dokumentasi pernikahan

Post on 04-Apr-2016

318 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

DESCRIPTION

Selain sebagai dokumentasi pribadi, juga bisa menjadi sebagai referensi awal tentang pernikahan di Mandar. Di dalam album ini ada beberapa penjelasan defenisi beberapa istilah yang digunakan dalam upacara atau proses pernikahan di Mandar

TRANSCRIPT

pernikahan iwan & ija MANDAR

ahad, 14 februari 2010

studio teluk mandar

fotografer: iwan, udi, yasser, ridha, aco . editor: iwan

narasi: iwan

ahad, 29 shafar

1431 horang mandar menyukai pernikahan dilakukan di bulan shafar .... (Ensiklopedi Sejarah & Kebudayaan Mandar.

Edisi III . Suradi Yasil & Muhammad Ridwan Alimuddin)

TAHAPAN PERNIKAHAN DI MANDAR

Memata (Memilih jodoh)

Dalam memilih jodoh, diperhatikan apa yang

terkandung dalam ungkapan “appeq sulapaq

dimesanna mala makkeqdeang siwaliparriq

ilalang pamboyangang salamaq salewangang lino

aheraq” (empat hal yang dapat dijadikan dasar

menegakkan kerja sama (suami isteri) di dalam

kehidupan berumah tangga selamat sejahtera

dunia akhirat) yaitu 1) tomapia/tomalaqbiq (orang

yang beragama, berbudi pekerti luhur,

bangsawan, berparas baik), 2) assagenang

‘kemampuan ekonomi’, 3) atauang ‘strata sosial

berdasarkan keturunan’, dan 4) hubungan darah.

Biasanya pemilihan jodoh dalam kalangan

keluarga sendiri akan mulus pelaksanaannya.

Tidak akan mengalami waktu yang panjang

dalam proses "messisiq" sebab antara laki-laki

dengan perempuan telah saling mengenal,

berasal dari nenek moyang yang satu yang

dalam istilah Mandar disebut "tomesa pongngeq

totammala sipittuleang rumbu apinna" (orang

yang satu rumpun yang tidak bisa saling

menanyakan asap apinya).

Messisiq

Jika diantara seorang pemuda dengan seorang

gadis telah saling jatuh cinta, atau seorang

pemuda telah jatuh hati kepada seorang wanita,

maka sang pemuda menyampaikan kepada

keluarganya agar diutus salah seorang kerabat

yang dianggap dituakan dalam keluarga mereka

untuk pergi ke rumah sang gadis atau rumah

kerabatnya.

Dalam pendekatan hendak diketahui apakah

sang wanita yang dimaksud dapat dipinang atau

tidak, yang dalam ungkapan Mandar dikatakan

"mappeqissangngi dimawayana, dimaropponna

tangalalang" (mencari tahu apakah terang jalan

tanpa penghalang, atau jalan itu penuh

penghalang), apakah gadis itu betul-betul belum

ada yang melamarnya.

Mettumae ‘meminang’

Setelah diketahui bahwa Sang Gadis belum

dilamar orang, diutuslah beberapa orang keluarga

pihak laki-laki berkunjung secara resmi ke rumah

perempuan membicarakan maksud meminang

atau melamar dan detail beban belanja serta tata

cara pelaksanaan perkawinan yang akan menjadi

beban pihak keluarga laki-laki yang disebut

“akkeang" atau "rurangan”.

Apabila disanggupi, maka diadakan musyawarah

tentang kapan dilaksanakan acara selanjutnya

yaitu “mattanda jari”.

Mattanda Jari ‘Menanda Jadi’

Beberapa hari setelah musyawarah, keluarga

lelaki kembali mengutus beberapa orang

menyampaikan kepada keluarga perempuan

kesanggupan pihak keluarga Sang Pemuda.

Kesanggupan disampaikan utusan dengan cara

meletakkan sejumlah uang dalam pamenangan

(sejenis piring berkaki terbuat dari kuningan)

disodorkan kepada pihak keluarga perempuan.

