dukungan sosial keluarga dalam proses …
Post on 19-Nov-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DALAM PROSES
PEMULIHAN ORANG DENGAN SKIZOFRENIA DI
KOMUNITAS PEDULI SKIZOFRENIA INDONESIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Disusun Oleh:
Sinta Saraswati
NIM: 1114054100031
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Sinta Saraswati
NIM : 11140541000031
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul DUKUNGAN
SOSIAL KELUARGA DALAM PROSES PEMULIHAN ORANG
DENGAN SKIZOFRENIA DI KOMUNITAS PEDULI
SKIZOFRENIA INDONESIA adalah benar karya saya sendiri dan
tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.adapun
kutipan dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan sumber
kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang
semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika
ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari
karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk digunakan seperlunya.
Jakarta, 7 November 2019
Sinta Saraswati
NIM: 11140541000031
i
ABSTRAK
Sinta Saraswati
Dukungan Sosial Keluarga dalam Proses Pemulihan Orang Dengan
Skizofrenia di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, 2019.
Orang dengan skizofrenia adalah keadaan dimana seseorang
mengalami gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama
dalam pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana
berbagai pemikiran yang tidak saling berhubungan secara logis, presepsi
dan perhatian yang keliru, afek yang datar atau tidak sesuai dan berbagai
gangguan aktivitas motorik yang tidak teratur. Untuk dapat menjalani
kehidupan, Orang dengan skizofrenia memerlukan proses dalam
pemulihan. Dalam proses pemulihan dukungan sosial keluarga menjadi
salah satu yang terpenting. Maka dari itu dengan adanya Komunitas
Peduli Skizofrenia menjadi wadah bagi Orang Dengan Skizofrenia dan
juga keluarga untuk saling bertemu dengan banyak orang yang sedang
mengalami hal yang sama sehingga dapat berbagi pengalaman dan juga
pengetahuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dukungan sosial keluarga
dalam proses pemulihan orang dengan skizofrenia yang tergabung dalam
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori dukungan keluarga dari Friedman. Pendekatan
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis deskriptif.
Tehnik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini
merupakan hasil wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga
dalam proses pemulihan orang dengan skizofrenia berupa dukungan
instrumental dengan adanya keluarga sebagai sumber dana, sumber
pertolongan dan meluangkan waktu; dukungan informasional, dari
adanya informasi tentang skizofrenia, informasi tentang obat-obatan, dan
informasi tentang kegiatan penunjang pemulihan bagi ODS; dukungan
penilaian diberikan melalui respon positif dan penguatan (pembenaran);
dukungan emosional diberikan melalui simpati, empati, dan juga rasa
aman.
Kata Kunci : Orang dengan Skizofrenia, Dukungan Keluarga,
Pemulihan
ii
Kata Pengantar
Alhamdulillahirabbil’alamiin, dengan memanjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya
kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga tercurahkan untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam, keluarga dan para sahabatnya serta pengikutnya yang telah
menjadikan dunia yang gelap gulota menjadi terang benerang, yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah menuju jalan islamiyah seperti saat ini
sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Atas keridhoan dari Allah, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Serta
tidak lupa peneliti menyampaikan ungkapan terima kasih kepada pihak yang
telah memberikan dukungan, bantuan, motivasi, dan arahan-arahan kepada
peneliti untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kerendahan
hati hati peneliti menyampaikan terimakasih kepada :
1. Suparto, M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Siti Napsiyah
Ariefuzzaman, MSW sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr.
Sihabuddin Noor, MA sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi
Umum. Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
2. Ahmad Zaky, M.Si., sebagai Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Hj. Nunung Khairiyah, MA selaku
Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Drs. Helmi Rustandi, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, dukungan,
dan motivasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
4. Para Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan
wawasan dan keilmuan serta membimbing peneliti dalam mengikuti
perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Budi Rahman Hakim, MSW sebagai Dosen Pembimbing Akademik.
6. Para Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan seluruh Civitas
Akademika yang telah memberikan peneliti wawasan dan keilmuan,
serta membimbing peneliti selama mengikuti perkuliahan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
7. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terimakasih telah
membantu peneliti dalam memberikan refrensi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Ketua Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, Mas Bagus Utomo yang
telah mengizinkan peneliti melakukan penelitian di Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia.
9. Seluruh Informan yang tergabung dalam Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia yang telah bersedia memberikan informasi kepada peneliti
untuk menyelesaikan penelitian ini.
10. Orangtua peneliti Ibu dan Mami yang sudah berada disisi-Nya saat ini,
terimakasih karena sudah melahirkan dan membesarkan peneliti dan
selalu mengajarkan banyak ilmu kepada peneliti dan selalu mendoakan
peneliti. Kepada Ayah dan papi, terimakasih sudah mengisi peran
seorang ayah dan mengajarkan banyak hal kepada peneliti. Peneliti ingin
meminta maaf karena telat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
kalian selalu bangga.
11. Teman Dekat peneliti di Mts Al-Raudlah, Umi Nurillah, S.T yang selalu
memberikan motivasi tanpa hentinya, yang selalu ada dalam suka dan
duka walaupun dalam kejauhan.
iv
12. Teman dekat peneliti selama di MAN 2 Jakarta, Ruh Mawaddah,
S.IKom dan Farida Fitria, S.E yang selalu memberikan motivasi agar
dapat menyelesaikan skripsi ini dan selalu ada dalam setiap suka duka
peneliti.
13. Teman dekat selama di perkuliahan Siti Sarah Agusti, Diah Farhana
Noviani, Siti Nur Rchimatun, dan Devi Marita. Terimakasih teman-
teman sudah ada dalam setiap moment dan bertahan dalam pertemanan
yang receh ini.
14. Teman seperjuangan Kesejakteraan Sosial 2014, terimakasih karena
sudah menemani dan memberikan dukungan semasa perkuliahan di UIN
syarif Hidayatullah Jakarta.
15. Azzam Fasha, S.Ds, terimakasih sudah memberikan motivasi, menemani
dan selalu sabar kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini
16. Terimakasih kepada semua pihak yang sudah memberikan dukungan
motivasi dan bantuan baik moril maupun materil sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Baik dari
segi isi maupun tehnik penulisan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang
bertujuan untuk membangun dari berbagai pihak akan peneliti terima dengan
tangan terbuka serta sangat diharapkan
Demikianlah skripsi ini peneliti persembahkan. Peneliti berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan semua pembaca pada umumnya.
Jakarta, 18 November 2019
Sinta Saraswati
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Batasan Masalah .............................................................................. 7
C. Rumusan Masalah ............................................................................ 8
D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
E. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
F. Metode Penelitian ............................................................................ 9
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori................................................................................. 19
1. Dukungan Sosial ............................................................................ 19
2. Keluarga ........................................................................................... 20
vi
3. Orang Dengan Skizofrenia. .............................................................. 22
4. Pemulihan ........................................................................................ 26
B. KAJIAN PUSTAKA ........................................................................ 29
C. KERANGKA BERPIKIR ................................................................ 33
BAB III PROFIL KOMUNITAS
A. Sejarah KPSI .................................................................................... 35
B. Profil KPSI ....................................................................................... 36
C. Struktur Komunitas KPSI ................................................................ 39
D. Program Kegiatan KPSI ................................................................... 40
E. Pola Pendanaan KPSI. ..................................................................... 43
F. Jejaring KPSI Dengan Kesehatan Jiwa ............................................ 44
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Dukungan Instrumental. ................................................................... 47
B. Dukungan Informasional ................................................................. 53
C. Dukungan Penilaian ......................................................................... 58
D. Dukungan Emosional ....................................................................... 61
BAB V PEMBAHASAN
A. Dukungan Instrumental .................................................................... 68
B. Dukungan Informasional ................................................................. 72
C. Dukungan Penilaian ......................................................................... 74
D. Dukungan Emosional ....................................................................... 76
vii
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................... 79
B. Implikasi .......................................................................................... 80
C. Saran ................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 83
LAMPIRAN................................................................................................ xii
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Prevalensi Gangguan Jiwa Berat Menurut Riskesdas.................. 2
Tabel 1.2 Nama Informan Penelitian ........................................................... 13
Tabel 4.1 Data Orang dengan Skizofrenia ................................................... 46
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Pola Hubungan dalam Keluarga ................................................. 21
Bagan 2.2 Skema Kerangka Berpikir dalam Penelitian ............................... 33
Bagan 3.3 Struktur Kepengurusan KPSI ..................................................... 39
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Logo KPSI......................................................................... 37
Gambar 3.2 Denah Lokasi KPSI........................................................... 38
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 : Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan
Lampiran 4 : Pedoman Wawancara
Lampiran 5 : Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan Ibu Kiki
Lampiran 6 : Transkip Wawancara Ibu Kiki
Lampiran 7 : Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan Ibu Tina
Lampiran 8 : Transkip Wawancara Ibu Tina
Lampiran 9 : Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan Ibu
Qomariyah
Lampiran 10 : Transkip Wawancara Ibu Qomariyah
Lampiran 11 : Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Informan Ibu
Mira
Lampiran 12 : Transkip Wawancara Ibu Mira
Lampiran 13 : Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada hakikatnya, Negara Indonesia adalah sebuah negara yang
sedang melakukan pembangunan-pembangunan guna memberikan
Kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Dimana dikutip dalam
Undang-undang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial
yang berbunyi sebagai berikut: “Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga
dapat melaksanakan fungsi sosialnya”(Undang-undang Republik
Indonesia).
Dalam pencapaian agar terpenuhinya suatu kebutuhan dalam
pembangunan sosial tentu akan muncul perubahan-perubahan sosial
yang serba cepat (rapid social changes) tersebut dapat
mengakibatkan masyarakat berpotensi mengalami gangguan jiwa
terlebih lagi karena masyarakat yang tidak dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perbuhan tersebut.
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah
kesehatan utama yang ada di negara maju dan moderen. Keempat
masalah kesehatan itu adalah penyakit kanker, kecelakaan,
degeneratif, dan gangguan jiwa (Dadang 2001, 1) Seseorang yang
mengalami gangguan jiwa akan mengalami ketidakmampuan
berfungsi secara optimal dalam kehidupannya sehari-hari, baik di
rumah, di sekolah, atau kampus atau lingkungan sosialnya. Salah satu
faktor penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa adalah
ketidakmampuan individu atau kelompok dalam melakukan adaptasi
2
atau penyesuaian diri, baik sebagai akibat dari adanya perubahan
sosial ataupun konflik orang-orang dengan lingkungan sosialnya
(Dadang 2001, 35).
Salah satu gangguan jiwa yang disebabkan oleh ketidakmampuan
individu dalam melakukan penyesuaian diri adalah gangguan jiwa
skizofrenia. Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang di tandai
dengan dua gejala utama yaitu tidak adanya pemahaman diri dan
ketidakmampuan melihat realitas (Dadang 2001, 35).
Fenomena gangguan jiwa skizofrenia pada saat ini mengalami
peningkatan yang sangat signifikan dalam setiap tahunnya. Menurut
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai 400.000
orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk.
Tabel 1.1
Prevalensi gangguan jiwa berat menurut provinsi,
Indonesia 2013
Provinsi Gangguan jiwa berat
(psikosis/skizofrenia) permil
Aceh 2,7
Sumatera Utara 0,9
Sumatera Barat 1,9
Riau 0,9
Jambi 0,9
Sumatera Selatan 1,1
Bengkulu 1,9
Lampung 0.8
Bangka Belitung 2,2
Kepulauan Riau 1,3
3
DKI Jakarta 1,1
Jawa Barat 1,6
Jawa Tengah 2,3
DI Yogyakarta 2,7
Jawa Timur 2,2
Banten 1,1
Bali 2,3
Nusa Tenggara Barat 2,1
Nusa Tenggara Timur 1,6
Kalimantan Barat 0,7
Kalimantan Tengah 0,9
Kalimantan Selatan 1,4
Kalimantan Timur 1,4
Sulawesi Utara 0,8
Sulawesi Tengah 1,9
Sulawesi Selatan 2,6
Sulawesi Tenggara 1,1
Gorontalo 1,5
Sulawesi Barat 1,5
Maluku 1,7
Maluku Utara 1,8
Papua Barat 1,6
Papua 1,2
Indonesia 1,7
Sumber : Hasil Riskesdas Tahun 2013
Dari tabel 1.1 menjelaskan bahwa secara Nasional terdapat 0,17%
penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat
4
(skizofrenia) atau secara absolut terdapat 400 Ribu Jiwa lebih
penduduk Indonesia. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Aceh
dan Yogyakarta, sedangkan yang terendah di Provinsi Kalimantan
Barat. Selain itu, tabel diatas juga menunjukkan bahwa ada 12
Provinsi yang mempunyai prevalensi gangguan jiwa berat melebihi
angka Nasional.
Terdapat berita yang mendukung terkait permasalahan gangguan
jiwa kini tidak kalah penting dan harus lebih diperhatikan terlebih di
Provinsi DKI Jakarta. Data Provinsi DKI Jakarta yang disajikan oleh
Badan Litbangkes Kemenkes Dasar 2013 dalam angka Provinsi DKI
Jakarta menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat di Kota Jakarta
Timur menduduki peringkat tertinggi yaitu 2,2 per mil, disusul
Kepulauan Seribu 1,5 per mil, Jakarta Utara 1,2 per mil, Jakarta Barat
1,0 per mil, Jakarta Selatan 0,2 per mil, dan Jakarta Pusat 0,0 per mil
(Tribun news, 18 Juli 2018).
Menurut fakta World Health Organization (WHO) 2017 bahwa
skizofrenia mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di dunia, satu dari
dua orang yang hidup dengan skizofrenia tidak dapat menerima
perawatan untuk kondisi tersebut. Perawatan orang dengan
skizofrenia dapat diberikan di tingkat komunitas, dengan keluarga
aktif, dan juga keterlibatan masyarakat (WHO, 2017)
Oleh karena itu kini banyak sekali pelayanan-pelayanan
kesehatan jiwa yang dapat menjadi tempat pengobatan bagi orang-
orang dengan gangguan kejiwaan. Sesuai dengan hadist berikut :
“Berobatlah kalian, maka sesungguhnya Allah swt tidak
mendatangkan penyakit kecuali mendatangkan juga obatnya,
kecuali penyakit tua ” (H.R. At Thirmidzi)”
5
Dalam hadist ini dijelaskan bahwa barangsiapa yang berikhtiar
dengan cara berobat maka Allah akan mendatangkan penyakit yang
memiliki obat untuk penyakitnya dan juga dikatakan dalam hadist
berikut :
“Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai
sasarannya maka dengan izin Allah swt, penyakit itu akan
sembuh “( H.R Muslim dan Ahmad) (Dadang 2001,154).
Dari hadist ini diperjelas bahwa jika obat tersebut sesuai dengan
sasaran penyakitnya maka niscaya Allah akan menyembuhkannya.
Kemudian diperjelas oleh ayat suci Al qur‟an yang memiliki bacaan
sebagai berikut :
{
}
“dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkannya” (Q.S.
26 : 80) (Al-Qur‟an).
Ayat ini sangat jelas dikatakan bahwa dzat yang maha
menyembuhkan penyakit adalah hanyalah Allah swt.
Dalam proses pemulihan Orang dengan Skizofrenia salah satu
yang terpenting adalah dukungan sosial keluarga. Pada kenyataannya
banyak kejadian bahwa jika ada seseorang anggota keluarga yang
mengalami gangguan kejiwaan seringkali dipasung atau diasingkan
karena dianggap sebagai aib keluarga. Tindakan pemasungan ini
sangat berdampak bagi kekambuhan penyakit yang diderita oleh
ODS. Menurut BBC Indonesia di tahun 2016 setidaknya ada 18.800
orang yang masih dipasung di Indonesia (BBC Indonesia, 11 Maret
2018) Dijelaskan dalam Undang-undang mengenai perlakuan
6
terhadap orang yang memiliki gangguan jiwa. Pada dasarnya, setiap
manusia berhak untuk hidup bebas dari penyiksaan sebagaimana
yang termaktub dalam undang undang ini :
Pasal 28G ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 bahwa “
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.”
Menurut pasal 148 ayat (1) UU Kesehatan bahwa “ penderita
gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga
negara” (Undang-undang Dasar)
Maka dari itu pengurungan dan pemasungan sama halnya dengan
perampasan hak untuk hidup secara layak yang dapat melanggar hak
asasi manusia.
Pada hakikatnya keluarga adalah salah satu keberhasilan dari
suatu pemulihan Orang Dengan Skizofrenia. Menurut Suryantha
psikiater di Sanatorium Dharmawangsa, dukungan keluarga dan
teman merupakan salah satu obat penyembuh yang sangat berarti
bagi Orang Dengan Skizofrenia. Dukungan keluarga terhadap ODS
menjadi hal yang sangat penting dalam proses penyembuhan selain
obat-obatan dan terapi psikologi yang diberikan dokter.
Keluarga merupakan sumber bantuan terpenting bagi anggota
keluarganya yang sakit. Keluarga sebagai sebuah lingkungan sosial
yang kemudian menjadi dukungan sosial yang dapat secara langsung
memperkokoh kesehatan mental individual dan keluarga, dukungan
sosial merupakan strategi preventif untuk mengurangi stress dan
konsekuensi negatifnya. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial
7
yang bersumber dari keluarga sangat berguna untuk mencegah dan
mengurangi stress serta meningkatkan kesehatan emosi pada
penderita. Diharapkan dengan adanya penurunan stress dan
peningkatan kesehatan emosi. Penderita dapat mengendalikan diri.
Dukungan keluarga bermanfaat untuk perkembangan menuju
kepribadian yang sehat tanpa gangguan. Apabila dukungan keluarga
tidak ada, maka keberhasilan penyembuhan atau rehabilitasi sangat
berkurang.
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) adalah sebuah
organisasi pendukung untuk orang gangguan jiwa. Dalam komunitas
ini penderita Skizofrenia maupun keluarganya dapat berbagi
pengalaman terkait skizofrenia dan dukungan keluarga yang
diperlukan bagi penderita. oleh karena itu peneliti sangat ingin
mengetahui bagaimana dukungan sosial keluarga yang memiliki
anggota keluarga menderita skizofrenia di Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia (KPSI).
