eksekutorial beslag dalam penyelesaian sengketa perdata... · pelaksanaan conservatoir beslag dan...
Post on 04-Feb-2018
235 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN CONSERVATOIR BESLAG DAN
EKSEKUTORIAL BESLAG DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA PERDATA
( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA )
Penulisan Hukum
( Skripsi )
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
Eko Febrianto
NIM . E. 1103062
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (skripsi)
PELAKSANAAN CONSERVATOIR BESLAG DAN EKSEKUTORIAL
BESLAG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA
( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )
Disusun oleh :
EKO FEBRIANTO
NIM : E. 1103062
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Harjono, S.H. M.H. NIP. 132 570 155
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
PELAKSANAAN CONSERVATOIR BESLAG DAN EKSEKUTORIAL
BESLAG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA
( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )
Disusun oleh ;
EKO FEBRIANTO
NIM : E. 1103062
Telah diterima dan di sahkan oleh Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi )
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 04 Maret 2008
TIM PENGUJI
1. Th. Kussunaryatun, S. H. : _________________________
Ketua
2. Teguh Santoso, S. H. : _________________________
Sekretaris
3. Harjono, S. H., M. H. : _________________________
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
Moh. Jamin. S. H., M. Hum. NIP. 131 570 154
MOTTO
Memperoleh hikmat sungguh jauh melebihi memperoleh emas, dan mendapat
pengertian jauh lebh berharga dari pada mendapat perak
( Amsal 16 : 16 )
Kebenaran dalam diri seseorang
Bukan pada apa yang ia tampakkan
Tapi pada apa yang tidak dapat ia ungkapkan
Oleh karena itu, bila engkau ingin mengerti dirinya
maka dengarkanlah bukan pada apa yang ia katakan
tapi pada apa yang ia tidak ucapkan
( Kahlil Gibran )
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada :
1. Kedua orangtuaku tercinta.
2. Adik – Adikku tersayang.
3. Kekasihku tercinta.
4. Almamaterku UNS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, hanya
karena atas rahmat serta karunia-Nya pada akhirnya penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan skripsi dengan judul ”Pelaksanaan Conservatoir Beslag dan
Eksekutorial Beslag Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata” ( Studi kasus di
Pengadilan Negeri Surakarta ).
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi salah satu
persyaratan untuk menempuh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan Hukum ini membahas tentang pelaksanaan Conservatoir Beslag
( sita jaminan ) dan Eksekutorial Beslag ( sita eksekusi ) di Pengadilan Negeri
Surakarta, selain itu dalam penelitian ini akan dibahas tentang hambatan –
hambatan dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) dan
Eksekutorial Beslag ( sita eksekusi ), beserta pemecahan masalah hambatan
Conservatoir Beslag dan Eksekutorial Beslag juga tentang penggantian obyek
yang disita jaminan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa, tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak tidaklah mungkin skripsi ini dapat tersusun. Sehingga pada kesempatan ini
pula perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang
telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan
bagi tersusunnya skripsi ini.
3. Bapak Kristyadi, SH. M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah
membimbing penulis selama studi di Fakultas Hukum UNS.
4. Bapak Yohanes Sugi Widarto, S.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta yang telah bersedia memberikan masukan – masukan bagi penulis.
5. Bapak Slamet Haryanto, S.H. selaku Panitera Pengadilan Negeri Surakarta
yang telah bersedia memberi masukan-masukan dan saran-saran dalam
penulisan skripsi ini.
6. Bapak Mustika Adi selaku Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta yang telah
bersedia menjadi nara sumber dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan umumnya dan ilmu hukum khususnya kepada penulis sehingga
dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis
amalkan dalam kehidupan masa depan penulis.
8. Ayahanda dan Ibunda serta adik - adikku tercinta ( David, Adit, Vivi ) yang
telah memberikan segalanya kepada penulis.
9. Kekasihku tercinta Astri terima kasih untuk semangat, bantuan, dan
kesabarannya kepada penulis.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan pikiran maupun tenaga baik berupa dorongan pikiran maupun
tenaga, sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi ini masih banyak kekurangannya,
oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Surakarta, Februari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. iii
HALAMAN MOTTO................................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI.............................................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. x
ABSTRAK................................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B. Perumusan Masalah........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 5
E. Metode Penelitian.............................................................................. 6
F. Sistematika Penulisan........................................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 15
A. Kerangka Teori.................................................................................. 15
1. Tinjauan Tentang Hukum Acara Perdata ..................................... 15
a. Pengertian Hukum Acara Perdata.......................................... 15
b. Permohonan Dan Gugatan ..................................................... 15
2. Tinjauan Tentang Conservatoir Beslag ....................................... 16
a. Pengertian Conservatoir Beslag............................................. 16
b. Pelaksanaan Conservatoir Beslag .......................................... 26
c. Kegunaan Beslag Terhadap Barang yang Dibeslag............... 28
3. Tinjauan Tentang Eksekutorial Beslag ........................................ 29
a. Pengertian Eksekutorial Beslag ............................................. 29
b. Pelaksanaan Eksekutorial Beslag........................................... 33
c. Kegunaan Eksekutorial Beslag .............................................. 35
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 36
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 39
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 39
1. Sengketa Perkara No 30/Pdt.G/1997/PN.Ska. ............................. 39
2. Prosedur Conservatoir Beslag ( Sita Jaminan ) ........................... 40
3. Prosedur Eksekutorial Beslag ( Sita Eksekusi ) ........................... 43
B. Pembahasan....................................................................................... 44
1. Pelaksanaan Conservatoir Beslag ............................................... 44
2. Pelaksanaan Eksekutorial Beslag ............................................... 49
3. Hambatan Dalam Pelaksanaan Conservatoir Beslag dan
Eksekutorial Beslag serta Pemecahan Masalah .......................... 54
4. Obyek Sengketa yang di Conservatoir Beslag diganti dengan
Obyek Lain.................................................................................. 60
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 62
A. Kesimpulan........................................................................................ 62
B. Saran-Saran ....................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Surat Ijin Penelitian.
Lampiran II Surat Keterangan Penelitian.
Lampiran III Penetapan Sita Jaminan No. 30/Pdt. G/1997/PN. Ska.
Lampiran IV Berita Acara Sita Jaminan No. 30/Pdt. G/1997/PN. Ska.
Lampiran V Putusan Pengadilan Negeri No. 30/Pdt. G/1997/PN. Ska.
Lampiran VI Penetapan Sita Eksekusi No. 02/Eks/2004/PN. Ska.
Lampiran VII Berita Acara Sita Eksekusi No. 02/Eks/2004/PN. Ska jo
No. 30/Pdt. G/1997/PN. Ska.
ABSTRAK
EKO FEBRIANTO, E. 1103062, PELAKSANAAN CONSERVATOIR BESLAG DAN EKSEKUTORIAL BESLAG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA ( STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA ), FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET. SURAKARTA. PENULISAN HUKUM (SKRIPSI).2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) dan Eksekutorial Beslag ( sita eksekusi ) di Pengadilan Negeri Surakarta, selain itu dalam penelitian ini akan dibahas tentang hambatan – hambatan dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) dan Eksekutorial Beslag ( sita eksekusi ), beserta pemecahan masalah hambatan Conservatoir Beslag dan Eksekutorial Beslag juga tentang penggantian obyek yang disita jaminan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat diskriptif. Lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara dan studi kepustakaan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil sebagai berikut :
Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa dasar hukum pelaksanaan Conservatoir Beslag di Pengadilan Negeri Surakarta berdasarkan ketentuan pasal 197 HIR, 227 HIR dan pasal 261 jo pasal 206 RBG, dan dasar hukum pelaksanaan Eksekutorial Beslag berdasarkan pasal 197, 198 dan pasal 199 HIR atau pasal 208, 209 dan pasal 210 RBG. Pelaksanaan Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) berdasarkan penetapan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri sedangkan pelaksanaan Eksekutorial Beslag ( sita eksekusi ) berdasarkan atas penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri. Penunjukan juru sita berdasarkan atas surat perintah dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (Conservatoir Beslag) dan Ketua Pengadilan (Eksekutorial Beslag) dalam penetapannya. Dalam pelaksanaanya juru sita harus menyertakan dua orang saksi dan aparat Desa maupun Kecamatan setempat. Juru sita setelah melakukan penyitaan diwajibkan untuk membuat berita acara, dimana berita acara ini adalah satu – satunya bukti otentik yang harus dipertanggungjawabkan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri (Conservatoir Beslag) dan Ketua Pengadilan (Eksekutorial Beslag). Tanpa adanya berita acara dianggap penyitaan tersebut tidak pernah terjadi.
Hambatan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Conservatoir Beslag yaitu belum tentu sertifikat atas nama tergugat, barang yang hendak di sita sudah ditanggungkan dalam hak tanggungan, barang yang hendak di sita merupakan barang milik bersama ( warisan ), sedangkan pemecahan masalahnya harus diteliti dahulu dalil penggugat maupun tergugat, mengajukan kembali permohonan sita jaminan kepada majelis hakim Pengadilan Negeri atas benda atau obyek sengketa yang lain yang masih dimiliki oleh tergugat, diperlukan
terlebih dahulu pendekatan –pendekatan kepada ahli – ahli warisnya agar obyek sengketa tersebut dapat disita. Hambatan dalam Eksekutorial Beslag yaitu biaya pelaksanaan, tereksekusi tidak mau menandatangani berita acara sita eksekusi, adanya permohonan penangguhan eksekusi, pengerahan massa, verset, peninjauan kembali. Sedangkan pemecahan masalahnya sebagai berikut pihak yang menang mencari penyandang dana dan diberi berapa persen atas obyek sengketa, dengan bantuan dari aparat kepolisian agar pihak tereksekusi mau menandatangani berita acara eksekusi, permohonan penangguhan eksekusi dikabulkan oleh Ketua Pengadilan Negeri maka eksekusi dapat ditunda dengan suatu alasan – alasan tertentu, dengan bantuan pihak kepolisian, harus mempunyai alasan-alasan yang kuat agar dapat diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri, adanya bukti baru novum yang dapat memperkuat pihak tergugat eksekusi dapat ditunda. Penggantian barang atau obyek sengketa yang disita jaminan dapat dilakukan dengan ketentuan Majelis Hakim Pengadilan Negeri mengijinkan untuk diganti dengan dibuatkan penetapan kembali oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri, nilai obyek yang diganti harus seimbang atau mendekat nilai yang sama, adanya kesepakatan antara pemohon sita dengan tersita.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Indonesia merupakan salah satu negara didunia yang menjunjung
tinggi hukum, dalam tindakannya harus selalu didasarkan pada hukum atau
peraturan – peraturan yang memang diciptakan untuk mengatur suatu tatanan
di dalam pemerintahan, termasuk juga warga negaranya dalam tindakan harus
selalu didasarkan pada hukum atau peraturan – peraturan yang memang
diciptakan untuk itu.
Segala tingkah laku yang diperbuat warga masyarakat dan aparat
pemerintah Indonesia haruslah berpedoman pada hukum dan ketentuan yang
berlaku, untuk itu didalam memperlakukan seluruh warganya pemerintah akan
selalu berbuat adil, adil dalam hal ini adalah semua warganya memperoleh hak
– haknya seimbang dengan kewajiban yang telah dilaksanakan. Tidak
diperkenankan seseorang mengurangi dan menguasai hak – hak orang lain
tanpa terlebih dahulu melakukan kewajiban tertentu.
Sengketa terjadi apabila seseorang menguasai atau mengurangi hak
orang lain yang berkaitan dengan mempertahankan hak yang bersangkutan.
Dalam hal itu adakalanya para pihak didalam menyelesaikannya dengan cara
kekeluargaan ( perdamaian ) akan tetapi tidak jarang dari para pihak yang
bersangkutan tersebut menyertakan perkaranya ke Pengadilan Negeri untuk
diselesaikan. Pihak Pengadilan ini dengan segala pertimbangan yang ada
berusaha menjatuhkan putusan yang seadil – adilnya atau paling tidak
mendekati rasa keadilan itu sendiri. Pada umumnya suatu penyelesaian perkara
diawali dengan penggunaan Pengadilan Negeri sebagai salah satu lembaga
yang mengupayakan keadilan bagi masyarakat pada tingkat pertama.
Membuat putusan yang adil dan memuaskan para pihak tidaklah
mudah, hakim harus mempertimbangkan serta memperhatikan segala sesuatu
secara matang. Dalam suatu perkara perdata yang diawali dengan suatu
gugatan ( ada juga yang diawali dengan permohonan ) selalu berkaitan dengan
barang pada umumnya, dalam mempertimbangkan proses yang dipergunakan
hakim cukup lama. Adakalanya selama proses pemeriksaan perkara yang
bersangkutan berlangsung, salah satu pihak ( pada umumnya penggugat )
mengajukan permohonan Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) dengan
pertimbangan – pertimbangan tertentu, antara lain bahwa barang – barang yang
menjadi obyek sengketa yang pada saat itu masih dikuasai oleh tergugat agar
tidak dipindah tangankan kepada orang lain atau pihak lain.
Permohonan Conservatoir Beslag selalu dikabulkan, hal ini sesuai
dengan pendapat Adi Andojo Soetjipto bahwa " Hakim selalu mengabulkan
Conservatoir Beslag "( Adi Andojo Soetjipto, 1974 : 4 ). Kemungkinan
tersebut memang logis karena hakim ingin mengetahui kebenaran materiil
secara tegas akan menunjuk siapa yang berhak atas barang sengketa dan berapa
bagian yang harus diberikan.Conservatoir Beslag dapat dikenakan kepada
barang bergerak milik debitur, barang tetap milik debitur dan barang bergerak
milik debitur yang ada ditangan orang lain.
Penggugat akan merasa sangat dirugikan apabila obyek sengketa
telah dijual, disamping penggugat akan dirugikan dengan hal – hal yang
memungkinkan dilakukan tergugat atas barang – barang obyek sengketa.
Perbuatan tergugat tersebut juga dapat menjadi penyebab terhambatnya
perwujudan keadilan yang diupayakan oleh Hakim Pengadilan Negeri.
Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Hukum
Acara Perdata Indonesia, yang berkaitan dengan Conservatoir Beslag
dinyatakan sebagai berikut, penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk
menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang – barang yang disita
untuk kepentingan kreditur ( penggugat ) dibekukan, ini berarti bahwa barang –
barang itu disimpan ( diconserveer ) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan
atau dijual ( pasal 197 ayat 9, 199 H.I.R., 214 Rbg ) ( Sudikno Mertokusumo,
2002 : 83 )
Peletakan Consevatoir Beslag bertujuan agar selama proses
pemeriksaan perkara perdata dilakukan barang yang menjadi obyek sengketa
dan selama ini dikuasai oleh pihak tergugat tetap utuh, sampai adanya putusan
dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri yang mempunyai kekuatan hukum yang
tetap, terutama yang berkaitan dengan penyitaan barang, yang bersangkutan
akan tetap dapat melaksanakan sebagai mana mestinya.
Proses pengabulan permohonan suatu beslag, termasuk
Conservatoir Beslag ini juga memerlukan waktu. Pada masa waktu
pertimbangan permohonan beslaag inilah dapat terjadi peralihan barang –
barang yang menjadi obyek sengketa kepada pihak lain oleh tergugat, dan
kemungkinan ini akan selalu ada.
Perjuangan dari penggugat tidak berhenti sampai disitu saja,
setelah putusan dari Ketua Pengadilan Negeri sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap maka proses selanjutnya adalah sita eksekusi ( sita
Eksekutorial ) terhadap barang – barang tergugat guna memenuhi tuntutan dari
penggugat.
Pelaksanaan putusan ( eksekusi ) memerlukan bantuan dari pihak
yang dikalahkan, artinya pihak yang bersangkutan harus dengan sukarela
melaksanakan putusan itu. Melaksanakan putusan berarti bersedia memenuhi
kewajiban untuk berprestasi yang dibebankan oleh Hakim lewat putusannya.
Pihak yang kalah tidak mau atau lalai melaksanakan putusan
hakim, pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang memutus perkara itu baik secara lisan maupun tertulis,
supaya putusan dilaksanakan.Untuk itu Ketua menyuruh memanggil pihak
yang kalah serta memperingatkan supaya ia melaksanakan putusan itu selambat
– lambatnya dalam tempo delapan hari ( pasal 196 H.I.R – 207 Rbg ).
Pihak yang kalah dalam tempo delapan hari sejak putusan hakim
ditetapkan tidak segera melaksanakan putusan dan setelah dipanggil dengan
patut tidak segera menghadap, maka Ketua Pengadilan Negeri karena
jabatannya memerintahkan secara tertulis supaya melakukan penyitaan atas
barang – barang bergerak milik pihak yang kalah, sejumlah harga yang harus
dibayarkan ditambah ongkos pelaksanaan putusan. Apabila barang bergerak
tidak ada atau tidak mencukupi, maka dilaksanakan penyitaan barang – barang
yang tidak bergerak ( pasal 197 ayat 1 H.I.R – 208 Rbg ). Penyitaan ini disebut
juga dengan sita eksekutorial ( Eksekutorial Beslag ). ( Abdulkadir
Muhammad, 1990 : 215 ).
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis mengangkat dalam suatu
penulisan hukum ( skripsi ) dengan judul " PELAKSANAAN
CONSERVATOIR BESLAG DAN EKSEKUTORIAL BESLAG DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA " ( Studi Kasus Di Pengadilan
Negeri Surakarta ).
B. Perumusan Masalah.
Berdasarkan pada pemikiran latar belakang masalah di atas, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pelaksanaan Conservatoir Beslag agar barang atau
obyek sengketa tidak dipindah tangankan atau dijual ?
2. Bagaimana proses pelaksanaan Eksekutorial Beslag sebagai bentuk
pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri yang sudah mempunyai kekuatan
hukum tetap ?
3. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag dan
Eksekutorial Beslag, serta bagaimana pemecahan masalah hambatan
tersebut ?
4. Dapatkah barang atau obyek sengketa yang di Conservator Beslag diganti
dengan barang atau obyek lain ?
C. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian
yang akan dicapai adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui pelaksanaan Conservatoir Beslag dan Eksekutorial
Beslag.
b. Untuk mengetahui hambatan serta pemecahan masalah dalam
pelaksanaan Conservatoir Beslag dan Eksekutorial Beslag.
c. Untuk mengetahui obyek sengketa yang di Conservatoir Beslag
dapatkah diganti dengan barang atau obyek lain.
2. Tujuan Subyektif :
a. Untuk memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam
menyusun karya ilmiah untuk memenuhi persyaratan yang diwajibkan
dalam meraih gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan
pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan
praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis.
c. Untuk memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu
hukum.
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis :
a. Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan berguna untuk
memberikan masukan terhadap pengembangan ilmu hukum,
khususnya yang berhubungan dengan hukum acara perdata mengenai
suatu proses pelaksanaan Conservatoir Beslag dan Eksekutorial
Beslag.
b. Penelitian ini diharapkan untuk menambah perbendaharaan literatur
dibidang Hukum Acara Perdata.
c. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperluas wawasan peneliti
serta pengalaman nyata dibidang ilmu hukum.
2. Manfaat Praktis :
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi masukan yang
berharga bagi para praktisi penegak hukum khususnya di Pengadilan
Negeri Surakarta dalam hal pelaksanaan Conservatoir Beslag dan
Eksekutorial Beslag. agar dapat berjalan lebih baik. Selain itu hasil dari
penelitian ini dapat juga dijadikan bahan ilmiah dalam penelitian lebih
lanjut dimasa mendatang.
E. Metode Penelitian.
Metode penelitian adalah “suatu tulisan atau karangan mengenai
penelitian disebut ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok
pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis
dengan menggunakan pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu
dilakukan dengan cara yang obyektif dan telah melalui berbagai tes dan
pengujian” (Winarno Surakhmad, 1990 : 26).
Peranan metode penelitian dalam sebuah penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau
melaksanakan secara lebih baik dan lengkap.
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian
inter-disipliner.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang
belum diketahui.
4. Memberikan pedoman mengorganisasikan serta mengintegrasikan
pengetahuan mengenai masyarakat ( Winarno Surakhmad, 1990 : 27).
Beberapa hal yang menjadi bagian dari metode dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian empiris atau dapat disebut
pula dengan penelitian lapangan karena bertitik tolak pada data primer
yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama
dengan melalui penelitian lapangan ( Bambang Waluyo, 1991 : 16 ) dan
penelitian ini juga didukung dengan data sekunder agar hasil yang
diharapkan baik.
Penulis melakukan penelitian dengan mencari perkara-perkara
perdata khususnya tentang sita jaminan maupun kelanjutannya sita
eksekusi, kemudian melakukan analisis terhadap perkara No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta literatur-literatur.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang penulis susun adalah termasuk penelitian yang
bersifat deskriptif. Penelitian Deskriptif adalah suatu penelitian yang
dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,
keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah tertutama
mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-
teori lama, atau di dalam kerangka penyusun teori baru ( Soerjono
Soekanto, 1986 : 10).
Penelitian ini disajikan data seteliti mungkin tentang pelaksanaan
Conservatoir Beslag dan Eksekutorial Beslag, hambatan dalam
pelaksanaan Conservatoir Beslag dan Eksekutorial Beslag beserta
pemecahan masahnya dan penggantian obyek sengketa yang telah disita
jaminan ( dalam hal ini di Pengadilan Negeri Surakarta ).
Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya
sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi
analisa dan interprestasi data yang pada akhirnya dapat diambil
kesimpulan- kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu.
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan
yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data-data yang
dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilakunya yang
nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh ( Soerjono Soekamto,
1986 : 250). Pendekatan kualitatif ini penulis gunakan karena beberapa
pertimbangan, antara lain :
a. Metode ini mampu menyesuaikan secara lebih mudah untuk
berhadapan dengan kenyataan.
b. Metode ini lebih peka dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
4. Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah di Pengadilan
Negeri Surakarta yang beralamat di Jalan Brigadir Jenderal Slamet Riyadi
Nomor 290 Surakarta., dengan pertimbangan bahwa sengketa sita jaminan
sampai pada sita eksekusi di Surakarta cukup banyak.
5. Jenis Data.
Jenis data yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah :
a. Data Primer.
Data primer adalah data yang diperoleh dilapangan ketika
mengadakan penelitian. Dalam hal ini data diperoleh dari hasil
wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Bapak
Yohanes Sugi Widarto, Panitera Pengadialn Negeri Surakarta yaitu
Slamet Haryanto, dan Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta yaitu
Mustika Adi.
b. Data Sekunder.
Data sekunder merupakan data yang menunjang dan
mendukung data primer, data ini diperoleh dari Pengadilan Negeri
Surakarta yang meliputi Berita Acara Sita Jaminan Nomer :
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomer :
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, Berita Acara Sita Eksekusi Nomer :
02/Eks/2004/PN.Ska Jo No :30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
6. Sumber Data.
a. Sumber data primer.
Sumber data primer yaitu Bapak Yohanes Sugi Widarto,
Panitera Pengadialn Negeri Surakarta yaitu Slamet Haryanto, dan Juru
sita Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Mustika Adi.
b. Sumber data sekunder.
Sejumlah data-data keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh
secara langsung dan tidak langsung melalui studi pustaka yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data sekunder dalam penulisan hukum (skripsi) ini
berupa Berita Acara Sita Jaminan Nomer : 30/Pdt.G/1997/PN.Ska,
Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomer : 30/Pdt.G/1997/PN.Ska,
Berita Acara Sita Eksekusi Nomer : 02/Eks/2004/PN.Ska Jo No
:30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
7. Tehnik Pengumpulan Data.
a. Wawancara.
Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk
memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu
(Burhan Ashshofa, 2001: 95). Dalam hal ini wawancara dilakukan
dengan tujuan memperoleh keterangan-keterangan yang jelas tentang
pelaksanaan sita jaminan dan sita eksekusi. Dalam suatu wawancara
terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan yang berbeda, yaitu
pencari informasi yang biasa disebut dengan pewawancara atau
interviewer, dalam hal ini adalah penulis dan pihak lain adalah
informan atau responden, dalam hal ini adalah Hakim, Panitera dan
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta.
Teknik pelaksanaan wawancara adalah dengan wawancara
tidak berencana ( tidak berpatokan ), yakni penulis dalam mengajukan
pertanyaan tidak terikat pada aturan-aturan yang ketat. Penulis terlebih
dahulu membuat pokok – pokok pertanyaan yang ingin ditanyakan
kepada nara sumber (Hakim, Panitera dan Juru sita Pengadilan Negeri
Surakarta. ).
b. Studi Kepustakaan.
Studi kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dengan
jalan membaca, mempelajari, memahami dan membuat catatan –
catatan yang diperlukan dari buku – buku literatur, dokumen, serta
peraturan perundangan yang ada hubungannya dengan obyek yang
diteliti yaitu Berita Acara Sita Jaminan Nomer :
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomer :
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, Berita Acara Sita Eksekusi Nomer :
02/Eks/2004/PN.Ska Jo No :30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
8. Analisis data
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan
pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2002:103). Penulis menggunakan
model analisis interaktif (interaktif model of analisis), yaitu data yang
dikumpulkan akan dianalisa melalui tiga tahap, yaitu mereduksi data,
menyajikan data dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan
suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan
berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung
penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo, 2002 :35).
Tiga tahap tersebut adalah :
a. Reduksi Data
Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian
yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan
pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus - menerus sampai
laporan akhir penelitian selesai.
b. Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset
dapat dilaksanakan.
c. Menarik Kesimpulan
Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi
berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencatatan
peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-konfigurasi yang
mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan (HB.
Sutopo, 2002:37).
Berikut ini penulis memberikan ilustrasi bagan dari tahap
analisis data, model analissa interaktif ( interactive model of analisis )
menurut H.B Sutopo :2002 ) seperti berikut :
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam skema di bawah ini :
Gambar 1 : Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif
(H.B. Sutopo, 2002: 96).
Dengan model analisis ini maka peneliti harus bergerak
diantara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data,
selanjutnya bolak balik diantara kegiatan reduksi, penyajian dan
penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitian. Aktivitas yang
dilakukan dengan proses itu komponen-komponen tersebut akan
didapat yang benar-benar mewakili dan sesuai dengan permasalahan
yang diteliti. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan disajikan
secara deskriptif, yaitu dengan jalan apa adanya sesuai dengan
masalah yang diteliti dan data yang diperoleh. Setelah semua data
dikumpulkan, kemudian penulis mengambil kesimpulan dan langkah
tersebut tidak harus urut tetapi berhubungan terus menerus sehingga
membuat siklus (HB.Sutopo, 2002:13).
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan
Penyajian Data
F. Sistematika Penulisan.
Guna memudahkan pembahasan dan pemahaman terhadap isi
penulisan ini maka sistematika penulisannya disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada awal bab ini penulis berusaha memberikan gambaran awal
tentang penelitian yang meliputi latar belakang masalah tujuan dan
manfaat penelitian metodologi penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini dan sistematika penulisan hukum untuk memberikan
pemahaman terhadap isi penelitian ini secara garis besar.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka
pemikiran. Kerangka teori meliputi tinjauan tentang hukum acara
perdata yang terdiri dari pengertian hukum acara perdata serta
permohonan dan gugatan, tinjauan tentang Conservatoir Beslag
yang terdiri dari pengertian Conservatoir Beslag, pelaksanaan dan
proses Conservatoir Beslag, kegunaan beslag terhadap barang
yang dibeslag. Disini juga akan dikemukakan tinjauan tentang
Eksekutorial Beslag yang terdiri dari pengertian Eksekutorial
Beslag, pelaksanaan dan proses Eksekutorial Beslag, kegunaan
Eksekutorial Beslag.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini penulis akan menyajikan pembahasan berdasarkan
rumusan masalah, yaitu pelaksanaan Conservatoir Beslag dan
Eksekutorial Beslag, hambatan dalam pelaksanaan Conservatoir
Beslag dan Eksekutorial Beslag serta pemecahan masalahnya,
dan barang atau obyek sengketa yang di Conservatoir Beslag
tersebut diganti dengan barang atau obyek lainnya.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan
kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil
penelitian dan saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori.
1. Tinjauan Tentang Hukum Acara Perdata.
a. Pengertian Hukum Acara Perdata.
Menurut Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata yang
dimaksud dengan hukum acara perdata atau hukum perdata formil yaitu
kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana
melaksanakan hak – hak dan kewajiban – kewajiban perdata sebagaimana
yang diatur dengan hukum perdata materiil (Retnowulan Sutantio dan
Iskandar Oeripkartawinata, 2005 : 1 ).
