eksistensi monumen mandala sebagai karya seni rupa …
Post on 31-Dec-2021
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
EKSISTENSI MONUMEN MANDALA SEBAGAI KARYA
SENI RUPA TIGA DIMENSI DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Mengikuti Ujian
Skripsi
Pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Oleh:
ST. HARDIANTI. T
10541 0792 14
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019/2020
iv
ABSTRAK
ST.HARDIANTI.T. 2020. Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni
Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar. Program Studi Pendidikan Seni Rupa S1.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makasaar.
(Dibimbing oleh Andi Baetal Muqaddas dan Meisar Ashari).
Penelitian ini bertujuan: (i)Untuk mengukur eksistensi Monumen
Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar (ii) Untuk
mengetahui bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa di Kota
Makassar. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.
Dengan objek penelitian ini adalah Monumen Mandala, Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Adapun teknik
analisis data yang digunakan yaitu Teknik penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (i) Eksistensi Monumen
Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi dari segi bentuk bangunan tidak
mengalami perubahan bentuk ataupun tema, Monumen Mandala masih
mempertahankan filosofi sejarah perjuangan yang tersirat di dalamnya sehingga
eksistensinya sebagai Monumen Pembebasan Irian Barat masih dipertahankannya,
akan teteapi dilihat dari banyaknya permasalahan yang muncul salah satunya
akibat sarana dan prasarana yang kurang memenuhi standar sehingga
menyebabkan menurunnya eksistensi Monumen Mandala di mata masyarakat. (ii)
Monumen Mandala memiliki ketiga aspek dalam Fungsi seni, yaitu memiliki
fungsi personal, fungsi sosial dan fungsi fisik di dalam sebuah karya seni rupa tiga
dimensi.
Kata Kunci: Eksistensi, Bentuk, Fungsi, Monumen Mandala
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Innamal a’malu binniyat (…)”
Artinya, Sesungguhnya amal itu tergantung niat (…)
(Sabda Rasulullah SAW)
“Tidak penting seberapa lambat kita menggapai garis finish,
selagi kita tidak berhenti ditengah-tengah arena. Maka tentukan
pilihanmu dengan tanpa penyesalan” (penulis)
“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai
kesanggupannya”
(QS Al Baqarah 286)
Kupersembahkan Dharma Baktiku kepada Kedua orang tuaku
tercinta Bapak Tahir dan Mama Juliana terkasih yang dengan susah
payah telah membesarkan, mendidik, membiyai dan selalu mendoakan
keberhasilan dan menginginkanku menjadi Manusia yang baik. Serta
untuk adik-adikku tersayang Ardi, Agung dan seuruh keluargaku
tercinta.
Terima Kasih juga kepada Sahabat- sahabatku Ayu, Sinar, Ego, Fatul, Ardi,
Kak Rep,Kak Amin, Kak Mail , dan teman-teman seperjuangan Pterodactyl
2014, maaf semuanya yang tidak sempat disebutkan namanya. Terima
kasih telah ikhlas menemani, memotivasi dan mendoakan serta memberi
dukungan moralnya. Tak lupa pula kepada para dosen dan terkuhus kepada
dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi arahan sehingga
dapat mewujudkan harapan dalam menggapai gelar sarjana.
vi
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan skripsi dengan judul
“Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di
Kota Makassar” Shalawat dan salam tidak lupa dikirimkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah menunjukkan cahaya bagi umatnya.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperolah gelar sarjana
pada program Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan berbagai pihak, skipsi ini
tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada kedua orangtua Ayahhanda Muh.Tahir Tampa, Ibunda Yuliana Tefu, dan
saudara-saudaraku Muhammad Ardiansyah Tahir dan Muhammad Agung
Permana Tahir. Yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik, mendoakan dan
membiayai penulis selama pencarian ilmu. Serta seluruh keluarga yang senantiasa
menemani dan memberikan semangat kepada penulis.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan uluran tangan
berbagai pihak. Untuk itu penulis yaitu bersyukur dan mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Rahman Rahin, SE,.MM. Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
vii
2. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., P.hd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Dr. A. Baetal Mukaddas, M.Sn. Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa
Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Dr. A. Baetal Mukaddas, M.Sn. sebagai pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis.
5. Meisar Ashari S.Pd., M.Sn. sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi yang sangat berharga bagi penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
membekali penulis dengan berbagai pengetahuan selama kuliah sampai
penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 Pendidikan Seni Rupa, Saudara-
saudara HMJ Pendidikan Seni Rupa (HIMASERA).
Akhirnya hanya skripsi ini yang dapat penulis persembahkan sekiranya
dapat memberi sepercik kenangan yang berarti, dan bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Allah SWT memberikan pettunjuk kepada kita semua sebagai hamba-
Nya.
Billahifiisabililhaq Fastabiqul Khaerat.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Makassar 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ................................................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... ii
SURAT PERJANJIAN .......................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. iv
MOTO ..................................................................................................................... v
PRAKATA .............................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................4
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................5
E. Estimasi Penulisan............................................................................6
BABII TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ........................8
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................8
B. Kerangka Pikir .................................................................................30
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................32
A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian .............................................32
B. Variabel dan Desain Penelitian ........................................................33
ix
C. Defenisi Operasional Variabel .........................................................34
D. Objek Penelitian ...............................................................................34
E. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………… 36
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 40
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 40
B. Pembahasa .......................................................................................... 57
BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 74
A. Kesimpulan ........................................................................................ 74
B. Saran ................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 76
LAMPIRAN ............................................................................................... 78
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Format Observasi ……..…….…….…….…….…….…….……. 79
2. Format Wawancara……..…….…….…….…….…….…….…. 80
3. Dokumentasi……..…….…….…….…….…….…….…………. 82
4. Persuratan 51
11
Daftar Gambar
Gambar Halaman
Gambar 1. Kerangka Pikir …………………………………………… 31
Gambar 2. Dena Lokasi Penelitian …………………………………... 33
Gambar 3. Desain Penelitian………………………………………….. 34
Gambar 4. Ketidak Seimbangan Ruang Pandang Dengan Badan Monumen.43
Gambar 5. Kondisi Diorama………………………………………….. 44
Gambar 6. Bentuk Ruang…………………………………………….. 45
Gambar 7. Kondisi Ruang……………………………………………. 45
Gambar 8. Material Rusak……………………………………………. 45
Gambar 9. Contoh Kegiatan Di Pekarangan Monumen Mandala……. 48
Gambar 10. Monumen Mandala Tampak Luar………………………. 49
Gambar 11. Foto Skema Struktur Monumen Mandala……………….. 50
Gambar 12. Puncak Monumen Mandala……………………………… 51
Gambar 13. Pelataran Atas / Ruang Pandang………………………… 51
Gambar 14. Badan Monumen ………………………………………… 52
Gambar 15. Pelataran Bawah…………………………………………. 52
Gambar 16. Tiang Puncak…………………………………………….. 53
Gambar 17. Relief Lidah Api (Puncak Monumen) …………………… 54
Gambar 18. Relief Lidah Api (Badan Monumen) ……………………. 54
Gambar 19. Relief Bambu Runcing…………………………………… 55
Gambar 20. Relief Sejarah Mandala (Eksterior) ……………………… 55
Gambar 21. Tabel Fungsi Monumen Mandala………………………… 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara di asia tenggara yang dilintasi garis
khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia, serta antara
samudra Pasifik dan samudra Hindia (wikipedia bahasa Indonesia). Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar didunia dengan banyak provinsi yang
memiliki ibuKotanya massing-masing dimana disetiap ibu Kotanya terdapat
berbagai bangunan saksi sejarah yang melatar belakangi terbentuknya Kota-
Kota disetiap provinsi di Indonesia.
Sejarah yang terjadi di Indonesia tidak terlepas dari unsur seni rupa
yang mendukung proses dalam kehidupan manusia, hal ini dapat dilihat dari
perkembangan seni rupa mulai sejak zaman purbakala hingga era modern, seni
rupa dapat dikatakan sebagai sejarah yang tua dalam batas-batas tertentu,
karena itu seni rupa telah ada sejak manusia mengenal peradaban. Dapat
dilihat dari karya-karya yang ditemukan dalam berbagai bentuk, seperti yang
terlihat dihampir semua gua yang ada di Indonesia, memiliki ornamen, atau
lukisan sederhana yang disampaikan oleh manusia terdahulu sebagai bukti
bahwa seni rupa ada sejak dulu hingga sekarang. Inilah yang harus di jaga dan
dipertahankan di era modern seperti sekarang ini. Saat ini seni rupa telah
menjadi media untuk menampilkan apa yang sebenarnya terjadi di
masyarakat. Dengan menggunakan kekuatan dari masyarakat, ini mampu
mendororng terciptanya gerakan perubahan untuk memanfaatkan kesempatan
2
dalam mengembangkan budaya yang telah dipertahankan sejak dulu.
Disamping itu, seni rupa juga telah menjadi indikator kebugaran intelektual
seseorang dalam hal ini banyak yang menganggap bahwa kualitas seni
dipengaruhi oleh kemampuan otak manusia. Kemampuan artistik dan
kreativitas dianggap merupakan salah satu karakteristik evaluasi yang suporior
dan tidak banyak dimiliki oleh makhluk hidup.
Namun semakin berkembangnya zaman telah mengikis sedikit demi
sedikit kebudayaan yang merupakan identitas bangsa Indonesia. Hampir
seluruh masyarakat di Indonesia lupa bahkan tidak mengenal keberadaan
budaya di daerahnya, hal ini kurang lebih disebabkan oleh pengaruh budaya
asing terutama budaya Barat yang tanpa kita sadari didukung dengan
tekhnologi yang semakin canggih di era modern ini membuat masyarakat
Indonesia lebih tertarik pada budaya luar karena rasa penasarannya yang
cukup tinggi, pengaruh ini dapat kita lihat pada perilaku dan gaya hidup
masyarakat yang seperti orang-orang Barat atau sering disebut kebarat-baratan
pengertian itu sebenarnya sudah merujuk pada istilah westernisasi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, westernis adalah berkiblat ke Barat,
berhaluan ke Barat atau terkena pengaruh Barat. Sedangkan westernisasi
adalah pemujaan terhadap Barat yang berlebih-lebihan (Departemen
Pendidikan Nasional: 2008: 1561). Hal ini sangatlah berdampak negatif pada
budaya bangsa Indonesia. Westernisasi haruslah diwaspadai oleh setiap warga
Indonesia, karena dampak negatifnya bisa menghilangkan rasa nasionalisme
terhadap identitas kebudayaan bangsa Indonesia .
3
Maka dari itu kita sebagai warga negara Indonesia patut mengapresiasi
budaya lokal dan melestarikannya, ada banyak peninggalan-peninggalan
nenek moyang kita yang sampai sekarang ini masih dilestarikan dan patut kita
jaga, seperti bangunan-bangunan saksi sejarah yang masih ada hingga
sekarang ini. Contohnya monumen-monumen yang ada di Indonesia yang
dikenal merupakan salah satu negara yang memiliki monuman yang memiliki
fungsi yaitu sebagai peringatan peristiwa bersejarah, salah satu diantaranya
yang paling terkenal di Indonesia yaitu monumen Nasional atau biasa dikenal
dengan sebutan Monas (Monumen Nasional) yang terletak di Kota Jakarta dan
memiliki fungsi selain sebagai peringatan peristiwa bersejarah juga
difungsikan sebagai tempat historial, sarana rekreatif dan juga sosialisai.
Menggali lebih dalam khususnya di Kota Makassar juga tidak
ketinggalan dari keberadaaan suatu monumen di pusat Kota Makassar,
tepatnya di Jl. Jendral Sudirman. Keaslian suatu bangunan yang masih kental
dengan nuansa seni rupa, patut kita ketahui lebih mendalam, dijaga dan
dilestarikan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat lokal maupun
budayawan asing hingga kedunia luar
Monumen Mandala dengan ciri khasnya yang terlihat berbentuk segi
tiga dan segi enam memiliki bentuk dan fungsi. Bentuk dan fungsi tersebut
merupakan suatu yang dapat mewakili atau menyatakan sesuatu yang dapat
merangsang cara pandang dan pola fikir yang lebih luas dalam diri
pembacanya untuk memahami dan memperkaya pengetahuan tentang kajian
Monumen Mandala, inilah yang menarik untuk diteiliti. Karena sangat penting
4
untuk diketahui khusunya sebagai salah satu sumber informasi tentang
bangunan saksi sejarah khususnya pada Monumen Mandala Kota Makassar.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis
berkeinginan untuk meneliti “Eksistensi Monumen Mandala Kota Makassar”.
Penulisan ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui bentuk dan
fungsi Monumen Mandala Kota Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis
merumuskan masalah yang akan diteliti dengan jelas dan sistematis agar
tujuan dapat tercapai sesuai yang diharapkan, maka dapat dirumuskan dengan
identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga
dimensi di Kota Makassar.
2. Bagaimana bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa
tiga dimensi di Kota Makassar.
5
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas maka penulisan ini bertujuan
memperoleh data dan informasi yang aktual dan benar diantaranya sebagai
berikut:
1. Untuk mendeskripsikan eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni
rupa tiga dimensi di Kota Makassar.
2. Untuk mendeskripsikan bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai
karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.
