fermentasi pada roti
Post on 30-Jun-2015
4.758 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT
atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Makalah ini
untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia yang berjudul “ROTI”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi
penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapokan kritikan dan saran guna
perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis mengucapkan
ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah –
mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.
Balikpapan, Februari 2011
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar …………………………………………………………………………………………………… 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………………………………………….. 2
BAB I ………………………………………………………………………………………………………………. .3
Pendahuluan ………………………………………………………………………………………………………. .3
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………………………... 3
1.2 Rumusan Permasalahan …………………………………………………………………………… 4
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………………………. 4
BAB II ……………………………………………………………………………………………………………… 5
Tinjauan Pustaka ………………………………………………………………………………………………….. 5
2.1 Tepung Tapioka ……………………………………………………………………………………… 5
2.2 Fermentasi dalam Pengolahan Roti ………………………………………………………………… 5
2.3 Khamir ……………………………………………………………………………………………….. 8
2.4 Pengendalian Fermentasi …………………………………………………………………………… 8
BAB III ……………………………………………………………………………………………………………. 10
Metodologi ………………………………………………………………………………………………………… 10
3.1 Alat dan Bahan ……………………………………………………………………………………… 10
3.1.1 Alat ……………………………………………………………………………………….. 10
3.1.2 Bahan …………………………………………………………………………………….. 10
3.2 Prosedur Kerja ……………………………………………………………………………………… 10
3.2.1 Proses Pembuatan Roti Tawar …………………………………………………………. 10
3.2.2 Uji Aktifitas Enzim Amilase ……………………………………………………………. 10
3.2.3 Analisis Gula Reduksi …………………………………………………………………… 11
3.2.4 Daya Pengembangan ……………………………………………………………………...11
3.2.5 Uji Organoleptik Rasa, Aroma, Kenampakan Luar, Warna dan
Tekstur Roti Tawar …………………………………………………………………….. 12
BAB IV ……………………………………………………………………………………………………………. 13
Pembahasan ……………………………………………………………………………………………………….. 13
BAB V ………………………………………………………………………………………………………….….. 16
Kesimpulan ……………………………………………………………………………………………………….. 16
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………………………………………. 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Roti sudah digunakan sebagai makanan pokok untuk individu maupun kelompok
masyarakat di berbagai Negara (Reed, 1993). Di Indonesia, di samping nasi sebagai makanan
pokok, roti juga merupakan salah satu sumber nutrisi yang penting meskipun bahan dasar berupa
gandum masih harus diimpor. Salah satu usaha untuk mengurangi impor gandum adalah dengan
cara penganekaragaman pangan dengan menggunakan tepung tapioka dalam pembuatan roti
tawar, mengingat tepung tapioca mudah didapat di daerah tropis dan dengan harga murah.
Tepung tapioka merupakan sumber karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada tepung
tapioca lebih besar dibandingkan tepung gandum (Anonim, 1982), sehingga penambahan tepung
tapioca pada pembuatan roti tawar dapat meningkatkan kandungan gula reduksi yang
mengakibatkan peningkatan rasa manis. Beberapa penelitian melakukan fermentasi pada roti
yang merupakan proses anaerob dengan peranan utamanya adalah khamir. Fungsi dari khamir
dalam fermentasi adonan memberikan tekstur enak/lezat. Aktifitas enzim amylase selama proses
dalam pembuatan roti dari berbagai konsentrasi ragi roti sangat mempengaruhi kualitas roti yang
dihasilkan, seperti : aroma, tekstur, struktur dan pengembangan volume dari roti (William,
1975). Selama fermentasi adonan, aktivitas khamir meningkat, adonan mengembang dan
hidrolisa secara enzimatik dari tepung berlangsung (Ahmed dkk, 1970). Fermentasi sempurna
apabila terjadi pembentukan struktur koloid dari adonan dan intensitas fermentasi khamir sudah
mencapai optimum (Reed, 1983).