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti sangat tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Dukungan Sosial Keluarga dalam
Proses Pemulihan Orang dengan Skizofrenia di Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI))”
B. Pembatasan Masalah
Dikarenakan keterbatasan penulis dalam hal waktu, biaya dan tenaga
maka penulis membatasi permasalahan dengan meneliti Dukungan
Sosial Keluarga dalam Proses Pemulihan Orang dengan Skizofrenia
di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia.
8
C. Perumusan Masalah
Bagaimanakah Dukungan Sosial Keluarga dalam Proses Pemulihan
Orang dengan Skizofrenia di Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia?
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Dukungan Sosial Keluarga dalam Proses
Pemulihan Orang Dengan Skizofrenia di Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia (KPSI).
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak terkait serta menambah literatur tentang penderita
skizofrenia serta hasil penelitian dapat digunakan sebagai sebagai
sumber dalam pengembangan ilmu pengetahuan penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi keluarga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses
pemulihan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia
serta dapat memberikan dukungan yang tepat.
b. Bagi masyarakat luas dapat dijadikan sebagai masukan untuk
menjaga kesehatan terutama kesehatan jiwa.
c. Bagi penulis dapat menambah wawasan yang luas terutama
dalam kesehatan jiwa.
9
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif yaitu “suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa tulisan dan perilaku yang
dapat diamati dari subyek itu sendiri (Arif 1992, 21).
Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang yang
diamati (Lexy 1994, 3).
Digunakannya metodologi penelitian kualitatif ini bertujuan
untuk mengambarkan dukungan sosial keluarga dalam proses
pemulihan orang dengan skizofrenia.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah metode
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif berusaha
mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang terjadi.
Penelitian deskriptif tepat digunakan dalam ilmu perilaku karena
berbagai bentuk tingkah laku yang menjadi pusat perhatian
penelitian dapat sengaja diatur dalam latar realitas, yaitu
berkenaan dengan berbagai variabel, menguji hipotesis dan
mengembangkan generalisasi yang memiliki validitas universal
(Lexy 2002, 89)
Menurut Jalaluddin Rachmat, penelitian deskriptif bukan saja
menjabarkan tetapi juga memandukan. Bukan saja melakukan
klasifikasi, tetapi juga organisasi. Dari penelitian deskriptiflah
10
dikembangkan berbagai penelitian korelasional (eksperimental)
(jalaludin 1984, 26) Dan menurut Azwar penelitian deskriptif
dalam melakukan analisis hanya sampai pada taraf diskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga
dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan (Iqbal 2002,
22).
Tujuan peneliti menggunakan metode deskriptif ini adalah
untuk lebih dapat menelaah serta menganalisis Dukungan Sosial
Keluarga dalam Proses Pemulihan Orang Dengan Skizofrenia Di
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI).
3. Sumber Data
Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data dalam sebuah
penelitian kualitatif. Sedangkan dokumen dan lain-lain
merupakan data tambahan. Data primer dan sekunder merupakan
sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif deskriptif.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung yang diperoleh
melalui wawancara dengan keluarga yang salah satu anggota
keluarganya menderita skizofrenia.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan melalui
sumber-sumber informasi tidak langsung seperti dokumen-
dokumen yang ada di perpustakaan, departemen dan lain-lain.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
11
4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Wawancara
Metode ini mencakup cara yang dipergunakan seseorang
untuk suatu tujuan tertentu, mencoba mendapatkan
keterangan atau pendapat secara lisan langsung dari seseorang
atau informan. Sesuai dengan rencana yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu studi kasus, maka pedoman wawancara
tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang hanya
memuat garis besar yang diwawancarai. Dengan wawancara
ini kreatifitas pewawancara sangat diperlukan. Hasil
wawancara banyak bergantung pada pewawancara.
Pewawancara bertujuan untuk mengetahui bagaimana
Dukungan Sosial Keluarga dalam Proses Pemulihan Orang
dengan Skizofrenia di Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia (KPSI) dan hal-hal yang berkaitan dengan fokus
penelitian.
b. Dokumentasi
“Metode dokumentasi adalah suatu teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan data dari sumber noninsani, sumber ini
terdiri dari dokumen, dan rekaman seperti surat kabar, buku
harian, naskah pribadi, foto-foto, catatan kasus, dan lain
sebagainya” (Imron 1996, 82
Melalui teknik dokumentasi ini peneliti mengumpulkan data-
data yang diperlukan yang ada di tempat atau lokasi
penelitian.
12
5. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia (KPSI) di Jalan Jatinegara Timur No. 99
RT.005/02, Balimester, Jatinegara, Jakarta Timur, DKI
Jakarta 13310.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yaitu bulan maret
sampai dengan Agustus 2019.
6. Subjek, informan, dan Objek Penelitian
a. Subjek
Subjek penelitian ini adalah Keluarga dimana Keluarga
menjadi pelaksana dari pemberi dukungan untuk Orang
dengan Skizofrenia sebagai penerima dukungan dari subjek
penelitian ini. Peneliti mencoba menelaah dari sudut pandang
keluarga sehingga presepsi yang dihasilkan tidak berubah.
b. Informan
Penentuan informan ini dilakukan menggunakan tehnik
purposive sampling yaitu dipilih dengan pertimbangan
tertentu. Oleh karena itu, dalam hal ini peneliti memilih
informan dengan kriteria sebagai berikut:
(1) Kaluarga yang bertindak sebagai caregiver.
(2) Keluarga Orang dengan Skizofrenia yang menjadi anggota
di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia.
13
Informan dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki
anggota keluarga yang menderita Skizofrenia dan menjadi
anggota di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia.
Tabel 1.2 : Nama Informan Penelitian
NO. Nama Informan Umur Jenis
Kelamin
1. Ibu Qomariyah 70 Tahun P
2. Ibu Kiki 68 Tahun P
3. Ibu Tina 63 Tahun P
4. Ibu Mira 62 Tahun P
c. Objek penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Orang dengan
Skizofrenia.
7. Tehnik Analisis Data
Tehnik Analisis Data merupakan suatu langkah yang paling
menentukan dari suatu penelitian. Analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
hasil wawancara, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam
unit-unit, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih
penting dan yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain (Sugiyono 2011, 244).
Setelah terkumpulnya semua data dan informasi tersebut
maka selanjutnya peneliti menganalisisnya dengan menggunakan
14
analisis data deskriptif yaitu mendeskripsikannya secara
sistematis sehingga akan mudah dipahami. Dalam analisis
deskriptif menurut Miles dan Huberman terdapat 4 langkah dalam
menganalisis yaitu:
a. Pengumpulan Data
Pada analisis model pertama dilakukan pengumpulan data
hasil wawancara, hasil observasi, dan berbagai dokumen
berdasarkan kategorisasi yang sesuai dengan masalah
penelitian yang kemudian dikembangkan penajaman data
melalui pencarian data selanjutnya.
b. Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,
menggolongan, mengarahkan, membuang data yang tidak
perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa
sehingga simpulan final dapat ditarik dan diverifikasi (Miles
dan Huberman 2007, 16).Menurut Mantja (dalam Harsono
2008, 169), reduksi data berlangsung secara terus menerus
sepanjang penelitian belum diakhiri. Produk dari reduksi data
adalah berupa ringkasan dari catatan lapangan, baik dari
catatan awal, perluasan, maupun penambahan.
c. Penyajian Data
Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang
memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian
data dimaksudkan untuk menemukan pola-pola yang
bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan
simpulan serta memberikan tindakan (Miles dan Huberman
2007, 84). Menurut Sutopo (dalam Harsono 2008, 169)
15
menyatakan bahwa sajian data berupa narasi kalimat,
gambar/skema, jaringan kerja dan tabel sebagai narasinya.
d. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari suatu kegiatan
konfigurasi yang utuh (Miles dan Huberman, 2007: 18).
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian
berlangsung. Kesimpulan ditarik semenjak peneliti
menyususn pencatatan, pola-pola, pernyataan-pernyataan,
konfigurasi, arahan sebab akibat, dan berbagai proposisi.
Adapun panduan yang dijadikan dalam proses analisis data,
dapat dikemukakan sebagai berikut:
(1) Dari hasil wawancara, observasi, pencatatan dokumen,
dibuat catatan lapangan secara lengkap. Catatan
lapangan ini terdiri atas deskripsi dan refleksi.
(2) Berdasarkan catatan lapangan, selanjutnya dibuat
reduksi data. Reduksi data ini berupa pokok-pokok
temuan yang penting.
(3) Dari reduksi data kemudian diikuti penyusunan sajian
data yang berupa cerita sistematis dengan suntingan
peneliti supaya maknanya lebih jelas dipahami. Sajian
data ini, dilengkapi dengan faktor pendukung, antara
lain metode, skema, bagan, tabel, dan sebagainya.
(4) Berdasarkan sajian data tersebut, kemudian dirumuskan
kesimpulan sementara.
(5) Kesimpulan sementara tersebut senantiasa akan terus
berkembang sejalan dengan penemuan data baru dan
pemahaman baru, sehingga akan didapat suatu
16
kesimpulan yang mantap dan benar-benar sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya. Demikian seterusnya
aktivitas penelitian ini berlangsung, yaitu terjadi,
interaksi yang terus menerus antara ketiga komponen
analisisnya bersamaan dengan pengumpulan data baru
yang dirasakan bisa menghasilkan data yang lengkap
sehingga dapat dirumuskan kesimpulan akhir.
(6) Dalam merumuskan kesimpulan akhir, agar dapat
terhindar dari unsur subjektif, dilakukan upaya
melengkapi data-data kualitatif dan Mengembangkan
“inter subjektivitas” melalui diskusi dengan orang lain.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang Latar belakang,
Pembatasan masalah, Perumusan masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian,
Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang Pengertian Dukungan
Sosial, Pengertian Keluarga, Komponen-komponen
dalam Pemberian dukungan, pengertian Orang Dengan
Skizofrenia, Pengertian Pemulihan, Kajian Pustaka
Serta kerangka berfikir.
17
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
Gambaran Umum Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia (KPSI), Sejarah Terbentuknya, Profil KPSI,
Struktur Kepengurusan di Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia (KPSI), Program Kegiatan di
KPSI, Pola Pendanaan Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia (KPSI), Jaringan Kerjasama antara KPSI
Lembaga-lembaga Kesehatan Jiwa,
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang bagaimana dukungan
sosial keluarga serta menjelaskan terkait temuan
melalui wawancara dalam pemulihan orang dengan
skizofrenia.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang uraian yang mengaitkan
latar belakang, teori, dan rumusan teori baru dari
penelitian.
BAB VI SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan, implikasi dan saran dari
hasil penelitian.
18
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Dukungan Sosial
a. Pengertian dukungan sosial
Cohen & Syme mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya sehingga
seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang
memperhatikan, menghargai, dan mencintai. (Cohen and
Syme 1996, 241) Dukungan sosial keluarga menurut
Friedman adalah “family social support as a process of
relationship between the family and the social environment”
yaitu sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan
lingkungan sosial. (Friedman 2010, 483)
Studi-studi tentang dukungan sosial keluarga dalam
Friedman yang dikutip oleh setiadi (2008) telah
mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping
keluarga, baik dukungan-dukungan bersifat eksternal maupun
internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga
berupa dukungan sosial keluarga internal antara lain
dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau
dukungan dari anak. Sedangkan dukungan keluarga berupa
dukungan sosial keluarga ekternal antara lain keluarga besar,
20
sahabat dan teman disekolah atau kantor, tetangga, kelompok
sosial, kelompok rekreasi, kelompok ibadah, dan praktisi
kesehatan.
b. Jenis Dukungan Sosial Keluarga
Menurut Friedman jenis dukungan keluarga ada 4 yaitu,
a) Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan kongkrit.
b) Dukungan Informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai
sebuah kolektor dan disseminator (Penyebar Informasi).
c) Dukungan penilaian, yaitu keluarga bertindak sebagai
umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan
masalah dan sebagai sumber dan validator identitas
keluarga.
d) Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah
tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
(Friedman 2010, 483)
2. Keluarga
Menurut Alex Thio, mengutip pengertian keluarga demikian
“the familia group of related individuals who live together and
coorperate as a unit”. Keluarga merupakan kelompok individu
yang ada hubungannya hidup bersama dan bekerjasama di dalam
satu unit. Kehidupan dalam kelompok tersebut bukan secara
kebetulan, tetapi diikat oleh hubungan darah atau perkawinan.
Pendapat tersebut dipertegas oleh pendapat Donald Light, “a
family as a two or more person living together and related by
blood, marriage or adoption”(Donald Light 1989, 454).
21
Keluarga adalah unit terkecil dari satuan masyarakat, tidak
akan ada masyarakat jika tidak ada keluarga. dengan kata lain
masyarakat merupakan sekumpulan keluarga-keluarga. hal ini
bisa diartikan baik buruknya suatu masyarakat tergantung pada
baik buruknya masyarakat kecil itu sendiri (keluarga). jadi secara
tidak langsung keselamatan dan kebahagiaan suatu masyarakat
berpangkal pada masyarakat terkecil yaitu keluarga (Subhan
Zaitunah 2004, 3). Keluarga yang umumnya terdiri dari ayah, ibu
dan anak akan menjadi sebuah keluarga yang baik, serasi dan
nyaman jika dalam keluarga tersebut terdapat hubungan timbal
balik yang seimbang antara semua pihak. Hal tersebut seperti
bagan di bawah ini:
Bagan 2.1 Pola Hubungan dalam keluarga (Singgih
Gunarsih 1998)
Dari bagan diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam sebuah keluarga,
pola hubungan tranaktif (tiga arah) antara ibu, ayah, dan anak
sangat diperlukan. Pola hubungan yang demikian menunjukkan
bentuk keluarga yang ideal. Bila pola yang demikian dapat
diwujudkan, maka sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah dan
warahma dapat diwujudkan. Oleh karena itu, suasana hidup
dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap pembentukan
karakter anak pada fase kehidupan selanjutnya. Keluarga adalah
Anak Ayah
Ibu
22
kehidupan dari dua orang atau lebih yang diikat hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
3. Konsep Gangguan Jiwa Skizofrenia
a. Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah penyakit mental yang menyebabkan
penderitanya memiliki perilaku atau sikap yang aneh. Namun,
banyak para ahli menjelaskan tentang apa itu skizofrenia.
Berdasarkan penelitian dan kasus-kasus yang mereka temui di
lapangan ataupun terhadap penderita skizofrenia.
Skizofrenia adalah kondisi psikosis dengan gangguan
disintegrasi, dipersonalisasi dan kebelahan atau kepecahan
struktrur kepribadian, serta regresi yang parah. Penderita
selalu melarikan diri dan realitas hidup dan berdiam dalam
dunia fantasinya. Dia tidak memahami lingkungannya dan
reaksinya selalu maniacal atau kegila-gilaan.( Schizophrenia
of Canada, 2012). Definisi lain dari skizofrenia yang
dikemukakan oleh Eugene Blender, skizofrenia di artikan
sebagai “kepribadian terbelah” schizophrenia berasal dari
bahasa yunani, schizo berarti terbelah atau retak (split),
sedangkan phrenia memiliki arti pikiran (mind). Dengan
demikian skizofrenia berarti keterbelahan antara apa yang
dirasakan, diyakini dan apa yang sebenarnya terjadi.
Keterbelahan ini diartikan sebagai pemisahan antara
kepribadian dan realitas (Jimmi Firdaus 2005,1).
Skizofrenia merupakan penyakit atau gangguan mental
yang paling menghancurkan, bagi penderita skizofrenia dan
juga keluarga orang penderita skizofrenia. Skizofrenia sendiri
23
kombinasinya adalah gerak, kognitif, perilaku, dan persepsi
abnormal, merupakan hasil dari gangguan skizofrenia itu
sendiri. Beberapa penelitian menggolongkan gejala-gejala
(simpton) skizofrenia menjadi dua golongan yaitu skizofrenia
simpton positif dan skizofrenia simpton negatif( Dadang
2003,43).
Skizofrenia simpton positif adalah fungsi yang berlebihan
atau penyimpangan dari fungsi normal. Gejala positif tersebut
antara lain: Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang
tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan
secara obyektif bahwa keyakinannya tidak rasional, namun
penderita tetap menyadari kebenarannya. Halusinasi, yaitu
pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus).
Misalnya, penderita mendengar suara-suara atau bisikan-
bisikan di telinga padahal tidak ada bisikan atau suara itu.
Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi
pembicaraan. Misalnya, bicaranya kacau, gaduh, gelisah tidak
dapat diam, agresif, bicara sangat bersemangat dan gembira
berlebihan. Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu,
serba hebat, dan sejenisnya. Pikirannya penuh dengan
kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
Menyimpan rasa permusuhan. Sedangkan gejala negatif
skizofrenia adalah pengurangan atau hilangnya fungsi-fungsi
normal. Seperti: alam perasaan (affect) “tumpul” dan
“mendatar”. Terlihat dari gambaran wajah dan ekspresi.
Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain dan suka melamun. Kontak
emosional sangat “miskin”, sukar diajak bicara dan pendiam.
24
Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial. Sulit
dalam berfikir abstrak, tidak ada atau kehilangan dorongan
kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya dan usaha,
tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan
serba malas.
Biasanya gangguan skizofrenia muncul pada masa remaja
atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun) seorang dikatakan
skizofrenia atau di diagnosa apabila perjalanan penyakitnya
sudah berlangsung 6 bulan. (Dadang Hawari 2003, 42).
Dari uraian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa
skizofrenia adalah suatu kondisi psikosis dimana seseorang
mengalami terpecah belahnya antara pikiran dan emosi yang
ditandai dengan berbagai gejala yang tampak mengganggu
keberfungsian sosialnya serta tidak bisa membedakan mana
yang nyata dan tidak nyata.
b. Faktor Penyebab Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia tidak terjadi dengan
sendirinya. Ada sedikitnya tiga faktor penyebab munculnya
gangguan jiwa skizofrenia yaitu faktor biologis, faktor
psikososial, dan faktor sosiokultur( Baihadi 2005, 25)
(1) Faktor Biologis
Berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat
meghambat perkembangan maupun fungsi pribadi atau
individu dalam kehidupan sehari-hari, biasanya bersifat
menyeluruh, artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah
25
laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap
stress. Faktor-faktor itu meliputi: proses emosi yang
berlebihan, kelainan gen, dan kurang gizi.