D. Manfaat penulisan
Melalui penulisan ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan
apresiasi kita terhadap eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa
tiga dimensi di Kota Makassar antara lain :
1. Hasil penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan yang
berharga untuk kelangsungan eksistensi bentuk Monumen Mandala
sebagai karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar, sehingga
Monumen Mandala di masa depan dapat lebih baik dan lebih berkembang.
2. Dapat mengetahui bentuk dan struktur Monumen Mandala sebagai karya
seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.
3. Dapat mengetahui bentuk dan fungsi dari Monumen Mandala sebagai
karya seni rupa tiga dimensi di Kota Makassar.
4. Mahasiswa, diharapkan dapat menjadi bahan referensi pustaka pada
program studi pendidikan seni rupa fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
6
E. Sistemata Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
B. Kerangka Pikir
BAB III METODE PENULISAN
A. Jenis Dan Lokasi Penulisan
B. Variabel Dan Desain Penulisan
C. Definisi Operasional Variabel
D. Subjek
E. Teknik Pegumpulan Data
F. Teknik Analisis Data
G. Instrumen
H. Jadwal Penulisan
BAB IV HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penulisan
B. Pembahasan
7
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Pustaka
Pada dasarnya kajian pustaka dilakukan untuk mengetahui sasaran
penulisan secara teoritis,dan pada bagian ini akan diuraikan landasan teoritis
yang dapat menjadi kerangka acuan dalam melakukan penulisan. Landasan
yang dimaksud ialah teori yang merupakan kajian kepustakaan dari berbagai
literature yang relevan dengan masalah yang akan diteliti oleh penulis.
1. Penulisan Yang Relevan
Beberapa penulisan yang relevan dengan penulisan ini adalah :
a. Hasil penulisan Fatahuddin, 2018. “Makna Simbolik Tugu Perbatasan
Gowa- Makassar di Hertasning Baru”. Skripsi. Jurusan Seni Rupa.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah
Makassar. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui Makna
Simbolik Gapura Perbatasan Gowa- Makassarr di Hertasning Baru.
Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Penulisan ini dapat memberikan gambaran yang jelas,
benar, dan lengkap, tentang “Makna Simbolik Gapura Pebatasan
Gowa- Makassar di Hertasning Baru”. Metode yang digunakan dalam
penulisan ini adalah survey dengan melakukan pengamatan secara
langsung. Penganalisian data dilakukan dengan cara yaitu hasil
observasi, wawancara, dokumentasi (foto) dikumpulkan lalu diadakan
kategorisasi data dan interpretasi data dengan merangkum data-data
9
yang dianggap penting, kemudian disusun menjadi bagian-bagian
untuk diperiksa kebenarannya dan selanjutnya diadakan penafsiran
data. selanjutnya yang menjadi sampel dalam penulisan ini adalah
beberapa hasil foto gapura perbatasan Gowa- Makassar di Hertasning
Baru. Berdasarkan hasil penulisan tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk
visual gapura perbatasan kabupaten Gowa- Makassar, dititik beratkan
terhadap bentuk badik yang merupakan ciri khas senjata tradisional
masyarakat Gowa.
b. Hasil penulisan Muhammad Aksan, 2013 yang berjudul “ kajian
bentuk Asi Mbojo ( Istana Bima) di Kabupaten Bima Nusa Tenggara
Barat”. Skripsi. Penelitan ini bertujuan untuk menelusuri dan
mendeskripsikan arsitektur Asi Mbojo (Istana Bima) serta
mendeskripsikan struktur Rumah Asi Mbojo menurut filosofi para
leluhur tempo dulu. Jenis penulisan ini bersifat kualitatif. Oleh karena
itu pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yaitu
difokuskan pada objek secara utuh, dengan melibatkan manusia
sebagai alat pengumpul data secara induktif. Setelah dilakukan
penulisan dan pengelolahan data, hasil penulisan ini menunjukkan
bentuk arsitektur Asi Mbojo Istana Bima adalah bangunan bergaya
Eropa. Mulai dibangun pada tahun 1927 yang dirancang oleh seorang
arsitektur putra Indonesia kelahiran Ambon Obzichter Rehatta.
Bangunan permanen berlantai dua yang merupakan panduan arsitektur
asli Bima dan Belanda tersebut diselesaikan dengan tempo tiga tahun,
dan resmi menjadi Istana Kesultanan Bima pada tahun 1929.
10
Pembangunan Istana dilakukan secara gotong royong oleh rakyat-
rakyat dibawah pimpinan bumi Jero sebagai kepala bagian
pembangunan dan pertukangan sedangkan sumber pembiayaan berasal
dari anggaran belanja kesultanan dan uang pribadi sultan. Asi Mbojo
sebenarnya berbentuk persegi panjang dengan pintu utama menghadap
ke barat. Bangunan terbagi menjadi 3 bagian, dimana bagian utama
yaitu (2 lantai) diapit oleh 2 bagian lainnya sebagai pintu masuk
utama. Seluruh bagian teras menggunakan konstruksi beton dengan
ornamen jendela kaca dibagian atas pilar. Tempat tinggal sultan
bersama keluarganya, rumah tempat tinggal bangsawan, pusat
pemerintahan, pusat penyiaran agama islam, pusat pengembangan
kesenian dan kebudayaan dan pusat keadilan. Adapun proses
penerapan bangunan disesuaikan dengan makna simbolis dan filsafat
masyarakat setempat bagi masyarakat Bima. Istana Bima merupakan
kebutuhan paling pokok dalam kehidupan, keluarga, pemerintahan,
peradilan, budaya dan seni. Dalam filsafat masyarakat Bima lama
bahwa orang yang baik itu adalah yang berasal dari keturunan yang
baik, harus mempunyai istri yang berbudi mulia, rumah kuat dan
indah, senjata pusaka yang sakti dan kuda tunggang yang lincah.
Perbedaan antara kedua penulisan yang di atas dengan penulisan kali ini
terletak pada objek penulisan, sedikit perbedaan pada tujuan penulisan.
Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatahuddin memiliki
perbedaan yakni terletak pada objek yang diteliti dan ada beberapa perbedaan
11
pada tujuan yang ingin dicapai yaitu objek berupa tugu perbatasan Gowa-
Makassar dijalan hertasning baru dengan tujuan adalah untuk mengetahui
makna simbolik gapura perbatasan Gowa- Makassarr di hertasning baru.
Sedangkan yang dilakukan oleh Muhammad Aksan memiliki perbedaan yang
terletak pada objek dan sedikit perbedaan pada tujuan penelitian. Objek yang
diteliti yakni Istana Bima (Asi Mbojo) di Jabupaten Bima Nusa Tenggara
Barat dengan tujuan untuk menelusuri dan mendeskripsikan arsitektur Asi
Mbojo serta mendeskripsikan struktur Rumah Asi Mbojo menurut filosofi para
leluhur tempo dulu.
Adapun yang akan dilakukani oleh penulis yaitu pada objek Monumen
Mandala Kota Makassar dengan tujuan untuk mendeskripsikan eksistensi yang
terkait dengan bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa
tiga dimensi di Kota Makassar.
Persamaan antara kedua penelitian di atas dengan penelitian kali ini
terletak pada fungsi bangunan, jenis dan pendekatan yang digunakan yaitu
fungsi bangunan yang merupakan bangunan peninggalan sejarah dengan jenis
yang bersifat deskriptif dengan model pendekatan kualitatif yaitu difokuskan
pada objek secara utuh, dengan melibatkan manusia sebagai alat pengumpul
data secara induktif. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah
survey dengan melakukan pengamatan secara langsung. Penganalisian data
dilakukan dengan cara yaitu hasil observasi, wawancara, dokumentasi (foto)
dikumpulkan lalu diadakan kategorisasi data dan interpretasi data dengan
merangkum data-data yang dianggap penting, kemudian disusun menjadi
12
bagian-bagian untuk diperiksa kebenarannya dan selanjutnya diadakan
penafsiran data. selanjutnya yang menjadi sampel dalam penulisan.
2. Eksistensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eksistensi adalah
keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan.
Dalam kamus filsafat, Bagus (2005:183) eksistensi
Secara etimologi eksistensi/ eksistensialisme berasal dari bahasa inggris
yaitu excitence, dari bahasa latin existere yang berarti muncu, ada,
timbul, memilih keberadaan aktual. Dari kata ex berarti keluar dan
sistere ysng bersrti muncul atau timbul. Beberapa pengertian secara
terminologi, yaitu pertama, apa yang ada, kedua, apa yang memiliki
aktualitas (ada), dan ketiga adalah segala sesuatu (apa saja) yang di
dalam menekankan bawa sesuatu itu ada, (Bagus,2005:183).
Sedangkan menurut Abidin (2007:16) pengertian eksistensi adalah
suatu proses yang dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai
dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya
keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi eksitensi tidak bersifat
kaku dan berhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami
perkembangan atau sebaliknya kemunduran tergantung pada
kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya (Abidin
2007:16).
Sedangakan menurut Kirkegaard dalam Hardiman (2007:251) eksitensi
adalah “suatu keputusan yang berani diambil oleh manusia untuk menentukan
hidupnya, dan menerima konsekuensi yang telah manusia ambil. Jika manusia
tidak berani untuk melakukan maka manusia tidak bereksistensi dengan
sebenarnya”.
Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan tentang esensia
dari segala yang ada. Karena memang sudah ada. Tak pernah ada persoalan.
13
Tetapi bagaimana sesuatu ada berada dan untuk apa berada, Maksum (2008:
364). Konsep ada dalam dunia juga diperkenalkan oleh Heidegger untuk
memahami segala keberadaan manusia. Bahwa manusai hidup dan
mengungkap akan keberadaannya dengan meng-ada di dunia, Hadiwijiono
(2019:364).
Ada- dalam yang digunakan oleh Heidegger, Maksum (2008:218-220)
ialah mengandung arti yang dinamis, yakni mengacu pada hadirnya
subjek yang selalu berproses. Begitu juga dunia yang dihadirkan oleh
Heidegger merupakan dunia yang dinamis, hadir dan menampakkan
diri, bukan dunia tertutup, terbatas dan membatasi manusia. Jadi, “ada”
dalam dunia tidak menunjuk pada beradanya manusia didalam dunia
seperti beradanya karung atau baju dalam almari, melainkan mewujud
dalam realitas dasar bahwa manusai hidup dan mengungkapkan
keberadaannya di dunia sambil merancang, mengelola, atau
membangun dunianya, Maksum (2008: 218-220).
Persoalan tentang “berada” ini hanya dapat dijawab melalui ontologi
dalam artian; jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari
artinya dalam hubungan tersebut. Satu-satunya “berada”, yang dapat
dimengerti sebagai “berada” adalah “beradanya” manusia. Perbedaan antara
“berada”(sein) dan “yang berada”(seinende). Istilah “yang berada” (seinende)
hanya berlaku bagi benda-benda, yang bukan manusia, jika di pandang pada
dirinya sendiri, terpisah dari yang lain, hanya berdiri sendiri, Hadiwijiono
(1980:150).
Benda-benda hanya sekedar ada hanya terletak begitu saja di depan
orang, tanpa ada hubungannya dengan orang tersebut. Benda-benda
akan berarti jika ada hubungannya dengan manusia, jika manusia
meenggunakan dan memeliharanya, maka dengan itu benda-benda
baru memiliki arti dalam hubungan itu. Sedangkan manusia juga
berdiri sendiri, namun ia berada di tempat di antara dunia sekitarnya.
Manusia tidak termasuk dalam istilah “yang berada”, tetapi ia “berada”
14
keberadaan manusai inilah yang disebut oleh Heidegger sebagai
desain. Manusia bertanggung jawab untuk meng-ada-kan dirinya,
sehingga istilah “berada” dapat diartikan mengambil atau menempati
tempat. Sehingga manusia harus keluar dari dirinya sendiri dan berada
di antara atau ditengah-tengah segala “yang berada” untuk mencapai
eksistensinya, Hadiwijiono (1980:150).
Sedangakan menurut Kirkegaard eksistensi adalah suatu keputusan yang
berani diambil oleh manusia untuk menentukan hidupnya, dan menerima
konsekuensi yang telah manusia ambil. Jika manusia tidak berani untuk
melakukan maka manusia tidak bereksistensi dengan sebenarnya.
a. Fungsi eksistensi
Melihat melalui pendekatan dan sudut pandang eksistensi manusia
menggunakan konsep-konsep eksistensialistik sebagai model suatu
pemikiaran. Dari sudut fungsi ini, eksistensialisme dibedakan menjadi dua,
Eksistensialisme metodis dan eksistensialisme ideologis.
Menurut Choiril Warsito (2003: 103) Eksitensialisme terbagi atas
dua yaitu:
Eksistensialisme metodis adalah bentuk pemikiran yang
menggunakan konsep-konsep dasar eksistensialisme manusia,
seperti; pengalaman personal, sejarah situasi individu, kebebasan,
sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam
kehidupan manusia. Sedangkan eksistensialisme ideologi
merupakan suatu bentuk pemikiran eksistensialisme yang
menempatkan kategori-kategori atau konsep dasar eksistensialisme
manusia sebagai satu-satunya ukuran yang sahih dalam membahas
setiap problema hidup dan kehidupan manusia pada umumnya.
