ehra pringsewu

Post on 26-Sep-2015

38 Views

Category:

Documents

4 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

laporan studi EHRA

TRANSCRIPT

LAPORAN STUDI EHRAPOKJA AMPL

KABUPATEN PRINGSEWUTAHUN 2012

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN PRINGSEWU2012

Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Pringsewu Bulan Agustus 2012

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI3DAFTAR TABEL3.aDAFTAR GRAFIK3.bI.PENDAHULUAN4II.METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA52.1.Penentuan Target Area Survey62.2.Penentuan Jumlah/Besar Responden92.3.Penentuan Desa/Desa Area Survei102.4.Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei11III.HASIL STUDI EHRA KABUPATEN/ KOTA ...123.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga123.2. Pembuangan Air Limbah Domestik163.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir223.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga273.5Perilaku Higiene35Daftar Tabel41Daftar Grafik42

I. PENDAHULUAN

Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke Desa. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 1. Data terkait dengan sanitasi dan higiene terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat Desa/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 1. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang;1. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan.1. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan masyarakat di tingkat desa/Desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders Desa/desa 1. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Desa/desa Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) adalah Sebagai berikut : 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 1. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi1. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal 1. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten PringsewuPelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) AMPL Kabupaten Pringsewu . Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Pringsewu dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota.II. METODOLOGI DAN LANGKAH PELAKSANAAN STUDI EHRA

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja AMPL dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu . Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 1 (satu) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Desa yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Desa minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/Desa adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pringsewu . Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS. Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja AMPL. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut: 1. Penanggungjawab: Pokja Kabupaten Pringsewu1. Koordinator Survey: Pokja - Dinas Kesehatan 1. Anggota: BAPPEDA, Bappermas, KLH, DKP, Infokom, dll 1. Koordinator wilayah/kecamatan: Kepala Puskesmas 1. Supervisor : Sanitarian Puskesmas 1. Tim Entry data: Bag. Pengolahan Data, Bappeda, BPS1. Tim Analisis data: Pokja Kabupaten Pringsewu1. Enumerator: Kader aktif Desa (PKK, Posyandu, KB, dll)

2.1 Penentuan Target Area Survey

Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah Probability Sampling dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Pringsewu mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman) sebagai berikut:1. Kepadatan pendudukyaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan Desa/ desa. 1. Angka kemiskinandengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau Desa/ desa.

Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:

( Pra-KS + KS-1)Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% KK

1. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat1. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Pringsewu menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada 2.1. Wilayah (kecamatan atau desa/Desa) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/Desa yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/Desa lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Pringsewu.

Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisikoKatagori KlasterKriteria

Klaster 0Wilayah desa/Desa yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.

Klaster 1Wilayah desa/Desa yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 2Wilayah desa/Desa yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 3Wilayah desa/Desa yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klaster 4Wilayah desa/Desa yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

Klastering wilayah di Kabupaten Pringsewu menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.2. Wilayah (kecamatan atau desa/Desa) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/Desa yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/Desa lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

Tabel 2.2. Hasil Klastering Desa di Kabupaten PringsewuNo.KlasterJumlahNama KecamatanNama Desa Terpilih

144 Adiluwih Pardasuka Gading Rejo Parerejo Bulukarto Mataram

232 Ambarawa Sukoharjo Podomoro Pringsewu Selatan Pringsewu Utara Pringsewu Timur Pringsewu Barat

322 Banyumas Pringsewu Kresnomulyo Margodadi Ambarawa

410

500

Jumlah8 Kecamatan11 desa

Hasil klastering wilayah Desa di Kabupaten Pringsewu yang terdiri dari 118 desa menghasilkan distribusi sebegai berikut:1. klaster 0 sebanyak 0 %. 1. klaster 1 sebanyak 0 %, 1. klaster 2 sebanyak 31,35 %, 1. klaster 3 sebanyak 23,72 %, dan1. dan klaster 4 sebanyak 44,91 %.

2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden

Untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di tingkat kabupaten/kota, dengan presisi tertentu, tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Sampel sebesar 30 responden untuk tiap Desa/desa, dengan teknik statistik tertentu dan dianggap sebagai jumlah minimal yang bisa dianalisis. Akan tetapi, dalam praktiknya, bila ditargetkan 30, seringkali tidak memenuhi target, dikarenakan oleh sejumlah error (kesalahan pewawancara, entry team, kuesioner, dll), sehingga seringkali sampel yang ditargetkan 30 hanya terealisir sekitar 20-25 saja. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka jumlah sampel untuk tiap Desa/desa diambil sebesar 40 responden. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota dapat dengan cara sederhana untuk yaitu dengan menggunakan Tabel Krejcie-Morgan yang mempunyai tingkat kepercayaan 95%, sebagai berikut.