(2) Faktor Psikososial
Suatu keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu
terpaksa mengadakan penyesuaian diri untuk
menaggulangi tekanan mental yang timbul. Namun tidak
semua orang mampu melakukan adaptasi dan mampu
menanggulanginya sehingga timbulah keluhan-keluhan
kejiwaan skizofrenia. Adapun faktor-faktor psikososial,
antara lain: konflik dalam perkawinan, perkawinan
merupakan sumber stress yang dialami oleh seseorang.
Misalnya, pertengkaran, perpisahan, dan kematian salah
satu pasangan. Hubungan interpersonal (antar pribadi),
gangguan ini dapat berupa hubungan dengan kawan dekat
yang mengalami konflik atau konflik dengan kekasih.
Faktor keluarga, seperti hubungan kedua orangtua yang
dingin, penuh ketegangan atau acuh tak acuh, orangtua
bercerai, orantua dalam mendidik anak kurang sabar,
keras, dan otoriter. Keuangan, kondisi sosial ekonomi
yang tidak sehat dapat mengakibatkan seseorang
mengalami stress. Misalnya pendapatan jauh lebih rendah
daripada pengeluaran, terlibat hutang, dan lain
sebagainya. Pekerjaan, seperti kehilangan pekerjaan
(PHK), pensiun, pekerjaan tidak cocok, dan pekerjaan
terlalu banyak.
26
(3) Faktor sosiokultur
Meliputi keadaan obyek dalam masyarakat yang dapat
berakibat timbulnya tekanan pada individu dan selanjutnya
melahirkan berbagai bentuk gangguan.
c. Tipe-tipe Skizofrenia
Skizofrenia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe atau
jenis skizofrenia, yaitu: skizofrenia tipe hebefrenik yaitu
pikiran yang kacau balau ditandai dengan adanya inkoherensi
(pikiran yang tidak dapat dimengerti orang lain), tidak adanya
ekspresi, tertawa sendiri, halusinasi dan perilaku aneh.
Skizofrenia tipe katatonik, tipe ini penderita lebih suka
mengurung diri dan menarik diri dari pergaulan, sehingga
seperti patung diam saja. Sikap tubuh penderita skizofrenia
katatonik ini yaitu sikap yang tidak wajar atau aneh.
Skizofrenia tipe paranoid, penderia tipe ini mengalami
gangguan alam perasaan yang hebat, biasanya penderita
merasakan kecemasan yang begitu hebat. Seperti akan
dibunuh, atau bisa saja mengaku dirinya nabi dan lain
sebagainya. Skizofrenia tipe residual, biasanya penderita
memiliki perasaan yang tumpul dan tidak peduli dengan
lingkungannya dan juga pikiran yang tidak rasional (Willy
dan Albert 2009, 267)
4. Konsep Pemulihan
Menurut Tirtojiwo, Pemulihan dari skizofrenia dapat
didefinisikan sebagai suatu perjalanan penyembuhan dan
27
perubahan yang positif, yang memungkinkan seseorang dengan
penyakit mental yang serius untuk menjalani hidup yang lebih
berarti ketika hidup dalam komunitas pilihannya.
Pemulihan dari gangguan skizofrenia atau segala bentuk
penyakit mental bisa berbeda untuk orang yang berbeda. Model
pemulihan menempatkan tanggung jawab dan pengambilan
keputusan ditangan pasien, bukan dokter. Pemulihan
mengandalkan dukungan dari orang lain pada titik-titik tertentu di
sepanjang proses penyembuhan tersebut sehingga kemungkinan
pasien mempunyai kontrol lebih besar atas jalur pemulihan yang
sesuai dengan kebutuhannya. Hal tersebut akan memungkinkan
mereka untuk menemukan apa yang terbaik untuk mereka oleh
mereka sendiri, dan belajar dari pengalaman orang lain. Ada
berbagai konsep pemulihan skizofrenia. Perjalanan setiap
seseorang untuk pemulihan sangat pribadi dan terkait dengan
individu dan masyarakat dimana si penderita tinggal.
a. Harapan
Harapan sangat penting dan harus ditentukan, dipupuk, dan
dipelihara. Harapan untuk pulih dapat di gambarkan sebagai
kunci untuk pemulihan. Dan itu termasuk kepercayaan diri,
gigih melalui saat yang tidak menentu dan disaat terjadi
kemungkinan yang memang pasti terjadi, dengan keyakinan
bahwa ada masa depan yang lebih baik.
b. Arti dan tujuan hidup
Mengembangkan makna dari tujuan dalam hidup yang baru
adalah penting. Pasien harus didorong atau dibantu dalam
menemukan arti dari tujuan hidup ini melalui pengembangan
keterampilan baru atau peran sosial atau keahlian yang baru.
28
Makna baru juga dapat ditemukan melalui mengadopsi
filosofi baru, praktek politik atau agama. Ini pada dasarnya
adalah sebuah proses penemuan diri.
c. Pemberdayaan dan identitas diri
Sebuah faktor penting dari pemulihan adalah pemberdayaan
pasien dan memulihkan rasa percaya diri. Hal ini penting
karena memiliki penyakit mental yang serius dapat
mengakibatkan pasien menjadi merasa tidak berdaya akibat
pengalaman seperti kurungan paksa (rawat paksa di rumah
sakit), stigma, dan sikap paternalistik dari penjaga dan tim
perawatan. Hal ini dapat mengakibatkan pasien mengadopsi
peran sebagai orang cacat atau sakit. Pasien perlu di bantu
alam mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian, dan
ketegasan.
d. Hubungan yang mendukung
Teman dan keluarga yang percaya dan mendukung pasien
tidak ternilai harganya dalam proses pemulihan. Hubungan ini
jauh lebih penting dibandingkan dengan dukungan tenaga
profesional kesehatan mental. Pengguna jasa lain (penderita
gangguan jiwa lain) juga dapat mempunyai arti penting agar
pasien bisa pulih. Selalu mempertimbangkan saran dari
keluarga dan teman serta tenaga profesional kesehatan mental.
e. Mengenal diri
Sangat penting untuk memulihkan rasa percaya diri. Salah
satu strategi yang telah digunakan adalah untuk mengatur
keterlibatan sosial pasien dengan membatasi hanya kepada
orang yang memberikan hubungan yang positif, aman, dan
bermakna sehingga memungkinkan ruang individu untuk
29
mengembangkan pemahaman, spiritualitas diri mereka dan
minat. Pengenalan diri ini dibantu melalui hubungan dan
atmosfer dimana ada penerimaan, kebersamaan, dan rasa
memiliki.
Pemulihan dari penyakit skizofrenia merupakan perjalanan
dan keputusan pribadi. Pemulihan ini dapat di fasilitasi melalui
berbagai program. Pada awalnya individu harus menerima
bantuan dan mulai mengambil tanggung jawab untuk
kesejahteraan mental mereka sendiri. Harapan dan keyakinan
bahwa hidup akan menjadi lebih baik adalah penting. Proses ini
dipelajari melalui terapi dan interaksi dalam hubungan yang
mendukung dengan pengembangan kemandirian yang
meningkat.(Tirtojiwo)
B. Kajian Pustaka
Langkah pertama dalam kelanjutan suatu penelitian dalam
penyusunan suatu karya ilmiah atau proposal adalah dengan mengkaji
skripsi sebelumnya yang memiliki subjek dan objek yang hampir
sama atau memiliki kesamaan.
Langkah ini memiliki tujuan agar terhindarnya dari penjiplakan
hasil karya ilmiah orang lain baik sengaja ataupun tidak. Oleh karena
itu peneliti ingin mempertegas antar judul penelitian yang
sebelumnya.
1. Temuan dari jurnal yang di tulis oleh Nora Jusnita Nainggolan
dan Lidia L. Hidajat yang berjudul “Profil Kepribadian dan
Psychologicsl well-being caregiver skizofrenia. Pada jurnal ini
menjelaskan bahwa :
30
“skizofrenia merupakan gangguan mental yang menyebabkan
ketidakberfungsian secara meluas. Keluarga sebagai primary
caregiver berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan
fisik, maupun dalam memberikan dukungan secara psikologis.
Tantangan berat yang dirasakan caregiver skizofrenia selain
menghadapi perilaku penderita yang cenderung tidak realistik,
adalah pengenaan stigma dan isolasi dari lingkungan sosial.
Salah satu faktor yang menentukan adaptif seseorang adalah
kepribadian. Ciri kepribadian caregiver skizofrenia selain
dalam menentukan pemaknaan dan evaluasi mereka terhadap
stressor, juga dapat menentukan pilihan coping yang akan
mempengaruhi kualitas kesejahteraan psikologi
(psychological well-being) caregiver tersebut” (Nora and
Lidia 2013, 21).
Dalam jurnal ini, menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologi
sebagai primary caregiver sangat penting. karena keluarga
berperan sebagai pemenuhan kebutuhan fisik dan memberi
dukungan psikolgi bagi penderita skizofrenia. Perbedaan dengan
penelitian yang penulis lakukan adalah peniliti fokus pada
dukungan sosial keluarga yang diberikan kepada Orang dengan
Skizofrenia.
2. Temuan dari jurnal oleh Ririn Nasriati yang berjudul “Stigma dan
Dukungan Keluarga dalam Merawat Orang dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ)”
“adanya stigma yang negatif terhadap ODGJ dan keluarganya
menyebabkan ODGJ dan keluarganya akan terkucilkan.
Sehingga keluarga akan mengalami beban psikologis yang
gerat bagi keluarga penderita gangguan jiwa sehingga
berdampak dalam pemberian dukungan yang diberikan
keluarga kepada ODGJ” (Ririn 2017, 6)
Lingkungan sosial sangat berpengaruh bagi pemulihan ODGJ.
Dengan adanya stigma negatif dari lingkungan sosial akan
31
membuat ODGJ dan keluarga dikucilkan.sehingga pemberian
dukungan kurang efektif. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian
penulis adalah jurnal ini fokus mengetahui tentang hubungan
stigma masyarakat dengan pemberian dukungan keluarga kepada
ODGJ. Sedangkan peneliti fokus pada bentuk dukungan keluarga
yang diberikan kepada ODS. jurnal ini memilih objek yang luas
yaitu Orang Dengan Gangguan Jiwa dan penulis hanya fokus
pada Orang Dengan skizofrenia. Dalam jurnal ini penelitian yang
dilakukan menggunakan pendekatan kuantitaif sedangkan penulis
menggunakan pendekatan kualitatif yang akan lebih mendalam.
3. Temuan dari jurnal oleh Kanti Fiona yang berjudul “Pengaruh
Dukungan Sosial Terhadap Kualitas Hidup Penderita
Skizofrenia”.
Dalam jurnal ini menjelaskan bahwa jurnal ini bertujuan untuk
mengetahui adanya pengaruh dukungan sosial terhadap kualitas
hidup penderita skizofrenia sebagai pasien rawat inap. Dukungan
sosial yang merupakan hubungan interpersonal yang dapat
membantu seseorang dalam adaptasi saat stress dan
menghindarkannya dari kesepian antara pasien yang satu dengan
pasien yang lainnya. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian
penulis adalah bahwa subjek dalam jurnal ini adalah penderita
skizofrenia sedangkan penelitian penulis adalah keluarga
penderita skizofrenia. Jurnal ini menggunakan pendekatan
kuantitatif sedangkan penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
C. Kerangka Berpikir
Untuk mempermudah pembaca memahami fokus didalam penelitian
ini, maka berdasarkan latar belakang masalah dan teori-teori yang
32
telah dipaparkan, peneliti membuat kerangka berfikir dalam bentuk
skema yang berisi mengenai dukungan keluarga dalam proses
pemulihan orang dengan skizofrenia. Berikut:
33
Bagan 2.2
Skema kerangka berpikir dalam penelitian
Proses Pemulihan
Skizofrenia
Orang Dengan Skizofrenia Pulih
1. Harapan, Harapan sangat penting dan harus
ditentukan, dipupuk, dan dipelihara. Harapan
untuk pulih dapat di gambarkan sebagai kunci
untuk pemulihan.
2. Arti dan Tujuan Hidup, Pasien harus didorong
atau dibantu dalam menemukan arti dari tujuan
hidup ini melalui pengembangan keterampilan
baru atau peran sosial atau keahlian yang baru.
3. Pemberdayaan dan Identitas Diri, Sebuah faktor
penting dari pemulihan adalah pemberdayaan
pasien dan memulihkan rasa percaya diri. Hal
ini penting karena memiliki penyakit mental
yang serius dapat mengakibatkan pasien
menjadi merasa tidak berdaya akibat
pengalaman seperti kurungan paksa (rawat
paksa di rumah sakit), stigma, dan sikap
paternalistik dari penjaga dan tim perawatan.
4. Hubungan yang Mendukung, Teman dan
keluarga yang percaya dan mendukung pasien
tidak ternilai harganya dalam proses pemulihan.
Hubungan ini jauh lebih penting dibandingkan
dengan dukungan tenaga profesional kesehatan
mental.
5. Mengenal Diri, Sangat penting untuk
memulihkan rasa percaya diri. Salah satu
strategi yang telah digunakan adalah untuk
mengatur keterlibatan sosial pasien dengan
membatasi hanya kepada orang yang
memberikan hubungan yang positif, aman, dan
bermakna sehingga memungkinkan ruang
individu untuk mengembangkan pemahaman,
spiritualitas diri mereka dan minat. Pengenalan diri ini dibantu melalui hubungan dimana ada
penerimaan, kebersamaan, dan rasa memiliki.
Dukungan Sosial Keluarga
1. Dukungan instrumental, yaitu
keluarga merupakan sumber
pertolongan praktis dan kongkrit.
2. Dukungan Informasional,
keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor dan disseminator
(Penyebar Informasi).
3. Dukungan penilaian, keluarga
bertindak sebagai umpan balik,
membimbing dan menengahi
pemecahan masalah dan sebagai
sumber dan validator identitas
keluarga.
4. Dukungan emosional, keluarga
sebagai sebuah tempat yang aman
dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu
penguasaan terhadap emosi.
34
35
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA PENELITIAN
A. Sejarah KPSI
Komunitas ini berawal dari pembuatan Mailing List di Yahoo!
Group Messanger yang dibuat oleh Bagus pada tanggal 26
Februari 2001. Pada mulanya komunitas ini berawal dari sebuah
perkumpulan orang-orang yang mempunyai kesamaan
pengalaman dengan anggota keluarganya yang menderita
skizofrenia. Mereka yang tergabung dalam Mailing List tersebut
saling berbagi cerita, pengalaman, dan saling mendukung satu
sama lain dalam menjalani kehidupan dengan pasien skizofrenia
Pada saat itu, dengan adanya messenger ini peminatnya masih
sedikit karna pengguna internet yang masih sedikit pula. Bagus
Utomo tidak hanya memperkenalkan penyakit ini pada situs
Yahoo! Itu saja, namun selanjutnya membuat website yang dapat
diakses oleh masyarakat luas, yakni yang beralamatkan
www.skizofrenia.org. Meskipun pengguna internet pada saat itu
masih sedikit, namun Bagus yakin bahwa website tersebut akan
diakses dan dapat berguna pada suata saat nanti. (Data wawancara
dengan ketua KPSI Bagus Utomo, pada tanggal 13 Maret 2019).
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) mulai
berkembang dengan mulainya Bagus mengenal media sosial
bernama Facebook dan mulai membuat Fanpage Komunitas
Peduli Skizofrenia Indonesia pada tahun 2009. Semua data yang
36
ada di website dan mailing list dipindahkan ke akun grup
Facebook KPSI agar tidak hilang datanya. Selain itu, data
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat informasi bagi
anggota yang baru bergabung di grup KPSI. Ternyata respon dari
masyarakat pun tinggi karena di Facebook dapat melakukan
komunikasi lebih interaktif dan juga bisa terlihat profil lengkap
seseorang. Dari waktu ke waktu, pengikut dalam fanpage tersebut
meningkat sangat pesat. Anggota dalam grup Facebook hingga
sampai saat ini sudah mencapai 40.212 anggota. (Data wawancara
dengan ketua KPSI Bagus Utomo, pada tanggal 13 Maret 2019).
B. Profil KPSI
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) adalah
komunitas yang didalamnya terdapat Orang dengan Skizofrenia
(ODS) yang sedang berjuang untuk pulih ataupun sudah pulih,
keluarga pasien, serta masyarakat umum yang peduli dengan
kesehatan mental dan jiwa, terutama pada skizofrenia. KPSI
merupakan wadah bertemunya para pasien skzofrenia dan
keluarga pasien yang saling mendukung, berbagi cerita serta
pengalaman, dan juga menyediakan informasi seputar kesehatan
jiwa. Selain itu, KPSI juga bertujuan untuk melakukan
pemberdayaan terhadap keluarga dan penderita sizofrenia yang
selanjutnya bisa ditunjukkan ke masyarakat. KPSI menjadi
komunitas yang peduli terhadap kesehatan jiwa terbesar se-
indonesia karna adanya kebutuhan akan pengetahuan tentang
kesehatan jiwa yang tersebar di daerah lain, seperti Simpul
Surabaya, Simpul Sulawesi, Simpul Yogyakarta, Simpul Malang,
37
Simpul Solo, Simpul Bandung, Simpul Jember dan Simpul
Palembang.
Gambar 3.1. Logo KPSI
Sumber: https://m.facebook.com/kpsi.pusat/photos/
Pada logo KPSI tersebut terdapat makna tersendiri bagi KPSI.
Ikon perlembangan dua individu yang saling merangkul bahu
diartikan sebagai kedua orang saling membantu dan menolong
satu sama lain. Hal tersebut menjadi cerminan bahwa di KPSI
sikap saling support, membantu, dan empati antar sesama
pengurus dan anggota. Dengan demikian, KPSI menginginkan
kerukunan dan ikatan solidaritas yang ada di dalamnya tidak
hanya saling merangkul tetapi juga saling menguatkan satu sama
lain.
KPSI yang dijadikan tempat penelitian ini merupakan KPSI
Pusat yang berada di Jakarta. KPSI Pusat beralamatkan di Jalan
Jatinegara Timur No. 99 RT.005/02, Balimester, Jatinegara,
Jakarta Timur, DKI Jakarta 13310. Lokasi tepatnya berada di
38
samping lorong restoran Dapur 99 dan cukup mudah ditemukan
karena dekat dengan jalan raya besar. Di tempat inilah
berkumpulnya para pasien skizofrenia, keluarga ODS, relawan,
dan masyarakat yang berpartisipasi dalam melakukan dukungan
satu sama lainnya serta saling berbagi informasi.