Jenis eksitensialisme ini berusaha mengabsolutkan seluruh
kategori-kategori eksistensi manusia sebagai satu-satunya
kebenaran Namun yang mendukung dalam semua teori pada
pernyataan sebelumnya mengenai eksistensi yang menggunakan
15
konsep-konsep eksistensialistik sebagai model suatu pemikiaran
ialah fungsi Eksistensialisme metodis.
3. Pengertian Bentuk
Bentuk dalam pengertian seni rupa menurut Djelanti (dalam Ashari,
2016:44) adalah
Titik. Titik tidak memiliki ukuran ataupun dimensi, titik sendiri
belum memiliki arti tertentu. Kumpulan dari beberapa titik akan
mempunyai arti dengan menempatkan titik-titik itu secara tertentu.
Kalau titik kumpul dekat sekali dalam suatu lintasan, mereka akan
bersama-sama menjadi bentuk garis. Penerapan garis bersama bisa
menjadi bentuk garis. Beberapa bidang bersama bisa menjadi
bentuk ruang, titik, garis, bidang dan ruang adalah bentuk-bentuk
yang mendasar bagi seni rupa.
Ashari(2016:50) memperjelas bahwa, bentuk mengendalikan dan
mengarahkan persepsi penanggap, memandu perhatiannya dengan
cara tertentu, sehingga karya akan menjadi jelas, dapat dipahami
dan menyatu. Bentuk menata elemen dari karya sehingga memberi
tekanan dan menghidupkan sensorik dan nilai ekspresi.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Dharsono (2004) bahwa kategori bentuk
dalam mendukung karya seni ada dua macam, yang pertama adalah bentuk
visual (Visual form), dan bentuk khusus (Special form) yaitu:
Bentuk Visual ( Visual form) yaitu bentuk fisik dari sebuah karya
seni atau kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut.
Selanjutnya adalah bentuk khusus (special form), yaitu bentuk
yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara nilai-
nilai yang dipancarkan oleh fenomena bentuk fisik terhadap
tanggapan kesadaran emosionalnya.
Ada tiga jenis bentuk menurut buku dwimatra dalam ( Faisal dan Andi
Baetal M, 2013: 60-65) yakni :
a. Alam seperti manusia, hewan, tumbuhan dan benda.
16
b. Bentuk abstraktif : adalah Bentuk Figuratif yang digayakan atau diubah
bentuknya. Contohnya wayang kulit/golek, topeng, dekorasi batik dan
sebagainya.
c. Bentuk abstrak : adalah bentuk yang menyimpang dari wujud benda-benda
atau makhluk yang ada di alam.Diantaranya adalah bentuk geometris
seperti balok, tabung, piramid, kerucut dan bola. Jika melihat bentuk karya
abstrak kita belum tentu bisa mengenali bentuk dari benda atau makhluk
apa yang dimaksud oleh perupa. Karya abstrak merupakan hasil eksplorasi
lebih lanjut dari bentuk yang biasa kita lihat, sehingga nilai idenya lebih
tinggi. Adapununsur bentuk dalam seni rupa diartikan sebagai wujud yang
terdapat didalam.
Adapun Penyusunan bentuk-bentuk dalam ruang yaitu berdasarkan bentuk
bidang dasar yang mem-bentuknya maka benda-benda tiga dimensi dapat
dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Yang bersisi bidang lurus/datar adalah Benda-benda yang dibangun oleh
bidang lurus atau datar antara lain: balok, kubus, dan limas
b. Yang berisi bidang bengkok/lengkung adalah Benda-benda yang dibangun
oleh bidang lengkung atau bengkok antara lain: bola dan parabola.
c. Yang bersisi bidang lurus dan bidang lengkung adalah silinder dan
kerucut.
17
4. Pengertian Seni Rupa
Kata “seni” umum digunakan sebagai pedananan kata inggris yaitu art.
Akan tetapi penggunaan kata tersebut secara pasti belum ada keterangan yang
dapat memastikan kapan dimulainya, namun diyakini berasal dari bahasa
melayu, yang berarti “kecil”. Saat itu untuk membedakan bahasa melayu
tinggi dan bahasa melayu rendah pada zaman kolonial. Menurut Jacob
Sumardjo (dalam Ashari 2016: 29) dalam sebuah majalah “pujangga biru”
tertanggal 10 april 1935, dalam sebuah esai tulisan R.D, yakin “pergerakan 80,
telah dipakai kata seni dalam pengertian yang seperti yang sekarang kita
pakai, yaitu art.
Dalam esai tersebut termuat kata kata sebagai berikut:
“Seni menjadi „de aller-indivividueelete expresie van der
individueelete emotie’ (kelahiran yang sekhusus-khususnya dari
perasaan yang sekhusus-khususnya). Seni tidak mempedulikan
kesusilaan (ethics) lagi, tidak ingin memberi petuah. L‟art pour
L‟art, seni untuk seni. Ukurannya kedapatan dalam dirinya
sendiri”.
Istilah seni jika merujuk pada pernyataan sebelumnya diatas adalah
dunia medium antara materialism dunia dan kerohaniaan yang kekal.
Seni adalah sesuatu yang memuat hal-hal yang transedental, sesuatu
yang kita kenal sebelumnya, dan kini kita kenal lewat karya seorang seniman.
Seni dan ilmu seni adalah dua konstruk yang harus diebedakan
eksistensinya. Yang menyoal tentang penghayatan, sedangkan ilmu seni
adalah soal memahami atau pemahaman.
18
Tidak ada yang dapat memastikan kapan seni mulai dikenal manusia.
Namun, jejak-jejak peninggalan manusia dari masa lampau menunjukkan
bahwa seni tumbuh dan berkembang sejajar dengan perkembangan manusia,
(Ashari 2016: 29).
Menurut Ensiklopedeia Indonesia dalam (Margono dan Abdul Aziz, 2010:3)
bahwa:
Seni adalah penciptaan segala hal atau benda yang karena karena
keindahan bentuknya orang senang melihat atau mendengarnya.
Namun tidak semua keindahan (estetika) itu selalu bernilai seni
(artistik), karena kenyataannya tidak semua yang indah itu bernilai
seni. Banyak keindahan-keindahan yang tidak termasuk dalam
karya seni.
Menurut Margono dan Abdul Aziz (2010:3) bahwa:
Keindahan seni yang diciptakan manusia, keindahan di luar ciptaan
manusia tidak termasuk keindahan yang bernilai seni, misalnya
keindahan pantai di Bali, keindahan Gunung Bromo, dan
keindahan seekor burung merak, jadi seni merupakan ciptaan
manusia yang memiliki keindahan. Bermacam jenis seni, antara
lain seni tari, seni musik, seni teater, dan seni rupa. Seni rupa
adalah hasil karya seni ciptaan manusia, baik berbentuk dua
dimensi maupun berbentuk tiga dimensi yang mengandung atau
memiliki nilai keindahan yang diwujudkan dalam bentuk rupa.
a. Seni rupa berdasarkan Fungsinya
Dalam buku Mari belajar seni rupa (Margono dan Abdul Aziz,
2010:4) menguraikan seni rupa yang ditinjau dari segi fungsi dibagi
menjadi dua kelompok sebagai berikut:
1) Seni rupa murni (fine art),
Yaitu karya seni yang hanya untuk dinikmati nilai
keindahannya saja. Karya seni ini bertujuan untuk memenuhi
19
kebutuhan batiniah. Seni rupa murni banyak ditemui pada
cabang seni grafika, seni lukis, seni patung.
2) Seni rupa terapan (applied art),
Yaitu seni rupa yang memiliki nilai dan kegunaan
(fungsional) sekaligus memiliki nilai seni. Karya seni ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan praktis atau memenuhi
kebutuhan sehari-hari secara materi, misalnya furniture, tekstil,
dan keramik.
Hal yang sama juga ditegaskan dalam buku kritik seni, Ashari (2016:40)
bahwa sebuah karya seni, khususnya seni rupa membutuhkan nilai, baik dari
sisi intensi maupun konteksnya. Untuk itu secara teoritis dibagi menjadi dua
fungsi utama dalam kebutuhan manusia atau dalam kehidupan masayrakat,
yaitu:
1) seni murni (fine art).
Menurut Noryan Bahari (dalam Ashari, 2016:40)
diciptakan untuk mengkomunikasikan niali-nilai estetis
daripada karya seni itu sendiri. Seni murni juga disebutjuga
sebagai seni ekspresif atau seni estetis, yang fungsi utamanya
mengkomunikasikan pengalaman estetis pencipta pada
penikmat seni agar mereka memperoleh pengalaman yang sama
dengan pengalaman ciptaannya dengan mengabaikan fungsi
ekonomi dan kegunaan fungsi lainnya yang dapat
menginterfensi terciptanya sebuah karya seni contohnya seni
patung yang mempunyai masalah yang sama halnya dengan
seni lukis. Seni patung juga bagian dari seni murni, sejauh tidak
melibatkan diri pada pertimbangan untuk kebutuhan terapan.
Karena sifatnya, maka seni patung merupakan ungkapan
pengalaman estetik yang diwujudkan dalam tiga diemnsi (tiga
matra).
20
2) seni terapan (applied art)
Sesuai dengan namanya terapan yang berarti seni terap,
merupakan karya seni rupa yang kelahirannya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan praktis atau memenuhi kebutuhan sehari-
hari secara materil. Produk karyanya selalu mempertimbangkan
keadaan pasar dan estetis, sebab orientasinya lebih mengarah
pada produk benda pakai masyarakat banyak. Aspek komersil
menjadi cirri utama dari seni rupa terapan.
b. Seni rupa berdasarkan bentuk/ dimensinya
Menurut Margono dan Abdul Aziz (2010:4) seni rupa berdasarkan
bentuk/ dimensinya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1) Dua dimensi (dwimatra),
Yaitu bentuk karya seni rupa yang mempunyai ukuran
panjang dan lebar yang hanya bisa dilihat dari satu arah.
Misalnya, wayang kulit, tenun dan batik.
2) Tiga dimensi (trimatra),
Yaitu bentuk seni rupa yang dapat dilihat dari segala arah
dan memiliki volume (ruang). Misalnya, rumah adat, senjata
tradisional, seperti rencong dan pedang, serta patung.
5. Tiga Dimensi
Menurut Faisal dan Andi Baetal Mukaddas (2013:58) bahwa pandangan
dasar tiga dimensi seperti kubus dapat dipandang dari tiga arah atau terkenal
dengan nama The There Basic Views yaitu Pandangan atas (a plane views),
Pandangan depan (a front views), dan Pandangan samping (a side views).
Ada beberapa penyususnan tiga dimensi dalam bidang menurut Faisal dan
Andi Baetal Mukaddas,(2013:62) sperti berikut:
1. Penjajaran = spatialtension
2. Sisi berhubungan = face in contact
21
3. Satu rusuk berhubunga = edge in contact
4. Tumpukan = overlapping
5. Kait = interlocking
6. Bertusukan = interpenetration
“Yang dimaksud bidang dalam hal ini adalah ia memiliki panjang dan
lebar tetapi tidak memiliki kedalaman/tebal ia juga dikelilingi oleh garis-garis.
Ia mempertegas batas luar sebuah isi atau volume” (Faisal dan Andi Baetal
Mukaddas, 2013:59).
Sedangkan menurut Margono dan Abdul Aziz (2010:4). Tiga dimensi
(trimatra), merupakan bentuk seni rupa yang dapat dilihat dari segala arah dan
memiliki volume (ruang). Misalnya, rumah adat, senjata tradisional, seperti
rencong dan pedang, serta patung.
Bentuk tiga dimensi terdiri atas 3 jenis, yaitu sebgai berikut:
1. benda kubistis adalah benda-benda yang bentuknya menyerupai bangunan
kubus (balok). Misalnya, meja, kursi, lemari, bak sampah, kotak pensil,
kulkas, dan sebagainya.
2. Benda silinder adalah benda-benda yang bentuknya menyerupai silinder
(elips). Misalnya, botol, gelas, piring, mangkuk, teko, dan sebagainya.
3. Benda yang memiliki bentuk bebas adalah benda-benda yang bentuknya
tidak beraturan. Misalnya, buah-buahan, pepohonan, batu-batuan, dan
benda-benda alam lainya.
22
6. Pengertian Karya
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), karya adalah pekerjaan,
hasil perbuatan, ciptaan (terutama hasil karangan). Hasil ciptaan yang bukan
saduran, salinan ,atau terjemahan, tiruan. Ciptaan yang dapat menimbulkan
rasa indah bagi orang yang melihat, mendengar, atau merasakan.
Menurut De Witt H. Paker (dalam Ashari 2016: 36) bahwa:
Karya seni adalah sarana kehidupan estetik, maka dengan karya seni,
kemampuan dan pengalaman estetik menjadi bertambah kental dan
menjadi milik bersama sebagian dari nafas dan jiwa masyarakat.
Demikian juga tiap karya seni menjadi pangkal eksperimen baru yang
menyebabkan ungkapan seni dari kehidupan ketaraf semakin tinggi.
Jelas bahwa suatu konsep yang lengkap tentang kesenian yang harus
meliputi keawetan dan komunikasi ungkapan.
Menurut filsafat bahasa (linguistik), karya seni pada dasarnya bersifat
fisik. Makna „karya seni‟ dapat dipakai secara berbeda, namun berujuk pada
kata yang sama yaitu:
a. karya seni sebagai objek seperti batu, patung, lukisan, sastra, musik dan
sebagainya.
b. ada distingsi antara „fisik‟ dan „perwujudan‟ (manifestasinya), tetapi bukan
merupakan distingsi antara dua objek yang berbeda.