Sudikno Mertokusumo berpendapat, bahwa hukum acara perdata
adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimananya cara menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim (Sudikno
Mertokusumo, 2002 : 2 ).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum
acara perdata yaitu Suatu peraturan hukum yang mengatur cara penyelesaian
sengketa tentang hak dan kewajiban perdata setiap orang maupun badan
hukum sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil dengan
perantara hakim.
b. Permohonan dan Gugatan.
Hukum acara perdata mengenal dua macam dalam mengajukan
tuntutan hak yaitu melalui permohonan dan gugatan. Dalam perkara
permohonan tidak ada sengketa, dimana pihak yang berkepentingan yang
disebut dengan pemohon mengajukan permohonan kepada hakim, hakim
tersebut mengeluarkan suatu penetapan atau disebut dengan puusan
declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menetapkan, menerangkan saja.
Sedangkan dalam perkara gugatan ada suatu sengketa atau konflik yang
harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan.
Suatu gugatan ada seorang atau lebih yang merasa bahwa haknya
atau hak mereka telah dilanggar, akan tetapi orang yang dirasa melanggar
haknya atau hak mereka itu tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu
yang diminta itu, untuk menentukan siapa yang benar dan berhak diperlukan
adanya putusan hakim.
2. Tinjauan Tentang Conservatoir Beslag.
a. Pengertian Conservatoir Beslag.
Seseorang mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri, bukan
saja ia mengharapkan agar memperoleh putusan yang menguntungkan
baginya, namun disamping itu pula bahwa putusan tersebut pada akhirnya
dapat dilaksanakan, sebab dengan pelaksanaan putusan pengadilan inilah
hak perdata penggugat yang telah dirugikan oleh tergugat dipulihkan secara
nyata.
Putusan pengadilan yang telah mengabulkan tuntutan penggugat,
meskipun sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap bisa saja tidak
dapat dilaksanakan, misalnya karena barang atau obyek yang
dipersengketakan sudah tidak ada lagi ditangan pihak yang dikalahkan, atau
dalam hal pembayaran sejumlah uang, pihak yang kalah ( tergugat ) sudah
tidak mempunyai harta kekayaan. Oleh karena itu dalam hukum acara
perdata terkhusus dalam undang – undangnya menyediakan upaya hukum
bagi penggugat agar terjamin haknya apabila gugatannya dikabulkan. Upaya
hukum yang dapat ditempuh oleh penggugat adalah Conservatoir Beslag (
sita jaminan ).
Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo Conservatoir Beslag
adalah suatu tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya
putusan perdata. Barang – barang yang disita untuk kepentingan kreditur (
penggugat ) dibekukan, ini berarti bahwa barang – barang itu disimpan (
diconserveer ) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual ( pasal
197 ayat 9, 199 H.I.R., 214 Rbg ). ( Sudikno Mertokusumo, 2002 : 83 ).
Berdasarkan pernyataan Sudikno Mertokusumo tentang pengertian
Conservatoir Beslag, bahwa salah satu dari tujuan Beslag khususnya
Conservatoir Beslag adalah tindakan persiapan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan perdata. Barang – barang yang dibeslaag untuk
kepentingan kreditur atau penggugat dibekukan, ini berarti bahwa barang –
barang obyek sengketa yang bersangkutan disimpan ( diconserveer ) untuk
jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual.
Sita jaminan hendaknya selalu dimohon agar diletakkan terutama
dalam perkara – perkara besar. Kalau penyitaan tidak pernah dimohonkan
oleh penggugat, maka berdasarkan pasal 178 ayat ( 3 ) HIR / 189 ayat ( 3 )
RBg, hakim dilarang akan menjatuhkan putusan atas perkara yang tiada
dituntut ( Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997 : 99 ).
Sita jaminan itu sendiri diatur dalam pasal 227 HIR, yaitu :
(1). Jika ada sangka yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi
belum dijatuhkan putusan hakim yang mengalahkan belum boleh
dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau melarikan
barangnya, baik yang tetap, baik yang tidak tetap dengan maksud akan
menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka atas surat perintah
dari orang yang berkepentingan bolehlah Ketua Pengadilan Negeri
memberi perintah, supaya disita barang itu akan menjaga hak orang
yang akan memasukkan permintaan itu, dan harus diberitahukan
kepada sipeminta akan menghadap persidangan pengadilan negeri
yang akan datang untuk menerangkan dan menguatkan gugatannya.
(2). Maka orang yang berhutang harus dipanggil atas permintaan ketua,
akan menghadap persidangan itu juga.
(3). Tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan tentang
peraturan yang dalam hal itu yang harus diturut, serta akibat yang
berhubung dengan itu, berlaku juga pasal 197, 198, 199.
(4). Pada hari yang ditentukan untuk perkara itu, maka perkara dijalankan
seperti biasa. Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan,
jika itu ditolak, maka diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.
(5). Perilah mencabut sita itu selamnya boleh diminta jika diadakan
jaminan atau tanggungan lain yang cukup. ( R.Tresna, 2001 : 192 )
Berdasarkan ketentuan yang termuat dalam pasal 227 ( 1 ) H.I.R.,
perihal sita Conservatoir dapat dimohonkan oleh penggugat sebelum
dijatuhkan putusan atau sudah ada putusan, akan tetapi putusan tersebut
belum dapat dijalankan. ( Retnowulan Sutantio dan Iskandar
Oeripkartawinata, 1997 : 100 ).
Permohonan sita jaminan ini apabila dikabulkan, maka dapat
dinyatakan sah dan berharga ( Van Waarde Verklaard ) dalam putusan. Sita
jaminan ini tidak meliputi seluruh harta kekayaan daripada debitur atau
tergugat, tetapi hanya beberapa barang tertentu saja yang dilakukan oleh
seorang kreditur. ( Sudikno Mertokusumo, 2002 : 84 ).
Penyitaan ( Beslag ) sendiri terdiri atas beberapa macam, sehingga
untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan keseluruhan tentang Beslag
yang ada, serta yang pernah dilakukan dalam prakteknya.
1). Revindicatoir Beslag
Perkataan revindikatoir berasal dari kata revindiceer yang
berarti mendapatkan, jadi revindicatoir beslag berarti penyitaan untuk
mendapatkan kembali ( Riduan Syahrani, 2000 : 55 ).
Revindikatoir Beslag menurut Sudikno Mertokusumo adalah
Pemilik barang bergerak yang barangnya ada ditangan orang lain
dapat minta, baik secara lisan maupun tertulis kepada Ketua
Pengadilan Negeri ditempat orang yang memegang barang tersebut
tinggal agar barang tersebut disita. ( Sudikno Mertokusumo, 2002 :
84 ).
Revindicatoir Beslag diatur dalam pasal 226 HIR, sebagai berikut :
(1). Orang yang empunya barang yang tidak tetap, boleh minta
dengan surat dan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri
yang berkuasa ditempat diam atau tinggal orang yang memegang
barang itu, supaya barang itu disita.
(2). Barang yang hendak disita itu harus diterangkan dengan seksama
dalam permintaan itu.
(3). Jika permintaan itu diluluskan, maka hal menyita itu dilakukan
menurut surat perintah ketua. Tentang orang yang harus
menjalankan penyitaan itu dan tentang aturan yang dituntut,
berlaku juga pasal 97.
(4). Panitera pengadilan dengan segera memberitahukan penyitaan itu
kepada orang yang memasukkan permintaan, sambil
menerangkan kepadanya, bahwa ia harus menghadap
persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu, untuk
menerangkan dan meneguhkan gugatannya.
(5). Orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil
atas perintah ketua akan menghadap persidangan itu.
(6). Pada hari yang ditentukan untuk perkara itu, maka perkara
dijalankan seperti biasa dan diputuskan.
(7). Jika dakwa itu diterima, maka penyitaan itu disahkan dan
diperintahkan supaya barang yang disita itu diserahkan kepada
sipenggugat, sedang kalau gugatan itu ditolak harus
diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu. ( R. Tresna, 2001 :
189 )
Ketentuan pasal 226 HIR dengan tegas dinyatakan, bahwa
pemilik barang yang tidak tetap atau bergerak dapat saja mengajukan
permohonan kepada hakim baik tertulis maupun lisan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dimana pemegang barang yang dimintakan untuk
disita tersebut tinggal, sepanjang nama barang yang akan disita itu
dicantumkan secara cermat dalam permohonan yang bersangkutan.
Pengadilan Negeri menerima permohonan yang dimaksud,
maka panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan harus
memberitahukan kepada pemohon sita, agar ia mau datang ke
Pengadilan Negeri untuk menguatkan permintaan itu. Selain itu orang
yang memegang barang yang dibeslag juga dipanggil ke Pengadilan
Negeri.
Setiap orang yang mempunyai hak reklame, yaitu hak
daripada penjual barang bergerak untuk minta kembali barangnya
apabila harga tidak dibayar, dapat mengajukan sita revindicatoir (
pasal 1145 KUHPerdata ). Tuntutan revindikatoir ini dapat dilakukan
langsung terhadap orang yang menguasai barang sengketa tanpa
minta pembatalan dahulu tentang jual beli dari barang yang
dilakukan, oleh orang tersebut dengan pihak lain.
Revindicatoir Beslag dapat dimintakan terhadap barang
bergerak milik pemohon ( Penggugat atau Kreditur ), sedangkan
untuk tetap tidak dapat disita secara Revindicatoir, oleh karena
kemungkinan dialihkannya atau diasingkannya barang tetap pada
umumnya tidak ada atau kecil, disebabkan karena pada umumnya
peralihan atau pengasingan barang tetap itu tidak semudah peralihan
barang bergerak ( Sudikno Mertokusumo, 2002 : 85 ).
Akibat hukum dari sita revindicatoir adalah pemohon atau
penyita barang tidak dapat menguasai barang yang telah disita,
sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkannya.
2). Conservatoir Beslag
Merupakan suatu tindakan persiapan dari pihak penggugat
dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri, untuk
menjamin dilaksanakannya putusan perdata dengan menguangkan atau
menjual barang tergugat yang disita guna memenuhi tuntutan
penggugat.
Penyitaan ini hanya dapat terjadi berdasarkan perintah Majelis
Hakim Pengadilan Negeri atas permintaan kreditur atau penggugat (
pasal 227 ayat 1 H.I.R, 261 ayat 1 Rbg ). Pengajuan sita jaminan ini
haruslah ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang
selama belum dijatuhkan putusan oleh Hakim atau selama putusan
belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan
barangnya. Sita jaminan ini fungsinya tidak semata – mata untuk
menyimpan barang yang disita, tetapi untuk kemudian dijual, maka sita
jaminan apabila dikabulkan perlu memperoleh titel Eksekutorial,
sehingga perlu dinyatakan sah dan berharga didalam putusan.
Permohonan sita jaminan dapat diajukan dengan dua cara
yaitu bersama – sama dengan gugatan dan terpisah dengan gugatan.
Lazimnya permohonan sita jaminan itu diajukan sebelum dijatuhkan
putusan dan bersama – sama dengan gugatan, apabila hal ini dilakukan
maka pernyataan sah dan berharga itu dicantumkan dalam dictum
putusan Pengadilan Negeri.
Conservatoir Beslag ini dibagi menjadi beberapa macam,
seperti yang diuraikan sebagai berikut :
a). Conservatoir Beslag Atas Barang Bergerak Milik Debitur.
Barang bergerak yang disita ini biasanya masih berada
ditangan tergugat. Dan selama penyitaan berlangsung, pada
umumnya barang yang disita diharuskan tetap berada ditangan
tergugat atau tersita untuk disimpan atau dijaga serta dilarang untuk
dijual atau dialihkan ( pasal 197 ayat 9 H.I.R, 212 Rbg ). Jadi
dengan adanya sita Conservatoir itu tersita atau tergugat sebagai
pemilik barang yang disita kehilangan wewenangnya atas barang
miliknya.
Sita rangkap terhadap barang yang sama tidak berlaku pada
sita jaminan ini, misalnya ada dua kreditur mengajukan
permohonan sita jaminan atas barang bergerak terhadap seorang
debitur, maka kreditur yang kedua tidak diperkenankan untuk
menyita barang yang telah disita oleh kreditur pertama, kreditur
kedua dapat menyita barang debitur yang belum disita oleh kreditur
pertama. Para kreditur lainnya dapat mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk ikut serta dalam penentuan
pembagian hasil penjualan barang debitur yang telah disita ( pasal
204 ayat 1 H.I.R., 222 ayat 1 Rbg ).
Asas larangan sita rangkap ini yang disebut dengan saisie sur
saisie ne vaut lebih tegas dimuat dalam pasal 463 Rv, disini juru sita
dilarang menyita barang yang telah disita lebih dulu, yang dapat
dilakukannya ialah menyita barang – barang debitur yang belum
disita dan membuat berita acaranya ( proses verbaal van
vergelijking ) ( Sudikno Mertokusumo, 2002 : 90 ).
b). Conservatoir Beslag Atas Barang Tetap Milik Debitur.
Barang tetap atau tak bergerak sebenarnya sangat sulit
untuk dialihkan, selain prosedurnya tidak mudah juga pengalihan
barang tak bergerak ini harus dilakukan dengan bukti – bukti
otentik atau dibawah tangan yang disaksikan oleh pejabat dengan
dasar kehendak para pihak. Para pihak harus memberikan
keterangan dari mana barang tak bergerak ini diperoleh. Pengalihan
barang tak bergerak yang masih dalam sengketa akan sulit untuk
dialihkan, karena didalam prosesnya akan dapat diketahui, apakah
barang tersebut berada dalam sengketa atau tidak.
Penyitaan barang tetap harus diumumkan dengan memberi
perintah kepada Kepala Desa supaya penyitaan barang tetap itu
diketahui oleh orang banyak, dengan diumumkan pada suatu tempat
terbuka, kecuali itu salinan berita acara penyitaan didaftarkan pada
kantor pendaftaran tanah.
Pasal 198 HIR menentukan antara lain ” jika barang yang disita
barang tetap, maka proses verbal penyitaannya itu sudah dibukukan
menurut ordonansi tentang pemindahan barang tetap dan
membukukan hipotek atas barang itu di Hindia-Belanda” ( R.
Tresna, 2001 : 177 ).