Jumlah uang yang diletakkan di atas

pamenangan bukan jumlah sebenarnya tetapi

adalah jumlah perbandingan. Contoh: Rp. 10.000

berarti kesanggupan pihak keluarga pemuda Rp.

1.000.000, dan seterusnya. Jika antara kedua

belah pihak terjadi titik temu, jadilah ikatan

pertunangan.

Setelah selesai acara "mattanda jari", pihak

keluarga kedua calon pengantin

menyelenggarakan beberapa kegiatan persiapan

pelaksanaan acara-acara berikutnya.

Yakni mempersiapkan peralatan dan bahan-

bahan "paccanring", "mattoeq

palekoq" (memasang kain dekorasi),

"mappepissang" (memberitahu) yaitu

menyampikan undangan kepada seluruh pihak

keluarga dan handai tolan untuk menghadiri

acara-acara perkawinan.

Berikutnya, jika diperlukan, mempersiapkan

bangunan yang akan ditempati pelaksanaan

acara-acara perkawinan biasanya disebut

"baruga", "battayang", "ateq laya", dan

"balasuyi".

Untuk pihak perempuan, melakukan perawatan

diri, antara lain, "mandoeq bunga" (mandi

kembang), "metappung" (memakai bedak),

"mellomoq" (badan dioles dengan minyak

ramuan khusus), "messau (mandi uap air panas),

mempersiapkan tempat penjemputan para

pengantar paccanring dan tempat akan

berlangsungnya acara perkawinan, dan kegiatan-

kegiatan lainnya.

tenda biru

suasana di depan rumah calon pengantin laki-laki

foto: udi

iwan dan passippi'nya

arbi dan fariz

foto: udi

parrabana "siamasei"

grup rebana dari kampung lamase

foto: udi

ruang tamu rumah pengantin laki-laki

yang akan ikut metindor mulai berdatangan. yang naik ke rumah wanita saja

foto: udi

teman-teman

dahlia, supiati, zulaikha, naslianti, ija waris, hilda

foto: udi

bersama teman smu

masna, supi, dahlia, diana, zulaikha, iwan, ija waris, sarmila, naslianti, aminah

foto: udi

mappi'dei solu

Baik pengantin perempuan maupun pengantin laki-laki melakukan ritual peniupan api obor 'mappi'dei solu' (memadamkan api obor). Pengantin perempuan melakukan sebelum pengantin laki-laki datang 'metindor', adapun penganti laki-laki setelah dia bertemu isterinya di kamar (resmi sebagai suami).

Makna dari kegiatan ini adalah agar rasa amarah tidak menyertai kehidupan rumah tangga mereka nantinya. Idealnya, obor yang terdiri dari beberapa batang (terbuat dari kapas yang dilumuri minyak kemiri dan dipasang pada batang bilah bambu) padam dalam satu kali tiupan.

foto: yasser

melattigi

Sebelum acara akad nikah, dilaksanakan rangkaian acara pelattigiang “mengoleskan daun pacar yang telah

dihaluskan kepada mempelai’. Seorang yang dituakan dari pihak keluarga mempelai perempuan meletakkan

sebuah piring antik berisi lattigi ‘daun pacar’ yang telah dihaluskan. Kemudian mempersilahkan kali ‘kadi’ atau

imang ‘imam’ menyapukan lattigi ke telapak tangan pengantin kali-laki. Selanjutnya mempersilahkan para tokoh

masyarakat lainnya berdasarkan status dalam pelapisan sosial masyarakat tradisional melaksanakan hal yang

sama.

