faktor-faktor yang berhubungan dengan kenaikan
Post on 16-Oct-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KENAIKAN
BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI KLINIK MEDISCA
CIMANGGIS DEPOK JAWA BARAT TAHUN 2020
Hanifah Aziz1Sri Dinengsih
2 Risza Choirunnisa
3
Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Jakarta
Email: hanifahaziz7@gmail.com, sridinengsih@civitas.unas.ac.id,
risza.choirunissa@civitas.unas.ac.id
ABSTRAK
Perubahan atau peningkatan berat badan merupakan efek samping dari pemakaian kontrasepsi. Efek
penambahan berat badan disebabkan karena hormon yang terkandung dapat merangsang pusat pengendali nafsu
makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan kenaikan berat badan dengan umur, lama pemakaian, jenis kontrasepsi, riwayat
penyakit keturunan dan kadar gula darah.Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasi analitik,
dengan desain cross sectional. Populasi kasus pada penelitian ini adalah akseptor KB di Klinik Medisca pada
bulan Mei-Juni 2020 sebanyak 100 akseptor KB. Sampel pada penelitian ini sebanyak 100 orang. Instrumen
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner penggunaan alat kontrasepsi, lembar observasi kartu
pengguna KB dan alat-alat yang di gunakan dalam penelitian. Hasil penelitian dari variabel kenaikan berat
badan yaitu akseptor KB yang tidak naik/tetap berat badannya sebanyak 23 responden (23%) sedangkan
akseptor KB yang mengalami kenaikan berat badan sebanyak 77 responden (77%).Dari penelitian ini
didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara umur, jenis kontrasepsi, riwayat penyakit keluarga dengan
kenaikan berat badan akseptor KB di Klinik Medisca Cimanggis Depok Jawa Barat tahun 2020 karena di
dapatkan hasil p value < 0,05.
Kata kunci : kenaikan berat badan, akseptor KB, kadar gula darah
ABSTRACT Change or gain in body weight is a side effect of using contraception. The effect of weight gain is
because the hormones contained can stimulate the appetite control center in the hypothalamus which causes the
acceptors to eat more than usual. This study aims to determine the relationship between weight gain and age,
duration of use, type of contraception, history of hereditary disease and blood sugar levels. The research design
used was an analytical observational study, with a cross sectional design. The case population in this study were
family planning acceptors at the Medisca Clinic in May-June 2020 as many as 100 family planning acceptors.
The sample in this study were 100 people. The instruments used in this study were a questionnaire on the use of
contraceptives, observation sheets for family planning card users and the tools used in the study. The results of
the study of the weight gain variable, namely family planning acceptors who did not gain / keep their body
weight were 23 respondents (23%) while FP acceptors who experienced weight gain were 77 respondents
(77%). From this study, it was found that there was a relationship between age , type of contraception, family
history of disease with weight gain of family planning acceptors at the Cimanggis Medical Clinic, Depok, West
Java in 2020 because the results were p value <0.05
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Ledakan
penduduk ini terjadi karena laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk
Indonesia berdasarkan hasil estimasi pada tahun 2018 sebesar 265.0 juta jiwa, terdiri atas
133.1 juta jiwa penduduk laki-laki dan 131.8 juta jiwa penduduk perempuan1.
Prevalensi KB dan angka fertilitas merupakan indikator yang penting dalam program
kependudukan dan keluarga berencana. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu upaya
dalam keluarga berencana untuk pengendalian fertilitas dan menekan pertumbuhan penduduk
secara efektif.
KB aktif di antara pasangan usia subur (PUS) tahun 2018 sebesar 63,27%, hampir
sama dengan tahun sebelumnya yang sebesar 63,22%. Sementara target Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ingin dicapai tahun 2019 sebesar
66%. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 juga menunjukan
angka yang sama pada KB aktif yaitu sebesar 63,6%. KB aktif tertinggi terdapat di Bengkulu
yaitu sebesar 71,15% dan yang terendah di Papua sebesar 25,73%2.