Penyitaan barang tetap harus dilakukan oleh juru sita
ditempat barang – barang itu terletak dengan mencocokkan batas –
batasnya dan disaksikan oleh pamong desa. Penyitaan barang tetap
itu meliputi juga tanaman diatasnya serta hasil panen pada saat
dilakukan penyitaan, kalau barang tetap tersebut disewakan oleh
pemiliknya, maka panen itu menjadi milik penyewa. Sedangkan
sewa yang belum dibayarkan kepada pemilik barang tetap yang
disita, termasuk sita ( pasal 509 Rv ).
H.I.R tidak mengatur penyitaan barang tetap untuk disita
rangkap, akan tetapi didalam Rv lain ketentuannya tentang hal ini.
Asas saisie sur saisie ne vaut yang berlaku terhadap barang
bergerak ( pasal 463 Rv ) tidak berlaku terhadap barang tetap, jadi
barang tetap dapat disita rangkap ( pasal 515 Rv ) ( Sudikno
Mertokusumo, 2002 : 91 ).
c). Conservatoir Beslag Atas Barang Bergerak Milik Debitur yang Ada
Di Tangan Pihak Ke Tiga.
Seorang debitur mempunyai hutang kepada pihak ketiga,
maka kreditur untuk menjamin haknya dapat melakukan
permohonan Conservatoir Beslag pada barang bergerak milik
debitur yang ada dipihak ketiga, Conservatoir Beslag ini disebut
Derden Beslag, diatur dalam pasal 728 Rv.
Kreditur dapat menyita, akan tetapi dengan suatu akte
otentik atau akte dibawah tangan, uang dan barang yang merupakan
piutang debitur yang ada ditangan pihak ketiga. Dalam hal ini
diperbolehkan sita rangkap ( pasal 747 Rv ).
HIR tidak menganggap suatu Derden Beslag sebagai
Conservatoir Beslag, tetapi dianggap sebagai Eksekutorial Beslag.
Pasal 197 ayat 8 H.I.R. ( pasal 211 Rbg ) menentukan, bahwa
penyitaan barang bergerak milik debitur, termasuk uang dan surat –
surat berharga, meliputi juga barang bergerak yang bertubuh yang
ada ditangan pihak ketiga. Akan tetapi sita Conservatoir ini tidak
boleh dilakukan atas hewan dan alat – alat yang digunakan untuk
mencari mata pencaharian.( Sudikno Mertokusumo, 2002 : 92 ).
d) Pandbeslag ( Sita Gadai ).
Pandbeslaag ini dianggap sebagai Conservatoir Beslag,
apabila didasarkan pada tuntutan seperti yang ada pada pasal 1139
sub 2 KHUPer dan dijalankan atas barang – barang yang disebut
dalam pasal 1140 KHUPer.
Pasal 1139 sub 2 KUHPer menentukan “ Uang sewa dari
benda – benda tak bergerak, biaya perbaikan yang menjadi
kewajiban si penyewa, beserta segala apa yang mengenai kewajiban
memenuhi persetujuan sewa “.
Pendbleslag adalah semacam sita jaminan, yang
dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar
supaya diletakkan suatu sitaan terhadap perabot rumah tangga pihak
penyewa / tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa yang
harus dibayar ( pasal 751 Rv ). ( Retnowulan Sutantio dan Iskandar
Oeripkartawinata, 1997 : 107 ).
Pasal 1140 KUHPer, menentukan sebagai berikut :
Orang yang menyewakan dapat melaksanakan hak
istimewanya atas buah – buahan yang dengan cabang – cabangnya
yang masih melekat pada tanah atau akar – akar masih melekat pada
tanah, selanjutnya pada buah – buahan yang sudah maupun yang
belum dipetik yang masih berada diatas tanah untuk, lagi pula pada
segala apa yang berada diatas dipakai menghiasi rumah atau
perkebunan yang disewa, atau untuk mengolah atau mengerjakan
tanahnya, seperti ternak, perkakas pertanian, dan lain sebagainya, tak
peduli apakah benda tersebut diatas ini kepunyaan sipenyewa atau
pun tidak.
Jika si penyewa secara sah telah menyewakan lagi sebagian
dari barang sewaannya kepada orang lain, maka tak dapatlah pihak
yang menyewakan melaksanakan hak istimewanya atas benda –
benda yang berada didalam atau diatas bagian tersebut lebih jauh dari
pada menurut imbangan bagian yang dioper oleh si penyewa kedua
tersebut, dan sekedar orang yang disebut terakhir ini tidak dapat
menunjukkan bahwa ia telah membayar uang sewanya menurut
persetujuhan ( Subekti dan Tjitrosudibio, 2003 : 293 ).
Obyek sita gadai yang dimaksud adalah buah – buahan,
ternak pengolahan tanah pertanian atau alat – alat pertanian lainnya.
Siapa saja yang menyewakan rumah atau kebun dapat saja
menggunakan hak istimewanya terhadap buah – buahan atau lainnya
itu, kecuali apabila orang yang menyewakan kebun tersebut secara
sah telah menyewakan lagi pada pihak atau orang lain.
3). Eksekutorial Beslag
Pihak yang kalah apabila tidak mematuhi perintah, maka
Ketua Pengadilan Negeri memberi perintah dengan surat, supaya disita
sekian barang, jikalau barang demikian tidak ada atau ternyata tidak
mencukupi akan disita barang tidak bergerak kepunyaan orang yang
kalah itu, sehingga mencukupi untuk penggantian sejumlah uang yang
tersebut didalam putusan hakim itu dan semua ongkos – ongkos untuk
menjalankan putusan tersebut. Penyitaan ini disebut Eksekutorial Beslag
( Abdulkadir Muhammad, 1990 : 215 ).
b. Pelaksanaan Conservatoir Beslag.
Pelaksanaannya Conservatoir Beslag diawali dengan Penetapan
hakim Pengadilan Negeri tentang sita jaminan dimana dalam penetapan
tersebut disertakan surat perintah pelaksanaan sita yang dilakukan oleh
panitera atau juru sita.
Panitera atau juru sita akan menunjukkan surat perintah penyitaan
tersebut kepada pejabat setempat, dengan surat perintah Ketua Pengadilan
Negeri itu pula petugas penyitaan ( panitera atau juru sita ) dapat sebagai
pejabat umum yang menurut peraturan hukum diwajibkan menjalankan
suatu jabatan umum.
Pelaksanaan putusan itu dilakukan dengan penyitaan harta benda
milik pihak yang kalah. Penyitaan ini juga dilakukan oleh panitera atau
panitera pengganti dengan dibantu oleh dua orang saksi yang telah
memenuhi syarat dalam undang – undang. Panitera atau panitera pengganti
membuat berita acara ( openbare ambtenaar, public officer ) yang ditanda
tangani olehnya dan kedua saksi itu. Kepada orang yang dibeslaag
barangnya juga diberitahukan maksud dari penyitaan itu, apabila ia hadir (
Abdulkadir Muhammad, 1990 : 216 ).
Penyitaan barang bergerak ini tidak hanya dapat dilakukan terhadap
barang yang dikuasai orang yang kalah, yang kebetulan berada ditangan
orang lain, tetapi penyitaan ini tidak dapat dilakukan terhadap hewan dan
barang yang dipakai untuk menjalankan usahanya.
Panitera atau penggantinya ini juga dapat memutuskan apakah
barang – barang yang disita tersebut tetap harus diletakkan ditangan pihak
yang kalah atau ditempatkan pada suatu tempat lain yang dianggap layak
olehnya. Barang – barang sitaan tersebut dirasakan masih dapat disimpan
oleh orang yang kalah atau orang yang menguasainya, maka hal ini harus
diberitahukan kepada pejabat setempat, baik kepala kampung atau pihak
kepolisian, untuk turut menjaganya.
Khusus untuk penyitaan barang tak bergerak, berita acara penyitaan
yang dibuat juga diberitahukan kepada umum ( khalayak ramai ). Demikian
juga barang tak bergerak yang disita itu didaftarkan pada kantor pendaftaran
tanah ( seandainya adalah tanah ), maka salinan berita acara penyitaan juga
dibuat kepada pihak kantor pendaftaran tanah yang bersangkutan.
Terhitung sejak penyitaan barang – barang dimaksud diumumkan,
maka pihak yang disita barangnya itu tidak boleh lagi memindah tangankan,
membebani ataupun juga menyewakan barang – barang tersebut kepada
pihak lain.
c. Kegunaan Beslag Terhadap Barang yang Dibeslag.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kegunaan penyitaan antara lain
sebagai berikut( Sudikno Mertokusumo, 2002 : 84 ) :
1). Revindicatoir Beslag
Sita ini hanya berkaitan dengan barang bergerak yang
dikuasai oleh pihak ketiga, oleh pemiliknya ( penggugat ) selama
proses Pengadilan atau pemeriksaan perkara yang bersangkutan
berlangsung.
2). Conservatoir Beslag.
a). Conservatoir Beslag Atas Barang Bergerak Milik Debitur.
Kegunaan penyitaan ini adalah sebagai jaminan hak, dengan
kata lain suatu jaminan agar hak – hak dari penggugat yang ada
ditangan tergugat tetap dijaga atau tidak dialihkan.
b). Conservatoir Beslag Atas Barang Tetap Milik Debitur.
Debitur selaku tergugat mempunyai tanggungan yang harus
dilunasi kepada kreditur ( penggugat ). Apabila tergugat
dikhawatirkan akan mengalihkan barang – barang tak bergerak
miliknya ( yang dipergunakan untuk memenuhi piutang penggugat
). Penggugat juga dapat memintakan kepada hakim untuk
meletakkan Conservatoir Beslag, hanya saja proses penyitaannya
barang tetap ini berbeda dengan barang bergerak.
c). Conservatoir Beslag Atas Barang Bergerak Milik Debitur yang
Ada Di Tangan Pihak Ke Tiga.
Kegunaan dan tujuan sita ini juga sama, akan tetapi barang
bergerak yang harus disita tersebut bukan ditangan debitur (
penggugat ), melainkan pada saat proses pemeriksaan perkara
barang atau obyek sengketa ada ditangan pihak ketiga.
d). Pandbeslag ( Sita Gadai ).
Sita ini pada dasarnya hanya untuk menjamin barang –
barang yang ada ditangan debitur ( tergugat ) untuk pembayaran
uang sewa yang harus dibayar, penyitaan dilakukan terhadap
perabot rumah tangga penyewa serta buah – buahan yang melekat
pada pohon, ternak pengolah pertanian atau alat – alat pertanian.
3). Eksekutorial Beslag.
Sebagai pengganti dan jaminan jumlah uang yang semestinya
dibayar tergugat kepada penggugat. Pembayaran jumlah uang itu
nanti dapat dipenuhi setelah barang yang disita dijual lelang
3. Tinjauan Tentang Eksekutorial Beslag.
a. Pengertian Eksekutorial Beslag.
Menjalankan putusan Pengadilan tidak lain dari pada melaksanakan
isi putusan Pengadilan, yakni melaksanakan secara paksa putusan
Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (
tereksekusi ) tidak mau menjalankan secara sukarela ( M. Yahya Harahap,
1989 : 5 ).
Pihak yang kalah apabila tidak mematuhi perintah, maka Ketua
Pengadilan Negeri memberi perintah dengan surat, supaya disita sekian
barang, jikalau barang demikian tidak ada atau ternyata tidak mencukupi
akan disita barang tidak bergerak kepunyaan orang yang kalah itu, sehingga
mencukupi untuk penggantian sejumlah uang yang tersebut didalam putusan
hakim itu dan semua ongkos – ongkos untuk menjalankan putusan tersebut.
Penyitaan ini disebut Eksekutorial Beslag ( Abdulkadir Muhammad, 1990 :
215 ).
Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak pernah terpisahkan
dari pelaksanaan tata tertib beracara yang terkandung dalam HIR.
Eksekusi dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut :
1). Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk
membayar sejumlah uang, diatur dalam pasal 196 HIR.
2). Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan
suatu perbuatan, diatur dalam pasal 225 HIR. Orang tidak dapat
dipaksakan untuk memenuhi prestasi berupa perbuatan. Akan
tetapi pihak yang dimenangkan dapat meminta kepada hakim
agar kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang
atau dengan kata lain diganti dengan eksekusi membayar
sejumlah uang.
3). Eksekusi Riil, tidak diatur dalam HIR tetapi diatur dalam pasal
1033 Rv, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan
pengosongan benda tidak bergerak. Apabila orang yang dihukum
untuk mengosongkan benda tidak mau melaksanakan putusan
hakim dengan sukarela, maka Ketua Pengadilan Negeri ( setelah
Aanmaning ) akan memerintahkan dengan surat kepada juru sita
supaya dengan bantuan panitera pengadilan dan kalau perlu
dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar barang tidak
bergerak itu dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta
keluarganya.
Eksekusi jenis ini walaupun diatur dalam Rv, namun oleh karena
dibutuhkan dalam praktek peradilan maka lazimnya dijalankan.
HIR hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang, diatur
dalam pasal 200 ayat 11 H.I.R., pasal 218 ayat 2 Rbg. ( Sudikno
Mertokusumo, 2002 : 241 ).
Menurut Soeparmono, ada tiga eksekusi yang dikenal oleh hukum
acara perdata, yaitu ( R. Soeparmono, 2000 : 86 ) :
1). Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 196 H.I.R., dimana
seseorang dihukum untuk membayar sejumlah uang.
Eksekusi dengan pembayaran sejumlah uang, dilakukan apabila
seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi isi putusan dimana
ia dihukum untuk membayar sejumlah uang, jika sebelum putusan
dijatuhkan telah dilakukan sita jaminan, maka setelah sita jaminan itu
dinyatakan sah dan berharga, secara otomatis menjadi sita eksekusi.
Eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang – barang milik orang
yang dikalahkan sehingga mencukupi jumlah yang harus dibayar
menurut putusan hakim dan ditambah dengan semua biaya sehubungan
dengan pelaksanaan putusan tersebut.
Pelaksanaan eksekusi jika belum pernah dilakukan sita jaminan,
maka eksekusi dimulai dengan menyita sekian banyak barang bergerak
dan juga apabila masih diperkirakan tidak cukup, dilakukan juga
terhadap barang – barang tidak bergerak milik pihak yang dilakahkan
sehingga cukup untuk memenuhi pembayaran sejumlah uang yang
harus dibayar menurut putusan hakim beserta biaya – biaya yang timbul
sehubungan dengan pelaksanaan putusan hakim tersebut.
2). Eksekusi sebagaimana yang diatur dalam pasal 225, dimana seseorang
dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan.