Untuk karya seni rupa, pada khususnya adalah sebuah artefak, teks dan
membenda, maka karya seni rupa yang diciptakan mulai dari masa lampau
hingga saaat ini jumlahnya sangat banyak dan masih dapat kita nikmati.
Banyaknya peninggalan artefak yang dibuat manusia sejak awal
perkambangannya hingga saat ini dapat menjadi sumber penulisan, sebab
karya seni rupa lahir dari seorang seniman yang kreatif dan cerdas. Seniman
23
selalu berusaha meningkatkan sensibilitas dan persepsinya berdsarkan
dinamika kehidupan masyarakat keselera ektetik yang lebih dalam, bukan
selerah yang mengarah pada kedangkalan seni (Ashari 2016: 36).
7. Pengertian Fungsi
Menurut kamus lengkap bahasa Indonesia, fungsi merupakan kegunaan
suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan.
Adapun menurut para ahli, definisi fungsi yaitu menurut The Liang Gien
dalam Nining Haslinda zainal (skripsi:” Analisis Kesesuaian Tugas Pokok
Dan Fungsi Dengan Kompetensi, 2008).
Fungsi merupakan sifatnya pelaksanaan ataupun pertimbangan lainnya.
Definisi tersebut memiliki persepsi yang sama dengan definisi fungsi
menurut sutarto dalam Nining Haslinda Zainal (2008:22) yaitu fungsi
adalah rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama lain
untuk dilakukan oleh seorang pegawai tertentu yang masing-masing
berdasarkan sekelompok aktivitas sejenis menurut sifat atau
pelaksanaannya.
Sedangkan pengertian singkat dari definisi fungsi menurut Moekijat dalam
Nining Haslinda Zainal (2008:22), yaitu fungsi adalah sebagai suatu aspek
khusus dari suatu tugas tertentu.
Adapun sebuah gagasan teori dari Edmund Burke Feldmand, mengenai
seni dan beberapa pemikiran seni Feldmand, dituangkan dalam bentuk karya
tulisnya seperti: Varieties of visual experience, thingking about art, the artist,
dan compotition art yang banyak di ikuti oleh pemikir seni untuk menjabarkan
eksistensi karya. Feldmand juga membahas mengenai Fungsi seni dalam
bukunya yang berjudul Art as Image and Media. Konsepsi yang menjadi
24
pokok permasalahan dalam buku tersebut adalah menyangkut tiga fungsi seni,
yaitu: (1) Fungsi personal (Personal Function of art), (2) Fungsi social (The
Social Function of Art) dan (3) fungsi Fisik (the physical Function of art).
Ketiga jenis fungsi seni berikut dijelaskan sebagai berikut:
a. Fungsi Personal (personal Functions)
Gambar Visual ditulis dengan didahului bahasa sebagai alat
komunikasi. Akan tetapi, seni melampaui komunikasi informasi,
tetapi juga mengungkapkan seluruh dimensi kepribadian manusia,
atau psikologis, keadaan tertentu. Seni adalah lebih dari simbol
standar dan tanda-tanda yang digunakan karena pembentukan
unsur-unsur, seperti: garis, warna, tekstur, pengirim subliminal
makna luar informasi dasar. Keberadaan unsur-unsur ini
memberikan maksud dan makna kepada seniman dan penikmat.
b. fungsi social (social function)
seni melakukan fungsi sosial jika: (1) Mempengaruhi kelompok
manusia, (2) Hal yang dibuat untuk dapat dilihat dan dan
digunakan dalam situasi umum, (3) ini menggambarkan aspek-
aspek kehidupan bersama oleh semua sebagai lawan jenis
pengalaman pribadi. Eksistensi tersebut menunjukkan bagaimana
manusia sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk yang
mempunyai tanggung jawab atas dirinya, ia terikat pula oleh
lingkungan sosialnya. Semua karya seni yang berkaitan
dengannya akan juga berfungsi sosial, karena karya seni
diciptakan untuk penghayat.
c. Fungsi fisik ( Physical function)
Seni dalam ikatan “fungsi fisik” merujuk pada benda-benda yang
dibuat untuk digunakan sebagai wadah. Sebagai sebuah contoh,
misalnya: pada desainer industri, mereka menciptakan benda
industri, yang dibuat dan dijual untuk konsumen. Seni saling
berhubungan dan bertanggung jawab terhadap cakupan wilayah
atau lingkungan, baik tampilannya dan cara kerjanya. Selanjutnya
25
disini seni berarti lebih daripada menghiasi atau memperindah
pada pengertian dasarnya.
Secara teorotis ketiga konsep fungsi seni tersebut dapat menjadi acuan untuk
menganalisis eksistensi karya seni secara fundamental. Sebab berbicara karya
seni tentu akan membicarakan tentang penilaian, untuk itu perlu adanya
pemahaman yang esensial mengenai fungsi seni yang representative dan
menyeluruh, Ashari (2016: 31).
9. Pengertian Monumen
Menurut kamus besar bahasa Indonesia ( KBBI, 2008:298), monumen
merupakan tempat atau bangunan yang mempunyai nilai sejarah yang penting
dan karena itu dipelihara dan dilindungi. Monumen-monumen tersebut
memiliki banyak bentuk dan cirinya tersendiri, sesuai dengan dasar filsafat
dan tujuan pendiriannya yang berfungsi sebagai tanda suatu tempat, peristiwa
sejarah, atau orang yang terkait dengan tempat monumen berada.
a. Bangunan monumen terbagi dalam dua jenis, yaitu:
1) Bangunan Monumen Tunggal Bangunan monumen tunggal, yaitu
monumen yang dicapai dengan memencilkan suatu objek atas
objek-objek yang lain. Kesan monumen terjadi atas kesan vertikal.
Monumen tersebut terjadi bila antara objek dan ruang tidak saling
mengalami perembesan dan penembusan ruang. Selain itu
monumen menjadi semakin unik dan semakin tinggi kualitasnya
apabila terdapat keseimbangan antar 42 objek dan ruang. Tetapi
apabila ada objek lain yang mengganggu “ruang bayangan”
monumen, maka keseimbangan tersebut juga akan terganggu dan
nilai monumennya akan turun drastis. Monumen jenis ini
mempunyai ciri-ciri sederhana, bersih dan polos, tanpa perembesan
atau penembusan.
26
2) Bangunan Monumen Kompleks Bangunan monumen kompleks
yaitu, bangunan monumental yang terjadi dari suatu desain
bangunan-bangunan yang dikelompokkan membentuk cluster.
Apabila ada dua objek misalnya X dan Y berdiri membentuk
cluster. Maka diantara X dan Y terjadi daya mengeruang yang
saling timbal balik, memberi nilai ruang terkait diantara ruang X
dan Y. Bangunan monumen ini mempunyai ciri ciri kompleks,
permainan tegas dan jelas, merembes dan menembus dan
menyangkut nilai-nilai kemanusiaan.
b. Tujuan Monumen
Tujuan Monumen menurut Agastya (2018:64) adalah sebagai
upaya manusia untuk mengabadikan bukti peristiwa sejarah, menurut
tujuannya monumen dibuat dengan kesengajaan memang unutk
sebuah peninggalan, agar generasi yang akan datang tetap mengenang
suatu peristiwa sejarah.
c. Fungsi monumen
Fungsi Monumen menurut Agastya (2018:64) adalah sebagai tanda
suatu tempat, peristiwa sejarah, atau orang yang terkait dengan tempat
monumen berada.
d. Contoh monumen
Adapun beberapa contoh monumen yang dibedakan berdasarkan
tujuan dan fungsinya:
1) Monumen Nasional (monas) memiliki tujuan dan fungsi sebagai
berikut:
Monument nasional yang terletak di jakarta yang merupakan
ikon popule di Indonesia. Berdiri megah setinggi 132 meter
Monumen ini berbentuk seperti tugu yang di puncaknya
terdapat sebuah lidah api yang terbuat dari lembaran emas
27
yang beratnya hampir mencapai 50kg. Dilantai dasarnya
terdapat Museum Sejarah Nasional, yang menampilkan
diorama-diorama tentang sejarah Indonesia., Bangunan ini
berlokasi di Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Monumen ini didirikan bertujuan untuk mengenang
perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut
kemerdekaan dari kolonial Hindia Belanda. Monumen ini
memiliki fungsi untuk mengenang perjuangan bangsa
Indonesia merebut kemerdekaan.
Gambar 2.1. Monumen Nasional Kota Jakarta
Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia
2). Monumen jalesveva jayamahe memiliki tujuan dan fungsi sebagai
berikut:
Monumen Jalesveva Jayamahe berada di dermaga Ujung
Madura, Surabaya. Monumen ini dibangun pada tahun 1993
oleh Pemimpin Kepala Staf TNI Angakatan Laut Maritim
Indonesia dan Laksamana TNI Muhammad Arifin.
Perancangnya sendiri adalah I Nyoman Nuarta. Monumen ini
28
berfungsi sebagai mercusuar bagi kapal-kapal yang berlayar di
laut sekitar.
Gambar 2.2. Monumen jalesveva jayamahe.
Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia
3). Monumen panca benua atau groundzero bali memiiki tujuan dan fungsi
sebagai berikut:
Monumen Ground Zero atau Monumen Panca Benua terletak di
Legian, Kuta, Bali. Monumen yang selesai dibangun tahun
2003 ini digagas oleh Nyoman Rudana. Monumen ini dibuat
bertujuan untuk mengenang para korban bom Bali yang terjadi
pada tahun 2002 lalu dan sekarang Setiap tahunnya monumen
tersebut banyak difungsikan turis dari anggota keluarga bom
Bali datang untuk berdo‟a dan mengenang tragedi
mengenaskan ini.
29
Gambar 2.3. Monumen panca benua atau groundzero Bali
Sumber : https://www.boombastis.com/monumen-unik-Indonesia
10. Latar Historis Monumen Mandala di Kota Makassar
Dalam jurnal Wasilah yang berjudul “Redesain Monumen Mandala di
Kota Makassar Dengan Pendekatan Bangunan Pintar”
Sejarah singkat monumen pembebasan Irian Barat atau lebih dikenal
sebagai Monumen Mandala adalah pengingat atas keberhasilan
Indonesia merebut kembali (pembebasan) wilayah Irian Barat –
sekarang papua- yang bergolak pada 1962 ke pengakuan ibu pertiwi.
Ketika itu Indonesia masih dipimpin presiden pertama RI, Soekarno.
Meskipun Indonesia telah memproklamatirkan kemerdekaan hampir
20 tahun, namun belanda masih menguasai wilayah Irian Barat.
Sejarah mencatat, perundingan yang dilakukan pemerintah Indonesia
dengan pihak Belanda untuk membebaskan irian barat ketika itu
semuanya kandas dan berakhir sia-sia tanpa hasil. Akhrinya,
pemerintah menggunakan kekuatan militer. Presiden Soekarno Pada
Desember 1961 yang mencetuskan tiga komando rakyat atau Trikora.
Seokarno mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara
yogyakarta, dan mengangkat Mayor jenderal soeharto sebagai
panglima serta komando mandala. Tugas komando ini adalah
merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer
untuk menggabungkan papua bagian Barat dengan Indonesia.Guna
30
melancarkan operasi militer ini Indonesia membeli berbagai macam
peralatan militer dari Uni Sovietdan 1 buah Kapal penjelajah kelas
Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah traget operasi, yaitu
KRI Irian). Dari jenis pesawat pengebom, terdapat 22 unit pesawat
pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16,
dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan
persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1
Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat
angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis
Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut berat jenis
C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.Semua potensi nasional kala
itu dimobilisasi. Mulai pusat hingga daerah, bersiap-siap melakukan
langkah militer untuk merebut Irian Barat. Inilah mengapa Monumen
Mandala dibangun diKota makassar, karena perjuangan dimulai diKota
makassar dan disinlah bermarkas pasukan pembebasan Irian Barat
B. Kerangka Pikir
Dengan melihat beberapa konsep di atas yang telah diuraikan pada
tinjauan pustaka, maka dapatlah dibuatkan kerangka atau skema yang
dijadikan sebagai kerangka pikir sebagai berikut.
Bagian antara satu dengan yang lain dan dapat digambarkan sebagai
berikut:
31
Gambar 2.4. Skema kerangka pikir.
Sejarah
Monumen Mandala
Hasil Penulisan
Bentuk dan fungsi
Eksistensi
32
BAB III
METODE PENULISAN
A. Jenis dan Lokasi Penulisan
1. Jenis Penulisan
Jenis penulisan ini termasuk metode “deskriptif kualitatif”, yang
artinya metode penulisan yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme
yang biasanya digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
yang mana penulis berperan sebagai instrumen kunci. (Sugiyono, 2008 :
15). Dalam arti lain deskriptif kualitatif ialah berusaha mengungkapkan
sesuatu atau memberi gambaran secara objektif sesuatu dengan kenyataan
sesungguhnya mengenai Monumen Mandala Kota Makassar.
2. Lokasi Penulisan
Penulisan ini akan dilaksanakan di Jalan jendral Sudirman, Baru,
Ujung Pandang Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang sekaligus menjadi
tempat berdirinya Monumen Mandala.