Perubahan atau peningkatan berat badan merupakan efek samping dari pemakaian
kontrasepsi. Efek penambahan berat badan disebabkan karena hormon yang terkandung dapat
merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor
makan lebih banyak dari biasanya.
Berdasarkan hasil prasurvei yang telah peneliti lakukan pada bulan April 2020 di Klinik
Medisca didapatkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas medis di Klinik diketahui
dari 10 akseptor KB yang terdaftar dan mempunyai kartu KB di Klinik Medisca didapatkan
bahwa terjadi kenaikan berat badan pengguna akseptor KB sekitar 70%. Berdasarkan latar
belakang diatas, maka penulis tertarik untuk megambil judul Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kenaikan Berat Badan Akseptor KB Di Klinik Medisca Cimanggis Depok
Jawa Barat Tahun 2020
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian observasi analitik yaitu cara pengambilan data
yang mengadakan pengamatan langsung kepada responden, penelitian digunakan untuk
mencari perubahan hal-hal yang diteliti, dengan desain cross sectional. Pengumpulan data
pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner ini diberikan pada akseptor KB yang
melakukan kunjungan ulang, saat periksa atau menemani keluarga saat periksa atau
menemani keluarga yang berobat. Variabel dependen yang akan di teliti dalam penelitian ini
adalah kenaikan berat badan sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah usia,
lama pemakaian kontasepsi, jenis kontrasepsi, riwayat penyakit keturunan dan kadar gula
darah.
Populasi kasus pada penelitian ini adalah akseptor KB di Klinik Medisca pada bulan
Mei-Juni 2020 sebanyak 100 akseptor KB. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
seluruh akseptor KB dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden.
Metode analisis data yang di gunakan oleh peneliti adalah metode analisis statistik
dengan menggunakan software IBM SPSS Stastistics 22 dengan uji statistik Chi Square jika
p < 0,05 dengan signifikansi 5% (0,005).
HASIL PENELITIAN
1. Analisis Bivariat Tabel 2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kenaikan Berat Badan pada Akseptor KB Di
Klinik Medisca Cimanggis Depok Jawa Barat tahun 2020
Variabel
Kenaikan Berat Badan
P value
OR
Tidak naik/
tetap Naik Total
Usia n % n % n %
20-35 11 11 59 59 70 70 0.017
0.280
>35 12 12 18 18 30 30
Jenis Kontrasepsi
Hormonal 11 11 57 57 68 68 0.035 0.322
Non Hormonal 12 12 20 20 32 32
Lama Penggunaan
≤ 2 tahun 12 12 28 28 40 40 0.265
> 2 tahun 11 11 49 49 60 60
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Memiliki 12 12 59 59 71 71 0.045
0.333
Memiliki 11 11 18 18 29 29
Kadar Gula Darah
≤90 mg/dL 20 20 60 60 80 80 0.391
>90 mg/dL 8 8 12 12 20 20
Berdasarkan table 2 sebanyak 59 responden yang mengalami kenaikan berat badan.
Dengan nilai p value = 0.017 artinya ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
kenaikan berat badan pada akseptor KB. Dengan nilai OR = 0.28 artinya responden yang
memiliki usia 20-35 tahun berpeluang mengalami kenaikan berat badan sebesar 0.28 kali
dibandingkan usia > 35 tahun.
Faktor Jenis kontrasepsi diperoleh nilai p value = 0,035 artinya ada hubungan yang
signifikan antara jenis kontrasepsi dengan kenaikan berat badan pada akseptor KB dengan
nilai OR = 0.32 artinya responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal berpeluang
mengalami kenaikan berat badan sebesar 0.32 kali dibandingkan yang menggunakan
kontrasepsi non hormonal.