Menurut ketentuan pasal 225 H.I.R., jika seseorang dihukum
untuk melakukan suatu perbuatan, tidak melakukan perbuatan itu dalam
waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka pihak yang
dimenangkan dalam putusan hakim dapat meminta kepada Ketua
Pengadilan Negeri, baik secara lisan maupun tulisan meminta agar
kepentingan yang menjadi haknya supaya segera dipenuhi oleh pihak
yang dikalahkan dalam putusan hakim tersebut. Adapun ketentuan
pasal 225 HIR, adalah sebagai berikut :
a). Apabila seseorang dihukum akan melakukan suatu perbuatan dan
perbuatan itu tidak dilakukannya dalam waktu yang ditentukan
oleh hakim, maka pihak yang gunanya keputusan itu dijatuhkan,
boleh meminta kepada pengadilan negeri, dengan perantara
ketuanya, dengan surat atau juga dengan lisan, supaya kepentingan
yang diperolehnya, kalau keputusan itu dipenuhkan, dinilai dengan
uang yang banyaknya hendaklah diberitahukannya dengan pasti;
permintaan itu harus dicatat, jika dilakukan dengan lisan.
b). Ketua mengemukakan perkara itu dalam persidangan pengadilan
negeri dan sesudah diperiksa atau dipanggil orang yang berutang
itu dengan patut, menurut pendapat pengadilan negeri, permintaan
itu ditolak atau harga perbuatan yang tidak diperintahkan tetapi
tidak dipenuhi dinilai sebesar jumlah yang dikehendaki oleh
sipeminta atau sejumlah yang kurang dari itu; dalam hal ini maka
orang yang berutang dihukum membajar jumlah itu.
3). Eksekusi Riil.
Meskipun eksekusi Riil tidak diatur secara seksama dalam H.I.R.,
namun eksekusi Riil ini sudah lazim, karens dalam praktek sangat
diperlukan. Ketentuan pasal 1033 RV mengatur perihal eksekusi Riil
sebagai berikut :
“ Jikalau putusan hakim yang memerintahkan pengosongan suatu
barang yang tidak bergerak, tidak dipenuhi oleh orang yang dihukum,
maka ketus akan memerintahkan dengan surat kepada seorang juru sita
supaya dengan bantuan alat kekuasaan nagara, barang itu dikosongkan
oleh orang yang dihukum serta keluarganya dan segala barang
kepunyaannya “.
Hukum Acara Perdata mengenal dua macam sita eksekutorial,
yaitu :
a). Sita eksekutorial sebagai kelanjutan dari sita jaminan.
b). Sita eksekutorial yang dilakukan sehubungan dengan eksekusi karena
sebelumnya tidak ada sita jaminan.( Retnowulan Sutantio,dan Iskandar
Oeripkartawinata, 1997 : 131 ).
b. Pelaksanaan Eksekutorial Beslag.
Putusan dimaksudkan bukan hanya untuk melaksanakan suatu
sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya, melainkan juga realisasinya
atau pelaksanaannya. Hakim mempunyai suatu kekuatan eksekutorial dalam
pelaksanaan putusannya, kekuatan eksekutorial ini berarti kekuatan untuk
dilaksanakannya secara paksa, dengan bantuan alat – alat negara (
Soeparmono, 2000 : 151 ).
Mengenai pelaksanaan Eksekutorial Beslag hampir sama dengan
Conservatoir Beslag, sedangkan perbedaannya yang disesuaikan dengan
corak dan sifatnya yang melekat pada kedua jenis sita. Secara ringkas
diuraikan tata cara pelaksanaan Eksekutorial Beslag, sebagai mana yang
dimaksud dalam ketentuan pasal 198, pasal 199 HIR.
Penyitaan terhadap barang bergerak maupun tak bergerak, yang
dikenakan Conservatoir Beslag maupun Eksekutorial Beslag,
pelaksanaannya selalu diawali dengan surat perintah pelaksanaan yang
ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Negeri ( pada tingkat pertama ).
Dengan menerima surat perintah tersebut, maka juru sita atau panitera serta
dua orang saksi mendatangi tempat dimana barang yang akan eksekusi
tersebut berada.
Pelaksana Eksekutorial Beslag adalah panitera atau juru sita. Jadi
surat perintah Eksekutorial Beslag berisi perintah kepada panitera atau juru
sita untuk menyita sejumlah atau seluruh harta kekayaan tergugat yang
jumlahnya disesuaikan dengan patokan batas yang ditentukan pasal 197 ( 1 )
HIR sebagai berikut :
1). Penunjukan nama pejabat yang diperintah untuk melakukan Eksekutorial
Beslag.
2). Rincian jumlah barang yang hendak dieksekusi.
Sehubungan dengan pelaksanaan Eksekutorial Beslag, undang –
undang memisahkan fungsi Ketua Pengadilan Negeri dengan panitera atau
juru sita. Pada satu sisi, Ketua Pengadilan Negeri berfungsi sebagai pejabat
yang memerintah dan memimpin tindakan Eksekutorial Beslag, sedangkan
panitera atau juru sita berfungsi sebagai pejabat yang menjalankan
pelaksanaan Eksekutorial Beslag, atau dengan kata lain Ketua Pengadilan
Negeri adalah pejabat yang memerintah dan memimpin jalannya eksekusi
sesuai dengan pasal 197 ( 1 ) HIR. Sedangkan panitera atau juru sita
berfungsi sebagai pejabat yang menjalankan eksekusi itu sendiri
sebagaimana yang ditugaskan dalam pasal 197 HIR.
Panitera atau juru sita menjalankan Eksekutorial Beslag dibantu oleh
dua orang saksi, ketentuan ini termasuk syarat formal yang ditentukan
dalam pasal 197 ( 6 ) HIR, baik Conservatoir Beslaag maupun Eksekutorial
Beslag. Apabila syarat formal pasal 197 ( 6 ) HIR tidak dipenuhi maka
akibatnya Eksekutorial Beslag dianggap tidak sah atau pihak tergugat dapat
menolak pelaksanaan Eksekutorial Beslag. Pelaksanaan Eksekutorial Beslag
harus dilakukan ditempat terletaknya barang yang hendak eksekusi. Syarat
ini dapat disimpulkan dari ketentuan pasal 197 ( 5 ) dan ( 9 ) HIR.
Pembuatan berita acara Eksekutorial Beslag, semua tindakan yuridis
Pengadilan mestinya dapat dipertanggung jawabkan secara otentik.
Eksekutorial Beslag sebagai tahap awal menunjuk penyelesaian eksekusi
merupakan tindakan yustisia yang harus bisa dipertanggung jawabkan
secara otentik bagi Ketua Pengadilan dan panitera atau juru sita. Keabsaan
pelaksanaan Eksekutorial Beslag harus dituangkan kedalam “ berita acara “.
Berita acara ini merupakan bukti otentik satu – satunya tentang kebenaran
adanya Eksekutorial Beslag. Tanpa berita acara, Eksekutorial Beslag tidak
pernah dianggap ada atau terjadi. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 197
( 5 ) HIR.
Panitera atau juru sita setelah melaksanakan Eksekutorial Beslag,
maka barang atau obyek yang telah mempunyai kekuatan titel hukum
Eksekutorial Beslag tersebut, dititipkan kepada pejabat yang berkuasa di
daerah atau tempat dimana barang eksekusi itu berada, bisa dititipkan
kepada kepala kampung, kepolisiaan setempat dan mungkin juga dititipkan
kepada pihak tergugat itu sendiri.
c. Kegunaan Eksekutorial Beslag.
Kegunaan Eksekutorial Beslag, dapat dijelaskan dengan cara
menghubungkan ketentuan pasal 197 ( 1 ) HIR dengan pasal 200 H.I.R.,
dengan cara menggabungkan pasal – pasal tersebut maka dapat dipahami
tentang arah makna Eksekutorial Beslag yang dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1). Eksekutorial Beslag ialah penyitaan harta kekayaan tergugat ( pihak
yang kalah ) setelah melampaui tenggang masa peringatan.
2). Penyitaan Eksekutorial Beslag dimaksud sebagai penjaminan jumlah
uang yang mestinya dibayar kepada pihak penggugat.
3). Cara untuk melunasi pembayaran jumlah uang tersebut, dengan jalan
menjual lelang harta kekayaan tergugat yang telah disita ( Yahya
Harahap, 1989 : 62 ).
Berdasarkan ketentuan tersebut kegunaan Eksekutorial Beslag, yaitu
berupa tindakan yang bertujuan sebagai pengganti dan jaminan jumlah uang
yang semestinya dibayar tergugat kepada penggugat. Pembayaran jumlah
uang itu nanti dapat dipenuhi setelah barang yang disita dijual lelang. Dari
hasil pelelangan barang yang disita tadi, pembayarannya baru dapat
dilaksanakan. Oleh karena itu secara luas barang sitaan yang dapat dijual
lelang ialah barang yang telah disita pada umumnya, baik berupa
Conservatoir Beslag atau Eksekutorial Beslag.
B. Kerangka Pemikiran.
Suatu ketika sampai terjadi seseorang menguasai atau mengurangi
hak orang lain akan terjadi suatu sengketa yang berkaitan dengan
mempertahankan hak yang bersangkutan. Dalam hal itu adakalanya para pihak
dalam hal ini penggugat dan tergugat dalam menyelesaikannya dengan cara
kekeluargaan ( perdamaian ) atau non litigasi yang diantaranya dengan jalan
konsiliasi, mediasi dan lain – lain, apabila sudah ada kesepakatan antara kedua
belah pihak maka perselisihan tersebut dapat terselesaikan tetapi kalau tidak
ada kata sepakat diselesaikan dengan jalur litigasi yaitu melalui Pengadilan
Negeri sebagai lembaga Pengadilan tingkat pertama.
Lamanya proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri,
adakalanya salah satu pihak dalam hal ini adalah penggugat mengajukan
permohonan Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) dengan pertimbangan –
pertimbangan barang – barang yang menjadi obyek sengketa yang pada saat
itu masih dikuasai oleh tergugat agar tidak dijual atau dipindah tangankan
kepada orang lain.
Permohonan Conservatoir Beslag selalu dikabulkan, hal ini sesuai
dengan pendapat Adi Andojo Soetjipto bahwa " Hakim selalu mengabulkan
Conservatoir Beslag "( Adi Andojo Soetjipto, 1974 : 4 ). Kemungkinan
tersebut memang logis karena hakim ingin mengetahui kebenaran materiil
secara tegas akan menunjuk siapa yang berhak atas barang sengketa dan
berapa bagian yang harus diberikan. Yang dapat di Conservatoir Beslag
adalah barang bergerak milik debitur, barang tetap milik debitur dan barang
bergerak milik debitur yang ada ditangan orang lain.
Penggugat dalam hal ini menang maka penggugat berhak atas obyek
sengketa sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri yang sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dimana tergugat diberikan tenggang waktu untuk
memenuhi kewajibannya dan penggugat berhak mengeksekusi barang –
barang yang telah disita.
Terkadang dalam pelaksanaan sita jaminan maupun sita eksekusi
banyak sekali hambatan – hambatannya, ini dilakukan oleh tergugat untuk
menghalangi penyitaan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, agar obyek
sengketa tidak jatuh ke tangan penggugat.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema dibawah ini :
LITIGASI NON LITIGASI
Tidak Terselesaikan
PN
Gugatan dan permohonan Conservatoir Beslag oleh penggugat
SENGKETA
Dikabulkan
Peletakan sita jaminan ( Conservatoir Beslag )
Putusan Pengadilan Negeri
Sita Eksekusi ( Eksekutorial Beslag )
Hambatan Sita jaminan dan Pemecahan Masalah
Penggantian Terhadap barang / obyek sengketa yang telah sita jaminan
Hambatan sita eksekusi dan Pemecahan masalah
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sengketa perkara No.30/Pdt. G/1997/PN. Ska
Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, dalam sengketa antara :
A H W
Alamat di Jl. Abdul Muis No.128 Rt.01 Rw. 01 Surakarta, dalam
perkara ini diwakili oleh kuasanya bernama PRAMUDYA, SH
Advokat, berkantor di Jl. Letnan Jendral S. Parman No. 18
Surakarta / Jl. Jendral Sudirman No. 337 Salatiga, berdasarkan
surat kuasa khusus tanggal 14 Maret 1997 yang selanjutnya disebut
sebagai penggugat.
M e l a w a n
1.HP
Alamat di Jl. Abdul Muis No. 128 Rt. 01 Rw. 01 Surakarta, yang
selanjutnya disebut sebagai tergugat I.
2.I N
Alamat di Jl. Abdul Muis No. 128 Rt. 01 Rw. 01 Surakarta, yang
selanjutnya disebut sebagai tergugat II.
3.R I
Alamat di Jl. Sungai Barito No. 05 Rt. 03 Rw. 07 Kel. Kedung Lumbu,
Kec. Pasar Kliwon, Kotamadya Surakarta, yang selanjutnya disebut
sebagai turut tergugat.
Sengketa tersebut mengenai suatu tanah, bahwa turut tergugat
memiliki suatu tanah SHGB No. 40 dan bangunan diatasnya yang terletak
di kelurahan kapatihan kolon, kecamatan jebres. Tanah SHGB No. 40
tersebut berakhir batas waktunya pada tanggal 26 Juni 1992.
Berdasarkan akta notaris No. 40 Notaris Silvina Tri Budi, SH
tertanggal 29 April 1995 bangunan yang berdiri diatas tanah Negara bekas
SHGB No. 40 tersebut dijual dari turut tergugat kepada penggugat. Atas
dasar dari akta notaris No. 40 tergugat harus melepaskan segala hak –
haknya yang dipunyai.
Pengugat berdasarkan akte notaris No. 40 telah mengajukan
pendaftaran SHGB baru ke kantor BPN Surakarta pada tanggal 18 Mei
1995. Bahwa atas permohonan dari penggugat, BPN Surakarta melakukan
pengukuran tanah bekas SHGB No. 40, ternyata tanah bekas SHGB No.
40 tersebut beserta bangunan yang ada diatasnya telah dikuasai oleh para
tergugat tanpa dasar hukum apapun. Pengugat telah meminta kepada para
tergugat untuk mengosongkan penguasaan atas bangunan tersebut akan
tetapi tergugat menolak.
Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri untuk
menyelesaikan sengketa tersebut, serta penggugat mengajukan
permohonan sita jaminan atas tanah bekas SHGB No. 40 dan bangunan
diatasnya, hal ini dilakukan untuk mencegah kerugian yang lebih besar
yang dapat timbul dan merugikan penggugat.
