menyimak KehadiranNya dengan ke
Semestaan yang ditatapnya”.
Karakteristik Berpikir Filsafat yang Pertama adalah
Sifat Menyeluruh:
1. Seorang Ilmuwan tidak puas mengenal ilmu dari sudut
pandang ilmu itu sendiri.
2. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi
pengetahuan yang lainnya.
3. Ia ingin mengetahui kaitan Ilmu dengan Moral,
4. Kaitan Ilmu dengan Agama dia ingin yakin apakah ilmu
membawa kebahagian pada dirinya. Selanjutnya akan
27
dipaparkan pula mengenai peran Ilmu Pengetahuan
dalam Pembangunan.5
5. Peran Ilmu Pengetahuan dalam pembangunan sebagaimanaa diketahui dalam Garis-garis besar
haluan negara (GBHN) yang disepakati di Indonesia.
Pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur
yang merata material dan spiritual berdasarkan
Pancasila. Pancasila di dalam wadah negara RI yang
merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan
dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
6. Dari sudut Sistem, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
adalah : bagian yang integral dalam pembangunan
dan pengelolaan kehidupan bangsa, sekaligus sebagai
bagian dalam subsistem pendidikan. Sedangkan
pendidikan dan kebudayaan adalah bagian yang
integral dari keseluruhan Sistem Pengelolaan
Kehidupan Nasional.
Maka Landasan-landsasan Pengelolaan Kehidupan
Bangsa keseluruhan yakni; dengan
Landasan Ideal: Pancasila,
Struktural: Sistem Pemerintahan termasuk Sistem
pengorganisasian kegiatan-kegiatan pembangunan
pendidikan dan kebudayaan dan
Operasional: Tujuan Nasional yang tersebut dalam
alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945.
5 Arief Sidharta, FilsafatHukum Pancasila (DIKTAT), Program
Pascasarjana DIH UNPAR, Bandung, 2007, hlm 5
28
Sebagai suatu bagian yang integral dan keseluruhan
Sitem Kehidupan dan Pembangunan Nasional, Ilmu
pengetahuan itu mempunyai dua kedudukan ganda
sekaligus sbb:
1. Secara tali menali dengan subsistem lainya yaitu:
Politik, Ekonomi, Hankam serta subsistem
lainnya yang terdapat di lingkungan Sosial
Budaya, Ilmu Pengetahuan hanya dapat
dikembangkan dengan dukungan dari subsistem
yang lainnya.
2. Subsistem Ilmu Pengetahuan adalah faktor yang
sangat menentukan sukses pengembangan
subsistem lainnya.
Maka secara strategis di negara ini harus jelas usaha-usaha
yang harus dikembangkan dan tingkatan Negara dapat
menciptakan Ketahanan Nasiona
Di bidang Ilmu pengetahuan dalam arti; dapat menguasai
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (science and
technology). Untuk keperluan berbagai bidang
kehidupan dan Pembangunan. Tidak sekedar sebagai
peminjam atau penumpang dalam kemampuan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi itu kepada bangsa asing.6
Ilmu dalam bahasa Inggris: Science,
Dalam bahasa Latin disebut scientia (Pengetahuan),
Scire (mengetahui), sinonim yang paling akurat dalam
bahasa Yunani adalah Episteme.
Obyektivitas adalah Hakikat Ilmu, karena sebagai
Pengetahuan (rohani) Ilmu yang sendirinya “ harus
mengejar Kebenaran”. Ciri Hakiki lainnya dari Ilmu ialah Metodelogi Ilmu
sebab kaitan logis yang dicari Ilmu tidak dicapai dengan
6 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian , Mandar Maju, Bandung,
1994, hlm 55.
29
penggabungan yang tidak teratur dan tidak terarah dari
banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.
Sebaliknya Ilmu menuntut pengamatan dan berpikir
metodis tertata rapi, alat bantu Metodelogis yang
penting adalah Terminologi Ilmiah. Yang mencoba
menetapkan sejelas mungkin ungkap-ungkap lingustik
bagi konsep-konsep ilmu.
Kodrat ilmu sendiri merupakan problem dalam filsafat,
pada masa lain terpisah dari filsafat. Ilmu dahulu
dipandang sebagai disiplin tunggal, sekarang sebagai
perangkat jamak disiplin. Istilah ini mengandung arti kuat
dan lemah tergantung kaitannya dengan disiplin yang
lebih erat dengan kebenaran yang tak berubah, atau opini
(keyakinan) yang berubah-ubah.
Seperti dipaparkan dalam uraian terdahulu Tujuan Filsafat
priode awal ialah: mencari unsur dasariah alam semesta,
suatu usaha yang sekarang disebut Ilmiah. Pada priode ini
tidak dibuat perbedaan antara Ilmu dan Filsafat.
Kegunaan Filsafat7
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa: dengan belajar
filsafat semakin menjadikan orang mampu untuk
menangani berbagai pertanyaan mendasar manusia yang
tidak terletak dalam wewenang metodis ilmu-ilmu
khusus. Jadi filsafat membantu untuk mendalami berbagai
pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan
lingkup tanggung jawabnya. Kemapuan itu dipelajarinya
dari dua jalur sbb : secara sistematik dan secara historis.
Secara sistematik artinya: filsafat menawarkan berbagai
metode terakhir untuk menangani masalah-masalah
mendalam manusia, tentang hakikat kebenaran dan
7 Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di indonesia Suatu
pengantar, Bumi Aksara, 2007, hlm 18.
30
pengetahuan. Baik biasa maupun ilmiah tentang tanggung
jawab dan keadilan.
Secara Sejarah Filsafat artinya: untuk
mendalami,menanggapi serta belajar dari jawaban-
jawaban yang sampai sekarang ditawarkan oleh para
pemikir dan filsuf terkemuka.
Menurut Franz Magnis Suseno, ada tiga kemampuan
yang sangat dibutuhkan oleh segenap orang zaman
sekarang harus memberikan pengarahan, bimbingan dan
kepemimpinan spritual dan intelektual dalam masyarakat
sebagai berikut:
a. Suatu pengertian lebih mendalam tentang manusia
dan dunia. Dengan mempelajaari berbagai
pendekatan pokok terhadap pertanyaan-pertanyaan.
Manusia yang paling hakiki, serta mendalami
jawaban-jawaban yang diberikan oleh para pemikir
besar umat manusia, wawasanan, dan pengertian kita
sendiri diperluas.
b. Kemampuan untuk menganalisis secara terbuka dan
kritis berbagai argumentasi, pendapat, tuntutan dan
legitimasi dari pelbagai agama, ideogi dan
pandangan dunia.
c. Pendasaran metodis dan wawasan lebih mendalam
dan kritis dalam menjalani studi-studi diIlmu-ilmu
khusus, termasuk teologi.
Kemudian Ilmu dianggap sebagai bagian dari Filsafat dan
pada akhirnya sebagai seperangkat Disiplin. Disiplin yang
bersama-sama terlepas dari filsafat.
Ilmu Pengetahuan dicirikan sebagai usaha untuk
mengumpulkan hasil Pengetahuan secara “teratur dan
sistematis, berkat adanya refleksi”.
31
Pengungkapan itu terjadi dalam macam-macam model
yang dapat digolongkan menjadi dua model dasar yaitu
sbb:
1. model aposteriori (dengan kata lain post sesudah,
karena segala ungkapan ilmu-ilmu bersangkutan, baru
terjadi sesudah pengamatan).
2. Model apriori (dari kata latin prius sebelum, karena
ilmu-ilmu ini ingin menentukan apa kiranya yang
mendahului adanya gejala kenyataan itu).
Plato membedakan antara: Pengetahuan (Episteme) dan
Opini (Doxa).
Ini model “Apriori” sudah dirintis Plato.
Aristoteles memandang Ilmu sebagai Pengetahuan
Demonstratif tentang sebab-sebab hal. Ilmu harus dibedakan
dari Dialetika (Premis-premis yang tidak pasti) dan tidak
Eristika (tujuannya) ialah: mengungguli penonton.
Ilmu-ilmu ada yang: Teoritis, Praktis dan Produktif.
Ilmu-ilmu Teoritis lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kedua yang lain, akan tetapi Ilmu bersifat plural masing-
masing harus dimengerti dalam bentuk kerangkanya sendiri.
Aristoteles mengutarakan suatu model ilmu dimana sebagai
hasil pemeriksaan Aposteriori diperoleh suatu pengetahuan
melalui sebab-musabab, yang faham Apriorinya menjadi ciri
khas ilmu.8
Ciri Khas Filsafat:
Mencari sebab musabab pertama, dapat dikatakan juga
mencari “sebab musabab paling akhir atau paling dalam”.
Rumus-rumus seperti mengungkapkan bahwa urusan filsafat
dalam arti tertentu, terjadi jauh-jauh dari kehidupan sehari-
hari, tetapi sekaligus dekat yaitu inti gejala-gejala yang
dialami dan diselidiki.
8 C.Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan,
Gramedia, Jakarta, 1989, Hlm 12.
32
Aristoteles menegaskan kenyataan sebagai dalil yang sering
dikutip diseluruh dunia Zoon Politikon artinya:
Manusia itu selalu hidup dengan manusia yang lainnya dan
selalu pula berorganisasi. Karena manusia hanya dapat
mewujudkan cita-cita hidupnya dalam kehidupan bersama.
Semua aspek dalam kehidupan bangsa mengalir dari fiilsafat
yang dianutnya secara konsekuen. Supaya tidak
menimbulkan konflik karena tidak sesuai dengan pola yang
dianutnya (paradigma) semua itu mengalir dari Filsafat
Bangsa,
Filsafat Bangsa Indonesia, adalah: Filsafat Hukum
Pancasila merupakan Grand Teori (Teori payungnya).
Sedangkan Cita Hukum adalah: Gagasan, Karsa, Cipta,
Pikiran berkenaan dengan Persepsi tentang Makna Hukum.
Berintikan: Kehasilgunaan, Kepastian, Prediktibilitas dan
Keadilan.
Cita Hukum diramifikasi (diejawantahkan) ke dalam Tatanan
Hukum: berbagai Perangkat aturan Hukum Positif, Asas-
asas Hukum dan Pranata-pranata Hukum, Lembaga-lembaga
Hukum.
Pandangan Hidup, keyakinan keagamaan, kenyataan
kemasyarakatan diimplimentasi/ dielaborasi ke dalam proses
pengkaidahan perilaku warga masyarakat memunculkan
Cita hukum. Mempengaruhi dan berfungsi sebagai, asas
umum yang mempedomani, Norma Kritik (kaidah evaluasi)
dan faktor memotivasi.
Penyelenggaraan Hukum dan Perilaku Hukum.
Tata Hukum Ramifikasi (pengejewantahan) cita hukum kedalam berbagai:
Asas dan Kaidah Hukum yang tertata dalam sebuah Sistem.
33
Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila :
landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur
dasar organisasi negara. Cita hukum Pancasila:
mencerminkan Tujuan Negara dan nilai-nilai dasar yang
tercantum dalam UUD 1945, Pancasila Pandangan Hidup
Bangsa Indonesia.
Berdasarkan jalan pikiran yang demikian termasuk Ilmu dan
Etika, tidak cukup diukur menurut ukuran-ukuran
kefilsafatan yang dikenal secara umum. Tetapi harus dilihat
lagi ukuran kefilsafatan yang khusus yang berdasarkan
pandangan hidup masyarakat setempat atau negara. yang
menurut bangsa Indonesia yang menganut Pancasila dan
Asas Keseimbangan. Ilmu “takkan digunakan untuk alat menghancurkan, tetapi
alat kehidupan damai”.
Contohnya: Untuk meningkatkan kehidupan masyarakat
diberbagai bidang. Tempat manusia (dirinya) dalam
Pergaulan Hidup dengan Alam Semesta dan Tuhannya,
yang menyatukan semua adalah Agama (dari Allah),
Mengutip apa yang dikatakan Francis Bacon bahwa:
Filsafat yang dangkal memang cenderung keatheisme, namun
Filsafat yang dalam akan membawa kembali pada Agama.
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu
mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula.
Sedangkan Filsafat:
1. Studi atau Ilmu Pengetahuan yang membahas
tentang sifat-sifat pokok dari Peradaban, Ilmu
Pengetahuan, dan dari hal-hal yang baik, yang
mencakup Ontologi, Epistemologi, Logika,
Metafisika, Etika dan Estetika.
2. Teori yang mendasari Alam Pikiran, Ideologi, atau
suatu kegiatan,
34
3. Pengetahuan dan Penyelidikan dengan Akal Budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya.
Hukum: Tata Aturan dan Perundang-undangan.
Etika : Ilmu yang membahas atau menyelidiki nilai
dalam tindakan moral, pengkajian soal
keahlakan/moralitas.
Profesi bidang pekerjaan yang ditekuni yang
didasarkan pada Keahlian atau Keterampilan
(kompetensi) yang dimiliki.9
Dengan demikian Filsafat Hukum Etika dan Profesi adalah:
1 studi atau ilmu pengetahuan yang membahas tentang sifat-
sifat pokok dari Peradaban, Ilmu Pengetahuan, dan dari hal-
hal yang baik, yang mencakup ontologi, epistemologi, logika,
metafisika, etika dan estetika. 2. Teori yang mendasari alam
pikiran, ideologi, atau suatu kegiatan, 3. Pengetahuan dan
penyelidikan dengan Akal Budi mengenai hakikat segala
yang ada, sebab, asal, dan hukumnya Tata aturan dan
perundang-undangan. Menyelidiki nilai dalam tindakan
Moral, pengkajian soal keahlakan/moralitas. Moral adalah
keseluruhan norma tentang yang baik, yang membedakan
dari pada yang jahat. Bagi kelakuan dan jiwa kelakuan
manusia dalam masyarakat. Sedangkan Profesi adalah:
bidang pekerjaan yang ditekuni yang didasarkan pada
keahlian atau keterampilan (kompetensi) yang dimiliki.
Manusia dalam dirinya terdapat “Akal Budi dan Hati
Nurani” memunculkan penghayatan tentang “keadilan”
tentang adil atau tidak adilnya perilaku atau situasi/keadaan
tertentu memunculkan Kesadaran Hukum. Penilaian dalam
situasi kemasyarakatan tertentu, orang seyogyanya
berperilaku dengan cara tertentu demi Ketertiban
9 M. Dahlan.Y.Al –Barry,L.L ya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah
Ilmiah seri Intelektual, Target Press, 2003, hlm 293
35
berkeadilan. Seyogyanya Penilaian Hukum (rechtsoordeel)
mengalami transformasi lewat proses pemaknaan Akal Budi
dan Hati Nurani terhadap hasil persepsi manusia tentang
situasi kemasyarakatan tertentu.
Dalam kerangka Pandangan Hidup, Keyakinan Keagamaan
dan Keyakinan Etika. Inter aksi sosial diobyektifkan menjadi
Kaidah Hukum pedoman berperilaku untuk masa depan.
Kaidah jika kepatuhannya dipaksakan oleh masyarakat yang
terorganisasi secara politik melalui prosedur tertentu.
Kaidah Hukum: menyandang kekuatan berlaku obyektif,
mengikat umum, mengkaidahi prilaku orang (normatif),
dipengruhi dan mempengaruhi sejarah dan sifat
kemasyarakatan dari masyarakat terkait. Hukum dan
Kaidah Hukum termasuk dunia das sollen (dunia
keharusan) bersumber dan mengarah balik pada dunia das
sein (kenyataan yang ada), menghendaki perwujudan dan
kepatuhan. Hanya mungkin tidak bermuatan kontradiksi,
keberadaan hukum dan kaidah-kaidahnya bersistem. Dengan
sendirinya menciptakan asas pencegah kontradiksi,
keberadaan hukum dan kaidah-kaidahnya bersistem. Dengan
sendirinya menciptakan asas pencegah kontradiksi,
Kesadaran Hukum dalam dirinya sendiri sudah bersistem.
Sistem Hukum (Tatanan Hukum) : keseluruhan aspek
hukum kehidupan masyarakat dipandang sebagai sebuah
sistem yakni suatu keseluruhan yang terdiri atas sejumlah
komponen (subsistem) yang secara ajeg (terkait), tersusun
dalam satu struktur tertentu.
Sistem Hukum (Tatanan Hukum) tersusun tiga komponen
(schuit, Mochtar Kusumaatmadja):
1. Unsur Idiil: sistem makna yuridik, mencakup
keseluruhan asas-asas, kaidah-kaidah, aturan-aturan
dan pranata-pranata disebut Sistem Hukum Positif atau
Tata Hukum.
36
2. Unsur Operasional: mencakup keseluruhan berbagai
organisasi, lembaga, pejabatnya.
3. Unsur Aktual: mencakup keseluruhan putusan dan
perilaku pejabat umum maupun para warga
masyarakat sejauh berkaitan dengan sistem makna
yuridik disebut Budaya Hukum.
Tata hukum (Sistem Hukum Positif):
a. Produk interaksi dialetik antara disatu pihak das
sein (nilai kemasyarakatan) dan lain pihak das
sollen (nilai keharusan) yang menghendaki
realisasi dalam dunia das -sein.
b. Hukum dalam dunia das sollen-sein,
c. Das sollen yang bertumpu dan ditimbulkan oleh
das sein serta terarah balik pada das sein tersebut.
d. Obyek studi Ilmu Hukum (Rechtswetenschap,
Legal Science),
e. Tersusun secaraa hierarkhikal dalam sebuah
Sistem Aturan Hukum.
Penyelenggara Hukum di Indonesia:
1. Pembentukan Hukum
2. Penerapan Hukum,
3. Penegakan Hukum
4. Perilaku Hukum (Pejabat dan Warganegara
Masyarakat).
Penyelengara Hukum di Indonesia mengacu pada Cita
Hukum Pancasila berintikan:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Penghormatan atas Martabat Manusia
3. Pengakuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak
Asasi manusia
4. Wawasan Kebangsaan dan Wawasan Nusantara
5. Persamaan dan Kelayakan
6. Keadilan Sosial
37
7. Moral dan Budi Pekerti yang luhur
8. Partisipasi dan Transparansi dalam Proses
pengambilan keputusan.
Pancasila berpandangan bahwa: Struktur hakiki dan
keberadaan manusia kebersamaan dengan sesama
manusia, saling ketergantungan antar manusia dan antar
manusia dan alam, ketergantungan manusia pada Tuhan
ynag Maha Esa. Berintikan asas Bhineka Tunggal Ika ;
kesatuan dalam perbedaan, perbedaan dalam kesatuan 10
10. Kesimpulan:
1. Filsafat diartikan : Karya manusia tentang sesuatu,
yang menggunakan alat-alat perlengkapan apa yang
dimiliki manusia yang diberikan Tuhan Yang Maha
Esa untuk menempuh kehidupannya dikenal tiga
kelengkapan uatama yaitu: Rasa, contohnya:
seniman, kagum, heran dilanjutkan dengan, Ratio,
contohnya: Ilmuan, Raga, contohnya petinju, kuli
(menggunakan otot). Ini berarti Filsafat merupakan
hasil pemikiran manusia tentang Hakekat Manusia.
2. Pancasila berpandangan bahwa: Struktur hakiki dan
keberadaan manusia kebersamaan dengan sesama
manusia, saling ketergantungan antar manusia dan
antar manusia dan alam, ketergantungan manusia
pada Tuhan yang Maha Esa. Berintikan Asas Bhineka
Tunggal Ika ; kesatuan dalam perbedaan, perbedaan
dalam kesatuan
3. Ukuran kefilsafatan yang khusus yang berdasarkan
Pandangan Hidup Masyarakat setempat atau negara.
yang menurut bangsa Indonesia yang menganut
Pancasila dan Asas Keseimbangan. Ilmu takkan
10
. B. Arief Sidharta, Diktat (bahan kuliah Sistem FisafatHukum
Indonesia), Program Pascasarjana Doktor Ilmu Hukum (DIH) Unpar,
2005.
38
digunakan untuk alat menghancurkan, tetapi alat
kehidupan damai, contohnya: untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat diberbagai bidang. Tempat
manusia (dirinya) dalam Pergaulan Hidup dengan
Alam Semesta, dan Tuhannya yang menyatukan, kita
semua adalah Agama (dari Allah). Mengutip apa yang
dikatakan Francis Bacon bahwa: Filsafat yang
dangkal memang cenderung keatheisme, namun
Filsafat yang dalam akan membawa kembali pada
Agama. Manusia dalam dirinya terdapat akal budi
dan hati nurani memunculkan penghayatan tentang
“Keadilan” 4. Keadilan adalah kehendak yang ajeg dan tetap untuk
memberikan kepada masing-masing bagiannya. Ilmu
hukum (jurisprudential) ialah pengetahuan tentang
perkara-perkara illahi dan manusiawi, ilmu tentang
yang adil dan untuk tidak adil. Keadilan itu bertalian
dengan sikap dan perhubungan dengan sesama
manusia. Keadilan menuntut memberlakukan sesama
manusia hidup diberlakukan harus manusia. Harus
memperhatikan keberadaan pihak lain, hak hidup
pihak lain. Keadilan mewajibkan mengakui pihak
lain sebagai mahkluk yang pada hakikatnya sama dan
sama nilai dengan diri sendiri. Keadilan menetapkan
pihak lain sebagai subyek dan menjauhkan dari
kesewenang-wenangan.
5. Keadilan adalah kehendak yang ajeg dan tetap untuk
memberikan kepada masing-masing bagiannya. Ilmu
hukum (jurisprudential) ialah pengetahuan tentang
perkara-perkara illahi dan manusiawi, ilmu tentang
yang adil dan untuk tidak adil. Keadilan itu bertalian
dengan sikap dan hubungan dengan sesama manusia
menuntut memberlakukan sesama manusia hidup,
diberlakukan harus manusiawi. Harus memperhatikan
39
keberadaan pihak lain dan hak hidup pihak lain.
Keadilan menetapkan pihak lain sebagai subyek dan
menjauhkan dari kesewenang-wenangan.
6. Filsafat Hukum Etika dan Profesi adalah: Studi atau
Ilmu Pengetahuan yang membahas tentang sifat-sifat
pokok dari peradaban, ilmu pengetahuan, dan dari
hal-hal yang baik, yang mencakup ontologi,
epistemologi, logika, metafisika, etika dan estetika. 2.
Teori yang mendasari alam pikiran, ideologi, atau
suatu kegiatan, 3. Pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal, dan hukumnya tata aturan dan perundang-
undangan. Menyelidiki nilai dalam tindakan moral,
pengkajian soal keahlakan/moralitas dan bidang
pekerjaan yang ditekuni yang didasarkan pada
keahlian atau keterampilan (kompetensi) yang
dimiliki.
Selanjutnya dari Akal Budi, ratio dianggap sebagai
ciri khas manusia membedakannya dengan makhluk-
makhluk yang lebih rendah. Secara umum
rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang
menekankan akal budi (ratio) sebagai sumber utama
pengetahuan, Yang akan dibahas selanjutnya
mengenai Rasionalitas dan Science (Suatu Renungan
Filsafat Hukum)
40
SOAL 1. Filsafat berasal dari perkataan Yunani : Philosophia.
Philosophia berasal dari Philos = keinginan dan
Sophia = kebijaksanaan
Pertanyaan: Apakah yang dimaksud dengan filsuf?
2. Apakah Tujuan Hukum ?
3. Apakah Hakekat Hukum?
4. Apakah Asal Hukum?
5. Apakah kedudukan Manusia dalam Hukum?
6. Apakah Norma-norma bagi Penggembala Hukum?
7. Apakah yang dimaksud dengan Lex Aeterna ,ajaran
dari Thomas Aquino ?
8. Apakah yang dimaksud dengan filsafat hukum?
9. Apakah yang dimaksud dengan ideology hukum ?
10. Apakah yang dimaksud keadilan?
TUGAS
Bagaimana Perbedaan Filsafat dengan Filsafat Hukum?
41
BAB II
RASIONALITAS DAN SCIENCE
(SUATU RENUNGAN FILSAFAT HUKUM)
Bab II. memuat rasionalisme adalah pendekatan filosofis
yang menekankan Akal Budi (ratio) sebagai sumber utama
pengetahuan, mendahului atau unggul atas, dan bebas
(terlepas) dari pengamatan indrawi. Rasionalitas :
kemampuan untuk menetapkan sesuatu kebenaran
berdasarkan pemikiran yang logis atau nalar. Kebenaran
bukanlah satu-satunya tujuan akhir dari Ilmu Pengetahuan.
Pencapaian tujuan yang paling mengagumkan dari Ilmu
Pengetahuan adalah: bukan fakta-fakta individual atau juga
hukum-hukum umum. Tetapi merupakan teori yang luas,
yang dapat menjelaskan bermacam-macam fenomena besar.
Contohnya: dalam Ilmu Physics adalah Teori tentang
Relativitas dan Teori Quantum. Masing-masing teori
memberikan pengertian/penjelasan tentang banyak fenomena
dan di biologi, Teori tentang Evolusi dan Genetic telah
diaplikasikan secara luas. Rasionalitas dari science harus
mempertimbangkan apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh
Ilmu Pengetahuan itu sendiri. Tujuan praktikal adalah
termasuk di dalamnya peningkatan kesejahteraan manusia
melalui kemajuan-kemajuan teknologi. Untuk sebagian besar
Ilmuwan, komitmen untuk mengembangkan penjelasan dan
kebenaran dalam pengambilan keputusan secara praktis
adalah merupakan input secara emosional.
42
1. Rasionalitas dan Science
Ratio dianggap sebagai ciri khas manusia
membedakannya dengan mahluk-mahluk yang lebih
rendah. Ratio: Reason (bahasa Inggris), Ratio (bahasa
latin), yang berarti hubungan, pikiran. Dalam bahasa
Yunani terdapat tiga istilah yang secara garis besar sama
artinya: Phronesis, Nous, dan Logos.
Menurut Pengertian Umum :
a. Kemampuan untuk melakukan abstraksi, memahami,
menghubungkan, merefleksikan, memperhatikan
kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan, dan
sebagainya,
b. Kemampuan untuk menyimpulkan. Bila dipikirkan
sebagai kemampuan, ratio berbeda dengan
kemampuan perasaan, kemampuan intuisi dan
sebagainya. Dan biasanya Ratio dianggap sebagai ciri
khas manusia membedakannya dengan makhluk-
makhluk yang lebih rendah. Ratio juga dibedakan dari
Iman, Wahyu, Intuisi, Emosi atau Perasaan,
Pencerapan, Persepsi, Pengalaman.11
2. Pengertian Rasionalitas
Rasional (bahasa Inggris), Latin: Rationalis (masuk
akal), dari Ratio (Akal Budi) beberapa pengertian:
1. Secara umum, Rasional menunjukkan modus atau
cara Pengetahuan Diskursif, Konseptual yang khas
manusiawi. Jadi, Rasional tidak sama dengan
“intelektual”. Tidak semua Pengetahuan
intelektual harus terdapat dalam konsep-konsep.
Pemahaman akan keindahan, misalnya, tidak
bersifat diskursif. Cara mengetahui yang sesuai
dengan mistisisme, sama sekali tidak konseptual,
11
Bagus Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Umum, 2005, hlm 926.
43
tetapi tetap intelektual. Bahkan kesadaran
seseorang akan kegiatan mentalnya sendiri adalah
intelektual, tetapi tidak perlu terikat pada konsep-
konsep.
2. Dalam arti khusus, Rasional berarti : konklusif,
logis, metodik. Ilmu Pengetahuan Rasional
merupakan Ilmu yang bersifat deduktif atau reduktif
(yakni berasal dari prinsip-prinsip). Bilangan Rasional
merupakan sesuatu yang dapat dinyatakan dengan
hubungan antara dua bilangan secara keseluruhan.
3. Rasional juga berarti mengandung atau mempunyai
Ratio atau dicirikan oleh Ratio, dapat dipahami,
cocok dengan Ratio, dapat dimengerti, ditangkap,
masuk akal, melekat pada (berhubungan dengan)
sifat-sifat pemikiran seperti konsistensi, koherensi,
kesederhanaan, keabstrakan, kelengkapan, teratur,
struktur logis.12
Dengan demikian Rasionalisasi, (Inggris) Rationalize,
terdapat beberapa pengertian:
1. Arti positif membuat Rasional (masuk akal) atau
membuat sesuatu dengan akal budi atau menjadi
masuk akal.
2. Arti negatif pembenaran berdasarkan motif-motif
tersembunyi (yang biasanya egoistik). Dalam arti
negatif ini, alasasn-alasan yang diberikan dalam
Rasionalisasi umumnya adalah penemuan-penemuan
yang tidak benar yang lebih dapat diterima oleh ego
seseorang ketimbang kebenaran itu sendiri.13
12
Ibid, hlm 928. 13
Ibid, hlm 929.
44
Rasionalisme, Inggris (rationalism), dari bahasa Latin,
Ratio (akal). Prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam
penjelasan. Penerapan prinsip ini mempunyai banyak
konsekuensi yang berbeda-beda, Secara umum Rasionalisme
adalah pendekatan filosofis yang menekankan Akal Budi
(Ratio) sebagai sumber utama Pengetahuan, mendahului
atau unggul atas, dan bebas (terlepas) dari pengamatan
indrawi.14
Rasionalitas : kemampuan untuk menetapkan
sesuatu Kebenaran berdasarkan pemikiran yang Logis atau
Nalar.15
Asal Usul Pengetahuan Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat penting
dalam Epistemologi. Untuk mendapatkan dari mana
pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat dari aliran-
aliran dalam pengetahuan, dan bisa dengan cara metode
ilmiah, serta dari sarana berpikir ilmiah.
Aliran-aliran dalam Pengetahuan.
Dari mana pengetahuan itu berasal dan apa yang diyakini
sebagai kebenaran bisa dilihat dari aliran dalam
pengetahuan. Dari lairan ini tampak jelas perbedaannya
bagaimana pengetahuam itu berasal. Alairan ini sebagai
berikut:
a. Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan
yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah
Ratio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akalah yang memenuhi syarat yang dituntut
oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat
yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah.
14
Ibid, hlm 929. 15
M.Dahlan.Y. Al-Barry, L. Lya Sofyan Yacub, Kamus induk istilah
ilmiah seri intelektual, Surabaya: Penerbit Target Press, 2003, hlm 656.
45
Pengalamaan hanya dapat dipakai untuk meneguhkan
pengetahuan yang didapatkan oleh akal.
Akal dapat menurunkan kebenaran daripada dirinya
sendiri, yaitu atas dasar asas pertama yang pasti.
Metode yang diterapkan adalah deduktif. Teladan
yang dikemukakan adalah Ilmu Pasti.
Filsufnya antara lain : Rene Descartes, B. Spinoza
dan Leibniz.
Rene Descartes membedakan tiga ide yang ada
dalam diri manusia yaitu :
1). Inna ideas adalah ide bawaaan yang dibawa
manusia sejak lahir.
2). Adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal
dari luar diri manusia.
3). Factitious ideas adalah ide-ide yang
dihasilkan oleh pikiran itu sendiri.
b. Empirisme
Aliran ini berpendapat, bahwa Empiris atau
pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah.
Akal bukan jadi sumber pengetahuan, tetapi akal
mendapat tugas untuk mengaolah bahn-bahan yang
diperoleh dari pengalaman. Metode yang diterapkan
adalah Induksi.
Filsuf empirisme antara lain John Locke, david
Hume, William James.
David Hume termasuk dalam Empirisme radikal
menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada
sensasi-sensasi (rangsang indra). Pengalaman
merupakan ukuran terakhir dari kenyataan. Willam
James menyatakan bahwa pernyataan tentang Fakta
adalah hubungan di antara benda, sama benyaknya
dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara
langsung dengan indrea.
46
c. Kritisme
Penyelesaian pertentangan antara rasionalisme dan
empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel Kant
dengan Kritisismenya.
Menurut Imanuel Kant, peranan budi sangat besar
sekali. Hal ini tampak dalam pengetahuan apriorinya,
baik yang analitis maupun yang sintetis. Disamping
itu peranan pengalaman (empiris) tampak jelas
dalam pengetahuan aposteriarinya.
Dalam kritis atas Rasio Murni, Immanuel Kant
membedakan tiga macam pengetahuan sbb:
1). Pengetahuan Analitis, disini predikat sudah
termuat dalam subyek. predikatdiketahui melalui
suatu analisis subyek. Misalnya: lingkaran itu
bulat.
2). Pengetahuan Sintetis aposteriori, disini predikat
yang dihubungkan dengan subyek berdasarkan
pengalaman indrawi. Misalnya: kalimat “Hari ini
sudah Hujan “ merupakan suatu hasil observasi
indrawi “sesudah” observasi saya, saya bisa
mengatakan bahwa S adalah P
3). Pengetahuan sintetis apriori: akal budi dan
pengalaman indrawi di butuhkan serentak. Ilmu
pasti, ilmu pesawat, ilmu alam bersifat sintetis
apriori. Kalau saya tahu bahwa 10+5=15 memang
terjadi sesuatu yang sangat istimewa.
d. Positivisme
Positivisme berpangkal dari apa yang telah
diketahui, yang faktual, dan yang positif. Segala
uraian dan persoalan yang diluar apa yang ada
sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Oleh
karena itu, metafisika ditolak. Apa yang kita ketahui
secara positif adalah segala yang tampak, segala
gejala. Arti segala Ilmu pengetahuan adalah
47
mengetahui untuk dapat melihat ke masa depan. Jadi
kita hanya dapat mengatakan atau mengkonstatir
fakta-faktanya, dan menyelidiki hubungan satu
dengan yang lain. Maka tiada gunanya untuk
menanyakan kepada hakikatnya atau kepada
penyebab yang sebenarnya dari gejala-gejala itu.
