farmakologi kedokteran gigi
Post on 28-Dec-2015
337 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
FARMAKOLOGI
Oleh :
Kelompok A
Varyzcha Hafiza 0706261474
RUMAH SAKIT CIPTO MANGUNKUSUMO
Periode 19 Maret 2012 – 25 April 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2012
0
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Farmakologi1
1.1.1 Definisi
Farmakologi adalah ilmu tentang obat-obatan dan pengaruhnya terhadap manusia.
Dalam farmakologi dikenal istilah farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik
merupakan bagian ilmu farmako yang mempelajari efek fisiologik dan biokimiawi obat
terhadap berbagai jaringan tubuh yang sakit maupun sehat serta mekanisme kerjanya.
Farmakokinetik dapat diartikat sebagai proses yang dilalui obat dalam tubuh atau tahapan
obat tersebut dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi
beberapa tahapan, mulai dari proses absorpsi obat, distribusi ke seluruh tubuh, metabolisme
obat hingga sampai kepada tahap eksresi atau proses pengeluaran zat obat tersebut dari dalam
tubuh.
1.1.2 Bentuk Sediaan Obat dan Administrasinya
Pembagian bentuk sediaan obat dan beberapa administrasinya:
1. Sediaan cair per-oral: solusio (larutan: potio, liquid), sirup, suspensi, emulsi,
guttae (drops: tetes)
2. Sediaan padat per-oral: pilulae, tablet
Bentuk padat halus: pulveres, pulvis, kapsul
3. Sediaan yang digunakan pada mukosa tubuh: obat tetes mata, telinga, semprot
hidung, kumur mulut
4. Sediaan obat topikal: solid, semisolid (pasta, cream), cairan oles (solution,
lotion, emulsio)
5. Sediaan parenteral (injectionem)
1.2 Antibiotik1,2
1.2.1 Definisi
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama jamur yang dapat
menghambat pertumbuhan maupun membunuh mikroba lain.
1.2.2 Penggolongan Antibiotik
1. Berdasarkan sifat toksisitas:
1
a. Bakteriostatik – menghambat pertumbuhan mikroba (tetracyclines,
chloramphenicol, erythromycin, ethambutol, sulfonamide)
b. Bakterisid – membunuh mikroba (penicillin, aminoglycoside, ciprofloxacin,
metronidazole, cephalosporins)
2. Berdasarkan sifat anti mikroba:
a. Spektrum luas (tetracyclines, chloramphenicol)
b. Spektrum sempit (penicillin, erythromycin, streptomycin)
3. Berdasarkan mekanisme kerja:
a. Menghambat metabolisme sel mikroba
b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba
c. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba
d. Menghambat sintesis protein sel mikroba
e. Menghambat sintesis asam nukleat mikroba
4. Berdasarkan struktur kimia: Sulfonamida, Lincosamide, Macrolide, dan
lainnya
1.2.3 Seleksi Obat Antibiotik
1. Terapi empirik sebelum identifikasi organisme
Pada pasien sakit berat, penundaan seleksi antibiotik dapat berakibat fatal dan
terapi empirik sesegera mungkin diindikasikan.
2. Identifikasi organisme
Obat antibiotik yang akan digunakan diseleksi setelah organisme diidentifikasi
dan sensivitasnya terhadap obat ditetapkan. Maka dari itu mendapatkan sampel
untuk kultur organisme sebelum pengobatan dimulai sangatlah penting.
3. Lokasi infeksi
Kadar antibiotik yang adekuat harus mencapai tempat infeksi untuk
mengeradikasi secara efektif mikroorganisme yang menginvasi.
4. Status pasien
Dalam menyeleksi antibiotik, perhatian utama ditujukan pada kondisi pasien.
Sistem imun, gangguan fungsi ginjal dan hati, kehamilan, hipersensitivitas,
dan faktor umur misalnya, hal-hal tersebut sangat penting diketahui.
5. Keamanan antibiotik
2
Beberapa antibiotik dapat bersifat kurang toksik karena hanya mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Namun pada jenis lain ada yang dapat
mengancam kehidupan pada penderita infeksi karena potensinya menimbulkan
efek toksik serius.
6. Biaya pengobatan
Seringkali beberapa obat menunjukkan efektivitas yang mirip dalam
mengobati, tetapi harga bervariasi.