Tabel 2.3. Tabel Krejcie-MorganJumlah KKJumlah Sampel%Jumlah KKJumlah Sampel%Jumlah KKJumlah Sampel%

1010100%22014064%120029124%

151493%23014463%130029723%

201995%24014862%140030222%

252496%25015261%150030620%

302893%26015560%160031019%

353291%27015959%170031318%

403690%28016258%180031718%

454089%29016557%190032017%

504488%30016956%200032216%

554887%32017555%220032715%

605287%34018153%240033114%

655686%36018652%260033513%

705984%38019150%280033812%

806683%42020148%350034610%

857082%44020547%40003519%

907381%46021046%45003548%

957680%48021445%50003577%

1008080%50021743%60003616%

1108678%55022641%70003645.2%

1209277%60023439%80003674.59%

1309775%65024237%90003684.09%

14010374%70024835%10,0003703.70%

15010872%75025434%15,0003752.50%

16011371%80026033%20,0003771.89%

17011869%85026531%30,0003791.26%

18012368%90026930%40,0003800.95%

19012767%95027429%50,0003810.76%

20013266%100027828%75,0003820.51%

21013665%110028526%100,0003840.38%

2.3. Penentuan Desa/Desa Area Survei

Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 13 Desa secara random. Hasil pemilihan ke- 13 Desa tersebut disajikan pada Tabel 2.4. sebagai berikut:

Tabel 2.4. Kecamatan Dan Desa Terpilih Untuk Survei EHRA Kabupaten PringsewuNoKlasterKecamatanDesa TerpilihJumlah DusunJumlah RTJml Dusun/ RT terpilihJumlah Responden

14Gading Rejo Parerejo Bulukarto Mataram120 orang

23Pringsewu Podomoro Pringsewu Selatan Pringsewu Utara Pringsewu Timur Pringsewu Barat120 orang

32Ambarawa Kresnomulyo Margodadi Ambarawa200 orang

41------

50------

2.4. Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei

Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per Desa mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per Desa adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut. 1. Urutkan RT per RW per Desa. 1. Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil. 1. Jumlah total RT Desa : X.1. Jumlah RT yang akan diambil : Y1. Maka angka interval (AI) = jumlah total RT Desa / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan) misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z 1. Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3. 1. Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst.

Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sebagai berikut. 1. Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung.1. Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 51. Ambil/kocok angka secara random antara 1 AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 21. Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.

III. HASIL STUDI EHRA DI KABUPATEN PRINGSEWU

3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, antara lain sebagai berikut : 1. Cara pembuangan sampah yang utama2. Frekuensi & pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah3. Praktik pemilihan sampah4. Penggunaan wadah sampah sementara di rumahCara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 10 (sepuluh) opsi jawaban. Sepuluh opsi itu dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni 1) Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2) Dikumpulkan di luar rumah/ di tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) Dibuang di halaman/ pekarangan rumah, dan 4) Dibuang ke luar halaman/ pekarangan rumah. Di antara empat kelompok itu, cara-cara yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/ kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.Di banyak kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/ pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan.Terakhir, enumerator EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek.

1. Cara Pembuangan Sampah

Dari cara penanganan sampah dirumah responden dengan jumlah total responden 440 orang, responden terbanyak mengatakan bahwa mereka mendapat layanan pengangkutan sampah dengan persentase sebesar 42,05%.

N = 440, Wawancara, Recorded, Jawaban TunggalC.2: Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?

Grafik 3.1. Sistem Pengolahan Sampah Rumah Tangga

Tabel. 3.1 Sistem Pengolahan Sampah Rumah Tangga

VariabelFrequensi%

Dikumpulkan dan dibuang ke TPS18542,05

Dikumpulkan kolektor informar daur ulang14633,18

Dibakar296,59

Dibuang ke lubang dan dikubur204,55

Dibuang ke lubang, tidak dikubur194,32

Dibuang ke sungai/kali/laut/danau143,18

Dibuang, dibiarkan sampai membusuk102,27

Dibuang ke lahan kosong, dibiarkan membusuk81,82

Lain-lain81,82

Tidak Tahu10,23

Tidak menjawab00,00

Total440100,0

Data di atas memang kurang banyak bermanfaat menyediakan gambaran mengenai tingkat risiko kesehatan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat. Seperti telah disampaikan di muka, penanganan sampah yang aman adalah di mana rumah tangga mendapat layanan pengangkutan yang memadai. Untuk kepentingan identifikasi tingkat risiko kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas kemudian disederhanakan utamanya berdasarkan dua kategori besar, yakni 1) penerima layanan sampah dan 2) non penerima layanan sampah.