Dengan tujuan seperti tersebut, maka dilakukan penelitian ini dengan menggunakan
tepung tapioka sebagai bahan campuran untuk membuat roti tawar, sebab selain mudah didapat
dan harganya lebih murah dibanding dengan tepung gandum juga untuk memperluas penggunaan
dan meningkatkan tepung tapioka sebagai makanan rakyat. Sedang apabila ditinjau dari sudut
ekonomis, harga roti tawar yang dihasilkan relative akan lebih murah dan secara komersil
diharapkan dapat lebih menguntungkan.
3
1.2 Rumusan Permasalahan
Permasalahan yang dapat diambil dari pemeparan latar belakang diatas adalah bagaimana
cara pembuatan roti dengan tambahan tepung tapioka.
1.3 Tujuan
Tujuan yang diperolah adalah mendapatkan produk roti dengan tambahan tepung tapioka
yang mempunyai aroma, tekstur, struktur dan pengembangan volume dari roti.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain
sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang,
dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi
kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih. Tapioka yang diolah
menjadi sirup glukosa dan destrin sangat diperlukan oleh berbagai industri, antara lain industri
kembang gula, penggalengan buah buahan, pengolahan es krim, minuman dan industri peragian.
Tapioka juga banyak digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pengikat
dalam industri makanan, seperti dalam pembuatan puding, sop, makanan bayi, es krim,
pengolahan sosis daging, industri farmasi, dan lain-lain. Ampas tapioka banyak dipakai sebagai
campuran makanan ternak.
Tabel Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)
Komponen KadarKalori Air Phosphor Karbohidrat Kalsium Vitamin C Protein Besi Lemak Vitamin B1 Berat dapat dimakan
146,00 kal62,50 gram40,00 mg34,00 gram33,00 mg30,00 mg1,20 gram0,70 mg0,30 gram0,06 mg75,00
2.2 Fermentasi dalam Pengolahan Roti
Proses fermentasi pada pengolahan roti sudah dilakukan sejak lama. Tahapan ini
dilakukan untuk menghasilkan potongan roti (loaves) dengan bagian yang porus dan tekstur roti
yang lebih lembut. Metode ini didasarkan pada terbentuknya gas akibat proses fermentasi yang
5
menghasilkan konsistensi adonan yang frothy (porus seperti busa). Pembentukan gas pada proses
fermentasi sangat penting karena gas yang dihasilkan akan membentuk struktur seperti busa,
sehingga aliran panas ke dalam adonan dapat berlangsung cepat pada saat baking. Panas yang
masuk ke dalam adonan akan menyebabkan gas dan uap air terdesak ke luar dari adonan,
sementara terjadi proses gelatinisasi pati sehingga terbentuk struktur frothy. Secara umum,
proses fermentasi yang dilakukan pada tahapan pengolahan roti dapat dilihat pada Gambar 1.
Fermentasi adonan didasarkan pada aktivitas-aktivitas metobolis dari khamir dan bakteri asam
laktat. Aktivitas mikroorganisme ini pada kondisi anaerob akan menghasilkan metabolit
fungsional yang penting pada pembentukkan adonan (lihat Tabel). Dengan mengendalikan
parameter proses fermentasi dan metode preparasi adonan dapat dimungkinkan mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme dan enzim untuk menghasilkan adonan roti yang dikehendaki seperti
volume, konsistensi, dan pembentukkan.
Pengaruh Fermentasi adonan menurut jenis
Dan fungsinya pada proses baking
pengaruh jenis fungsi
Primer pembentukan metabolit fungsional (karbon dioksida,
etanol, asam laktat, asam asetat)
Volume, tekstur,
rasa, umur simpan
Sekunder Degradasi senyawa makromolekul (pentosan, α-glukan,
protein)
Konsistensi, tekstur,
umur simpan
Tersier Pembentukan metabolit precursor (precursor flavor,
komponen reaksi Maillard)
Flavor, warna
Fermentasi adonan
Berbagai metode fermentasi adonan berkembang untuk memperolehhasil sesuai dengan
karakteristik berbagai jenis produk bakery. Walaupun berbagai metode dikembangkan, namun
secara umum terjadi kecenderungan untuk menyederhanakan,memperpendek dan automatisasi
proses fermentasi. Proses biologis yang kompleks selama fermentasi perlu dikendalikan untuk
menghasilkan adonan sesuai dengan yang diinginkan. Untuk itu, pengendalian haruslah
dilakukan selama periode fermentasi. Semua faktor seperti suhu, mutu dan jumlah sel, serta laju
pertumbuhan harus terkendali, sehingga terbentuk gas di dalam adonan.