2. Prosedur Conservatoir Beslag ( Sita Jaminan ).
Berdasarkan Berita Acara Penyitaan Jaminan ( CB ) No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, pada hari ini kamis, tanggal 27 Maret 1997 juru
sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Suprapto, BA yang bertempat
tinggal dalam Kotamadya Surakarta, atas perintah Hakim Ketua
Pengadilan Negeri Surakarta tersebut dalam penetapan Hakim Ketua
tanggal 26 Maret 1997 No. 30/Pdt.G/1997/PN, diperintahkan untuk
menjalankan penyitaan jaminan ( C.B. ) atas sebidang tanah bekas SHGB
No. 40 berikut bangunan yang berdiri diatasnya yang terletak didaerah
kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta beserta dua orang masing –
masing : 1. Sri Harini dan 2. Wahyudi, keduanya karyawan Pengadilan
Negeri Surakarta pergi ke kantor Pertanahan Kotamadya Surakarta untuk
mencocokkan dengan buku tanah, ternyata tanah SHGB No. 40 yang
terletak didaerah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres,
Kotamadya Surakarta tersebut asal pecahan dari B. 18 tercatat atas nama
Ny. Djie Soek Tjing al. Le Soek Tjeng al. R I, luas kurang lebih 235 m2,
dan hak atas tanah tersebut telah habis sejak tanggal 26 Juni 1992.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta beserta dua orang saksi
tersebut pergi ke Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres,
Kotamadya Surakarta, untuk bertemu dan berbicara dengan Sekretaris
Kelurahan Kepatihan Kulon yang bernama Soesaptono, kepadanya
memberitahukan maksud kedatangannya sambil membacakan /
menunjukkan penetapan Hakim Ketua Majelis Pengadilan Negeri
Surakarta tersebut diatas yaitu untuk menjalankan penyitaan jaminan (
C.B.) atas tanah bekas SHGB No. 40 berikut bangunan yang berdiri
diatasnya yang terletak didaerah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan
Jebres, Kotamadya Surakarta sebagaimana terurai dalam penetapan
tersebut.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta beserta dua orang saksi
tersebut dengan diantar oleh Kepala Urusan Pemerintahan Kelurahan
Kepatihan Kulon yang bernama Budi Setiawan pergi ketempat tergugat
yaitu di Jl. Abdul Muis No. 128 Surakarta disana juru sita dapat bertemu
dan berbicara dengan IN ( tergugat II ) kepada IN juru sita
memberitahukan maksud kedatangannya sambil menunjukkan /
membacakan penetapan Hakim Ketua Majelis Pengadilan Negeri
Surakarta yaitu untuk menjalankan penyitaan jaminan ( C.B) atas sebidang
tanah bekas SHGB No. 40 berikut bangunan yang berdiri diatasnya yang
terletak didaerah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres,
Kotamadya Surakarta.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta dengan disaksikan oleh
kedua saksi tersebut kemudian menjalankan penyitaan jaminan ( C.B.)
terhadapnya :
Sebidang tanah bekas SHGB No. 40 luas kurang lebih 235 m2,
tercatat atas nama Ny. Djie Soek Tjing al. Le Soek Tjeng al.
Ruth Iswanti, asal pecahan dari B. 18, yang terletak didaerah
Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya
Surakarta, dengan batas – batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Tanah / rumah Le Yong Koeng
Sebelah Timur : Tanah / rumah Karaen
Sebelah Selatan : Oei Ko Hap
Sebelah Barat : Jl. Abdul Muis
Sebuah bangunan/rumah yang berdiri diatas tanah tersebut
diatas yang terdiri dari dinding tembok, atap genting, lantai
tegel, kerangka kayu jati, pyan triplek, listrik 220 V 900 W dan
air PAM.
Setelah tanah dan bangunan tersebut diatas saya nyatakan disita
jaminan ( C.B.) dengan tidak merugikan pihak yang berperkara, tanah dan
bangunan tersebut diserahkan kembali kepada tersita dengan perintah agar
barang yang telah disita jaminan ( C.B.) tersebut jangan sampai dijual,
digadaikan, disewakan/dikontrakkan, dipindah tangankan kepada orang
lain sampai perkara tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap, kepada
Kelurahan Kepatihan Kulon lewat Budi Setiawan Kepala Urusan
Pemerintahan Kelurahan Kepatihan Kulon juru sita memberitahukan agar
turut serta mengawasi barang yang telah disita jaminan (C.B.) tersebut
jangan sampai dijual, digadaikan, disewakan/dikontrakkan, dipindah
tangankan kepada orang lain sampai perkara tersebut mempunyai kekuatan
hukum tetap dan agar penyitaan jaminan ( C.B.) ini diumumkan menurut
cara yang lazim dipakai sehingga dapat diketahui oleh umum.
3. Prosedur Eksekutorial Beslag ( Sita Eksekusi ).
Berdasarkan Berita Acara Sita Eksekusi No.02/Eks/2004/PN.Ska
Jo. No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska pada hari Rabu tanggal 7 Juli 2004 Djoko
Sutarnoto, juru sita Pengadilan Negeri Surakarta atas perintah Ketua
Pengadilan Negeri Surakarta dimana disebutkan dalam Penetapannya
tertanggal 17 Juni 2004 NO. 02/Eks/2004/PN.Ska diperintahkan untuk
menjalankan eksekusi bunyi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta tanggal
6 Mei 1997 No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Jurusita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Sutarnoto, dengan
dibantu oleh Slamet Haryono, SH Wakil Panitera pada Pengadilan Negeri
Surakarta beserta dua orang saksi masing – masing Mustika Adi dan
Mardiyono keduanya karyawan pada Pengadilan Negeri Surakarta pergi ke
Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, kota Surakarta dan
bertemu dengan Dwi Apriliana Supardi, S Sos Kepala Kelurahan
Kepatihan Kulon untuk memberitahukan bunyi Penetapan Ketua
Pengadilan Negeri Surakarta.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Sutarnoto dan Slamet
Haryono, SH dan dua orang saksi pergi kelokasi yang akan dieksekusi,
dan disana dapat bertemu dan berbicara dengan penghuni rumah yang
bernama IDK kepada IDK memberitahukan maksudnya, sambil
menunjukkan / membaca Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Surakarta
tersebut yaitu untuk menjalankan eksekusi bunyi putusan Pengadilan
Negeri Surakarta tanggal 6 Mei 1997 No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Sutarnoto dengan
dibantu oleh Slamet Haryanto, SH Wakil Panitera pada Pengadilan Negeri
Surakarta dengan disaksikan dua orang saksi tersebut dan Aparat
MUSPIKA Kecamatan Jebres menjalankan serta melaksanakan eksekusi
bunyi putusan Pengadilan Negeri Surakarta tanggal 6 Mei 1997 No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
Obyek sengketa / tanah dan rumah sengketa telah selesai di
eksekusi ( pengosongan ) guna memenuhi bunyi putusan Pengadilan
tersebut diatas maka Djoko Sutarnoto juru sita Pengadilan Negeri
Surakarta yang disaksikan oleh dua orang saksi serta Aparat MUSPIKA
Kecamatan Jebres menyatakan bahwa rumah sengketa telah selesai
eksekusinya.
B. PEMBAHASAN
1. Pelaksanaan Conservatoir Beslag
Dasar pelaksanaan Conservatoir Beslag adalah pasal 197 HIR, 227
HIR dan pasal 261 jo pasal 206 RBG.
a. Adanya permohonan dari penggugat.
Penggugat mengajukan suatu permohonan kepada majelis
hakim agar obyek sengketa tersebut diletakkan sita jaminan terlebih
dahulu agar obyek sengketa tidak dialihkan atau dijual oleh tergugat.
Berdasarkan bunyi putusan Pengadilan Negeri Surakarta
No. 30 / Pdt.G / 1997 / PN.Ska pengugat telah mengajukan
permohonan sita jaminan kepada majelis hakim atas obyek sengketa
yaitu tanah bekas SHGB No. 40 dan bangunan yang berdiri di atasnya
yang terletak di Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres,
Kotamadya Surakarta.
Majelis hakim Pengadilan Surakarta mengabulkan
permohonan penggugat tentang sita jaminan atas obyek sengketa tanah
bekas SHGB No. 40 dan bangunan yang berdiri di atasnya dan
mengeluarkan penetapan sita jaminan No. 30 / Pdt.G / 1997 / PN
tanggal 26 Maret 1997 serta mengeluarkan surat perintah pada hari
Kamis tanggal 27 Maret 1997 kepada juru sita untuk melaksanakan
sita jaminan.
b. Berdasarkan surat perintah Majelis Hakim Pengadilan Negeri.
Landasan pelaksanaan Conservatoir Beslag harus ada surat
perintah untuk melaksanakan Conservatoir Beslag yang dikeluarkan
oleh Majelis Hakim yang bersangkutan berdasarkan ketentuan pasal
195 ayat ( 1 ) HIR atau pasal 206 RBG. Setelah Majelis Hakim
mengeluarkan surat perintah yang berupa surat penetapan (
beschikking ), maka panitera ( juru sita ) Pengadilan Negeri mulai
melaksanakan penyitaan.
Berdasarkan berita acara sita jaminan atas perkara Nomer
30 / Pdt.G / 1997 / PN.Ska. Majelis hakim mengeluarkan surat perintah
pada hari Kamis, tanggal 27 Maret dalam penetapan Majelis Hakim
tanggal 26 Maret 1997 No. 30 / Pdt.G / 1997 / PN.Ska dan
memerintahkan Djoko Suprapto,BA juru sita Pengadilan Negeri
Surakarta untuk melakukan penyitaan jaminan terhadap obyek
sengketa.
c. Sita jaminan dilaksanakan oleh panitera atau juru sita dan dibantu oleh
dua orang saksi.
Panitera atau juru sita didalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh dua orang saksi yang telah dewasa, apabila ketentuan ini
diabaikan maka penyitaan dapat dibatalkan sesuai dengan pasal 197 ( 6
) HIR atau pasal 210 ( 1 ) RBG, tanpa ketentuan tersebut sita jaminan
dianggap tidak sah.
Tidak semua orang dapat ditunjuk sebagai saksi untuk
membantu jalannya eksekusi, saksi harus penduduk Indonesia, telah
berumur 21 tahun dan memiliki sifat pribadi jujur atau dapat dipercaya.
Umumnya saksi diambil dari kalangan pegawai Pengadilan Negeri
yang bersangkutan. Pengambilan saksi dari lingkungan Pengadilan
Negeri dimaksudkan agar para saksi tersebut tidak menghambat
jalannya suatu eksekusi dan para saksi dari Pengadilan dianggap
memahami seluk beluk tentang hukum, bukan berarti pihak Pengadilan
menolak penunjukan saksi dari luar, asalkan para saksi tersebut tidak
menghambat jalannya suatu eksekusi.
Berdasarkan berita acara sita jaminan atas perkara Nomer
30 / Pdt.G / 1997 / PN.Ska. Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta
Djoko Suprapto dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Sri Harini
dan Wahyudi yang keduanya merupakan karyawan Pengadilan Negeri
Surakarta.
d. Sita jaminan dilaksanakan ditempat.
Pelaksanaan sita jaminan dilakukan ditempat dimana
barang tersebut berada atau terletak. Kasus perkara yang obyek
sengketanya tentang tanah harus didaftarkan pada kantor pendaftaran
tanah ( BPN ) agar dicatat dalam buku tanah, karena keterangan dari
tergugat kadang tidak cocok dengan data dilapangan, maka dari itu
untuk menghindari hal – hal yang tidak diharapkan, harus
memperhatikan, meneliti serta mencatat tentang batas – batas tanah
yang dipersengketakan.
Berdasarkan berita acara sita jaminan atas perkara Nomer
30 / Pdt.G / 1997 / PN.Ska. Djoko Suprapto juru sita Pengadilan
Negeri Surakarta dibantu oleh Sri Harini dan Wahyudi karyawan
Pengadilan Negeri Surakarta terlebih dahulu mendatangi kantor
pertanahan untuk mengetahui tanah bekas SHGB No. 40 yang terletak
didaerah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya
Surakarta tersebut asal pecahan dari B. 18 atas nama siapa, guna
mencocokkan dengan buku tanah. Ternyata tercatat atas nama Ny. Djie
Soek Tjing al. Le Soek Tjeng al. R I, luas kurang lebih 235 m2, dan
hak atas tanah tersebut telah habis sejak tanggal 26 Juni 1992. Tanah
bekas SHGB No. 40 luas kurang lebih 235 m2, memiliki batas –
batasnya adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Tanah / rumah Le Yong Koeng
Sebelah Timur : Tanah / rumah Karaen
Sebelah Selatan : Oei Ko Hap
Sebelah Barat : Jl. Abdul Muis
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta beserta dua orang
saksi tersebut pergi ke Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres,
Kotamadya Surakarta, untuk bertemu dan berbicara dengan Sekretaris
Kelurahan Kepatihan Kulon yang bernama Soesaptono, kepadanya
memritahukan maksud kedatangannya sambil membacakan /
menunjukkan penetapan Hakim Ketua Majelis Pengadilan Negeri
Surakarta tersebut diatas yaitu untuk menjalankan penyitaan jaminan (
C.B.) atas tanah bekas SHGB No. 40 berikut bangunan yang berdiri
diatasnya yang terletak didaerah Kelurahan Kepatihan Kulon,
Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta sebagaimana terurai dalam
penetapan tersebut.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Suprapto
beserta dua orang saksi Sri Harini dan Wahyudi dengan diantar oleh
Kepala Urusan Pemerintahan Kelurahan Kepatihan Kulon yang
bernama Budi Setiawan pergi ketempat tergugat yaitu di Jl. Abdul
Muis No. 128 Surakarta disana juru sita dapat bertemu dan berbicara
dengan IN ( tergugat III ) kepada IN juru sita memberitahukan
maksud kedatangannya sambil menunjukkan / membacakan penetapan
Hakim Ketua Majelis Pengadilan Negeri Surakarta yaitu untuk
menjalankan penyitaan jaminan ( C.B) atas sebidang tanah bekas
SHGB No. 40 berikut bangunan yang berdiri diatasnya yang terletak
didaerah Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya
Surakarta.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Suprapto
dengan disaksikan oleh kedua saksi Sri Harini dan Wahyudi, kemudian
menjalankan penyitaan jaminan ( C.B.) terhadapnya :
Sebidang tanah bekas SHGB No. 40 luas kurang lebih 235 m2,
tercatat atas nama Ny. Djie Soek Tjing al. Le Soek Tjeng al. Ruth
Iswanti, asal pecahan dari B. 18, yang terletak didaerah Kelurahan
Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta,
dengan batas – batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Tanah / rumah Le Yong Koeng
Sebelah Timur : Tanah / rumah Karaen
Sebelah Selatan : Oei Ko Hap
Sebelah Barat : Jl. Abdul Muis
Sebuah bangunan/rumah yang berdiri diatas tanah tersebut diatas
yang terdiri dari dinding tembok, atap genting, lantai tegel,
kerangka kayu jati, pyan triplek, listrik 220 V 900 W dan air PAM.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta memberitahukan
kepada Kelurahan Kepatihan Kulon lewat Budi Setiawan Kepala
Urusan Pemerintahan Kelurahan Kepatihan Kulon agar turut serta
mengawasi barang yang telah disita jaminan (C.B.) tersebut jangan
sampai dijual, digadaikan, disewakan/dikontrakkan, dipindah
tangankan kepada orang lain sampai perkara tersebut mempunyai
kekuatan hukum tetap.
e. Pembuatan berita acara sita jaminan.