Lama penggunaan diperoleh nilai p value = 0.265 artinya tidak ada hubungan antara
lama penggunaan kontrasepsi dengan kenaikan berat badan pada akseptor KB. Akseptor yang
memiliki riwayat penyakit keluarga diperoleh nilai p value = 0.045 artinya ada hubungan
yang signifikan antara riwayat penyakit keluarga dengan kenaikan berat badan pada akseptor
KB dengan nilai OR = 0.33 artinya responden yang memiliki riwayat penyakit keluarga
berpeluang mengalami kenaikan berat badan sebesar 0.33 kali dibandingkan yang tidak
memiliki riwayat penyakit keluarga.
Memiliki kadar gula darah ≤90 mg/dL diperoleh nilai p value = 0.391 artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara kadar gula darah dengan kenaikan berat badan pada
akseptor KB.
PEMBAHASAN
1. Usia dengan Kenaikan Berat Badan pada Akseptor KB
Berdasarkan hasil analisis bivariat dilaporkan bahwa dari 100 responden, 70 responden
dengan yang berusia antara 20-35 tahun, ada sebanyak 59 (59%) responden yang mengalami
kenaikan berat badan, sedangkan dari 30 responden yang berusia > 35 tahun, ada sebanyak 18
(18%) responden yang mengalami kenaikan berat badan. Hasil uji statistik diperoleh p value
= 0,017 artinya secara statistik ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kenaikan
berat badan pada akseptor KB. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 0.280 artinya responden
yang memiliki usia 20-35 tahun berpeluang mengalami kenaikan berat badan sebesar 0.280
kali dibandingkan usia > 35 tahun.
Beberapa Penelitian mengatakan bahwa Ada hubungan antara penambahan berat badan
dengan akseptor kontrasepsi hormonal (p-value = 0,001). Responden yang mengalami
penambahan berat badan selama menggunakan alat kontrasepsi hormonal sebesar 66
responden (94,3%), sedangkan responden yang tidak mengalami penambahan berat badan
sebesar 5 responden (17,2%)1
Ada hubungan umur dengan nilai p value 0,000, dari 88 responden (100%) yang umur
35 tahun yang mengalami penurunan BB sebanyak 4 responden (4,5%) dan yang mengalami
kenaikan BB sebanyak 44 responden (50,0%)3
Berat badan rata-rata sebelum menggunakan KB suntik adalah 52,64 kg dan sesudah
menggunakan KB berat badan rata-rata 55,58 kg, dengan berat badan terendah 40 kg dan
tertinggi 73 kg dengan nilai p value = 0,000 <α=0,05. Akseptor hendaknya memeperhatikan
perubahan berat badan yang dialami sehingga tidak mengarah ke perubahan berat badan
berlebih2.
Asumsi peneliti bahwa pada rentang usia 20-35 tahun merupakan usia untuk reproduksi
sehat karena pada usia < 20 tahun merupakan fase untuk menunda kehamilan atau mencegah
kehamilan. Usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi dalam fase menjarangkan kehamilan
bukan untuk mengakhiri kehamilan, sehingga diperlukan kontrasepsi yang efektif sebagian
besar usia 20-35 tahun ibu mengalami kenaikan berat badan atau tetap. Hal ini disebabkan
karena pada usia ini merupakan usia yang reproduktif dalam bekerja dan melakukan aktivitas
lainnya. Para akseptor KB yang tidak menjaga pola nutrisi sehari-hari dapat memicu
terjadinya kenaikan berat badan yang drastis namun pada akseptor KB yang menjaga pola
makannya sesuai dengan kebutuhan memiliki kenaikan berat badan yang ideal atau tetap.
Usia >35 tahun merupakan kurun usia reproduksi tua, resiko tinggi dalam kehamilan dan
persalinan karena semakin bertambah umur seseorang maka seseorang akan cenderung
kehilangan otot dan menurunnya fungsi organ reproduksinya. Kehilangan otot akan
mengurangi tingkat pembakaran kalori, apalagi jika tidak dilakukan diet seimbang dan
aktivitas fisik yang rutin maka akan mengakibatkan kenaikan berat badan.