Gambar 3.2. denah letak KPSI di Jatinegara
Sumber: http://maps.app.goo.gl/cpZ8g
KPSI memiliki visi dan misi yakni berusaha untuk
mengenalkan penyakit skizofrenia terutama kepada masyarakat
bahwa penyakit tersebut dapat diobati atau disembuhkan,
menyebarluaskan pengetahua tentang kesehatan jiwa terutama
skizofrenia, membantu mengedukasi keluarga pasien skizofrenia
beserta pasien, memberi support kepada sesama caregiver dan
ODS, melakukan pelatikan kepada pasien skizofrenia, melakukan
dukungan sosial kepada ODS supaya bisa pulih, membuat
jejaringan antara keluarga pasien beserta pasien, dan berupaya
mendorong perubahan sistem pelayanan kesehatan jiwa oleh
pemerintah.
39
C. Struktur Kepengurusan KPSI
KPSI mempunyai struktur kepengurusan yang belum tetap
atau belum dibentuk secara matang. Namun kepengurusan inti
saja yang sudah dibentuk dengan resmi dan sudah tetap. Seperti
ketua, sekretaris, dan bendahara. Pada jabatan ketua diisi oleh
Bagus Utomo yang merupakan pendiri KPSI, jabatan
kesekretariatan dijabat oleh Heri Purwanto dan jabatan bendahara
dijabat oleh Tri Agustiningsih. KPSI tidak memiliki struktur
kepengurusan yang lebih spesifik dibawah badan kepengurusan
inti tersebut. Hal ini karena sifat keanggotaan yang masih
sukarela dan belum meliputi struktur yang ideal. Berikut
merupakan gambaran struktur yang menjadi bayangan
kepengurusan KPSI di masa yang akan datang.
Dewan Pembina
Direktur Eksekutif
sekretaris
Bendahara
Fundraising IT dan lain-lain
HRD
Internal Service Manager
Program
Devisi Indonesia Barat
Devisi Indonesia Tengah
Devisi Indonesia Timur
Manager
Simpul
Simpul A
Simpul B
Simpul C
Litbang
40
Bagan 3.3: Bagan Struktur Kepengurusan KPSI
Sumber: Data dikirim oleh Bagus Utomo pada tanggal 14 Maret 2019
Meskipun struktur KPSI yang belum resmi, namun KPSI
yakin bahwa komunitas ini akan berkembang menjadi sebuah
komunitas yang memiliki banyak anggota sehinggu struktur
kepenguruaan akan lebih tertata serta dapat dikenal masyarakat
luas.
D. Program Kegiatan KPSI
KPSI memiliki program yang dapat di ikuti ODS, keluarga,
dan juga masyarakat. Berikut program-program yang ada di
KPSI:
1. Seminar Awam tentang Gangguan Jiwa
KPSI secara berkala mengadakan edukasi bagi masyarakat
umum untuk membangun kepedulian dan pengetahuan
tentang masalah kejiwaan. program ini diharapkan agar dapat
menambah wawasan bagi masyarakat umum dalam melihat
masalah penyakit kejiwaan yang salah satunya adalah
skizofrenia. Seperti menjelaskan berbagai penyakit kejiwaan,
mengenalkan skizofrenia, memberikan tipe-tipe menghadapi
orang dengan gangguan kejiwaan, memberikan pengetahuan
terkait pentingnya menjaga kesehatan jiwa dan pentingnya
menjaga keharmonisan dalam lingkungan keluarga.
41
2. Kampanye kesehatan jiwa melalui Radio
KPSI juga menyuarakan lewat media. Radio yang mudah
untuk diakses oleh masyarakat luas. KPSI bekerja sama
dengan Radio Pelita Harapan (RPK) 96,3 FM untuk melaukan
kampanye kesehatan jiwa sejak Maret 2015. KPSI sendiri
yang membuat susunan acara program penyiaran, yaitu sesi
edukasi dari psikiater, curhat dari psikolog, dan ada testimoni
dari ODS dan juga keluarga untuk menjelaskan pengalaman-
pengalaman yang bermotivasi.
3. Psikoedukasi (Penerangan Kejiwaan untuk Anggota)
Perkembangan pengetahuan dan pengalaman mengenal
masalah kesehatan jiwa berkembang terus seiring waktu.
KPSI secara kontinu dan berkala mengadakan psikoedukasi
sebagai sarana untuk memperkaya pengetahuan anggota baik
mengenai skizofrenia maupun gangguan kejiwaan lainnya.
4. Advokasi serta Penguatan Hukum dan HAM
KPSI meyakini bahwa masalah kesehatan jiwa bukan hanya
menjadi tanggung jawab masyarakat semata tapi juga menjadi
yang utama. Memerlukan peranan institusi kenegaraan yuntuk
menanganinya. KPSI mengadakan advokasi ke berbagai
institusi untuk terwujudnya bangsa indonesia sehat jiwa.
5. Terapi Seni dan Kreativitas
KPSI mengadakan kegiatan seni dan kreativitas seperti
melukis dan membuat kerajinan tangan sebagai terapi bagi
42
ODS san keluarganya. kegiatan ini dilakukan pada hari
minggu setiap pekannya.
6. Konseling dengan Psikolog Klinis
Bagi masyarakat yang membutuhkan solusi kejiwaan, KPSI
menyediakan konseling dengan psikolog klinis sesuai dengan
perjanjian. Bagi yang ingin konseling dapat menghubungi via
telepon ke (021) 8579618.
7. Yoga
Ketenangan dan keseimbangan ragawi serta kejiwaan amat
penting bagi perjalanan pemulihan ODS. KPSI yang
menyediakan terapi melalui yoga dengan dibimbing oleh
profesional dibidang tersebut setiap hari sabtu pukul 10:00
WIB.
8. Website tentang Gangguan Jiwa
Internet merupakan media yang efektif untuk
meyebarluaskan pengetahuan kesehatan jiwa. Mulai
pertengahan tahun 2013, KPSI memiliki website tentang
masalah kejiwaan dengan banyak materi, seperti eBook yang
dapat di download. Anggota website yang teregistrasi akan
mendapatkan hak yang lebih dibandingkan dengan pengguna
umum.
9. Pemutaran Film
KPSI mengadakan pemutaran film tidak hanya yang
bertemakan kesehatan jiwa, tetapi juga yang bertemakan
umum sehingga dapat melepaskan kelelahan dan ketegangan.
43
Pemutaran film ini dilakukan pada hari minggu sebulan
sekali.
10. Perpustakaan
KPSI menyediakan buku-buku umum serta buku lainnya.
Bermula dari yang bertema serius hingga yang
menyenangkan. Seperti kisah nyata ODS, panduan masalah
kesehatan jiwa hingga komik yang menghilangkan kesedihan
hati dan pikiran.
E. Pola Pendanaan KPSI
Pola pendanaan dalam KPSI dilakukan dalam berbagai hal.
Seperti, donasi publik dari keluarga pasien dan masyarakat umum
yang dapat disumbangkan melalui rekening yayasan yang ada di
group facebook yaitu 8000-8156-4900, Atas Nama: Peduli
Skizofrenia Indonesia. Selain adanya donasi, KPSI juga
mengadakan garage sale yang diadakan 3 bulan sekali. Kegiatan
ini berupa menjual barang bekas yang telah dikumpulkan melalui
sumbangan barang bekas yang layak pakai oleh keluarga pasien
dan masyarakat umum. Garage sale ini biasanya dilakukan
didepan sekretariat KPSI dan sisanya akan dijual di pasar loak.
Selain garage sale kpsi juga menjual berbagai hasil keterampilan
seni para pasien yang diberi nama Gallery KPSI. Di gallery ini
menjual seperti kaos, buku, gantungan kunci dan lain-lain.
Namun biasanya merchandise ini diberikan kepada narasumber
yang diundang oleh KPSI.
44
F. Jejaring KPSI dengan Kesehatan Jiwa
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia merupakan bagian
dari jejaring organisasi kesehatan jiwa yang berada dalam
pembinaan Kementrian Kesehatan RI dan Kementrian Kesehatan
Sosial RI. Bersama-sama berjuang untuk menginspirasi banyak
orang di seluruh dunia untuk membangun organisasi pendukung
kesehatan jiwa di setiap provinsi. Tidak hanya itu, KPSI juga
bekerja sama dengan organisasi kesehatan jiwa lainnya seperti
Bipolar Care Indonesia dan Into The Light.
45
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
TENTANG DUKUNGAN KELUARGA BAGI ODS (ORANG
DENGAN SKIZOFRENIA)
Dalam bab ini akan dijabarkan data dan hasil temuan dari
penelitian yang telah dilakukan. Dukungan Sosial keluarga adalah
sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap anggota
keluarganya yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dalam hal ini penerima
dukungan sosial keluarga akan mengetahui bahwa ada orang lain
yang memperhatikan, menghargai dan mencintai (Friedman 2010,
483). Dalam dukungan sosial keluarga yang diberikan kepada ODS
(Orang Dengan Skizofrenia) menurut Friedman terdapat 4 jenis
dukungan sosial keluarga yaitu dukungan instrumental, dukungan
informasional, dukungan penilaian, dukungan emosional. Dalam
proses pemulihan, orang dengan skizofrenia akan mengalami suatu
perjalanan penyembuhan dan perubahan yang positif yang
memungkinkan seseoramg untuk dapat menjalani hidup yang lebih
berarti. berikut adalah data ODS (Orang Dengan Skizofrenia) yang
akan dikaitkan dengan dukungan sosial keluarga.
46
Tabel 4.1 : Data Orang Dengan Skizofrenia
No. Nama
Inisial
Umur Jeni
s
Kela
min
Nama
Orangtua
Jenis
Skizofrenia
Gejala ODS
1. GG 36
Tahun
L Ibu Kiki Skizofrenia
Paranoid
- Emosi yang berlebihan.
- Berdiam diri dikamar (terkadang dalam keadaan gelap).
- Tidak nyaman ditempat keramaian.
- Halusinasi seperti ada orang yang mengintai sehingga nyawanya terancam, ada seseorang yang mengajak bercanda.
2. FU 32
Tahun
L Ibu
Qomari
yah
Skizofrenia
Paranoid
- Emosi yang berlebihan hingga melempar barang dan memukul barang.
- Suka gelisah. - Halusinasi.
3. A 37
Tahun
L Ibu Mira Skizofrenia
Paranoid
- Diam menyendiri.
- Marah
47
berlebihan hingga melempar barang.
- Merasa cemas terhadap sesuatu.
4. MA 38
Tahun
L Ibu Tina Skizofrenia
Paranoid
- Emosi yang berlebihan.
- berperilaku aneh.
- Halusinasi seperti ada orang yang berniat buruk kepada ODS, polisi yang mengintai, orang menahan nafasnya,
A. Dukungan instrumental
Dukungan instrumental adalah bentuk dukungan atau bantuan
secara praktis dan kongkrit secara langsung. Seperti: sumber
dana, sumber pertolongan, dan meluangkan waktu. Dukungan
instrumental keluarga merupakan fungsi ekonomi dan fungsi
perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit (Suwardiman, 2011)
1. Sumber Dana
Keluarga sebagai sumber dana adalah terkait pemenuhan
biaya operasional ODS dalam perawatan medis. Keluarga
memiliki kewajiban untuk memberikan pemenuhan biaya
operasional perawatan medis bagi ODS. Dalam pemenuhan
48
biaya operasional perawatan medis, karena mahalnya biaya
pengobatan bagi ODS setiap bulannya BPJS sangat
membantu untuk meringankan beban keluarga. seperti yang
disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga dari ODS yang
berinisial GG:
“Sebelum menggunakan BPJS terasa berat biaya
perbulannya sekitar Rp. 1.700.000 namun setelah
menggunakan BPJS alhamdulillah gratis” (Ibu kiki)
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga dari ODS yang
berinisial A:
“Sejak didiagnosa tahun 2010 menderita skizofrenia
menggunakan biaya sendiri dan sudah setahunan ini
menggunakan BPJS alhamdulillah menjadi ringan”
(Ibu Mira)
Dari pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa sebelum menggunakan BPJS biaya yang dikeluarkan
untuk perawatan ODS sangat mahal dan terasa berat namun
setelah adanya BPJS sangat meringankan keluarga dalam
pemenuhan biaya operasional perawatan medis bagi ODS.
Dukungan keluarga sebagai sumber dana juga terkait
biaya operasional ODS dalam pemenuhan kebutuhan sehari-
hari. Karena ODS yang sudah bekerja pemenuhan kebutuhan
tersebut tidak lagi dipenuhi oleh keluarga. namun dipenuhi
oleh ODS sendiri. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Ibu
Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang berinisial FU:
49
“Dia sudah bekerja dan memiliki gaji yang tetap setiap
bulannya jadi dari keluarga sudah tidak memberikan
pemenuhan biaya sehari-hari” (Ibu Qomariyah)
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
dismpaikan oleh Ibu Tina selaku keluarga ODS yang
berinisial MA:
“Karena dia sudah bekerja dan memiliki istri dan anak
jadi keluarga sudah tidak memberikan biaya
kebutuhan sehari-hari” (Ibu Tina).
Dari pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa keluarga memberikan kepercayaan kepada ODS untuk
mengelola keuangan secara mandiri. Hal ini dilakukan agar
ODS belajar memiliki tanggung jawab terhadap keuangannya
agar seimbang.
Karena ODS yang sudah bekerja sangat penting adanya
pengawasan dalam setiap pemasukan dan pengeluaran agar
kondisi keuangannya dapat seimbang. Karena ODS yang
sudah menikah maka pengawasan pemasukan dan
pengeluaran dilakukan oleh istrinya seperti yang disampaikan
oleh Ibu Tina selaku keluarga dari ODS yang berinisial MA:
“Kalau untuk pemasukan dan pengeluaran sudah ada
istrinya yang mengatur jadi kami pihak keluarga
mempercayakan hal tersebut kepada istrinya” (Ibu
Tina).
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga dari ODS yang
berinisial A:
50
“Sejak januari dia sudah menikah jadi pengawasan
pemasukan dan pengeluaran dilakukan oleh istrinya”
(Ibu Mira).
Dari Pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa ODS sudah menikah sehingga pengawasan pemasukan
dan pengeluaran ODS dilakukan oleh istrinya. Dengan adanya
pengawasan ini ODS dan keluarga akan lebih mandiri
terhadap pengelolaan keuangan keluarga.
2. Sumber Pertolongan
Keluarga sebagai sumber pertolongan adalah terkait respon
keluarga saat pertama kali mengetahui bahwa anggota
keluarganya menderita skizofrenia dan langsung memberikan
pertolongan medis untuk ODS dengan mengantarkan ODS ke
Rumah Sakit Jiwa. Hal ini disampaikan oleh Ibu Qomariyah
selaku keluarga dari ODS yang berinisial FU:
“Langsung saya bawa ke Rumah Sakit Jiwa Klender
waktu itu untuk mendapatkan penanganan medis” (Ibu
Qomariyah)
Hal ini juga dapat dilihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga dari ODS
berinisial GG yang mencari informasi terlebih dahulu dari
Caregiver yang berada dalam Komunitas Peduli Skizofrenia
Indonesia dan langsung membawa ODS ke Rumah Sakit Jiwa
Terdekat. Berikut pernyataannya:
“Langsung mencari info terkait gejala yang dialami
anak saya waktu itu langsung bertemu dengan
caregiver juga di KPSI. Jadi setelah konsultasi dan
51
diberikan saran langsung saya bawa ke psikiater
terdekat dari rumah” (Ibu Kiki)
Dari kedua informasi yang dipaparkan oleh informan
diatas menjelaskan bahwa kedua keluarga langsung
memberikan pertolongan bantuan medis agar ODS segera
mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Jiwa.
Selain pertolongan medis keluarga juga memberikan
pertolongan dalam hal perawatan selama ODS dirumah.
Seperti makanan dan obat-obatan. Karena ODS yang sudah
mulai sadar akan pentingnya menjaga kesehatan oleh karena
itu makanan dan obat-obatan sudah tidak disiapkan. Hal ini
seperti yang disampaikan oleh Ibu Tina selaku keluarga dari
ODS yang berinisial MA:
“Kalau untuk makanan kami tidak menyiapkan karena
kondisi dia yang sudah membaik begitu juga dengan
obat dia sudah mengerti obat yang harus diminum”
(Ibu Tina)
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS
yang berinisial FU:
“Untuk makan dan meminum obat, ODS sudah
memiliki kesadaran sendiri jadi sudah tidak perlu
disiapkan. Tapi kalau lupa kami ingatkan jadi tetap
dipantau” (Ibu Qomariyah)
Dari pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa ODS sudah memiliki kesadaran diri dalam makan dan
minum obat tepat pada waktunya yang dapat diartikan sudah
52
mandiri. Namun tetap ada pemantauan jika ODS terkadang
lupa keluarga tetap mengingatkan.
3. Meluangkan Waktu
Sebagai keluarga meluangkan waktu bersama ODS sangat
penting untuk dilakukan. Karena dengan menghabiskan waktu
bersama keluarga ODS akan lebih merasa bahwa lingkungan
keluarga sangat mendukung pemulihannya. Karena ODS yang
sudah memiliki istri dan anak, pada hari libur kerja ODS
menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya sehingga
Menghabiskan waktu bersama keluarga seperti makan
bersama atau acara keluarga dirumah sebulan sekali. Hal ini
di sampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga dari ODS yang
berinisial A:
“karena dia dan adik-adiknya sudah berkeluarga jadi
setiap libur kerjanya mereka menghabiskan waktu
bersama keluarga masing-masing paling sebulan
sekali acara keluarga tapi komunikasi tetap setiap
hari” (Ibu Mira).