papa Nana, Dahlan Tunggalan, S. Jafar T., Suradi Yasil (om Iwan), mertua Ridha

foto: Ridha

pa'ollong

berada di barisan paling depan rombongan petindor

foto: udi

isinya pa'ollong

terdiri dari beragam tumbuhan, menyimbolkan keharuman dan kesuburan

foto: iwan

minta restu

salaman dengan orangtua sebelum menuju rumah mempelai perempuan

foto: udi

horst

antropolog jerman, didampingi papa nana (sepupu iwan)

foto: udi

berangkat

didampingi keluarga mara'dia: hj. bau nur dan lukmanul hakim

foto: udi

h. bora

bersama h. bora, pengusaha mandar di kalimantan, menuju pambusuang

foto: udi

yang dibawa

isi erang-erang, sorong, dan lain-lain

© Muhammad Ridwan

petindor

diikuti oleh kerabat dan sahabat

© Muhammad Ridwan

tabuh

parrabana beraksi menuju rumah mempelai perempuan

foto: udi

deg-degan

berjalan menuju rumah ija

foto: udi

metindor 'mengiring'

Saat hari perkawinan pengantin laki-laki dengan berpakaian adat nitindor ‘diiringi/diantar’ berupa arak-arakan

menuju ke rumah mempelai perempuan untuk melaksanakan acara perkawinan/pernikahan.

Seorang laki-laki yang sudah berkeluarga membawa paqindo passorong berupa sebuah piring antik yang berisi

antara lain sepintal benang (bermakna agar cinta kasih kedua mempelai ibarat pintalan benang yang sangat sulit

dilepas pintalannya), setangkai tumbuhan bangun tuo (bermakna cinta kasih kedua mempelai tetap abadi), indo

asso ‘ibu kunyit’ yaitu kunyit besar berbentuk ibu jari (bermakna agar kedua mempelai tetap tabah dan ulet

dalam menghadapi segala onak dan duri kehidupan dalam berkeluarga), paqindo passorong digendong dalam

kain putih yang dililitkan ke leher pembawanya. Istilahnya 'pa'ollong'.

Arak-arak selanjutnya, seorang laki-laki berpakaian adat membawa patti-patti ‘peti kecil’ berisi sorong ‘mahar

kawin’, bua loa, bua nganga, batu cinna, batu pallembar, pappoppong, pambuai paqlekoq, pallendassi kawariq

semuanya dinilai dan dalam bentuk/berupa uang. Lalu diikuti seorang gadis berpakaian adat membawa manuq-

manuq ‘ayam-ayaman’ mattittoq loqdiang ‘mematuk cincin’, tittai loqdiang ‘berak cincin’, merriqbaq doiq

‘berkepak dengan uang’, dan meqindaq doiq ‘berpijak di atas uang’, yang terbuat dari perak.

Berikutnya calon pengantin laki-laki. Di belakang calon pengantin laki-laki ada beberapa orang petindor

‘pengiring’ perempuan dan beberapa orang petindor laki-laki, masing-masing berpakaian adat.

Arak-arakan biasa diiringi parrawana (pemain rebana).

likka ‘akad nikah’ Dimulainya proses pernikahan ditandai dengan menghadapnya orangtua (bapak) mempelai perempuan

menghadap kadi/imam menyerahkan hak perwaliannya supaya anaknya dikawinkan dengan kata-kata sebagai

berikut: “Uwakkelangi mating anaqu pakawengana lao di tommuane disanga …” (Kuwakilkan kepada Anda

kawinkan anakku kepada/dengan laki-laki bernama … (nama calon mempelai laki-laki).

Selanjutnya kadi/imam menempelkan ibu jari kanannya ke ibu jari kanan calon mempelai laki-laki lalu kadi/imam

melafaskan kalimat-kalimat akad nikah yang diikuti/diulangi oleh mempelai laki-laki.

depan rumah

suasana depan rumah ija saat petindor tiba

foto: udi

menjelang tiba

foto: udi

selamat datang

melewati gerbang selamat datang. sebentar lagi naik rumah

foto: udi

menjelang tiba ...

di halaman rumah ija

foto: udi

iwan dan iparnya ...

mendapingi selama metindor

foto: udi

berseri-seri ...

sesaat lagi naik tangga

foto: udi

mc

oleh pak ridwan dan pak syarifuddin

foto: udi

penuh ...