6
Adonan yang frothy dapat dihasilkan dengan terbentuknya atau terdispersinya
gelembung-gelembung gas di dalam adonan. Gas yang dibutuhkan untuk terbentuknya adonan
dapat dihasilkan melalui proses biologis, kimia, maupun fisik. Gas yang dihasilkan terdispersi ke
dalam adonan dalam bentuk gelembung untuk menghasilkan pori yang halus seperti gabus. Gas
yang terbentuk merupakan gas CO2. Kehalusan pori yang terbentuk selama proses pengadonan
tergantung pada karakteristik
tepung yang digunakan seperti viskoelastisitas dari gluten dan daya ikat air (water-
binding capacity) pentosan. Pori yang halus bisa juga terbentuk oleh karena udara masuk ke
dalam adonan dan terdispersi dalam bentuk gelembung yang halus ketika tepung dan air
dicampur dan diulen. Gelembung udara yang terperangkap berperan sebagai inti yang menyerap
gas CO2 yang terbentuk akan membuat adonan mengembang membentuk struktur spon.
Pengembangan adonan dapat melebihi 1:6 karena gas CO2 terbentuk selama fermentasi.
Pembentukan gas selama fermentasi diikuti oleh reaksi-reaksi fermentatif lainnya seperti
terbentuknya metabolit-metabolit intermediet yang berpengaruh pada konsistensi adonan dan
terbentuknya senyawa-senyawa volatil yang merupakan prekursor aroma.
Gas yang terdispersi dan terperangkap di dalam adonan dalam bentuk gelembung
dibutuhkan untuk pembentukan pori. Terbentuknya dinding pori yang elastis (extensible)
tergantung pada kandungan protein yang spesifik yang dapat membentuk film yang elastis.
Karakteristik semacam ini diperlihatkan oleh gluten (gliadin dan glutenin) yang merupakan jenis
protein yang terkandung di dalam tepung gandum. Ketika tepung gandum dicampur dengan air,
gluten akan membentuk massa viskoelastis yang mengikat semua bahan adonan terutama pati
menjadi suatu jaringan. Lapisan film yang terbentuk bersifat impermiabel terhadap gas, sehingga
dapat memerangkap gas dan membentuk pori. Selanjutnya pada saat proses pemanggangan
(baking) terjadi gelatinisasi pati dan koagulasi gluten yang dapat membentuk crumb dan tekstur
yang lembut.
Lama penyiapan dan fermentasi adonan sangat bervariasi yang harus dapat dikendalikan
dengan baik. Penggunaan proporsi khamir yang tinggi akan menyebabkan pembentukkan gas
yang cepat. Hal ini dapat menyulitkan dalam pengaturan waktu fermentasi dan penyiapan
adonan. Untuk itu, penjadwalan yang ketat dibutuhkan saat penyiapan adonan karena
pengembangan volume adonan terjadi dengan cepat. Pengakhiran proses fermentasi sangat
mempengaruhi volume dan bentuk akhir produk bakery.
7
2.3 Khamir
Khamir jenis Saccharomyces cereviceae merupakan jenis khamir yang paling umum
digunakan pada pembuatan roti. Khamir ini sangat mudah ditumbuhkan, membutuhkan nutrisi
yang sederhana, laju pertumbuhan yang cepat, sangat stabil, dan aman digunakan (food-grade
organism). Dengan karakteristik tersebut, S. cereviceae lebih banyak digunakan dalam
pembuatan roti dibandingkan penggunaan jenis khamir yang lain. Dalam perdagangan khamir ini
sering disebut dengan baker’s yeast atau ragi roti.
Pengembangan Adonan. Penggunaan mikroorganisme dalam pengembangan adonan
masih menjadi fenomena yang asing bagi masyarakat yang tidak familiar dengan pabrik roti.
Udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada saat pencampuran dan pengulenan
(kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang
anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses fermentasi akan
terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan mendesak lapisan yang
elastis dan extensible yang selanjutnya menyebabkan pengembangan (penambahan volume)
adonan.
Asidifikasi. Selama proses fermentasi selain dihasilkan gas CO2 juga dihasilkan asam-
asam organik yang menyebabkan penurunan pH adonan. Karena tingginya kapasitas penyangga
(buffer capacity) protein di dalam adonan, maka tingkat keasaman dapat ditentukan dengan
menentukan total asam adonan. Proses asidifikasi ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa
fermentasi adonan berjalan dengan baik. Dengan demikian pengukuran pH mutlak diperlukan
dalam pengendalian proses.
Produksi Flavor. Terbentuknya alkohol, penurunan pH, dan terbentuknya metabolit
lainnya secara langsung akan berperan sebagai prekursor flavor dan rasa roti. Akibat proses
fermentasi tersebut dapat menghasilkan roti dengan mutu organoleptik yang tinggi.
2.4 Pengendalian Fermentasi
Banyak faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adonan, namun tetap harus diingat
bahwa dalam proses fermentasi tersebut yang dipentingkan adalah pengembangan adonan.
8
Pengembangan adonan sendiri merupakan akibat dari peningkatan tekanan internal akibat dari
gas CO2 yang dihasilkan. Dengan demikian, beberapa parameter yang mempengaruhi laju
pengembangan adonan adalah ekstensibilitas dan elastisitas film protein, viskositas adonan, dan
tentu saja aktivitas khamirnya.
Suhu. Aktivitas khamir sangat dipengaruhi oleh suhu medium. Pada kisaran suhu 20-
40oC, peningkatan suhu adonan 1oC akan meningkatkan laju fermentasi sampai 12%. Oleh
karena itu, pada proses produksi sangat vital untuk dilakukan pemantauan dan pengendalian suhu
adonan secara akurat pada akhir proses pencampuran. Perlu diketahui dan menjadi catatan bahwa
apabila suhu adonan melebihi 55oC maka khamir akan mati.
Konsentrasi Khamir. Pada suhu tersebut di atas, laju fermentasi tergantung pada jumlah
khamir yang digunakan. Setelah proses fermentasi 1 jam akan terjadi sedikit penurunan
pertumbuhan khamir pada penambahan khamir 2-5%. Kemudian segera pertumbuhan khamir
meningkat kembali setelah tersedia gizi untuk pertumbuhannya. Selain jumlah khamir yang
digunakan, keberadaan gula sebagai sumber nutrisi juga mempengaruhi laju pengembangan
adonan.
pH. Proses fermentasi oleh khamir terjadi secara optimal diantara pH 4 dan 6. Pada
proses pembuatan roti, pH adonan pada akhir fermentasi adalah sekitar 5,2. Apabila
menggunakan kultur starter untuk sourdough, pH adonan dapat lebih rendah.
9
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan meliputi peralatan gelas, alat sentrifuge, oven, spectronic 20.
3.1.2 Bahan
Bahan yang dibutuhkan diantaranya tepung tapioka, gandum, garam, susu, air, khamir,
CaCl2, NaOH, H2SO4.
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Proses Pembuatan Roti Tawar
Adonan roti tawar dibuat dengan komposisi berat tepung gandum dan tepung tapioka 1
kg; garam 22 gram ragi roti (dilarutkan dalam air) 27 gram; pengembang 5 gram; susu (24
gram); dan air 700 ml (Amendola dan Lundberg, 1972). Adonan dicampur, kemudian dilakukan
penggilingan sampai terjadi adonan yang bersifat lekat. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam
tempat yang terbuat dari alumunium yang telah diolesi minyak. Dilakukan fermentasi selama 3
jam pada suhu 30-40oC. setelah itu dibakar dimasukkan ke oven pada suhu 230oC selama 20
menit. Adonan roti tawar setelah difermentasi 3 jam, kemudian dianalisa aktivitas enzim
amylase, kandungan gula reduksi dan diamati daya pengembangannya. Sedangkan roti tawar
setelah dioven, dilakukan uji organoleptik rasa, aroma, warna, kenampakan luar, tekstur dan
diamati pula daya pengembangannya.