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga dari ODS yang
berinisial GG:
“Kita ada acara keluarga dirumah biasanya ngumpul
dan menghabiskan waktu bersama apalagi banyak
cucu saya jadi dia senang ketika bermain dengan
keponakannya. Kemudian kita sering jalan keluarga
seperti ngopi, belanja keperluan dia, atau sekedar
makan bersama keluarga. (Ibu Kiki)
53
Dari pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa kedua keluarga memiliki cara sendiri untuk
meluangkan waktu bersama ODS. untuk informan pertama
yaitu Ibu Mira, karena ODS yang berinisial A sudah menikah
maka bertemu keluarga hanya sebulan sekali namun untuk
informan kedua yaitu Ibu Kiki karena ODS yang berinsial GG
masih tinggal bersama keluarga maka sering menghabiskan
waktu bersama keluarga.
B. Dukungan Informasional
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi antara keluarga
dan ODS. keluarga memberikan infomasi yang dibutuhkan ODS.
seperti informasi tentang penyakit yang sedang dideritanya
(skizofrenia), ketika ODS sudah mengerti tentang kondisinya
maka informasi tentang obat-obatan yang dibutuhkan oleh ODS
juga penting agar ODS mengikuti aturan resep dokter dalam
mengkonsumsi obat-obatan tepat pada waktunya, serta
memberikan informasi tentang kegiatan untuk menunjang
pemulihan. pada dukungan informasi ini keluarga sebagai
penghimpun informasi dan pemberi informasi.
1. Informasi Skizofrenia
Informasi tentang skizofrenia sangat dibutuhkan oleh ODS
karena dengan mengetahui tentang informasi tersebut ODS
akan semakin dapat menerima kondisinya. pemberian
informasi tersebut dapat melalui psikiater, psikoedukasi dari
KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia) dan juga
melalui media sosial. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang berinisial FU:
54
“ODS mengetahui soal penyakitnya. Pertamanya dia
tahu karena konsul psikiater dan saya ikutkan kedalam
grup KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia)
seperti Facebook dan grup Whatsapp”. (Ibu
Qomariyah).
Hal ini juga sama seperti yang disampaikan oleh Ibu Tina
selaku keluarga dari ODS yang berisial MA:
“Setelah dia rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Klender
dia sudah paham akan kondisinya dan juga keluarga
mendapatkan edukasi melalui grup KPSI di whatsapp
dan dia pun ada dalam grup tersebut jadi dia dapat ikut
membacanya. Selebihnya ketika dia bertanya kami
siap menjawabnya” (Ibu Tina).
Dari pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa ODS mengetahui info tentang skizofrenia melalui
pertemuan dengan psikiater dan mengikuti psikoedukasi
melalui grup yang dibuat oleh KPSI (Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia). Dengan adanya psikoedukasi tersebut
sangat membantu bagi keluarga dan ODS untuk lebih
memahami tentang skizofrenia.
2. Informasi obat-obatan
Informasi tentang obat-obatan yang dibutuhkan ODS beserta
manfaatnya sangat penting. Karena ODS akan selalu
meminum obat seumur hidup oleh karena itu dengan
mengetahuinya ODS akan belajar bertanggung jawab untuk
menjaga kesehatan dirinya. Informasi obat ini berdasarkan
resep dokter yang diberikan untuk ODS kepada keluarga.
berikut informasi yang diperoleh dari setiap keluarga. seperti
55
yang disampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga dari ODS
yang berinisial A bahwa keluarga mendapatkan resep obat
dari psikiater yang melakukan praktek di Rumah Sakit Jiwa
Dr. Soeharto Heerdjan. Berikut adalah pernyataan resep obat:
“keluarga dan ODS mengetahui obat yang harus
diminum yaitu Risperidone 2 mg (untuk menangani
skizofrenia) diminum 1 kali dalam sehari pada malam
hari” (Ibu Mira).
Dari informasi yang disampaikan oleh Ibu Kiki selaku
keluarga dari ODS yang berisial GG bahwa keluarga
mendapatkan resep obat dari Dr. Reza yang melakukan
praktek di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Berikut
adalah pernyataan resep obat:
“Keluarga dan ODS mengerti obat-obatan yang
dibutuhkan Aripiprazole Abilify 15 mg (untuk
meredakan gejala skizofrenia) diminum 1 kali sehari
saat pagi, Trihexyphenidyl 2 mg (mengobati efek
samping dari obat psikiatri seperti kekakun otot,
keringat, dan produksi air liur) diminum 2 kali dalam
sehari pagi dan malam, clozapin 25 mg (mengobati
gangguan mental, kecemasan, serta gangguan suasana
hati) diminum 1 kali sehari saat malam” (Ibu Kiki).
Dari informasi yang disampaikan oleh Ibu Tina selaku
keluarga dari ODS yang berinisial MA bahwa keluarga
mendapatkan resep obat dari psikiater yang melakukan
praktek di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Berikut
adalah pernyataan resep obat:
“Keluarga dan ODS mengetauinya. Sekarang dia
meminum obat Atipikal ( untuk mengendalikan dan
56
mengurangi gejala skizofrenia) diminum 1 kali dalam
sehari” (Ibu Tina).
Dari informasi yang disampaikan oleh Ibu Qomariyah
selaku keluarga dari ODS yang berinisial FU bahwa keluarga
mendapatkan resep obat dari Dr. Reza yang melakukan
praktek di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan. Berikut
adalah pernyataan resep obat:
“Keluarga dan ODS mengetahuinya. Obatnya itu
Depakote 250 mg (untuk menstabilkan emosi
diminum saat pagi dan Olanzapin 10 mg (untuk
menghilangkan halusinasi) diminum sore atau malam”
(Ibu Qomariyah).
Berdasarkan pemaparan keempat informan diatas masing-
masing ODS memiliki perbedaan dalam mengkonsumsi obat
tergantung bagaimana respon ODS terhadap kerja obat.
Namun setiap keluarga dan ODS mengetahui tentang obat
yang mereka butuhkan dan juga manfaat dari masing-masing
obat tersebut. Dengan pemahaman tersebut ODS dan keluarga
akan lebih peduli terhadap kesehatan mental ODS.
3. Informasi kegiatan penunjang pemulihan
Informasi kegiatan penunjang pemulihan sangat dibutuhkan
bagi ODS. melakukan interaksi dengan banyak orang akan
semakin membuat ODS percaya diri bahwa lingkungannya
dapat menerima kondisinya. Selain bekerja, saat libur ODS
juga melakukan kegiatan lain. Hal ini seperti yang
57
disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS
yang berinisial FU:
“Kalau untuk kegiatan dia kan bekerja sebagai dosen
jadi kalau sedang tidak mengajar saya anjurkan untuk
berolaraga. Kemudian saya sarankan untuk bertemu
dengan teman-temannya disini untuk mengobrol
supaya dia tidak dirumah sendirian” (Ibu Qomariyah).
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga dari ODS yang
berinisial GG:
“Kita selalu menyarankan untuk dia ikut kegiatan
seperti magang, berolaraga setiap pagi, bermain gitar,
terkadang kalau ada seminar atau kegiatan di
komunitas saya ajak ke KPSI (komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia)”( Ibu Kiki)
Dari pemaparan kedua informan diatas menjelaskan
bahwa melalui informan pertama yaitu Ibu Qomariyah, karena
ODS yang berinisial FU sudah bekerja maka kegiatan lainnya
dilakukan saat ODS sedang libur mengajar seperti berolaraga
dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Menurut Informan
kedua yaitu Ibu Kiki, karena ODS yang berinisial GG belum
bekerja secara tetap maka ODS memiliki banyak kegiatan
seperti magang, berolaraga setiap paginya, bermain gitar
dirumah dan juga terkadang mengikuti kegiatan di KPSI
(Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia).
58
C. Dukungan penilaian
Dukungan penilaian yang dapat diberikan kepada ODS
diantaranya sebagai umpan balik. Seperti: respon positif dan
penguatan (pembenaran). Menurut friedman dukungan penilaian
keluarga merupakan bentuk fungsi afektif keluarga terhadap
anggota keluarga yang dapat meningkatkan status kesehatannya.
Dengan adanya dukungan ini maka anggota keluarga akan
mendapatkan pengakuan atas kemampuan dan usaha yang telah
dilakuknnya (Suwardiman, 2011)
1. Respon positif
Keluarga sebagai pemberi respon postif terkait pekerjaan
yang ODS lakukan sangat penting. Karena dengan adanya
respon yang postif ODS akan semakin bersemangat untuk
melakukan banyak hal dan menjadi lebih percaya diri
terhadap sesuatu yang sedang dikerjakan. Respon positif
dengan memberi dukungan dalam persetujuan gagasan ODS
untuk bekerja akan membuat ODS menjadi mandiri. Hal ini
disampaikan oleh Ibu Tina selaku keluarga ODS yang
berinisial MA:
“Keluarga merasa senang karena dia ingin berusaha
dan bersemangat untuk bekerja apalagi sekarang ada
anak dan istri” (Ibu Tina).
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga
ODS yang berinisial A:
“Keluarga sangat mendukung ODS yang ingin
bekerja. Kami sangat memberikan semangat agar ODS
dapat mandiri” (Ibu Mira).
59
hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga ODS yang
berinisial FU:
“Karena itu adalah kemauannya sejak awal saya
sebagai ibu sangat senang dan mendukung (Ibu
Qomariyah).
Dari pemaparan ketiga informan diatas menjelaskan
bahwa ketiga keluarga sangat mendukung gagasan ODS
untuk bekerja. Sebagai keluarga dukungan penuh terhadap
pekerjaan ODS sangat penting karena dapat membuat ODS
bersemangat. Terutama dengan adanya anak dan istri yang
akan menjadi semangat ODS untuk bekerja.
Selain dukungan dalam persetujuan gagasan ODS dalam
pekerjaan, Setiap orang akan merasa ingin dihargai dalam
setiap pekerjaan yang sudah dikerjakan. Oleh karena itu
pujian sangat penting diberikan ketika ODS menyelesaikan
pekerjaannya. Dengan adanya pujian tersebut ODS akan
merasa bahwa apa yang dia kerjakan dihargai oleh orang-
orang disekitarnya dan ODS merasa bahwa dirinya mampu
melakukan yang lebih baik lagi. Hal ini disampaikan oleh Ibu
Qomariyah selaku keluarga ODS yang berinisial FU:
“Sangat senang sekali dan kami memberikan pujian
untuk keberhasilannya. (Ibu Qomariyah).
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga
dari ODS yang berinisial GG:
“Kami memberikan pujian agar dia menjadi lebih
bersemangat.” (Ibu Kiki).
60
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Tina selaku keluarga
dari ODS yang berinisial MA:
“Tentunya kami memberikan pujian agar dia semakin
berusaha menjadi lebih baik lagi” (Ibu Tina)
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga
dari ODS yang berinisial A:
“kami pastinya memberikan pujian biasanya kakak
dan adiknya langsung menelepon” (Ibu Mira)
Dari pemaparan keempat informan diatas menjelaskan
bahwa keempat keluarga memberikan apresiasi melalui pujian
karena ODS berhasil menyelesaikan pekerjaannya. Semakin
banyaknya dukungan positif yang membangun, ODS akan
semakin percaya diri.
2. Penguatan (Pembenaran)
Dalam setiap pekerjaan seseorang akan melakukan kesalahan
atau tidak dapat menyelesaikannya. Dalam hal ini keluarga
sebagai penguatan (pembenaran) membimbing ODS dengan
memberikan arahan bagaimana cara menyelesaikan
pekerjaannya. Karena ODS yang tidak dapat bekerja dibawah
tekanan maka kritikan yang membangun akan membuat ODS
tetap percaya diri dalam pekerjaannya. Hal ini disampaikan
oleh Ibu Tina selaku keluarga dari ODS yang berinisial MA:
“Kita memberikan contoh berulang kali jika tidak
selesai tidak diteruskan karena ODS tidak dapat
bekerja dibawah tekanan” (Ibu Tina).
61
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga ODS yang
berinisial GG:
“kami memakluminya, namun tetap dibimbing sesuai
kemampuan ODS” (Ibu Kiki).
Dari pemaparan kedua informan diatas keluarga
memberikan pembenaran yang postif dan sesuai kemampuan
ODS. pembenaran yang positif sangat penting bagi ODS
karena ODS tidak akan merasakan tuntutan yang membuatnya
menjadi tertekan.
D. Dukungan Emosional
Dukungan emosional adalah dukungan dalam bentuk simpati dan
empati, rasa aman. Dalam setiap hubungan seseorang selalu ingin
merasa dicintai, didukung dalam kondisi apapun bahkan pada saat
kondisi terburuk sekalipun. Dukungan emosional ini merupakan
fungsi afektif keluarga yang harus diterapkan seluruh anggota
keluarga maupun ODS. Salah satu nilai keluarga yang paling
penting adalah menganggap keluarga sebagai tempat memperoleh
kehangatan, dukungan dan penerimaan. Loveland, cherry
mengatakan bahwa bahwa kasih sayang dikalangan anggota
keluarga akan menghasilkan suasana emosional pengasuhan yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara positif.
(Friedman, 1998).
1. Simpati
Simpati adalah gambaran perasaan belas kasih dan sayang
atas kejadian yang menimpa ODS. Memahami ODS dan
mencurahkan rasa kasih sayang ODS yang sedang dalam
62
proses pemulihan akan menjadi semakin merasa bahwa
keluarganya mencintainya dalam keadaan yang sedang
dirasakannya. Memperdulikan keseharian dan kebutuhan
ODS menjadi suatu bentuk kasih sayang yang dapat membuat
ODS merasa dicintai. Hal ini seperti yang disampaikan oleh
Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang berinisial FU:
“kita perhatikan kebutuhannya, kita perhatikan
kesehariannya, gimana sosialisasinya, gimana
kegiatannya” (Ibu Qomariyah)
Hal ini juga dapat dilihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Tina selaku keluarga dari ODS yang
berinisial MA:
“Ketika dia sedang emosi kita langsung memberikan
obat nanti setelah dia merasa tenang baru kita berikan
pengertian. Kalau dia sedang berhalusinasi, kita alihin
dengan kegiatan lainnya, terlibat dengan kegiatannya
dan ketika dia membutuhkan keluarga kami selalu ada
buat dia” (Ibu Tina)
Berdasarkan pemaparan kedua informan diatas
menjelaskan bahwa keluarga sangat memperhatikan
bagaimana keseharian dan kebutuhan ODS seperti memberi
perhatian saat makan, minum obat, bekerja, memberikan
pengertian ketika ODS emosi, sosialisasi diluar rumah dan
juga memastikan bahwa ODS merasa jika kapanpun ODS
membutuhkan sesuatu keluarga akan selalu ada.
2. Empati
Empati adalah menempatkan diri pada posisi ODS dan
merasakan apa yang ODS rasakan. Hal ini melibatkan sudut
63
pandang, emosi, dan kesulitan yang dialami ODS. Dalam hal
ini menjadi pendengar yang baik untuk ODS sangat
dibutuhkan bagi ODS karena dengan adanya keluarga sebagai
tempat mencurahkan segala cerita, ODS akan lebih terbuka
dengan dirinya sendiri dan juga keluarga. hal ini seperti yang
disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga dari ODS yang
berinisial GG:
“Kami keluarga selalu ada untuknya. Kami
mendengarkan cerita dan apa yang dia inginkan
sehingga ia marasa kami memahami apa yang sedang
dia rasakan” (Ibu Kiki).
Hal ini juga dapat terlihat dari pernyataan yang
disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga ODS yang
berinisial FU:
“Dengan mendengarkan apa yang dia ingin ceritakan,
melayani kebutuhannya, tidak memaksakan jika ODS
tidak bisa atau tidak ingin karena kita sebagai keluarga
mengerti bahwa itu semua karena adanya penyakit
diluar batas kemampuannya (Ibu Qomariyah).
Berdasarkan pemaparan kedua informan diatas bahwa
mendengarkan cerita ODS menjadi salah satu hal yang sudah
keluarga lakukan dalam menunjukkan empati terhadap
kondisi ODS saat ini. Dengan mendengarkan ODS akan
merasa bahwa keluarga mengerti dengan apa yang ODS
rasakan.
64
3. Rasa Aman
Rasa aman adalah suatu perasaan dimana ODS tidak akan
merasa ada yang mengganggu dan melukai. Dengan adanya
stigma masyarakat tentang kejiwaan, rasa aman bagi ODS
sangat penting. karena lingkungan juga mempengaruhi proses
pemulihan bagi ODS. Karena itu keluarga sebagai pemberi
rasa aman memberikan perhatian penuh baik ketika ODS
sedang ada dirumah maupun diluar rumah. Hal ini seperti
yang disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga dari
ODS yang berinisial FU:
“Semua yang ada dirumahnya kita buat sepraktis
mungkin jadi aman untuknya. Kalau diluar rumah
kami selalu mengetahui dia sedang pergi bersama
siapa dan kemana jadi kita tetap memantau” (Ibu
Qomariyah)
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Tina selaku keluarga
dari ODS yang berinisial MA:
“Kalau dirumah pasti aman kalau diluar rumah
biasanya saling bertukar kabar jadi kita mengetahui
dimana dan bersama siapa pada saat itu” (Ibu Tina)
Hal ini juga disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga
dari ODS yang berinisial GG:
“kalau dirumah aman karena banyak yang memantau
kegiatannya kalau diluar rumah kita telfon sehari 1
sampai 2 kali hanya untuk menanyakan posisi dan
sedang bersama siapa” (Ibu Kiki)
Berdasarkan pemaparan ketiga informan diatas
menjelaskan bahwa keluarga membuat parabotan rumah
65
menjadi sepraktis mungkin sehingga aman bagi ODS dan
keluarga tetap memantau kegiatan ODS baik pada saat di
dalam rumah maupun diluar rumah dan sesekali
menghubunginya untuk menanyakan keberadaannya dan
dengan siapa.
Pemberian dukungan dalam keluarga menunjukkan bahwa
orang-orang yang menerima dukungan memiliki kesehatan
yang lebih baik daripada mereka yang tidak menerima
dukungan.(Friedman,2010).
66
67
BAB V
PEMBAHASAN
TENTANG DUKUNGAN KELUARGA BAGI ODS (ORANG
DENGAN SKIZOFRENIA)
Pada bab sebelumnya, peneliti telah memaparkan hasil temuan yang
diperoleh selama penelitian. Maka dari itu, dalam bab ini akan diuraikan
keterkaitan antara hasil temuan dengan teori-teori yang sudah dijabarkan
pada bab sebelumnya. Dalam menganalisa hasil temuan, peneliti
menggunakan teori dukungan sosial keluarga dari Friedman. Teori
dukungan sosial keluarga dari Friedman akan digunakan untuk
menganalisa hasil temuan terkait dukungan sosial keluarga.