Yang harus diusahakan orang adalah menentukan
syarat-syarat dimana fakta-fakta tertentu tampil dan
menghubungkan fakta-fakta itu menurut
persamaannya dan urutannya.
Tokoh positivisme adalah Aguste Comte, menurut
Aguste Comte, perkembangan pemikiran manusia
berlangsung dalam 3 tahap atau 3 zaman yaitu:
zaman Teologis, zan metafisis, dan zaman ilmiah
atau zaman positif. Perkembangan yang demikian itu
berlaku, baik bagi perkembangan pemikiran
perorangan maupun bagi perkembangan pemikiran
seluruh umat manusia.
1). Pada zaman atau tahap teologis orang
mengarahkan rohnya kepada
hakikat “batiniah” segala sesuatu, kepada “sebab
pertama” dan “tujuan terakhir” segala sesuatu.
Jadi, orang masih percaya kepada kemungkinan
adanya pengetahuan atau pengenalan yang
mutlak. Oleh karena itu orang berusaha
memilikinya. Orang yakin, bahwa dibelakang tiap
kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang
secara khusus. Pada taraf pemikiran ini terdapat
lagi tahap yaitu:
a). Tahap yang paling bersahaja atau
primitif, ketika orang
menganggap bahwa segala benda berjiwa
(animisme).
48
b). Tahap ketika orang menurunkan
kelompok hal-hal tertentu
masing-masing diturunkannya. Dari
sesuatu kekuatan adikodrati, yang
melatar belakanginya. Sedemikian rupa
sehingga tiap kawasan gejala memiliki
dewa-dewanya sendiri (politeisme)
c). Tahap yang tertinggi, ketika orang
mengganti dewa yang bermacam-macam
itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu
dalam monoteisme
2). Zaman yang kedua yaitu zaman metafisika
sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja
dari zaman teologis. Sebab kekuatan yang adikodrati
atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan yang
abstrak, dengan pengertian atau dengan lahiriah. Yang
kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat
umum, yang disebut alam dan yang dipandang sebagai
asal segala penampakan atau gejala yang khusus.
3). Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu, bahwa
tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan
atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis
maupun pengenalan metafisis. Ia tidak lagi mau melacak
asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini, atau
melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu yang
berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang
berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan
urutan. Yang terdapat pada fakta-fakta yang telah
dikenal atau yang disajikan kepadanya yaitu: dengan
pengamatan dan dengan memakai akal.
. 3. Apakah para Ilmuwan Rasional ?
Pertanyaan apakah para Ilmuwan Rasional? dan yang
bagaimana Rasionalitas seorang Ilmuwan dalam Filsafat
49
keilmuan? Sering didiskusikan dalam konteks secara
teoritis. Bagaimana standarisasi yang dapat memenuhi
kriteria untuk menguji teori-teori keilmuan/ Science dan
apakah para ilmuwan mengikutinya?
Untuk menjawabnya ada banyak argumen-argumen/alasan-
alasan Ilmuan, Pengetahuan selain secara teori, seperti
misalnya menganalisa data eksperimen, alasan-alasan
tersebut kadangkala bersifat praktis. Contohnya jika para
ilmuwan memutuskan untuk melakukan Penelitian suatu
program dan untuk memperlihatkan percobaan-
percobaannya.
Rasionalitas secara keilmuan melibatkan individu-individu
sama halnya seperti juga secara kelompok-kelompok, dari
sini timbul pertanyaan: Apakah komunitas Ilmuwan
bertindak Rasional dalam melakukan aktifitasnya secara
kolektif/grup dalam rangka pecapaian Tujuan dari Ilmu
Pengetahuan itu sendiri.
Bab ini memberikan sebuah review dan proses dari aspek-
aspek tentang Rasionalitas pada Keilmuan.
Landasan Rasional dari kultur Yunani oleh bangsa Romawi,
dengan kulturnya yang berjiwa praktikal, diolah dan
dikembangkan secara pragmatikal menjadi kemampuan dan
kemahiran mengorganisasi (kemampuan berorganisasi).
Dalam penyelenggaraan kehidupan sehari-hari dalam
mewujudkan dan mencapai berbagai tujuan khususnya
urusan-urusan yang berkaitan dengan kenegaraan,
kemasyarakatan dan hukum.
Prestasi gemilang di bidang ketatanegaraan, kemiliteran,
hukum, penataan kota. Sangat jelas mencerminkan
kemampuan dan kemahiran mengorganisasi tersebut. Yang
telah memungkinkan imperium Romawi untuk suatu jangka
waktu yang lama berabad-abad menguasai wilayah yang
sangat luas yang meliputi hampir seluruh Eropa, Asia, Afrika
50
Utara. Wilayah yang sangat luas dengan penghuninya yang
bermacam ragam suku bangsa itu diperintah, diatur dan
dikendalikan dari satu pusat kekuasaan pemerintahan. Yang
berkedudukan di Roma sebagai ibukotanya dengan
bersaranakan “Hukum”.
Dalam pandangan bangsa Romawi, Hukum itu tidak berasal
dari ”atas” (dunia supranatural, dewa-dewa), melainkan
produk karya cipta manusia. Akan tetapi mereka
menempatkan hukum di atas, manusia dalam arti memiliki
atau diberi kekuatan “Obyektif “. Berlaku secara umum
sehingga harus dihormati dan dipatuhi oleh semua orang
termasuk orang-orang yang membentuknya dan yang
mengemban kekuasaan pemerintahan pada umumnya.
Untuk dapat menguasai, menata, menciptakan dan
memelihara ketertibaan berketentraman dalam masyarakat
yang memungkinkan tiap orang dapat menjalani kehidupan
masing-masing secara wajar. Pemerintah Romawi
membentuk, mengembangkan dan secara obyektif
mengimplikasikan hukum berbagai perangkat aturan secara
efisen dan konsisten.
Untuk dapat memahami dan menguasai berbagai perangkat
aturan hukum yang semakin banyak dan semakin majemuk
sejalan dengan perkembangan peradaban yang dipacu
perkembangan perdagangan. muncullah yuris-yuris (cicero,
Seneca, Gaius, Ulpianus) yang secara rasional berupaya
memahami dan menjelaskan tatanan hukum yang berlaku.
Untuk itu para yuris Romawi membentuk berbagai
pengertian hukum (konsep yuridik) sebagi sarana intelektual
dan berupaya menemukan serta merumuskan asas-asas
hukum yang melandasi dan menjiwai berbagai aturan hukum
yang dipelajarinya.
Mereka juga merumuskan berbagai opini hukum tentang
berbagai masalah hukum, doktrin hukum dan maxim hukum.
dengan lahirnya benih Ilmu Hukum yang oleh pakar Sejarah
51
Hukum disebut Ilmu Hukum Romawi atau Ilmu Hukum
klasik. Pada abad ke 11 melahirkan Ilmu hukum sebagai Ilmu
Modern pertama di Bologna. Berbagai produk dan kegiatan
para yuris Romawi ini sangat mendukung penciptaan
danimplementasi Hukum Romawi itu sudah dan semakin
majemuk. Pembangunan hukum bangsa Romawi dengan
dukungan para yuris mencapai puncaknya dengan
terbentuknya kodifikasi (kompilasi) Hukum Romawi
dibawah pimpinan Tribonianus atas perintah dan pengarahan
Kaisar Justianus pada abad 6 (tahun 534) yang disebut
Corpus iuris civilis yang terditri atas codex, Novellae,
Intitutiones, dan Digestum atau Pandectae.
Berkaitan dengan rasionalitas dan keilmuwan, pertanyaan
pertama berkaitan dengan pertanyaan yang klasik, apakah
alasan alamiah dari sebuah “reason”, yang diterima dan
ditolak menjadi penyebab dari suatu pertentangan hipotesa?
Akan diskusikan tentang alasan/reason alamiah di bidang
keilmuan dan yang akhirnya sampai pada pertanyaan tentang
sifat alamiah dari Rasionalitas grup di Ilmu Pengetahuan.
Bab ini juga akan mencoba untuk memberikan pendapat,
Apakah para Ilmuwan secara faktanya Rasional?
Apakah mereka patuh pada ukuran-ukuran Norma dari
Rasionalitas secara individu maupun secara grup?
Berbagai macam faktor Psikologis dan Sosiologis telah
melemahkan Rasionalitas dari Ilmu Pengetahuan itu sendiri.
4. Untuk apa Science itu?
Pertama-tama akan mengkaitkan dengan isu utama; apa
tujuan akhir dari Science?
Umumnya Rasionalitas membutuhkan suatu strategi-strategi
dalam hal alasan-alasan/ sebab-sebab untuk mencapai
tujuannya. Sehingga diskusi tentang Rasionalitas dari
Science harus mempertimbangkan apa yang sebenarnya ingin
52
dicapai oleh Science itu sendiri. Awalnya akan
membedakan secara Epistemology dan secara praktikal
tujuan dari Ilmu Pengetahuan.
Kemungkinan secara Epistemology adalah: termasuk
didalamnya kebenaran/truth, penjelasan/explanation dan
kebenaran empirikal/empirical edequacy. Kemungkinan
tujuan praktikal adalah termasuk di dalamnya peningkatan
kesejahteraan manusia melalui kemajuan-kemajuan
teknologi. llmu Pengetahuan mempunyai semua tujuan
tersebut di atas, tetapi ada beberapa pandangan ekstrim .
Beberapa filsuf mendukung pandangan bahwa tujuan utama
secara Epistemology dari Ilmu Pengetahuan adalah
pencapaian dari kebenaran dan menghindari kesalahan
(Goldmann 1999).
Menurut pandangan ini, Science adalah :
Dalam pengertian Rasional, karena kepercayaan tentang
Rasionalitas itu adalah: semakin bertambah adalah benar.
Sebab secara scientific adalah rasional dalam pengertian
rasionalitas, biasanya untuk menghasilkan kebenaran
yang kuat. Pada pandangan filosofis scientific realism, yang
mempertahankan pandangan bahwa : tujuan dari science
untuk teori-teori Kebenaran dan untuk beberapa alasan
dalam pencapaian tujuan yang dimaksud. Untuk
menghasilkan beberapa teori yang paling tidak mendekati
kebenaran.
Sebaliknya pandangan dari Antirealism adalah: bahwa
kebenaran bukan hal yang wajib diperhatikan oleh science.
Salah seorang tokoh utama Anti Realis adalah Bas van
Fraassen (1980), yang berargumen bahwa: tujuan science
hanyalah untuk kebenaran secara empirika, teori-teori
scientific harus dapat membuat prediksi tentang fenomena
yang diobservasi, tetapi tidak harus diinterpretasikan sebagai
benar atau salah.
53
Pandangan Anti Realist merupakan hal yang tidak biasa dari
segi praktis dan keberhasilan science (lihat Psillos 1999 for a
systematic defence). Sebagian besar ilmuwan berbicara dan
berbuat seolah-olah mencoba untuk menggambarkan
bagaimana sebenarnya dunia ini bekerja, bukan sekedar
mencoba membuat prediksi-prediksi yang akurat.
Lebih jauh keberhasilan-keberhasilan dari teknologi yang
mengagumkan dari science adalah: sangat misterius, kecuali
teori-teori yang dibuat sekurang-kurangnya mendekati
kebenaran.. Misalnya komputer saya tidak akan dapat
memproses bab ini kecuali terdiri dari elektron-elektron yang
bergerak melalui chip silikonnya.
Kebenaran bukanlah satu-satunya tujuan akhir dari science.
Pencapaian tujuan yang paling mengagumkan dari science
adalah: bukan fakta-fakta individual atau juga hukum-hukum
umum, tetapi merupakan “teori yang luas”, yang dapat
menjelaskan bermacam-macam fenomena besar.
Contohnya:
Dalam Ilmu Physics adalah: Teori tentang Relativitas dan
Teori Quantum, masing-masing teori memberikan
pengertian/penjelasan tentang banyak fenomena dan di
biologi,
Teori tentang Evolusi dan Genetic telah diaplikasikan secara
luas.
Bagian utama yang harus dilakukan ilmuwan secara
sungguh-sungguh adalah untuk menghasilkan penjelasan-
penjelasan yang mengikat banyak fakta-fakta yang secara
individu tidak akan begitu menarik.
Ilmuwan-ilmuwan yang hanya bertujuan untuk
mengumpulkan kebenaran-kebenaran dan menghindari
kesalahan-kesalahan akan ditutup oleh hal-hal yang tidak
bernilai.
Oleh sebab itu science bertujuan untuk mencari penjelasan
seperti halnya juga mencari kebenaran. Kedua tujuan ini
54
menghilangkan karakter dari kebenaran secara empirik,
sebab bagi sebagian besar ilmuwan aspek penggambaran dan
aspek observasi terhadap prediksi dari suatu fenomena
adalah untuk menemukan apa yang benar tentang hal-hal
telah disebutkan sebelumnya serta menjelaskannya
Ada juga tujuan-tujuan praktikal yang ingin dicapai science.
Pada abad ke 19 para ilmuwan physicist, seperti contohnya
Faraday dan Maxwell adalah: ilmuwan yang dipengaruhi
oleh tujuan akhir dari epistemology dalam konteks pengertian
fenomena elektronik dan fenomena magnetic.
Hasil karya mereka memungkinkan kemajuan teknologi
elektronik mendunia bagi kepentingan kehidupan umat
manusia. Penelitian-penelitian dibidang elektronik dan laser telah
tertuju pada pencapaian tujuan baik secara Ilmu Pengetahuan
maupun Teknologi.
Teknologi biomolukuler termasuk juga bidang yang
pertama-pertama bertujuan dalam konteks epistemology,
yang kemudian berkembang, termotivasi oleh aplikasi
/penerapan-penerapan yang potensial di bidang pengobatan
dan pertanian.
Hal tersebut di atas hampir sama dengan fokus utama dari
cognitive science, misalnya bidang Psikologi dan Ilmu
tentang Syaraf, yang dapat dipahami sebagai dasar dari
proses berpikir, tetapi tetap mempunyai aspek praktikal.
Contohnya : perkembangan pendidikan, pengobatan sakit
jiwa (mental illness).
Jelas disini salah satu tujuan dari ide-ide ilmu pengetahuan
adalah untuk perkembangan kesejahteraan umat manusia
melalui penggunaan teknologi. Hal ini tidak berarti bahwa
setiap ilmuwan harus mempunyai tujuan seperti yang telah
disebutkan di atas. Karena banyak ilmuwan yang berkarya
tidak dengan tujuan secara aplikatif. Tetapi secara
menyeluruh telah melakukan sesuatu dan harus terus
55
berusaha untuk memberikan kontribusi secara teknologi-
.teknologi.
Pandangan-pandangan yang kritis dari sudut tujuan praktis
keilmuan masih senantiasa eksis. Pandangan tersebut
mengklaim bahwa sebagian besar fungsinya adalah untuk
mempertahankan hegemoni secara desakan yang kuat dari
politik dan ekonomi.
Dengan cara memberikan ideologi-ideologi dan teknologi-
teknologi yang tujuan akhirnya adalah untuk memaksakan
kehendak kepada masyarakat yang lemah. Klaim ini sangat
buruk, tetapi tak dapat disangkal bahwa hasil-hasil dari
penelitian ilmu pengetahuan dapat mempunyai efek yang
negative.
Contohnya: penggunaan secara tidak baik tentang Teori
Superioritas dari ras untuk menjustifikasi kebijakan-
kebijakan politik dan penggunaan kemajuan teknologi untuk
memproduksi senjata-senjata yang mematikan.
Walaupun bahwa Tujuan dari Science adalah : mencari
kebenaran, eksplanatory dan demi kesejahteraan manusia
tidak mengimplikasikan bahwa tujuan tersebut senantiasa
dapat selalu terpenuhi. Hanya tujuan-tujuan dari science
yang secara umum dan yang memang harus ada. Sekarang
sampai pada pertanyaan bagaimana strategi-strategi dari
berpikir rasional yang terbaik untuk memenuhi tujuan-tujuan
tersebut.
Pada dasarnya kegiatan intelektual dalam pengembanan Ilmu
Hukum berlangsung seperti proses pemahaman yang
digambarkan diatas. Yang dimaksud dengan Ilmu Hukum
disini adalah Ilmu Normatif yang termasuk ke dalam
kelom[ok Ilmu-ilmu Praktikal yang keseluruhan ilmiahnya
(menghimpun, memaparkan, mensistematisasi, menganalisis,
menginterprestasi dan menilai Hukum positif) pada analisis
terakhir terarah untuk menawarkan alternatif penyelesaian
terargumentasi yang paling akseptabel terhadap masalah
56
Hukum konkret (aktual maupun potensial) berdasarkan dan
dalam kerangka tatanan Hukum yang berlaku.
Ilmu Hukum ini di Barat biasa disebut Rechtdognatik
(Dogmatik Hukum) atau Practische Recht wetenschap (Ilmu
Hukum Praktikal). Ada pakar yang menyebutnya Ilmu
Hukum positif (Mochtar Kusumaatmadja) atau Ilmu hukum
dogmatik.
Masalah hukum berintikan pertanyaan tentang apa
hukumnya bagi situasi konkret terberi, artinya apa yang
menjadi Hak dan kewajiban orang dalam situasi
kemasyarakatan konkret tertentu., dan berdasarkan itu apa
yang harus dilakukan orang. Uang kepatuhannya tidak
diserahkan sepenuhnya kepada kemauan bebas yang
bersangkutan, melainkan dapat dipaksakan oleh otoritas
publik (pemerintah dan aparatnya) .
Seperti juga semua ilmu juga produk kegiatan pengembanan
Ilmu Hukum adalah proposisi-proposisi yang berfungsi
sebagai hipotesis yang harus terbuka bagi pengkajian
rasional. Proposisi ini yang disebut Proposisi Yuridik
(preposisi hukum). Bermuatan rancangan putusan ukum bagi
situasi kemasyarakatan konkret tertentu yang dapat
dibayangkan mungkin terjadi dalam kenyataan. Putusan
hukum tersebut menetapkan berdasarkan kaidah hukum yang
tercantum dalam suatu aturan hukum, siapa berkewajiban apa
terhadap siapa berkenan dengan apa dan atas dasar apa, atau
siapa berhak atas apa terhadap siapa berkenaan dengan apa
dasar apa, dan berdasarkan itu siapa harus melakukan
perbuatan apa.
Kemudian proposisi-proposisi hukum yang dihasilkannya
ditata atau disistematisasi ke dalam suatu bangunan bersistem
sehingga keseluruhan aturan-aturan hukum yang berlaku
dalam masyarakat. Yang jumlah tidak dapat dihitung, dapat
secara rasional dipahami sebagai sebuah sistem yakni tata
57
hukum yang sehubungan dengan fungsinya bersifat terbuka.
Jadi kegiatan pengembanan Ilmu hukum itu berintikan
kegiatan mendistilasi (mengekstradis) kaidah hukum yang
secara implicit tercanum dalam teks yuridik. Yakni baik
dalam hukum tertulis perun dangan-undangan maupun aturan
hukum tidak tertulis (hukum keboasaan).
Mensistilasi kaidah hukum dari teks yuridis.adalah hakikat
kegiatan intrepretasi teks yuridis yakni tindakan menetapkan
makan wilayah penerapan dari teks yuris tersebut.
Karena itu berdasarkan hakikat kegiatan pengembanan Ilmu
Hukum dapat disimpulkan bahwa Filsafat Hermeneutik
memberikan landasan kefilsafatan (Ontologikal dan
Epistemologikal) pada keberadaan Ilmu Hukum, atau filsafat
Ilmu dari Ilmu hukum. Bahkan dapat dikatakan Ilmu Hukum
sebuah exsemplar Hermeneutik in optima forma, yang
diaplikasikan pada aspek hukum kehidupan bermasyarakat.
Sebab dalam implemaentasikan Ilmu hukum untuk
menyelesaikan suatu masalah hukum, misalnya: di
pengadilan kegiatan interpretasi itu tidak hanya dilakukan
terhadap teks yuridis. Melainkan juga terhadap kenyataan
yang menimbulkan masalah hukum yang bersangkutan
(misalnya menetapkan fakta-fakta yang relevan dan makna
yuridikal)
Pengembanan Ilmu Hukum berintikan kegiatan
menginterpretasi teks yuridik untuk mendistilasi kaidah
hukum yang terkandung dalam teks yuridis itu dan dengan itu
menetapkan makna serta wilayah penerapannya. Antara
ilmuwan Hukum (interpretator) dan teks yuridik itu terdapat
jarak waktu. Teks Yuridik adalah produk pembentuk hukum
untuk menetapkan perilaku apa yang seyogyanya dilakukan
atau tidak dilakukan orang yang berada dalam situasi tertentu
karena hal itu oleh pembentuk hukum dipandang merupakan
tuntutan ketertiban berkeadilan.
58
Jadi terbentuknya teks yuridis itu terjadi dalam kerangka
cakrawala pandang pembentuk hukum berkenan dengan
kenyataan kemasyarakatan yang dipandang memerlukan
pengaturan hukum dengan mengacu cita-cita hukum yang
dianut atau hidup dalam masyarakat.
Dalam upaya mendistilasi kaidah hukum dari dalam teks
yuridis dengan menginterpretasi teks tersebut, interpretator
(ilmuwan dan praktisi hukum) tidak dapat lain kecuali dalam
kerangka pra pemahaman dan cakrawala pandangnya dengan
bertolak dari titik berdirinya sendiri. Jadi terikat pada waktu
yang didalamnya interpretasi itu dilakukan. Dengan demikian
pada tiap peristiwa interpretasi teks yuridik terjadi proses
lingkaran hermeutik yang diinterpretandum (teks yuridik)
dan cakrawala interpretator. Perpaduan cakrawala tersebut
dapat menghasilkan pemahaman baru pada interpretator
tentang kaidah hukum yang terkandung dalam teks yuridis.
Contoh : perkembangan interpretasi Pasal 1365 KUHPer.
Subyektivitas dari hasil interpretasi itu akan dapat dikurangi
hingga mengacu Cita hukum (keadilan, kepastian hukum,
prekditabilitas, kehasilgunaan). Nilai-nilai kemanusiaan yang
fundamental dan sistem hukum yang berlaku. Kedua produk
interpretasi selalu terbuka bagi pengkajian rasional terhadap
argumentasi yang melandasi produk interpretasi tersebut oleh
forum hukum dengan cita hkum, nilai-nilai kemanusiaan
yang fundamental dan sistem hukum sebagai kriteria
pengujinya.
Jadi lewat berbagai perpaduan cakrawala dalam dialogia
rasional dalam forum hukum (dan fora dialogia rasional
publik) dapat diharapkan akan dihasilkan produk interpretasi
yang paling akseptabel, yakni secara rasional dapat
dipertanggung jawabkan karena kekuatan dan sosiologikal
bagi kemungkinan terbentuknya keberlakuan intersubyektif.
Landasan kefilsafatan dan sosiologikal bagi kemungkinan
terbentuknya keberlakuan intersubyektif ini adalah: unsur
59
paling hakiki yang membedakan manusia dan mahluk
lainnya yakni : bahwa tiap manusia memiliki akal budi dan
nurani yang lewat proses interaksi kemasyarakatan dalam
kehidupan sehari-hari (proses bildung) dapat memunculkan
persamaan persepsi secara umum tentang cita hukum dan
kesadaran hukum di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Apa yang dikemukakan di sini berlaku untuk semua bidang
hukum (perdata maupun publik).
Pengembanan Ilmu Hukum dapat dibedakan ke dalam dua
tahap, yakni sebagai berikut:
1. Tahap Pemaparan (berintikan interpretasi) dan
2. Tahap Sistematisasi.
Tentang hal ini Menurut Mochtar Kusumaatmadja
mengatakan bahwa :
Tugas Ilmu Pengetahuan Hukum Positif sebagai berikut:
“Untuk menyusun fakta-fakta mengenai kaidah ini
menjadi suatu kesatuan yang sistematis sehingga dapat
dikuasai. Untuk dapat menyusun secara sistematis
keseluruhan asas dan kaidah ini sehingga dapat kita
menggunakannya sebagai dasar mengambil keputusan.
Maka dilakukan analisis, pembentukan pengertian dan
penggolongan kategorisasi dan klasifikasi dalam arti
menempatkan pengertian-pengertian itu dalam suatu
susunan yang berkaitan menurut unsur-unsur persamaan
yang dimiliki pengertian-pengertian itu”
Tahap pertama adalah melakukan penelitian yang
berupa menghimpun, menata dan memaparkan material
penelitiannya yaitu: menginventarisasi dan mendekripsi
material hukum secara sistematis. Seperti pada ilmu lain,
kegiatan pemaparan ini tidak ketimbang sekedar
mengamati dan mendata atau merekam jumlah, frekuensi,
bentuk, keras lembut, warna dan gerakan.
Pengetahuan pada dirinya sendiri mengimplikasikan
penstrukturan artinya: dalam proses pengamatan dan
60
pendataan, pikiran subyek meletakkan hubungan-
hubungan, membeda-bedakan dan memisah-misahkan
unsur yang esensial dari yang tidak esensial,
mengelompokkan dan memisahkan berdasarkan sejumlah
persamaan dan perbedaan tertentu sebagai kriteria.
Penstrukturan ini pada dasarnya adalah: mengkonstruksi
teori yang kemudian digunakan untuk menata kenyataan
menganalisisnya dan memahaminya. Artinya: setiap
pengetahuan tentang kenyataan apapun adalah
pengetahun hasil interpretasi, sehingga dengan demikian
suda bermuatan teori dan karena hukum itu sesungguhnya
tidak pernah murni obyektif dan netral. Karena itu
sesungguhnya pengetahuan adalah hipotesis yang
diterima sebagai “benar atau sudah terbukti”. Sepanjang
ia dan teori yang melandasinya belum difalsifikasi (Karl
Popper)
Pada pemaparan hukum yang terjadi adalah
menentukan isi aturan hukumsetepat mungkin. Hal
menetapkan isi aturan hukum berarti: menetapkan apa
yang menjadi kaidah hukumnya yang termuat dalam
aturan hukum. hasilnya adalah berupa pernyataan kaidah
yang disebut proposisi kaidah yang pada dasarnya
adalah hipotesis tentang makna aturan hukum atau teks
otoritatif (Undang-undang). Itu sebabnya menurut
Aulis Aarnio mengatakan bahwa:
Ilmu Hukum itu adalah :Ilmu tentang Makna-makna.
Menentukan makna dari sesuatu adalah menginterpretasi
aturan hukum yang menghasilkan proposisi kaidah yaitu:
pernyataan tentang makna dan isi aturan hukum yang
sebagai produk ilmiah dapat dikualifikasi sebagai
hipotesis. Karena itu pemaparan aturan hukum akan
sangat tergantung pada Teori Interpretasi yag dianut oleh
Ilmuwan Hukum.. penggunaan teori interpretasi ini dapat
61
menghasilkan lebih dari satu hipotesis tentang makna
aturan hukum yang ditelaah.
Maka Ilmuwan hukum dalam kerangka Teori Interpretasi
yang dianutnya akan harus memilih dari berbagai makna
aturan hukum yang mungkin itu, satu makna yang paling
optimal (paling tepat) dengan mempertimbangkan
berbagai faktor lain (kenyataan sosial, nilai-nilai
akseptabilitas dan efektivitas). Jadi pengembanan Ilmu
Hukum tidak hanya memaparkan bagaimana aturan
hukum dapat diinterpretasi, melainkan juga secara
teragumentasi menentukan pilihan dari antara berbagai
kemungkinan alternatif makna. Dengan kata lain:
ilmuwan hukum dalam karyanya harus menentukan
bagaimana aturan ituseharusnya diinterpretasi, demikian
Radbruch........ must of necessity work out a single
significance of the law (1951:141).
Dalam konteks menjelaskan bahwa pada waktu
melakukan interpretasi yuridis , yang pertama-tama
dihadapi oleh ilmuwan Hukum adalah: “aksara yang
tertulis dihadapannya” untuk kemudian berusaha
menemukan arti dari aksara (kata-kata tertulis)
tersebut. Dengan begitu si yuris yang membaca itu
menghadapi konsep, pengertian dari kata yang
bersangkutan. Jumlah konsep yang dijumpai itu,
umumnya tidak tunggal. Tidak ada kata yang
bersangkutan. Jumlah konsep yang dijumpai itu
umumnya todak tunggal. Tidak ada kata yang mutlak
tunggal arti. Dari itu, membaca tulisan dalam tahap
tersebut adalah langkah merenung tentang makna dari
konsep yang ada itu yang paling “pas”
Ia dituntut untuk menentukan pilihan dalam kerangka
konsep yang dianut ole Tata Hukumnya. (Apa arti
Yuridis?).
62
Tahap tentang Sistimatisasi Hukum menurut Van
Hoecke mengemukakan: bahwa material hukum dapat
dikelompokkan kedalam empat kategori sebagai berikut:
a. Teks normatif (teks otoritatif) yang mencakup
perundang-undangan, traktat, asas-asas hukum umum,
yuriprudensi, perjanjian baku.
b. Pemakaian Bahasa hukum, rasionalisasi dan
penyederhanaan sistem hukum dengan
mengkonstruksi aturan-aturan umum dan pengertian-
pengertian umum agar bahan hukum menjadi tertata
lebih baik. Lebih jelas tatanan logikalnya dan lebih
mudah ditangani dan digunakan (hanteerbaar)
c. Lebih memudahkan penemuan penyelesaian masalah
hukum yang belum diatur secara eksplisit.
5. Paradigma dalam Ilmu hukum
Disadari atau tidak Ilmuwan Hukum dalam kegiatan
ilmiahnya bertolak dari sejumlah asumsi dan bekerja dalam
kerangka dasar umum (general frame work) tertentu yang
mempedomani kegiatan ilmiah dan memungkinkan
berlangsungnya diskursus (komunikasi dan diskusi secara
rasional) dalam lingkungan komunitas Ilmuwan hukum.
perangkat Asumsi dan kerangka umum tersebut masa kini
dapat disebut “Paradigma dalam Ilmu hukum”
Istilah Paradigma disini menunjukkan: pada cara pandang
atau kerangka berpikir yang mendasarkan Fakta aatu gejala
diinterpretasi dan dipahami, atau umum yang mempedomani
kegiatan ilmiah dalam suatu disiplin, sebagaimana yang
dipopulerkan oleh Thomas S Kuhn lewat karyanya: The
structure of scientific Revolution (1962, 1970)
Jenis argumentasi dalam pengembanan Ilmu Hukum Argumentasi pada dasarnya adalah bentuk penampilan
proses kegiatan berpikir (penalaran).
63
Sejak zaman Yunani sudah dibedakan dua kutub cara
berpikir sebagai berikut:
1. Berpikir aksiomatik (berpikir sistemik)
2. Berpikir topikal (berpikir problematik).
Berpikir Aksiomatik : adalah proses berpikir yang bertolak
dari kebenaran-kebenaran yang tidak diragukan, melalui mata
rantai yang bebas ragu, dsampai pada kesimpulan yang
konklusif.
Proses berpikir ini mengacu pada model pengetahuan yang
pasti yang digambarkan dengan sebuah sistem paramidal
yang puncaknya berupa seperangkat aksioma yang dalam
suatu keseluruhan putusan-putusan detail. Model berpikir
yang ideal ini mencerminkan upaya yang sudah tertanam
dalam pikiran manusia. Dalam proses berpikir, manusia
selalu berupaya menemukan landasan dan pembenaran bagi
pendapatnya dan mengupayakan juga kesatuan, saling
berkaitan, kebertatanan (stelsel matig heid).
Berpikir Problematik : adalah berpikir dalam suasana yang
didalamnya tidak ditemukan kebenaran bebas ragu, yang
didalam pertentangan pendapat masalah bergeser dari hal
menentukan apa yang konklusif (benar). Menjadi apa yang
paling dapat diterima yang paling akseptabel yang paling
plausibel (masuk akal). Untuk itu diajukan alasan-alasan
guna mendukung pendapat tertentu yang kekuatannya diuji
dalam diskusi.
Pengembanan Ilmu Hukum yang terarah untuk
menawarkan penyelesaian terhadap masalah hukum konkret,
aktual maupun potensial. Oleh karena itu model berpikir
dalam Ilmu hukum lah berpikir problematikal.
Namun dalam hukum yang dicari adalah penyelesaian dalam
kerangka tatanan hukum yang berlaku., yang dalam hukum
yang dicari adalah penyelesaian dalam kerangka tatanan
hukum yang berlaku, yang dalam dirinya sendiri hingga
derajat tertentu sudah terstruktur secara sistemik yang
64
menjamin stabilitas dan prediktibilitas. Sehingga dapat
mewujudkan kepastian dan keadilan di dalam masyarakat.
Sehubungan dengan tujuan hukum maka cita-cita untuk
mewujudkan sistem yang sempurna dalam tatanan hukum.
Meskipun tidak akan pernah tercapai menyandang peranan
yang sangat penting yakni: berfungsi sebagai “asas
penataan” Oleh karena itu dalam Ilmu Hukum model
berpikir sistemik juga diperlukan.