2. Jenis Kontrasepsi dengan Kenaikan Berat Badan pada Akseptor KB
Berdasarkan hasil analisis bivariat dilaporkan bahwa dari 100 responden, 68 responden
dengan yang menggunakan kontrasepsi hormonal, ada sebanyak 57 (57%) responden yang
mengalami kenaikan berat badan, sedangkan dari 32 responden yang menggunakan
kontrasepsi non hormonal, ada sebanyak 20 (20%) responden yang mengalami kenaikan berat
badan. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.035 artinya secara statistik ada hubungan yang
signifikan antara jenis kontrasepsi dengan kenaikan berat badan pada akseptor KB. Hasil
analisis diperoleh nilai OR = 0.322 artinya responden yang menggunakan kontrasepsi
hormonal berpeluang mengalami kenaikan berat badan sebesar 0.322 kali dibandingkan yang
menggunakan kontrasepsi non hormonal.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa hormon yang terkandung dalam kontrasepsi
hormonal dapat merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipothalamus yang
menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya. Diagnosa dari pertambahan berat
badan pada pemakaian kontrasepsi hormonal yaitu retensi cairan karena progestin atau
estrogen di dalam kontrasepsi hormonal, pertambahan berat badan yang disebabkan oleh
estrogen mengakibatkan bertambahnya lemak subkutan terutama pada pinggul, paha, dan
payudara, ini tampak setelah beberapa bulan menggunakan akseptor KB hormonal, nafsu
makan yang bertambah dan makan banyak (efek anabolik) disebabkan efek androgenik dari
progestin, kadar insulin darah meninggi yang disebabkan oleh hormon progestin, intake
kalori yang bertambah4
Namun ada penelitian bahwa Tidak ada hubungan antara lamanya pemakaian alat
kontrasepsi suntik dengan perubahan berat badan pada akseptor KB suntik di BPM Sugiyati
tahun 2014 yang menggunakan kontrasepsi suntik lebih 1 tahun sebesar 91,7% dan
60% akseptor suntik mengalami peningkatan berat badan.5
Asumsi peneliti bahwa kenaikan berat badan Akseptor KB hormonal selain dari faktor
di atas terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan meningkatnya berat badan. Faktor
tersebut dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal mencakup faktor-faktor hereditas seperti umur,
gen dan regulasi termis. Faktor eksternal mencakup aktivitas fisik, kebudayaan, faktor
lingkungan dan asupan makanan.
3. Lama Penggunaan dengan Kenaikan Berat Badan pada Akseptor KB
Berdasarkan hasil analisis bivariat dilaporkan bahwa dari 100 responden, 60 responden
dengan yang telah menggunakan kontrasepsi > 2 tahun, sebanyak 49 (49%) responden yang
mengalami kenaikan berat badan, sedangkan dari 40 responden yang menggunakan
kontrasepsi ≤ 2 tahun, ada sebanyak 28 (28%) responden yang mengalami kenaikan berat
badan. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.265 artinya secara statistik tidak ada
hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan kenaikan berat badan pada akseptor
KB.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa dari 88 responden (100%) yang umur <20
tahun sebanyak 9 responden (10,2%) yang mengalami penurunan BB sebanyak 6 responden
(6,8%) dan yang mengalami kenaikan BB sebanyak 3 responden (3,4%), yang umur 20-35
tahun sebanyak 31 responden (35,3%) yang mengalami penurunan BB sebanyak 15
responden (17,1%) dan yang mengalami kenaikan BB sebanyak 16 responden (18,2%), yang
umur >35 tahun yang mengalami penurunan BB sebanyak 4 responden (4,5%) dan yang
mengalami kenaikan BB sebanyak 44 responden (50,0%).4
Menurut penelitian lain menyatakan bahwa dari 11 akseptor dengan lama pemakaian ≤
1 tahun mayoritas tidak mengalami kenaikan berat badan yaitu sebanyak 6 akseptor
(54,55%). Sedangkan dari 16 responden dengan lama pemakaian > 1 tahun mayoritas