2. Penanganan sampah dan pengelolaan sampah

Untuk cara penanganan sampah rumah tangga responden dari total 440 responden, sebanyak 313 responden atau 94,32 % menyatakan pengelolaan sampah tidak memadai. Grafik.3.2 Pengelolaan Sampah

3. Frekuensi PengangkutanN = 1 (0,23 %), Wawancara, Recorded, Jawaban TunggalC.5: Seberapa sering petugas mengangkut sampah dari rumah?Jumlah responden yang melakukan pengangkutan sampah dengan memadai sebanyak 1 responden dari 440 responden. Jumlah ini dianggap tidak dapat mewakili variabel frekuensi pengangkutan karena hanya sebesar 0,23 %.

4. Ketepatan Waktu PengangkutanN = 1 (0,23 %), Wawancara, Recorded, Jawaban TunggalC.6: Dari pengalaman dalam sebulan terakhir ini, apakah sampah selalu diangkut tepat waktu?Jumlah responden dengan ketepatan waktu pengangkutan sampah dengan memadai hanya sebanyak 1 responden dari 440 responden. Jumlah ini dianggap tidak dapat mewakili variabel ketepatan waktu pengangkutan karena hanya sebesar 0,23 %.

5. Sistem PewadahanN = 440, Wawancara, Recorded, Pengamatan, Jawaban GandaAO.4.1: Apakah ada wadah/tempat yang dipakai untuk mengumpulkan sampah?

Grafik 3.3 Sistem Pewadahan Sampah Rumah Tangga Responden

6. Pemilahan SampahN = 45 (10,23 %), Wawancara, Recorded,Wawancara, Jawaban GandaC.3: Apa saja jenis sampah yang dipilah/sipisahkan sebelum dibuang?

Grafik 3.4. Data Jenis Sampah Yang Dipilah

3.2. Pembuangan Air Limbah Domestik

Diare adalah sindrome penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melambat sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar dari biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari.Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja). Diare adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi proses encer dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.Siapapun, baik itu bayi, anak-anak, remaja, sampai dewasa, semua pasti pernah mengalami diare. Diare adalah buang air besar (BAB) yang bentuknya berubah (menjadi lebih encer), lebih sering, & lebih banyak. BAB yang menjadi lebih sering belum tentu merupakan diare. Diare terjadi ketika air yang seharusnya ditarik dari feses (tinja) kurang dari jumlah yang normal, sehingga feses menjadi lebih encer & kurang berbentuk.Diare biasanya disebabkan oleh infeksi/kuman di saluran cerna, meskipun diare juga bisa terjadi karena perubahan pola makan atau penyakit-penyakit lain. Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemaran tanah (field), praktik semacam itu dapat mencemari sumber air minum warga.Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman bukan hanya tempat BAB diruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi juga penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya.Untuk jenis jamban, EHRA membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori besar, yakni jamban siram/leher angsa, jamban/non-siram/tanpa leher angsa, dan tak ada fasilitas. Pilihan-pilihan pada dua kategori pertama kemudian dispesifikasikan lebih lanjut dengan melihat tempat penyaluran tinja yang mencakup ke pipa pembuangan khusus (sewerage), tangki septik, cubluk, lobang galian, sungai/ kali/ parit/ got. Sementara, kategori ketiga, ruang terbuka, pilihannya mencakup sungai, kali, parit atau got.Karena informasi jenis jamban rumah tangga didapatkan melalui wawancara, maka terbuka kemungkinan munculnya salah persepsi tentang jenis yang dimiliki, khususnya bila dikaitkan dengan sarana penyimpanan/ pengolahan.Warga seringkali mengklaim bahwa yang dimiliki adalah tangki septik. Padahal, yang dimaksud adalah tangki yang tidak kedap air atau cubluk, yang isinya dapat merembes ke tanah. Karenanya, EHRA juga mengajukan sejumlah pertanyaan konfirmasi yang dapat dapat mengindikasikan status keamanan tangki septik yang dimiliki rumah tangga. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain, Apakah tangki septik itu pernah dikosongkan?; Kapan tangki septik dikosongkan?; dan Sudah berapa lama tangki septik itu dibangun?Lebih jauh tentang kondisi jamban, Studi EHRA melakukan sejumlah pengamatan pada bangunan jamban/ WC/ latrin yang ada di rumah tangga. Ada sejumlah aspek/ fasilitas yang diamati oleh kader-kader, misalnya ketersediaan air, sabun, alat pengguyur atau gayung, dan handuk. Kader-kader yang berpartisipasi dalam EHRA juga mengamati aspek-aspek yang terkait dengan kebersihan jamban dengan melihat apakah ada tinja menempel atau tidak ? Selain itu, kader juga mengamati apakah ada lalat beterbangan di jamban atau sekitarnya dan hal lain, seperti apakah ada pembalut perempuan ?