Dengan kata lain, berpikir sistemik dan berpikir problematik,
kedua-duanya penting dalam argumentasi yuridis. Berarti
model berpikir dalam argumentasi yuridis atau dalam Ilmu
Hukum adalah kombinasi berpikir problematik dan berpikir
sistemik yang dapat disebut model berpikir problematik
tersistematisasi16
6. Argumentasi Yuridis atau Penalaran Hukum
Mencakup tipe-tipe penalaran sebagai proses intelektual
untuk mencapai kesimpulan dalam memutus perkara yang
digunakan oleh hakim untuk memelihara dan menjustifikasi
rasionalitas dan konsistensi doktrinal, dan untuk
melaksanakan berbagai aktivitas yuridis lain. Seperti
pembentukan Undang-undang, penerapan hukum,
penyelenggaraan peradilan, perancangan hukum, negosiasi
transaksi hukum.
Argumentasi yuridis terdiri atas aspek-aspek sbb:
a. Diskursus hukum,
b. Retorika hukum dan
c. Logika hukum dan
d. Dengan demikian melibatkan penerapan perangkat
asas-asas serta kaidah-kaidah logika dan metode
pemaparan jalan pikiran yang lain.
Diskursus hukum adalah: proses intelektual untuk:
16
Arief sidharta, Struktur Ilmu Hukum, Diktat Program Pascasarjana
Doktor Ilmu Hukum, Unpar , Bandung , 2005, hlm 20.
65
a. Mempengaruhi pikiran dan tindakan secara langsung.
b. Preservasi dan pengembangan tradisi dan nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat hukum yang
terorganisasi secara politik sebagai suatu keseluruhan
c. Preservasi dan pengembangan tradisi dan nilai-nilai
profesi hukum.
Dalam bentuk diskursus hukum adalah Retorika hukum.
Secara umum retorika berarti: persuasi dengan “Appeals to
emotions” dan seni memperoleh dukungan umum dengan
“Appeals to reason” sebagai cara penalaran.
Retorika Hukum ditujukan untuk mempengaruhi pikiran
dan perilaku dalam pembentukan hukum dan pengambilan
putusan. Dengan menampilkan alasan-alasan untuk
mendukungnya
Ciri-ciri khas retorika hukum adalah: “Appeals to
authority” (mengacu otoritas, kewenangan, dasar hukum)
yakni: mengacu pada apa yang biasa disebut sumber hukum
formal yang memberikan kewenangan tersebut. Dalam
pengacuan ini terjadi interpretasi terhadap teks otoritatif.
Salah satu bentuk retorika adalah Logika hukum. logika
hukum adalah: logika yang diterapkan pada bidang hukum.
dalam Logika Hukum silogisme penting dan perlu. Sebab
Ilmu hukum premis-premisnya belum atau tidak terberi,
melainkan harus diciptakan.
Aturan hukum dipandang sebagai Premis mayor selalu
memerlukan interpretasi dalam konteks kenyataan faktual
yang konkret. Selain itu dinamika kehidupan selalu
memunculkan situasi baru yang terhadapnya belum ada
aturan eksplisit yang secara langsung dapat diterapkan.
Aturan hukum selalu mengalami pembentukan dan
pembentukan ulang (dengan interpretasi).
Premis Minor berupa fakta yuridis yakni: fakta-fakta dari
sebuah kasus dalam masalah hukum, juga tidak begitu saja
66
terberi melainkan harus dipersepsi dan dikualifiaksi dalam
konteks aturan hukum yang relevan. Untuk kemudian
diseleksi dan diklasifikasi berdasarkan kategori-kategori
hukum. jadi fakta yuridis bukanlah bahan mentah melainkan
fakta yang sudah diinterpretasi dan dievaluasi. Kesimpulan
tidak begitu saja mengalir dari premis-premis seperti yang
dapat diharapkan dalam silogisme.
Dalam penalaran hukum, kesimpulan sering bergantung pada
“penilaian kelayakan” (judgment) dari pengambilan putusan.
Kualitas penalaran hukum menunjuk pada ciri khas
penalaran hukum:
a. Penalaran hukum berupaya mewujudkan konsistensi
dalam aturan-aturan hukum dan putusan-putusan
hukum. Dasar pikirannya adalah “asas” (keyakinan)
bahwa hukum harus berlaku sama bagi semua orang
yang termasuk ke dalam yurisdiksinya. Kasus yang
sama harus diberi putusan yang sama berdasarkan
“asas similia similibus” (persamaan).
b. Penalaran hukum berupaya memelihara kontinuitas
dalam waktu (konsistensi historikal). Penalaran hukum
akan mengacu pada aturan-aturan hukum yang sudah
terbentuk sebelumnya dan putusan-putusan hukum
terdahulu sehingga menjamin stabilitas dan
preditalibitas.
c. Dalam penalaran hukum terjadi penalaran dialektikal
yakni: menimbang-nimbang klaim-klaim yang
berlawanan baik dalam perdebatan pada pembentukan
hukum maupun dalam proses mempertimbangkan
pandangan dan fakta yang diajukan para pihak dalam
proses peradilan dan dalam proses negosiasi.
Dengan demikin Ilmuan itu adalah Rasional karena dengan
fokus utama kegiatan mengintrerpretasikan teks yuridik
untuk mendistilasi kaidah hukum yang terkandung dalam
teori cognitive science, misalnya bidang Psikologi dan Ilmu
67
tentang Syaraf, yang dapat dipahami sebagai dasar dari
proses berpikir. Tetapi tetap mempunyai aspek praktikal.
Karena salah satu tujuan dari ide-ide ilmu pengetahuan
adalah untuk perkembangan kesejahteraan umat manusia
melalui penggunaan teknologi.
Hanya tujuan-tujuan dari science yang secara umum dan
yang memang harus ada. Sekarang dengan strategi-strategi
dari berpikir rasional yang terbaik untuk memenuhi tujuan-
tujuan tersebut .
Ilmuwan-ilmuwan yang hanya bertujuan untuk
mengumpulkan kebenaran-kebenaran dan menghindari
kesalahan-kesalahan akan ditutup oleh hal-hal yang tidak
bernilai.
7. Model Dari Rasionalitas Secara Individu.
Alasan terkini dari alasan secara scientific, perdebatan yang
serius tentang musnahnya Dinosaurus, Sejak penemuan fosil-
fosil dinosaurus di bab 19, para ilmuwan telah memikirkan
secara serius.
Mengapa Dinosaurus dapat punah ?
Lusinan penjelasan yang berbeda telah diajukan, tetapi pada
dua dekade terakhir ini, satu hipotesa telah secara
menyeluruh diterima; Dinosaurus punah sekitar 65 juta
tahun yang lalu karena sebuah Asteroid yang besar
menabrak bumi. Bukti tentang hipotesa tabrakan tersebut adalah
ditemukannya lapisan iridium (suatu jenis material yang tidak
ditemukan di bumi dan hanya ada pada Asteroid).
Dalam formasi secara Geologi juga ditemukan bahwa
Dinosaurus punah. Apa yang menjadi penyebab sebagian
besar Ahli Paleontology dan Geologi menerima hipotesa
tabrakan ini dan menolak teori yang bertentangan dengan
teori tersebut?.
68
Yang akan berpegang pada 3 jawaban utama dari pertanyaan
ini, yaitu terdiri dari sebagai berikut:
a. Teori konfirmasi (confirmation theory),
b. Teori probalitas Bayesian (Bayesian probability
theory), dan
c. Teori koherensi eksplanatory (theory of
explanatory coherence).
Dalam setiap kasus, akan menggambarkan macam dari
bagian/perwakilan epistemolgi yang ideal dan memikirkan
apakah para ilmuwan pada faktanya adalah bagian atau
perwakilan dari jenis yang spesifik ini.
a. Konfirmasi dan Falsifikasi (Confirmation and
Falsification) Sebagian besar dari karya filsafat ilmu telah mempre-
asumsikan bahwa para ilmuwan adalah perwakilan dari
informasi (information agent) yang dapat dijabarkan
sebagai berikut ( lihat, Hempel 1965).
Para ilmuwan memulai dengan hipotesa-hipotesa yang
mereka gunakan untuk membuat prediksi-prediksi
tentang fenomena yang sedang diobservasi. Jika
percobaan-percobaan atau observasi-observasi lain
memperlihatkan bahwa prediksi tersebut mengandung
kebenaran, maka hipotesa-hipotesa tersebut dapat
dikatakan disetujui.
Hipotesa yang telah melakukan konfirmasi empirik yang
substantive dapat dikatakan benar, atau paling tidak
cukup memuaskan secara empirikal. Contohnya:
Hipotesa bahwa Dinosaurus punah karena Asteroid
menabrak bumi harus dapat diterima jika telah disepakati
oleh prediksi-prediksi yang sukses.
Popper berargumen (1959) bahwa para ilmuwan tidak
harus bertujuan untuk suatu konfirmasi /persetujuan,
tetapi harus melakukan perwakilan falsifikasi
69
(falsification agents). Para ilmuwan menggunakan
hipotesa-hipotesa untuk membuat prediksi-prediksi, tetapi
tujuan utama harus mencari bukti yang bertentangan
dengan hasil-hasil yang sudah diprediksi, pada tempat
pertama adalah penolakan terhadap hipotesa-hipotesa
dibandingkan dengan penerimaan.
Hipotesa-hipotesa yang masih bertahan mencoba
berusaha untuk memfalsifikannya dan dapat dikatakan
didukung dengan bukti-bukti yang ada.. Menurut
pandangan ini, proposisi dari Teori Tabrakan Asteroid ke
bumi penyebab kepunahan Dinosaurus, harus diusahakan
untuk difalsifikasi, yaitu: dengan diuji secara ketat dan
dengan begitu Teori Punahnya Dinosaurus adalah sahih
karena didukung oleh bukti-bukti yang kuat, bukan
diterima hanya karena mengandung kebenaran saja.
Walaupun hipotesa-hipotesa sering digunakan untuk
melakukan prediksi-prediksi, proses dari Ilmu
Pengetahuan adalah :
Sangat kompleks sifatnya bagi para ilmuwan untuk
menggeneralisasikan apakah proses tersebut adalah
bagian dari konfirmasi (confirmation agent) atau bagian
dari falsifikasi (falsification agent).
Pada hal tertentu, sangat jarang para Ilmuwan
mengatakan bahwa:
Hipotesa mereka benar atau salah, dan menampilkan
percobaan-percobaan yang kompleks, sangatlah
beruntung bahwa tujuan dari para ilmuwan adalah untuk
konfirmasi bukan untuk mencari benar atau salah. Banyak
alasan mengapa suatu percobaan dari suatu prediksi
mengalami kegagalan, dimulai dari masalah-masalah baik
peralatan atau personalnya yang dapat menggagalkan hal-
hal yang seharusnsya mengkontrol variabel kuncinya.
Falsifikasi biasanya akan sering membuang jauh/
mengeliminir hipotesa-hipotesa yang bagus.
70
Tetapi para Ilmuwan bukan juga perwakilan dari
konfirmasi, karena hipotesa-hipotesa sering mendapat
dukungan bukan saja dari prediksi-prediksi yang baru,
tetapi juga dari penjelasan data-data yang ditemukan.
Lebih jauh, sering juga terjadi perdebatan atau konflik
dari hipotesa-hipotesa yang secara faktanya dikonfirmasi
dari data empiris.
Seperti argumen dari Lakatos 1970, menurutnya
tujuannya adalah:
Bukan semata-mata apakah hipotesa dikonfirmasi, tetapi
apakah hipotesa-hipotesa tersebut dikonfirmasi lebih baik
dari pesaingnya.
Proses hipotesa adalah bukan hanya sebuah evaluasi
dalam rangka memenuhi prediksi-prediksi dari hipotesa
itu, tetapi lebih pada syarat hipotesa-hipotesa yang
berkompetisi untuk dievaluasi dan yang terbaik adalah
yang akan diterima, dan yang sebaliknya akan ditolak.
Proses perbandingan tersebut merupakan proses dari
pedekatan secara probabilitas dan pendekatan secara
eksplanatory.
b Probalitas /Probalities
Carnap dan beberapa filsuf science telah berusaha
untuk menggunakan sumber dari Teori probabilitas
untuk mengiluminasi alasan scientific (carnap 1950,
Hawson and Urbach 1989, Maher 1993). Perwakilan
probalitas (probabilities agent) bekerja sebagai berikut:
mereka memproses hipotesa dengan berpandangan
bahwa kemungkinan atau probabilitas dari hipotesa
yang didasari oleh bukti, mengekspresikan suatu kondisi
probabilitas P (H/E). alat ukur/standar dari kalkulasi
suatu probabilitas adalah :
Baye’s Theorem, yang salah satu bentuknya adalah:P
(H/E) = P (H)*P (E/H)/P(E)
71
Hal ini berarti : Bahwa dasar dari probabilitas dari
hipotesa H diberikan oleh E, dikalkulasi dengan cara
menjumlah probabilitas awal dari hipotesa dengan
probabilitas dari bukti yang diberikan oleh hipotesa,
semuanya dibagi oleh probabilitas dari bukti yang ada.
Secara intuisi, theorem ini sangat menarik, bahwa
hipotesa menjadi lebih mungkin dengan pengertian
bahwa hal tersebut membuat bukti yang tidak mungkin
menjadi lebih mungkin.
Perwakilan probabilitas/probabilistic agent ini melihat
ke segala bukti yang relevan, mengkalkulasi nilai untuk
P(E) dan P(E/H), termasuk didalamnya beberapa nilai
pertama dari P(H), yang kemudian dikalkulasi P(H/E)
dari dua ide hipotesa, perwakilan probabilitas lebih
mengutamakan hipotesa yang mempunyai dasar
kemungkinan tertinggi.
Probabilistis agent akan menerima Teori tentang
Punahnya Dinaosaurus karena tabrakan jika
kemungkinan atau probabilitas yang diberikan
berdasarkan bukti adalah lebih tinggi dibandingkan bukti
dari teori lawannya.
Bermacam-macam filsuf, seperti Glymor (1980) dan
Earman (1992), telah mendiskusikan problem-problem
yang sifatnya teknis dalam mengaplikasikan Teori
Probabilitas pada sebab-sebab keilmuan, saya hanya akan
menyebutkan apa yang disebut sebagai 3 (tiga) besar
jalan kebuntuan:
1. Apa interpretasi dari kemungkinan/probabilitas dalam
P(H/E)? Probabilitas mempunyai interpretasi yang
paling jelas sama seperti halnya dengan jumlah
populasi dari kejadian-kejadian yang diobservasi;
contohnya probabilitas dari kematian dari 3
kemungkinan muncul adalah 1/6 nya, hal ini berarti
bahwa dalam jumlah percobaan-percobaan yang
72
besar akan ada kecenderungan bahwa setiap satu
peristiwa dalam 6 kali kejadian akan muncul 3
kalinya.
Tetapi pengertian apa yang dapat menghubungkan
probabilitas punahnya Dinosaurus disebabkan oleh
Asteroid menabrak bumi?
Tidak ada cara yang jelas untuk dapat
menginterpretasikan probabilitas dari hipotesa
semacam itu dalam konteks terminologi objektivitas
dari jumlah populasi yang spesifik sifatnya.
Alternatif interpretasi lain untuk jenis probabilitas
adalah: tingkatan kepercayaan, ada bukti yang
substansial bahwa cara berpikir orang tidak setuju
pada teori probabilitas (lihat, contohnya, Kahneman,
Slovic, dan Tversky 1982; Tversky 1994).
Ada pandangan bahwa probabilitas dari suatu
hipotesa adalah dalam tingkatan kepercayaan yang
ideal, tetapi tidak jelas apa maksudnya. Tingkatan
kepercayaan kadangkala merupakan pengeluaran
dalam arti pertaruhan sikap, tetapi apa tujuan bertaruh
untuk kebenaran dari beranekaragam teori-teori
tentang punahnya Dinosaurus?
Kesulitan yang kedua dalam memandang Ilmuwan
sebagai perwakilan dari probabilitas adalah masalah
penggunaan komputer dalam mengkalkulasi
probabilitas dalam kaitannya dengan pernyataan
Bayes.
Secara umum, masalah kalkulasi perhitungan
probabilitas adalah sangat sulit untuk dikomputerisasi,
dalam arti bahwa jumlah dari probabilitas yang
mungkin terjadi memerlukan penambahan yang cepat
dengan sejumlah proposisi-proposisi.
Namun, Algoritma yang efektif dan potensial telah
dikembangkan untuk menghitung probabilitas dalam
73
jaringan Bayesian yang dapat mempermudah asumsi
tentang kesamaan dalam membuat keputusan dari
proposisi-proposisi yangberbeda (Pearl 1988).
Namun, tidak seorangpun sampai saat ini
menggunakan jaringan Bayesin untuk
mengembangkan kasus-kasus yang kompleks dari
argumen-argumen Scientific, seperti perdebatan
tentang Punahnya Dinosaurus.
Sebaliknya, pada bab selanjutnya mendiskusikan
tentang komputerisasi laporan yang mungkin berhasil
dari pendapat/opini yang diperoleh berdasarkan
persamaan tujuan dari penjelasan/eksplanatory.
Kesulitan yang ketiga dari probabilitas adalah
bahwa teori dapat mengabaikan faktor-faktor yang
berkualitas mempengaruhi pilihan teori. Para
Ilmuwan memberikan argumen bahwa: mereka tidak
hanya memperhitungkan berapa banyak bukti untuk
sebuah teori. Tetapi juga variasi dari bukti-bukti,
kesederhanaan teori yang mendukung teori yang
dimaksud dan analogi-analogi. Diantara tujuan
penjelasan dan teori-teori yang sudah ada
sebelumnya. Mungkin kesederhanaan dan analogi
dapat dijadikan acuan dalam arti probabilitas-
probabilitas yang sudah ada sebelumnya.
Sebuah teori yang sederhana atau suatu penawaran
penjelasan yang sifatnya sama akan mendapat nilai
yang lebih untuk P(H) untuk dimasukkan dalam
perhitungan melalui cara Bayes dari probabilitas
P(E/H) sebelumnya. Namun pendapat tentang
probabilitas sebagai subyek dari rasa kepercayaan
masih menjadi misteri, pertanyaannya adalah
Bagaimana orang melakukannya atau sampai
pada probabilitas sebelumnya ?
74
c. Kesamaan Penjelasan (Explanatory Coherence)
Jika para Ilmuwan bukan perwakilan dari persetujuan,
falsifikasi atau probabilitas, apakah mereka?.
Satu jawaban, yang berasal dari 2 orang filsuf di abad ke
19, yaitu :
William Whewll dan Charles Pierce, yang mengatakan
bahwa mereka adalah :Ilmuan adalah dari penjelasan
(explanantion agents). Ilmuwan sebagai perwakilan dari
penjelasan/explanatory agent daripada sebagai perwakilan
persetujuan/confirmation, falsifikasi atau probabilitas
Menurut pandangan ini, apa yang dilakukan oleh para
ilmuwan dalam pernyataan teorinya adalah untuk
menghasilkan penjelasan-penjelasan dari fenomena yang
diobservasi dan suatu teori akan diutamakan daripada
teori kompetitornya.
Jika teori tersebut didukung oleh penjelasan yang lebih
baik berdasarkan bukti-bukti yang ada.
Teori-teori akan diterima berdasarkan opini atau pendapat
dari penjelasan terbaik. Pendapat tersebut bukan semata-
mata penghitungan banyaknya jumlah bukti-bukti yang
menjelaskan teori-teori lawan lainnya. Tetapi
memerlukan suatu proses dalam arti kaitannya dengan
penjelasan secara menyeluruh dari setiap hipotesa dalam
menghargai sistem keseluruhan keyakinan dari para
ilmuwan.
Faktor-faktor yang ada dalam proses hipotesa tertentu,
termasuk bukti yang menjelaskan, hipotesa yang
mempunyai tingkatan lebih tinggi, konsistensi dengan
latar belakang informasinya. Kesederhanaan dan analogi
antara hipotesa yang ditawarkan dengan hipotesa yang
ditawarkan oleh penjelasan yang sudah ada sebelumnya.
(Harman 1986, Lipton 1991, Thagard 1988).
Kesulitan utama dari konsep para ilmuwan tentang
penjelasan/explanatory ini adalah ketidak jelasan dari
75
konsep explanatory, penjelasan terbaik dari pendapat atau
opini yang dibentuk berdasarkan informasi yang
beralasan kuat dan kesamaan penjelasan/explanatory
coherence.
Sejarahnya, penjelasan/explanation dikonsepkan sebagai
suatu hubungan yang bersifat deduktif, suatu hubungan
probabilitas dan hubungan sebab akibat. Konsep deduktif
dari penjelasan./explanation mempunyai kecocokan
dengan pandangan tentang konsep
persetujuan/confirmation dan falsifikasi. Suatu hipotesa
menjelaskan tentang sebuah bukti jika gambaran dari
bukti tersebut merupakan hasil pemikiran yang mendalam
dari suatu hipotesa.
Sama halnya dengan penjelasan konsep probabilitas yang
sangat cocok dengan pandangan dari probabilitas; suatu
hipotesa menjelaskan sebuah bukti. Jika probabilitas dari
bukti yang diberikan pada hipotesa adalah lebih
dibandingkan dengan probabilitas dari bukti tanpa suatu
hipotesa.
Seperti halnya Salmon (1984) dan yang lainnya, saya
lebih suka konsep explanatory sebagai sebuah syarat dari
suatu hal dapat terjadi. Suatu hipotesa dapat menjelaskan
sebuah bukti jika hipotesa tersebut memberikan sebab
dari bukti yang digambarkan. Konsep hubungan pasti
mempunyai masalah bagaimana mengatakan sebabnya
dan bagaimana hubungan itu dapat dibedakan
berdasarkan deduktif atau probabilistic semata.
Anggap saja kita tahu apa yang disebut dengan
penjelasan/explanation.
Bagaimana dapat mengkarakterisasi pendapat atau opini
dengan penjelasan yang terbaik?
Bagaimana ide dari suatu hubungan penjelasan yang
hampir benar dan dapat dengan mudah dikomputerisasi
76
dapat diaplikasikan keberbagai kasus-kasus sentral pada
Sejarah Ilmu Pengetahuan (Thagard 1992). contohnya:
Dapat memahami mengapa Teori tentang Punahnya
Dinosaurus dapat diterima oleh berbagai ilmuwan. Tetapi
juga ditolak oleh ilmuwan lain dengan
mempertimbangkan secara hati-hati hubungan
penjelasan/explanatory dalam kaitan menghormati bukti
yang ada dari Ilmuwan lain.(lihat Thagard 1991).
Untuk memandang Ilmuwan sebagai Perwakilan dari
penjelasan/explanatory agent daripada sebagai perwakilan
persetujuan/confirmation, falsifikasi atau probabilitas.
Karena pandangan tentang hal ini lebih cocok. Jika
dilihat dari sejarah para ilmuwan yang menggunakan
bukti pada tulisan mereka.
Juga dengan Teori Psikologi yang Skeptis tentang
Aplikasi dari alasan secara deduktif dan probabilitas
dalam proses berpikir manusia.
Tetapi pandangan tentang perwakilan
probabilitas/probabilistic agent adalah mungkin yang
paling popular di filsafat kontemporer dari ilmu
pengetahuan. Perwakilan probabilitas ini telah banyak
menyerap pandangan perwakilan
persetujuan/confirmation agent melalui prinsip yang
mengandung kebenaran bahwa bukti mendukung suatu
hipotesa. Jika bukti tersebut dapat menjadikan
hipotesanya menjadi lebih mungkin, yaitu : P(H/E) >
P(H).
Ada kemungkinan juga bahwa para ilmuwan adalah
bukan seorang yang rasioanal berdasarkan tipe-tipe yang
ada, tetapi hanya seorang pemberi alasan dari berbagai
sumber yang berbeda.
Contohnya sbb:
77
Mayo 1996, mengembangkan pandangan bahwa ilmuwan
adalah bentuk model dari hasil percobaan yang
berguna untuk membedakan kesalahan-kesalahan.
Solomon 2001 menggambarkan bahwa para ilmuwan
berusaha untuk mendapatkan kesimpulan berdasarkan
variasi yang luas dari faktor-faktor keputusan/decision
faktors. Diawali dari faktor-faktor empiris seperti
gambaran-gambaran data sampai ke faktor-faktor non
empiris, seperti contohnya: ideologi.
8. Apakah Alasan Praktis? Practical Reason.
Seperti telah disebutkan pada bab perkenalan, ada Alasan
berpikir rasional secara Scientific, daripada sekedar
menerima atau menolak hipotesa.
Dibawah ini adalah beberapa keputusan penting yang
dibuat oleh para ilmuwan dalam kaitan dengan karir
mereka.:
1. Apa bidang Disiplin Ilmu yang harus saya tekuni,
contohnya, apakah saya harus menjadi seorang
Paleontologist atau Geologist?
2. Dimana dan kepada siapa saya harus belajar?
3. Topik penelitian apa yang harus saya teliti?
4. Percobaan apa yang harus saya lakukan?
5. Dengan siapa saya harus bekerjasama?
Ketika para Ilmuwan memutuskan, secara jelas
melakukannya lebih dari sekedar Alasan Epistemis. Tapi
memasuki suatu bidang dengan alasan bahwa pilihan
tersebut akan memaksimalkan keyakinan akan kebenaran
dan penjelasannya.
Para ilmuwan mempunyai tujuan personal sama seperti
tujuan secara Epistemic.
Seperti untuk kesenangan, kesuksesan, kehidupan yang
baik, menjadi terkenal dan masih banyak lagi.
78
Para ilmuwan menjadi dua model, sebagai pembuat
keputusan yang praktis; yaitu:
1. Ilmuwan sebagai utility agent yang menghasilkan
manfaat atau kegunaan
2. Ilmuwan sebagai emotional agent /ilmuwan yang
emosional.
Pandangan Ilmuwan yang berpegang pada Asas
Kegunaan/Utilitas hampir mirip dengan cara pandangan
secara ekonomi. Bahwa tindakan yang dilakukan
Ilmuwan berdasarkan perhitungan bahwa tindakannya
atau langkahnya akan menghasilkan Kegunaan lebih
dibandingkan dengan alternative tindakan lainnya. Yang
manfaat atau kegunaan yang diharapkan itu merupakan
suatu fungsi dari pendekatan secara probabilitas dan
kegunaan dari hasil yang berbeda.
Pandangan tentang hal ini merupakan pandangan yang
disetujui oleh pandangan Ilmuwan tentang Perwakilan
probabilitas secara epistemology dan mempunyai banyak
tingkat kesulitan yang sama.
Ketika para Ilmuwan berpikir antara penelitian-penelitian
tentang topik yang berbeda,
Apakah mereka sampai pada suatu ide yang relevan
dengan pendekatan secara probabilitas atau utilitas?
Contoh: seorang Ahli Biologi yang hendak meneliti
tentang genom, dan harus memutuskan apakah mereka
akan menggunakan ragi atau cacing sebagai bahan
penelitiannya. Mungkin bisa menduga penelitian mana
yang akan menghasilkan hasil yang lebih memuaskan.
Tetapi sangat sukar bahwa dugaan ini untuk dijabarkan
dalam berbagai cara seakurat pendekatan probabilitas
ataupun utilitas.
Pandangan yang lebih realistik tentang keputusan yang
dibuat olah para Ilmuwan. Masyarakat pada umumnya
79
adalah akan memilih tindakan-tindakan yang menunjang
tujuan.
Menurut Thagard 2000, chap.6; Thagard 2001). Menurut pandangan ini. keputusan dibuat berdasarkan
intuisi daripada kalkulasi angka. Tanpa disadari
menyeimbangkan tindakan-tindakan yang berbeda dan
tujuan-tujuan yang berbeda, yang berangkat dari suatu
hubungan relasi yang diterima.
Pentingnya suatu tujuan dipengaruhi oleh bagaimana
tujuan tersebut serasi dengan tujuan lain yang berbeda.
Sama halnya dengan Apakah tujuan tersebut serasi
dengan tindakan-tindakan yang dapat digunakan.
Mungkin mempunyai sedikit tingkat kesadaran tentang
proses keseimbangan ini. Tetapi hasil proses kesadaran
tersebut datang melalui emosi.
Contoh:
Seorang Ilmuwan mungkin akan merasa gembira karena
suatu program penelitian tertentu dan merasa bosan atau
bahkan terganggu dengan sebuah program alternatif
lainnya. Para pakar Psikologi menyebutnya dengan
“valence”(ukuran suatu atom) untuk menyebutkan
evaluasi dari emosi negative atau positif.
Untuk bahasan peranan Emosi dalam pemikiran secara
Scientific. Thagard (2002a,b), seperti halnya
Nussbaum (2001) memandang emosi sebagai reaksi
intelektual dalam konteks nilai, termasuk juga nilai
epistemology.
Dengan adanya kesamaan pandangan antara pandangan
secara epistemology dari pendekatan probabilitas dan
pandangan kegunaan secara pendekatan praktis, maka ada
juga kesamaan pandangan keterkaitan penjelasan secara
epistemology dan pandangan hubungan emosional
secara pendekatan praktis.
80
Faktanya, emosi memainkan peranan penting dalam
membentuk suatu opini atau pendapat dari sebuah
hipotesa. Sama halnya dengan pendapat dalam
melakukan suatu tindakan-tindakan, karena input dan
output dari kedua macam pembentukan opini adalah
berdasar pada emosi dan juga secara kognitif.
Kesamaan dari output adalah bukti manakala para
ilmuwan menghargai kekuatan penjelasan/explanatory
dari suatu teori dan mengkategorikannya sebagai
menarik, gembira bahkan indah. Pada penilaian dari
keterkaitan emosional dalam membuat suatu keputusan
praktis. Tidak mempunyai proses kesadaran secara
langsung, ketika menilai bahwa beberapa hipotesa lebih
relevan dari yang lain .
Hal yang membuat pada kesadaran penilaian dengan
keterkaitan penjelasan, seringkali bersifat emosional.
Dalam bentuk rasa suka atau bahkan senang sekali pada
suatu hipotesa tertentu, atau rasa tidak suka, bahkan tidak
menghargai dan menolak hipotesa lawannya.
Sebagai contohnya, ketika walter dan Luiz Alvarez
menunjukkan teori tentang teori bahwa punahnya
dinosaurus. Dikarenakan tabrakan asteroid dan bumi,
mereka menganggap bahwa hal tersebut mungkin benar
bahkan juga sangat menarik (Alvarez 1998).
Sebaliknya, beberapa Ahli Paleontology yang skeptis
berpendapat bahwa teori itu tidak bagus juga memalukan.
Evaluasi suatu hipotesa secara emosional mengikut
sertakan beragam tingkah laku yang dilakukan oleh para
ilmuwan. Melalui hasil percobaan yang berbeda dan juga
dari percobaan yang berbeda, ada beberapa orang
ilmuwan yang bagus tahu. Bahwa beberapa percobaan
memang lebih baik dari yang lain.
Input secara emsional yang lain adalah analogi;
kemiripan teori dari pendekatan pandangan positif.
81
Bahwa evolusi mempunyai “valence” (satuan ukuran
atom) yang lebih besar dibandingkan dengan kemiripan
dari teori yang dianggap tidak layak seperti proses tetang
pendinginan.
Pandangannya sebagai seorang Ilmuwan tentang
pendekatan, penjelasan dan emosional sangat berbeda
dari pandangan ilmuwan lain dari segi pendekatan secara
probabilitas dan kegunaan. Penekanan saya pada emosi
mungkin akan menjadikan pembaca bertanya:
Apakah para Ilmuwan itu sepenuhnya Rasional? Mungkin hanya terombang-ambing oleh prasangka-
prasangka intelektual dan keinginan pribadi untuk
memprogram suatu penelitian dan menerima hipotesa.
Dengan cara tidak memperhatikan tujuan secara
epistemology dari suatu kebenaran dan suatu penjelasan.
Pada beberapa kasus ilmuwan bertingkah laku tidak
terhormat, dengan cara menghasilkan hal yang sifatnya
merusak atau tidak baik, seperti misalnya pembajakan
atau tindakan yang tidak etis lainnya.
Pada dasarnya karakter dan aktifitas dari sebagian besar
Ilmuwan mempunyai hubungan emosional dengan tujuan
secara epistemology. Banyak ilmuwan menjadi ilmuwan
karena mereka menikmati. Ketika mereka berhasil tahu
bagaimana sesuatu itu bekerja atau bermula.
Sehingga tujuan dari kebenaran dan penjelasan senantiasa
beserta mereka, sejak mereka melakukan aktivitas
keilmuan.
Hubungan ini dapat dikembangkan dengan cara
bekerjasama, bersama seorang yang memberikan
pendapat yang tidak hanya menilai tujuan-tujuannya.
Tetapi juga menginformasikan evaluasi secara emosional
kepada para mahasiswa dan rekan doctor lainnya,
dengan siapa ilmuwan itu bekerja.
82
Sehingga untuk sebagian besar ilmuwan, komitmen untuk
mengembangkan penjelasan dan kebenaran dalam
pengambilan keputusan secara praktis adalah merupakan
input secara .emosional.