mengalami kenaikan berat badan yaitu sebanyak 11 responden (68,75%).6
Pendapat lain mengatakan bahwa Penggunaan kontrasepsi implan dengan lama
penggunaan ≥ 3 tahun sebanyak 31 responden (86.1%). Kenaikan berat badan yang dialami
oleh responden yaitu ≥ 2 kg sebanyak 23 responden (63.9%). Simpulan dan Saran: Tidak ada
hubungan antara penggunaan kontrasepsi implan dengan kenaikan berat badan pada wanita
usia subur (p value 0.136 > 0,05)7
Penggunaan kontrasepsi dalam jangka panjang juga dapat memicu terjadinya kenaikan
berat badan yang dialami oleh akseptor KB. Dalam penggunaan jangka panjang KB
hormonal turut memicu terjadinya peningkatan berat badan, kanker, kekeringan pada vagina,
gangguan pada emosi, dan jerawat karena penggunaan hormonal yang lama dapat
mengacaukan keseimbangan hormon estrogen dan progesterone dalam tubuh sehingga
mengakibatkan terjadi perubahan sel yang normal menjadi tidak normal. Bila sudah dua
tahun, kita harus pindah kesistem KB yang lain, seperti KB kondom, spiral, atau kalender8
Asumsi peneliti bahwa terjadinya peningkatan berat badan pada akseptor KB tidak
hanya dipengaruhi oleh perubahan hormon sebagai akibat penggunaan kontrasepsi hormonal
yang lama. Tetapi ada faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan berat badan pada
seseorang. Faktor-faktor tersebut misalnya adalah pola kebiasaan makan, kurangnya aktifitas
fisik, keturunan obesitas, faktor fisiologis tubuh, pertambahan usia, gangguan hormon, faktor
lingkungan dan faktor kebudayaan. Akseptor yang banyak makan tetapi diimbangi dengan
olah raga akan mampu mencegah peningkatan berat badan, karena olah raga dapat membakar
lemak yang ada pada tubuh.
4. Riwayat Penyakit Keluarga dengan Kenaikan Berat Badan pada Akseptor KB
Berdasarkan hasil analisis bivariat dilaporkan bahwa dari 100 responden, 71 responden
yang tidak memiliki riwayat penyakit keluarga, sebanyak 59 (59%) responden yang
mengalami kenaikan berat badan, sedangkan dari 29 responden yang memiliki riwayat
penyakit keluarga, ada sebanyak 18 (18%) responden yang mengalami kenaikan berat badan.
Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.045 artinya secara statistik ada hubungan yang
signifikan antara riwayat penyakit keluarga dengan kenaikan berat badan pada akseptor KB.
Ada pendapat dari penelitian bahwa orang yang memiliki riwayat DM pada keluarga
berpeluang 10,938 kali lebih besar menderita Diabetes Mellitus tipe dua daripada orang yang
tidak mempunyai riwayat DM pada keluarga karena risiko seseorang untuk menderita DM
Tipe dua lebih besar jika orang tersebut mempunyai orang tua yang menderita DM tipe dua.
Keluarga dalam penelitian ini hanya keluarga dekat seperti ibu ayah, dan saudara sekandung9.
Penelitian lain berpendapat bahwa Rata-rata kadar gula darah sewaktu pada akseptor
KB suntik kombinasi adalah 100,8000 gr/dl. Rata-rata kadar gula darah sewaktu pada
akseptor KB suntik progestin adalah 147.0667 gr/dl. Ada perbedaan antara kadar gula darah
sewaktu pada akseptor KB suntik kombinasi dan progestin dengan p value 0,000.10
Faktor terjadinya diabetes salah satunya juga karena faktor genetik (menurun),
keturunan diabetes mellitus memiliki resiko lebih besar terkena penyakit diabetes melitus
dibandingkan yang tidak memiliki riwayat genetik diabetes mellitus didalam keluarga dan
apabila orang tua mengidap penyakit ini maka anak telah mempunyai 40 % resiko terkena
penyakit ini juga 11
Asumsi peneliti bahwa risiko anak yang terkena diabetes mellitus menjadi lebih besar
dibandingkan dengan anak yang tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Dalam hal ini
disebabkan karena riwayat penyakit keluarga merupakan faktor risiko dalam penyakit
diabetes mellitus dan bukan penyakit keturunan atau herediter yang dibawa sejak lahir.