suasana di atas rumah ija setelah petindor tiba

foto: udi

menunggu

menunggu proses ijab kabul

foto: udi

penyerahan perwalian

dari h. nurun (orangtua ija) ke k. h. ilham shaleh

foto: udi

"bacai do'amu ..."

mendengarkan khotbah nikah

foto: udi

khotbah nikah

oleh imam mesjid pambusuang

foto: udi

ijab kabul

saat ijab kabul, penutup kepala "sigar" diganti dengan "sokko' biring"

foto: udi

terima nikahnya ...

saya terima nikahnya .... karena Allah SWT

foto: udi

sita pa'baliang (bertemu pasangan)

Setelah selesai akad nikah maka penagntin laki-laki (suami) diantar oleh salah seorang kerabatnya untuk menemui pengantin wanita (istri) yang berada di dalam kamar dengan membawa amplop sebagai “kunci pintu” kamar pengantin wanita.

Maknanya bahwa apa yang ada di dalam kamar adalah menjadi rahasia yang hanya diketahui oleh mereka berdua. Setibanya di dalam kamar, sang suami memberi salam kepada sang istri yang juga disertai selembar amplop. Makna dari amplop ini memberikan isyarat bahwa inilah hasil dari kemampuan saya dalam mencari nafkah maka gunakanlah sebaik-baiknya.

masuk kamar

menemui istri diantar dan diterima keluarga kedua pengantin

foto: udi

bertemu istri

pertemuan pertama kali sejak sah sebagai suami istri

foto: udi

bersama passippi

ija bersama Pia dan Sulfa

foto: udi

prosesi saat bertemu istri pertama kali

mulai dari menyentuhnya di beberapa bagian, salaman, hingga adu cepat berdiri

foto: udi

foto: udi

...

Dilanjutkan dengan sentuhan pertama dengan menyentuh jidat perempuan dengan menggunakan jempol. Maknanya, agar istri tetap awet muda dan optimis mengarungi kehidupan rumah tangga nantinya (jempol tidak gampang berkerut, sebaliknya jidat).

Selanjutnya berlomba berdiri, bahwa keduanya harus berlomba memikul tanggung jawab dalam rumah tangga.

adu cepat

sesaat setelah menyentuh istri di beberapa bagian, pengantin adu cepat berdiri

foto: udi

foto: udi

sita pasanang "bertemu mertua"

Pengantin laki-laki bersama pengantin perempuan menemui orangtua perempuan (mertua laki-laki) dan anggota keluarga intinya yang lain (saudara perempuan, kakek-nenek, dll) untuk bersalaman, meminta doa restunya.

Setelah itu, dilanjutkan dengan acara massoloq yaitu kedua mempelai menerima para tamu yang datang untuk menyampaikan doa selamat kepada kedua mempelai. Dengan selesainya acara nikka ‘akad nikah’ tadi, maka sahlah kedua mempelai sebagai suami istri dalam suatu kehidupan rumah tangga.

© Muhammad Ridwan

foto: udi

foto: udi

bila ada anggota hadat yang hadir

kedua pengantin juga meminta restu dari mereka

foto: udi

bersanding

© Muhammad Ridwan

S. Jafar Thaha

membawakan nasehat pernikahan

foto: udi

K. H. Syarifuddin Mukhsin (Imam Lapeo)

membawakan doa

foto: udi

buku nikah

© Muhammad Ridwan

tanda tangan dokumen nikah

diurus oleh KUA Balanipa

foto: udi

foto: udi

bersama saudara dan ipar

ifah (ipar), warni (sadaura), ija, iwan, masdiana (saudara), juli (saudara)

foto: udi

bersama sahabat

foto: udi

foto: udi

bersama saudara dan ipar

ridha (saudara), ija, iwan, warni (ipar, istri ridha)

foto: udi

...