3.2.2 Uji Aktivitas Enzim Amilase
Aktivitas enzim amylase dilakukan dengan cara mengukur absorbensinya menggunakan
Spectronic 20 (Miller dan Warren, 1976). Adonan roti yang terfermentasi karena adanya khamir
ditambah air suling sebanyak 5 kali berat adonan yang digunakan, dikocok selama 2 jam dalam
“icabath”, campuran tersebut disentrifuge dengan ‘Continuous refrigerated centrifuge” pada
2500 rpm selama 15 menit. Bagian cairan ditambah dengan larutan CaCl2 20% dengan
10
perbandingan 1 ml larutan CaCl2 untuk setiap 40 ml bagian cairan yang diperoleh, dibiarkan
selama 15 menit. Penentuan aktivitas enzim amylase ditentukan dengan cara sebagai berikut : ke
dalam tabung percobaan (contoh dan blanko) masing-masing dimasukkan 1 ml larutan standart
buffer, ditempatkan pada penangas air dengan temperature 37oC selama 5 menit. Untuk tabung
contoh dimasukkan 0,01 ml larutan enzim (dari adonan) dengan memakai pipet lamda, dikocok
beberapa lama, lalu diinkubasi pada temperature 37oC selama 15 menit. Setelah diinkubasi
dengan segera ditambahkan 10 ml air suling dan 0,5 ml larutan yodium 0,008 M. campuran
tersebut dikocok 10 menit dan diukur absorbensinya pada panjang gelombang 620 nm dengan
spectronic 20 (Boush dan Iomb). Larutan substrat yang digunakan mengandung 0,2 gram
amilosa, 15 mM NaCl dalam 20 mM buffer fosfat pH 7,1. Perhitungan dipakai satuan “Street
Close”/ 100 ml. satu satuan SC = jumlah enzim yang dapat menghidrolisis 20 mG dalam waktu
15 menit pH 7,1 dengan teperatur 37oC.
Aktivitas = Ab Blanko−Ab Sampel
Ab blankox 100 SC
unit100
ml
3.2.3 Analisis Gula Reduksi
Analisis kandungan gula reduksi pada adonan roti tawar digunakan metode “Bernfeld”.
Pereaksi yang akan digunakan adalah asam dinitrosalisilat. Bahan yang digunakan adalah 3,5
asam dinitrosalisilat 1 gram; 2 N NaOH (80 gr/100 ml) 20 ml; H2SO4 50 ml; garam Rochelle (K
Na Tartrate) 30 gram, dicampur dijadikan 100 ml dengan H2O. kemudian ditutup rapat dan
dikocok perlahan-lahan agar larutan homogeny. Untuk 1 ml larutan contoh ditambahkan 2 ml
pereaksi, kemudian dipanaskan selama 5 menit, didinginkan segera dan ditambahkan 20 ml H2O
dan akhirnya dibaca pada Spectronic 20 dengan panjang gelombang 540 nm. Dengan kurva
standar bisa dihitung kandungan gula rduksi dalam mg/100 ml.
3.2.4 Daya Pengembangan
Daya pengembangan adonan roti tawar dan daya pengembangan roti tawar diukur
berdasarkan panjang lingkaran horizontal dan panjang lingkaran vertical adinan roti dan roti
tawar dalam cm.
11
3.2.5 Uji Organoleptik Rasa, Aroma, Kenampakan Luar, Warna dan Tekstur Roti Tawar
Pengujian organoleptik rasa, aroma, kenampakan luar, warna dantekstur roti tawar
dilakukan dengan menggunakan 20 orang dan masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali
ulanagn. Digunakan metoda statistic dengan uji jarak Duncan 5%.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Aktivitas enzim amylase adonan roti tawar menunjukkan peningkatan dengan semakin
meningkatnya kandungan tepung tapioka, meskipun kemudian mengalami penurunan pada
komposisi 1 : 1 (Tabel 1). Peningkatan ini disebabkan karena dengan makin meningkatnya
kandungan tepung tapioka, berarti meningkatnya kandungan karbohidrat. Pertambahan
karbohidrat mengakibatkan pertambahan substrat untuk aktivitas enzim amylase. Diketahui
bahwa kandungan karbohidrat tepung tapioka lebih besar bila dibandingkan dengan tepung
gandum (Anonim, 1982). Aktivitas enzim mencapai maksimum pada kondisi substrat tertentu
dan kemudian mengalami penurunan sesuai dengan tingkat kecepatan aktivitasnya (Hoserey,
1986).