Namun riwayat penyakit tersebut dapat di cegah untuk generasi selanjutnya dengan cara
menerapkan pola hidup sehat dan aktivitas fisik yang cukup.
5. Kadar Gula Darah dengan Kenaikan Berat Badan pada Akseptor KB
Berdasarkan hasil analisis bivariat dilaporkan bahwa dari 100 responden, 80 responden
memiliki kadar gula darah ≤90 mg/dL, ada sebanyak 60 responden yang mengalami kenaikan
berat badan. Sedangkan dari 20 responden yang memiliki riwayat penyakit keluarga, ada
sebanyak 12 responden yang mengalami kenaikan berat badan.
Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.391 artinya secara statistik tidak ada hubungan
yang signifikan antara kadar gula darah dengan kenaikan berat badan pada akseptor KB.
Diabetes merupakan penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak memproduksi
insulin yang cukup, atau jika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
diperbuatnya Kejadian diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
akibat dari kadar glukosa didalam darah yang tinggi(hiperglikemia). Glukosa yang tinggi
disebabkan oleh jumlah hormon insulin yang kurang atau jumlah insulin cukup bahkan lebih,
tetapi kurang efektif atau resistensi insulin12
Pada umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun dan beresiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas yang memproduksi insulin, sehingga hampir semua kadar glukosa darah
dalam penelitian ini dalam keadaan normal. Kemudian terdapat 16 responden (12,1%)
yang mengalami kenaikan kadar glukosa darah ≥126 mg/dl, hal ini disebabkan karena
penggunaan kontrasepsi yang lama diatas 10 tahun dan responden berada pada sumur
diatas 35 tahun, sehingga hal ini yang menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah13
.
Menurut pendapat peneliti, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan banyak faktor antara
lain pola hidup pada akseptor KB yang menerapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi
makanan gizi seimbang dan sesuai kebutuhan serta mengolah makanannya sendiri. Sebagian
dari akseptor KB juga sebagai karyawan atau memiliki usaha sendiri, dengan begitu akseptor
KB melakukan aktifitas fisik.Pekerjaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
aktifitas fisik yang dilakukan individu. Aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan
kecepatan pemulihan glukosa otot (seberapa banyak otot mengambil glukosa dari aliran
darah). Saat beraktifitas otot menggunakan glukosa yang tersimpan dan jika glukosa
berkurang otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari darah, hal ini kan
mengakibatkan menurunya glukosa darah, sehingga memperbesar pengendalian glukosa
darah. Penurunan berat badan secara signifikan berhubungan dengan adanya penurunan
glukosa darah.13
Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
kenaikan berat bada akseptor KB dengan kadar gula darah sewaktu pada penelitian ini adalah
jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu pengambilan data resiko
dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan. Hal ini menyebabkan sulitnya menentukan
hubungan sebab akibat antara resiko dan efek tersebut, data yang dipakai pada penelitian ini
adalah data primer, berupa kuesioner dan pemeriksaan langsung kadar gula darah sewaktu.
Pada pengisian kuesioner, data diambil berdasarkan hasil wawancara, sehingga terdapat
kemungkinan bias informasi pada saat pengambilan data. Data yang didapat tergantung
kepada kejujuran responden serta pemahaman responden terhadap pertanyaan yang diberikan,
dan pengukuran kadar gula darah sewaktu responden pada penelitian ini hanya menggunakan
glukometer yang hasilnya tidak terlalu akurat namun bisa digunakan untuk memantau kadar
gula darah.12
SIMPULAN
1. Sebagian besar Akseptor KB yang mengalami kenaikan berat badan sebanyak 59
responden (59%) Akseptor Kb yang berusia > 35 tahun sebanyak 18 responden (18%),
pengguna kontrasepsi hormonal sebanyak 57 responden (57%), lama penggunaan > 2
tahun sebanyak 49 responden (49%), tidak memiliki riwayat penyakit keluarga
sebanyak 59 responden (596%) dan kadar gula darah ≤ 90 mg/dL sebanyak 80
responden (80%).