9. Model dari Kelompok Rasional/ Models of Group
Rationality
Kuhn (1970) dan banyak Ilmuwan Ahli Sejarah, filsuf-filsuf,
dan Sosiolog lainnya telah menuliskan. Bahwa science
bukan semata-mata persoalan kerasionalan individu. Para
ilmuwan melakukan pekerjaan dalam konteks kelompok/grup
dalam bermacam-macam bentuknya dan jumlahnya. Diawali
dari tim penelitian di laboratorium kerja, hingga pada
komunitas ilmuwan yang bekerja pada proyek yang sama dan
sampai pada keseluruhan komunitas ilmuwan.
Hal ini telah didokumentasikan, beberapa waktu yang lalu
(Thagard 1999, chap 11), sebagian besar artikel-artikel
tentang Science telah membuat jumlah pengarang yang
menulis tentang Science menjadi lebih banyak. Trend nya
menuju arah kolaborasi. Sebagai tambahan, semua Ilmuwan
melakukan penelitiannya dalam konteks komunitas yang
lebih luas dalam bermacam bentuk komunitas, jurnal, dan
konferensi.
Oleh karena itu pertanyaan:
1. Apakah rasionalitas ilmuwan tumbuh dan
berkembang dalam bentuk kolektif yang sama, juga
secara individual ?
2. Apa manfaat dari kelompok ilmuwan jika dikatakan
sebagai yang ber-rasioanalitas secara kelompok ?
3. Apakah kelompok seperti ini umumnya rasional?
Yang akan mengasumsikan bahwa kelompok ilmuwan ini
mempunyai kesamaan keutamaan tujuan dan mempunyai
keyakinan bahwa :
83
Tujuan itu secara umum adalah tentang kebenaran
penjelasan dan demi kebahagian dan kehidupan umat
manusia melalui aplikasi kemajuan teknologi.
Rasionalitas secara kolektif tampaknya hanya merupakan
suatu penjumlahan dari dua macam bentuk pendekatan
rasionalitas, yaitu rasionalitas secara individu dan kolektif.
Hal yang tidak mungkin jika hanya ada individual
rasionalitas tanpa adanya rasionalitas secara kelompok. Jika
proses pencapaian tujuan secara keilmuan dari setiap
ilmuwan tidak menambahkan penampilan kelompoknya
secara optimal.
Sebagai contohnya jika setiap ilmuwan secara rasional
memilih penelitan yang sama baik dalam proses dan
strateginya dengan ilmuwan lain. Hasilnya akan sedikit
berbeda dalam menghasilkan investigasi dan jalan untuk
menghasilkan ide-ide tentang kebenaran dan penjelasan dari
teori atau penelitian tersebut tidak dilakukan.
Filsuf seperti Kitcher (1993) menekankan perlunya
perbedaaan dalam proses pemahaman dan pengertian dalam
bidang Science.
Dengan kata lain, hal yang mungkin untuk mempunyai
rasionalitas secara kelompok selain juga rasionalitas secara
individu.
Hull (1989) memaparkan bahwa Ilmuwan yang Individual,
yang mencari popularitas dan kekuatan daripada kebenaran
dan penjelasan secara faktanya mungkin memberikan
kontribusi bagi Tujuan Science secara keseluruhan. Karena
ke-individu-an mereka merupakan proses yang motifnya
bersifat non-epistemik, pada faktanya akan menjadikan
kelompok non-individu sukses pada akhirnya.
Hal ini mempunyai kesamaan proses dengan model Teori
dari Adam Smith. Yang menyebutkan bahwa individu akan
mendorong pertumbuhan ekonomi dan efisiensi ekonomi
secara keseluruhan. Sangat penting untuk mengenali bahwa
84
rasionalitas dalam grup/kelompok di science baik secara
epistemic dan praktis.
Pada suatu komunitas keilmuan tertentu, ada dua pertanyaan;
1. Secara Epistemic berikan bukti, bagaimana
seharusnya pendistribusian keyakinan dalam suatu
komunitas?
2. Secara Praktis; apa yang seharusnya dilakukan untuk
mendistribusikan keputusan suatu penelitian dalam
suatu komunitas?
Untuk pertanyaan secara epistemic, akan menjadi
perdebatan jika semua Ilmuwan mempunyai akses yang
sama. Untuk memberikan bukti dan hipotesa, maka mereka
harus menerima kesamaan keyakinan itu. Kesepakatan
seperti ini sebaliknya dalam jangka panjang akan menganggu
kesuksesan dari Science itu. Karena kesepakatan seperti itu
akan mengurangi bobot proses pengenalan dan pemahaman
perbedaan.
Contohnya ketika Copernicus ditempatkan pada posisi yang
kompleks dan tidak menguntungkan dengan penemuan
Teori Ptolemaic nya di jagat raya ini. Mungkin tidak akan
menghasilkan Teori Alternative yang lain yaitu Teori
Heliocentric, yang merupakan teori yang spektakular dari
segi kebenaran dan penjelasannya.
Sama juga halnya dengan kasus dari Teori punahnya
Dinosaurus dari Walter Alvarez, yang tidak mungkin
diformulasikan dalam suatu teori. Jika dia bukan seorang
Ahli Paleontology yang konvensional. Lebih jauh,
keseragaman secara epistemic akan memberikan kontribusi
pada keseragaman praktis. Yang tentu saja jelas berbahaya.
Hal ini akan sangat konyol, jika semua ilmuwan beserta
seluruh komunitasnya mengikuti beberapa ide yang dianggap
menjanjikan. Karena hal ini akan mengurangi bobot
keseluruhan dari suatu penjelasan teori dan sama juga akan
menghentikan proses penjelasan secara gamblang teori.
85
Garrett Hardin (1968) menyebutkan sebagai “Tragedy of
the commons” untuk menggambarkan suatu situasi dimana
rasionalitas individu dapat meningkatkan derajat ketidak
rasionalan kelompok. Dapat dibayangkan seperti
penggembala yang saling membagi wilayah padang
rumputnya dengan penggembala lain. Setiap penggembala
secara terpisah mempunyai alasan bahwa menambah satu
atau dua dombanya dalam pengawasannya tidak akan
menimbulkan gangguan yang serius.
Namun secara individual keputusan itu dapat menyebabkan
secara kolektif jumlah domba yang merumput menjadi lebih
banyak, sehingga yang terjadi adalah rumput yang tersedia
menjadi tidak cukup untuk domba-domba itu. Secara analogi
dapat kita imajinasikan pada komunitas para Ilmuwan jenis
dari “tragedy of consensus”, yaitu:
Semua individual akan mempunyai kesimpulan yang sama
tentang apa yang mereka yakini, yang menyebabkan ide-ide
kreatif menjadi invalid.
Bagaimanakah seharusnya bentuk dari rasionalitas
ilmuwan secara kelompok ?
Kitcher 1993 dan Goldman 1999, mengembangkan model
atau bentuk rasionalitas grup yang mengasumsikan bahwa
individual ilmuwan sebagai perwakilan atau agen dari
probabilitas. Walaupun tampaknya analisa ini menarik
dalam kaitan dengan perbedaan kognitif dan pencapaian
kebenaran yang hakiki. Tidak melihat hal tersebut sebagai
suatu yang mungkin, karena problema dari pandangan secara
probabilistik, seperti yang telah didiskusikan sebelumnya.
Sebagai alternative, telah mengembangkan suatu model dari
kesepakatan secara consensus yang berdasarkan pada
kesamaan penjelasan/explanatory coherence.
Model ini disebut CCC, untuk consensus = coherence +
communication (Thagard 2000, chap 10). Diasumsikan
bahwa setiap Ilmuwan adalah agen dari penjelasan.
86
Menerima dan menolak hipotesa berdasarkan kesamaan
penjelasan dengan disertai bukti dan hipotesa alternative.
Komunikasi ditempatkan sebagai hasil dari pertemuan antara
para Ilmuwan yang juga saling membagi informasi tentang
bukti dan hipotesa yang dimaksud. Jika semua Ilmuwan
mendapatkan informasi yang sama, mereka akan sepakat
untuk setuju atau menolak hipotesa.
Namun, di setiap komunitas Ilmuwan, pertukaran informasi
tidaklah selalu sempurna, sehingga ada beberapa Ilmuwan
yang mungkin tidak mendengar tentang beberapa bukti dan
hipotesa. Lebih jauh Ilmuwan yang berbeda mempunyai
sistem keyakinan kebalikannya. Sehingga secara keseluruhan
kesamaan dari hipotesa yang baru, mungkin akan berbeda
bagi ilmuwan lain. Idealnya, adalah jika komunikasi terus
berlanjut, sehingga pada akhirnya ada konsesus komunitas.
Pada saat para Ilmuwan mengakumulasikan kesamaan bukti
dan hipotesa, sehingga mencapai keputusan kesamaan
pandangan.
Model CCC telah diimplementasikan secara komputerisasi
pada program kesamaan penjelasan ECHO. Pada program ini
Ilmuwan secara mandiri akan mengevaluasi berdasarkan
kesamaan penjelasan dan juga pertukaran hipotesa dan bukti
dengan Ilmuwan lain.
Simulasi pertemuan dapat dilakukan secara pasangan yang
dipilih secara random atau dalam bentuk kuliah umum di
suatu konferensi. Seorang Ilmuwan dapat mempresentasikan
suatu hipotesa beserta bukti kepada suatu komunitas
Ilmuwan. Tentu saja, komunikasi tidak selalu sempurna,
sehingga diperlukan banyak pertemuan . Sebelum seluruh
Ilmuwan mempunyai kesamaan hipotesa dan bukti. Telah
mengsimulasikan percobaan secara komputerisasi dan pada
beberapa simulasi Ilmuwan dengan beragam cara
berkomunikasi. Berhasil mencapai konsensus dalam dua
87
kasus yang menarik; yaitu Teori tentang penyebab dari sakit
lambung dan Teori tentang bulan.
Model dari CCC memperlihatkan bahwa secara epistemic
rasionalitas grup dapat tumbuh dari agen-agen
penjelasan/explanatory agent, yang saling berkomunikasi,
dan juga merupakan suatu rasionalitas grup secara praktis di
Ilmu Pengetahuan. Hal ini adalah salah satu kemungkinan
yang dapat diupayakan untuk meneruskan model dari
probabilitas-kegunaan dari alasan praktis individu.
Dengan model ini setiap Ilmuwan membuat keputusan
Praktis tentang strategi penelitiannya berdasarkan pada
pertimbangan kalkulasi dari kegunaan yang diharapkan dari
tindakan yang yang berbeda pada suatu periode tertentu.
Perbedaaan percobaan muncul karena ilmuwan yang berbeda
menggabungkan kegunaan yang berbeda dari hasil
bermacam-macam percobaan dan teori. Alasan-alasannya
telah diberikan. Untuk meneruskan menggambarkan model
penjelasan emosional pada bab sebelumnya.
Ide itu muncul secara alami dari model CCC seperti yang
baru saja digambarkan, kecuali dalam komunitas yang besar.
Tidak usah berharap adanya kesamaan dalam derajat tertentu
dalam konsensus praktis seolah-olah seperti consensus
epistemic. Alasan-alasannya diberikan di bawah ini, untuk
sementara fokus pada suatu grup penelitian tertentu daripada
komunitas keilmuwan keseluruhan.
Pada tahap ini, dapat menemukan semacam consensus local
yang tumbuh karena kesamaan emosional dan komunikasi.
Karakteristik dari kelompok ini termasuk dibawah ini:
1. Setiap Ilmuwan adalah agen dari penjelasan dengan
bukti, hipotesa dan kemampuan untuk menolak atau
menerimanya berdasarkan kesamaan
penjelasan/explanatory coherence.
2. Sebagai tambahan, setiap Ilmuwan adalah perwakilan
atau agen dari emosi dengan tindakan, tujuan,
88
ukuran/standard dan kemampuan untuk membuat
keputusan berdasarkan kesamaan emosi.
3. Setiap Ilmuwan dapat mengkomunikasikan bukti dan
hipotesanya dengan ilmuwan lain .
4. Setiap ilmuwan setidaknya kadang dapat berkomunikasi
tentang tujuan, dan ukuran atau standarnya kepada
Ilmuwan lain.
5. Sebagai hasil dari kognitif dan komunikasi secara
emosional, kesepakatan kadangkala sampai pada apa
yang diyakini dan apa yang akan dilakukan.
Hal yang paling sukar dalam mengimplementasikannya
adalah komponen ke 4 yang memasukkan ukuran/standard.
Sangat mudah untuk melanjutkan consensus dengan model
CCC. Untuk menyertakan kesamaan emosi adalah mudah,
yaitu dengan memperbolehkan tindakan tujuan dan ukuran
untuk digantikan seperti halnya bukti, hipotesa dan
penjelasan.
Pada kenyataannya, ukuran atau standard tidak mudah untuk
digantikan seperti halnya informasi verbal tentang tindakan,
tujuan, dan tindakan apa yang harus dibuat untuk mencapai
tujuan. Mendengar seseorang mengatakan bahwa mereka
sangat hati-hati tentang sesuatu. Tidak berarti harus
bertindak sama, atau bahkan sebaliknya, karena mungkin saja
tujuannya bersifat orthogonal atau bahkan berlawanan.
Sehingga dalam model komputerisasi dari consensus
emosional, keinginan untuk mengganti tujuan dan ukuran
dalam suatu pertemuan akan lebih rendah dibandingkan
keinginan untuk mengganti hipotesa, bukti dan tindakan.
Masih dalam kehidupan nyata, pengambilan keputusan para
ilmuwan dan komunitas lain seperti halnya pada para
eksekutif korporasi, kesepakatan secara emosional sering
dilakukan.
89
Bagaimana mekanisme dari pertukaran/penggantian
standard/ukuran itulah, Bagaimana orang menularkan nilai-
nilai emosionalnya kepada orang lain?
Dua mekanisme sosial yang relevan dapat menular
secara emosional dan akan menyerap berdasarkan
pengalaman. Penularan secara emosional muncul ketika
si A mengekspresikan suatu emosi dan si B secara tidak
sadar mengikuti gerak wajah dan tubuh si A dan
kemudian mulai merasakan emosi yang sama (Hatfield,
Cacioppo dan Rapson 1994).
Sebagai contoh jika suatu kelompok dengan antusias
mempresentasikan suatu strategi penelitian, maka
keantusiasannya akan dikomunikasikan secara langsung
baik secara kognitif maupun secara emosional kepada
seluruh peserta lain.
Pada sisi kognitif, kelompok yang lain akan tahu terhadap
tindakan-tindakan yang mungkin dan potensi
konsekuensi-konsekuensi baik dan pada sisi emosi akan
dikomunikasikan melalui ekspresi muka dan gerakan-
gerakan tubuh yang antusias. Sehingga ukuran nilai
keyakinan yang positif dapat dirasakan seseorang dan
dapat disebarkan keseluruh kelompok.
Ukuran standard nilai yang negative dapat juga
menyebar, dimulai dari membuka celah untuk kritik
sampai pada tindakan menjanjikan yang diajukan sebagai
alternative. Tetapi juga ditularkan melalui ekspresi muka
dan gerak tubuh yang tidak antusias atau negative.
Mekanisme sosial lain untuk pertukaran nilai standard
atau ukuran adalah seperti yang dikatakan oleh Minsky
(2001) disebut :
dengan proses penyatuan-berdasarkan
pengalaman/pembelajaran (attachment-based
learning).
90
Minsky mengatakan bahwa science secara kognitif telah
mengembangkan teori-teori yang bagus tentang:
Bagaimana orang menggunakan tujuannya untuk
memproduksi sub-tujuan, tetapi adalah sulit untuk
mengatakan bagaimana orang mendapatkan tujuan
pertamanya. Sama juga halnya dengan para ekonom yang
menggunakan metode kemanfaatan yang
diharapkan/expected ultility dalam pengambilan
keputusan yang menerima kesamaan keinginan sebagai
suatu anugerah. Seperti halnya juga para filsuf yang
menggunakan model keinginan yang kuat pada suatu
keyakinan (belief desire) tentang rasionalitas,
menerimanya sebagai sebuah anugerah.
Minsky berpendapat bahwa: visi dalam mencapai
tujuan pertama tumbuh dari anak-anak adalah berasal dari
orang yang mempunyai kedekatan secara emosional.
Contohnya: ketika seorang anak berbagi mainan dengan
teman-temannya, mereka adalah anak yang sering
mendapat pujian dan penghargaan dari orang tua atau
orang menyayanginya. Orangtua mereka memilki energy
yang postif dalam hal berbagi kepada sesama, sehingga
anaknya mendapatkan perasaan emosi yang positif juga
dalam hal berbagi sebagai suatu hasil dari penglihatan
mereka tentang bagaimana menyanyangi dan siapa yang
menyayangi mereka. Rasa berbagi ini bukan merupakan
sub tujuan untuk memenuhi tujuan pertama dalam
memperoleh pujian atau penghargaan dari orang tuanya,
tetapi lebih kepada bahwa menjadi baik kepada teman
bermain adalah bagian tujuan paling dalam yang secara
intrinsick mempunyai nilai emosional tertentu bagi anak-
anak.
Berdasarkan informasi yang saya dapat, maka saya
berpendapat perasaan suka-berdasarkan pembelajaran
juga ada di ilmu pengetahuan dan komunitas dalam
91
proses pengambilan keputusan. Jika supervisor anda
bukan saja seorang bos tapi juga seorang mentor, maka
anda akan memformulasikan rasa suka secara emosional
yang akan membuat anda menjadi lebih responsive
terhadap krtik dan pujiannya.
Hal ini menjadikan pengalihan rasa suka sebagai energi
yang positif sebagai energi yang kuat dalam pencapaian
kebenaran dan pemahaman, atau khususnya untuk
kesatuan antara data dan penjelasannya.
Perlu diperhatikan bahwa penyebaran emosi dan rasa
suka ini memerlukan kontaks yang intensif secara
interpersonal, sehingga pada kelompok kelas yang besar
kondisi ini akan sulit terpenuhi.
Ketika memasukkan model CCC sebagai kesamaan
keyakinan dan komunikasi dalam sebuah keputusan
kelompok. Akan memasukkan dua variabel untuk
menentukan standar ukuran perpindahan antara elemen-
elemen ukuran dari sebuah kontak personal dan ukuran
penghubungnya.
Jika kedua elemen itu mempunyai derajat ukuran yang
tinggi, maka ukuran transformasi akan lebih besar
dibandingkan kasus biasa dalam ilmu komunikasi, yang
kesuksesan transformasi komunikasi verbalnya dari
sebuah hipotesa, bukti dan tindakan-tindakannya lebih
tinggi daripada ukuran tranformasi itu sendiri.
Mekanisme quasi verbal pada proses transformasi suatu
ukuran mungkin ada. Seperti yang pernah didiskusikan
oleh Thagard dan Shelley (2001) tentang Analogi
Emosional, dengan tujuan mentransformasikan ukuran
nilai seperti halnya suatu informasi verbal.
Seperti contohnya:
1. Ketika para Ilmuwan melakukan kajian tentang
kebenaran Teori Asteroid, maka pendengarnya akan
92
mentrasformasikan nilai positif yang mereka rasakan
pada proposal penelitian tersebut.
2. Sebaliknya dengan teori tentang proses pendinginan
yang memalukan, akan mentransformasi nilai yang
negative dan untuk kasus ini proposalnya tentu akan
ditentang.
3. Analogi emosional adalah mekanisme yang ketiga,
sebagai tambahan penyebaran emosi dan rasa suka
dalam mentrasfer ukuran nilai.
Ketiga mekanisme ini berinteraksi satu sama lain,
Contohnya : Jika seorang mentor menggunakan Analogi
Emosi dan ekspresi muka . Memberikan analogi emosi
dalam ekspresi yang berbeda-beda, maka para muridnya
akan menerima transformasi beberapa motivasi dan
emosional karakteristik sebagai model bagi mereka.
Saya harap hal mengenai diskusi tentang rasionalitas
kelompok di Ilmu Pengetahuan menjadi jelas, Mengapa
Ilmu Pengetahuan tidak perlu kehilangan kemampuannya
dalam sebuah tragedi Kesepakatan. Khususnya dalam
menghargai rasionalitas secara praktis. Komunikasi
antara para Ilmuwan tidak sempurna, baik secara
pendekatan kognitif, seperti informasi tentang hipotesa
dan pembuktiannya, dalam kaitan dengan ukuran nilai
pendekatan emosional.
Para ilmuwan dapat berkumpul dalam suatu konferensi
untuk bersepakat, seperti yang pernah disponsori oleh
National Institutes Health yang secara berkala
mengadakan konferensi dengan issue-isue baru tentang
kesehatan. Namun tidak semua ilmuwan menghadiri
konferensi semacam itu atau membaca informasinya,
sehingga diperlukan pendekatan secara personal untuk
mentrasformasikan kesamaaan nilai keyakinan dalam
sebuah komunitas kecil dari suatu komunitas.
93
Pencapaian dari tujuan umum dari suatu komunitas
science yaitu nilai kebenaran, penjelasan dan penerapan
secara praktis tidak boleh terhalangi oleh tidak
tersedianya media untuk membagikan informasi secara
praktis.
Solomon 2001 menyediakan sebuah diskusi yang kaya
tentang sebuah kesepakatan dan ketidak setujuan yang
kuat.
Apakah Science Rasional?
Seseorang atau kelompok adalah rasional dalam arti
secara praktis dapat memenuhi mendapatkan suatu
legitimasi pada tujuannya.
Pada bab awal, berargumentasi bahwa :
Legitimasi tujuan dari ilmu pengetahuan adalah :
kebenaran, penjelasan dan teknologinya yang dapat
meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
Apakah para ilmuwan secara individu atau kelompok
mengikuti tujuan ini, atau mereka mempunyai tujuan lain
untuk mencapai tujuan individu atau kelompok. Yang
mungkin sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan
legitimasi tujuannya. Akan memaparkan beberapa
tantangan secara Psikologi dan Sosial dalam menjawab
tentang Rasionalitas Science.
Tantangan Psikologi dapat berdasarkan pada pemahaman
dingin/tanpa emosi yang melibatkan proses pemecahan
masalah dan penjelasannya atau juga pemahaman secara
panas. Yang melibatkan faktor emosi sepeti motivasi.
Pada pemahaman dingin, tantangannya adalah pada
proses pemahaman itu sendiri, yang sulit atau tidak
mungkin untuk meningkatkan pencapaian tujuan dari
Science. Jika secara Rasionalitas Keilmuan menghendaki
orang untuk menjadi agen dari falsifikasi atau
probabilitas agen, sehingga pemahaman dingin akan
menjadi ancaman serius.
94
Telah dikemukakan sebelumnya bahwa pada beberapa
percobaan dan data histories, memperlihatkan falsifikasi
dan alasan probabilitas bukanlah merupakan proses
alamiah dari cara berfikir manusia. Sebaliknya ada bukti
bahwa orang dapat menggunakan kesamaan keyakinan.
Pada sebuah penjelasan dengan sukses pada proses
pengambilan keputusan kelompok.
Seseorang dapat berargumen ada bukti, bahwa orang
adalah agen dari konfirmasi. Namun bukan yang baik,
karena cencerung melihat secara bias untuk menyetujui
hipotesa mereka daripada mem-falsifikasikannya (lihat
Klayman dan Ha 1987).
Namun pada percobaan Psikologi bisa dari persetujuan
ini tugas untuk penjelasan lebih mudah dibandingkan
dengan perfoma dari Ilmuwan masa kini.
Pada umumnya, pada subjek yang bukan bersifat Ilmu
Pengetahuan, mereka diminta untuk memformulasikan
suatu kesimpulan umum dari data-data yang diteliti.
Misalnya dalam melihat bentuk dari suatu kumpulan
bilangan. Tugas menggeneralisasikan sebuah kesimpulan
dari kegiatan nyata Science adalah lebih kompleks. Pada
proses ini interpretasi data memerlukan control apakah
data tersebut adalah: data yang nyata atau hanya data
artificial.
Jika para Ilmuwan tidak bekerja keras dalam percobaan-
percobaan mereka untuk menghasilkan persetujuan dari
hipotesa yang telah dibuatnya. Maka percobaan biasanya
menjadi tidak dapat diinterpretasikan. Namun bekerja
keras untuk untuk mengkonfirmasikan tidak selalu cukup
untuk menghasilkan hasil yang bisa dikonfirmasi.
Sehingga Ilmuwan menggunakan ide falsifikasi pada
percobaanya. Namun bias dari cara untuk mendapatkan
95
suatu konfirmasi pada dasarnya tidak merusak
rasionalitas dari ilmu pengetahuan.
Tantangan yang lebih seirus dari rasionalitas ilmu
pengetahuan adalah pemahaman secara
panas/emosional. Seperti kebanyakan orang, ilmuwan
adalah mahkluk yang emosional, dan emosi mereka dapat
menyebabkan distorsi pada pekerjaan science mereka.
Jika mereka diperketat oleh hal yang menghambat dalam
melegetimasi tujuan Science.
Dibawah ini beberapa contoh kasus emosi mendistorsi
science:
1. Ilmuwan kadang meningkatkan karir mereka dengan
cara mengarang atau mendistorsi data dengan tujuan
mendukung hipotesa mereka. Dalam kasus seperti ini
mereka mempunyai motivasi yang besar untuk
mengembangkan karir mereka dibandingkan mencari
kebenaran, penjelasan atau kesejahteraan.
2. Ilmuwan kadang menghiraukan publikasi dari teori-
teori yang menantang teori mereka, dengan mengarang
masalah berupa artikel-artikel atau proposal besar yang
dimintakan kepada mereka untuk direview.
3. Tanpa bermaksud untuk melakukan menyiasati atau
bermaksud jahat, ilmuwan kadang secara tidak sengaja
berlaku tidak jujur dengan berfikir bahwa hipotesa dan
mereka adalah lebih baik dari lawan mereka,
4. Ilmuwan kadang berkolaborasi dengan kepentingan
politik untuk meningkatkan karirnya, seperti
contohnya, penolakan Nazi terhadap teori Einstein dan
advokasi dari Soviet pada teori ginetik Lysenko.
Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa Science tidak
selalu rasional. Beberapa sosiolog seperti Latour (1987)
telah menggambarkan bahwa ilmuwan berkeinginan
96
besar untuk mendapatkan kekuasaan melalui mobilisasi
masa dan sumber data.
Sangat penting untuk dicermati bahwa emosi secara
natural dari para ilmuwan bukan karena disebabkan oleh
ketidak rasionalan. Seperti yang sudah di tuliskan
sebelumnya bahwa para ilmuwan sering termotivasi oleh
emosi-emosi yang membawa pada sukses pencapaian
tujuan, seperti rasa ingin tahu, rasa senang pada suatu
penemuan dan penghargaan terhadap keindahan dari
kesamaan keyakinan yang tinggi pada sebuah teori
(Thagard 2002b).
Adanya stuktur tambahan yang baik dari Science, seperti
adanya kesabaran dalam menemukan sesuatu, merupakan
motivasi yang kuat dalam penekanan pekerjaan, yang
diperlukan dalam pencapaian sukses keilmuan.
Dibandingkan dengan penghargaan secara ekstrinsik,
seperti uang dan menjadi terkenal.
Pendekatan secara panas/emosi dapat meningkatkan
rasionalitas science, bukan sebaliknya. Mobilisasi masa
dan sumber data dapat secara langsung atau tidak
langsung dalam pencapaian tujuan dari science, tidak
hanya sekedar tujuan personal dari seoerang ilmuwan.
Tanggapan yang berguna dari pertanyaan ”Apakah
Science Rasional?” adalah ”dibandingkan dengan apa?”
Apakah ilmuwan secara individu lebih ahli dari non
ilmuwan dalam mengembangkan Kebenaran, Penjelasan
dan Kesejahteraan Manusia?
Sejarah dari keilmuwan dan teknologi selama dua ratus
tahun ini dengan tegas mengatakan ya. Telah
menemukan penjelasan yang panjang dan luas tentang
Teori-teori dari Electromagnetic, Relativitas, Teori
Quantum, Evolusi, Teori Bakteri dan Genetic.
Ribuan jurnal tentang Science menggabungkan
akumulasi yang mencengangkan tentang:
97
Kebenaran-kebenaran yang tidak mungkin didapat pada
dalam kehidupan yang biasa. Lebih jauh, teknologi-
teknologi seperti elektronik dan obat-obatan memperkaya
dan memperpanjang kehidupan manusia. Sehingga sikap
irasional yang kadang timbul dari para ilmuwan baik
secara individu maupun kelompok dapat muncul
bersamaan dengan keputusan secara umum dari keilmuan
yang secara umumnya adalah rasional.
Pada abad sekarang ini, tantangan yang paling agresif
dari model ideal Ilmuwan sebagai agen yang Rasional
datang dari para Sosiolog dan Ahli Sejarah yang
mengklaim bahwa Ilmu Pengetahuan adalah sebuah”
Konstruksi Sosial” .
Jelasnya bahwa perkembangan dari ilmu pengetahuan
bersifat sosial sama halnya seperti proses individu.
Tujuan dari tesis Konstruksi Sosial biasanya lebih
ditekankan pada klaim yang kuat akan kebenaran.
Sehingga rasionalitas tidak ada kaitannya dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pandangan
secara Psikologi/Sosiologi yang terintergrasi dari
perkembangan Ilmu Pengetahuan adalah:
Serasi dengan rasionalitas science yang melibatkan
pencapaian keberhasilan akan sebuah kebenaran,
penjelasan dan kesejahteraan manusia (Thagard 1999).
Yang penting adalah proses dari rasionalitas science
memerlukan contoh penjelasan individu atau kelompok
yang merefleksikan proses pemikiran dan metodelogi
seorang ilmuwan sejati.
Contoh: model yang berdasarkan logika formal dan Teori
Probabilitas telah ditinggalkan dari para praktisi keilmuan
yang membuat mereka berani berpendapat bahwa
ilmuwan adalah tidak rasional.
98
Sebaliknya, model dari pendekatan secara Psikologikal
yang berdasar pada kesamaan keyakinan emosi dan
penjelasan, bersama-sama dengan kesepakatan model
pendekatan Sosiologi, dapat membantu memberikan
pencerahan rasionalitas yang sangat menarik di dunia
Ilmu Pengetahuan.
10. Kesimpulan:
a. Rasionalisme adalah pendekatan filosofis yang
menekankan Akal Budi (ratio) sebagai sumber
utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas,
dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi.
Rasionalitas : kemampuan untuk menetapkan sesuatu
kebenaran berdasarkan pemikiran yang logis atau
nalar
b. Kebenaran bukanlah satu-satunya tujuan akhir dari
Ilmu Pengetahuan. Pencapaian tujuan yang paling
mengagumkan dari Ilmu Pengetahuan adalah: bukan
fakta-fakta individual atau juga hukum-hukum umum.
Tetapi merupakan teori yang luas, yang dapat
menjelaskan bermacam-macam fenomena besar.
Contohnya: dalam Ilmu Physics adalah Teori tentang
Relativitas dan Teori Quantum. Masing-masing teori
memberikan pengertian/penjelasan tentang banyak
fenomena dan di biologi, Teori tentang Evolusi dan
Genetic telah diaplikasikan secara luas.
c. Rasionalitas dari science harus mempertimbangkan
apa yang sebenarnya ingin dicapai oleh Ilmu
Pengetahuan itu sendiri. Tujuan praktikal adalah
termasuk di dalamnya peningkatan kesejahteraan
manusia melalui kemajuan-kemajuan teknologi.
Untuk sebagian besar Ilmuwan, komitmen untuk
mengembangkan penjelasan dan kebenaran dalam
99
pengambilan keputusan secara praktis adalah
merupakan input secara .emosional.
d. Istilah Paradigma disini menunjukkan: pada cara
pandang atau kerangka berpikir yang mendasarkan
Fakta atau gejala diinterpretasi dan dipahami, atau
umum yang mempedomani kegiatan ilmiah dalam
suatu disiplin, sebagaimana yang dipopulerkan oleh
Thomas S Kuhn lewat karyanya: The structure of
scientific Revolution (1962, 1970)
e. Argumentasi pada dasarnya adalah bentuk
penampilan proses kegiatan berpikir (penalaran).
f. Model ini disebut CCC, untuk consensus =
coherence + communication (Thagard 2000, chap
10). Diasumsikan bahwa setiap Ilmuwan adalah
Agen dari Penjelasan, menerima dan menolak
hipotesa berdasarkan kesamaan penjelasan dengan
disertai bukti dan hipotesa alternative.
Dengan model ini setiap Ilmuwan membuat
keputusan praktis tentang strategi penelitiannya
berdasarkan pada pertimbangan kalkulasi dari
kegunaan yang diharapkan dari tindakan yang
berbeda pada suatu periode tertentu.
g. Seseorang atau kelompok adalah Rasional dalam arti
secara praktis dapat memenuhi mendapatkan suatu
legitimasi pada tujuannya.
Berargumentasi bahwa Legitimasi Tujuan dari Ilmu
Pengetahuan adalah berupa kebenaran, penjelasan
dan teknologinya yang dapat meningkatkan
kesejahteraan umat manusia.
h. Pandangan secara Psikologi/Sosiologi yang
terintergrasi dari kebenaran, penjelasan dan
kesejahteraan manusia (Thagard
1999).perkembangan science adalah: serasi dengan
100
Rasionalitas Ilmu Pengetahuan yang melibatkan
pencapaian keberhasilan.