1. Tempat BAB (Buang Air Besar)

Berdasarkan data responden yang diwawancarai dengan total 440 responden 63,18 % responden atau 278 orang menyatakan BAB di jamban pribadi, dan 22 responden atau 5 % BAB di MCK/WC Umum, N = 440, Wawancara, Recorded,Wawancara, Jawaban TunggalD.1: Dimana anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar?

Grafik 3.5. Tempat Buang Air Besar

2. Jenis Kloset Yang Digunakan

Dalam studi EHRA ini, dari total 440 responden yang BAB di jamban pribadi atau MCK/WC Umum menyatakan 61,14 % menggunakan kloset jongkok leher angsa dan 2,73 % menggunakan kloset duduk siram leher angsa.

N = 440, Wawancara, Recorded,Wawancara, Jawaban TunggalD.3: Jenis kloset apa yang Bapak/Ibu pakai di rumah?

Grafik3.6. Jenis Kloset yang Digunakan

3. Tempat Penyaluran Akhir Buangan TinjaDalam studi EHRA ini, dari total 440 responden yang BAB di jamban pribadi atau MCK/WC Umum sebanyak 46,59 % atau 205 responden menyatakan menggunakan tangki septik untuk penyaluran akhir buangan tinja (septic tank).N = 440, Wawancara, Recorded,Wawancara, Jawaban TunggalD.4: Kemana tempat penyaluran buangan akhir tinja?

Grafik 3.7. Tempat Akhir Buangan Tinja

4. Keberadaan Tangki Septik Berdasarkan Tahun Pembuatannya

Sebanyak 63 responden atau 27,88 % menyatakan bahwa tangki septiknya dibangun 1 5 tahun yang lalu, 27,43 % lainnya menyatakan tangki septiknya dibangun lebih atau sama dengan 10 tahun yang lalu dan 18,14 % menyatakan tangki septiknya di bangun 5 10 tahun yang lalu.N = 226, Wawancara, Recorded,Wawancara, Jawaban TunggalD.5: Sudah berapa lama tangki septic ini dibangun?

Grafik 3.8. Keberadaan Tangki Septik Menurut Tahun Pembuatannya

5. Pengurasan Tangki Septik

Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik atau cublukpun dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun. Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk. Bila diringkas maka kriterianya adalah sebagai berikut :

N = 226, Wawancara, Recorded,Wawancara, Jawaban TunggalD.6: Kapan tangki septik terakhir dikosongkan?

Grafik 3.8. Pengurasan Tangki Septik

Kriteria suspek aman adalah sebagai berikut :1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/ dikosongkan kurang dari lima tahun laluKriteria suspek tidak aman adalah sebagai berikut : 1. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu seperti teramati pada diagram di bawah ini :

Tabel 3.2. Diagram Penyedotan Septic Tank Yang Aman

Jumlah yang melaporkan menggunakan jamban siram ke tangki septik sebanyak 46,59 %. Dan sebanyak 27,88 % melaporkan tangki septiknya 1 5 tahun yang lalu dan hanya 27,43 % yang menyatakan tangki septiknya dibangun lebih dari 10 tahun yang lalu. Dari sejumlah itu, mayoritas atas sekitar 61,50 % melaporkan bahwa tangki septiknya belum pernah dikosongkan. Proporsi mayoritas ini adalah indikasi bahwa yang digunakan rumah tangga bukan tangki septik melainkan cubluk atau tangki yang tidak kedap air alias merembes kelura tangki.Di antara rumah tangga yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, sekitar 7,52 % melaporkan mengosongkannya 1 5 tahun lalu dan dapat dikategorikan sebagai pengurasan tangki septik yang aman.

3.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir

Bagian ini menyediakan informasi mengenai kondisi saluran air rumah tangga di Kabupaten Pringsewu. Saluran air merupakan salah satu objek yang diperhatikan EHRA karena saluran yang tidak memadai berisiko memunculkan berbagai penyakit.Enumerator Survey EHRA mengamati keberadaan saluran air di sekitar rumah terpilih. Saluran yang dimaksud adalah saluran yang digunakan untuk membuang air bekas penggunaan rumah tangga (grey water), seperti air dapur (bekas cuci piring/ bahan makanan), air cuci pakaian maupun air bekas mandi. Seperti kebanyakan terjadi di kota-kota di Indonesia, saluran grey water dapat pula berfungsi menjadi saluran bagi pengaliran air hujan (drainage).Bila suatu rumah didapati memiliki saluran, para enumerator akan mengamati lebih dekat apakah air di saluran itu mengalir dan melihat apakah terdapat tumpukan sampah di dalam saluran air itu. Saluran yang memadai ditandai dengan aliran airnya yang lancar atau tidak ada air, dan tidak adanya tumpukan sampah di dalamnya.