Keluarga merupakan unit terkecil masyarakat dan paling dekat
dengan individu. Keluarga juga merupakan segala bentuk hubungan
kasih sayang antar manusia dengan tinggal bersama dan berinteraksi
untuk memenuhi kebutuhan individu. Dengan begitu keluarga mampu
membantu merawat dan mengembangkan kemampuan anggota
keuarganya. Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting
dalam upaya meningkatkan motivasi sehingga dapat mmeberikan
pengaruh positif terhadap kesehatan jiwa Orang Dengan Skizofrenia
(ODS). Adanya dukungan keluarga membuat ODS akan merasa
diperhatikan, dipedulikan, merasa tetap percaya diri, tidak mudah putus
asa, tidak minder, merasa dirinya bersemangat, merasa menerima (ikhlas)
dengan kondisinya sehingga merasa lebih tenang dalam menghadapi
suatu masalah. Pemberian dukungan menunjukkan bahwa orang-orang
68
yang menerima dukungan memiliki kesehatan yang lebih baik daripada
mereka yang tidak menerima dukungan (Friedman, 2010). Dalam hal ini,
peneliti menggunakan teori dukungan keluarga Friedman untuk
menganalisa hasil temuan.
A. Dukungan instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan atau bantuan secara
langsung dan nyata. Seperti sumber dana, sumber pertolongan, dan
meluangkan waktu. Dukungan ini membantu memecahkan masalah
praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung. Dukungan nyata
paling efektif bila dihargai oleh individu. Pada dukungan nyata
keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan
nyata.
1. Sumber Dana
Dalam hasil temuan data penelitian yang sudah peneliti
jabarkan pada bab 4. Bahwa dukungan keluarga sebagai sumber
dana adalah terkait pemenuhan biaya operasional ODS
perawatan medis dan juga pemenuhan biaya operasional
kebutuhan sehari-hari. Dalam pemenuhan biaya operasional
perawatan medis seperti yang disampaikan oleh Ibu Kiki selaku
keluarga dari ODS yang berinisial GG bahwa pada saat belum
menggunakan BPJS pengeluaran biaya perawatan ODS mencapai
Rp. 1.700.000 dalam setiap bulannya dan keluarga merasa berat
pada saat itu. Namun, setelah menggunakan BPJS biaya
perawatan medis ODS menjadi gratis. Begitu juga seperti yang
disampaikan oleh Ibu Mira selaku keluarga ODS yang berinisial
A bahwa sejak ODS didiagnosa pada tahun 2010 menderita
skizofrenia menggunakan biaya sendiri dan sudah setahun
menggunakan BPJS dan keluarga merasa menjadi ringan dalam
69
pemenuhan biaya. Keluarga sebagai sumber dana memiliki
kewajiban dalam pemenuhan biaya operasional perawatan medis.
Oleh karena itu keluarga berusaha untuk dapat memenuhi biaya
perawatan ODS. Berdasarkan dukungan instrumental keluarga
sebagai sumber dana dalam pemenuhan biaya operasional
perawatan medis ODS, peneliti dapat mengetahui bahwa keluarga
memberikan dukungan penuh dalam pemenuhan biaya perawatan
medis, baik pada saat sebelum menggunakan BPJS maupun sudah
menggunakan BPJS. oleh karena itu, dengan adanya keluarga
sebagai sumber dana dalam pemenuhan biaya operasional
perawatan medis, ODS mendapatkan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan sampai sekarang.
Dukungan keluarga sebagai sumber dana juga terkait biaya
operasional ODS dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan hasil temuan pada bab 4, dalam pernyataan Ibu
Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang berinisial FU dan juga
pernyataan Ibu Tina selaku keluarga dari ODS yng berinisial MA
menyampaikan bahwa keluarga sudah tidak lagi memberikan
biaya pemenuhan kebutuhan sehari-hari ODS karena pada saat ini
ODS sudah bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan dukungan intrumental keluarga sebagai sumber dana
dalam pemenuhan biaya operasional kebutuhan sehari-hari,
bahwa kini ODS sudah mandiri sehingga dapat memenuhi biaya
operasional kebutuhan sehari-hari sendiri.
Karena ODS yang sudah bekerja dibutuhkan pengawasan
keuangan terkait pemasukan dan pengeluaran. Hal ini seperti
yang sudah dijabarkan pada bab 4 dalam data dan temuan bahwa
menurut Ibu Tina selaku keluarga ODS yang berinisial MA dan
70
juga Ibu Mira selaku keluarga dari ODS yang berinisial A
bahwasannya karena ODS yang sudah menikah, pengawasan
terkait pemasukan dan pengeluaran ODS dilakukan oleh istrinya.
Hal ini dilakukan agar ODS dan juga istrinya dapat mengatur
keuangan agar seimbang.
2. Sumber pertolongan
Dalam hasil temuan data penelitian yang sudah peneliti
jabarkan pada bab 4, keluarga sebagai sumber pertolongan adalah
terkait bagaimana tindakan keluarga pada saat pertama kali
mengetahui bahwa salah satu anggota menderita skizofrenia dan
juga sebagai sumber pertolongan dalam merawat ODS dirumah.
Seperti yang disampaikan oleh ibu Qomariyah selaku keluarga
dari ODS yang berinisial FU bahwa keluarga langsung membawa
FU untuk mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Jiwa
Klender dan juga pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Kiki
selaku keluarga dari ODS yang berinisial GG bahwa keluarga
langsung mencari info terkait gejala yang dialami oleh GG
kemudian membawa GG ke psikiater terdekat. Dari kedua
pernyataan yang disampaikan oleh kedua informan penulis dapat
mengetahui bahwa keluarga yang bertindak sebagai sumber
pertolongan langsung membawa ODS untuk segera mendapatkan
perawatan medis sehingga ODS mendapatkan pelayanan
kesehatan jiwanya dengan segera.
Selain sebagai sumber pertolongan dalam tindakan
memberikan pelayanan kesehatan dengan segera, keluarga juga
sebagai sumber pertolongan dalam merawat ODS dirumah.
Karena setelah ODS mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah
71
Sakit ODS juga memerlukan perawatan dirumah. Dalam
perawatan ODS dirumah, keluarga yang tinggal bersama ODS
memperhatikan kebutuhan makan dan obat-obatan. Berdasarkan
hasil temuan pada bab 4 yang sudah dijabarkan bahwa ibu Tina
selaku keluarga ODS yang berinisial MA dan juga Ibu
Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang berinisial GG
bahwasannya ODS sudah tidak lagi disiapkan dalam hal makanan
dan obat-obatan karena ODS sudah memiliki kesadaran untuk
menjaga kesehatan. Dalam proses kemandirian ODS untuk makan
dan minum obat tepat pada waktunya keluarga membutuhkan
kesabaran dalam membiasakan ODS untuk melakukannya namun
karena dukungan tersebut diberikan keluarga secara terus-
menerus ODS menjadi mandiri dan sadar dengan kesehatannya
dengan makan dan minum obat tepat waktu sesuai dengan resep
dokter.
3. Meluangkan waktu
Dalam hasil temuan pada bab 4 yang sudah dijabarkan,
bahwasannya meluangkan waktu bersama ODS merupakan salah
satu bentuk perhatian keluarga kepada ODS sehingga dengan
adanya waktu bersama keluarga, ODS dapat merasakan bahwa
keluarga memiliki waktu bersamanya. Hal ini seperti yang sudah
di sampaikan oleh keluarga pada bab sebelumnya bahwa setiap
keluarga memiliki cara yang berbeda untuk meluangkan waktu
bersama ODS. seperti Ibu Mira selaku keluarga dari ODS yang
berinisial A yang baru menikah dan saudara dari ODS yang juga
sudah menikah maka pada waktu libur anak-anaknya
menghabiskan waktu bersama keluarganya masing-masing
72
termasuk ODS. sehingga acara keluarga akan diadakan sebulan
sekali sebagai acara pertemuan keluarga besar. Seperti halnya
pernyataan yang disampaikan oleh Ibu Kiki selaku keluarga dari
ODS yang berinisial GG bahwa meluangkan waktu bersama ODS
juga dengan acara keluarga dirumah, jalan bersama keluarga
seperti belanja keperluan ODS, ngopi, atau makan bersama
keluarga diluar rumah. Berdasarkan pemaparan Ibu Mira selaku
keluarga dari ODS yang berinisial A dan juga Ibu Kiki selaku
keluarga ODS yang berinisial GG sampaikan, bahwa kedua
keluarga meluangkan waktu bersama ODS sehingga ODS
merasakan bahwa keluarganya selalu ada waktu untuknya dan
lingkungan keluarga sangat mendukung dalam proses
pemulihannya.
B. Dukungan Informasional
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab
bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari masalah.
Dukungan informasional yang keluarga berikan kepada ODS adalah
informasi tentang skizofrenia, informasi tentang obat-obatan yang
harus diminum oleh ODS dan informasi tentang kegiatan-kegiatan
yang dapat menunjang pemulihan. Pada dukungan informasi ini
keluarga sebagai penghimpun dan pemberi informasi. Sebagai
penghimpun informasi keluarga mendapatkan informasi yang
dibutuhkan oleh ODS melalui psikiater, psikoedukasi melalui KPSI
(Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia), dan juga melalui media
sosial.
73
1. Informasi Skizofrenia
Sebagai penghimpun informasi, keluarga yang memiliki salah
satu anggota menderita skizofrenia harus mengetahui tentang
informasi yang berkaitan dengan skizofrenia. Tidak hanya
keluarga, ODS juga harus menetahuinya agar dapat menerima
dan memahami tentang kondisinya saat ini. Seperti yang sudah
dijabarkan pada data temuan pada bab 4 bahwa keluarga dan
ODS sudah mengetahui kondisinya saat ini seperti yang
disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang
berinisial FU bahwa ODS mengetahui penyakitnya karena
awalnya ODS konsul dengan psikiater dan mengikuti
psikoedukasi di KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia)
sama halnya dengan Ibu Tina selaku keluarga dari ODS yang
berinisial MA yang juga mengikuti psikoedukasi di KPSI.
Dengan adanya pengetahuan tentang skizofrenia, keluarga akan
dapat memahami perawatan ODS secara tepat. ODS yang
mengetahui tentang skizofrenia akan lebih menerima keadaannya.
2. Informasi Obat-obatan
Informasi obat-obatan sangat penting karena ODS harus
meminum obat tepat pada waktunya. Karena ODS membutuhkan
informasi tersebut untuk memahami obat-obatan yang harus
diminum setiap harinya. Seperti yang dipaparkan dalam hasil
temuan pada bab 4 bahwa keluarga dan ODS mengetahui obat-
obatan beserta manfaat yang dibutuhkan oleh ODS. Informasi
tersebut diperoleh melalui konsultasi dengan psikiater yang
memberikan resep obat. Setiap ODS mendapatkan resep yang
berbeda tergantung respon ODS terhadap kerja obat. Dengan
74
adanya pengetahuan tentang obat-obatan, keluarga dan ODS akan
semakin memiliki pengetahuan tentang obat-obatan yang harus
diminum sehingga paham dengan gejala yang ditimbulkan jika
ODS telat atau lupa minum obat.
3. Informasi kegiatan penunjang pemulihan
Dalam proses pemulihan, ODS membutuhan informasi kegiatan-
kegiatan untuk dilakukan. Berdasarkan hasil temuan pada bab 4
yang sudah dijabarkan bahwasannya ODS berinsiial FU sudah
bekerja dan jika ODS sedang libur maka ia akan melakukan
kegiatan seperti berolaraga dan melakukan sosialisasi dengan
teman-temannya. Sedangkan ODS yang berinsial GG karena dia
belum bekerja namun dia setiap harinya berangkat magang
dikantor. Jika pada hari libur ODS akan berolaraga dan mengikuti
seminar di Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia. Dengan
adanya kegiatan dalam kesehariannya ODS akan lebih produktif
dan dengan adanya lingkungan kerja yang menerimanya ODS
akan semakin percaya diri dalam pekerjaannya.
C. Dukungan Penilaian
Dukungan ini merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi
penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai
seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi
melalui ekspresi persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan
seseorang, penyemangat dengan memberikan penghargaan diri, dan
juga penguatan (pembenaran) yang positif ketika ODS melakukan
kesalahan. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan
strategi koping individu dengan strategi-strategi alternatif
75
berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang
positif.
1. Respon Positif
Keluarga sebagai pemberi respon positif dalam persetujuan
gagasan ODS untuk bekerja adalah sebagai sumber dukungan
kemandiriannya. Dengan persetujuan tersebut ODS akan
memiliki semangat untuk bekerja. Seperti yang sudah dijabarkan
pada bab 4 bahwa keluarga merasa sangat senang dengan
keputusan yang dibuat ODS untuk bekerja. Sebagai keluarga
mereka sangat mendukung tentang pekerjaan ODS. dengan
adanya persetujuan tersebut ODS akan lebih percaya diri bahwa
dirinya mampu untuk bekerja dan hidup mandiri.
Selain persetujuan gagasan, penghargaan diri itu penting.
karena kerja kras yang dihargai akan berdampak baik bagi
psikologis ODS. sebagai keluarga, mereka memberikan pujian
atas setiap pekerjaan yang dapat ODS selesaikan. Dengan adanya
penghargaan tersebut dapat membuat ODS semakin bersemangat
untuk terus berusaha dalam pekerjaannya.
2. Penguatan (pembenaran)
Dalam upaya memperbaiki kesalahan yang ODS lakukan dalam
pekerjaan, pembenaran yang positif sangat diperlukan. Karena
keluarga memahami bagaimana kemampuan ODS dan tidak dapat
bekerja dalam tekanan. Berdasarkan penjabaran dalam hasil data
dan temuan pada bab 4 bahwa Ibu Tina selaku keluarga ODS
yang berinisial MA memberikan contoh berulang kali kepada
76
ODS namun jika tidak selesai keluarga tidak akan meneruskannya
karena keluarga tidak ingin ODS tertekan. Selain itu juga Ibu
Kiki selaku keluarga yang berinisial GG juga memberikan
pembenaran dengan membimbing ODS sesuai dengan
kemampuannya.
Dari kedua pernyataan yang sudah disampaikan, bahwa
keluarga sudah memberikan pembenaran yang positif terhadap
kesalahan yang dilakukan ODS. keluarga yang memahami
kemampuan ODS mengetahui bagaimana cara untuk memberikan
penjelasan yang dipahami ODS terkait kesalahannya. Oleh karena
itu ODS tidak akan merasa tertekan dan tidak kehilangan
semangat untuk memperbaiki diri.
D. Dukungan Emosional
Selama individu menderita skizofrenia, ODS sering menderita
secara emosional, emosi, sedih, cemas, dan juga kehilangan harga
diri. Dukungan emosional ini memberikan ODS perasaan nyaman,
merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan dalam bentuk
semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga ODS yang
menerima dukunagn merasa berharga. pada dukungan emosional ini
keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.
Seperti yang sudah dijabarkan pada bab 4 bahwa dukungan
emosional yang diberikan kepada ODS adalah simpati, empati, dan
rasa aman.
1. Simpati
Simpati merupakan suatu gambaran kasih sayang atas kondisi
yang sedang dialami ODS. memahami ODS dan mencurahkan
rasa kasih sayang akan membuat ODS merasa dicintai.
77
Berdasarkan hasil temuan yang sudah di paparkan pada bab 4
bahwasannya Ibu Qomariyah selaku keluarga ODS yang
berinisial FU bahwa keluarga mencurahkan rasa kasih sayang
dengan cara memperhatikan kebutuhannya, kesehariannya,
kegiatannya dan juga sosialisasinya. Sedangkan menurut Ibu Tina
selaku keluarga ODS yang berinisial MA bahwa keluarga
mencurahkan kasih sayangnya saat ODS sedang emosi keluarga
akan memberikannya obat agar tenang, keluarga memperhatikan
bagaimana kegiatannya dan selalu ada pada saat ODS
membutuhkan keluarganya. Dari bentuk kasih sayang yang
diberikan keluarga peneliti dapat mengetahui bahwa kasih sayang
yang diberikan keluarga kepada ODS sangat besar. Hal ini terlihat
dari bagaimana keluarga memperhatikan kebutuhannya,
kegiatannya dan juga kesehariannya. Dengan adanya rasa kasih
sayang yang besar ODS akan merasa dicintai dan berharga dalam
keluarganya.
2. Empati
Keluarga menunjukkan rasa empati kepada ODS dengan cara
menjadi pendengar yang baik. Ketika ODS menganggap bahwa
keluarga merupakan tempat berbagi segala keluh kesah ODS akan
lebih terbuka terhadap apa yang sedang dirasakannya.
Berdasarkan hasil data dan temuan pada bab 4, Ibu Kiki selaku
keluarga ODS yang berinisial GG bahwa sebagai keluarga Ibu
Kiki selalu mendengarkan cerita ODS. aeperti halnya yang
disampaikan oleh Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS yang
berinisial FU keluarga juga selalu mendengarkan apa yang ingin
ceritakan. Dari rasa empati yang diberikan kepada ODS diatas
78
bahwa keluarga mampu menjadi pendengar yang baik sehingga
ODS menjadi lebih terbuka terhadap apa yang dia rasakan karena
keluarga mengerti apa yang ODS rasakan.
3. Rasa Aman
Keluarga sebagai pemberi rasa aman adalah membuat ODS
merasa aman ketika dirumah maupun di luar rumah. Dengan
banyaknya stigma yang terjadi di masyarakat tentu akan membuat
ODS menjadi kurang nyaman berada dalam lingkungan
masyarakat. Karena lingkungan juga akan mempengaruhi proses
pemulihannya. Berdasarkan hasil temuan yang dijabarkan pada
bab 4 bahwa keluarga Ibu Qomariyah selaku keluarga dari ODS
yang berinisial FU bahwa keluarga memberikan rasa aman
kepada ODS dengan cara membuat parabotan rumah agar
sepraktis mungkin sehingga aman untuk ODS dan juga
memberikan perhatian kepada ODS ketika diluar rumah seperti
menanyakan dengan siapa ODS pergi. Sama halnya dengan Ibu
Tina selaku keluarga ODS yang berinisial MA bahwa keluarga
memastikan bahwa pada saat ODS dirumah ia akan aman. Jika
ODS diluar rumah keluarga kan sering bertukar kabar dengan
ODS. pernyataan tersebut juga didukung oleh Ibu Kiki selaku
keluarga dari ODS yang berinisial GG bahwa pada saat dirumah
keluarga memastikan ODS aman karena banyak yang memantau
dan jika ODS diluar rumah keluarga juga akan memberi perhatian
dengar bertukar kabar untuk memastikan keberadaannya. Dari
pemaparan tersebut dapat peneliti ketahui bahwa keluarga
memberikan rasa aman pada saat ODS di rumah maupun di luar
rumah sehingga ODS merasa aman dengan kondisinya.