Setelah soal dan tugas, selanjutnya dalam Filsafat Hukum
sebagai penopang dari kerangka pemikiran konsepsional
adalah kerangka pemikiran teoritis akan dipaparkan dibawah
ini dengan contoh-contohnya.
SOAL
1, Apakah yang dimaksud dengan Rasionalisme ?
2.. Bagaimanakah Kebenaran menurut anda?
3. apa yang dimaksud dengan Argumentasi?
4,Apakah yang dimaksud dengan paradigma mempedomani
kegiatan ilmiah dalam suatu disiplin?
TUGAS
Bagaimanakah Rasionalitas dari science harus
mempertimbangkan yang ingin dicapai oleh Ilmu
Pengetahuan itu sendiri?
101
BAB III
FILSAFAT HUKUM
SEBAGAI PENOPANG DARI KERANGKA
PEMIKIRAN KONSEPSIONAL
Bab III. memuat Filsafat diartikan : karya manusia tentang
sesuatu, yang mengunakan alat-alat perlengkapan apa yang
dimiliki manusia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa
untuk menempuh kehidupannya dikenal tiga kelengkapan
utama yaitu: Rasa, contohnya: seniman, kagum, heran
dilanjutkan dengan, Ratio, contohnya: ilmuan, Raga,
contohnya petinju, kuli (menggunakan otot). Ini berarti
filsafat merupakan hasil pemikiran manusia tentang hakekat
manusia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti
dengan perumusan masalah sbb: 1. Apakah filsafat hukum
pancasila? 2. Apakah filsafat hukum Etika dan profesi?
Berfilsafat berarti berrendah hati, mengevaluasi segenap
pengetahuan yang telah didapat dan diketahui. Karakteristik
berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh,
seorang ilmuwan tidak puas mengenal ilmu dari sudut
pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu
dalam konstelasi pengetahuan yang lainya. Ia ingin
mengetahui kaitan ilmu dengan moral, kaitan ilmu dengan
agama dia ingin yakin apakah ilmu membawa kebahagian
ada dirinya.
1 Filsafat Hukum
Sebagai penopang dari Kerangka Pemikiran
Konsepsional adalah Kerangka Pemikiran Teoritis. Dalam
Filsafat Hukum terkandung makna berteori adalah upaya
mengorganisasikan atau mengklasifikasikan suatu gejala
kedalam persfektif tertentu. Oleh karena itu secara sederhana
teori dapat dikatakan sebagai “suatu cara untuk
102
mengklasifikasikan fakta sehingga semua fakta dapat
dipahami sekaligus” Proses pembentukan atau pencarian
teori, di dalam prakteknya sering menghadapi kendala atau
kesukaran karena demikian luasnya persoalan yang dihadapi.
Kendala demikian dapat diatasi dengan upaya menyusun
suatu kerangka yang terdiri atas model-model teoritis
tertentu.
Berdasarkan pilihan model-model berarti mengadakan
simplikasi sistematis dari unsur yang memiliki hubungan,
yang berfungsi sebagai gambaran tentatif dan batas-batas
teori, yang diharapkan dapat memberikan kemampuan
pemahaman atas hubungan antar variabel.
Di dalam konteks Teori Ilmu Hukum, Arief Sidharta
mengatakan: Teori `Ilmu Hukum diartikan sebagai ilmu atau
disiplin hukum yang dalam persfektif interdisipliner dan
eksternal. Secara kritis menganalisis berbagai aspek gejala
hukum, baik tersendiri maupun dalam kaitan keseluruhan.
Baik dalam konsepsi teoritisnya maupun dalam
pengejawantahan praktisnya. Tujuan untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik dan memberikan penjelasan
sejernih mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan
kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan.
Contoh sebagai berikut17
:
Filsafat Hukum, Sebagai penopang dari kerangka
pemikiran konsepsional adalah kerangka pemikiran
teoritis.
2 Kerangka Pemikiran Teoritis
Penulis akan mengetengahkan Teori-teori berperingkat
(gradasi), yang diharapkan menjadi arahan teoritis dalam
mengkaji dan memahami secara lebih mendalam. Contohnya:
17
Cindawati, Asas Keseimbangan Hukum Kontrak Bisnis Internasional
(Menyongsong Era Perdagangan Bebas) , Disertasi, DIH UNPAR,
Bandung, 2008, Hlm 14.
103
“Asas Keseimbangan dalam Hukum Kontrak Bisnis
Internasional”, sehingga dapat menjadi masukan baik bagi
kepentingan akademis maupun kepentingan praktis. Adapun
paparannya adalah sebagai berikut :
a. Grand Theory
Sebagai Teori mendasar yang menopang pentingnya
penerapan Asas Keseimbangan dalam Hukum Kontrak
Bisnis Internasional adalah Teori Keseimbangan Filosofis
yang ditemukan pada Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa yang berakar pada “Bhinneka Tunggal Ika”, yaitu
“berbeda-beda, namun satu adanya, dan satu namun
berbeda-beda”, yang dalam hubungan dengan persatuan
Indonesia (Sila ke-3), Indonesia terdiri dari aneka suku
bangsa, aneka bahasa dan budaya, namun hidup dalam
kesatuan.
Di sini tercermin keanekaan dalam wujud pergaulan yang
heterogen, menghormati masing-masing individu (pribadi)
sebagai warga masyarakat. Sebaliknya, masing-masing
individu merasa ada dalam kesatuan yang harus dijunjung
tinggi dan dihormati, sehingga terjalin keseimbangan
kepentingan yang harus dihormati dan dilindungi. Individu
dan kesatuan pergaulan sosial tidak boleh bertentangan satu
sama lain. Keduanya sama pentingnya dan saling
membutuhkan. Inilah keseimbangan sejati dan hayati.
Dalam kesatuan inilah dijalin keadilan yang merata dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Sila
ke-5). Mengacu pada pandangan hidup Pancasila, penulis
mendasarkan Teori Utilitarian dari Jeremy Bentham
sebagai Grand Theory, yaitu kebahagiaan yang sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan warga masyarakat dalam suatu
negara. Utility (kehasilgunaan) bahwa Hukum adalah
hukum yang benar sepanjang ia menghasilkan “The Greates
Happiness for the Greatest Number of People”
104
(Kemaslahatan atau Kebahagiaan Terbesar untuk
Kuantitas Populasi Masyarakat yang Lebih Besar).
“Happiness” (kemaslahatan) untuk mengesampingkan
penderitaan atau kesengsaraan bahwa sesuatu hanya akan
dikatakan berhasilguna (bermanfaat) sepanjang ia dapat
mendatangkan kemaslahatan seluas-luasnya, dan ia tidak
akan membawa manfaat apa pun sepanjang ia tidak
mengimplikasikan kemaslahatan.
Upaya membuat kesejahteraan tiap individu, dan sebesar-
besarnya untuk masyarakat terbanyak, hal ini selaras dengan
Wawasan Pandangan Hidup Pancasila, yang melihat
manusia individu (pribadi) selalu hidup bersama dalam satu
kesatuan pergaulan hidup yang tertib dan harmonis. Dalam
kesatuan pergaulan hidup terdapat kepentingan masing-
masing individu dihadapkan kepentingan kesatuan
(masyarakat) adalah bijaksana apabila individu yang satu
menghormati kepentingan individu-individu lain dan
masing-masing individu menghormati dan menghargai hal-
hal yang dibutuhkan dalam pelayanan kehidupan bersama.
Dalam suasana inilah muncul secara alamiAsas
Keseimbangan dan kesederajatan yang menjadi salah satu
hakiki dari unsur dan tujuan hukum, yaitu keadilan.
Berbeda dengan wawasan pandang Pancasila adalah filsafat
kreasi zaman Renaissance yang individualisme. Pada
falsafah individualisme berhadapan dua aliran yang
kontroversial yaitu faham Demokrasi Liberal yang
mengutamakan individu pribadi, sementara kurang
menghargai kesatuan pergaulan.
Sebaliknya pada faham Sosialisme, maka kesatuan
masyarakat yang diutamakan, sebaliknya kepentingan
individu pribadi kurang dihargai. Oleh karena itu, Amerika
Serikat dan negara mitranya yang menganut faham
105
Liberalisme senantiasa berhadapan dengan Rusia dan negara
mitranya yang menganut faham Sosialis Komunis.
Wawasan Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, justru tidak
menghadapkan individu dengan kesatuan masyarakat,
melainkan dalam satu kesatuan, sehingga terpancar Asas
Keseimbangan sejati antara individu dan masyarakat.
Aplikasi Asas Keseimbangan dalam satu kesatuan pergaulan
hidup terpancar dalam Mukadimah UUD 1945, yang mana
negara bertekad melindungi negara dan rakyatnya, berusaha
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan berusaha mewujudkan
kerja sama internasional dan perdamaian dunia.
Mencermati Teori Utilitarian Jeremy Bentham sebagai
Grand Theory dari sudut Wawasan Keseimbangan Pancasila
yang bermuatan universal, dapat diharapkan mewarnai
Hukum Kontrak Bisnis Internasional yang harmoni.
b. Middle Range Theory
Sebagai kerangka Teori menengah penulis memilih
Teori Hukum Pembangunan, yaitu pandangan Mochtar
Kusumaatmadja, yang menekankan hukum sebagai
sarana pembangunan nasional, dan pandangan Satjipto
Rahardjo mengenai peran Hukum Progresif.
1) Teori Hukum Pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja.
Dalam bukunya “Konsep-konsep Hukum Dalam
Pembangunan”, setelah menyinggung pandangan
Roscoe Pound mengenai hukum sebagai alat untuk
merekayasa sosial, maka Mochtar Kusumaatmadja
lebih secara konkrit menekankan bahwa hukum adalah
sarana yang dapat menunjang pembangunan, melalui
perundang-undangan yaitu pembuatan undang-undang
untuk melindungi proses pembangunan, di samping
menghadirkan undang-undang yang dapat memotivasi
106
kreativitas masyarakat dalam pembangunan, termasuk
membentuk masyarakat siap membangun.
Dalam konsep hukum sebagai sarana pembangunan
tidak mengandung sifat paksaan atau kelompok
penguasa yang mendominasi rakyat (masyarakat),
melainkan lebih bersifat yang mampu mendidik yang
kurang mampu dalam kedudukan dan kepentingan
yang seimbang, dan menjadi daya dorong bagi
pembangunan nasional.18
2) Teori Hukum Progresif Satjipto Rahardjo.
Sejalan dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmadja
mengenai hukum sebagai sarana yang mendorong
pembangunan, melalui pembuatan undang-undang
yang mengawal dan mengamankan pembangunan,
juga memotivasi masyarakat agar aktif dalam proses
pembangunan, Satjipto Rahardjo menambahkan
dengan Hukum Pembangunan yang progresif, yang
berlandaskan pembinaan dan pengembangan etika
atau moral dan akal yang berhati nurani. Etika atau
moral sangat melekat pada diri manusia. Oleh karena
itu bertitik tolak dari pembinaan dan penataan etika
yang perlu alat penilai, yaitu consciousness atau kata
hati atau kesadaran jiwa manusia.Isi consciousness
merupakan kesatuan dari totalitas sejumlah sikap jiwa
yang terdiri dari metoda kesadaran, pertimbangan
rasa, kedewasaan jiwa, dan sikap kehati-hatian.
Ketiga hal ini terdapat pada manusia di mana hukum
progresif sangat bertumpu pada sumber daya manusia
(SDM) dalam hukum. Oleh karena itu, cara
membangunnya dapat melalui lembaga pendidikan
18
Mochtar Kusumaatmadja, Pembangunan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, 1986, hlm 8.
107
tinggi hukum yang akan melahirkan manusia yang
beretika atau bermoral.19
c Applied Theory
Sebagai Applied Theory penulis memanfaatkan Teori
Kontrak Sosial (Social-Contract Theory), dengan tokoh-
tokohnya Thomas Hobbes. Menurut para tokohnya,
Teori Kontrak Sosial hadir dalam dunia akademis sebagai
upaya untuk menanggulangi konflik dan ketegangan
sosial. Melalui Teori Kontrak Sosial masyarakat
mencapai kehidupan yang tertib baik pada negara
kerajaan absolut yaitu kerajaan yang dipimpin raja-raja
dan negara kerajaan berkonstitusi maupun negara
demokrasi, kontrak sosial dapat menjadi wacana yang
memberi kelancaran berbagai aktivitas baik mekanisme
birokrasi maupun kegiatan masyarakat swasta termasuk
transaksi bisnis melalui Hukum Kontrak Bisnis, baik
nasional maupun antar negara.
Kontrak atau perjanjian termasuk kontrak bisnis bersifat
“mengikat” pihak-pihak dan harus ditaati. Pengikat
mutlak harus adil untuk pihak-pihak. Untuk itu asas
keseimbangan akan merupakan faktor penentu.20
Dalam
wawasan kontemporer Teori Kontrak Sosial diejawantah
dalam prinsip efisiensi ekonomi dan perdagangan.
Selanjutnya pembahasan pemikiran-pemikiran teoritis
dipaparkan. Di dalam konteks Teori Ilmu Hukum, Arief
Sidharta mengatakan: Teori Ilmu Hukum diartikan
sebagai ilmu atau disiplin hukum yang dalam persfektif
19
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta 2006,
hlm 234. 20
Arti theory atau teori adalah wacana ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah sosial. Teori Kontrak Sosial hadir sebagai kontribusi
untuk memecahkan masalah, termasuk masalah dalam transaksi
perdagangan.
108
interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis
berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun
dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi
teoritisnya maupun dalam pengejawantahan praktisnya,
tujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
dan memberikan penjelasan sejernih mungkin tentang
bahan hukum yang tersaji dan kegiatan yuridis dalam
kenyataan kemasyarakatan.
3. Pemikiran-Pemikiran Teoritis
Sebagai penopang dari kerangka pemikiran konsepsional
adalah kerangka pemikiran teoritis. Penulis akan
mengetengahkan teori-teori berperingkat (gradasi), yang
diharapkan menjadi arahan teoritis dalam mengkaji dan
memahami secara lebih mendalam “Asas Keseimbangan
dalam Hukum Kontrak Bisnis Internasional”, sehingga
dapat menjadi masukan baik bagi kepentingan akademis
maupun kepentingan praktis. Adapun paparannya adalah
sebagai berikut :
Grand Theory
Sebagai teori mendasar yang menopang pentingnya
penerapan Asas Keseimbangan dalam Hukum Kontrak
Bisnis Internasional adalah Teori “ Utilitis” tentang
“Kemanfaatan” oleh Jeremy Bentham. Utility
(Kehasilgunaan) bahwa hukum yang benar sepanjang
ia menghasilkan the greatest happiness for the greatest
number of people” (kemaslahatan atau kebahagiaan
terbesar untuk kuantitas (populasi) masyarakat yang
paling besar).“Happiness“ (kemaslahatan) untuk
persisnya dapat dikuntifikasi dan direduksi ke dalam
unit-unit kesenangan, bahwa sesuatu hanya akan
dikatakan berhasilguna (bermanfaat) sepanjang ia dapat
mendatangkan kemaslahatan seluas-luasnya, dan ia
109
tidak akan membawa manfaat apapun sepanjang
masyarakat ia tidak mengimplikasikan kemaslahatan.
Menurut Bentham, hakikat kebahagiaan adalah
kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari
kesengsaraan. Dari aliran “Utilitiarisme” antara lain
kita menemukan ajaran bahwa dalam menentukan
keadilan, sangat digantungkan kepada faedah yaitu:
“kesenangan” (pleasure) terbesar kepada jumlah orang
terbanyak.
Keadilan akan mengatur hak-hak milik pribadi dan
mengandung suatu pengakuan timbal balik akan hak-
hak masing-masing orang.. Seorang menganut aliran ini
Jeremy Bentham (1748-1832) juga mengajarkan bahwa
hanya faktor “penderitaan” (pain) dan “kesenangan”
(pleasure) juga yang menunjukkan apa “kewajiban”
kita.
4. Keadilan dalam keseimbangan hak dan kewajiban 21
Keadilan adalah suatu fokus tujuan yang prima dan setiap
cabang hukum, dimanapun dan kapanpun. Sebagai citra
kemanusiaan, keadilan telah menjadi dambaan dan
impian segenap lapisan masyarakat dan telah menyusup
pula kedalam berbagai bidang kehidupan manusia.
Keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan
salah satu ukurannya. Disepanjang perjalanan historis,
para perenung-perenung hukum telah berusaha
memberikan klarifikasi kepada esensi keadilan, sehingga
terbentuklah aneka ragam pengertian daripadanya.
Pada zaman Yunani kuno dan zaman Romawi, keadilan
dianggap sebagai salah satu kebajikan prima (cardinal
21
Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam teori dan praktek, Bandung:
Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2002, hal 338.
110
virtue), disamping kebajikan-kebajikan utama lainnya.
Dalam bukunya “Republic”, Plato menunjuk tiga
kebajikan prima lainnya disamping keadilan (justice)
yaitu: kearifan (wisdom), ketabahan (caurage) dan
kendali diri (dicipline). Tetapi ada sebagian filosof yang
beranggapan bahwa keadilan bukan sebagai salah satu
kebajikan yang berkedudukan “nebens” dengan
kebajikan khusus lainnya seperti kejujuran, kesetiaan atau
kedermawanan, mereka menganggap keadilan sebagai
suatu kebajikan cakupan (all embracing virtue).
Sehingga dengan demikian pengertiannya akan
mendekati kebenaran-kebaikan (rifgteousness). Berkaitan
dengan pengertian itu, muncullah konsepsi tentang
keadilan sebagai unsur ideal, unsur cita atau ide yang
terdapat dalam semua hukum.
Pencapaian keadilan sebagai tujuan (end), melahirkan
pengertian-pengertian keadilan sebagai hasil (result) atau
sebagai keputusan (decision). Terhadap pengertian
seperti ini diketemukan keadilan prosedural (procedural
justice) yang akan sejalan dengan pengertian keadilan
sebagai asas (priciple).
Disamping itu juga akan menemukan konsepsi keadilan
sebagai “ nilai”. Sketsa dari makna sifat adil dapat
diketemukan pula dalam berbagai terminologi, yang
masing-masing mempunyai arah penekanan tersendiri,
tetapi mempunyai kadar perbedaan yang relatif rendah.
Ditemukan istilah-istilah sebagai berikut : adil (just),
bersifat hukum (legal), sah menurut hukum (lawful),
tidak memihak (impartial), layak (fair), wajar secara
moral (equitable), benar secara moral (righteous).
Sebagai salah satu ukuran keadilan, keseimbangan antara
hak dan kewajiban memainkan peranan penting dalam
setiap pilar hukum, kecuali dalam beberapa hal yang
berhubungan dengan masalah “moral” atau masalah
111
“keluguan”. Itulah sebabnya dalam menyusun formulasi
keadilan, terlalu sering hak dan kewajiban ini diikut
sertakan, dapat kita lihat sebagai berikut : 22
Lebih dari 24 abad yang lalu, Plato telah berpendapat
dalam ungkapannya yang terkenal yang sampai sekarang
masih dianut yaitu : “giving each man his due”.
Rudolp Heimanson menyatakan bahwa ide keadilan itu
antara cermin dari keputusan yang berupa Undang-
Undang yang menghapuskan hak dan harta benda
seseorang (bill of attainder).
Dalam pengertian keadilan prosedural, Glenn Negley
memberikan pengertian keadilan sebagai : ” Penilaian
yang logis, bahkan hampir mekanis terhadap suatu atau
serangkaian perbuatan menurut ukuran dari satu struktur
nilai yang diterima oleh bersifat wajib sebagaimana
diwakili oleh hukum (The logical, almost mechanical,
assessment of an act or acts according to the criteria of
on accepted and mandatory value stucture represented
by the law).
JP.Plamenatz antara lain menyatakan bahwa salah satu
dari 2 arti keadilan adalah “ pemberian kepada setiap
orang haknya”. Pada zaman Romawi juga terdapat
definisi keadilan sebagai “Justitia est constant et
perpetua voluntas jus suum cuique tribuendi”. (Keadilan
adalah kecenderungan yang tetap dan kekal untuk
memberikan kepada setiap orang haknya).
Menurut ajaran dari aliran “liberalisme” antara lain
tokoh Samuel Pufendorf (1632-1694), bahwa : keadilan
orang (justice of person), sebagai salah satu versi
keadilan di samping versi lainnya yaitu “ keadilan
tindakan” (justice of action), artinya sebagai “constant
and abiding desire to give everyone his due”.
22
The Liang Gie, Teori-teori………., op cit , hal 19-43.
112
Dari aliran “Utilitiarisme” antara lain kita menemukan
ajaran bahwa dalam menentukan keadilan, sangat
digantungkan kepada faedah yaitu:: “kesenangan”
(pleasure) terbesar kepada jumlah orang terbanyak.
Keadilan akan mengatur hak-hak milik pribadi dan
mengandung suatu pengakuan timbal balik akan hak-
hak masing-masing orang. Untuk menetapkan apakah
pertukaran prestasi terjadi secara adil atua tidak
Nieuwenhuis mengatakan bahwa: “Keadilan sebagai
kategori formal yang mensyaratkan perlakuan sama
terhadap kasus serupa harus dilengkapi dengan bantuan
kriterium materiil yang pada gilirannya berfungsi sebagai
landasan bagi pola atau tata nilai yang berlaku.”
Keadilan tidaklah bersifat formal. Keadilan berlandaskan
pada suatu tata nilai, tertib normatif tertentu, yang dipilih
oleh dan berlaku dalam masyarakat tertentu. John Rawls
berpendapat bahwa mengingat tidak adanya kriterium
untuk menguji tingkat keadilan dan prestasi yang
dipertukarkan, satu strategi yang dapat dipergunakan
ialah : dapat dicari dalam prosedur berdasarkan kriterium
tersebut ditetapkan. Konsekuensinya ialah jika prosedur
tersebut perbentuk perjanjian, dengan melalui cara
tersebut prestasi yang telah ditetapkan dapat dikatakaan
adil karena prestasi tersebut telah disepakati oleh para
pihak. Hal tersebut menjadi adil bukan hanya karena telah
disepakati, melainkan juga terlebih karena asas
keseimbangan yang berlaku dan mengikat semua pihak
dalam perjanjian karena menjamin keseimbangan pada
caranya terjadi perjanjian di antara para pihak. Beranjak
dari timbal balik perjanjian, maka muncul pertukaran
yang adil dari kebendaan yakni bila prestasi-prestasi
absah merupakan akibat dari keseimbangan pada cara
terbentuknya perjanjian serta sekali-kali mencapai tujuan
yang memuaskan para pihak. Perjanjian pada asasnya
113
mengakibatkan pengayaan secara absah dan berfungsi
sebagai mata rantai lalu lintas pertukaran barang atau
kebendaan Sifat timbal balik atau resiprositas adalah
unsur paling mendasar dari perikatan yang lahir dari
perjanjian serta juga dapat dikatakaan merupakan inti
tidak saja dari hukum perjanjian, tetapi juga dari
keseluruhan hukum, tercakup ke dalam Hukum
Keperdataan dan Hukum Publik. Kiranya dapat dikatakan
bahwa Asas Timbal Balik (Resiprositas), sesuai dengan
prinsip Hukum Kontrak Internasional, prinsip ini
mengisyaratkan bahwa para pihak dalam kontrak harus
melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing
secara bertimbal balik. Menurut prinsip ini, pelaksanaan
kontrak harus memberikan “keuntungan” timbal balik.
Salah satu pihak tidak boleh semata-mata melakukan
prestasi yang tidak seimbang. Pada prinsipnya dimana
ada hak suatu pihak, disitu ada kewajiban pihak tersebut
demikian sebaliknya. Prinsip ini merupakan gejala
universal yang dapat kita jumpai di semua negara, dalam
setiap budaya dan di setiap tingkatan interaksi manusia.
Konsekuensinya ialah jika prosedur tersebut perbentuk
perjanjian, dengan melalui cara tersebut prestasi yang
telah ditetapkan dapat dikatakaan adil karena prestasi
tersebut telah disepakaati oleh para pihak. Hal tersebut
menjadi adil bukan hanya karena telah disepakati,
melainkan juga terlebih karena asas keseimbangan yang
berlaku dan mengikat semua pihak dalam perjanjian.
Karena menjamin keseimbangan pada cara terjadi
perjanjian di antara para pihak. Beranjak dari timbal
balik perjanjian, maka muncul pertukaran yang adil dari
kebendaan yakni prestasi-prestasi absah merupakan
akibat dari keseimbangan pada cara terbentuknya
perjanjian serta untuk mencapai tujuan yang memuaskan
bagi para pihak. Perjanjian pada asasnya mengakibatkan
114
pengayaan secara absah dan berfungsi sebagai mata
rantai lalu lintas pertukaran barang atau kebendaan.
Untuk mengetahui prinsip-prinsip lainnya, dari prinsip
fundamental Hukum Kontrak Bisnis Internasional:
prinsip dasar Kebebasan Berkontrak, prinsip dasar Pacta
Sunt Servanda (dengan itikad baik, prinsip dasar
Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase, prinsip dasar
Kebebasan Komunikasi /Navigasi).
Kebebasan ini sangat essensial bagi terlaksananya
perdagangan internasional, dan Asas Keseimbangan
dalam Hukum Kontrak Bisnis Internasional. Pinsip dasar
Kebebasan Berkontrak. (Fredom of Contract/ Party
Autonomy), selaras dengan pandangan hidup Pancasila,
Pancasila memandang kodrat manusia sebagai makluk
pribadi dan sekaligus sebagai mahluk sosial yang
merupakan kesatuan bulat, yang harus dikembangkan
secara seimbang, selaras dan serasi.
Hal ini berarti lapangan kehidupan pribadi dan lapangan
kehidupan sosial mendapat tempat dan dilindungi di
Indonesia. Upaya mewujudkan lapangan kehidupan
pribadi tidak boleh mengakibatkan hilangannya lapangan
kehidupan sosial, sedangkan upaya mewujudkan
lapangan kehidupan sosial tidak boleh meniadakan
lapangan kehidupan pribadi. Berdasarkan pandangan
hidup Pancasila seperti dijabarkan diatas, maka Asas
Kebebasan Berkontrak dapat diartikan bahwa: setiap
orang boleh membuat perjanjian (termasuk perjanjian
standar/baku) dengan isi dan bentuk apa pun. Asalkan
perjanjian tersebut tidak mengganggu upaya perwujudan
lapangan hidup (hajad hidup) yang berisi perlindungan
terhadap lapangan hidup sosial, boleh dibuat asal tidak
meniadakan upaya perwujudan lapangan hidup pribadi.
115
5. Teori Keseimbangan Filosofis Yang Ditemukan Pada
Pancasila Sebagai pandangan hidup bangsa yang berakar pada
“Bhinneka Tunggal Ika”, yaitu: “berbeda-beda,
namun satu adanya, dan satu namun berbeda-beda”,
yang dalam hubungan dengan persatuan Indonesia (Sila
ke-3), Indonesia terdiri dari aneka suku bangsa, aneka
bahasa dan budaya, namun hidup dalam kesatuan. Di
sini tercermin keanekaan dalam wujud pergaulan yang
heterogen, menghormati masing-masing individu
(pribadi) sebagai warga masyarakat.
Sebaliknya, masing-masing individu merasa ada dalam
kesatuan yang harus dijunjung tinggi dan dihormati,
sehingga terjalin keseimbangan kepentingan yang harus
dihormati dan dilindungi. Individu dan kesatuan
pergaulan sosial tidak boleh bertentangan satu sama
lain. Keduanya sama pentingnya dan saling
membutuhkan. Inilah keseimbangan sejati dan hayati.
Dalam kesatuan inilah dijalin keadilan yang merata
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara (Sila ke-5).
Pandangan hidup Pancasila bertolak dari keyakian
bahwa alam semesta dengan segala isinya, termasuk
manusia yang sebagai suatu keseluruhan terjalin secara
harmonis, diciptakan oleh Tuhan. kehadiran manusia di
dunia dikodratkan dalam kebersamaan dengan
sesamanya, namun tiap manusia memiliki kepribadian
yang unik yang membedakan yang satu dari yang lain.
Keseluruhan pribadi manusia dengan keunikannya
masing-masing mewujudkan satu kesatuan yakni:
kemanusiaan. Jadi “kesatuan dalam perbedaan”
sebaliknya dalam kebersamaan (kesatuan) itu tiap
manusia individual warga kesatuan itu memperlihatkan
kodrat kepribadian yang unik yang berati: terdapatnya
116
terdapatnya perbedaan di dalam kesatuan
kemanusiaan. Jadi “ perbedaan dalam kesatuan”.
Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila
yang oleh para bapak Negara Republik Indonesia
ditetapkan sebagai landasan kefilsafatan dalam menata
Kerangka dan Struktur dasar organisasi negara
sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang Dasar
1945, Pancasila adalah padangan hidup bangsa
Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa
Indonesia tentang hubungan antara manusia dan
Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta manusia
dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang
tempat manusia individul di dalam masyarakat dan
alam semesta.
Cita hukum Pancasial yang berakar dalam pandangan
hidup Pancasila dengan sendiri akan mencermikan
tujuan bernegara dan nilai-nilai dasar yang tercantum
dalam Pembukaan, Batang Tubuh serta Penjelasan
Undang-Undang dasar 1945.
Dalam kerangka pandangan tentang cara keberadaan
manusia yang dikemukakan maka Cita hukum
Pancasila berintikan:
a. Ketuhanan Yang maha Esa
b. Penghormatan atas Martabat ManusiaWawasan
kebangsaan dan Wawasan Nusantara
c. Persamaan dan kelayakan
d. Keadilan sosial
e. Moral dan Budi Pekerti yang luhurPartisipasi dan
transparansi dalam proses pengambilan putusan
publik.
6. Tujuan Hukum Pengayoman
Tujuan Hukum berdasarkan Cita Hukum Pancasila
adalah mewujudkan Pengayoman bagi manusia yakni:
117
melindungi manusia secara pasif dengan mencegah
tindakan sewenang-wenang, dan secara aktif dengan
menciptakan kondisi kemasyarakatan yang manusiawi
yang memungkinkan proses kemasyarakatan
berlangsung secara wajar sehingga secara adil tiap
manusia memperoleh kesempatan yang luas dan sama
untuk mengembangkan “budi pekerti kemanusiaan
serta cita-cita moral rakyat yang luhur berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. (Penjelasan UUD 1945).
Pelaksanaan Pengyoman itu dilksanakaan dengan
upaya mewujudkan:
a. Ketertiban dan keteraturan yang memunculkan
prediktabilitas
b. Kedamaian yang berketentraman
c. Keadilan (distributif, komutatif, vindikatif, protektif)
d. Kesejahteraan dan keadilan sosial
e. Pembinaan akhlak luhur berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Berbeda dengan wawasan pandang Pancasila adalah
filsafat kreasi zaman Renaissance yang
individualisme. Pada falsafah individualisme
berhadapan dua aliran yang kontroversial yaitu faham
Demokrasi Liberal yang mengutamakan individu
pribadi, sementara kurang menghargai kesatuan
pergaulan. Sebaliknya pada faham Sosialisme, maka
kesatuan masyarakat yang diutamakan, sebaliknya
kepentingan individu pribadi kurang dihargai. Oleh
karena itu, Amerika Serikat dan negara mitranya yang
menganut faham Liberalisme senantiasa berhadapan
dengan Rusia dan negara mitranya yang menganut
faham Sosialis Komunis.
Wawasan Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, justru tidak
menghadapkan individu dengan kesatuan masyarakat,
melainkan dalam satu kesatuan, sehingga terpancar asas
118
keseimbangan sejati antara individu dan masyarakat.
Aplikasi asas keseimbangan dalam satu kesatuan
pergaulan hidup terpancar dalam Mukadimah UUD
1945, yang mana negara bertekad melindungi negara
dan rakyatnya, berusaha mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan berusaha mewujudkan kerja sama
internasional dan perdamaian dunia. Mencermati
Grand Theory dari sudut wawasan keseimbangan
Pancasila yang bermuatan universal, dapat diharapkan
mewarnai Hukum Kontrak Bisnis Internasional.
Middle Range Theory
Sebagai kerangka teori menengah penulis memilih
Teori Hukum Pembangunan, yaitu pandangan
Mochtar Kusumaatmadja, yang menekankan hukum
sebagai sarana pembangunan nasional, dan pandangan
Satjipto Rahardjo mengenai peran Hukum Progresif.
Teori Hukum Pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja. Dalam bukunya “Konsep-konsep
Hukum Dalam Pembangunan”, setelah menyinggung
pandangan Roscou Pound mengenai hukum sebagai
alat untuk merekayasa sosial, maka Mochtar
Kusumaatmadja lebih secara konkrit menekankan
bahwa hukum adalah sarana yang dapat menunjang
pembangunan, melalui perundang-undangan yaitu
pembuatan undang-undang untuk melindungi proses
pembangunan, di samping menghadirkan undang-
undang yang dapat memotivasi kreativitas masyarakat
dalam pembangunan, termasuk membentuk masyarakat
siap membangun (intepreneurship). Dalam konsep
hukum sebagai sarana pembangunan tidak mengandung
sifat paksaan atau kelompok penguasa yang
mendominasi rakyat (masyarakat), melainkan lebih
bersifat yang mampu mendidik yang kurang mampu
119
dalam kedudukan dan kepentingan yang seimbang, dan
menjadi daya dorong bagi pembangunan nasional.23
Teori Hukum Progresif Satjipto Rahardjo. Sejalan
dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmadja
mengenai hukum sebagai sarana yang mendorong
pembangunan, melalui pembuatan undang-undang yang
mengawal dan mengamankan pembangunan, juga
memotivasi masyarakat agar aktif dalam proses
pembangunan, Satjipto Rahardjo menambahkan dengan
hukum pembangunan yang progresif, yang
berlandaskan pembinaan dan pengembangan etika atau
moral dan akal yang berhati nurani. Etika atau moral
sangat melekat pada diri manusia. Oleh karena itu
bertitik tolak dari pembinaan dan penataan etika yang
perlu alat penilai, yaitu consciousness atau kata hati
atau kesadaran jiwa manusia.