33
Gambar 3.1. Dena lokasi penulisan
Sumber: https://www.google.com/maps/place/Monumen+Mandala
B. Variabel dan Desain Penulisan
1. Variabel Penulisan
Variabel (Setyosari, 2010 : 108) adalah segala sesuatu yang menjadi objek
pengamatan dalam penulisan. Penulisan ini dilakukan guna memperoleh data
tentang bagaimana eksistensi dalam hal ini terkait bentuk dan fungsi
Monumen Mandala Kota Makassar adalah sebagai berikut:
a. Eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi di
Kota Makassar.
b. Bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar.
34
2. Desain Penulisan
Desain penulisan (Setyosari, 2010: 148) merupakan rencana atau
struktur yang disusun sedemikian rupa sehingga penulis dapat memperoleh
jawaban atas permasalahan-permasalahan penulisan.
Desain penulisan ini digambarkan dalam bentuk skema sebagai
berikut:
Gambar 3.2. Skema Desain Penulisan.
C. Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas ruang lingkup variabel, penulis mengemukakan
definisi sebagai acuan didalam mengumpulkan data. Definisi yang dimaksud
sebagai berikut:
1. Eksistensi bentuk Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi
di Kota Makassar merupakan hal pokok dalam penulisan ini. Yang
dimaksud disini adalah pendekatan eksistensi manusia menggunakan
konsep-konsep dasar metodis dan ideologis seperti; pengalaman personal,
Monumen Mandala Kota
Makassar Analisis
data Penyajian
data Eksistensi Monumen Mandala
sebagai karya seni rupa tiga
dimensi di Kota Makassar Deskripsi
data
Kesimpul
an
35
sejarah situasi individu, kebebasan, sebagai alat atau sarana untuk
membahas tema-tema khusus dalam kehidupan manusia (subjek) dan
sebagai satu-satunya ukuran yang sahih dalam membahas setiap problema
hidup dan kehidupan manusia pada umunya.
2. bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar dalam penulisan ini
dimaksudkan untuk menganalisis bentuk dan fungsi yang terdapat pada
Monemen Mandala itu sendiri, dimana bentuk yang mendukung karya seni
ada dua, yaitu bentuk visual dan bentuk khusus. Sedangkan fungsi dari
Monumen Mandala yang dimaksudkan menggunakan fungsi seni yaitu
konsep fungsi personal, fungsi sosial, dan fungsi fisik.
Secara teorotis ketiga kedua pendekatan tersebut dapat dijadikan
sebuah acuan untuk mendukung analisis terhadap eksistensi Monumen
Mandala secara fundamental.
D. Subjek dan Objek Penulisan
Subjek penulisan adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda,
ataupun lembaga organisasi, Yang menjadi subjek penulisan adalah
budayawan atau seseorang yang mengetahui Monumen Mandala Kota
Makassar. Objek penulisan adalah sasaran atau permasalahan yang akan
diteliti, adapun objek dari penulisan ini adalah eksistensi dalam hal ini terkait
bentuk dan fungsi yang terdapat pada Monumen Mandala Kota Makassar.
36
E. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penulisan mengenai eksistensi Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga
dimensi di Kota Makassar. Penulisn ini adalah penulisan lapangan yang
dilakukan di Monumen Mandala Kota Makassar untuk memperoleh data yang
diperluakan ditempuh langkah-langkah penulisan lapangan. Adapun teknik
pengumpulan data yang di gunakan dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
1. Observasi
Diantara berbagai metode penulisan dalam bidang seni, metode observasi
tampaknya merupakan metode yang penting dan harus mendapat perhatian
selayaknya. Observasi menggunakan gambaran sistematis mengenai peristiwa,
tingkah laku, benda atau karya yang dihasilkan dan peralatan yang digunakan.
Penggunaan metode observasi secara tepat yang sesuai dengan persyaratan
yang digunakan dalam teknik-tekniknya, baik digunakan secara sendiri
maupun bersama-sama dengan metode lainnya dalam suatu kegiatan lapangan,
akan sangat bermanfaat untuk memperoleh data tepat, akurat, dan dapat
dipertanggung jawabkan.
Rohidi (2011:181) juga menyatakan bahwa metode observasi adalah suatu
metode yang digunakan untuk mengamati sesuatu, seseorang, suatu
lingkungan, atau situasi secara tajam dan mencatatnya secara akurat dalam
beberapa cara. Metode observasi dalam penulisan seni dilakukan untuk
memperoleh data tentang karya seni dalam suatu kegiatan dan situasi yang
37
relevan dengan masalah penulisan dalam penulisan seni, kegiatan observasi
akan mengungkapkan gambaran sistematis mengenai peristiwa kesenian,
tingkah laku (kreasi dan apresiasi) dan berbagai perangkatnya (medium dan
teknik) pada tempat penulisan (studio galeri, ruang pamer, komunitas) dan
dipilih untuk diteliti.
2. Wawancara
Wawancara dibagi menjadi beberapa bentuk dalam melakukan
komunikasi lisan yaitu bentuk terstruktur, semi terstruktur, dan tidak
terstruktur (Sugiyono,2009:233). Penulisan ini menggunakan jenis wawancara
tidak terstruktur, artinya pedoman wawancara yang digunakan berupa garis
besar permasalahan yang digunakan. Sedangkan menurut Rohidi (2011: 208),
Wawancara adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi
tentang kejadian yang oleh penulis tidak dapat diamati secara langsung, baik
karena tindakan atau peristiwa yang terjadi dimasa lampau atau karena
penulis tidak diperbolehkan hadir ditempat kejadian itu. Namun demikian,
wawancara hanya akan berhasil jika orang atau tokoh yang diwawancarai
bersedia dan dapat menuturkan dengan kata-kata tentang cara berlaku yang
telah menjadi kebiasaan tentang kepercayaan dan nilai-nilai yang dijunjung
oleh masyarakat dalam hal ini berkaitan dengan praktek-praktek berkesenian,
dimana tokoh yang bersangkutan menjadi bagian dari padanya.
38
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dapat pula dikatakan sebagai “pemberian atau
pengumpulan bukti-bukti dan keterangan seperti gambar-gambar dan
sebagainya”. (Tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 211).
Teknik ini dilakukan untuk memperkuat data-data sebelumnya, teknik
dokumentasi dibutuhkan sebagai alat pengumpul data yang bersifat
dokumenter. Sumber informasi dari dokumenter pada dasarnya segala bentuk
sumber informasi yang berhubungan dengan dokumentasi baik resmi maupun
tidak, baik diterbitkan maupun tidak.
F. Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penulisan mengenai bentuk dan fungsi Monumen Mandala Kota Makassar
yaitu :
1. Data hasil observasi, Interview atau wawancara dan dokumentasi
dikumpulkan dan diperiksa kembali.
2. Menganalisis permasalahan yang ada serta menyusun kembali untuk
dikaji lebih lanjut.
3. Mengadakan kategorisasi data dan membuat kriterianya baik data yang
diperoleh melalui observasi, wawancara, maupun hasil dokumentasi.
4. Teknik analisis data adalah non statistik atau analisis kualitatif karena
data yang terkumpul merupakan data kualitatif.
5. Memaparkan kajian tersebut kedalam uraian secara deskripsi.
39
BAB IV
HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penulisan
Penyajian hasil penulisan dimaksudkan untuk menguraikan secara objektif
hasil penulisan melalui observasi secara langsung yang digunakan dalam
penulisan ini guna mengidentifikasi “Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya
Seni Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar” yang diuraikan dengan analisis
deskriptif.
Berdasarkan hasil penulisan yang dilakukan di Monumen Mandala Penulis
akan menguraikan hasil penulisan yang didapatkan dari berbagai sumber data.
Penulisan yang dikerjakan berdasarkan teori-teori yang dijadikan sebagai rujukan
dalam merancang hingga dilakukan sintesa penulisan secara bertahap sesuai
dengan metode penulisan melalui riset dan analisis. di bab ini disajikan
pembahasan penulisan, mulai dari proses awal penulisan hingga proses akhir
sebagai berikut data yang diperoleh oleh penulis :
Monumen Mandala pada dasarnya adalah salah satu bangunan dikota
Makassar yang berlokasi dijalan Jendral sudirman merupakan kenangan dari
segala daya dan upaya seluruh rakyat Indonesia bangkit melawan penjajahan. Dan
sebagai tanda bakti kepada mereka yang telah berjuang untuk Indonesia, maka
Monumen Mandala ini dijaga Eksistensinya sebagai Objek wisata di Kota
Makassar.
40
Bangunan yang megah dan menjulang tinggi ini melekat sejumlah makna
di dalamnya berupa simbol, bentuk yang bermaknakan himpunan semangat dan
tekad patriotisme para pejuang mengusir penjajah dan mempertahankan
kemerdekaan bangsanya. Hal ini yang merupakan suatu pembeda antara bangunan
Monumen Mandala dengan bangunan atau monumen lainnya yang ada di Kota
Makassar.
Berdasarkan hasil wawancara tanggal 18 September 2019 dengan Bapak
Mappaturung selaku Pengelolah Monumen Mandala (sejak tahun 2000) di Kota
Makassar, bahwa :
Monumen Mandala merupakan salah satu bukti perlawanan rakyat daerah
Sulawesi Selatan dalam menentang keinginan Nederlansche Indesche Civil
Administratie (NICA) yang membonceng tentara sekutu untuk mengukuhkan
kembali kekuasaannya di Indonesia pada umumnya, dan Sulawesi Selatan
khususnya, selain itu monumen ini juga merupakan salah satu bukti perjuagan
rakyat Indonesia bagian Timur untuk mempertahankan kedaukatan Republik
Indonesia dalam bingkai Negara kesatuan.
Monumen Mandala dibangun di Kota Makassar dan berdiri di atas lahan
seluas kurang lebih 1 Ha, pembangunan dimulai pada tahun 1994 yang diprakarsai
oleh H.A.Zaenal Basri Palaguna, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, dan
peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 11 januari 1994 oleh Soesilo
Soedirman, Mentri Koordinator Politik dan Keamanan (Mentri Koordinator
Politik dan Keamanan (Menkopolkam)) saat itu yang kemudian diresmikan oleh
Presiden Republik Indonesai H.M.Soeharto pada tanggal 19 Desember 1995 guna
41
mengenang sejarah pembebasan Irian Barat pada tahun 1962. Pembangunan
Monumen Mandala menggunakan dana APBD Sulsel tahun 1994 senilai Rp75
miliar.
Untuk menentukan keeksistensian Monumen Mandala, penulis
menggunakan konsep-konsep dasar eksistensialisme manusia, seperti pengalaman
personal, sejarah situasi individu, kebebasan, sebagai alat atau sarana untuk
membahas tema-tema khusus dalam kehidupan manusia hal ini dijelaskan dalam
teori Soren Kierkegaard
1. Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di
Kota Makassar
a. Pengalaman personal
Menurut pengalaman personal penulis terlebih dahulu meninjau
dari segi struktur bentuk bangunan mulai dari eksterior hingga interior
yang mendukung proses eksistensi, dimana pada area eksterior bangunan
Monumen Mandala memiliki bentuk yang mirip dengan Monumen
Nasioan (Monas) yang terletak di ibu kota Jakarta. Monumen Mandala
berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 1 Ha, memiliki tinggi 75 Meter
yang terdiri dari empat lantai. Bila diperhatikan dari luar, Monumen
Mandala terdiri dari elemen bentuk yang memiliki makna dan fungsi di
tiap bentuknya yang selaras dengan sejarah keberhasilan Indonesia
merebut kembali Irian Barat. Adapun pada area interior terdapat kesatuan
Elemen-elemen yang juga tidak luput dari tinjauan penulis, dimana
didalam Monumen Mandala terdapat banyak elemen guna mendukung
42
keeksistensian Monumen Mandala, mulai dari tiang puncat Moumen
Mandala Hingga pelataran bawah Monumen. Disamping itu penulis juga
meninjau elemen yang terdapat di dalam monumen seperti pintu, lantai,
dinding, tangga, lift dan yang menjadi pusat perhatian ialah banyaknya
Diorama, dan beberapa relief yang menggambarkan sejarah dimasa
penjajahan. Namun hasil yang didapatkan kurang memuaskan dalam
mendukung eksistensinya. Pasalnya ada beberapa kendala yang membuat
proses eksistensi Monumen Mandala menjadi kurang maksimal seperti
pada gambar berikut:
1). Ketidak seimbangan pada ruang pandang dengan badan Monumen
Gambar 4.1 ketidak seimbangan ruang pandang dan badan Monumen
Mandala
Sumber: https://dolandolen.com/listing/monumen-mandala/
43
2). Kondisi Diorama (interior Monumen Mandala)
Gambar 4.2 Keadann Diorama di Monumen Mandala
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
3). Bentuk ruangan
Gambar 4.3 bentuk ruangan interior yang melingkar
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
44
4). Kondisi ruangan
Gambar 4.4 Kondisi ruangan yang kurang memenuhi standar sirkulasi
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
5). Material rusak tidak tahan lama
Gambar 4.5 kerusakan akibat serangan rayap
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
45
b. Sejarah situasi Individu
Selain pengalaman personal, penulis juga perlu memperhatikan
aspek sejarah situasi individu untuk menentukan keeksistensian suatu
objek penulisan yang diteliti. Yang dimaksud dalam hal ini ialah sejarah
situasi yang terjadi di Monumen Mandala. Dari sejarah didirikannya
hingga sebab Monumen Mandala harus dilestarikan. Selain Monumen
Mandala dikenal sebagai Museum yang menyediakan sarana rekreasi
maupun edukasi. Monumen Mandala juga kerap digunakan sebagai tempat
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ibukota, kegiatan seni hingga konser
musik yang menjadikan bangunan Monumen Mandala sebagai latarnya
yang menimbulkan kesan aestetik, seperti yang terlihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 4.6 Contoh Kegiatan yang diadakan di pekarangan Monumen
Sumber: https://gosulsel.com/2016/09/25/pasar-seni-makassar-2016/
46
c. Kebebasan
Aspek kebebasan juga disebut dalam teori Soren Kierkegaard
sebagai ukuran untuk membahas eksistensi. Dimana Monumen Mandala
bebas mengalami perubahan atas dirinya sendiri, bebas mempertahankan
eksistensinya, meningkatkan eksistensinya atau malah sebaliknya. Apapun
yang terjadi kemudian adalah sebuah konsekuensi.
d. Sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam
kehidupan manusia
aspek terakhir yang dimaksudkan yaitu untuk mencapai sebuah
eksistensi Monumen Mandala telah memenuhi aspek ini yaitu sebagai Alat
atau sarana yang membahas tentang tema-tema khusus dalam kehidupan
manusia yang telah kita ketahui bahwa Monumen Mandala dibuat untuk
mengenang perjuangan rakyat Indonesia khususnya masyarakat Sulawesi.