Pembuatan berita acara suatu kewajiban hukum yang sangat
penting yang harus dilakukan oleh panitera atau juru sita sesuai dengan
pasal 197 ( 5 ) HIR atau pasal 209 ( 4 ) RBG. karena tanpa berita
acara penyitaan dianggap tidak sah atau dianggap tidak pernah ada (
never axisted ) dan tidak mempunyai kekuatan hukum ( non legal force
). Hadir tidaknya pihak tersita ( tergugat ), dalam pembuatan berita
acara sita dan penandatangannya dilakukan dihadapan pihak tersita.
Berita acara penyitaan jaminan ( C.B.) harus ditanda
tangani oleh juru sita serta saksi – saksi yang pada waktu itu
melakukan penyitaan atas obyek sengketa serta dibubuhi materai tanpa
adanya tanda tangan juru sita dan saksi – saksi dianggap penyitaan
tersebut tidak sah, tentang ada atau tidaknya tanda tangan pihak tersita
( tergugat ) menurut bapak Mustika Adi selaku juru sita Pengadilan
Negeri Surakarta hal tersebut tidak masalah asalkan obyek sengketa
cocok.
Pembuatan Berita Acara Penyitaan Jaminan ( CB ) No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, pada hari ini kamis, tanggal 27 Maret 1997
dinilai telah sah, dimana dalam berita acara sita jaminan telah
mencantumkan nama nama penggugat dan tergugat juga
mencantumkan letak obyek sengketa beserta batas – batasnya, serta
telah ditanda tangani oleh juru sita Pengadilan Negeri Surakarta yaitu
Djoko Suprapto,BA, saksi – saksi yaitu Sri Harini dan Wahyudi serta
Panitera / Wakil Panitera Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Soenardi,
Bc. Hk, dan adanya materai dan cap dari Pengadilan Negeri Surakarta.
2. Pelaksanaan Eksekoturial Beslag.
Dasar hukum pelaksanaan Eksekutorial Beslag adalah pasal 197,
198 dan pasal 199 HIR atau pasal 208, 209 dan pasal 210 RBG.
a. Adanya permohonan dari penggugat.
Penggugat mengajukan permohonan eksekusi kepada
Ketua Pengadilan Negeri, dalam permohonan tersebut berisi
prmohonan eksekusi terhadap obyek sengketa yang terletak di
Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta dengan
batas – batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Tanah / rumah IE YOUNG KOENG.
- Sebelah Timur : Tanah / rumah KARNEN.
- Sebelah Selatan : Tanah OEI KO HAP.
- Senelah Barat : Jalan Abdul Muis.
Ketua Pengadilan Negeri Surakarta mengabulkan
permohonan penggugat atas permohonan eksekusi dengan
mengeluarkan penetapan eksekusi No. 02/Eks/2004/PN.Ska tanggal 17
Juni 2004 dan surat perintah pada hari Rabu tanggal 7 Juli 2004
kepada juru sita untuk melaksanakan eksekusi.
b. Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Negeri.
Syarat formal pelaksanaan sita eksekusi didasarkan atas
surat perintah Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri
merupakan pejabat yang memerintah dan memimpin jalannya eksekusi
sesuai dengan ketentuan pasal 195 ayat ( 1 ) HIR atau pasal 206 RBG.
Surat perintah tersebut berupa surat penetapan yang
dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri kepada panitera atau juru
sita untuk menyita sejumlah atau seluruh harta kekayaan tergugat yang
jumlahnya disesuaikan dengan patokan batas yang ditentukan pasal
197 ayat 1 HIR atau pasal 208 Rbg. Dengan demikian isi pokok surat
perintah sita eksekusi adalah sebagai berikut :
- Penunjukan nama pejabat yang diperintahkan, serta
- Rincian jumlah barang yang hendak disita eksekusi.
Pelaksanaan sita eksekusi berdasarkan berita acara
eksekusi No. 02/Eks/2004/PN.Ska terhadap perkara No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, didasarkan atas surat perintah Ketua
Pengadilan Negeri Surakarta pada hari Rabu tanggal 7 Juli 2004
dalam penetapannya tertanggal 17 Juni 2004, dimana yang
ditunjuk untuk pelaksanaan eksekusi yaitu Djoko Sutarnoto
sebagai juru sita Pengadilan Negeri Surakarta.
c. Sita eksekusi dilaksanakan oleh panitera atau juru sita dan dibantu oleh
dua orang saksi.
Panitera atau juru sita merupakan pejabat yang menjalankan
eksekusi, sebagaimana yang diatur dalam pasal 197 ayat ( 1 ) atau
pasal 208 RBG. Surat perintah sita eksekusi berisi perintah kepada
panitera atau juru sita untuk menyita sejumlah atau seluruh harta
kekayaan tergugat yang jumlahnya disesuaikan dengan patokan batas
yang ditentukan pasal 197 ayat ( 1 ) HIR atau pasal 208 RBG.
Panitera atau juru sita yang diperintahkan menjalankan sita
eksekusi dibantu dan disaksikan oleh dua orang saksi. Ketentuan ini
merupakan syarat formal, baik pada sita jaminan maupun pada sita
eksekusi, syarat formal ini ditentukan pada pasal 197 ayat ( 6 ) HIR
atau pasal 210 ayat ( 1 ) RBG.
Pelaksanaan sita eksekusi 02/Eks/2004/PN.Ska terhadap
perkara No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska, dilaksanakan oleh juru sita
Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Djoko Sutarnoto dalam
melaksanakan sita eksekusi di bantu oleh Slamet Haryono Wakil
Panitera Pengadilan Negeri Surakarta juga disertai oleh dua orang
saksi masing – masing yaitu Mustika Adi dan Mardiyono karyawan
Pengadilan Negeri Surakarta. Hal tersebut sesuai dengan pasal 197
ayat ( 6 ) HIR atau pasal 210 ayat ( 1 ) Rbg. Sita eksekusi yang tidak
dibantu dan tidak disaksikan oleh dua orang saksi menurut hukum
dianggap tidak memenuhi syarat, akibatnya sita eksekusi dianggap
tidak sah.
d. Sita eksekusi dilaksanakan ditempat.
Pelaksanaan sita eksekusi dilakukan ditempat dimana
barang atau obyek sengketa itu hendak disita. Juru sita datang ke
tempat dimana barang yang hendak disita itu berada untuk melihat
sendiri jenis maupun ukuran dan letak barang yang hendak disita
bersama kedua orang saksi tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk
menguji kebenaran identitas barang yang dikemukakan penggugat atau
identitas barang yang diuraikan dalam surat penetapan perintah sita.
Suatu cara yang digunakan untuk mendapat kepastian status
kepemilikan tergugat dengan cara :
Mendatangi Kepala Desa dan Kantor Pertanahan untuk meneliti
surat – surat yang berkenaan dengan barang yang hendak disita.
Menanyakan orang yang berdekatan dengan letak barang.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta yaitu Mustika Adi
dan Mardiyono mendatangi Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan
Jebres, Kotamadya Surakarta dan bertemu dengan Kepala Kepala
Kelurahan Kepatihan Kulon yaitu Dwi Apriliana Supardini, disana
karyawan tersebut menjelaskan maksud kedatangannya sambil
menunjukkan atau membacakan penetapan Ketua Pengadilan Negeri
Surakarta untuk menjalankan eksekusi bunyi putusan Pengadilan
Negeri Surakarta tanggal 6 Mei 1997 No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Sutarnoto,
dibantu oleh Wakil Panitera Pengadilan Negeri Surakarta Slamet
Haryono, SH dan para saksi masing – masing adalah Mustika Adi dan
Mardiyono pergi ketempat dimana obyek sengketa berada yaitu di
Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta,
di sana bertemu dan berbicara dengan penghuni rumah yang bernama
IDK, kemudian juru sita memberitahukan maksud kedatangannya
sambil menunjukkan dan membacakan Penetapan Ketua Pengadilan
Surakarta yaitu untuk menjalankan eksekusi bunyi putusan Pengadilan
Negeri Surakarta tanggal 6 Mei 1997 No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska.
Juru sita Pengadilan Negeri Surakarta Djoko Sutarnoto
dengan dibantu oleh Slamet Haryanto, SH Wakil Panitera pada
Pengadilan Negeri Surakarta serta disaksikan oleh dua orang saksi
Mustika Adi dan Mardiyono juga aparat MUSPIKA Kecamatan Jebres
melakukan eksekusi atas tanah dan rumah sengketa yang terletak di
Kelurahan Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta.
Setelah obyek sengketa tanah/rumah selesai di eksekusi guna
memenuhi bunyi putusan Pengadilan Negeri Surakarta, maka juru sita
Djoko Sutarnoto dan disaksikan dua orang saksi menyatakan bahwa
rumah/tanah sengketa telah selesai eksekusinya.
Hadir atau tidaknya tersita pada waktu sita eksekusi tidak
menghalangi eksekusi, eksekusi jalan terus, berdasar ketentuan pasal
197 ayat ( 5 ) HIR atau pasal 209 ayat ( 4 ) Rbg. Pada pasal tersebut
dapat dibaca isyarat yang memperkenankan sita eksekusi dijalankan,
sekalipun pihak tersita tidak hadir.
e. Pembuatan berita acara sita eksekusi.
Tahapan selanjutnya dalam pelaksanaan sita eksekusi yaitu
pembuatan berita acara eksekusi, sesuai dengan pasal 209 ayat ( 4 )
dan pasal 210 ayat ( 1 ) RBG.Berita acara ini merupakan bukti otentik
satu – satunya kebenaran sita eksekusi, tanpa adanya berita acara
eksekusi ini dianggap sita eksekusi tidak pernah terjadi. Apabila
tergugat hadir dalam pelaksanaan sita eksekusi, isi berita acara
diberitahukan kepadanya, apabila pihak tersita tidak hadir pada saat
pelaksanaan sita eksekusi, isi berita acara tidak diberitahukan.
Pembuatan berita acara sita eksekusi 02/Eks/2004/PN.Ska
terhadap perkara No. 30/Pdt.G/1997/PN.Ska, dinilai telah sah karena
telah ditanda tangani oleh juru sita dan para saksi serta oleh Kepala
Kelurahan Kepatihan Kulon dan Wakil panitera Pengadilan Negeri
Surakarta serta adanya materai dan cap dari Pengadilan Negeri
Surakarta.
3. Hambatan – hambatan dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag dan
Eksekutorial Beslag Serta Pemecahan Masalahnya.
a. Hambatan Conservatoir Beslag.
Pelaksanaan sita jaminan perkara No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, tidak ada hambatan atau perlawanan dari pihak
tergugat semua berjalan dengan lancar. Pengadilan Negeri Surakarta
dengan mudah menyita obyek sengketa untuk selanjutnya disimpan
dan di kemudian hari di sita eksekusi apabila ada putusan dari hakim
Pengadilan Negeri Surakarta yang memenangkan pihak penggugat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan juru sita Pengadilan
Negeri Surakarta bapak Mustika Adi dan Ketua Panitera Pengadilan
Negeri Surakarta bapak Slamet Haryanto, berikut hambatan pada
umumnya dalam melakukan penyitaan :
1) Belum tentu sipemilik barang sertifikatnya atas nama tergugat.
Sertifikat tanah bukan atas namanya sendiri tidak dapat
disita karena tanah tersebut bukan hak miliknya jadi hak penggugat
untuk menyita obyek sengketa tidak dapat dilaksanakan.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Dalil – dalil yang dikemukakan oleh penggugat maupun
tergugat kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri harus secara
teliti diperiksa kebenarannya. Dalam sengketa tanah, bahwa untuk
meneliti tanah tersebut terdaftar atas nama siapa serta luas dan
batas – batasnya dapat di lihat kantor Pertanahan, ini digunakan
untuk menghindari salah sita.
2) Barang atau obyek sengketa telah ditanggungkan dalam hak
tanggungan.
Barang atau obyek sengketa tersebut telah ditanggungkan
oleh tergugat jadi barang tersebut tidak dapat disita karena hak
tanggungan tidak dapat disita rangkap.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Barang atau obyek sengketa yang telah ditangguhkan dalan
hak tanggungan tidak bisa disita rangkap, pengugat harus
mengajukan kembali permohonan sita jaminan kepada Majelis
Hakim Pengadilan Negeri atas benda atau obyek sengketa yang
lain yang masih dimiliki oleh tergugat
3) Barang atau obyek sengketa masih menjadi milik bersama ( harta
warisan ).
Obyek sengketa, biasanya harta warisan masih menjadi milik
bersama ( milik anggota keluarga ) belum dibagi – bagi atau dipecah,
jadi masih berada atas nama satu orang ( orang tua ) sehingga tidak
dapat disita karena semua anggota keluarga mempunyai hak atas
harta warisan tersebut, bukan hanya milik pribadi orang yang
bersengketa.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Obyek sengketa ( harta warisan ) yang bukti kepemilikannya
masih atas nama satu orang atau belum dipecah tidak bisa disita
untuk kepentingan satu orang tersebut. Penyitaan terhadap harta
warisan harus ada kesepakatan antara ahli – ahli warisnya, maka
diperlukan terlebih dahulu pendekatan –pendekatan kepada ahli –
ahli warisnya agar obyek sengketa tersebut dapat dipecah atas
beberapa sertifikat kemudian dapat disita.
b. Hambatan Eksekutorial Beslag.