1.2.4 Sebab Kegagalan Terapi
1. Dosis kurang: seringkali tergantung lokasi infeksi walau kumannya sama
2. Masa terapi kurang
3. Kesalahan dalam menetapkan etiologi
4. Faktor farmakokinetik: tidak semua bagian tubuh mudah ditembus oleh anti
mikroba
5. Pilihan anti mikroba kurang tepat
6. Faktor pasien: KU buruk, adanya obat yang menyebabkan gangguan
pertahanan tubuh
1.2.5 Resistensi Obat
Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh antibiotik
pada kadar maksimum yang dapat ditolerir oleh pasien. Resistensi dapat terjadi apabila
mengkonsumsi obat tidak sesuai instruksi. Resistensi berkembang bisa karena kemampuan
DNA maupun perubahan kondisi pada tempat karget.
1.2.6 Antibiotik Profilaksis
Situasi klinis tertentu memerlukan penggunaan antibiotik yang lebih baik mencegah
daripada mengobati infeksi. Hal ini untuk melindungi seseorang yang terpajan kuman
tertentu. Misalnya mencegah infeksi bakterial sekunder (endokarditis) pada pasien kelainan
katup atau stuktur jantung.
1.2.7 Klasifikasi Antibiotik
1. Penicillin
Natural penicillin: penicillin G dan penicillin V.
Semi-sintetik: oxacillin, cloxacillin, dicloxacillin, methicillin.
Spektrum: kecil, bersifat bakterisidal terhadap beberapa spesies bakteri (aerob gram +
& anaerob gram -).
3
Spektrum: untuk penicillin semi-sintetik spektrum bakteri termasuk strain bakteri
yang telah resisten terhadap penicillin.
Dosis: dewasa 125-250 mg setiap 6 jam sekali.
Amoksisilin: 250 – 500mg per kali, 3 kali per hari
Pemberian: penicillin V secara oral, penicillin G secara IM/IV.
Efek samping: reaksi alergi dan gangguan pencernaan.
2. Cephalosporin
Dikelompokkan menjadi 4 generasi
Generasi I (aerob, gram postif)
macam : Cefadroxil, Cephalexin, Cephaloridine,
Cephalothin, Cephapirin, Cefazolin, Cephradine
Generasi II (anaerob, gram negatif)
macam : cefaclor, cefoxitin, cefprozil, cefuroxime
Generasi III (anaerob, gram negatif dengan spektrum lebih luas dari Gr. II)
macam : Cefdinir, Cefixime, Cefpodoxime, Ceftibuten,
Ceftriaxone, Cefotaxime
Generasi IV (resisten terhadap b-lactamase dan beberapa bakteri gram negatif
bacilus)
macam : Cefepime, Cefluprenam, Cefozopran, Cefpirome, Cefquinome
Dosis cephadroxyl:
Dewasa: 1 – 2 g per hari
Anak: 30mg/kg BB per hari
Efek samping: reaksi alergi, jika alergi terhadap penicillin, peningkatan jumlah
enzim liver, hipoprotrombinemia, reaksi anafilaktik.
3. Macrolide
Jenis golongan ini yaitu: erythromicin, clarithromycin, dan azithromycin
Merupakan alternatif pilihan bila alergi penicilin
Bersifat bakteriostatik, dapat menyebabkan resisten, dan efektif untuk bakteri aerob
dan anerob.
Dosis: 250 mg setiap 6 jam
4
4. Lincosamide
Clindamycin dan Lincomycin.
Spektrum bakteri aerob dan anaerob
Memiliki sifat bakteriostatik
Dosis: 100-450mg q 6hr
efek samping diare dan colitis
Clindamycin diindikasikan untuk purulent osteitis atau infeksi tulang, abses
dentoalveolar dan infeksi kronis.
5. Tetracycline
Spektrum luas yang bersifat bakteriostatik
Insiden resistensi bakteri.
Dosis: 250-500mg
tetracyclin, minocyclin, doxycyclin
Merupakan antibiotik pilihan kelima di bawah penicillin, macrolide, cephalosporin
dan clindamycin untuk perawatan infeksi akut odontogenik.
6. Metronidazole
Pada beberapa infeksi khusus bakteri anaerob
Bersifat bakterisid
Dosis - 200- 400 mg 3 kali per hari selama 7-10 hari
Kontraindikasi : Pasien dengan alcohol habit, pasien yang mengambil terapi
anticoagulant, CNS disorder, blood disorder, cirrhosis of liver, gangguan ginjal.
Efek samping diantaranya neutropenia, sensasi logam pada indera pengecapan, ruam
kulit, mual, muntah.
5
Gambar 1.1 Tabel antibiotik yang dipakai pada kedokteran gigi
1.3 Analgesik1,2
Analgesik adalah senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan
rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. Analgesik berasal dari kata Yunani an-
“tanpa” dan -algia “nyeri.”