Isi consciousness merupakan kesatuan dari totalitas
sejumlah sikap jiwa yang terdiri dari metoda kesadaran,
pertimbangan rasa, kedewasaan jiwa, dan sikap kehati-
hatian. Ketiga hal ini terdapat pada manusia di mana
hukum progresif sangat bertumpu pada sumber daya
manusia (SDM) dalam hukum.
Oleh karena itu, cara membangunnya dapat melalui
lembaga pendidikan tinggi hukum yang akan
melahirkan manusia yang beretika atau bermoral.24
Hukum Progresif, progress (kemajuan), hukum
hendaknya mampu mengikuti perkembangan zaman,
mampu menjawab perubahan zaman dengan segala
23
Mochtar Kusumaatmadja, Pembangunan Hukum Dalam Rangka
Pembangunan Nasional, Binacipta, Bandung, 1986, hlm 8. 24
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta 2006,
hlm 234.
120
dasar dari dalamnya, serta mampu melayani masyarakat
dengan menyandarkan pada aspek moralitas dan
sumber daya manusia penegak hukum itu sendiri.
Dengan kata lain etika tidak lain dari suatu norma yang
berfungsi mempertahankan dan menegakkan nilai-nilai
moral manusia, supaya dapat dipatuhi oleh anggota
masyarakat itu sendiri dalam kehidupan sebagai
mahluk sosial. Menurut Satjipto, inilah inti dari
Hukum Progresif.25
Applied Theory
Sebagai Applied Theory penulis memanfaatkan Teori
Kontrak Sosial (Social-Contract Theory), dengan
tokohnya Thomas Hobbes, Menurut Thomas Hobbes,
Teori Kontrak Sosial hadir dalam dunia akademis
sebagai upaya untuk menanggulangi konflik dan
ketegangan sosial. Melalui Teori Kontrak Sosial
masyarakat mencapai kehidupan yang tertib baik pada
negara kerajaan absolut yaitu kerajaan yang dipimpin
raja-raja dan negara kerajaan berkonstitusi maupun
negara demokrasi, kontrak sosial dapat menjadi wacana
yang memberi kelancaran berbagai aktivitas baik
mekanisme birokrasi maupun kegiatan masyarakat
swasta termasuk transaksi bisnis melalui Hukum
Kontrak Bisnis, baik nasional maupun antar negara.
Menurut Hugo Grotius: suatu kesepakatan berupa
perjanjian atau kontrak pada hakikatnya adalah
mengikat. Kekuatan mengikat kontrak berasal dari
Hukum Alam. Menurut Hukum Alam, kontrak tidak
lain adalah kesepakatan timbal balik para pihak
(mutual compact) yang memiliki daya mengikat dari
hukum alam. Menurut Grotius: individu pada
25
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: B\uku
Kompas, 2006, hlm 233.
121
hakikatnya adalah mahluk yang lemah, ia
membutuhkan banyak hal untuk membuat hidupnya
nyaman. Karena itulah mengikatkan diri pada suatu
masyarakat di mana ia tinggal. Untuk memenuhi
kebutuhannya itu antara ia dengan masyarakatnya maka
hukum hadir disitu.26
Filsuf ternama lain Pufendorf berpendapat bahwa
kontrak melahirkan hak dan kewajiban kedua belah
pihak. Berdasarkan hal ini maka keadilan menuntut
bahwa kedua pihak itu melaksanakan kontrak, bila
terdapat pelanggaran, hukuman menyusul.
Pengaruhnya demikian kuat di dalam kehidupan
hukum, khususnya pada Asas Hukum Perjanjian,
Lawrence M. Friedman27
mengatakan:
“The Basic building block of contract was the indivual
will”. Asas Kebebasan berkontrak di dalam hukum
perjanjian telah berhasil memberikan pelayaanan yang
baik dan bermanfaat bagi kegiatan perekonomian
liberal (laissez faire)
Sehingga kemudian muncul perusahaan-perusahaan
raksasa pemegang monopoli dalam pelbagai bidang
sebagai revolusi industri. Kemakmuran suatu negara
diukur dengan perbandingan impor dan ekspornya, bila
ekspornya maju atau meningkat dibandingkan impor,
maka dinyatakan bahwa terdapat adanya neraca
perdagangan yang menguntungkan.
Kelebihan ekspor menurut kaum Merkantilis, mercari
artinya: jual beli akan menyebabkan bertambahnya
pendapatan negara. Berdasarkan prinsip ekonomi,
maka setiap individu berusaha untuk mencapai
26
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Cambridge: Harvard
U.P., 1949, hlm 140. 27
Lawrence M. Friedman, The Impact of Large Scale Business
Enterprise upon Contract, 1973, p. 6.
122
pendapatan yang sebesar-besarnya, pendapatan hanya
dapat bertambah, bilamana subyek ekonomi dapat
menawarkan pada subyek-subyek lainnya benda yang
lebih baik atau lebih murah dari pada yang ditawarkan
oleh saingannya. Secara umum esensi Hukum bagi
Ekonomi adalah mengatur hal perolehan dan
pendistribusian barang, yang memandang kepentingan
materiil sebagai tema utama dari kegiatan politikalnya
(juga dalam apa yang dinamakan sektor sosial), adalah
sangat menentukan sebagai faktor-faktor pembentukan
hukum.
Hukum tidak dapat dijelaskan tanpa masukan dari ilmu
ekonomi, yang belakangan oleh Posner, diketengahkan
sebagai suatu disiplin ilmiah yang mandiri sebagai
“Economic Analysis of Law” (Analisa Ekonomi
terhadap Peristiwa Hukum) adalah “menekan sebisa
mungkin pengeluaran (cost).
Dengan demikian dari persfektif ekonomi suatu aturan
hukum dikatakan baik, ketika ia mampu menekan
pengeluaran seoptimal mungkin. Kurva-kurva yang
menjelaskan ini disebut “The Law of Demand”
(Hukum Penawaran) yang diaplikasikan kedalam
sistem hukum, yang menjelaskan hubungan negatif
antara harga dan kuantitas. Ekonomi normatif (teori
ekonomi) terapan berbicara mengenai struktur
kehidupan sosial masyarakat. Ekonomi ini berusaha
mengadakan keharmonisan antara penawaran (barang-
barang yang terbatas dan pelayanan) dan permintaan
(kebutuhan yang tidak terbatas), sehingga kemakmuran
sebesar-besarnya dapat dicapai
Dengan demikian merupakan satu segi kebudayan
integral dari hidup sosial manusia.28
Keseimbangan
28
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2005, hlm 183.
123
perekonomian berpondasilkan pada keseimbangan
individu (konsumen produsen). Agar konsumen
maupun produsen dapat mencapai keseimbangan maka
harus melakukan pertukaran lewat pasar yaitu pasar in
put dan pasar out put (barang dan jasa). Harga terbentuk
dari inter aksi dari kekuatan permintaan dan penawaran,
harga terbentuk karena keseimbangan. Maka bila
terjadi kelebihan permintaan dan penawaran maka
terbentuk harga baru.
Pandangan kaum klasik tentang uang merupakan
sebagai alat transaksi (medium exchange), teori
ekonomi klasik dicirikan prinsip keseimbangan
otomatis. Dengan adanya kontrak melahirkan hak dan
kewajiban kedua belah pihak. Berdasarkan hal ini maka
keadilan menuntut bahwa kedua pihak itu
melaksanakan kontrak. Kontrak atau perjanjian
termasuk kontrak bisnis bersifat “mengikat” pihak-
pihak dan harus ditaati. Pengikat mutlak harus adil
untuk pihak-pihak. Untuk itu asas keseimbangan akan
merupakan faktor penentu.29
Sedangkan dalam Pembinaan hukum adalah untuk
menetapkan bidang-bidang hukum mana yang dapat
diperbaharui dan bidang-bidang hukum mana yang
sebaiknya dibiarkan dulu. Secara umum barangkali
dapat dikatakan bahwa bidang-bidang hukum yang
sangat erat hubungannya dengan kehidupan budaya
dan spritual masyarakat untuk sementara harus
dibiarkan, atau hanya dapat digarap setelah segala
aspek dari suatu perubahan serta akibat daripadanya
diperhitungkan dan dipertimbangkan.
29
Arti theory atau teori adalah wacana ilmiah untuk memecahkan
masalah-masalah sosial. Teori Kontrak Sosial hadir sebagai kontribusi
untuk memecahkan masalah, termasuk masalah dalam transaksi
perdagangan.
124
Hukum yang bersifat sensitif, hukum yang menyangkut
bidang-bidang budaya dan keyakinan masyarakat :
hukum kekeluargaan, perkawinan dan perceraian serta
waris termasuk didalamnya. Hukum yang bersifat
netral, sebaiknya bidang-bidang lain seperti hukum
perjanjian, perseroan dan hukum perniagaan pada
umumnya merupakan bidang-bidang hukum yang lebih
tepat bagi usaha pembaharuan.30
Pembangunan dalam arti yang seluas-luasnya meliputi
segala segi dari kehidupan ekonomi saja. Karena itu
istilah pembangunan ekonomi sebenarnya kurang
tepat, karena kita tidak dapat membangun ekonomi
suatu masyarakat tanpa menyangkutkan pembangunan
segi-segi kehidupan masyarakat yang lainnya. Apabila
kita lihat semua masyarakat yang sedang membangun
dicirikan oleh perubahan bagaimanapun kita
mendefinisikan pembangunan itu dan ukuran yang kita
gunakan bagi masyarakat dalam pembangunan.
Ada anggapan yang boleh dikatakan hampir merupakan
keyakinan bahwa perubahan yang teratur dapat
dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan
pengadilan atau kombinasi dari kedua-duanya.
Perubahan yang teratur melalui prosedur hukum, baik
ia berwujud perundang-undangan atau keputusan
badan-badan peradilan lebih baik daripada perubahan
yang tidak teratur dengan menggunakan kekerasan
semata-mata. Karena baik perubahan maupun
ketertiban(keteraturan) merupakan tujuan kembar dari
masyarakat yang sedang membangun, hukum menjadi
suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam proses
pembangunan. Jelas kiranya bahwa pemakaian hukum yang demikian yakni sebagai suatu alat pembaharuan masyarakat. Mengharuskan kita memiliki pengetahuan lebih banyak dan lebih luas daripada pengetahuan hukum dalam arti yang lazim. Seorang ahukum
Disuatu masyarakat yang sedang membangun harus
30
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam
Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002, hal 14.
125
mengetahui interaksi antara hukum dengan faktor-
faktor lain dalam perkembangan masyarakat, terutama
faktor-faktor ekonomi dan sosial. Cara pemakaian
hukum yang demikian mengharuskan diadakan analisis
fungsional dari sistem hukum sebagai keseluruhan dan
dari kaidah-kaidah dan lembaga-lembaga sosial
tertentu.31
Hukum dan Pembangunan perlu kiranya kita
membedakan dua hal yakni persoalan hukum sebagai
alat perubahan (pembangunan), dan pembinaan atau
perkembangan hukum itu sendiri. Dalam
memperkembangkan hukum sebagai suatu alat
pembaharuan masyarakat (a tool of social engineering)
berasal dari Roscoe Pound yang pernah menjadi Dekan
Fakultas Hukum Universitas Harvard bertahun-tahun
lamanya. Bahwa peranan hukum dalam pembangunan
adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi
dengan cara teratur, yang dapat dibantu oleh
perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau
kombinasi kedua-duanya. Hukum itu tidak boleh
ketinggalan dalam proses perkembangan yang terjadi
dalam masyarakat, antara lain pembangunan. Intinya
tetap ketertiban selama perubahan yang kita kehendaki
dalam masyarakat hendak dilakukan dengan cara tertib,
selama itu masih ada tempat hukum.32
Mengingat pentingnya peranan perundang-undangan
dalam rangka pembanguan masyarakat menurut
Mochtar Kusumaatmadja didalam suatu negara yang
sedang berkembang yang mencita-citakan
pembangunan dalam segala bidang, baik bidang
ekonomi, maupun bidang sosial budaya, yang tetap
31
Ibid, hal 20 32
Ibid, hal 14
126
menduduki tempat yang dominan didalam usaha
pembinaan hukum itu adalah badan eksekutif dan badan
legislatif yang dinegara kita dibawah UUD 1945
bersama-sama bertugas untuk menyiapkan dan
mengesahkan perundang-undangan.
Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan
Nasional (1973), dikemukakan bahwa hukum tidak
hanya meliputi asas dan kaidah yang mengatur
kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan
juga termasuk lembaga dan proses dalam
mewujudkan berlakunya kaidah itu dalam kenyataan
di masyarakat.
Kalau dianalisis lebih lanjut, makna definisi tersebut
1. Bahwa Asas dan Kaidah menggambarkan hukum
sebagai gejala normatif, sedangkan lembaga dan
proses menggambarkan hukum sebagai gejala sosial.
Hukum sebagai gejala normatif diartikan : bahwa
bentuk hukumnya yang dikehendaki adalah
perundang-undangan, sedangkan hukum sebagai
gejala sosial berarti faktor-faktor non yuridis seperti
dikatakan Hans Kelsen dalam teori murni tentang
hukum yaitu : filosofis, etis, sosiologis, ekonomis,
dan politis perlu diperhatikan. Sebagai cerminan
suasana pembangunan (das sein) harus di- sollen-
kan yaitu pasal-pasal perundang-undangan mana
yang harus diperbaiki, disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan.
2. Selanjutnya kata Asas menggambarkan bahwa
pandangan aliran hukum alam, karena asas itu ada
kaitannya dengan nilai-nilai moral tertinggi, yaitu
keadilan. Sedangkan kata kaidah menggambarkan
pengaruh aliran Positivisme Hukum, karena kata
kaidah mempunyai sifat normatif, seperti yang
127
dikemukakan oleh John Austin dan Hans Kelsen
dalam teori-teorinya. Kata lembaga menggambarkan
bahwa memperhatikan pandangan Mazhab Sejarah,
karena yang dimaksud lembaga hukum adat .
Seperti pengaruh Mazhab Sejarah di Indonesia
tercermin melalui lembaga hukum adat ini. Kata
Proses menggambarkan bahwa memperhatikan
pandangan Pragmatic Legal Realism (Roscoe
Pound). Yang dimaksud Proses disini adalah proses
terbentuknya putusan hakim pengadilan. Lebih lanjut
kata Lembaga dan Proses mencerminkan bahwa
pandangan sosiological Jurisprudence, karena kata
Lembaga dan Proses merupakan cerminan dari living
law yaitu sumber hukum tertulis dan tidak tertulis
yang hidup (formil). Kata Kaidah itu dalam
kenyataan menggambarkan bahwa bentuk hukumnya
harus Undang-Undang. Definisi Hukum yang
dikemukakan bahwa hukum adalah keseluruhan
kaidah dan asas yang mengatur kehidupan
masyarakat termasuk lembaga dan proses di dalam
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa :
1. Kata Kaidah dan Asas merupakan kaidah
(hukum) yang kemudian ditarik menjadi asas.
Yang ada kaitannya dengan Yurisprudensi.
Karena setelah putusan dibuat/ditarik asas
sebagai sumber hukum/patokan untuk hakim
yang akan datang.
2. Kata Hukum dalam kata mewujudkan
berlakunya hukum dalam kenyataan,
menggambarkan pengertian yang lebih luas
yaitu : Sumber Hukum Formil tetulis dan
tidak tertulis. Dalam hal ini sebagai sumber
hukum tidak tertulis adalah yurisprudensi
128
dalam rangka mengisi kekosongan hukum
yang tidak sempat diatur dalam Undang-
Undang. Hal ini karena Undang-Undang
hanya berlaku untuk waktu tertentu dan
tempat tertentu, sedangkan permasalahan
hukum selalu berkembang mengikuti
kebutuhan masyarakat yang selalu berubah.
Selanjutnya tindakan para individu diberi
wewenang oleh Tata Hukum yang mengattur
hubungan-hubungan tertentu secara hukum..
Transaksi Hukum adalah suatu tindakan dengan
tindakan mana para individu yang diberi wewenang
oleh Tata Hukum mengatur hubungan-hubungan
tertentu secara hukum
Dari dahulu kala para pihak dapat mencukupkan diri
pada adanya kehendak yang saling bertimbal balik
untuk mengikatkan diri mencapai tujuan bersama,
sepanjang muatan dan isi tidak dilarang Undang-
Undang dan diejawantahkan (diujudkan) dalam
bentuk yang dipersyaratkan. Kekuatan mengikat
kontrak erat terkait dengan asas keseimbangan,
yang pada gilirannya berkaitan dengan batas-batas
dari kekuatan mengikat tersebut. Seperti diketahui
asas kekuatan mengikat adalah: di dalam perjanjian
terkandung suatu Asas Kekuatan Mengikat, terikatnya
para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga
terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki
oleh kebiasaan dan kepatuhan akan mengikat para
pihak.33
33
Mariam Darus Baddrulzaman, Aneka Hukum Binis, Bandung: penerbit
Alumni, 1994, hlm. 42.
129
7. Mazhab Hukum,
Suatu kesepakatan berupa perjanjian atau kontrak pada
hakikatnya mengikat bagaikan Undang-Undang bagi
para pihak yang membuatnya.34
a. Mazhab Hukum Alam, mazhab tertua yang
berupaya menjelaskan hakikat mengikatnya
hubungan-hubungan Perdata (Privat) berupa
kontrak ini adalah Teori Hukum Alam. yaitu
Hugo Grotius menurutnya: kekuatan mengikat
suatu kontrak berasal dari Hukum Alam. Menurut
Hukum Alam, kontrak tidak lain adalah
kesepakatan timbal balik para pihak (mutual
compact) yang memiliki daya mengikat dari
Hukum Alam.35
Menurut Grotius, individu pada hakikatnya
adalah mahluk yang lemah. Ia membutuhkan
banyak hal untuk membuat hidupnya aman.
Karena itulah mengikatkan diri pada suatu
masyarakat di mana ia tinggal. Untuk memenuhi
kebutuhannya itu antara ia dengan masyarakatnya
maka Hukum hadir disitu.36
Filsuf lain yang menganut Mazhab Hukum Alam
adalah Pufendorf yang mengatakan bahwa:
Kontrak melahirkan hak dan kewajiban pada
kedua belah pihak. Berdasarkan hal ini maka
Keadilan, menuntut bahwa kedua pihak itu
melaksanakan kontrak itu, bila terdapat
pelanggaran, hukuman menyusul.
34
Sebagaimana termuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata dan serangkaian
yurisprudensi di Indonesia. 35
Hugo Grotius, On The Rights of War and Peace, dalam Clarence
Morris (ed), the great legal Philosophers: Selected Readings in
Jurisprudence Philadelphia: University of Pennsylvania Press, 1959, p 54. 36
Ibid, p 54.
130
Menurut John Locke sebagai pelopor Aliran
Hukum Alam menjelaskan bahwa prinsip janji harus
dihormati (keeping of faith) tidak lain adalah
prinsip yang berasal dari Hukum Alam. Janji orang
perseorangan tersebut menurut Locke tidak cukup
digantungkan kepada para pihak, Locke
berpendapat peran negara sangat perlu. Negara
harus berfungsi sebagai pengawas hukum. Untuk
itu, orang perorangan perlu menyerahkan sebagian
dari hak-hak primitif mereka kepada negara, yakni
pelaksanaan hak untuk menghukum secara pribadi.
b. Mazhab Wiena (Hans kelsen), yang menjelaskan
hakikat mengikatnya Kontrak yang menarik apa
yang disebut sebagai Doktrin Transaksi atau
Tindakan Hukum (Legal Transaction at Juristic
Act). Doktrin ini terbagi dua yaitu : Pertama:
Transaksi Hukum sebagai tindakan yang
menciptakan hukum dan yang menerapkan hukum.
Kedua : Doktrin Transaksi Hukum ini adalah
kontrak khususnya istilah perjanjian. Istilah
perjanjian (contract) mengandung kegunaan ganda
seperti itu. Istilah perjanjian menunjuk kepada
prosedur khusus yang melahirkan hak dan
kewajiban para pihak yang lahir karena perjanjian,
maupun kepada norma perjanjian yang dilahirkan
oleh prosedur khusus. Norma-norma khusus dan
kadang-kadang bahkan norma umum yang
mengatur perilaku timbal balik para pihak
dilahirkan melalui Transaksi Hukum.
Transaksi Hukum adalah suatu tindakan dengan
tindakan mana para individu yang diberi wewenang
oleh Tata Hukum mengatur hubungan-hubungan
tertentu secara hukum. Ini adalah suatu tindakan
pembentukan hukum, karena Transaksi Hukum
131
ini melahirkan kewajiban dan hak hukum para
pihak yang mengadakan transaksi tersebut. Tetapi
pada waktu bersamaan Transaksi Hukum ini
merupakan suatu tindakan penerapan hukum, dan
dengan demikian transaksi itu melahirkan dan
menerapkan hukum. Para pihak memanfaatkan
norma umum yang memungkinkan transaksi
hukum. Dengan memberi kemungkinan kepada
para individu untuk mengatur hubungan-hubungan
timbal baliknya melalui transaksi hukum.
Dengan adanya tindakan hukum, maka terbentuklah
suatu norma-norma hukum (umum) yang mengatur
hubungan timbal balik para pihak. Norma-norma
hukum ini oleh Hans Kelsen disebut sebagai
Norma kedua (second norm). Alasan disebut
Norma kedua ini adalah karena tindakan hukum
tersebut melahirkan hak dan kewajiban hukum
yang apabila hak dan kewajiban tersebut dilanggar
maka dapat menimbulkan sanksi. Karena itulah
norma kedua ini mengatur tingkah laku atau
perbuatan para pihak.37
Bentuk kedua dari suatu transaksi yang disebut
Kontrak pada hakikatnya adalah transaksi hukum
yang bersifat Hukum Perdata (Legal Transaction of
Civil Law).38
Kontrak adalah semata-mata adalah
suatu pernyataan kehendak dari dua atau lebih
individu. Pernyataan ini merupakan syarat yang
harus ada. Tanpa adanya pernyataan ini maka
kontrak yang dibuat tidak dapat ada atau dikuatkan
oleh suatu prosedur hukum (Pengadilan). Menurut
Hans Kelsen, pernyataan ini baru akan mengikat
37
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Cambreidge: Harvard
U.P., 1949, p. 137 38
Ibid, hlm 137.
132
apabila pernyataan tersebut ditujukan kepada pihak
lainnya dan pihak ini menyatakan penerimaannya.
Kelsen menyebut adanya tindakan dua pihak ini
sebagai transaksi hukum dua pihak (Two Sided
Legal Transactions).
c. Mazhab Positivisme Yuridis (Rudolf Von Jhering), mazhab ini berpendapat bahwa satu-satunya hukum
yang diterima sebagai hukum merupakan Tata
Hukum, sebab hanya hukum inilah dapat dipastikan
kenyataannya. Menurut Rudolf Von Jhering: melihat
kontrak tidak lain dari pada janji (promise), janji
memiliki kekuatan hukum, kekuatan hukum ini tidak
berasal dari hal-hal diluar dari janji para pihak, tetapi
dari fungsi praktis (practical function) dari janji itu
sendiri.39
Di samping itu terdapat Teori hukum yang
berupaya menjelaskan hakikat mengikatnya kontrak,
teori tersebut adalah:
1. Teori Kehendak (Will Theory), suatu
kesepakatan mengikat karena memang
merupakan keinginan para pihak yang
menginginkan kesepakatan itu mengikat.
2. Teori Persetujuan (The Bargain Theory), tampaknya mengingkari teori pertama, dasar
mengikatnya suatu kontrak bukan kehendak
para pihak tetapi persetujuan para pihak.
Persetujuan yang telah dibuat oleh para pihak
mengikat sepanjang apa yang telah disepakati
para pihak.
39
Rudolf von Jhering, Law as a Means to an End, dalam Clarence Morris
(ed), The Great Legal Philosipher: Selected Reasings in Jurisprudence,
Philadephia: University of Pennsylvania Press, 1959, p. 406.
133
3. Teori Kesetaraan (The Equivalent Theory), bahwa para pihak dalam kesepakatan tersebut
telah memberikan kesetaraan (kesamaan) bagi
para pihak.
4. Teori Kerugian (Injurios Reliance Theory),
kesepakatan itu mengikat karena para pihak
telah menyatakan dirinya untuk mengandalkan
pada pihak yang menerima janji dengan akibat
adanya kerugian. Dengan kata lain, pelanggaran
kesepakatan akan menimbulkan kerugian.40
Dari berbagai Teori dinyatakan Roscoe Pound,
tampaknya yang lebih tepat adalah teori pertama
yaitu Teori Kehendak (will theory) karena sesuai
dengan pandangan para sarjana termasuk sarjana
terkemuka Indonesia, Subekti mengatakan bahwa:
“Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang
dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang
membuat suatu perjanjian…..”41
Sedangkan Filsafat hukum dapat menjelaskan
mengapa subyek-subyek hukum terikat pada hukum.
Menurut Hans Kelsen : menerangkan mengapa
individu terikat pada hak dan kewajiban yang
tertuang dalam kontrak yang mereka buat.42
Suatu perbuatan yang mendasarkan pada landasan
kekuatan mengikatnya secara yuridikal dalam
kehendak psikis yang dinyatakan oleh pihak yang
melakukan tindakan tersebut. Jika ada dua pihak yang
terlibat, seperti didalam suatu perjanjian, landasan
perbuatan hukum berganda ialah kehendak kedua
40
Roscoe Pound, An introduction to the Philosophy of law, New Haven:
Yale UP., 1954, hlm. 150. 41
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, cet. VI, 1979, hlm 3. 42
Hans kelsen, General Theory of Law and State, Cambridge Harvard
U.P, 1949, p.140.
134
belah pihak, melalui kesepakatan yang dibuat
manusia atau terjadinya perjumpaan kehendak
terciptalah kekuatan mengikat yuridikal.
Keterikatan yuridikal dalam suatu perjanjian timbul
dari kesepakatan manusia satu sama lain. Dampak
keadaan yang tidak terduga terhadap asas kekuatan
mengikat kontrak erat terkait dengan asas
keseimbangan, yang pada gilirannya berkaitan dengan
batas-batas dari kekuatan mengikat tersebut.
Pengertian Asas Keseimbangan dalam bahasa
sehari-hari dimaknai kata seimbang (even wicht)
menunjuk pada pengertian suatu “keadaan
pembagian beban dikedua sisi berada dalam
keadaan seimbang“. Pertimbangan kedua masuk ke
dalam ranah filsafat hukum yang berusaha mencari
jawaban perihal landasan pemikiran dari kekuatan
mengikat. Asas keseimbangan adalah asas pokok
disamping tiga asas pokok dari hukum kontrak yakni
konsensualisme, kekuatan mengikat (verbindende
kracht), dan kebebasan berkontrak
(contractsvrijheid).
Dibalik “kehendak untuk terikat” dapat ditemukan
elemen yang sejatinya menjadi dasar pembenar
bagi kekuatan mengikat pencapaian tujuan bersama.
Secara umum elemen inilah yang menjamin
tercapainya hasil akhir yang adil. Pembenaran
dasariah dan perjanjian tersembunyi dibalik tujuan
bersama. Bila kebendaan dijual dengan harga
terlalu tinggi atau rendah, jual beli tetap dianggap
absah sepanjang para pihak bersepakat, yakni
sebagaimana dapat dilihat dari pernyataan kehendak
mereka masing-masing.
135
Dengan kata lain, jual beli terbentuk secara
seimbang. Perjanjian bertimbal balik yakni gagasan
bahwa pergeseran kekayaan dianggap dapat
dibenarkan (layak atau pantas) sepanjang tidak hanya
pernyataan kehendak para pihak berkesesuaian, tetapi
unsur keseimbangan telah dipenuhi.43
Janji antar para pihak hanya akan dianggap
mengikat sepanjang dilandasi pada asas, adanya
keseimbangan hubungan antara kepentingan
perseorangan dan kepentingan umum atau adanya
keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak
sebagaimana masing-masing pihak
mengharapkannya. Asas keseimbangan dilandaskan
pada upaya mencapai suatu keadaan seimbang yang
sebagai akibat darinya harus memunculkan
pengalihan kekayaan secara absah.
Di dalam dunia ekonomi, kontrak merupakan
instrumen terpenting untuk mewujudkan perubahan-
perubahan ekonomi dalam bentuk pembagian barang
dan jasa. Ratio (dasar pemikiran ) kontrak 44
merujuk pada tujuan terjadinya pergeseran harta
kekayaan secara adil (gerechtvaardigde) dan
memunculkan akibat hukum terjadinya pengayaan
para pihak juga secara adil. Kontrak
mengejawantahkan ke dalam maksud dan tujuan
“menciptakan keadaan yang lebih baik (een beter
leven brengen) bagi kedua belah pihak. Agar
pertukaran sebagai pengayaan yang adil, dapat
dipandang sebagi fair exchange, maka suatu prestasi
harus diimbangi dengan kontraprestasi. Pertukaran
secara bertimbal balik merupakan konsep kunci bagi
43
Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian
Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, hlm 471 44
. Ibid, hlm 308.
136
terciptanya keadilan diatas. Dalam kerangka teoritis
upaya mengorganisasikan atau mengklasifikasikan
suatu gejala kedalam persfektif tertentu.
Dalam Kerangka Teoritis, terkandung makna berteori
adalah upaya mengorganisasikan atau
mengklasifikasikan suatu gejala kedalam persfektif
tertentu. Oleh karena itu secara sederhana teori dapat
dikatakan sebagai “suatu cara untuk
mengklasifikasikan fakta sehingga semua fakta dapat
dipahami sekaligus” Proses pembentukan atau
pencarian teori, di dalam prakteknya sering
menghadapi kendala atau kesukaran karena demikian
luasnya persoalan yang dihadapi. Kendala demikian
dapat diatasi dengan upaya meyusun suatu kerangka
yang terdiri atas model-model teoritis tertentu.
Berdasarkan pilihan model-model berarti
mengadakan simplikasi sistematis dari unsur yang
memiliki hubungan, yang berfungsi sebagai gambaran
tentatif dan batas-batas teori, yang diharapkan dapat
memberikan kemampuan pemahaman atas hubungan
antar variabel.
Di dalam konteks Teori Ilmu Hukum, Arief Sidharta
mengatakan: Teori Ilmu Hukum diartikan sebagai
ilmu atau disiplin hukum yang dalam persfektif
interdisipliner dan eksternal secara kritis menganalisis
berbagai aspek gejala hukum, baik tersendiri maupun
dalam kaitan keseluruhan, baik dalam konsepsi
teoritisnya maupun dalam pengejawantahan
praktisnya, tujuan untuk memperoleh pemahaman
yang lebih baik dan memberikan penjelasan sejernih
mungkin tentang bahan hukum yang tersaji dan
kegiatan yuridis dalam kenyataan kemasyarakatan.
137
Berbagai pemikiran dari yang bersifat Abstrak
(filosofis) hingga konkret (aplikasi), pada akhirnya
melahirkan tatanan teoritik dalam bentuk Grand
Theory, Middle range Theory, Applied Theory yang
dapat diuraikan sebagai berikut:
Grand Theory: Teori utama45
(Grand Theory)
yang digambarkan
Sebagai landasan pemecahan permasalahan
penelitian adalah Teori Filsafat Hukum Pancasila,
Pandangan Hidup adalah pangkal bertolak dari
landasan kefilsafatan serta ukuran bagi norma kritik
yang mendasari atau menjiwai Tata Hukum.
Pandangan hidup yang dianut akan memberikan
koherensi (kesatupaduan) dan pengarahan pada
keseluruhan proses-proses sosial penormaan
(pengkaidahan) peraturan-peraturan hukum beserta
dengan proses-proses penerapannya dalam kehidupan
bermasyarakat. Pandangan Hidup bangsa Indonesia
sejak dahulu hingga kini adalah Pancasila. Dalam
dinamika proses-proses kemasyarakatan, Pancasila
diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan, juga
pada bidang kehidupan hukum. Penerapan atau
realisasi Pancasila pada bidang kehidupan hukum itu
menumbuhkan ketentuan-ketentuan hukum dijiwai
atau diwarnai oleh Pancasila. Keseluruhan Tata
Hukum sebagai suatu sistem aturan hukum positif
yang merupakan penjabaran atau penerapan
Pancasila pada bidang hukum, dapat disebut Hukum
Pancasila.