Pelaksanaan sita eksekusi atas perkara No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska, tidak ada hambatan atau perlawanan dari pihak
tergugat semua berjalan dengan lancar. Pengadilan Negeri Surakarta
dengan mudah mengeksekusi obyek sengketa.
Hambatan dalam pelaksanaan Eksekutorial Beslag berdasarkan
hasil wawancara dengan juru sita Pengadilan Negeri Surakarta bapak
Mustika Adi dan Ketua Panitera Pengadilan Negeri Surakarta bapak
Slamet Haryanto,secara garis besar adalah sebagai berikut :
1) Biaya pelaksanaan.
Perkara perdata di Pengadilan baik dari tingkat pertama
sampai pada tingkat kasasi, pada azasnya dikenakan biaya perkara.
Biaya pekara yang dipungut oleh Pengadilan sesuai dengan Pasal
182 HIR, adalah untuk keperluan :
- Biaya kantor ke paniteraan dan meterai yang perlu di pakai
untuk perkara itu.
- Biaya saksi, ahli dan juru bahasa termasuk biaya juru sumpah.
- Biaya pemeriksaan setempat.
- Biaya sita jaminan, sita revindikatoir, sita eksekusi dan
eksekusi.
- Biaya pemanggilan yang dilakukan oleh jurusita atau jurusita
pengganti.
Besarnya biaya pelaksanaan eksekusi tersebut
mengakibatkan pihak yang menang tidak bisa melaksanakan suatu
eksekusi karena tidak adanya biaya atau dana guna memenuhi
bunyi putusan Pengadilan Negeri tentang eksekusi.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Karena besarnya biaya eksekusi penggugat tidak sanggup
melaksanakan eksekusi, dalam hal ini pemecahannya adalah pihak
yang menang mencari penyandang dana terlebih dahulu guna
melaksanakan eksekusi dengan perjanjian penyandang dana
tersebut diberi berapa persen atas obyek sengketa.
2) Tereksekusi tidak mau menandatangani berita acara sita eksekusi.
Pihak yang kalah yaitu tergugat tidak mau menandatangani
berita acara sita eksekusi juga merupakan faktor penghambat sita
eksekusi karena berita acara merupakan bukti autentik satu –
satunya dalam pelaksanaan sita eksekusi dan harus ditanda tangani
oleh pihak pelaksana sita eksekusi dan tereksekusi, tanpa adanya
berita acara bisa dianggap sita eksekusi sita eksekusi tidak pernah
dilakukan.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Tereksekusi tidak mau tanda tangan berita acara dapat
dilakukan suatu pemaksaan oleh pihak Pengadilan Negeri dibantu
dengan aparat dari kepolisian agar pihak tereksekusi mau
menandatangani berita acara eksekusi.
3) Adanya permohonan penanguhan eksekusi
Tergugat diperbolehkan mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Negeri untuk menangguhkan eksekusi dengan
alasan – alasan tertentu, semua itu tergantung pada Ketua
Pengadilan Negeri dengan kekuasaannya mengabulkan atau
menolak permohonan tergugat apabila mengabulkan eksekusi
terhadap suatu obyek sengketa ditangguhkan untuk beberapa saat
akan tetapi apabila mengabulkan maka eksekusi tidak
ditangguhkan harus segera dilaksanakan.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Permohonan penangguhan sita eksekusi dapat menghambat
jalannya suatu eksekusi tapi hal ini hanya bersifat sementara saja,
seandainya permohonan penangguhan eksekusi dikabulkan oleh
Ketua Pengadilan Negeri maka eksekusi dapat ditunda dengan
suatu alasan – alasan tertentu dan apabila permohonan tersebut
ditolak maka eksekusi jalan terus karena sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
4) Pengerahan Massa.
Pengerahan massa juga merupakan faktor penghambat
eksekusi terkadang dengan adanya pengerahan massa oleh pihak
yang dikalahkan eksekusi ditanggungkan untuk beberapa saat.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Massa mengahalangi pelaksanaan sita eksekusi, maka
dalam pelaksanaan putusan (eksekusi riil) seringkali memerlukan
bantuan kekuatan umum (dalam hal ini polisi). Hal tersebut diatas
diperlukan karena eksekusi merupaklan penegakan kewibawaan
negara sehingga dalam situasi dan kondisi apapun eksekusi harus
dijalankan. Sehubungan dengan permintaan bantuan pada kekuatan
umum yaitu polisi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 15
ayat (1) huruf l dan pasal 42 ayat (1) dan (2) UU No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana dalam
ketentuan pasal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Pasal 15 Ayat (1) Huruf 1, yang berbunyi :
“Kepolisian berwenang memberikan bantuan pengamanan dalam
sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instalasi
lain, serta kegiatan masyarakat.”
Maksud dari bunyi ketentuan pasal tersebut adalah bahwa
kewenangan kepolisian untuk memberikan bantuan pengamanan
hanya dapat dilaksanakan berdasarkan permintaan dari anstalasi
yang berkepentingan atau permintaan dari masyarakat.
5) Verset.
Verset sebagaimana di atur dalam Pasal 207 HIR jo. 225
Rbg yang dikenal dengan verset sita eksekutorial. Terhadap sita
eksekutorial atas barang tetap maupun barang bergerak bagi pihak
yang dinyatakan kalah dapat mengajukan perlawanan. Perlawanan
tersebut dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana
putusan perkara diucapkan baik secara tertulis maupun secara lisan,
apabila perlawanan tersebut disetujui oleh Ketua Pengadilan
Negeri maka eksekusi dapat saja ditunda.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Verset dapat saja menunda jalannya suatu eksekusi apabila
permohonan verset disetujui oleh ketua pengadilan negeri maka
eksekusi dapat saja ditunda dengan memberi perintah agar
menangguhkan pelaksanaan eksekusi, jadi disini yang berwenang
untuk menangguhkan ataupun tidak adalah Ketua Pengadilan
Negeri berdasarkan alasan, sanggahan, bantahan dari pihak
tereksekusi yang patut atau dapat diterima oleh Ketua Pengadilan
Negeri
6) Peninjauan Kembali.
Upaya hukum peninjauan kembali pada hakekatnya
merupakan upaya hukum luar biasa yang hanya bisa diajukan satu
kali, tanpa adanya novum atau bukti baru, pihak yang kalah tidak
dapat mengajukan Peninjauan Kembali.
Pada dasarnya peninjauan kembali tidak menghambat
jalannya eksekusi sesuai dengan Undang Undang No. 5 Tahun
2004, tetapi dalam praktek peradilan bahwa peninjauan kembali
masih menjadi faktor penghambat eksekusi, apabila permohonan
Peninjauan Kembali tersebut di setujui maka eksekusi dapat saja
ditunda.
Pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut :
Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa
dan hanya dapat diajukan satu kali. Permohonan peninjauan
kembali harus ada novum ( bukti baru ), dengan pertimbangan –
pertimbangan perlu ditunda, tanpa adanya bukti baru dan alasan –
alasan yang patut atau yang dapat dipertimbangkan maka
peninjauan kembali tidak dikabulkan dan eksekusi jalan terus.
4. Barang atau obyek sengketa yang di Conservatoir Beslag ( sita
jaminan ) di ganti dengan barang atau obyek lain.
Prinsip Hakim dalam pengabulan Conservatoir Beslag ( sita
jaminan ) yaitu adanya persangkaan yang beralasan, bahwa yang digugat
itu ada niat untuk menggelapkan atau melarikan barang – barang itu,
supaya nantinya tidak dapat dimiliki oleh penggugat. Tergugat akan
menggelapkan barang – barangnya, hal ini tampak dalam posita dari surat
gugatan penggugat adanya maksud akan menjauhkan barang – barang itu
dari kepentingan penggugat sebelum putusan yang berkekuatan hukum
tetap dijatuhkan.
Penggantian barang / obyek sengketa, dalam perkara No.
30/Pdt.G/1997/PN.Ska tidak ada karena di Pengadilan Negeri Surakarta
tidak pernah terjadi penggantian obyek sengketa yang di Conservatoir
Beslag.
Berdasarkan hasil wawancara dengan juru sita dan panitera
Pengadilan Negeri Surakarta didapat keterangan – keterangan mengenai
penggantian obyek sengketa yang di Conservatoir Beslag, adalah sebagai
berikut :
a. Adanya kesepakatan antara penggugat dan tergugat.
b. Nilai obyek harus seimbang.
c. Pengajuan permohonan penggantian sita jaminan atas barang yang
baru kepada Hakim yang menangani sengketa tersebut.
d. Adanya pengijinan oleh Hakim yang menangani sengketa.
e. Adanya penetapan Hakim kembali.
Penggantian obyek yang di Conservatoir Beslag biasanya diajukan
oleh penggugat karena penggugat memandang bahwa tergugat mempunyai
harta lain yang nilainya lebih seimbang dengan nilai kerugian yang
diderita penggugat, disamping itu penggantian juga dapat diajukan oleh
tergugat dengan alasan bahwa ada barang bergerak lain milik tergugat
sebagai pengganti dari barang tetap dengan ketentuan nilai barang sama
atau mendekati sama atau seimbang.
Penggantian obyek sengketa tersebut harus ada kesepakatan antara
kedua belah pihak, apabila keduanya sepakat kemudian penggugat atau
tergugat mengajukan permohonan kepada hakim Pengadilan Negeri yang
menangani perkara tersebut untuk mengganti sita jaminan yang telah
diletakkan setelah hakim menerima permohonan dan mengijinkan untuk
diganti, maka hakim mengeluarkan penetapan untuk mengangkat sita
jaminan yang telah diletakkan sebelumnya dan kemudian mengeluarkan
penetapan kembali melakukan penyitaan kembali. Untuk barang yang
sitanya sudah diangkat menjadi milik tergugat kembali sedangkan barang
pengganti sita jaminan dijaga oleh Pengadilan maupun pihak kepolisian
agar tidak dijual atau dialihkan kepada orang lain.
Tanpa adanya penetapan dari Pengadilan Negeri penggantian sita
jaminan tersebut tidak sah. Berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri juru
sita atau panitera yang ditunjuk melalui surat perintah, melaksanakan
pengangkatan sita atas barang yang telah disita dulu kemudian meletakkan
sita jaminan kembali sesuai dengan kesepakatan dan penetapan hakim
Pengadilan Negeri, setelah itu juru sita atau panitera membuat berita acara
kembali sebagai bukti bahwa sita telah diangkat dan diganti dengan sita
jaminan lain.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan perumusan masalah yang penulis kemukakan serta
pembahasannya, baik yang berdasarkan atas teori maupun data-data yang
penulis dapatkan selama mengadakan penelitian, maka penulis menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Bahwa Conservatoir Beslag ( sita jaminan ) adalah suatu tindakan
persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata.
Pelaksanaan Conservatoir Beslag diatur dalam pasal Dasar pelaksanaan
Conservatoir Beslag adalah pasal 197 HIR, 227 HIR dan pasal 261 jo
pasal 206 RBG. Pelaksanaan Conservatoir Beslag diawali dengan adanya
penetapan Conservatoir Beslag dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri dan
surat perintah kepada panitera atau juru sita Pengadilan Negeri untuk
melakukan penyitaan terhadap obyek sengketa. Panitera maupun juru sita
dibantu oleh dua orang saksi yang telah dewasa pasal 197 ( 6 ). Tahap
terakhir dalam pelaksanaan sita jaminan adalah pembuatan berita acara sita
jaminan sesuai dengan ketentuan pasal pasal 197 ( 5 ) HIR, tanpa adanya
berita acara sita jaminan, penyitaan tersebut dianggap tidak sah.
2. Bahwa Eksekutorial Beslag ( sita eksekusi ) merupakan pelaksanaan
putusan Ketua Pengadilan Negeri, supaya disita sekian barang, jikalau
barang demikian tidak ada atau ternyata tidak mencukupi akan disita
barang tidak bergerak kepunyaan orang yang kalah itu, sehingga
mencukupi untuk penggantian sejumlah uang yang tersebut didalam
putusan hakim itu. Pelaksanaan Eksekutorial Beslag diatur dalam pasal
197, 198, dan pasal 199 HIR atau pasal 208, 209 dan pasal 210 RBG.
Secara garis besar pelaksanaan Eksekutorial Beslag sama dengan
Conservatoir Beslag perbedaannya terletak pada bunyi putusannya.
3. a. Hambatan dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag serta pemecahan
masalahnya adalah sebagai berikut:
1) Belum tentu sipemilik barang sertifikatnya atas nama dia.
2) Barang atau obyek sengketa telah ditanggungkan dalam hak
tanggungan.
3) Barang atau obyek sengketa masih menjadi milik bersama ( harta
warisan ).
b. Hambatan dalam pelaksanaan Eksekutorial Beslag serta pemecahan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1) Biaya pelaksanaan.
2) Tereksekusi tidak mau menandatangani berita acara eksekusi.
3) Adanya permohonan penangguhan eksekusi.
4) Pengerahan Massa.
5) Verset.
6) Peninjauan Kembali.
4. Obyek sengketa yang telah diConservatoir Beslag (disita jaminkan ) dapat
diganti dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :
a. Adanya kesepakatan antara penggugat dan tergugat.
b. Nilai obyek harus seimbang.
c. Pengajuan permohonan penggantian sita jaminan atas barang yang
baru kepada Hakim yang menangani sengketa tersebut.
d. Adanya pengijinan oleh Hakim yang menangani sengketa.
e. Adanya penetapan Hakim kembali.
B. SARAN.
1. Dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag maupun Eksekutorial Beslag
hendaknya selalu disertakan aparat kepolisian untuk menghindari hal hal
yang tidak di inginkan.
2. Untuk saksi – saksi dalam pelaksanaan Conservatoir Beslag maupun
Eksekutorial Beslag diharapkan saksi –saksi yang mengetahui hukum
karena dapat memperlancar jalannya sita dan tidak menutup kemungkinan
saksi dari luar, asalkan para saksi tidak menghambat jalannya sita.
3. Sebaiknya para masyarakat umum apabila menjalani suatu proses perkara
perdata yang menyangkut benda hendaknya meletakkan sita terlebih
dahulu agar gugatannya tidak menang diatas kertas saja.
top related