1.3.1 Nyeri
Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda
bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi
6
kuman, dan kejang otot. Adanya rangsangan mekanis atau kimiawi dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan dan akibatnya melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-
mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin,
prostaglandin, dan ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor nyeri pada ujung saraf
bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan
syaraf pusat ( SSP ) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak
besar.
1.3.2 Penggolongan Analgesik
Berdasarkan mekanisme dan target aksinya, obat analgetik dibagi menjadi 2
golongan yaitu analgesik nonopioid dan analgesik opioid.
1. Analgesik Nonopioid
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya
adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah memblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang
terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri
a. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS/NSAID)
Umumnya bekerja dengan menghambat biosintesis dari prostaglandin yang
dihasilkan saat terjadi inflamasi.
Efek analgesik
- Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada obat-obatan opioid.
- Obat-obatan AINS tidak menimbulkan ketagihan.
- Obat ini hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri dan tidak
mempengaruhi sensorik lain.
Efek anti-inflamasi
Hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simptomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan.
Efek antipyretic
Obat AINS menghambat enzim siklooksigenase sehingga menghambat sintesis
PGE di hipotalamusà dilatasi pembuluh darah diikuti turunnya suhu tubuh.
Kebanyakan obat golongan ini bersifat asam, sehingga banyak terakumulasi
pada sel yang juga bersifat asam, seperti pada lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi.
Maka efek samping yang sering ditimbulkan adalah induksi tukak lambung atau tukak
7
peptik yang kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan pada saluran cerna.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersenstivitas terhadap obat-obatan.
NSAID berupa asma bronchial, hipotensi hingga keadaan syok. Interaksi obat NSAID
dengan heparin dan antikoagulan oral berisiko terjadi perdarahan.
Bagan 1.3 Penggolongan obat-obatan NSAID
Asam salisilat (aspirin)
Indikasi untuk kontrol nyeri ringan sampai moderat
Dosis
Dewasa : 325-650 mg, oral setiap 3 atau 4 jam
Anak : 15-20 mg setiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 gr/hari.
Efek samping: ruam kulit, pembengkakan, asma dan kemungkinan anafilaktik.
Proses menelan dapat menyebabkan rasa mual, muntah, bronchospasme, dan
perdarahan saluran pencernaan.
Asam propionat (ibuprofen)
Indikasi untuk kontrol nyeri post operative.
Ibuprofen memliki sifat analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik.
8
Efek anti-inflamasinya baru terlihat dalam dosis 1200-2400 mg/hari,
sedangkan efek analgesiknya terlihat pada dosis 400 mg diberikan 4 kali
sehari.
Dapat mengurangi efek obat anti hipertensi.
Efek samping: mual, muntah, dyspepsi, mulas, nyeri perut. Perdarahan saluran
pencernaan jika digunakan dalam jangka panjang.
Kontraindikasi pada pasien dengan alergi golongan AINS, aspirin. Serta tidak
diperuntukan untuk ibu hamil dan menyusui.
Asam fenamat (as. mefenamat)
Indikasi: analgesik, anti-inflamasi (tidak terlalu kuat)
Dosis: 250 – 500mg per kali, 2 – 3 per hari
Efek samping: iritasi mukosa lambung, diare.
Karena efek toksiknya maka tidak dianjurkan utk wanita hamil, anak di bawah
14 thn dan pemberian melebihi 7 hari.
b. Analgesik Non-narkotik (Asetaminofen)
Kerja obat sebagai analgesik, antipiuretik & antiinflamasi (lemah).
Biasa diberikan kepada pasien kontraindikasi aspirin.
Dosis:
Dewasa : 300mg – 1g per kali, maks. 4g perhari.
Anak 6-12th : 150 – 300mg per kali, maks. 1,2g per hari
Efek samping: eritem, urtikaria, demam dan lesi pada mukosa, toksisitas akut
(pemberian tunggal 10 – 15 gram), konsumsi obat ini dengan alkohol dapat
menimbulkan gangguan fungsi hati karena bersifat hepatotoksik.
2. Analgesik Opioid
Analgesik ini bekerja di sistem saraf pusat, yaitu seperti jenis opiat (morfin
dan codeine). Keuntungannya digunakan untuk kontrol nyeri moderat sampai berat,
dapat diberikan dalam berbagai rute, sehingga dapat diberikan secara topikal, lokal
yang bisa mengurangi efek samping secara sistemik. Opioid biasa digunakan dalam
medikasi untuk kontrol nyeri regio maksilofasial, dikombinasi dengan asetaminofen
atau golongan AINS lainnya (secara oral).