79
BAB VI
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai dukungan
keluarga dalam proses pemulihan orang dengan skizofrenia di
Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia, maka terdapat 4 dukungan
keluarga dalam proses pemulihan
1. Dukungan Instrumental meliputi 3 aspek yaitu sumber dana,
sumber pertolongan, dan meluangkan waktu. Dengan adanya
dukungan instrumental yang diberikan orangtua kepada ODS,
ODS mendapatkan pelayanan perawatan medis dengan segera
sejak mengetahui ODS didiagnosa menderita skizofrenia hingga
pulih, ODS menjadi mandiri sehingga dapat memenuhi biaya
operasional kebutuhan sehari-hari sendiri, dan keluarga yang
meluangkan waktu bersama, ODS merasakan bahwa keluarganya
selalu ada waktu untuknya dan lingkungan keluarga sangat
mendukung dalam proses pemulihannya.
2. Dukungan Informasional meliputi 3 aspek yaitu informasi tentang
skizofrenia, informasi tentang obat-obatan, dan informasi tentang
kegiatan penunjang pemulihan. Informasi ini diperoleh pada saat
konsul dengan psikiater dan dari lembaga kepada orangtua.
Dengan adanya dukungan informasional yang diberikan keluarga
kepada ODS, kini keluarga dan ODS dapat menangani penyakit
ODS secara tepat, ODS menjadi lebih menerima keadaannya,
keluarga dan ODS mengetahui tentang obat-obatan yang harus
80
diminum sehingga paham dengan gejala yang ditimbulkan jika
ODS telat atau lupa minum obat, lalu dengan adanya saran
kegiatan, ODS menjadi lebih produktif.
3. Dukungan Penilaian meliputi 2 aspek yaitu, pemberi respon
positif dan memberikan penguatan (pembenaran). Dengan adanya
dukungan penilaian yang diberikan keluarga kepada ODS kini
ODS semakin bersemangat untuk terus berusaha lebih baik lagi
dalam pekerjaannya. Serta dengan adanya pembenaran yang
membangun saat ODS melakukan kesalahan dalam pekerjaanya,
ODS tidak menjadi patah semangat untuk memperbaiki
kesalahannya.
4. Dukungan Emosional meliputi 3 aspek yaitu empati, simpati (rasa
kasih sayang), dan rasa aman. Dengan adanya dukungan
emosional yang diberikan keluarga kepada ODS, ODS memiliki
perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi,
bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian
dan merasa berharga.
B. Implikasi
Dalam penelitian ini peneliti berharap bahwa apa yang sudah
dikerjakan dapat bermanfaat baik dari segi teoritis maupun praktis.
Berikut implikasi dari penelitian ini:
1. Teoritis
Dari segi teoritis, dengan pemberian dukungan keluarga secara
kontinu sangat penting dalam proses pemulihan Orang Dengan
Skizofrenia karena pemberian dukungan dalam keluarga
menunjukkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan
81
memiliki kesehatan yang lebih baik daripada mereka yang tidak
menerima dukungan.
2. Praktis
Dari segi praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan bagi keluarga yang memiliki salah satu anggota
keluarga menderita skizofrenia. Sehingga dapat mengetahui
bentuk dukungan yang diperlukan dalam proses pemulihan.
C. Saran
1. kepada keluarga
Sebagai bahan masukan bagi keluarga yang sedang merawat ODS
(Orang Dengan Skizofrenia) agar mengetahui bentuk dukungan
yang harus dilakukan sehingga mampu membuat ODS menjadi
pulih.
a. Dukungan Instrumental, dengan adanya dukungan
instrumental yang diberikan keluarga kepada ODS, peneliti
menyarankan kepada keluarga bahwa perlu menggunakan
BPJS untuk biaya operasional perawatan medis ODS karena
dapat meringankan biaya pengeluaran medis ODS dalam
jangka panjang.
b. Dukungan Informasional, dengan adanya dukungan
informasional yang diberikan keluarga kepada ODS peneliti
menyarankan, bahwa meskipun dukungan informasional
sudah diberikan karena keluarga sebagai penghimpun dan
pemberi informasi maka dukungan ini harus diberikan secara
berkelanjutan agar keluarga dan ODS memiliki lebih banyak
wawasan yang luas terkait skizofrenia.
82
c. Dukungan Penilaian, dengan adanya dukungan penilaian yang
diberikan keluarga kepada ODS peneliti menyarankan,
bahwasannya respon positif dan pembenaran dalam kesalahan
yang bersifat membangun harus terus dilakukan agar ODS
memiliki perubahan yang positif untuk menjadi lebih baik.
d. Dukungan emosional, dengan adanya dukungan emosional
yang diberikan keluarga kepada ODS, peneliti menyarankan
agar dukungan ini diberikan secara berkelanjutan agar ODS
tetap merasakan kasih sayang dan merasa dihargai dalam
kondisinya saat ini.
2. Kepada komunitas
Sebagai wadah untuk Orang Dengan Skizofrenia dan juga
keluarga ODS, diharapkan agar dapat memperbaiki program
dukungan yang khususnya diberikan kepada ODS dan keluarga
sehingga ODS dan keluarga aktif mengikuti program kegiatan di
komunitas.
3. Kepada peneliti selanjutnya
Penelitian ini menjelaskan tentang dukungan keluarga dalam
proses pemulihan orang dengan skizofrenia, maka peneliti
selanjutnya dapat meneliti lebih dalam lagi terkait dukungan
keluarga dengan objek yang berbeda.
83
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Al Qur‟an Surah Asy Syu „arra‟
Arifin, Imron. 1996. Pendidikan Kualitatif. Bandung: Kalimasahada
Press.
Baihadi MIF, dkk. 2005. Psikiatri (Konsep Dasar dan Gangguan-
gangguan). Bandung: PT. Refika Aditama.
Cohen, S & Syme, SL. 1996. Social Support And Health. Colorado
Press.
Daradjat Zakiah. 2001. Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Toko Gunung
Agung Tbk.
Firdaus. 2005. Skhizofrenia Sebuah Panduan Bagi Keluarga
Penderita Skhizofrenia. Yogyakarta : Qalam.
Friedman, M.M. 1988. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,
Teori, dan Praktik edisi 3. Jakarta: EGC.
Friedman, M.M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,
Teori, dan Praktik edisi 5. Jakarta: EGC.
Furchan, Arif. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif.
Surabaya: Usaha Nasional.
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stress, Cemas, dan Depresi.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Hawari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa
Skizofrenia.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
84
Huberman, Miles. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber
Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi.
Rohisi Jakarta : Universitas Indonesia.
Iqbal, M. 2002. Pokok- pokok Materi Metode Penelitian dan
Amplikasinya Cet.1. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Light, Donald. 1989. Sosiology. New York: Alfred A. Knopf.
Maramis, Willy F dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Moleong, Lexy. 1994. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Rachmat, Jalaluddin. 1984. Metodologi Penelitian Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga Edisi
Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Singgih, Gunarsih. 1998. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta: PT.
PBK. Gunung Media.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, dan R&D, Edisi ke-13.
Bandung: IKAPI.
Zaitunah, Subhan. 2004. Membina Keluarga Sakinah. Yogyakarta:
LKIS Pelangi Aksara.
B. Sumber Jurnal
Learning about rays of hope: A Reference Manual For Familles and
Caregivers, schizophrenia society of canada. 2012. Canada.
Firdaus, Jimmi. 2005. Minister Supply and Servis Canada,
Schizophrenia, “Sebuah Pengantar Bagi Keluarga
Schizophrenia”, Terj. Jimmi Firdaus. Yogyakarta: CV
Qalam.
85
C. Sumber Skripsi
Suwardiman, Deni. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Beban Keluarga untuk Mengikuti Regimen Terapeutik pada
Keluarga Klien Halusinasi di RSUD Serang Tahun 2011.
Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu
Keperawatan Peminatan Keperawatan Jiwa, Diakses melalui
Repositori http://lib.ui.ac.id diakses 12 April 2018.
Skripsi berjudul Gambaran sikap dan dukungan keluarga terhadap
penderita ganggguan jiwa dikecamatan kartasura Diakses
Pada Tanggal 1 Oktober 2017 dari
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=h
ttp://eprints.ums.ac.id/9479/2/J210060039.pdf&ved=0ahUKE
wi73tXdperWAhUMpJQKHVqCDysQFggkMAE&usg=AOv
Vaw0ZZdz0ePDjIapmqQSyR0lb
D. Sumber Website
Hak Asasi Manusia, yang memiliki gangguan kejiwaan, diakses 26
September 2017 pada
https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=h
ttp://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52c808d73d54f/h
akasasi&ved=0ahUKEwjIns6FmevWAhVEJ5QKHXZjCEIQ
FggmMAA&usg=AOvVaw0fScy5ujA0WmlzYK655Goh.
86
Kemenkes Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar:
RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. Diakses 26
September 2017 Juga dapat diunduh dari www.depkes.go.id
Pemulihan dari skizofrenia. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2018
dari http://tirtojiwo.org/?p=1019
Setidaknya ada 18.800 orang yang masih dipasung di indonesia,
diakses pada 11 maret 2018 dari
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/03/160
320_indonesia_hrw_pasung.
Undang-undang No 11 Tahun 2009 Tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kesejahteraan Sosial diakses pada 11 September 2017
dari https://www.balitbangham.go.id/pages/peraturan-
perundang-undangan
World Health Organization (WHO), (2017). Skizophrenia.
www.who.int/mental_health/mamagement/Skizophrenia/en
Lampiran 1
Lampiran 2
PERNYATAAN KESEDIAAN
MENJADI INFORMAN PENELITIAN
Dengan menandatangani lembar ini, saya:
Nama :
Usia :
Alamat :
Memberikan persetujuan untuk menjadi informan dalam
penelitian yang berjudul “Dukungan Sosial Keluarga Dalam Proses
Pemulihan Orang Dengan Skizofrenia di Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia” yang akan dilakukan oleh Sinta Saraswati
mahasiswi Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Saya sudah dijelaskan bahwa jawaban dalam wawancara ini
hanya digunakan untuk keperluan penelitian dan saya secara suka
rela bersedia menjadi informan penelitian ini.
Jakarta, 2019
Yang menyatakan
( )
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
Sub Variabel Indikator Pertanyaan
Dukungan Sosial
Keluarga
a. Dukungan
Instrumental,
pemberian bantuan
praktis dan kongkrit
secara langsung.
seperti : sumber
dana, sumber
pertolongan, dan
meluangkan waktu.
a. Bagaimana upaya
keluarga dalam
memberikan dana
operasional untuk
pengobatan ODS?
b. Bagaimana
pemenuhan biaya
kebutuhan sehari-
hari ODS?
c. Bagaimana
pengawasan
pemasukan dan
pengeluaran ODS?
d. Bagaimana respon
keluarga setelah
mengetahui salah
satu anggota
mengalami
skizofrenia?
e. Bagaimana
keluarga merawat
ODS
dirumah?seperti
menyediakan obat
dan makanan.
f. Bagaimana cara
keluarga
meluangkan waktu
untuk ODS?
b. Dukungan
Informasional,
pemberian informasi
yang dibutuhkan.
Seperti : informasi
terkait skizofrenia,
obat-obatan, dan
a. Apakah ODS
mengetahui
penyakit yang
sedang dialaminya?.
b. Bagaimana cara
keluarga
memberitahu ODS
Lampiran 4
informasi kegiatan
penunjang
pemulihan.
tentang skizofrenia?
c. Apakah keluarga
dan ODS mengerti
obat yang
dibutuhkan oleh
ODS beserta
manfaatnya? Jika
iya sebutkan.
d. Apakah ada ide atau
saran agar ODS
memiliki kegiatan
untuk menunjang
pemulihannya?apa
saja?
c. Dukungan
Dukungan Penilaian,
pemberian umpan
balik. Seperti :
respon positif dan
penguatan
(pembenaran)
a. Bagaimana respon
keluarga terhadap
ODS yang ingin
bekerja?
b. Bagaimana sikap
keluarga, Jika ODS
mampu
menyelesaikan
pekerjaan dengan
baik?
c. Bagaimana sikap
keluarga Jika ODS
melakukan
kesalahan dalam
pekerjaan atau tidak
dapat
menyelesaikan
pekerjaannya?
d. Dukungan
Emosional,
pemberian dukungan
simpati, empati, dan
rasa aman.
a. Bagaimana cara
keluarga
menunjukkan
simpati ( kasih
sayang) kepada
ODS?
b. Bagaimana cara
keluarga
menunjukan rasa
empati kepada
ODS?
c. Bagaimana cara
keluarga membuat
ODS merasa aman
dengan kondisinya
baik saat dirumah
ataupun diluar
rumah?
Lampiran 5
TRANSKIP WAWANCARA IBU KIKI
Sub Variabel Indikator Pertanyaan Jawaban
Dukungan
Sosial
Keluarga
a. Dukungan
Instrumental,
pemberian
bantuan praktis
dan kongkrit
secara langsung.
seperti : sumber
dana, sumber
pertolongan, dan
pemberian
waktu.
a. Bagaimana
upaya
keluarga
dalam
memberikan
dana
operasional
untuk
pengobatan
ODS?
b. Bagaimana
pemenuhan
biaya
kebutuhan
sehari-hari
ODS?
c. Bagaimana
pengawasan
pemasukan
dan
pengeluaran
ODS?
d. Bagaimana
respon
keluarga
setelah
mengetahui
salah satu
anggota
mengalami
skizofrenia?
e. Bagaimana
keluarga
merawat ODS
dirumah?seper
ti
menyediakan
obat dan
a. sebelum
menggunaka
n BPJS terasa
berat biaya
perbulannya
sekitar Rp.
1.700.000
namun
setelah
menggunaka
n BPJS
alhamdulillah
gratis.
b. Seluruh
kebutuhan
sehari-hari
masih kami
penuhi
sebagai
keluarga
karena dia
masih
magang dan
belum
bekerja.
c. Kalau
pemasukan
kan uangnya
dari saya dan
kalau soal
pengeluaran
setiap dia
ingin sesuatu
pasti selalu
bilang jadi
kamipun
mengetahuin
ya
Lampiran 6
makanan.
f. Bagaimana
cara keluarga
meluangkan
waktu untuk
ODS?
d. Langsung
mencari info
terkait gejala
yang dialami
anak saya
waktu itu
langsung
bertemu
dengan
caregiver
juga di KPSI.
Jadi setelah
konsultasi
dan diberikan
saran
langsung
saya bawa ke
psikiater
terdekat dari
rumah
e. Kalau untuk
makanan dan
obat-obatan
kami siapkan
jadi obatnya
akan saya
letakkan
disebelah
makanan.
Jadi setelah
dia makan
dia akan
langsung
meminum
obatnya.
f. Kita ada
acara
keluarga
dirumah
biasanya
ngumpul dan
menghabiska
n waktu
bersama
apalagi
banyak cucu
saya jadi dia
senang ketika
bermain
dengan
keponakanny
a. Kemudian
kita sering
jalan
keluarga
seperti ngopi,
belanja
keperluan
dia, atau
sekedar
makan
bersama
keluarga.
b. Dukungan
Informasional,
pemberian
informasi yang
dibutuhkan.
Seperti :
informasi
terkait
skizofrenia,
obat-obatan,
dan informasi
kegiatan
penunjang
pemulihan.
a. Apakah ODS
mengetahui
penyakit yang
sedang
dialaminya?.
b. Bagaimana
cara keluarga
memberitahu
ODS tentang
skizofrenia?
c. Apakah
keluarga dan
ODS mengerti
obat yang
dibutuhkan
oleh ODS
beserta
manfaatnya?
Jika iya
sebutkan.
d. Apakah ada
ide atau saran
agar ODS
memiliki
kegiatan untuk
menunjang
pemulihannya
?apa saja?
a. Iya ODS
mengetahuin
ya namun
tidak secara
detail
b. Pelan-pelan
kita
memberitahu
nya kalau
sedang
mengobrol.
c. Keluarga dan
ODS
mengerti
obat-obatan
yang
dibutuhkan
Aripiprazole
Abilify 15
mg diminum
1 kali sehari
saat pagi,
Trihexyphen
dil 2 mg
diminum 2
kali dlam
sehari pagi
dan malam,
clozapin 25
mg diminum
1 kali sehari
saat malam.
d. Kita selalu
menyarankan
untuk dia ikut
kegiatan
seperti
magang,
berolaraga
setiap pagi,
bermain
gitar,
terkadang
kalau ada
seminar atau
kegiatan di
komunitas
saya ajak ke
KPSI
(komunitas
Peduli
Skizofrenia
Indonesia).
a. Dukungan
Dukungan
Penilaian,
pemberian
umpan balik.
Seperti : respon
positif dan
penguatan
(pembenaran)
b. Bagaimana
respon
keluarga
terhadap ODS
yang ingin
bekerja?
c. Bagaimana
sikap keluarga,
Jika ODS
mampu
menyelesaikan
pekerjaan
dengan baik?
d. Bagaimana
sikap keluarga
Jika ODS
melakukan
kesalahan
dalam
pekerjaan atau
tidak dapat
a. Kami sangat
senang
karena ODS
memiliki
keinginan
untuk
magang
karena
dengan
begitu ODS
akan belajar
bekerja.
b. Kami
memberikan
pujian agar
dia menjadi
lebih
bersemangat.
c. kami
memaklumin
ya, namun
menyelesaikan
pekerjaannya?
tetap
dibimbing
sesuai
kemampuan
ODS
d. Dukungan
Emosional,
pemberian
dukungan
simpati, empati,
dan rasa aman.
a. Bagaimana
cara keluarga
menunjukkan
simpati ( kasih
sayang dan
rasa nyaman )
kepada ODS?
b. Bagaimana
cara keluarga
menunjukan
rasa empati
kepada ODS?
c. Bagaimana
cara keluarga
membuat ODS
merasa aman
dengan
kondisinya
baik saat
dirumah
ataupun diluar
rumah?
a. Kalau dia
sedang emosi
kita berikan
obat karena
kalau sedang
emosi dia
akan terus
mengoceh
jadi percuma
untuk
menjelaskan.