1. Keberadaan Saluran Air

N= 432, Wawancara, Recorde, Jawaba Tunggal

E.1: Apakah di rumah mempunyai sarana pengolahan air limbah selain tinja?

Grafik 3.10. Sarana Pengolahan/Pembuangan Air Limbah

Berdasarkan kuesioner dari total 432 responden sebanyak 53,01 % atau 239 responden menyatakan memiliki sarana pengolaha air limbah selain tinja (SPAL/ Sarana Pembuangan Air Limbah). Sedangkan 42,13 % atau 182 responden menyatakan tidak memiliki sarana pengolahan air limbah selain tinja.

2. Buangan Akhir Air Limbah Non TinjaN= 252, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

E.2: Kemana air bekas buangan/air limbah selain tinja dibuang yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci piring dan wastafel?

Grafik 3.11. Buangan Air Limban Non Tinja

3. Frekuensi BanjirN= 440, Wawancara, Recorded, Pengamatan, Jawaban Tunggal

E.3: Apakah rumah yang ditempati saat ini atau lingkungan dan jalan di sekitar rumah pernah terkena banjir?

Grafik 3.12. Frekuensi Banjir

Berdasarkan hasil survei dari studi EHRA, dari total 440 responden sebanyak 73,86 % (325 responden) menyatakan tidak pernah mengalami banjir. Sedangkan sebanyak 63 responden atau 14,32 % menyatakan pernah mengalami banjir beberapa kali dalam setahun. Data dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.3. Frekuensi BanjirNO.FREKUENSI BANJIRJUMLAH%

1Tidak pernah32573,86

2Beberapa kali dalam 6314,32

3Sekali dalam setahun235,23

4Non Data204,55

5Tidak tahu61,36

6Sekali atau beberapa dalam sebulan30,68

TOTAL440100,00

4. Rumah Yang Tegenang BanjirN= 95, Wawancara, Recorded, Pengamatan, Jawaban Tunggal

E.5: Terakhir kali banjir terjadi, apakah air memasuki rumah?

Grafik 3.13. Data Rumah Responden Yang Tergenang Banjir

Grafik di atas berdasarkan penulusuran data rutinitas banjir di lingkungan tempat tinggal responden yang tergenang banjir. Diketahui bahwa dari 95 responden sebanyak 39 responden yang menyatakan bahwa wilayah rumah/tempat tinggal rutin tergenang banjir, atau sebanyak 58,95 %.

5. Sarana Jamban Responden Yang Terendam Banjir

Berdasarkan data studi EHRA atas total 58 responden, yang menyatakn bahwa rumahnya selalu ikut terendam banjir saat lingkungan sekitar tempat tinggalnya mengalami banjir, menyatakan bahwa banjir juga selain merendam rumah juga merendam kamar mandi / WC / Jamban sebanyak 17,24 % atau 10 responden.

N= 58, Wawancara, Recorded, Pertanyaan, Jawaban Tunggal

E.6: Jika banjir, apakah kamar mandi dan WC/jamban juga terendam banjir?

Grafik 3.14. Data WC / Jamban Responden Yang terendam Banjir

6. Data Ketinggian Air BanjirUntuk responden yang rumahnya juga terendam banjir, studi melakukan pendalaman berapa ketinggian air yang masuk ke dalam rumah, berdasarkan data didapatkan bahwa 19 responden atau 32,76 % menyatakan ketinggian banjir adalah setengah setumit orang dewasa ( 10 cm), sedangkan 14 responden atau 24,14 % menyatakan ketinggian banjir adalah setengah selutut orang dewasa ( 25 cm) dan 3 responden atau 5,17 % menyatakan tinggi banjir adalah selutut orang dewasa ( 50 cm).

N= 18, Wawancara, Recorded, Pertanyaan, Jawaban Tunggal

E.7: Untuk banjir yang terakhir kali, berapa tinggi air yang masuk ke dalam rumah?

Grafik 3.15. Data Ketinggian Air Banjir

7. Lamanya Waktu Banjir Surut

N= 58, Wawancara, Recorded, Pertanyaan, Jawaban Tunggal

E.8= Jika banjir, berapa lama air banjir akan mengering?