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara usia, jenis kontrasepsi, riwayat penyakit
keluarga dengan dengan Kenaikan Berat Badan Akseptor KB Di Klinik Medisca Tahun
2020
3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi dan
kadar gula darah dengan Kenaikan Berat Badan Akseptor KB Di Klinik Medisca Tahun
2020
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta: Kemenkes
RI
2. BKKBN. 2015. Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional 2015-2019
3. Anitasari, B., & Nfn, I.2018. perbedaan berat badan akseptor sebelum dan sesudah
menggunakan alat kontrasepsi kb suntik di wilayah kerja puskesmas lamasi kab.
luwu. jurnal fenomena kesehatan, 1(2), 107-118.
4. Sembiring, J. B. 2019 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Peningkatan Berat
Badan Pada Akseptor Kontrasepsi Suntik Di Puskesmas Batahan Kecamatan Batahan
Kabupaten Mandailing Natal. Gaster, 17(1), 36-51
5. Meilani, N., Setiyawati, N., & Estiwidani, D. Dkk. 2010. Pelayanan Keluarga
Berencana.
6. Erawati, D., & Fitriahadi, E. 2016. Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik
Dengan Peningkatan Berat Badan Pada Akseptor Suntik Depo Medroksi Progesteron
Asetat Di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Sugiyati Kajoran Magelang (Doctoral
dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).
7. Zahera Ibrahim. 2015. Kenaikan Berat Badan Dengan Lama Pemakaian Alat
Kontrasepsi Hormonal Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Sungai Mengkuang Tahun
2015. Akademi Kebidanan Amanah Muara Bungo : Jambi
8. Larasati Shinta. 2017. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Implan Dengan Kenaikan
Berat Badan Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman
Yogyakarta. Universitas Aisyiyah : Yogyakarta
9. Mudrikatin, S. 2012. Hubungan Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan DMPA pada Akseptor
KB dengan Peningkatan Berat Badan di Puskesmas Jabon Jombang. Jurnal Sains
Med, 4(1), 17-22.
10. Nur Isnaini, Ratnasari. 2018. Faktor Risiko Mempengaruhi Kejadian Diabetes Mellitus
Tipe Dua Risk Factors Was Affects Of Diabetes Mellitus Type 2 Departement Of
Nursing, Faculty Of Health Science, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jawa
Tengah Indonesia
11. Fatimah Sari dan Mustika Pramestiyani . 2015 Studi Komparasi Kadar Glukosa Darah
Sewaktu Pada Akseptor Kb Suntik Kombinasi Dan Progestin Di Bpm Yosi Trihana
Kabupaten Klaten Jawa Tengah Tahun 2015 Stikes Guna Bangsa Yogyakarta
12. Rani Safitri Dan Tut Rayani. 2016. Gambaran Kenaikan Berat Badan Ibu Akseptor Pil
Oral Kombinasi Di Klinik Bps “K” Desa Glanggang Kecamatan Pakisaji Kabupaten
Malang. Program Studi Kebidanan Poltekkes RS dr. Soepraoen: Malang
13. Noor Hidayah, Purnomo, Dani Fitriani. 2015.Obesitas Dan Riwayat Genetik Dengan
Kejadian Diabetes Mellitus Pada Pengguna Kb Suntik Depogestin Di Bpm Handayani
Isro’ Desa Welahan. Stikes Muhammadiyah Kudus
14. Siti Rahma, Andi Mursyidah, Yuli Yanti Rauf. 2019.Kadar Gula Darah Pengguna
Kontrasepsi Hormonal. Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Gorontalo
top related