Kemudian Monumen Mandala dijadikan sebagai Museum saksi kebenaran
sebuah sejarah yang menjadi sarana edukasi, rekreatif, ekonomi, social dan
budaya.
2. Bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga
Dimensi di Kota Makassar.
a. Bentuk Monumen Mandala
Dalam menganalisis bentuk Monumen Mandala, ada dua macam
kategori bentuk dalam mendukung karya seni yaitu bentuk visual (visual
47
form), dan bentuk khusus (special form). Adapun yang dimaksud dalam
dua macam kategori bentuk tersebut ialah:
1) Bentuk Visual (visual form) yaitu bentuk fisik dari sebuh karya seni
atau kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni rupa. Monumen
Mandala memiliki bentuk segitiga sama sisi, dan jika diperhatikan dari
atas, Monumen Mandala memiliki bentuk segi enam yang merupakan
perpaduan bentuk segitiga dan segi enam dan dikelilingi oleh kolam
disekelilingnya, kemudian dihiasi oleh relief api yang membara serta
relief bambu sebanyak 27 buah , jika kita mendongakkan kepala ke-
atas, akan terlihat harde atau penangkal petir yang dibuat seakan-akan
mencapai langit.
Gambar 4.7 Monumen Mandala berbentuk segi enam jika dilihat dari
sisi atas bangunan
Sumaber: https//www.google/makassar.tribunnews.com/2019/02/17
/tribunwiki-ini-sejarah-monumen-mandala-doi-kota-makassar
48
Gambar 4.8 Monumen Mandala Tampak luar.
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
Jika melihat pada bentuk fisik, bagunan Monumen Mandala
memiliki struktur yang sekilas hampir mirip dengan Monumen
Nasional (Monas), hal tersebut dapat kita perhatikan pada struktur
bangunan Monumen Mandala sebagai berikut:
49
Gambar 4.9 Foto Skema struktur Monumen Mandala
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
50
Pada skema diatas dapat dilihat bahwa struktur Monumen
Mandala terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a) Puncak
Gambar 4.10. Puncak Monumen Mandala.
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
b) Pelataran atas / Ruang Pandang
Gambar 4.11 Pelataran Atas Monumen Mandala
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
51
c) Badan Monumen
Gambar 4.12 Badan Monumen Mandala
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
d) Pelataran bawah.
Gambar 4.13 Pelataran Bawah Monumen Mandala
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
52
2) Bentuk Khusus (special form), yaitu bentuk yang tercipta karena adanya
hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena
bentuk fisik terhadap tanggapan kesadaran emosionalnya. yang
dimaksud disini ialah karakteristik dan nilai-nilai yang sarat akan makna
simbol yang terkandung dalam bentuk fisik sehingga membangun
komunikasi secara visual yang dapat menjalin hubungan timbal balik
yaitu hubungan antara karya dengan manusia. Contoh yang terdapat pada
bentuk fisik Monumen Mandala yang memiliki bentuk khusus yaitu:
a) Tiang puncak
Gambar 4.14 Tiang puncak Monumen Mandala
Sumber : https://dolandolen.com/listing/monumen-mandala
53
b) Relief lidah api (puncak monumen)
Gambar 4.15 Bentuk Lidah Api pada bagian puncak Monumen Mandala
Sumber: https://www.flickr.com/photos
c) Relief Lidah Api (Badan Monumen)
Gambar 4.16 Relief Lidah Api
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
54
d) Relief Bambu runcing
Gambar 4.17 Relief Bambu runcing
Sumber : St.Hardianti 16 November 2019
e) Relief ilustrasi Sejarah Mandala
Gambar 4.18 Relief Ilustrasi sejarah di sekeliling pelataran monumen
Sumber: St.Hardianti 16 November 2019
55
b. Fungsi Monumen Mandala
Untuk menganalisis fungsi pada Monumen Mandala penulis
menggunakan tiga aspek yang dimiliki dalam teori fungsi dalam seni rupa,
yaitu fungsi personal, fungsi social dan fungsi fisik. Ketiga fungsi Yang
dimaksud ialah:
1) Fungsi Personal (personal function) ialah Gambar visual ditulis dengan
didahului bahasa sebagai alat komunikasi. Akan tetapi, seni melampaui
komunikasi informasi, tetapi juga mengungkapkan seluruh dimensi
kepribadian manusia, atau psikologis, keadaan tertentu. Seni adalah
lebih dari simbol standar dan tanda-tanda yang digunakan karena
pembentukan unsur-unsur, seperti: garis, warna, tekstur, pengirim
subliminal makna luar informasi dasar. Keberadaan unsur-unsur ini
memberikan maksud dan makna kepada seniman dan penikmat.
2) Fungsi sosial (social function) ialah seni melakukan fungsi sosial jika:
(1) Mempengaruhi kelompok manusia, (2) Hal yang dibuat untuk
dapat dilihat dan dan digunakan dalam situasi umum, (3) ini
menggambarkan aspek-aspek kehidupan bersama oleh semua sebagai
lawan jenis pengalaman pribadi. Eksistensi tersebut menunjukkan
bagaimana manusia sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk yang
mempunyai tanggung jawab atas dirinya, ia terikat pula oleh
lingkungan sosialnya. Semua karya seni yang berkaitan dengannya
akan juga berfungsi sosial, karena karya seni diciptakan untuk
penghayat.
56
3) Fungsi Fisik (Physical function) yaitu Seni dalam ikatan “fungsi fisik”
merujuk pada benda-benda yang dibuat untuk digunakan sebagai
wadah. Selanjutnya disini seni berarti lebih daripada menghiasi atau
memperindah pada pengertian dasarnya yang bersifat prafon yaitu
lebih ditekankan pada elemen estetik atau unsur hias pada suatu objek
yang menjadi wadah.
B. Pembahasan
Monumen Mandala dibangun di Kota Makassar dan berdiri di atas
lahan seluas kurang lebih 1 Ha, pembangunan dimulai pada tahun 1994 yang
diprakarsai oleh H.A.Zaenal Basri Palaguna, Gubernur Provinsi Sulawesi
Selatan, dan peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 11 januari 1994
oleh Soesilo Soedirman, Mentri Koordinator Politik dan Keamanan (Mentri
Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam)) saat itu yang kemudian
diresmikan oleh Presiden Republik Indonesai H.M.Soeharto pada tanggal 19
Desember 1995 guna mengenang sejarah pembebasan Irian Barat pada tahun
1962. Pembangunan Monumen Mandala menggunakan dana APBD Sulsel
tahun 1994 senilai Rp75 miliar.
1. Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di
Kota Makassar
Dalam menganalisis Eksistensi sebagai karya seni rupa tiga dimensi di
kota Makassar, digunakan pendekatan eksistensi manusia dengan konsep-
konsep dasar metodis dan ideologis sebagai berikut:
57
a. Pengalaman personal
Eksistensi Monumen Mandala dilihat dari segi bentuk dan struktur
bangunan. Berdasarkan analisis pengalaman personal, Monumen Mandala
tidak melakukan perubahan bentuk mulai dari bangunan bagian eksterior
hingga bagian interior. Sama seperti bentuk aslinya, Monumen Mandala
juga masih mempertahankan karakteristik kepribadiannya yang sangat
kental dengan unsur sejarah perjuangan rakyat Indonesia khususnya
disulawesi dalam merebut Irian Barat kepangkuan ibu pertiwi. Namun
karena banyaknya permasalahan sehingga berpengaruh terhadap proses
eksistensi Monumen Mandala yang disebabkan oleh faktor sarana dan
prasarana yang kurang maksimal yang dianggap kurang memenuhi
kebutuhan masyarakat baik dari segi fisik bangunan (interior dan eksterior)
serta non fisik. Adapun permasalahan yang dimaksud contohnya seperti:
1) Setelah diamati pada eksterior Monumen Mandala, bagian puncak
Monuman khususnya pada bagian ruang pandang, adanya ketidak
seimbangan antara Ruang pandang dengan badan monumen. Dimana
pada bagian ruang pandang berbentuk segi enam sedangkan pada
bagian badan monumen berbentuk segi tiga. Hal tersebut membuat
view atau pemandangan pada Monumen Mandala terlihat kurang
menarik. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1.
2) kemudian diamati pada area interior Monumen Mandala, terdapat
sebuah Diorama yang merupakan sarana yang menyajikan informasi
khusunya dalam sejarah Monumen Mandala. Namun tampaknya tidal
58
lagi berfungsi seperti sedia kala karena mengalami kerusakan. Hal
tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2.
3) Penataan diorama yang rata-rata berukuran panjang 1 meter dan lebar
2 meter dan miniature yang di tata lebih masuk kedalam ruangan
sehingga membuat jalur apresiasi menjadi sempit dan juga hal tersebut
yang membatasi pandangan untuk mengamati diorama, sehingga
pengunjung harus mengantri, menunggu pengunjung yang lain selesai
melakukan apresiasinya, karena satu buah diorama hanya mampu
dilihat maksimal hingga tiga orang pengunjung saja.
4) Tidak terpenuhinya standar sirkulasi suatu bangunan membuat tidak
terciptanya kenyamanan pengunjung. Contohnya pada lantai dua,
sirkulasi udara yang kurang karena tidak terdapat pentilasi udara di
lantai dua serta cahaya buatan yang minim karena titik jatuh cahaya
lampu yang tidak terfokuskan pada diorama sehingga beberapa
diorama tidak mendapatkan cahaya yang cukup sehingga menciptakan
suasana ruangan yang gelap, sesak, dan terkesan mistis. Hal tersebut
dapat dilihat pada gambar 4.4.
5) Desain ruangan yang melingkar sehingga menciptakan banyaknya
ruang-ruang mati atau ruangan yang tidak digunakan. Salah satunya
dilihat di sekitar tangga dan sekat antara diorama yang satu dan yang
lainnya yang menimbulkan kesan sempit Hal tersebut dapat dilihat
pada gambar 4.3
59
6) Kurang dimaksimalkannya perawatan bangunan yang mengakibatkan
banyaknya kerusakan pada diorama dan miniatur karena faktor
material yang tidak tahan terhadap serangan serangga disamping
kerusakan lain seperti retak dan bocor juga serangan rayap yang
menjangkau miniature di dinding monumen. Hal tersebut dapat dilihat
pada gambar 4.5
Jika melihat dari banyaknya faktor permasalahan diatas, dapat di ambil
kesimpulan bahwa proses eksistensi dari Monumen Mandala mengalami
hambatan bahkan membuat eksistensinya menjadi penurunan. banyak
masalah yang memicu menurunnya eksistensi Monumen Mandala dimata
masyarakat khususnya dikota Makassar itu sendiri membuatnya kurang
memenuhi kebutuhan masyarakat, baik secara fisik (desain Bangunan)
maupun non fisik, sehingga kegiatan edukasi, rekreatif, ekonomi, sosial
dan budaya yang seharusnya trercipta kini mulai trisolir.
b. Sejarah situasi Individu
Disini penulis hanya membandingkan keadaan Monumen Mandala
dulu dan sekarang, dimana dulu Monumen Mandala merupakan land mark
kota Makassar yang sering dijadikan tempat wisata serta museum sejarah
yang mengedukasi baik itu pendidikan dalam sejarah maupun seni. Namun
pada realita sekarang ini, Monumen Mandala secara naturalis atau
perlahan-lahan mulai hilang keberadaannya, Monumen Mandala tidak lagi
mempertahankan eksistensi dan keaktualisasiannya, Hal tersebut terjadi
karena kurangnya perhatian pemerintah setempat serta minimnya system
60
perawatan dan pengawasan bangunan kemudian menjadikan Monumen
Mandala yang dulunya merupakan icon/land mark ibukota layaknya
Monumen Nasional (MONAS) di ibukota Jakarta, kini Monumen Mandala
hanya menjadi aksesoris atau pajangan belaka. Padahal dulu eksistensinya
sangat di akui dikota Makassar. Salah satu yang sangat terlihat ialah
berkurangnya jumblah pengunjung yang masuk kedalam Monumen
Mandala. Banyak yang dating berkujung hanya di sekitar atau
dipekarangan Monumen Mandala dengan tujuan hanya untuk sekedar
berfoto dengan latar belakang bangunan Monumen. Bahkan karena
pekarangan Monumen Mandala yang luas dan tempatnya yang strategis
sehingga membuat Monumen Mandala sering dijadikan tempat
melaksanakan kegiatan seni, bahkan konser music hingga event-event
Ibukota itu sendiri yang terlihat pada gambar 4.6.
c. Kebebasan
Dalam teori Soren Kierkegaard sebagai ukuran untuk membahas
eksistensi. Dimana Monumen Mandala bebas mengalami perubahan atas
dirinya sendiri, bebas mempertahankan eksistensinya, meningkatkan
eksistensinya atau malah sebaliknya.. Telah dibahas sebelumnya bahwa
Monumen Mandala masih mempertahankan bentuknya yang mengusung
tema sejarah perjuangan dalam merebut kembali Irian Barat. Akan tetapi
karena banyaknya permasalahan yang terjadi sehingga Monumen Mandala
perlahan-lahan kehilangan identitas kepribadiannya dalam masyarakat
yang telah dilembagakan dalam tatanan social budaya. Maka dari itu
61
kesimpulan yang diperoleh penulis dengan merujuk pada teori
Kierkegaard bahwa Monumen Mandala telah bebas mengalami perubahan
atas dirinya sendiri namun tidak mempertahankan eksistensinya dan proses
yang terjadi cenderung menurun dari tahun-tahun sebelumnya sehingga
konsekuensi yang di dapatkan ialah menurunnya citra Monumen Mandala
sebagai icon/ landmark di kota Makassar.
d. Sebagai alat atau sarana untuk membahas tema-tema khusus dalam
kehidupan manusia.