udi (saudara), ija, iwan, ifah (ipar, isteri udi)

foto: ridha

bersama H. Bora

foto: udi

kerabat iwan

papa' Yuyun, Ija, Iwan, dan mama' Yuyun (Hj. Zam Zam, bibi Iwan)

foto: udi

bersama keluarga K. H. Ilham Shaleh

foto: udi

ande kaweng

foto: udi

saling suap 'ande kaweng'

foto: udi

foto: udi

H. Bukhari Rahman, paman Ija

foto: udi

kerabat ija

Uwwa-nya Ija, om Bukhari, Ija, Iwan, mama' Rini, Islah

foto: udi

dipaluangngi lipa'

dipandu oleh annangguru tobaine (istri K. H. M. Shaleh)

foto: udi

ande kaweng

makan ande kaweng setelah dipaluangngi

foto: udi

santai

foto: udi

amma' Padila, annangguru (amma' Nasma), Ija, Iwan, uwwa'-nya Ija

foto: udi

foto: udi

bersama orangtua

ayah dan uwwa

foto: udi

bersama kerabat Iwan

Asiah, Hj. Marda,, Ija, Iwan, Fajariah, Hj. Zam Zam, Hj. Rahmi, dan Agustia

foto: udi

bersama kerabat Ija

Hj. Madinah, amma' Padila, uwwa-na Rizal, Ija, Iwan, Hj. Wahdia, Indrajaya, Faisah

foto: udi

kerabat Ija

Irjan, Mala (istri Irjan), Ija, Iwan, Yuwa (istri Islah), uwwa-na Irjan, dan Islah

foto: yasser

kerabat Ija

Jirana, Hj. Namirah, A. Hadra, Dg. Kia, Dg. Basma, cicci', mammi, Dg. Tahar, uwwa'

foto: yasser

Irjan, Mala, Yuwa, Amos, cicci, mammi, uwwa, ayah

foto: yasser

pagar ayu ...

foto: yasser

bersama ayah dan uwwa'

foto: yasser

keluarga besar Ija

Aco, Mala, Irjan, uwwa', Ija, Iwan, ayah, Yuwa, Islah

foto: yasser

bibi'-na Ija

Dg. Kia, Dg. Tahar, Dg. Basma, uwwa'

foto: yasser

bunda dan maryam

foto' ridha

kerabat Ija

papa' Rini, Nahar, Irjan, Muhsinin, Turja, Sofyan

foto: Aco

ija dan iwan

saat marola

foto: Udi

marola

Mempelai perempuan diantar ke rumah mempelai laki-laki untuk menyampaikan sembah sujud kepada kedua

orang tua mempelai laki-laki, sebagai pernyataan/pengakuan bahwa mulai saat itu mempelai perempuan telah

masuk dalam kelompok pihak keluarga suaminya yang juga turut akan bertanggung jawab menegakkan dan

menjaga kewibawaan keluarga besar.

suasana marola

tampak dari 'ambing'

foto: udi

tampak dari 'pe'uliang'

foto: udi

simbol bermalam

berbaring di bantal, bahwa perempuan telah bermalam

foto: udi

to baru ...

foto: udi

keluarga Iwan

Ridha, Warni (istrinya Ridha), Masdiana, ibunda Iwan, Ija, Iwan, Juli, Ifah (isteri Udi), Udifoto; ...

foto: Udi

dengan mertua

Ija dengan mertunya

foto: udi

takzim

iwan dan ibundanya

foto: udi

hadiah dari ija

buat mertua perempuan dan saudara-saudaranya, berupa sarung sutra

foto; udi

yang menikah, ridwan dengan hadijah

foto: iwan

terima kasihAllah SWT, Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya

keluarga besar dan sahabat kami, atas kehadiran dan doa restunya.

Semoga pernikahan ini mawaddah warahmah.

referensi

- Bunga Rampai Kebudayaan Mandar dari Balanipa. 2000. A. M. Sarbin Sjam

- Ensiklopedi Sejarah dan Kebudayaan Mandar. Edisi III. 2009. Suradi Yasil dan Muhammad Ridwan

- Sosialisasi Siri': Etika dan Estetika di Mandar. Yayasan Mahaputra. 2009. Ahmad Asdy

HAK CIPTA FOTO © muhammad ridwan alimuddin

top related