Resiko penggunaan opioid:
Potensi resiko ketergantungan jika diresepkan dalam jangka panjang
9
Efek mual dan muntah yang lebih besar dibandingkan golongan AINS,
intoleransi lambung, konstipasi
Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan respirasi
Halusinasi, gangguan saluran urin, dan toksik pada hati
Macam opioid:
Morfin
Indikasi untuk kontrol nyeri, sedasi dan sebagai medikasi preanestesi à
mendepresi korteks cerebral dan meningkatkan ambang nyeri stimulus aferen
Efek samping berupa mual, muntah, dan konstipasi
Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan respirasi
Petidin / Meperidin
Merupakan analgetik sintetik utama dan memiliki cara kerja yang sama
dengan morfin
Tidak mendepresi respirasi
Efek samping berupa euforia, ketergantungan dan sedasi
Pentazocaine
Merupakan turunan dari benzomorfin, analgetik potensial
Tidak menimbulkan efek euforia
Memiliki setengah efek morfin dan menyebabkan depresi respiratori
Memiliki masa kerja yang lebih singkat dibandingkan morfin
Propoxyphene
Analgetik yang kurang potensial
Tingkat ketergantungan yang lebih rendah dibandingkan methidine
1.4 Anestesi Lokal2
Pada ekstraksi gigi, anestesia lokal merupakan metode yang paling aman. Adapun
jenis anestesi yang bisa dilakukan adalah dengan tekanan, topikal, salep, dan injeksi baik
infiltrasi maupun blok. Penggolongan anestesi dibedakan menjadi 2, yaitu senyawa ester dan
senyawa amida.
1. Golongan Ester: Prokain/ Novocain
Efek maks. 10-20 menit, hilang sesudah 60 menit
Cepat dihidrolisis oleh esterase plasma
10
Efek samping: PABA à menghambat sulfonamid, dermatitis alergi, syok
anafilaktik
2. Golongan Amida: Lidocaine/ xilocaine
Lebih cepat, kuat, lama dan ekstensif dibanding prokain
Efektif tanpa vasokonstriktor
Obat terpilih untuk yg hipersensitif prokain dan epinefrin
Waktu kerja infiltrasi 5menit-1jam dengan dosis 0,5-1ml ; untuk blok 1-2ml
Diikat protein plasma -- metabolisme di hati
1.4.1 Vasokonstriktor
Vasokonstriktor berguna untuk memperpanjang masa kerja obat anestesi, mengurangi
efek toksik obat anestesi, dan mengurangi perdarahan pada area injeksi. Kontraindikasinya
yaitu pada pasien kelainan jantung, hipertensi tidak terkontrol, hipertiroid, dan diabetes
melitus. Interaksi obat dengan β-blockers,nonselective dapat menyebabkan hipertensi dan
reflex bradycardia; dengan antidiabetics dapat menaikkan gula darah.
1.5 Muscle Relaxant2
Muscle relaxant dapat mendepresi sistem saraf pusat yang berguna untuk merelaksasi
otot skeletal. Obat ini digunakan untuk perawatan musculoskeletal pain, yang banyak
dipakai dalam kedokteran gigi untuk tmj disorder. Jenis yang biasa digunakan adalah
diazepam 2-10mg.
1.5 Kortikosteroid2
Kortikosteroid banyak digunakan pada bidang kedokteran gigi sebagai antiinflamasi
pada lesi oral, arthritis tmj, oral surgery (mengurangi edema, trismus, sakit), dan pulp
procedures. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien yang sedang mengkonsumsi
kortikosteroid yaitu hindari aspirin (karena sama2 sekresi asam), cek tekanan darah,
dan hati-hati karena lebih mudah infeksi.
1.7 Interaksi Obat2
Diabetes: apabila tidak terkontrol dianjurkan antibiotik profilaksis; dosis besar aspirin
à hipoglikemi
11
Kehamilan: antibiotik yang aman yaitu amoxicillin, eritrosin, cephalosporin,
klindamisin, dan metronidazole (hindari tetrasiklin). Analgetik yang aman adalah
paracetamol. Anestesi lokal aman yaitu lidokain.
Penyakit jantung: hentikan dulu penggunaan obat pengencer darah
Hipertensi: obat anestesi+vasokonstriktor à perdarahan
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Mycek Mary, Harvey Richard, Champe Pamela. Farmakologi ulasan bergambar.
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher. 1997.
2. Barbara, Holroyd Sam. Applied pharmacology for the dental hygienist. Missouri:
Mosyby. 1995.
13
top related