Hukum Pancasila sebagai Hukum Positif tumbuh dari
dalam dan/atau dibuat oleh masyarakat Indonesia
untuk mengatur dan mewujudkan ketertiban yang adil
45
Yudistira K. Garna, Teori-teori Ilmu sosial , Program pascasarjana,
Bandung, 1994, hlm 16.
138
dalam kehidupan kemasyarakatan di Indonesia.
Karena itu Hukum Pancasila dapat juga disebut
Hukum (Nasional) Indonesia.
Proses terbentuknya peraturan-peraturan Hukum
Positif itu dapat melalui tindakan nyata para warga
masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
maka terbentuklah Hukum tidak tertulis. Cita Hukum
Bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila: landasan
kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur
dasar organisasi negara.
Cita Hukum Pancasila mencerminkan tujuan negara
dan nilai-nilai dasar tercantum dalam UUD 1945,
Pancasila pandangan hidup bangsa Indonesia.
Berdasarkan jalan pikiran yang demikian termasuk
ilmu juga etika, tidak cukup diukur menurut ukuran-
ukuran kefilsafatan yang dikenal secara umum, tetapi
harus dilihat lagi ukuran kefilsafatan secara khusus
yang berdasarkan pandangan hidup masyarakat
setempat atau negara.
Menurut bangsa Indonesia yang menganut Pancasila
dan Asas Keseimbangan, ilmu takkan digunakan
untuk alat menghancurkan tetapi alat kehidupan
damai misalnya: untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat diberbagai bidang. Tempat manusia
(dirinya) dalam pergaulan hidup dengan alam
semesta dan Tuhannya yang menyatukan kita semua
adalah agama (dari Allah). Atas berkat Rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh bangsa
139
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
maka disusunlah Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat dan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, pembangunan nasional
adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan
nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam
Pembukaan UUD 1945.
Pada hakikatnya Pancasila sebagai Paradigma
Pembangunan Nasional mengandung arti: bahwa
segala aspek pembangunan harus mencerminkan
nilai-nilai Pancasila. Negara dalam rangka
mewujudkan tujuannya melalui pembangunan
nasional untk mewujudkan seluruh warganya harus
dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia. Oleh
karena itu, pembangunan nasional harus meliputi
aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan kehendak,
aspek raga, aspek individu, aspek mahluk sosial,aspek
pribadi dan juga aspek kehidupan ketuhanannya.
Dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan
peningkatan harkat dan martabatnya maka manusia
mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Iptek). Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai
140
bagi pengembangan Iptek sebagai hasil budaya
manusia harus didasarkan pada moral ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, pada hakikatnya sila-sila Pancasila
harus merupakaan sumber nilai, kerangka berpikir,
serta basis moralitas bagi pengembangaan Iptek .
Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-sila
harus merupakan sumber nilai, kerangka berpikir
serta Asas Moralitas bagi pembangunan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
Seperti juga dipaparkan diatas, sejalan dengan
pengertian Filsafat Hukum adalah: meneliti Hukum,
pandangan filsafat tentang dasar-dasar umum dari
pada Hukum. Filsafat Hukum adalah filsafat khusus
atau bagian dari filsafat. Dengan demikian maka soal-
soal pokok bagi fisafat sejalan dengan soal-soal
pokok filsafat. Selain itu yang perlu diingat bahwa
soal hukum senantiasa bertalian dengan Etika.
Etika : ilmu yang membahas atau menyelidiki nilai
dalam tindakan moral, pengkajian soal
keahlakan/moralitas. Etik : 1. Nilai yang menyangkut
tindakan benar atau salah yang dianut oleh suatu
masyarakat. 2. kumpulan nilai, asas atau standar yang
menyangkut ahlak. 46
Moralisme : ajaran Filsafat yang menitik beratkan
pada moral dan menganggap nilai-nilai kesusilaan
sebagai nilai-nilai yang paling luhur.
Dalam masyarakat pemeliharaan hukum mengalami
penyelewengan berwarna-warna, maka perlu
menekankan bahwa Hukum dan Kesusilaan
mewujudkan problematika bersama dari pada Filsafat
46
.M. Dahlan.Y.Al-Barry, L.Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah
Ilmiah Seri Intelektual, Target Press, Makassar, 2003, hlm 194.
141
Hukum.Dengan demikian dalam garis besarnya
dapat membedakan Juristische logik atau pengertian
Yuridis.
Soal-soal pokok Juristische Logik ada tiga:
Apakah Hakekat Hukum?
Apakah Asal Hukum?
Apakah Tujuan Hukum?
Soal-soal pokok Juristische Ethik ada dua:
Apakah kedudukan Manusia dalam Hukum?
Apakah Norma-norma bagi Penggembala Hukum?
Hukum dalam Bahasa Belanda Recht, bahasa Latin
Rectum yang berarti pimpinan. Perkataan Recht,
Rechtum dapat berarti unsur autorita,
kewibawaan.Recht merupakan bagian dari kata
Gerechtigheid yang berati Keadilan. Dengan
perkataan lain perkataan hukum itu membawa
pengertian kewibawaan dan keadilan. Perkataan Ius
adalah Bahasa Latin bagi Hukum. Ius ialah bagian
dari kata Iustitia : keadilan
Lex adalah bahasa Latin untuk Undang-undang, Lex
bertalian dengan Bahasa Perancis : Loi dan Bahasa
Inggris :Law. Dalam Bahasa Belanda Wet. Dalam
Lex senantiasa tercantum penngertian Autorita atau
Wibawa.
Hukum adalah Kaidah untuk hidup dan berbuat dalam
masyarakat.
Hukum ialah Norma Agenda (Norma untuk berbuat),
dalam masyarakat.
Hukum itu ordening (pengaturan) dari pada
masyarakat. Pengertian Hukum mengandaikan paling
sedikit dua orang. Hukum terbatas pada pergaulan
manusia dalam masyarakat. Hubungan dengan Tuhan
diatur oleh Norma-norma religius.
142
Hukum merupakan suatu keseluruhan, yang
mewujudkan suatu Sistim (keseluruhan yang teratur).
Hukum terdiri dari Norma. Norma Hukum adalah
Sollen-sein yaitu suatu Sollen (keharusan) yang
diwujudkan dalam Sein (kenyataan). Keseluruhan
norma hukum, disebut juga rechts-orde atau Tata
Hukum.
Hukum ialah: ordening van het social eleven penataan
hidup sosial. Tetapi hukum bukan satu-satunya
penataan. Seperti diketahui ada Norma Religi, Norma
Moral, Norma Kesopanan.
Pengertian Recht dapat dibedakan dalam Recht in
Objectieve Zin (Hukum), dan Recht in Subjectieve
Zin (Hak). Dalam Bahasa Indonesia, perbedaan itu
ditujukan oleh kedua istilah “ Hukum dan Hak”.
Hukum dan Kesusilaan (Moral) Hukum itu Obyeknya pertama-tama perbuatan lahir
(Uitweding Handelen), Kesusilaan perbuatan batin
(Gezindheid)
Hukum menjungjung tinggi Norma dari
Georganiseerde Gemeenschap, Kesusilaan Norma
dari Hati Nurani individu.
Tujuan Hukum tidak lain adalah tujuan Moral.
Hukum ingin menyelenggarakan “damai dan
ketenangan” dalam masyarakat, sedangkan Moral
ingin menyempurnakan manusia.
Hukum bekerja dengan Paksa, sedangkan Moral
dengan kekuatan batin
Hukum menghendakkan legalita, dan Moral :
moralita. Perbedaan ini perbuatan–perbuatan lahir,
maka ia disebut Yuridis, sejauh ia perbuatan batin
dinamakan Etis. Perbedaan Hukum dan Moral tidak
143
begitu tajam, karena Hukum senantiasa melihat
Gezind-Heid (kejiwaaan) perbuatan dan Moral
melihat perbuatan luar dari pada Gezindheid. Hukum
memperhitungkan opzet, culpa, te goeder trouw, segi
batin dari perbuatan.
Hukum kadang-kadang membolehkan, apa yang
dilarang oleh Moral, misalnya dalam hukum dapat
bebas dalam kewajiban. Selanjutnya akan dipaparkan
sila-sila Pancasila yang menunjukkan sistem Etika
dibawah ini.
8. Sila-sila Dalam Pancasila Menunjukkan Sistem
Etika
Dalam Pembanguan Iptek, yakni:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,47
mengimplementasikan Ilmu Pengetahuan,
mencipta, perimbangan antara rasional dengan
irrasional, antara akal, rasa dan kehendak.
Berdasarkan sila pertama ini Iptek tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan,
dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan
maksudnya dan akibatnya apakah merugikan
manusia dengan sekitarnya. Pengolahan
diimbangi dengan pelestarian. Sial pertama
menempatkan manusia di alam semesta bukan
sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian yang
sistematik dari alam yang diolahnya.
2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab48
,
memberikan dasar-dasar moralitas bahwa
manusia dalam mengembangkan Iptek haruslah
secara beradab. Iptek adalah bagian dari proses
budaya manusia yang beradab dan bermoral.
47
Sila pertama,Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa 48
Sila kedua, Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
144
Oleh sebab itu, pembanguan Iptek harus
didasarkan pada hakikat tujuan demi
kesejahteraan umat manusia. Iptek harus dapat
diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat
manusia, bukan menjadikan manusia sebagai
makhluk yang angkuh dan sombong akibat dari
penggunaan Iptek.
3. Sila Persatuan Indonesia49
, memberikan kesadaran
kepada bangsa Indonesia bahwa rasa rasionalisme
bangsa Indonesia akibat dari sumbangan Iptek,
dengan Iptek persatuan dan kesatuan bangsa dapat
terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan
persahabatan antar daerah di berbagai daerah
terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan
Iptek. Oleh sebab itu, Iptek harus dikembangkan
untuk memperkuat rasa persatuan rasa kesatuan
dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat
dikembangkan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat Internasional.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebidjaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan50
, mendasari
pengembangan iptek secara demokratis artinya
setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan
untuk mengembangkaan Iptek. Selain itu dalam
pengembangan Iptek setiap ilmuwan juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan orang
lain dan harus memiliki sikap yang terbuka
artinya untuk dikritik, dikaji ulang maupun
dibandingkan dengan penemuan teori lainnya.
49
Sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia 50
Sila keempat, Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebidjaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
145
5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia51
, Kemajuan Iptek harus menjaga
keseimbangan keadilan dalam kehidupan
keamnusiaan yaitu keseimbangan keadilan
dalaam hubungan dengan dirinya sendiri, manusia
dengan Tuhannya, manusia denan manusia lain,
manusia dengan masyarakat bangsa dan negara
serta manusia dengan alam lingkungannya.52
Sedangkan dibawah ini dibahas Middle Range
Theory
Middle Range Theory: Hasil pemikiran Mochtar
Kusumaatmadja yang berawal dan konsep Roscoe Pound
kemudian sebut sebagai Teori Hukum
Pembangunan. Teori Hukum Pembangunan,
tidak akan lepas dari konsepsi hukum modern di
Amerika Serikat sebagaimana Roscoe Pound
mengatakan “law as a tool of social
engineering”. Berbeda dengan Kaidah hukum
tradisional yang berfungsi mencapai ketertiban
dan keadilan, maka fungsi hukum modern selain
bertujuan untuk mencapai ketertiban dan
keadilan, tetapi sekaligus berfungsi sebagai salah
satu sarana pembaharuan masyarakat.
Pandangan bahwa hukum dapat digunakan
menjadi “ tool” (alat) dalam rangka melakukan
perubahan dalam masyarakat dan Roscoe Pound
mendorong dan menjadi inspirasi bagi Mochtar
Kusumaatmadja untuk menyelaraskan dengan
situasi dan kondisi masyarakat Indonesia yang
sedang melaksanakan pembangunan nasional.
51
Sila kelima,Pancasila, Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 52
Surajiwo, Filsafat Ilmu dan Perkembangan di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2007, hlm 161.
146
Hasil pemikiran Mochtar Kusumaatmadja yang
berawal dan Konsep Roscoe Pound tersebut
kemudian sebut sebagai Teori Hukum
Pembangunan.
Menurut Teori Hukum Pembangunan, hukum
bukan semata-mata hanya sebagai “tool” (alat)
akan tetapi merupakan sarana prasarana
pembangunan nasional, yaitu apabila konsepsi
hukum sebagai sarana (bukan alat) pembaharuan
itu alami mirip dengan law as a tool of social
engineering, dimana letak perbedaannya?
Menurut Mochtar Kusumaatmadja konsepsi
tentang hukum sebagai sarana pembaharuan
lebih luas baik dari segi jangkauan maupun ruang
lingkupnya.
Hal ini disebabkan oleh:
1. Lebih menonjolkan penggunaan Undang-
Undang dalam Pembaharuan Masyarakat di
Indonesia walaupun yurisprudensi berperan
pula. Berbeda dengan di Amerika Serikat,
penggunaan Yurisprudensi sebagai sumber
utama hukum (Common Law System).
2. Konsep “law as social engineering” Pound
menekankan aplikasi mekanistis. Hal ini
tergambar dari kata “tool” (alat) yang
menggambarkan persamaan dengan konsepsi
legisme di Indonesia yang sejak lama
ditentang. Konsep hukum sebagai “sarana”
menekankan pada kepekaan pada hukum
yang hidup dalam masyarakat.53
Pengembangan Pembaharuan Hukum di Indonesia akan
lebih mengandalkan pendekatan budaya dan kebijakan.
53
. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum Dalam
Pembangunan, Bandung, Alumni, 2002, hlm 9-10
147
Sebagai asumsi yang dikemukakan hukum berperan
sebagai sarana pembaharuan di Indonesia:
1. Adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha
pembangunan dan pembaharuan merupakan suatu
yang diinginkan atau dipandang mutlak perlu.
2. Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum
dapat berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana
pembaharuan dalam arti pengatur arah kegiatan
manusia kearah yang dikehendaki.
Hukum dalam fungsinya sebagai sarana pembangunan
dapat mengabdi dalam tiga sektor yaitu:
1 Hukum sebagai alat penertib (ordening). Dalam
kaitannya dengan penertiban ini, hukum dapat
menciptakan suatu kerangka bagi pengambilan
keputusan politik, penyelesaian sengketa dan
meletakkan dasar hukum bagi penggunaan
kekuasaan.
2. Hukum sebagai penjaga alat keseimbangan sengketa
dan keharmonisan
(balancing), fungsi ini dapat menjaga keharmonisan
dan keseimbangan antara kreditur, debitur dan
masyarakat.
3. Hukum sebagai katalisator, hukum dapat membantu
memudahkan
terjadinya proses perubahan melalui pembaharuan
hukum (law reform) dengan bantuan tenaga-tenaga
kreatif dan profesional dibidang hukum.54
Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional
(1973), dikemukakan bahwa hukum tidak hanya meliputi
asas dan kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam
54
Sjamsudin Manan Sinaga, Lembaga Kepailitan dan Asas
Keseimbangan Dalam Perlindungan Hukum terhadap Kriditor, Debitor
dan Masyarakat, Disertasi Program Pascasarjana Doktor Ilmu Hukum
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, 2004, hlm 20-21.
148
masyarakat, melainkan juga termasuk Lembaga dan Proses
dalam mewujudkan berlakunya kaidah itu dalam kenyataan
di masyarakat.
Apakah makna definisi tersebut ?
1. Bahwa Asas dan Kaidah menggambarkan hukum
sebagai gejala normatif, sedangkan lembaga dan
proses menggambarkan hukum sebagai gejala sosial.
Hukum sebagai gejala normatif diartikan : bahwa
bentuk hukumnya yang dikehendaki adalah
perundang-undangan, sedangkan hukum sebagai
gejala sosial berarti faktor-faktor non yuridis seperti
dikatakan Kelsen dalam Teori Murni Tentang
Hukum yaitu : filosofis, etis, sosiologis, ekonomis,
dan politis perlu diperhatikan. Sebagai cerminan
suasana pembangunan (das sein) harus di- sollen-
kan yaitu Pasal-Pasal Perundang-undangan mana
yang harus diperbaiki, disesuaikan dengan kebutuhan
pembangunan.
2. Selanjutnya kata Asas menggambarkan bahwa
pandangan aliran
Hukum Alam, karena asas itu ada kaitannya dengan
nilai-nilai moral tertinggi, yaitu Keadilan.
Sedangkan kata Kaidah menggambarkan pengaruh
aliran Positivisme Hukum, karena kata Kaidah
mempunyai sifat normatif, seperti yang dikemukakan
oleh John Austin dan Hans Kelsen dalam teori-
teorinya.
Kata lembaga menggambarkan bahwa
memperhatikan pandangan Mazhab Sejarah, karena
yang dimaksud Lembaga Hukum Adat. Seperti
pengaruh Mazhab Sejarah di Indonesia tercermin
melalui Lembaga Hukum Adat ini.
149
Kata Proses menggambarkan bahwa memperhatikan
pandangan Pragmatic Legal Realism (Roscoe Pound).
Yang dimaksud proses di sini adalah Proses
terbentuknya putusan hakim pengadilan.
Lebih lanjut kata Lembaga dan Proses
mencerminkan bahwa pandangan sosiological
Jurisprudence, karena kata Lembaga dan Proses
merupakan cerminan dari living law yaitu sumber
hukum tertulis dan tidak tertulis yang hidup (formil).
Oleh karena itu kata Kaidah itu dalam kenyataan
menggambarkan bahwa bentuk hukumnya harus
Undang-Undang. Definisi Hukum yang dikemukakan
bahwa hukum adalah keseluruhan Kaidah dan Asas
yang mengatur kehidupan masyarakat termasuk
Lembaga dan Proses di dalam mewujudkan hukum
itu dalam kenyataan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa : Kata
Kaidah dan Asas merupakan kaidah (hukum)
yang kemudian ditarik menjadi asas. Yang ada
kaitannya dengan Yurisprudensi. Karena setelah
putusan dibuat/ditarik asas sebagai sumber
hukum/patokan untuk hakim yang akan datang.
Sedangkan kata Hukum dalam kata mewujudkan
berlakunya hukum dalam kenyataan, menggambarkan
pengertian yang lebih luas yaitu : sumber hukum
formil tetulis dan tidak tertulis.
Dalam hal ini yang dimaksudkan Mochtar
Kusumaamadja, sebagai sumber hukum tidak tertulis
adalah yurisprudensi dalam rangka mengisi
kekosongan hukum yang tidak sempat diatur dalam
Undang-Undang. Hal ini karena Undang-Undang
hanya berlaku untuk waktu tertentu dan tempat
tertentu, sedangkan permasalahan hukum selalu
150
berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat yang selalu berubah.
Pembinaan hukum adalah untuk menetapkan bidang-
bidang hukum mana yang dapat diperbaharui dan
bidang-bidang hukum mana yang sebaiknya
dibiarkan dulu. Secara umum barangkali dapat
dikatakan bahwa bidang-bidang hukum yang sangat
erat hubungannya dengan kehidupan budaya dan
spritual masyarakat untuk sementara harus dibiarkan,
atau hanya dapat digarap setelah segala aspek dari
suatu perubahan serta akibat dari padanya
diperhitungkan dan dipertimbangkan.
Hukum yang bersifat sensitif, hukum yang
menyangkut bidang-bidang budaya dan keyakinan
masyarakat : Hukum Kekeluargaan, Perkawinan dan
Perceraian serta Waris termasuk di dalamnya.
Hukum yang bersifat netral, sebaiknya bidang-bidang
lain seperti Hukum Perjanjian, Perseroan dan
Hukum Perniagaan pada umumnya merupakan
bidang-bidang hukum yang lebih tepat bagi usaha
pembaharuan.55
9. Membaca Hukum adalah Menafsirkan Hukum Sedangkan menurut Satipto Rahardjo, mengemukakan
adagium dalam bukunya bahwa: “membaca hukum
adalah menafsirkan hukum”, untuk memberikan
penekanan bahwa proses mengerti suatu hukum tidak akan
bisa dilepaskan dari upaya untuk menafsirkan hukum itu
sendiri.56
Kemudian dinyatakan pula oleh Twining bahwa teks-teks
dalam hukum harus ditafsirkan karena merupakan “a finite-
55
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-konsep Hukum .......,Op Cit, hlm 14. 56
Satjipto Rahardjo, Hukum dalam jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta
2006, hlm 163.
151
closed scheme of permissible justification”, sementara
menurutnya alam dan kehidupan sosial merupakan sesuatu
yang bergerak, selalu berubah dan berkembang dan bukan
merupakan suatu yang “finite closed”.
Dengan demikian pada waktu hukum yang kaku akan
bersinggungan dengan situasi konkrit tyang selalu berubah,
hukum harus dapat berkesesuaian atau menyesuaikan dengan
situasi konkrit tersebut. Hukum pada saat berhadapan dengan
alam dan kehidupan sosial yang berkembang, harus dapat
berlaku secara tidak stagnan dan fleksibel mengikuti situasi
dan kondisi yang dibutuhkan agar selalu dapat mengatur dan
menciptakan hasil yang berkeadilan. Sementara teks yang
berada pada hukum, tidak senantiasa dapat selalu diubah,
disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan atas hukum
tersebut.Pemaknaan suatu aturan atau teks, atau interpretasi
yang dilakukan oleh penafsir harus senantiasa dilakukan
dengan pertimbangan berbagai faktor, antara lain faktor yang
ada saat pembuatan teks yuridis tersebut (baik itu sejarah
secara umum maupun sejarah sistem hukum dan
pengundangannya), faktor yang dibutuhkan saat ini berupa
kebutuhan masyarakat yang berkembang atas keadilan dan
faktor yang akan menjamin kepastian hukum di masa yang
akan datang, demi agar penafsiran tersebut menghasilkan
sesuatu yang bernilai pembebasan dan berharga bagi
kemanusiaan. Dalam hal ini hukum harus dibebaskan dari
pengertian atau konsep-konsep lama yang telah tidak
berkesesuaian lagi dengan kondisi dan kebutuhan jaman
dimana hukum itu diterapkan.Interpretasi untuk keperluan
menerapkan suatu rumusan kepada suatu kasus konkrit
dikatakan oleh Satjipto, sebagai jantung hukum. Hampir
tidak mungkin hukum bisa dijalankan tanpa membuka pintu
152
bagi penafsiran, yang merupakan aktivitas mutlak dilakukan
sejak hukum berbentuk tertulis.57
Menurutnya: peraturan sebagai sesuatu yang legal dan
kenyataan sebagai sesuatu yang sosiological, empirical,
bukan dua hal yang terpisah dan bisa dipisahkan secara
mutlak. Pada waktu kita berbicara mengenai penafsiran,
maka keduanya akan saling memasuki (orderlinge
interaktie). Peraturan akan melihat kepada kenyataan, sedang
kenyataan melihat pada peraturan. Maka pekerjaan
penafsiran menjadi bukan semata-mata membaca peraturan
dengan mengunakan logika peraturan, melainkan juga
membaca kenyataan atau apa yang terjadi di masyarakat.
Kedua pembacaan itu disatukan dan dari situ akan muncul
kreativitas, inovasi dan progresifisme. Artinya dari
permasalahan rumusan hukum yang tidak berkeadilan yang
menjadi obyek kritisi dalam bab sebelumnya, membaca
hukum untuk secara berkeadilan seperti dinyatakan Dibawah
ini sebagai berikut :
Satjipto Rahardjo dapat dijadikan salah satu alternatif
solusinya. Dengan demikian penafsiran sebagai cara
membaca Hukum yang baik yang dapat mendatangkan
keadilan, harus secara mutlak, dilakukan selama rumusan
hukum yang tidak berkeadilan tersebut masih harus
dipertahankan.
Hukum yang Progeresif pertama kali digagas oleh Satjipto
Rahardjo melalui bukunya: “Membedah Hukum Progresif
dan Hukum dalam Jagat Ketertiban” untuk menamai hukum
yang memiliki sifat dapat mengubah dengan cepat,
melakukan pembalikan yang mendasar dan teori dan praktis
hukum, serta melakukan berbagai terobosan yaitu hukum
yang menolak status quo dan secara progresif melakukan
57
Satjipto Rahardjo dalam Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum,
dari Dekonstruksi Teks menuju Progresivitas Mana, Refika Aditama,
Bandung, Juli 2005, hlm 1.
153
pembebasan. Pembebasan tersebut berdasarkan prinsip
bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan untuk
sebaliknya... dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk sesuatu yang lebih luas yaitu untuk harga
diri manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan
manusia.
Dengan demikian “Penafsiran akan menunjukkan hukum
pada tujuan kemanusiaan” yang menjadi hakekatnya, atau
keadilan yang diinginkan. Dalam prosses tersebut apabila
ternyata hukum dirasakan tidak cukup memberikan keadilan
melalui rumusan yang tekstual, maka penafsiran-penafsiran
yang dilakukan penegak hukum dengan tujuan kemanusiaan
harus dapat diterapkan. Penafsiran profresif adalah salah satu
jenis penafsiran dengan tujuan kemanusiaan “agar hukum
dapat bermakna” bagi kesejahteraan manusia.
Menurut Satjipto Rahardjo. Agar hukum dapat bersifat
progresif hukum harus dapat melakukan pembebasan yaitu
berdasarkan bahwa hukum adalah untuk manusia, dan bukan
sebaliknya dan hukum tidak ada untuk dirinya sendiri,
melainkan untuk sesuatu yang lebih luas yaitu harga diri
manusia, kebahagiaan, kesejahteraan dan kemuliaan
manusia. Penafsiran secara profresif tidak selalu bertumpu
kepada logika, melainkan juga meninggalkan rutinitas
logika.
Hal ini disebabkan penafsiran dilakukan dengan melompat
tidak ada hubungan logis antara konsep yang lama dengan
yang baru. Karena itulah penafsiran ini disebut penafsiran
progresif yang tidak berhenti, pada pembacaan teks belaka.
Mengingat pentingnya peranan Perundang-undangan dalam
rangka pembangunan masyarakat menurut Mochtar
Kusumaatmadja di dalam suatu negara yang sedang
berkembang yang mencita-citakan pembangunan dalam
segala bidang, baik bidang ekonomi, maupun bidang sosial
budaya, yang tetap menduduki tempat yang dominan di
154
dalam usaha pembinaan hukum itu adalah badan eksekutif
dan badan legislatif yang di negara kita di bawah UUD 1945
bersama-sama bertugas untuk menyiapkan dan mengesahkan
Perundang-Undangan.
Pembangunan dalam arti yang seluas-luasnya meliputi
segala segi dari kehidupan ekonomi saja. Karena itu istilah
pembangunan ekonomi sebenarnya kurang tepat, karena kita
tidak dapat membangun ekonomi suatu masyarakat tanpa
menyangkutkan pembangunan segi-segi kehidupan
masyarakat yang lainnya. Apabila kita lihat semua
masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh
perubahan bagaimanapun kita mendefinisikan pembangunan
itu dan ukuran yang kita gunakan bagi masyarakat dalam
pembangunan.
Ada anggapan yang boleh dikatakan hampir merupakan
keyakinan bahwa perubahan yang teratur dapat dibantu oleh
Perundang-undangan atau Keputusan Pengadilan atau
kombinasi dari kedua-duanya. Perubahan yang teratur
melalui prosedur hukum, baik ia berwujud Perundang-
undangan atau Keputusan Badan-badan Peradilan lebih baik
daripada perubahan yang tidak teratur dengan menggunakan
kekerasan semata-mata. Karena baik perubahan maupun
ketertiban (keteraturan) merupakan tujuan kembar dari
masyarakat yang sedang membangun, hukum menjadi suatu
alat yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. Jelas kiranya bahwa pemakaian hukum yang demikian yakni sebagai suatu alat pembaharuan masyarakat. Mengharuskan kita memiliki pengetahuan lebih banyak dan lebih luas daripada pengetahuan hukum dalam arti yang lazim.
Seorang ahli hukum di suatu masyarakat yang sedang
membangun harus mengetahui interaksi antara hukum
dengan faktor-faktor lain dalam perkembangan masyarakat,
terutama faktor-faktor ekonomi dan sosial.
Cara pemakaian hukum yang demikian mengharuskan
diadakan analisis fungsional dari sistem hukum sebagai
keseluruhan dan dari kaidah-kaidah dan lembaga-lembaga
sosial tertentu.58
Selanjutnya applied theory
58
Ibid, hlm 20
155
Applied Theory: yang dipergunakan untuk mengkaji
permasalahan yang diteliti adalah Kontrak sosial dari Jean
Jacques Rousseau, menjadi terkemuka karena konsepnya
mengenai perjanjian masyarakat. Keadaan manusia yang
terikat oleh perjanjian masyarakat itu digambarkan lewat
kalimat pembukaan contract Social: manusia dilahirkan
bebas, tetapi di mana-mana dia terbelenggu. Menurut
Rousseau, dasar negara bukanlah (hukum) alam ataupun
hukum Tuhan, melainkan perjanjian (masyarakat). Perjanjian
masyarakat itu dimungkinkan karena hakikat kebebasan yang
melekat pada diri manusia. Karena kebebasan yang menjadi
hakikatnya itu manusia mengikatkan dirinya masing-masing
kepada negara justeru untuk menjamin kemerdekaan dan
persamaannya masing-masing. Melalui perjanjian masyarakat
itu kehendak seluruh rakyat menjelma sebagai kehendak
bersama. Kehendak bersama itu merupakan abstraksi dari
keseluruhan kehendak masing-masing warga negara. Atas
dasar abstraksi itulah kedaulatan yang absolut, tidak terbagi
dan tidak dapat dialihkan, berada ditangan rakyat. Dalam
hukum, baik publik maupun perdata, abstraksi ini kemudian
menjadi dasar dari teori tentang pengalihan hak. Pada
gilirannya mekanisme pengalihan hak membuka
kemungkinan untuk berbagai transaksi hukum, tidak hanya
dalam ketatanegaraan, melainkan juga dalam ruang
keperdataan. 59
Thomas
Hobbes, kekuasaan absolutisme dalam kurun waktu yang
tidak jauh terpaut, kehidupan di Inggris yang dilumat oleh
perang saudara belum memungkinkan Thomas Hobbes,
untuk melihat struktur masyarakat yang lebih terbuka seperti
Grotius. Hobbes, karena pengalaman hidupnya sendiri
melihat bahwa hakikatnya manusia adalah serigala bagi
59
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum Problematik Ketertiban
yanga adil, Jakarta: Grasindo, 2004, hlm 77.
156
manusia lainnya (homo homini lupus) yang mengakibatkan
keadaan perang permanen antara semua lawan semua
(bellum omnium contra omnes), seperti yang diuraikan
dalam buku Leviathan (1651).
Namun manusia tidak mungkin terus menerus hidup dalam
keadaan demikian. Karena itu mereka harus mengadakan
perjanjian dimana mereka menyerahkan semua kekuasaan
(hak) alamiah mereka kepada negara. Sebagai akibat, negara
berkuasa secara mutlak dan dengan kedaulatan yang tidak
terbagi, yang dalam stelsel dari Hobbes direpresentasikan
dalam diri seorang raja mereka sepenuhnya (monarkhi
absolut).
Ajaran Hobbes: masyarakat mengikatkan diri dalam
perjanjian untuk mendirikan absolutisme yang akan
menguasai mereka sepenuhnya. Hobbes menjadi teoritikus
dari ajaran monarkhi absolutisme dan pelopor atheisme di
Inggris. Ajaran monarkhi absolut kemudian menjadi tempat
bertopang bagi para penguasa Eropa untuk lebih dari satu
abad lamanya. Hal yang menarik dari Grotius dan Hobbes
adalah unsur “perjanjian” yang dikemukakan sebagai tesis
untuk memahami proses terbentuknya kehidupan
bermasyarakat.
Unsur itu akan didaya gunakan secara maksimal dalam babak
sejarah berikutnya yaitu zaman Aufklarung. Aneka
pemikiran yang kembali menjadikan manusia sebagai tolok
ukur, sebagaimana yang umumnya berkembang di zaman
Renaissance telah menggerakkan pergeseran-pergeseran
sosial politik. Sebagai akibat dari gerakan reformasi yang
diprakarsai oleh Luther, berkembang konflik antara kaum
reformis dengan gereja katolik.
Di pihak lain kaum Reformis yang dengan cepat bisa
mengambil hati kaum tani, mengimbas konflik dengan
kaum bangsawan yang menguasai tanah.
157
Zaman Renaissance telah membuka cakrawala pemikiran
baru dengan mengembalikan manusia sebagai pusat
orientasi, maka zaman Aufklarung sering juga disebut
sebagai zaman Rasionalisme memperlihatkan bahwa
eksploitasi terhadap metode berpikir dapat mengantarkan
manusia kepada aneka konsep penyelesaian bagi masalah-
masalah yang berkaitan dengan komunitas kehidupan
manusia.
Manusia tidak bisa membiarkan orang yang satu mengambil
dan menguasai hasil jerih payah kerja orang lain tanpa
memberikan imbalan yang dianggap pantas oleh kedua belah
pihak. Kenyataan sepanjang sejarah menunjukkan bahwa
masyarakat yang disebut primitif mengenal prinsip
resiprositas antara hak dan kewajiban atau keseimbangan
antara keharusan dan larangan dan menaatinya secara
luas. Karena pertimbangan-pertimbangan itu, bagi manusia,
hukum paling sedikit berfungsi untuk mencapai dua target
utama: ketertiban umum dan yang pada gilirannya
menciptakan keadaan yang kondusif untuk mencapai
keadilan.