Table 2. menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan tepung tapioka, semakin
meningkat kandungan gula reduksi roti tawar, meskipun pada komposisi 1:1 mengalami
penurunan. Semakin meningkatnya kandungan tepung tapioka, menandakan semakin
meningkatnya kandungan karbohidratnya. Kandungan karbohidrat tinggi akan menghasilkan
kandungan gula reduksi yang dihasilkan oleh adanya aktivitas enzim amylase, lebih tinggi.
Penurunan kandungan gula reduksi pada komposisi adonan 1:1 disebabkan adanya penurunan
aktivitas enzim amylase pada komposisi tersebut (Tabel 1).
13
14
Daya pengembangan adonan roti tawar semakin meningkat dengan semakin menurunnya
kandungan tepung tapioka (Tabel 3.). hal ini disebabkan karena semakin menurunnya kandungan
tepung tapioka, berarti semakin meningkat kandungan tepung gandum. Adonan tepung gandum
menahan gas-gas jauh lebih baik daripada adonan tepung lainnya (Bloksma, 1971). Penyebabnya
yaitu : kemampuan gluten pada tepung gandum untuk membentuk lapisan tipis yang ekstensibel
dan sifat rheologik adonan tepung gandum selama proses pengadukan dan fermentasi.
Hasil uji organoleptik rasa, aroma, kenampakan luar, warna dan tekstur menunjukkan
bahwa semakin menurun kandungan tepung tapioka semakin meningkat rasa, aroma,
kenampakan luar, warna dan tekstur roti tawar (Tabel 4.). Dan ternyata pada komposisi adonan
1:4 menunjukkan tidak adanya beda nyata dengan control (tanpa tepung tapioka) pada sifat
organoleptik rasa, aroma, dan kenampakan luar. Tepung gandum mempunyai kandungan protein
lebih tinggi dibandingkan tepung tapioka (Anonim, 1982). Protein tepung gandum mengandung
85% gluten yang mampu menahan gas hasil peragian. Di samping itu menyebabkan adonan roti
mempunyai konsistensi tertentu, elastisitas dan daya pegas yang optimum yang menghasilkan
roti bersifat teguh, berdaya kembang besar, bertekstur lembut dan berpori-pori halus (Inglett &
Munck, 1980).
15
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat adalah dengan penambahan tepung tapioka sampai taraf 20%
pada adonan roti tawar dapat menghasilkan roti tawar yang dapat diterima dari segi rasa, aroma
dan kenampakan luarnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A.E & J.A.Johnson. 1970. Influence of Yeast Fermentation and Baking on Yhe Contain
of Free Amino Acids and Primary Amino Groups and Their Effect on Bread Aroma
Stimuli. Department of Grain Science and Industry, Kansas Agricultural Experimental
Station. Manhattan.
Amendola, J. & D.E. Lundberg. 1972 Understanding Baking. Institution. Volume Feeding
Magazine. 5 South Wabash Ave. Chicago, III. 60603.
Anonim. 1982. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Depatemen Kesehatan R.I.
Bharata. Jakarta.
Bloksma, A.H. 1971. Rheology and Chemistry of Dough in Wheat Chemistry and Technology.
Pomeranz, Y. (Edt). American Association of Cereal Chemist. Inc, St. Paul. Minnesota.
Hoserey, R.C. 1986. Principle of Cereal Science and Technology. AAOCC, USA.
Inglett, G.E. & L. Munc. 1980. Cereal for Food and Beverages. Academic Press. New York.
Miller, B.M. & D. Warran. 1976. Industrial Microbiology. Mc Graw Hill. New York.
Reed, G. 1983. Food and Feed Production with Microorganism. Biotechnology.
William, A. 1975. Bread Making The Modern Revolution. Hutchinson. Bernham. London.
17
top related