Grafik 3.16. Lama Waktu Banjir Surut

3.4.Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga

Aspek yang yang diteliti dalam EHRA terkait dengan akses sumber air untuk minum terdiri dari 2 (dua) hal utama, yakni:1. Jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga, dan2. Kelangkaan air yang dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Dari sisi jenis sumber diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang ditangkap, dialirkan dan disimpan secara bersih dan terlindungi). Di lain pihak, terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan air permukaan, seperti air kolam, sungai, parit ataupun irigasi. Suplai atau kuantitas air pun memegang peranan. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai merupakan salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi menunjukkan bahwa mereka yang memiliki suplai air yang memadai cenderung memiliki risiko terkena diare yang lebih rendah, karena sumber air yang memadai cenderung memudahkan kegiatan higinitas secara lebih teratur. Oleh karena itu kelangkaan air dapat dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko (tidak langsung) bagi terjadinya kesakitan-kesakitan seperti gejala diare. Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bias digunakannya air yang keluar dari sumber air minum utama.

1. Sumber Air Minum

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Ganda

F.1.1:Untuk keperluan sehari-hari, apa sumber air yang paling banyak Ibu gunakan?

Grafik 3.17. Sumber Air Untuk Minum

Grafik 3.18. Air Untuk Memasak

Grafik 3.19 Air Untuk Cuci Piring dan Gelas

Grafik 3.20. Air Untuk Mencuci Pakaian

Grafik 3.21. Air Untuk Menggosok Gigi

2. Kelangkaan AirUntuk kasus kelangkaan air dalam studi EHRA ditemukan sekitar hanya 13,40 % rumah tangga yang mengalami kelangkaan dari sumber air utama dalam dua minggu terakhir, selebihnya hanya kesulitan mendapatkan air untuk rentang waktu yang singkat dan mayoritas dari total responden menyatakan tidak memiliki kesulitan akan kebutuhan air.

N=418, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

F.1.1:Apakah ibu pernah mengalami tidak mendapatkan/mempunyai air untukKebutuhan sehari-hari dan berapa lama?

Grafik 3.22. Kelangkaan Air Untuk Keperluan Sehari-hari

3. Kualitas AirHasil studi dari 440 responden, mayoritas responden yaitu sebanyak 80,45 % menyatakan puas atas kualitas air yang digunakan sehari-hari.

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

F.1.3:Apakah ibu puas dengan kualitas air yang digunakan saat ini?

Grafik 3.23. Kepuasan Atas Kualitas Air

4. Penanganan Air

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

F.2.1:Apakah ibu mengolah air sebelum digunakan untuk minum dan masak?

Dari 440 responden sebanyak 72,23 % menyatakan mengolah air sebelum digunakan untuk minum dan memasak. Sedangkan sebanyak 22,27 % menyatakan tidak melakukan pengolahan air sebelum digunakan untuk minum dam memasak.Grafik 3.24. Penanganan Air Untuk Minum dan Masak

5. Cara Pengolahan Air

Penanganan dan pengolahan air untuk keperluan minum adalah penting terutama untuk mematikan bakteri-bakteri yang dapat membahayakan kesehatan dan pada akhirnya menimbulkan penyakit seperti diare/muntaber. Dari hasil studi, mayoritas responden menyatakan bahwa mereka menangai serta mengolah air yang akan digunakan untuk keperluan minum dan masak yaitu dengan cara direbus terlebih dahulu sebanyak 90,06 % atau 308 responden. Sedangkan responden yang menggunakan filter keramik adalah sebanyak 0,58 % atau 342 responden.

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

F.2.2:Bagaimana cara Ibu mengolah air untuk diminum?

Grafik 3.25. Pengolahan Air Untuk Keperluan Minum

6. Penyimpanan Air

Penyimpanan air merupakan hal yang tak kalah pentingnya selain cara penanganan dan pengolahan air untuk keperluan minum dan masak. Dari data yang tertera di grafik beriku ini, mayoritas responden menyatakan bahwa setelah air di masak/rebus mereka menyimpannya di dalam teko/ketel sebanyak 37,72 % posisi kedua terbanyak menyatakan menyimpah dalam panic tertutup yaitu sebanyak 32,75 %.N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

F.2.3:Apakah Ibu menyimpan air yang sudah diolah di tempat yang aman?

Grafik 3.26. Pewadahan Air Hasil Olahan

7. Teknik Pengambilan Air

Cara pengambilan air juga memiliki pengaruh akan kebersihan dan kesehatan, kontak langsung dengan badan air di khawatirkan dapat mencemari air dan menjadi perantara migrasi bakteri/virus ke badan air khususnya tangan yang tidak bersih/higienis. Mayoritas responden menyatakan bahwa mereka mengambil air untuk keperluan sehari-hari dengan menggunakan gayung dan tangan tidak menyentuh air sebanyak 81,87 %.