Pada aspek ini, Monumen Mandala masih mempertahankan tema-
tema khusus dalam kehidupan manusia yang melekat sebagai pengingat
bahwa Monumen Mandala merupakan salah satu bukti perlawanan rakyat
daerah Sulawesi Selatan dalam merebut kembali Irian Barat. Hal tersebut
dapat dilihat dari bentuk Monumen Mandala yang masih mempertahankan
cirikhas yang sarat akan makna perjuangan.
2. Bentuk dan fungsi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga
Dimensi di Kota Makassar.
a. Bentuk Monumen Mandala
Untuk menganalisis bentuk Monumen Mandala, ada dua macam
kategori bentuk yang digunakan dalam mendukung karya seni yaitu
bentuk visual (visual form), dan bentuk khusus (special form).
1) Bentuk visual (visual form)
Monumen Mandala berada di jalan Jendral Sudirman. Lokasi yang
sangat strategis karena berada di jantung kota dan jika diperhatikan
62
sisi sebelah utara persis berdampingan dengan bangunan Pengadilan
Negeri, Sebelah Timur berhadapan dengan RS. Plamonia, Sebelah
Selatan berdampingan dengan Balai Prajurit / Bangunan Manunggal,
dan Sebelah Barat berdekatan dengan bangunan hunian dan
pendidikan (sekolah, rumah tinggal, dan rumah makan).
Pada bentuk Visual atau bentuk fisik yang dapat dilihat pada skema
Monumen Mandala yang terdapat pada gambar 4.9. Monumen
Mandala memiliki beberapa bagian struktur bangunan yaitu:
a) Puncak Monumen Mandala terdiri dari beberapa bagian
- Tiang puncak (4 meter) merupakan harde yang berfungsi
sebagai penangkal petir
- Lidah api (4,45 Meter) berwarna kuning keemasan
- Cinein dua susun
Dapat dilihat pada gambar 4.10.
b) Pelataran atas Monumen Mandala berada dibawah cinenin dan
terletak diketinggian 61 meter dari permukaan tanah. Pelataran
atas ini merupakan ruang pandang yang berbentuk segi enam
dengan ukuran tinggi 6.45 meter, Dengan menggunakan material
yang dilapisi oleh kaca tebal untuk mendukung fungsinya sebagai
ruang pandang yang biasa digunakan pengunjung untuk melihat
view yang berada disekitar Monumen dengan jarak pandang dari
atas. Pengunjung dapat menggunakan lift untuk akses naik hingga
keruang pandang. Dapat dilihat pada gambar 4.11.
63
c) Badan Monumen Mandala terletak di antara pelataran bawah dan
batas ruang pandang dengan ukuran tinggi -+ 60 meter. Dan jika
dilihat dari segi eksterior bentuk badan Monumen Mandala
memiliki bentuk segi tiga sama sisi. kemudian pada eksterior
Monumen melekat relief lidah api di setiap sisi Monumen yang
berwarna keemasan, kemudian pada bagian interior terdapat ruang
hampa didalalam Monumen dan jalur lift hingga ke ruang
pandang. Dapat dilihat pada gambar 4.12.
d) Pelataran bawah dengan tinggi 11,35 meter terletak paling bawah
terdiri dari beberapa bagian yaitu:
- Pada bagian eksterior terdapat Relief bamboo runcing yang
melekat di setiap sisi Monumen yang berada persis dibawah
relief lidah api yang juga berwarna kuning keemasan namun
warnanya sedikit lebih terang dibandingkan lidah api.
Kemudian terdapat bangunan yang berbentuk rumah yang
berada di sisi kiri dan kanan setiap pintu masuk bangunan
Monumen Mandala yang secara keseluruhan berjumblah
enam.
- Pada bagian interior terdapat tiga lantai, Lantai satu (3, 95
meter) yang digunakan sebagai museum yang didalamnya
terdapat banyak elemen seperti tiga (3) buah pintu, dua belas
(12) Diorama, tiga (3) buah relief dan tiga (3) buah reflika
pakaian perjuangan abad XVII yang secara keseluruhan
64
mengusung tema yang sama dengan kedua belas diorma serta
ketiga relief.
- Lantai dua terdapat dua belas (12) diorama, tiga (3) relief yang
menceritakan perjuangan rakyat di sulawesi dalam pembebasan
Irian Barat.
- Lantai tiga terdapat Diorama patung panglima, peta irian Barat,
diorama pakaian operasi mandala dan beberapa foto
dokumentasi Monumen Mandala tempo dulu.
- Terdapat relief ilustrasi sejarah pembebasan irian barat dengan
warna hitam yang mengelilingi bagian luar pelataran Monumen
Mandala yang gambaran secara keseluruhan dari relief yang
mebelilingi monumen dapat dilihat secara terperinci dan jelas
pada diorama-diorama yang ada pada lantai satu hingga lantai
tiga.
- Tidak jauh dari relief, terdapat beberapa anak tangga dan kolam
yang berada di sekeliling bangunan Monumen Mandala.
Dapat dilihat pada gambar 4.13
2) Bentuk khusus (special form)
Yang dimaksud disini ialah karakteristik dan nilai-nilai yang
sarat akan makna simbol yang terkandung dalam bentuk fisik
sehingga membangun komunikasi secara visual yang dapat menjalin
hubungan timbal balik yaitu hubungan antara karya dengan manusia.
65
Contoh yang terdapat pada bentuk fisik Monumen Mandala yang
memiliki bentuk khusus yaitu:
a) Monumen Mandala dibuat dengan bentuk segitiga sama sisi
yang memiliki makna sebagai TRIKORA (Tiga Komando
Rakyat),
b) Tiang Puncak satu buah melambangkan bulan januari, bulan
pembentukan Komando Mandala berdasarkan Keppres No. 1,
tahun 1962 (2 januari 1962). Gambarnya dapat dilihat pada
halaman gambar 4.14
c) Relief lidah api dibagian bawah melambangkan semangat
TRIKORA. Gambarnya dapat dilihat pada halaman (gambar
4.15).
d) Cinein dua susun teletak dibawah Relief lidah api dibagian
puncak Monumen yang melambangkan tanggal pembentukan
Komando Mandala berdasarkan Keppres No. 1, tahun 1962 (2
januari 1962).
e) Ketinggian Monumen Mandala mencapai 62 meter hingga
keruang pandang yang dimaknai sebagai manifestasi/
perwujudan sebagai tahun kembalinya irian barat kepangkuan
ibu pertiwi (1962).
f) Relief lidah api dibagian atas memiliki makna sebagai lambang
semangat yang tidak pernah padam, gambarnya dapat dilihat
pada gambar 4.16.
66
g) Terdapat dua puluh tujuh (27) buah relief bambu runcing
(Sembilan (9) buah disetiap sisi Monumen) yang dilambangkan
sebagai alat yang digunakan dalam perjuangan kemerdekaan,
Gambarnya dapat dilihat pada halaman gambar 4.17.
h) Kolam yang ada disekeliling bangunan Monumen merupakan
makna simbol kejernihan berfikir yang bmutlak dimiiki dalam
setiap perjuangan baik itu pada tekad dan tujuan Rakyat
Indonesia,
i) Relief disekeliling bangunan Monumen Mandala yang jika
diperhatikan ada banyak bentuk wajah, yang menurut informan,
itu merupakan beberapa bentuk wajah dari pahlawan-pahlawan
di Sulawesi yang ikut berjuang dikala itu, dan juga terdapat
beberapa tokoh masyarakat dari berbagai daerah disulawesi
yang memiliki cerita dibalik perlawanan melawan penjajah
dikala itu. Para tokoh yang terdapat dalam relief tersebut
merupakan simbol atau gambaran yang terdapat pada tiap-tiap
DIORAMA yang terdapat didalam Monumen Mandala.
Dimana diorama tersebut menggambarkan perjalanan sejarah
perjuangan masyarakat Sulawesi dalam menentang penjajahan
belanda dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia
yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945
j) bagunan bagian depan dianggap sebagai bentuk / model markas
komando mandala
67
Monumen Mandala dibangun bukan hanya berdasarakan nilai
kegunaannya namun juga memiliki makna filosofi sejarah perjuangan
didalamnya. Telah diketahahui bahwa Monumen Mandala merupakan
bukti perjuangan khususnya Indonesia timur dalam pembebasan irian barat
yang pastinya unsur makna yang melekat pada bentuk dan simbol yang
bermaknakan himpunan semangat dan tekad patriotisme para pejuang
dalam melawan penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan bangsanya
yang yang merupakan penjabaran dari bentuk khusus pada Monumen
Mandala.
b. Fungsi Monumen Mandala
1) Fungsi Personal (personal function)
Fungsi Personal ialah Gambar Visual ditulis dengan didahului
bahasa sebagai alat komunikasi. Akan tetapi, seni melampaui komunikasi
informasi, tetapi juga mengungkapkan seluruh dimensi kepribadian
manusia, atau psikologis, keadaan tertentu. Seni adalah lebih dari simbol
standar dan tanda-tanda yang digunakan karena pembentukan unsur-unsur,
seperti: garis, warna, tekstur, pengirim subliminal makna luar informasi
dasar. Keberadaan unsur-unsur ini memberikan maksud dan makna kepada
seniman dan penikmat. Yang dimaksud dalam fungsi Personal ini adalah
simbol dan tanda-tanda yang melekat pada Monumen Mandala sebagai
wujud seni rupa tiga dimensi dengan megungkapkan kepribadiannya
seabagai alat komunikasi sekaligus sebagai suatu kepercayaan yang
mengusung tema-tema sejarah dimasa lampau.
68
2) Fungsi sosial (social function)
Fungsi sosial ialah seni melakukan fungsi sosial jika: (1)
Mempengaruhi kelompok manusia, (2) Hal yang dibuat untuk dapat dilihat
dan digunakan dalam situasi umum, (3) ini menggambarkan aspek-aspek
kehidupan bersama oleh semua sebagai lawan jenis pengalaman pribadi.
Eksistensi tersebut menunjukkan bagaimana manusia sebagai mahluk
sosial dan sebagai mahluk yang mempunyai tanggung jawab atas dirinya,
ia terikat pula oleh lingkungan sosial dengan mempertimbangkan derajat
sosialnya. Semua karya seni yang berkaitan dengannya akan juga
berfungsi sosial, karena karya seni diciptakan untuk penghayat. Jadi dalam
hal ini yang dimaksud fungsi sosial ialah melihat dari interaksi yang
ditimbulkan antara bangunan Monumen Mandala dengan lingkungan
sekitar dengan adanya derajat sosial yang dimiliki sebuah bangunan
kemudian menjadikannya sebanding atau lebih dari bangunan yang
lainnya.
3) Fungsi Fisik (Physical function)
Funsgi fisik yaitu Seni dalam ikatan “fungsi fisik” merujuk pada
benda-benda yang dibuat untuk digunakan sebagai wadah. Selanjutnya
disini seni berarti lebih daripada menghiasi atau memperindah pada
pengertian dasarnya yang bersifat prafon yaitu lebih ditekankan pada
elemen estetik atau unsur hias pada suatu objek yang menjadi wadah.
Seperti halnya pada Monumen Mandala selain memiliki unsur hias pada
beberapa elemennya juga berfungsi sebagai wadah.