10 Kesimpulan:
1. Filsafat diartikan : karya manusia tentang sesuatu,
yang mengunakan alat-alat perlengkapan apa yang
dimiliki manusia yang diberikan Tuhan Yang Maha
Esa untuk menempuh kehidupannya dikenal tiga
kelengkapan utama yaitu: Rasa, contohnya: seniman,
kagum, heran dilanjutkan dengan, Ratio, contohnya:
ilmuan, Raga, contohnya petinju, kuli (menggunakan
otot). Ini berarti filsafat merupakan hasil pemikiran
manusia tentang hakekat manusia. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk meneliti dengan perumusan
masalah sbb: 1. Apakah filsafat hukum pancasila? 2.
Apakah filsafat hukum Etika dan profesi?
158
2. Berfilsafat berarti berrendah hati, mengevaluasi
segenap pengetahuan yang telah didapat dan
diketahui. Karakteristik berpikir filsafat yang
pertama adalah sifat menyeluruh, seorang ilmuwan
tidak puas mengenal ilmu dari sudut pandang ilmu itu
sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam
konstelasi pengetahuan yang lainya. Ia ingin
mengetahui kaitan ilmu dengan moral, kaitan ilmu
dengan agama dia ingin yakin apakah ilmu membawa
kebahagian ada dirinya.
3. Peran ilmu pengetahuan dalam pembangunan
sebagaimanaa diketahui dalam Garis-garis besar
haluan negara (GBHN) yang disepakati di Indonesia.
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata
material dan spiritual berdasarkan Pancasila.
Pancasila di dalam wadah negara RI yang merdeka,
berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan
dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
4. Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam
Pancasila : landasan kefilsafatan dalam menanta
kerangka dan struktur dasar organisasi negara. cita
hukum Pancasila: mencerminkan tujuan negara dan
nilai-nilai dasar yang tercantum dalam UUD 1945,
Pancasila pandangan hidup bangsa Indonesia.
Berdasarkan jalan pikiran yang demikian termasuk
ilmu dan etika, tidak cukup diukur menurut ukuran-
ukuran kefilsafatan yang dikenal secara umum, tetapi
harus dilihat lagi ukuran kefilsafatan yang khusus
yang berdasarkan pandangan hidup masyarakat
159
setempat atau negara. yang menurut bangsa Indonesia
yang menganut Pancasila dan asas keseimbangan.
5. Ilmu takkan digunakan untuk alat menghancurkan,
tetapi alat kehidupan damai, contohnya: untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat diberbagai
bidang. Tempat manusia (dirinya) dalam pergaulan
hidup dengan alam semesta, dan Tuhannya yang
menyatukan, kita semua adalah agama (dari Allah),
Mengutip apa yang dikatakan Francis Bacon bahwa:
filsafat yang dangkal memang cenderung keatheisme,
namun filsafat yang dalam akan membawa kembali
pada agama. Manusia dalam dirinya terdapat akal
budi dan hati nurani memunculkan penghayatan
tentang “keadilan” Sedangkan Filsafat: a. Studi atau
ilmu pengetahuan yang membahas tentang sifat-sifat
pokok dari peradaban, ilmu pengetahuan, dan dari
hal-hal yang baik, yang mencakup ontologi,
epistemologi, logika, metafisika, etika dan estetika. b.
Teori yang mendasari alam pikiran, ideologi, atau
suatu kegiatan, c.. Pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada,
sebab, asal, dan hukumnya.
6. Hukum: tata aturan dan perundang-undangan. Etika
: ilmu yang membahas atau menyelidiki nilai dalam
tindakan moral, pengkajian soal keahlakan/moralitas.
Profesi bidang pekerjaan yang ditekuni yang
didasarkan pada keahlian atau keterampilan
(kompetensi) yang dimiliki.
7. Dengan demikian “Penafsiran akan menunjukkan
hukum pada tujuan kemanusiaan” yang menjadi
hakekatnya, atau keadilan yang diinginkan. Dalam
prosses tersebut apabila ternyata hukum dirasakan
tidak cukup memberikan keadilan melalui rumusan
160
yang tekstual, maka penafsiran-penafsiran yang
dilakukan penegak hukum dengan tujuan
kemanusiaan harus dapat diterapkan. Penafsiran
profresif adalah salah satu jenis penafsiran dengan
tujuan kemanusiaan “agar hukum dapat bermakna”
bagi kesejahteraan manusia. Teori Hukum
Progresif Satjipto Rahardjo.
Sejalan dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmadja
mengenai hukum sebagai sarana yang mendorong
pembangunan, dengan Hukum Pembangunan yang
progresif, yang berlandaskan pembinaan dan
pengembangan etika atau moral dan akal yang
berhati nurani. Etika atau moral sangat melekat pada
diri manusia. Oleh karena itu bertitik tolak dari
pembinaan dan penataan etika yang perlu alat penilai,
yaitu consciousness atau kata hati atau kesadaran jiwa
manusia. Isi consciousness merupakan kesatuan dari
totalitas sejumlah sikap jiwa yang terdiri dari metoda
kesadaran, pertimbangan rasa, kedewasaan jiwa, dan
sikap kehati-hatian. Ketiga hal ini terdapat pada
manusia di mana hukum progresif sangat bertumpu
pada sumber daya manusia (SDM) dalam hukum.
Oleh karena itu, cara membangunnya dapat melalui
lembaga pendidikan tinggi hukum yang akan
melahirkan manusia yang beretika atau bermoral.
Filsafat hukum etika dan profesi adalah: studi atau
ilmu pengetahuan tentang sifat-sifat pokok dari
peradaban, ilmu pengetahuan, dan dari hal-hal yang
baik, yang mencakup ontologi, epistemologi, logika,
metafisika, etika dan estetika. Sedangkan Teori yang
mendasari alam pikiran, ideologi, atau suatu kegiatan.
Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya tata aturan dan perundang-undangan.
161
Menyelidiki nilai dalam tindakan moral, pengkajian
keahlakan/moralitas dan bidang pekerjaan yang
ditekuni yang didasarkan pada keahlian atau
keterampilan (kompetensi) yang dimiliki.
SOAL 1. Apakah yang dimaksud dengan manusia yang
beretika dan profesi?
2. Mengapa etika sangat melekat pada diri seseorang?
3. Bagaimanakah cita hukum bangsa Indonesia berakar
dalam Pancasila ?
TUGAS? Apakah hakekat penafsiran akan menunjukkan tujuan hukum
pada kemanusiaan?
162
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
A.F. Chalmers, Apa itu yang dinamakan Ilmu ?, Hasta Mitra,
Jakarta, 1983.
A. Sonny Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah
Tinjauan Filosofis, Jogyakarta: Kanisius, 2001
B. Arief Sidharta, Teori Murni Tentang Hukum, dalam
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, Filsafat Hukum
Mazhab dan Refleksinya, Remaja Karya, Bandung,
1989.
________, Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu itu, Bandung:
Pustaka Sutra, 2008
Bambang Cipto, Hubungan Internasional Di Asia Tenggara
teropong terhadap Dinamika, Realitas, dan Masa
Depan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Bentham, Jeremy, Teori Perundang-undangan: Prinsip-
Prinsip Legislasi, Hukum Perdata dan Hukum Pidana,
Cet. I, Penerjemah: Nurhadi, Nusamedia & Nuansa,
Bandung, 2006.
Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu
Hukum: Sebuah Penelitian tentang fundasi kefilsafatan
dan sifat keilmuan Ilmu Hukum sebagai landasan
pengembangan Ilmu Hukum Nasional Indonesia, Cet.
II, Mandar Maju, Bandung, 2000.
Beerling.R.F., Filsafat Dewasa ini , jakarta: PN. Balai
Pustaka, 1966
Bertrand Russeell,Sejarah Filsafat Barat kaitannya dengan
Kondisi sosio politik zaman kuno hingga sekaramng,,
Yogyakarkat: Pustaka Pelajar, 2004
163
Bourchier, David, Pancasila Versi Orde Baru dan Asal
Muasal Negara Organis (Integralistik), Penerjemah:
Agus Wahyudi, Aditya Media Yogyakarta bekerja sama
dengan Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta, 2007.
Bruggink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum, Cet. Kedua, Alih
Bahasa: B. Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999.
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum Problematik
Ketertiban Yang Adil, PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, Jakarta, 2004.
Burhanudin Salam, Etika Sosial Asas Moral dalam
Kehidupan Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 1997.
Buscaglia, Edgardo, William Ratliff, Law and Economics in
Developing Countries, Hoover Institutions Press
Standford University, California, 2000.
C. Verhaak dan R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu
Pengetahuan, PT Gramedia, Jakarta, 1989.
Danniels, John D., Lee H. Radebaugh, International Business
Environments and Operations, Addison Wesley, 1988.
Dardji Darmodihardjo & Sidharta, Pokok-pokok Filsafat
Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1996.
________, Penjabaran Nilai-Nilai Pancasila dalam Sistem
Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1966.
Fritjof Cafra, Jaring-jaring Kehidupan visi baru
Epistemologi dan kehiduipan, Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2001
Gorrys Keraf, Komposisi Sebuah Kemahiran Bahasa, Nusa
Indah, Jakarta, 1979.
164
Hasan Bakti Nasution, Filsafat Umum, Gaya Media Pratama,
Jakarta, 2001.
Howard, Roy J., Pengantar Atas Teori-teori Pemahaman
Kontemporer. Hermeneutika; Wacana Analitik,
Psikososial, dan Ontologis, Penerjemah: Kusmana dam
M.S. Nasrullah, Nuansa, Bandung, 2000.
Hugo Grotius, On The Rights of War and Peace, dalam
Clarence Morris (ed), The Great Legal Philosophers:
Selected Readings in Jurisprudence, University of
Pennsylvania Press, Philadelphia, 1959.
Ign. Bambang Sugiharto, Makalah kuliah Filsafat Hukum
Filsafat Hukum Pogram Pasacsarjana Doktor Ilmu
Hukum UNPAR, Bandung September 2005.
_____________________, Postmodernisme, Kanisius,
Yogyakarta, 1996.
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar
Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1982.
________, Ilmu Dalam Perspektif Sebuah Kumpulan
Karangan Tentang Hakekat Ilmu, PT Gramedia,
Jakarta, 1983.
Lili Rasjidi,.,Dasar-dasar Filsafat Hukum, Alumni,
Bandung, 1982.
________, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Itu ?, Bandung,
1988.
________, dan Arief Sidharta, Filsafat Hukum, Mazhab dan
Refleksinya, Remaja Karya, Bandung, 1989.
Locke, John, Kuasa itu Milik Rakyat (Esai Mengenai Asal
Mula Sesungguhnya, Ruang Lingkup, dan Maksud
Tujuan Pemerintahan Sipil), Diterjemahkan oleh A.
Widyamartaya, Kanisius, Yogyakarta, 2002.
165
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju,
Bandung, 1994.
McCoubrey, Hilaire and White, Nigel D., Textbook on
Jurisprudence, 2nd
Edition, Blackstone Press Limited,
London, 1996.
Mikhail Dua, Filsafat Ilmu Pengetahuan. Telaah Analitis,
Dinamis, dan Dialektis, Penerbit Ledalero, Maumere,
2007.
Slamet Sutrisno, Filsafat dan Ideologi Pancasila, Andi,
Yogyakarta, 2006.
Soediman Kartohadiprodjo, Kumpulan Karangan, PT
Pembangunan, Djakarta, 1965.
Y. Slamet Purwadi, et al., Pendidikan Nilai Pancasila,
UNPAR Press, bandung, 2007.
B. Kamus :
Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,
1986.
Dhanny R. Cyssco, Advanced Pocket Dictionary, English-
Indonesia, Indonesia-English, Batavia Press, Jakarta,
2001.
Henry Campbell Black, Blacks Law Dictionary, West Group.
L.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-
Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1992.
John M. Echols, Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia,
An English-Indonesian Dictionary, PT Gramedia,
Jakarta, 2003.
________, Kamus Indonesia Inggris An Indonesian-English
Dictionary, PT Gramedia, Jakarta, 2003.
166
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2003.
Kamus Bahasa Indonesia Modern, Apollo, Surabaya, 1994.
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia Utama, Jakarta,
1996.
M. Dahlan Y. Al-Barry, L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk
Istilah Ilmiah Seri Intelektual, Target Press, Surabaya,
2003.
Oxford Learness Pocket Dictionary, Third Edition, Oxford
University Press, 2003.
Rinaldy Eddi, Kamus Istilah Perdagangan Internasional,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1992.
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa
Belanda Indonesia Inggris, Aneka, Semarang, 1977.
GLOSARY
167
GLOSARIUM
Bab 1. Filsafat 1. Filsafat berasal dari perkataan Yunani : Philosophia.
Philosophia berasal dari Philos = keinginan dan
Sophia = kebijaksanaan.
2. Philosophos atau filsuf ialah orang yang
berkeinginan akan kebijaksanaan. Seseorang filsuf
belum tentu seorang bijaksana. Dalam bahasa Arab
istilah Philosophia menjadi Falsafah yang dalam
bahasa Indonesia, berbunyi Filsafat.
3. Adagium yang mengatakan, “ ubi societas ibi ius”
yang berarti dimana ada masyarakat, disitu ada
hukum. Telah menjadi anggap umum sekarang ini,
bahwa hukum itu terdapat di seluruh dunia, asal ada
masyarakat manusia.
4. Tujuan Hukum adalah: “kepastian hukum dan
keadilan”
5. Hukum Kodrat adalah: hukum yang terlepas dari
kehendak manusia, terlepas dari positivering oleh
manusia, berlaku pada semua zaman dan semua
tempat (senantiasa dan dimana-mana).
6. Ajaran dari Thomas Aquino ini sbb:
Lex Aeterna ialah Hukum Abadi.
Lex Aeterna memerintah seluruh dunia, dimana
semua hukum mendapatkan dasar. Hukum Abadi itu
tidak laindri pada de Goddelijke Rede, Akal Allah
yang mengatur seluruh kejadian. Hukum abadi itu
hanya dapat dipahami oleh Allah sendiri. Untuk
mahluk Lex Aeterna itu terlalu luas dan terlalu dalam
untuk difahaminya.
7. Lex Naturalis ialah Hukum Kodrat. Manusia sebagai
mahluk yang berakal, hanya dapat mengerti sebagian
168
dari pada Lex Aeterna yaitu Lex Naturalis atau
Hukum kodrat (Natural Law, Natuurrecht).
8. Hukum Kodrat (Natural Law, Natuurrecht), hukum
yang terdiri dari dua asas:
Principia Prima, yaitu asas pertama yang semuanya
dapat dikembalikan pada asas berbuat baik dan
singkirkan kejahatan. Itulah hidup sesuai dengan
kodrat manusia hidup dengan berbuat sesuai dengan
akal sehat.
9. Principia Secundaria yaitu asas-asas yang dijabarkan
dari asas pertama.
10. Lex Positive, Hukum Positif yang berlaku dalam
negara masing-masing dan yang ditetapkan oleh
negara yang bersangkutan.
11. Lex Divina, Hukum Tuhan yaitu Hukum Illahi yang
dinyatakan dalam Alkitab. Lex Divina ialah Hukum
Illahi sumbernya terletak dalam Kehendak Allah, dan
sumbernya dalam akal Allah.
12. Hukum yang sesuai dengan sociaal ideaal adalah
hukum yang baik. Hukum kodrat dalam arti: hukum
yang baik untuk waktu tertentu dan bangsa tertentu,
oleh Stammler disebut “Hukum Kodrat dengan isi
yang berubah-ubah”
13. Menurut Willem Zevenbergen dalam Formele
Encyclopaedie van het Recht menyatakan bahwa
Filsafat Hukum ialah filsafat yang dikenakan
(diterapkan pada hukum) dengan perkataan lain
Filsafat Hukum adalah Filsafat khusus.
Filsafat Hukum adalah pandangan filsafat tentang
dasar-dasar umum dari pada hukum. Filsafat Hukum
adalah Filsafat Khusus yang dikenakan pada obyek
tertentu yaitu Hukum. filsafat hukum merupakan
bagian dari Filsafat. Selain dari pada itu perlu diingat
filsafat bahwa soal hukum bertalian dengan Etika.
169
14. Dalam kegiatan merefleksi dwi tunggal pertanyaan
inti ini, ranah telaah pengemban Filsafat Hukum
mencakup:
15. Ontologi hukum yang merefleksi hakikat hukum dan
konsep-konsep fundamuntal terkait seperti demokrasi,
hubungan hukum dan kekuasaan, hubungan hukum
dan moral.
16. Aksiologi hukum yang merefleksi isi dan nilai-nilai
yang termuat dalam hukum seperti kelayakan,
persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran.
17. Ideologi hukum yang merefleksi wawasan manusia
dan masyarakat yang melandasi dan melegitimasi
kaidah-kaidah hukum, pranata-pranata hukum, sistem
hukum, dan bagian-bagian dari sistem hukum.
18. Teologi hukum yang merefleksi makna dan tujuan
hukum.
19. Epistemologi hukum yang merefleksi pertanyaan
tentang sejauh mana pengetahuan tentang hakikat
hukum masalah-masalah fundamental dari filsafat
hukum adalah sesuatu yang mungkin dijalankan.
20. Ajaran Ilmu yang merefleksi kriteria keilmiahan dari
Teori Hukum dan Metodologi dari Filsafat Hukum itu
sendiri.
21. Logika hukum yang merefleksi aturan-aturan berpikir
yuridik dan argumentasi yuridik, bangunan logikal
serta struktur arsitektural Sistem hukum.
22. Perbedaan Filsafat dengan Filsafat Hukum
Perbedaan antara Filsafat dengan Filsafat Hukum
terletak dalam obyeknya. Filsafat adalah: meneliti
segala sesuatu, Filsafat Hukum merupakan bagian
dari pada Filsafat. Arti dan konsekuensi sebuah
renungan
Misalnya : Gonjang ganjing, mengenai persoalan
naiknya temperatur muka bumi secara global
170
(khususnya di Indonesia), membuat kita diam dan
terpaku dalam renungan, sementara akal budi terus
bergerak melakukan olah pikir terhadap sesuatu yang
menjadi pokok pemikiran. pemikiran.
Bab II. Rasionalitas dan Science (Suatu Renungan
Filsafat Hukum) 1. Ratio dianggap sebagai ciri khas manusia
membedakannya dengan makhluk-makhluk yang
lebih rendah. Ratio: Reason (bahasa Inggris), Ratio
(bahasa latin), yang berarti hubungan, pikiran.
Dalam bahasa Yunani terdapat tiga istilah yang secara
garis besar sama artinya: Phronesis, Nous, dan
Logos.
2. Menurut Pengertian Umum : Kemampuan untuk
melakukan abstraksi, memahami, menghubungkan,
merefleksikan, memperhatikan kesamaan-kesamaan
dan perbedaan-perbedaan, dan
sebagainya,Kemampuan untuk menyimpulkan. Bila
dipikirkan sebagai kemampuan, ratio berbeda dengan
kemampuan perasaan, kemampuan intuisi dan
sebagainya. Dan biasanya Ratio dianggap sebagai ciri
khas manusia membedakannya dengan makhluk-
makhluk yang lebih rendah. Ratio juga dibedakan dari
Iman, Wahyu, Intuisi, Emosi atau Perasaan,
Pencerapan, Persepsi, Pengalaman
2 Pengertian Rasionalitas
Rasional (bahasa Inggris), Latin: Rationalis (masuk
akal), dari Ratio (Akal Budi) beberapa pengertian:
4. Secara umum Rasional menunjukkan modus atau cara
Pengetahuan Diskursif, Konseptual yang khas
manusiawi. Jadi, Rasional tidak sama dengan
“intelektual”. Tidak semua Pengetahuan intelektual
harus terdapat dalam konsep-konsep. Pemahaman
171
akan keindahan, misalnya, tidak bersifat diskursif.
Cara mengetahui yang sesuai dengan mistisisme,
sama sekali tidak konseptual, tetapi tetap intelektual.
Bahkan kesadaran seseorang akan kegiatan mentalnya
sendiri adalah intelektual, tetapi tidak perlu terikat
pada konsep-konsep.
5. Dalam arti khusus, Rasional berarti : konklusif, logis,
metodik. Ilmu Pengetahuan Rasional merupakan Ilmu
yang bersifat deduktif atau reduktif (yakni berasal
dari prinsip-prinsip). Bilangan Rasional merupakan
sesuatu yang dapat dinyatakan dengan hubungan
antara dua bilangan secara keseluruhan.
6. Rasional juga berarti mengandung atau mempunyai
Ratio atau dicirikan oleh Ratio, dapat dipahami,
cocok dengan Ratio, dapat dimengerti, ditangkap,
masuk akal, melekat pada (berhubungan dengan)
sifat-sifat pemikiran seperti konsistensi, koherensi,
kesederhanaan, keabstrakan, kelengkapan, teratur,
struktur logis.
7. Dengan demikian Rasionalisasi, (Inggris)
Rationalize, terdapat beberapa pengertian:
Arti positif membuat Rasional (masuk akal) atau
membuat sesuatu dengan akal budi atau menjadi
masuk akal.
Arti negatif pembenaran berdasarkan motif-motif
tersembunyi (yang biasanya egoistik). Dalam arti
negatif ini, alasasn-alasan yang diberikan dalam
Rasionalisasi umumnya adalah penemuan-penemuan
yang tidak benar yang lebih dapat diterima oleh ego
seseorang ketimbang kebenaran itu sendiri.
8. Rasionalisme, Inggris (rationalism), dari bahasa Latin,
Ratio (akal).
Prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama
dalam penjelasan. Penerapan prinsip ini mempunyai
172
banyak konsekuensi yang berbeda-beda, Secara
umum Rasionalisme adalah pendekatan filosofis
yang menekankan Akal Budi (Ratio) sebagai sumber
utama Pengetahuan, mendahului atau unggul atas,
dan bebas (terlepas) dari pengamatan indrawi.60
Rasionalitas : kemampuan untuk menetapkan sesuatu
Kebenaran berdasarkan pemikiran yang Logis atau
Nalar.
9. Asal Usul Pengetahuan
Asal usul pengetahuan termasuk hal yang sangat
penting dalam Epistemologi. Untuk mendapatkan dari
mana pengetahuan itu muncul (berasal) bisa dilihat
dari aliran-aliran dalam pengetahuan, dan bisa
dengan cara metode ilmiah, serta dari sarana berpikir
ilmiah.
10 Aliran-aliran dalam Pengetahuan.
Dari mana pengetahuan itu berasal dan apa yang
diyakini sebagai kebenaran bisa dilihat dari aliran
dalam pengetahuan. Dari lairan ini tampak jelas
perbedaannya bagaimana pengetahuam itu berasal.
Alairan ini sebagai berikut:
Rasionalisme
Aliran ini berpendapat bahwa sumber pengetahuan
yang mencukupi dan yang dapat dipercaya adalah
Ratio (akal). Hanya pengetahuan yang diperoleh
melalui akallah yang memenuhi syarat yang dituntut
oleh sifat umum dan yang perlu mutlak, yaitu syarat
yang dipakai oleh semua pengetahuan ilmiah.
Pengalamaan hanya dapat dipakai untuk meneguhkan
pengetahuan yang didapatkan oleh akal.Akal dapat
menurunkan kebenaran daripada dirinya sendiri, yaitu
atas dasar asas pertama yang pasti.
60
Ibid, hlm 929.
173
11 Metode yang diterapkan adalah deduktif. Teladan
yang dikemukakan adalah Ilmu Pasti.
Filsufnya antara lain : Rene Descartes, B. Spinoza dan
Leibniz.
12. Rene Descartes membedakan tiga ide yang ada dalam
diri manusia yaitu :
1). Inna ideas adalah ide bawaaan yang dibawa
manusia sejak lahir.
2). Adventitious ideas adalah ide-ide yang berasal
dari luar diri manusia.
3). Factitious ideas adalah ide-ide yang
dihasilkan oleh pikiran itu sendiri.
13. Empirisme aliran ini berpendapat, bahwa Empiris atau
pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Akal
bukan jadi sumber pengetahuan, tetapi akal mendapat
tugas untuk mengaolah bahn-bahan yang diperoleh
dari pengalaman. Metode yang diterapkan adalah
Induksi.
Filsuf empirisme antara lain John Locke, david
Hume, William James.
David Hume termasuk dalam Empirisme radikal
menyatakan bahwa ide-ide dapat dikembalikan pada
sensasi-sensasi (rangsang indra). Pengalaman
merupakan ukuran terakhir dari kenyataan. Willam
James menyatakan bahwa pernyataan tentang Fakta
adalah hubungan di antara benda, sama benyaknya
dengan pengalaman khusus yang diperoleh secara
langsung dengan indrea.
14. Kritisme: penyelesaian pertentangan antara rasionalisme
dan empirisme hendak diselesaikan oleh Immanuel
Kant dengan Kritisismenya.
15. Menurut Imanuel Kant, peranan budi sangat besar
sekali. Hal ini tampak dalam pengetahuan apriorinya,
baik yang analitis maupun yang sintetis. Disamping
174
itu peranan pengalaman (empiris) tampak jelas dalam
pengetahuan aposteriarinya.
16. Pengetahuan Analitis, disini predikat sudah termuat
dalam subyek. predikatdiketahui melalui suatu
analisis subyek. Misalnya: lingkaran itu bulat.
17. Pengetahuan Sintetis aposteriori, disini predikat yang
dihubungkan dengan subyek berdasarkan
pengalaman indrawi. Misalnya: kalimat “Hari ini
sudah Hujan “ merupakan suatu hasil observasi
indrawi “sesudah” observasi saya, saya bisa
mengatakan bahwa S adalah P
18. Pengetahuan sintetis apriori: akal budi dan pengalaman
indrawi di butuhkan serentak. Ilmu pasti, ilmu
pesawat, ilmu alam bersifat sintetis apriori. Kalau
saya tahu bahwa 10+5=15 memang terjadi sesuatu
yang sangat istimewa.
19. Positivisme berpangkal dari apa yang telah
diketahui, yang faktual, dan yang positif.
Segala uraian dan persoalan yang diluar apa
yang ada sebagai fakta atau kenyataan
dikesampingkan. Oleh karena itu, metafisika
ditolak. Apa yang kita ketahui secara positif
adalah segala yang tampak, segala gejala. Arti
segala Ilmu pengetahuan adalah mengetahui
untuk dapat melihat ke masa depan. Jadi kita
hanya dapat mengatakan atau mengkonstatir
fakta-faktanya, dan menyelidiki hubungan
satu dengan yang lain. Maka tiada gunanya
untuk menanyakan kepada hakikatnya atau
kepada penyebab yang sebenarnya dari gejala-
gejala itu. Yang harus diusahakan orang
adalah menentukan syarat-syarat dimana
fakta-fakta tertentu tampil dan
menghubungkan fakta-fakta itu menurut
175
persamaannya dan urutannya.Tokoh
positivisme adalah Aguste Comte, menurut
Aguste Comte, perkembangan pemikiran
manusia berlangsung dalam 3 tahap atau 3
zaman yaitu: zaman Teologis, zan metafisis,
dan zaman Cita hukum bangsa Indonesia
berakar dalam Pancasila : landasan
kefilsafatan dalam menanta kerangka dan
struktur dasar organisasi negara. cita hukum
Pancasila: mencerminkan tujuan negara dan
nilai-nilai dasar yang tercantum dalam UUD
1945, Pancasila pandangan hidup bangsa
Indonesia. Berdasarkan jalan pikiran yang
demikian termasuk ilmu dan etika, tidak
cukup diukur menurut ukuran-ukuran
kefilsafatan yang dikenal secara umum, tetapi
harus dilihat lagi ukuran kefilsafatan yang
khusus yang berdasarkan pandangan hidup
masyarakat setempat atau negara. yang
menurut bangsa Indonesia yang menganut
Pancasila dan asas keseimbangan.
Bab III, Filsafat Hukum 1. Hukum: tata aturan dan perundang-undangan. Etika :
ilmu yang membahas atau menyelidiki nilai dalam
tindakan moral, pengkajian soal keahlakan/moralitas.
Profesi bidang pekerjaan yang ditekuni yang
didasarkan pada keahlian atau keterampilan
(kompetensi) yang dimiliki.
2. Ilmu takkan digunakan untuk alat menghancurkan,
tetapi alat kehidupan damai, contohnya: untuk
meningkatkan kehidupan masyarakat diberbagai
bidang. Tempat manusia (dirinya) dalam pergaulan
hidup dengan alam semesta, dan Tuhannya yang
176
menyatukan, kita semua adalah agama (dari Allah),
Mengutip apa yang dikatakan Francis Bacon bahwa:
filsafat yang dangkal memang cenderung keatheisme,
namun filsafat yang dalam akan membawa kembali
pada agama. Manusia dalam dirinya terdapat akal
budi dan hati nurani memunculkan penghayatan
tentang “keadilan”
3. Sedangkan Filsafat: a. Studi atau ilmu pengetahuan
yang membahas tentang sifat-sifat pokok dari
peradaban, ilmu pengetahuan, dan dari hal-hal yang
baik, yang mencakup ontologi, epistemologi, logika,
metafisika, etika dan estetika. b. Teori yang
mendasari alam pikiran, ideologi, atau suatu kegiatan,
c.. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan
hukumnya. epistemologi, logika, metafisika, etika
dan estetika. Sedangkan Teori yang mendasari alam
pikiran, ideologi, atau suatu kegiatan. Pengetahuan
dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat
segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya tata
aturan dan perundang-undangan. Menyelidiki nilai
dalam tindakan moral, pengkajian
keahlakan/moralitas dan bidang pekerjaan yang
ditekuni yang didasarkan pada keahlian atau
keterampilan (kompetensi) yang dimiliki.ilmiah atau
zaman positif. Perkembangan yang demikian itu
berlaku, baik bagi perkembangan pemikiran
perorangan maupun bagi perkembangan pemikiran
seluruh umat manusia.
4. Dengan demikian “Penafsiran akan menunjukkan
hukum pada tujuan kemanusiaan” yang menjadi
hakekatnya, atau keadilan yang diinginkan. Dalam
prosses tersebut apabila ternyata hukum dirasakan
177
tidak cukup memberikan keadilan melalui rumusan
yang tekstual, maka penafsiran-penafsiran yang
dilakukan penegak hukum dengan tujuan
kemanusiaan harus dapat diterapkan. Penafsiran
profresif adalah salah satu jenis penafsiran dengan
tujuan kemanusiaan “agar hukum dapat bermakna”
bagi kesejahteraan manusia. Teori Hukum Progresif
Satjipto Rahardjo.
Sejalan dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmadja
mengenai hukum sebagai sarana
yang mendorong pembangunan, dengan Hukum
Pembangunan yang progresif, yang berlandaskan
pembinaan dan pengembangan etika atau moral dan
akal yang berhati nurani. Etika atau moral sangat
melekat pada diri manusia. Oleh karena itu bertitik
tolak dari pembinaan dan penataan etika yang perlu
alat penilai, yaitu consciousness atau kata hati atau
kesadaran jiwa manusia. Isi consciousness
merupakan kesatuan dari totalitas sejumlah sikap jiwa
yang terdiri dari metoda kesadaran, pertimbangan
rasa, kedewasaan jiwa, dan sikap kehati-hatian.
Ketiga hal ini terdapat pada manusia di mana hukum
progresif sangat bertumpu pada sumber daya manusia
(SDM) dalam hukum. Oleh karena itu, cara
membangunnya dapat melalui lembaga pendidikan
tinggi hukum yang akan melahirkan manusia yang
beretika atau bermoral.
5. Filsafat hukum etika dan profesi adalah: studi atau
ilmu pengetahuan tentang sifat-sifat pokok dari
peradaban, ilmu pengetahuan, dan dari hal-hal yang
baik, yang mencakup ontologi,
178
INDEKS
A
Aksiologi hukum
16
Applied theory 242
Asas penataan 97,
99
Argumentasi
yuridis 96
B
Bellum omnium
contra omnes 243
C
Cita hukum 3
D
Diskursus hukum
97
Doelmatigheid 12
E
Ethika 20, 28, 29,
218
Epistemologi 16
hukum 16
F
Filsafat 1, 2, 3
Filsafat hukum 5
10, 11;12
Filsafat ilmu 5
Filsafat bangsa 32
Filsafat hukum 7,
15
Filsafat tentang
manusia 33
Filsuf 2
Middle range theory
225
G
Gemeenschap 11
Grand theory 212
H
Hak 220
Homo sapiens 33
Homo homini
lopus243
Hukum 2, 6,7
I
Iustitia 22
J
Judgmentm99
K
Keadilan 3,13, 31
Kebenaran 36
Kebiasaan 8
Keseimbangan 172,
173, 198, 225
Kesusilaan 24
179
Kepastian hukum
13
Ketertiban 3
Ideologi hukum 16
L
Lex Aeterna 9
Lex Naturalis 9
Lex Positive 10
Lex Devina 1l
Logika hukum 16,
97
Law 23
M
Monarkhi absolut
244
Moral 24, 26,27
Metode 36
O
Ontologi hukum 15
P
Paradigm 3696
Penalaran hukum
Persoonlijkheid 11
Philosophos 2
Positivisme
Prediktabilitas 3
Pricipia
R
Rasionalisme 245
Retorika hukum 97
S
Secundaria 10
Sollen-sein 1
top related