N=342, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

F.2.4:Bagaimana Ibu mengambil air untuk minum, masak, cuci piring & gelas serta gosok gigi dari tempat penyimpanan?

Grafik 3.27. Teknik Pengambilan Air

3.5Perilaku Higiene

Seringkali kita menganggap remeh kebiasaan mencuci tangan. Itu terbukti, menurut Survey Environmental Services Program (ESP) USAID 2006 menunjukan perilaku mencuci tangan bangsa ini hanya 14,3%.Riset Kesehatan Dasar pada 2007 tercatat 25,2% anak usia 1-4 tahun meninggal akibat diare, berarti sekitar 3,5 juta anak di Indonesia setiap tahunnya tidak bisa melewati ulang tahunnya yang kelima. Sampai saat ini, kasus diare di negeri ini masih betah menduduki urutan tertinggi kedua penyebab kematian pada balita.Rendahnya kebiasaan Cuci Tangan Pake Sabun (CTPS) menyebabkan 90% anak Indonesia menderita cacingan. Hal ini mempengaruhi kecerdasan dan tumbuh kembang anak. Sebab, cacing di dalam tubuh akan membajak nutrisi dan menggerogoti tubuh. Dengan demikian negara terancam kehilangan generasi berpotensi.Semua orang dianjurkan untuk melakukan kebiasaan cuci tangan pakai sabun, mulai dari bayi sampai orang dewasa. Tapi yang sangat dianjurkan adalah seorang Ibu. Kenapa ? Karena ibu adalah tokoh central yang dapat menjadi vektor penularan berbagai penyakit bagi seluruh keluarga tercinta. Contohnya, ibu memasak ayam, kotor dan banyak virus, bisa jadi si ibu tidak terserang, tapi virus itu bisa menempel di tangan ibu dan selanjutnya menularkan ke anak. Jadi, apa susahnya ibu menyisihkan waktu sebentar untuk melakukan cuci tangan pakai sabun.Cuci tangan pakai sabun di 5 waktu penting yaitu:1) sebelum makan,2) sesudah buang air besar,3) sebelum memegang bayi,4) sesudah menceboki anak, dan5) sebelum menyiapkan makanan; akan dapat mengurangi hingga 47% angka kesakitan karena diare dan 30% infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA (infeksi saluran pernapasan atas).

Fakta tentang Cuci tangan pakai sabun : Tangan adalah salah satu penghantar utama masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia. Cuci tangan dengan sabun dapat menghambat masuknya kuman penyakit ke tubuh manusia melalui perantaraan tangan; Tangan manusia yang kotor karena menyentuh feses mengandung kurang lebih 10 juta virus dan 1 juta bakteri; Kuman penyakit seperti virus dan bakteri tidak dapat terlihat secara kasat mata sehingga sering diabaikan dan mudah masuk ke tubuh manusia; Hampir semua orang mengerti pentingnya cuci tangan pakai sabun namun tidak membiasakan diri untuk melakukannya dengan benar pada saat yang penting.Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.1. Pemakaian Sabun

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

G.1:Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin?

Grafik 3.28. Pemakaian Sabun Hari Ini Atau Kemarin

2. Cuci Tangan Pakai Sabun Umum

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

G.4:Kapan biasanya anggota keluarga mencuci tangan pakai sabun?

Grafik 3.29. Cuci Tangan Pakai Sabun Umum

3. Riwayat PenyakitSebagaimana yang disampaikan pada ulasan di awal bab ini, bahwa kebiasaan mencuci tanggan pakai sabun selain untuk kebersihan tubuh juga dapa mencegah penularan penyakit ke tubuh kita melalui perantara tangan. Kebiasaan mencuci setelah BAB dan sebelum makan dapat mengurangi hingga 47% angka kesakitan karena diare dan 30% infeksi saluran pernafasan akut atau ISPA (infeksi saluran pernapasan atas).

N=440, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

H.1:Kapan waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare?