69
Dalam menganalisis fungsi yang terdapat pada Monumen Mandala,
penulis menggunaan tiga jenis fungsi berdasarkan seni yaitu Fungsi personal
(personal function), fungsi social (social function) dan fungsi fisik (physical
function) yang di uraikan pada tabel sebagai berikut :
Struktur
Bentuk Elemen
Fungsi
Personal Sosial Fisik
Puncak
Monumen
Tiang puncak
Relief lidah api
cinein
Ruang Pandang
Badan
Monumen
Relief lidah api
Dinding
Monumen(eksterior)
Relief bambu
runcing
Pelataran
bawah
Kolam
Tangga (eksterior)
Relief (eksterior)
Pintu
Diorama
Relief (interior)
Tangga (interior)
Lift
Tabel 4.1 Fungsi Monumen Mandala
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa, fungsi pada Monumen
Mandala yaitu:
70
a) Fungsi personal
Beberapa elemen bentuk pada Monumen Mandala yang memiliki fungsi
personal ialah ketika bentuk tersebut memiliki keterkaitan dengan simbol
atau tanda-tanda sebagai wujud seni rupa tiga dimensi yang
mengungkapkan kepribadian Monumen Mandala sebagai alat komunikasi
sekaligus sebagai suatu kepercayaan yang mengusung tema-tema sejarah
dimasa lampau. Adapaun elemen-elemen pada Monumen Mandala yang
memiliki fungsi personal antara lain:
- Tiang/hard (puncak Monumen)
- Relif lidah api (puncak Monumen)
- Cinein
- Relief lidah api (badan Monumen)
- Relief bambu runcing
- Kolam
- Relief ilustrasi tokoh-tokoh sejarah dan sejarah singkat
pembebasan Irian Barat (eketerior)
- Relief (interior).
Beberapa elemen tersebut dikelompokkan kedalam fungsi Personal
karena seperti kita ketahui pada tiang puncak, cinein, relief lidah api dan
relief bambu runcing serta kolam memiliki simbol yang melekat makna
sejarah pembebasan irian barat didalamnya. Sama halnya dengan ruang
pandang, dan beberapa relief dibagian interior serta relief dibagian
eksterior juga dikelompokkan kedalam fungsi personal karena elemen-
71
elemen tersebut dapat mengungkapkan kepribadian Monumen Mandala
dan sebagai alat komunikasi.
b) Fungsi sosial
Terdapat beberapa elemen pada Monumen Mandala yang menjadi
fungsi sosial seperti :
- tiang puncak
- relief lidah api
- ruang pandang
- relief bambu runcing
- kolam
- tangga
- diorama
- lift.
beberapa elemen tersebut dikelompokkan kedalam fungsi sosial
karena berdasarkan analisis fungsi sosial beberapa elemen dapat meberi
pengaruh terhadap sekelompok manusia yang dimana pada elemen
tersebut dapat dilihat dan digunakan dalam situasi umum serta menjadikan
Monumen Mandala memiliki derajat yang membandingkannya dengan
bangunan atau Monumen yang lain.
72
c) Fungsi Fisik
Setelah mengamati tabel diatas, beberapa elemen bentuk pada
Monumen Mandala dapat disebut sebagai fungsi fisik seperti:
- Relief lidah api
- Ruang pandang
- Dinding monument (eksterior)
- Relief bambu runcing
- Kolam
- Tangga
- Pintu
- Diorama
yang bersifat prafon dimana elemen-elemen pada bangunan
tersebut tidak hanya menjadi wadah namun juga menekankan unsur hias
yang memikat perhatian dan menguggah perasaan indah.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah diuraikan hasil penulisan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Eksistensi Monumen Mandala jika dilihat dari bentuk khususnya, Monumen
Mandala masih mempertahankan unsur filosofi sejarah perjuangan yang
tersirat didalamnya karena pada bentuk visual/ bentuk fisik Monumen
Mandala tidak mengalami prubahan atau tidak mengubah bentuknya pada tiap
elemen-elemen struktur bangunannya. Namun karena banyaknya
permasalahan yang muncul menjadi faktor kuat penyebab menurunnya
eksistensi Monumen Mandala karena dianggap kurang memenuhi kebutuhan
masyarakat baik dari segi fisik serta non fisik hal tersebut dibuktikan dari
pengalaman personal penulis dengan hasil wawancara secara langsung.
2. Monumen Mandala memiliki bentuk visual atau bentuk fisik yang hampir
mirip seperti Monumen Nasional yang berada dikota Jakarta. Namun jika
dipertimbangkan dari segi fungsi, Monumen Mandala memiliki kepribadian
bangunan dengan karateristiknya tersendiri dengan makna yang bernuansa
filosofis sejarah perjuangan, dimana nilai sejarah perjuangan ditanamkan pada
citra Monumen Mandala dan ada juga makna budaya yang merupakan ciri
khas kebudayaan disulawesi selatan khusunya dikota Makassar. Hal ini dapat
dilihat pada bentuk khusus, yakni simbol-simbol yang dapat kita saksikan dari
beberapa bentuk elemen eksterior serta interior Monumen Mandala.
74
B. Saran
1. Usaha untuk memunculkan Eksistensi Monumen Mandala yang
belakangan ini mulai dilupakan dengan hadirnya arus globalisasi yang
mengikis nilai-nilai sejarah serta budaya didalamnya.
2. Mengembalikan citra Monumen Mandala yang tidak hanya sebagai icon/
land mark ibukota, sekaligus sebagai museum disamping sebagai tempat
wisata juga memberikan sarana yang mengedukasi setiap pengunjung yang
dating untuk berkunjung.
3. Untuk mencegah terjadinya kehilangan identitas kepribadian dalam
masyarakat yang telah dilembagakan dalam tatanan sosial budaya, setiap
elemen pada bangunan Monumen Mandala hendaklah selalu dipelihara
sepanjang masa apalagi Monumen Mandala dinaungi oleh lembaga
kebudayaan di Kota Makassar yang bertanggung jawab sepenuhnya atas
Monuemen Mandala. Karena bangunan Monumen Mandala ini kelak akan
diteliti kembali pada semua bagian bangunan beserta ragam hiasnnya.
Dalam perkembangan moderenisasi melalui teknologi dan mekanisme
yang terus mendesak budaya tradisional, sehingga untuk menhindari
kepunahan budaya tradisional perlu dijaga, dipelihara dan dihayati.
4. Kepada penulis selanjutnya agar dapat mengkaji lebih dalam dan lebih
luas lagi tentang makna yang terkandung pada betuk Monumen Mandala.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2007. Ananlisis eksistensi. Jakarta: PT. Raja Grafino Persad.
Anonim. 2015. Pengertian Makna, (Online), (https://id,wikipedia.org/wiki/Makna,
diakses tanggal 8 Maret 2017).
Agastya . 2018. Sejarah dan pembelajarannya.Jurnal,(Online)
(http://e-journal.ikippgrimadiun.ac.id. Diakses 23 Januari 2019)
Ashari, Meisar. 2017. Kritik Seni. Makassar: Media Qita.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka
Cipta.
Bajang. 2013. Makna Kata Dan Jenis Jenis Makna Kata, (Online),
(:http://Ruangbacabajang.Blogspot.co.id, diakses Tanggal 12 Maret 2017)
.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa. Edisi Keempat. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Djajasudarma dan T.Fatimah. 1999. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna.
Bandung: PT. Rafika Aditama
Fisal,Muh dan Andi Baetal Mukaddas. 2013. Dwimatra.Makassar.
Fauzi,Harry D,2017.Seni Budaya untuk siswa SMP/MTS kelasVII.Bandung:
Yrama Widya.
Hardiman, Budi. F.2007. Filsafat Modern. Jakarta: Gramedia.
Harum, Hadiwijiono.1980.Sari Sejarah Filsafat. Yogyakarta: kanisius.
Leech,Geofffrey.1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia
76
Bagus,Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Maksum,Ali. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta:Ar-Ruzz Media.
Margono, Tri, Edy dan Abdul Aziz. 2010. Mari Belajar Seni Rupa untuk SMP-
MTS. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasioanl.
Pateda,Mansoer.2001.Semantik Leksikal.Jakarta :Rineka Cipta
Rohidi, R. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:UI. Press.
Rohidi, Tjetjep, Rohindi. 2011. Metodologi Penulisan.Semarang: Cipta Prima
Nusantara
Samsuri, 1990. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Setyosari, Punaji, 2010. Metode Penulisan Pendidikan dan Pengembangan.
Jakarta.
Sudaryat,Yayat.2009.Makna Dalam Wacana. Bandung: CV Yrama Widya
Sugiyono. 2014. Metode penulisan pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sunardi,St. 2002. Semiotika Negativa. Yogyakarta:Kanal
Syamsuri. Sukri. A, dkk., 2012. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar: FKIP
UNISMUH Makassar.
Wasilah. 2016. Redesain Monumen Mandala di Kota Makassar Dengan
Pendekatan Bangunan Pintar.Skripsi tidak diterbitkan.Makassar.UIN
Alauddin.
Zainal, Nining, Haslinda. 2008. Analisis Kesesuaian Tugas Pokok Dan Fungsi
Dengan Kompetensi. Skripsi tidak diterbitkan.
http//scholar.google.com/paham.ketuhanan.modern.LoekisnoChoirilWarsito.
Surabaya:Elkaf,2002
77
78
LAMPIRAN I : FORMAT OBSERVASI
1. Mengidentifikasi secara langsung dengan objektif dan subjektif bangunan
Monumen Mandala sebagai karya seni rupa tiga dimensi
2. Memahami sejarah Monumen Mandala
3. Mengamati konsep dan struktur bangunan Monumen Mandala
4. Menganalisa eksistensi Monumen Mandala secara fisik maupun non fisik.
79
LAMPIRAN II : FORMAT WAWANCARA
A. DAFTAR INFORMAN PENULISAN
Informan 1
Nama Lengkap : Mappaturung
Jenis Kelamin/ usia : laki-laki / 47thn
Pendidikan :
Pekerjaan : Pengelola Monumen Mandala
Informan 2
Nama Lengkap : Hermiati Nasda
Jenis Kelamin/ usia : Perempuan / 29thn
Pendidikan : SI Psikologi
Pekerjaan : PNS
Informan 3
Nama Lengkap : Alif
Jenis Kelamin/ usia : Laki-Laki
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Mahasiswa Seni Rupa UNM
Informan 3
Nama Lengkap : Fadliah Ramdhani
Jenis Kelamin/ usia : Perempuan / 25thn
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pegawai Telkom
80
B. ITEM WAWANCARA
Wawancara dan observasi dilakukan dalam rangka mengumpulkan
data dalam penulisan yang berjudul “Eksistensi Monumen Mandala
sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimensi di Kota Makassar”. Adapun
wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada pengelolah Monumen
Mandala dan pengunjung Monumen adalah sebagai berikut:
Internal (Pengelola Monumen Mandala)
1. Bagaimana latar belakang Monumen Mandala
2. Bagaimana sejarah Monumen Mandala?
3. Bagaimana bentuk dan struktur bangunan Monumen Mandala?
4. Apa makna dari bentuk Monumen Mandala?
5. Bagaimana progres yang terjadi di Monumen Mandala dari dulu
hingga sekarang?
Khalayak (Pengunjung Monumen Mandala)
2. Sejauh mana pengetahuan anda tentang Monumen Mandala?
3. Seberapa sering anda berkunjung serta apa tujuan anda melakukan
kunjungan di Monumen Mandala?
4. Bagaimana penilaian anda mengenaik eksistensi/keberadaan
Monumen Mandala sekarang ini?. Berikan kritik dan saran !
81
LAMPIRAN III DOKUMENTASI
Wawancara penulis bersama Narasumber Bapak Mappaturung
(Pengelola Monumen Mandala)
RIWAYAT HIDUP
ST.Hardianti.Tahir, kerap di sapa Tutut. Lahir di Sinjai
SulawesiSelatan pada tanggal 31 Oktober 1996. Penulis
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Muh.Tahir Tampa dan Ibu Juliana Tefu. dan kedua
saudaranya bernama Muh. Ardiansyah Tahir dan Muhammad
Agung Permana Tahir. Penulis menamatkan pendidikan di SD.Islamiyah Bontoala
Makassar pada tahun 2005, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di
SMPN 2 Sinjai dan tamat pada tahun 2008, kemudian melanjutkan pendidikan
kembali di Kota Sinjai, yaitu di SMAN 2 Sinjai Utara dan tamat pada tahun 2014.
Di tahu yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Makassar fakultas keguruan dan ilmu pendidikan pada program
studi pendidikan seni rupa dan tercatat sebagai angkatan 2014. Penulis juga aktif
di organisasi Himpunan Mahasiswa Seni Rupa (HIMASERA) selama dua periode,
pada periode 2015/2016 tercatat sebagai anggota Sumber Daya Mahasiswa dan
pada periode 2016/2017 resmi tercatat sebagai sekertaris Bidang Bakat dan Minat.
Berkat Rahmat, hidayah dan lindungan Allah SWT, serta iringan Do’a kedua
orang tua serta saudara juga berkat bimbingan para dosen dan dukungan dari
seior, junior dan teman-teman seperjuangan, sehingga dalam mengikuti
pendidikan diperguruan tinggi berhasil menyusun sebuah skripsi yang berjudul
“Eksistensi Monumen Mandala sebagai Karya Seni Rupa Tiga Dimendi di
Kota Makassar”.
top related