Setelah
monum obat
dia tenang
kita akan
menanyakan
terkait kenapa
dia marah
dan biasanya
kami berikan
sentuhan
tangan seperti
mengelus
pundaknya
dan
memeluknya
agar dia
tenang.
b. Kami
keluarga
selalu ada
untuknya.
Kami
mendengarka
n cerita dan
apa yang dia
inginkan
sehingga ia
marasa kami
memahami
apa yang
sedang dia
rasakan.
c. Kalau
dirumah
sudah pasti
aman kalau
diluar kita
telfon 1
sampai 2 kali
untuk
menanyakan
lagi dimana
dan dengan
siapa.
Lampiran 7
TRANSKIP WAWANCARA IBU TINA
Sub Variabel Indikator Pertanyaan Jawaban
Dukungan
Sosial
Keluarga
a. Dukungan
Instrumental,
pemberian
bantuan
praktis dan
kongkrit
secara
langsung.
seperti :
sumber dana,
sumber
pertolongan,
dan pemberian
waktu.
a. Bagaimana
upaya keluarga
dalam
memberikan
dana operasional
untuk
pengobatan
ODS?
b. Bagaimana
pemenuhan
biaya kebutuhan
sehari-hari
ODS?
c. Bagaimana
pengawasan
pemasukan dan
pengeluaran
ODS?
d. Bagaimana
respon keluarga
setelah
mengetahui
salah satu
anggota
mengalami
skizofrenia?
e. Bagaimana
keluarga
merawat ODS
dirumah?seperti
menyediakan
obat dan
makanan.
f. Bagaimana cara
keluarga
meluangkan
waktu untuk
ODS?
a. Kami
menggunaka
n BPJS untuk
pendanaanny
a.
b. Karena dia
sudah bekerja
dan memiliki
istri dan anak
jadi keluarga
sudah tidak
memberikan
biaya
kebutuhan
sehari-hari.
c. Kalau untuk
pemasukan
dan
pengeluaran
sudah ada
istrinya yang
mengatur jadi
kami pihak
keluarga
mempercaya
kan hal
tersebut
kepada
istrinya.
d. Waktu itu
karena
ketahuannya
saat dia
sedang di Los
Angeles saya
langsung
menghubungi
kakaknya
Lampiran 8
untuk
menjemput
dan
melakukan
pengobatan
di Indonesia
dan juga agar
keluarga
dapat
merawatnya
sampai pulih.
e. Kalau untuk
makanan
kami tidak
menyiapkan
karena
kondisi dia
yang sudah
membaik
begitu juga
dengan obat
dia sudah
mengerti obat
yang harus
diminum.
f. karena dia
sibuk bekerja
setiap
harinya dan
hari liburnya
bersama istri
dan anak jadi
kalau ketemu
keluarga
pada saat
acara
keluarga.
a. Dukungan
Informasional,
pemberian
informasi yang
dibutuhkan.
Seperti :
informasi
terkait
skizofrenia,
a. Apakah ODS
mengetahui
penyakit yang
sedang
dialaminya.
b. Bagaimana cara
keluarga
memberitahu
ODS tentang
a. Iya dia
mengetahui
tentang
penyakitnya
dan
menerimanya
.
b. Setelah dia
rawat inap di
obat-obatan,
dan informasi
kegiatan
penunjang
pemulihan.
skizofrenia?
c. Apakah keluarga
dan ODS
mengerti obat
yang dibutuhkan
oleh ODS
beserta
manfaatnya?
Jika iya
sebutkan.
d. Apakah ada ide
atau saran agar
ODS memiliki
kegiatan untuk
menunjang
pemulihannya?a
pa saja?
Rumah Sakit
Jiwa Klender
dia sudah
paham akan
kondisinya
dan juga
keluarga
mendapatkan
edukasi
melalui grup
KPSI di
whatsapp dan
dia pun ada
dalam grup
tersebut jadi
dia dapat ikut
membacanya.
Selebihnya
ketika dia
bertanya
kami siap
menjawabnya
.
c. Keluarga dan
ODS
mengetauiny
a. Sekarang
dia meminum
obat Atipikal
( untuk
mengendalik
an dan
mengurangi
gejala
skizofrenia)
diminum 1
kali dalam
sehari.
d. Kalau untuk
kegiatan dia
sekarang
fokus bekerja
setiap
harinya dari
pagi sampai
sore jadi
pulang kerja
dia istirahat.
Paling
sesekali
kalau
weekend
saya ajak ke
KPSI untuk
bertemu
dengan
teman-teman
disana.
b. Dukungan
Penilaian,
pemberian
umpan balik.
Seperti :
respon
positif, dan
penguatan
(pembenaran)
a. Bagaimana
respon keluarga
terhadap ODS
yang ingin
bekerja?
b. Bagaimana sikap
keluarga, Jika
ODS mampu
menyelesaikan
pekerjaan
dengan baik?
c. Bagaimana sikap
keluarga Jika
ODS melakukan
kesalahan dalam
pekerjaan atau
tidak dapat
menyelesaikan
pekerjaannya?
a. Keluarga
merasa
senang
karena dia
ingin
berusaha dan
bersemangat
untuk bekerja
apalagi
sekarang ada
anak dan istri
b. Tentunya
kami
memberikan
pujian agar
dia semakin
berusaha
menjadi lebih
baik lagi
c. Kita
memberikan
contoh
berulang kali
jika tidak
selesai tidak
diteruskan
karena ODS
tidak dapat
bekerja
dibawah
tekanan.
d. Dukungan
Emosional,
pemberian
a. Bagaimana cara
keluarga
menunjukkan
a. Ketika dia
sedang emosi
kita langsung
dukungan
simpati,
empati, dan
rasa aman.
simpati ( kasih
sayang dan rasa
nyaman ) kepada
ODS?
b. Bagaimana cara
keluarga
menunjukan rasa
empati kepada
ODS?
c. Bagaimana cara
keluarga
membuat ODS
merasa aman
dengan
kondisinya baik
saat dirumah
ataupun diluar
rumah?
memberikan
obat nanti
setelah dia
merasa
tenang baru
kita berikan
pengertian.
Kalau dia
sedang
berhalusinasi,
kita alihin
dengan
kegiatan
lainnya,
terlibat
dengan
kegiatannya
dan ketika dia
membutuhka
n keluarga
kami selalu
ada buat dia.
b. Keluarga
selalu
mendengarka
n apa yang
ingin ia
ceritakan.
Mengajak
bertukar
pikiran
sesederhana
mungkin.
c. Kalau
dirumah pasti
aman kalau
diluar rumah
biasanya
saling
bertukar
kabar jadi
kita
mengetahui
dimana dan
bersama siapa
pada saat itu.
Lampiran 9
TRANSKIP WAWANCARA IBU QOMARIYAH
Sub Variabel Indikator Pertanyaan Jawaban
Dukungan
Sosial
Keluarga
a. Dukungan
Instrumental,
pemberian
bantuan
praktis dan
kongkrit secara
langsung.
seperti :
sumber dana,
sumber
pertolongan,
dan pemberian
waktu.
a. Bagaimana
upaya keluarga
dalam
memberikan
dana operasional
untuk
pengobatan
ODS?
b. Bagaimana
pemenuhan
biaya kebutuhan
sehari-hari
ODS?
c. Bagaimana
pengawasan
pemasukan dan
pengeluaran
ODS?
d. Bagaimana
respon keluarga
setelah
mengetahui
salah satu
anggota
mengalami
skizofrenia?
e. Bagaimana
keluarga
merawat ODS
dirumah?seperti
menyediakan
obat dan
makanan.
f. Bagaimana cara
keluarga
meluangkan
a. Untuk
pengobatan
kami
menggunakan
bpjs.
b. Dia sudah
bekerja dan
memiliki gaji
yang tetap
setiap
bulannya jadi
dari keluarga
sudah tidak
memberikan
pemenuhan
biaya sehari-
hari.
c. Kalau untuk
pengawasan
biasanya dia
cerita kepada
saya atau
mantan
istrinya soal
pengeluaran
jadi kalau ada
kebutuhan
terdesak kami
membantu
dari
belakang.
d. Langsung
saya bawa ke
Rumah Sakit
Jiwa Klender
waktu itu
Lampiran 10
waktu untuk
ODS?
untuk dapat
penanganan
medis. Kalau
untuk
sekarang kan
sudah pulih
jadi rawat
jalan.
e. Untuk makan
dan
meminum
obat, ODS
sudah
memiliki
kesadaran
sendiri jadi
sudah tidak
perlu
disiapkan.
Tapi kalau
lupa kami
ingatkan jadi
tetap
dipantau.
f. Karena ODS
sudah berusia
32 tahun jadi
kalau makan
bersama
orangtua
sudah tidak
pernah. Tapi
kalau sedang
ada acara
yayasan dan
saya bertemu
dengan dia
secara
kebetulan ya
kita bareng.
b. Dukungan
Informasional,
pemberian
informasi yang
dibutuhkan.
Seperti :
a. Apakah ODS
mengetahui
penyakit yang
sedang
dialaminya.
b. Bagaimana cara
a. ODS
mengetahui
soal
penyakitnya
namun tidak
ingin
informasi
terkait
skizofrenia,
obat-obatan,
dan informasi
kegiatan
penunjang
pemulihan.
keluarga
memberitahu
ODS tentang
skizofrenia?
c. Apakah keluarga
dan ODS
mengerti obat
yang dibutuhkan
oleh ODS
beserta
manfaatnya?
Jika iya
sebutkan.
d. Apakah ada ide
atau saran agar
ODS memiliki
kegiatan untuk
menunjang
pemulihannya?a
pa saja?
membicaraka
n secara
detail soal
penyakitnya.
b. Pertamanya
dia tahu
karena konsul
psikiater dan
saya ikutkan
kedalam grup
KPSI seperti
Facebook dan
grup
Whatsapp.
c. Keluarga dan
ODS
mengetahuin
ya. Obatnya
itu Depakote
250 mg
(untuk
menstabilkan
emosi
diminum saat
pagi dan
Onzapin 10
mg (untuk
menghilangk
an halusinasi)
diminum sore
atau malam.
d. Kalau untuk
kegiatan dia
kan bekerja
sebagai dosen
jadi kalau
sedang tidak
mengajar
saya anjurkan
untuk
berolaraga.
Kemudian
saya sarankan
untuk
bertemu
dengan
teman-
temannya
disini untuk
mengobrol
supaya dia
tidak dirumah
sendirian.
c. Dukungan
Penilaian,
pemberian
umpan balik.
Seperti :
respon positif,
dan
penguatan
(pembenaran)
a. Bagaimana
respon keluarga
terhadap ODS
yang ingin
bekerja?
b. Bagaimana sikap
keluarga, Jika
ODS mampu
menyelesaikan
pekerjaan
dengan baik?
c. Bagaimana sikap
keluarga Jika
ODS melakukan
kesalahan dalam
pekerjaan atau
tidak dapat
menyelesaikan
pekerjaannya?
a. Karena itu
adalah
kemauannya
sejak awal
saya sebagai
ibu sangat
senang dan
mendukung.
b. Sangat
senang sekali
dan kami
memberikan
pujian untuk
keberhasilann
ya.
c. Kita coba
bicarakan
terlebih
dahulu
kepada ODS
secara pelan-
pelan saat dia
mau terbuka.
Tetapi kalau
dia sedang
tidak ingin
diajak diskusi
kami tidak
mendesak.
a. Dukungan
Emosional,
pemberian
dukungan
simpati,
empati, dan
rasa aman.
a. Bagaimana cara
keluarga
menunjukkan
simpati ( kasih
sayang dan rasa
nyaman ) kepada
ODS?
b. Bagaimana cara
a. kita perhatikan
kebutuhannya,
kita perhatikan
kesehariannya,
gimana
sosialisasinya,
gimana
kegiatannya.
keluarga
menunjukan rasa
empati kepada
ODS?
c. Bagaimana cara
keluarga
membuat ODS
merasa aman
dengan
kondisinya baik
saat dirumah
ataupun diluar
rumah?
b. Dengan
mendengarkan
apa yang dia
ingin
ceritakan,
melayani
kebutuhannya,
tidak
memaksakan
jika ODS tidak
bisa atau tidak
ingin karena
kita sebagai
keluarga
mengerti
bahwa itu
semua karena
adanya
penyakit diluar
batas
kemampuanny
a.
c. Semua yang
ada
dirumahnya
kita buat
sepraktis
mungkin jadi
aman
untuknya.
Kalau diluar
rumah kami
selalu
mengetahui
dia sedang
pergi bersama
siapa dan
kemana jadi
kita tetap
memantau.
Lampiran 11
TRANSKIP WAWANCARA IBU MIRA
Sub Variabel Indikator Pertanyaan Jawaban
Dukungan
Sosial
Keluarga
a. Dukungan
Instrumental,
pemberian
bantuan
praktis dan
kongkrit
secara
langsung.
seperti :
sumber dana,
sumber
pertolongan,
dan
pemberian
waktu.
a. Bagaimana
upaya keluarga
dalam
memberikan
dana operasional
untuk
pengobatan
ODS?
b. Bagaimana
pemenuhan
biaya kebutuhan
sehari-hari
ODS?
c. Bagaimana
pengawasan
pemasukan dan
pengeluaran
ODS?
d. Bagaimana
respon keluarga
setelah
mengetahui
salah satu
anggota
mengalami
skizofrenia?
e. Bagaimana
keluarga
merawat ODS
dirumah?seperti
menyediakan
obat dan
makanan.
f. Bagaimana cara
keluarga
meluangkan
waktu untuk
ODS?
a. sejak
didiagnosa
tahun 2010
menderita
skizofrenia
menggunakan
biaya sendiri
dan sudah
setahunan ini
mengunakan
BPJS
alhamdulillah
menjadi
ringan
b. karena ODS
sebagai
wiraswasta,
saya sebagai
orangtua
memenuhi
kebutuhannya
.
c. Karena sudah
memiliki istri
jdi untuk
pengawasan
pemasukan
dan
pengeluaran
istrinya yang
melakukanny
a.
d. Kami
langsung
membawanya
ke psikiater
karena
keluarga
Lampiran 12
sangat
mendukung.
e. Untuk minum
obat dan
makan duah
ada kesadaran
dari ODS
namun tetap
harus
diingatkan
jika lupa.
f. karena dia
dan adik-
adiknya
sudah
berkeluarga
jadi setiap
libur kerjanya
mereka
menghabiska
n waktu
bersama
keluarga
masing-
masing paling
sebulan sekali
acara
keluarga tapi
komunikasi
tetap setiap
hari.
b. Dukungan
Informasional
,pemberian
informasi
yang
dibutuhkan.
Seperti :
informasi
terkait
skizofrenia,
obat-obatan,
dan informasi
kegiatan
penunjang
pemulihan.
a. Apakah ODS
mengetahui
penyakit yang
sedang
dialaminya.
b. Bagaimana cara
keluarga
memberitahu
ODS tentang
skizofrenia?
c. Apakah keluarga
dan ODS
mengerti obat
yang dibutuhkan
oleh ODS
a. Sudah
mengetahuin
ya sejak
keluar dari
Rumah Sakit
Jiwa.
b. Pertamanya
belum
menerima
namun
setelah
beberapa kali
saya ajak ke
KPSI
akhirnya
beserta
manfaatnya?
Jika iya
sebutkan.
d. Apakah ada ide
atau saran agar
ODS memiliki
kegiatan untuk
menunjang
pemulihannya?a
pa saja?
disitu di
mulai
mengetahuin
ya.
c. keluarga dan
ODS
mengetahui
obat yang
harus
diminum
yaitu
Risperidone 2
mg diminum
1 kali dalam
sehari pada
malam hari
d. keseharianny
a dia
berjualan
jersey di
online dan
sudah
seminggu
bekerja.
Kadang saya
ajak ke KPSI
untuk
mengikuti
kegiatan.
c. Dukungan
Penilaian,
pemberian
umpan balik.
Seperti :
respon positif,
dan
penguatan
(pembenaran)
a. Bagaimana
respon keluarga
terhadap ODS
yang ingin
bekerja?
b. Bagaimana sikap
keluarga, Jika
ODS mampu
menyelesaikan
pekerjaan
dengan baik?
c. Bagaimana sikap
keluarga Jika
ODS melakukan
kesalahan dalam
pekerjaan atau
tidak dapat
a. Keluarga
sangat
mendukung
ODS yang
ingin bekerja.
Kami sangat
memberikan
semangat
agar ODS
dapat
mandiri.
b. Kami
keluarga
senang
pastinya dan
memberikan
apresiasi
menyelesaikan
pekerjaannya?
berbentuk
pujian.
c. Kami ajak
bicara
terlebih
dahulu
ditanya apa
masalahnya.
Kami
mengusahaka
n agar saat
bicara tidak
dengan nada
keras.
d. Dukungan
Emosional,
pemberian
dukungan
simpati,
empati, dan
rasa aman.
a. Bagaimana cara
keluarga
menunjukkan
simpati ( kasih
sayang dan rasa
nyaman ) kepada
ODS?
b. Bagaimana cara
keluarga
menunjukan rasa
empati kepada
ODS?
c. Bagaimana cara
keluarga
membuat ODS
merasa aman
dengan
kondisinya baik
saat dirumah
ataupun diluar
rumah?
a. Karena dia,
kakak dan
adiknya
sudah
menikah jadi
komunikasi
kita
diusahakan
sesering
mungkin
b. Dengan
menjadi
pendengar
yang baik
kalau
situasinya
sudah enak
baru kita beri
masukan..
c. Kalau
dirumah
sudah pasti
aman karena
banyak yang
memantau
kegiatannya
dirumah.
Kalau diluar
harus sering
berkomunikas
i dengan
ODS.
DOKUMENTASI
Lampiran 13
top related