Grafik 3.30. Riwayat Penyakit Diare Anggota Keluarga

Data pada Grafik di atas memang kurang memberikan gambaran tentang hubungan antara kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan penyakit diare, dikarenakan penularan penyakit diare juga bisa dikarenakan pola makan yang tidak sehat/kebiasaan jajan sembarangan dan pada umumnya di dalam suatu keluarga tidak memiliki catatan riwayat penyakit anggota keluarganya. Tingkatan penyakit diare di dalam anggota keluarga pada umumnya masih dalam kategori ringan, dan pengobatan yang dilakukan pun kebanyakan hanya menggunakan obat di pasaran yang dijual bebas, penanganan secara khusus yang melibatkan tenaga medis baru dilakukan apabila si penderita sudah mencapai kondisi akut dan tidak sedikit yang pada akhirnya berujung pada kematian, hal ini lah yang dapat dijadikan sebagai dasar mengapa pada tabel di atas lebih besar persentase responden yang tidak memiliki data riwayat diare anggota keluarganya.Tabel di bawah ini melengkapi keterangan Grafik 8.4, siapa saja anggota keluarga yang pernah terjangkiti penyakit diare :

N=132, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

H.2:Siapa anggota keluarga terakhir yang menderita diare?

Tabel 3.4. Anggota Keluarga Yang Sakit DiareKELOMPOKPENYAKIT DIAREJUMLAH%

A. Anak-anak balitaTidak8564,39

Ya4735,61

Jumlah132

B. Anak-anak non balitaTidak11788,64

Ya1511,36

Jumlah132

C. Anak remaja laki-lakiTidak12695,45

Ya64,55

Jumlah132

D. Anak remaja perempuanTidak12896,97

Ya43,03

Jumlah132

E. Orang dewasa laki-lakiTidak10680,30

Ya2619,70

Jumlah132

F. Orang dewasa perempuanTidak10881,82

Ya2418,18

Jumlah132

Dari tabel di atas, Jumlah kasus diare yang terbanyak terdapat pada kelompok anak-anak balita (35,61 %) dan jumlah terbanyak kedua ada pada kelompok laki-laki dewasa, yaitu sebanyak 19.70 %. Sebagai perbandingan dari tiap-tiap kelompok umur, berikut ini grafik yang menggambarkan kejadian diare di rumah tangga :

N=132, Wawancara, Recorded, Jawaban Tunggal

H.2:Siapa anggota keluarga terakhir yang menderita diare?

Grafik 3.31. Anggota Keluarga Yang Sakit Diare

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kategori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi Lingkungan Berisiko7Tabel 2.2. Hasil Klustering Desa di Kabupaten Pringsewu8 Tabel 2.3. Tabel Krejcie Morgan9Tabel 2.4. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Survei EHRA Kabupaten Pringsewu10Tabel 3.1. Sistem Pengolahan Sampah Rumah Tangga14Tabel 3.2. Diagram Penyedotan Septic Tank yang Aman21Tabel 3.3. Frekuensi Banjir24Tabel 3.4. Anggota Keluarga yang Sakit Diare39

3.aDAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1. Sistem Pengolahan Sampah Rumah Tangga 13Grafik 3.2. Pengelolaan Sampah14Grafik 3.3. Sistem Pewadahan Sampah Rumah Tangga Responden15Grafik 3.4. Data Jenis Sampah yang Dipilah16Grafik 3.5. Tempat Buang Air Besar18Grafik 3.6. Jenis Kloset yang Digunakan19Grafik 3.7. Tempat Akhir Buangan Tinja19Grafik 3.8. Keberadaan Tangki Septik Menurut Tahun Pembuatannya20Grafik 3.8. Pengirasan Tangki Septik21Grafik 3.10. Sarana Pengolahan/ Pembuangan Air Limbah23Grafik 3.11. Buangan Air Limbah Non Tinja23Grafik 3.12. Frekuensi Banjir24Grafik 3.13 Data Rumah Responden yang Tergenang Banjir25Grafik 3.14. Data WC/Jamban Responden yang Terendam Banjir26Grafik 3.15. Data Ketinggian Air Banjir26Grafik 3.16. Lama Waktu Banjir Surut27Grafik 3.17. Sumber Air untuk Minum28Grafik 3.18. Air untuk Memasak29Grafik 3.19. Air untuk Mencuci Piring dan Gelas29Grafik 3.20. Air untuk Mencuci Pakaian30Grafik 3.21. Air untuk Menggosok Gigi30Grafik 3.22. Kelangkaan Air untuk Keperluan Sehari-hari31Grafik 3.23. Kepuasan atas Kualitas Air32Grafik 3.24. Penanganan Air untuk Minum dan Masak32Grafik 3.25. Pengolahan Air untuk Keperluan Minum33Grafik 3.26. Pewadahan Air Hasil Olahan34Grafik 3.27. Teknik Pengambilan Air35Grafik 3.28. Pemakaian Sabun Hari Ini atau Kemarin37Grafik 3.29. Cuci Tangan Pakai Sabun Umum 37Grafik 3.30. Riwayat Penyakit Diare Anggota Keluarga38

3.bGrafik 3.31. Anggota Keluarga yang Sakit Diare408

top related