dokumen tambahan nota keuangan dokumen...ketidakpastian yang berasal dari masalah geopolitik dapat...
Post on 27-Jan-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DOKUMEN TAMBAHAN
NOTA KEUANGAN
DAN
RANCANGAN ANGGARANPENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2009
REPUBLIK INDONESIA
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
1
DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TA 2009
Pendahuluan
Pada tahun anggaran 2009 Pemerintah bertekad untuk memenuhi
amanat konstitusi dalam pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20
persen, meskipun dalam kondisi anggaran yang masih sangat terbatas. Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 13 Agustus 2008 tentang alokasi dana
pendidikan membuat postur RAPBN 2009 berubah. Buku Nota Keuangan dan
RAPBN 2009 yang telah diterima oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat
disusun berdasarkan postur RAPBN 2009 sebelum putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut, dan sebelum dimutakhirkan dengan perkembangan yang
terkini. Oleh karena itu, Pemerintah menyampaikan Dokumen Tambahan Nota
Keuangan dan RAPBN 2009 yang konsisten dengan putusan Mahkamah
Konstitusi tersebut dan pemutakhiran asumsi harga minyak.
Namun demikian, penyusunan RAPBN tahun 2009 tetap tidak terlepas
dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009. Dalam
RPJM 2004-2009 telah ditetapkan 3 (tiga) agenda yang ingin dicapai, yaitu
(i) Agenda Aman dan Damai, (ii) Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat,
serta (iii) Agenda Adil dan Demokratis.
Berkaitan dengan hal itu, tema pembangunan yang ditetapkan pada
tahun 2009 adalah Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan
Kemiskinan. Sementara itu, prioritas program adalah: (i) Peningkatan
pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan; (ii) Percepatan pertumbuhan
yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh
pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; dan (iii) Peningkatan upaya
anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan demokrasi, pertahanan dan
keamanan dalam negeri.
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
2
RAPBN tahun 2009 di samping disusun dengan berpedoman pada
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2009 dan upaya maksimal untuk
memenuhi anggaran pendidikan sesuai konstitusi, RAPBN 2009 juga
didasarkan pada kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal
yang telah disepakati antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pada
Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2009.
Penyesuaian Kerangka Makro RAPBN 2009
Berkaitan dengan kerangka ekonomi makro, kondisi ekonomi dalam
negeri dalam tahun 2009 tidak terlepas dari perkembangan mutakhir
lingkungan ekonomi global, terutama kecenderungan penurunan harga minyak
dunia. Pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan global dalam tahun
2009 diperkirakan masih diliputi ketidakpastian.
Kondisi pasar minyak dunia masih diliputi ketidakpastian yang tinggi.
Harga minyak yang cenderung menurun belakangan ini masih sulit
diperkirakan. Ketidakpastian yang berasal dari masalah geopolitik dapat
menyebabkan harga minyak berfluktuasi. Dalam semester pertama tahun 2008,
harga minyak melonjak mencapai USD147 per barel. Namun, pada bulan Juli
dan awal Agustus tahun 2008, harga minyak merosot menjadi di bawah USD115
per barel. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Pemerintah mengusulkan
asumsi tingkat harga minyak mentah Indonesia untuk tahun 2009 adalah
sebesar USD100 per barel. Harga ini masih dalam cakupan harga yang
disepakati DPR, yaitu antara USD95 - USD120 per barel.
Pilihan harga minyak rata-rata USD100 per barel pada tahun 2009,
mencerminkan perkembangan terakhir pergerakan harga minyak dunia dan
berbagai proyeksi yang paling mutakhir. Meskipun demikian, penting bagi
pemerintah untuk menjaga APBN dari risiko gejolak harga minyak ke atas yang
dapat terjadi seperti yang terlihat dalam kurun waktu 18 bulan terakhir. Asumsi
tingkat harga minyak USD100 per barel, dengan demikian juga disertai dengan
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
3
penyediaan cadangan anggaran risiko fiskal untuk penutupan kemungkinan
risiko kenaikan harga minyak di atas asumsi hingga sampai pada tingkat harga
USD130 per barel. Penetapan anggaran untuk menutup risiko kenaikan harga
minyak di atas asumsi sangat penting disebabkan APBN jauh lebih rawan
terhadap tekanan harga minyak yang lebih tinggi dibanding jika harga minyak
turun. Dengan demikian, kepercayaan terhadap RAPBN 2009 dapat terus
terjaga sepanjang tahun 2009, pada saat bangsa Indonesia melaksanakan
Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden.
Selain itu, parameter volume konsumsi BBM bersubsidi disesuaikan
menjadi 36,8 juta kiloliter dari 38,8 juta kiloliter dalam buku Nota Keuangan
dan RAPBN 2009. Sementara itu, lifting minyak mentah Indonesia pada tahun
2009 diharapkan dapat semakin ditingkatkan menjadi sebesar 950 ribu barel
per hari.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2009 tetap diperkirakan
sebesar 6,2 persen, atau sama dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dalam
tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan berasal dari
peningkatan laju pertumbuhan investasi dan ekspor serta terpeliharanya
konsumsi masyarakat. Perkiraan ini didukung oleh sejumlah kebijakan ekonomi
sebagaimana yang tercantum dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009 dan Paket UU Perpajakan baru.
Paket Kebijakan Perpajakan khususnya Pajak Penghasilan diharapkan akan
mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat, sekaligus meningkatkan
tingkat kepatuhan dalam membayar pajak.
Dalam rangka mengendalikan tingkat inflasi, Pemerintah dan Bank
Indonesia akan senantiasa meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam
pengelolaan kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil (sektoral). Di pihak lain,
harga-harga komoditi global khususnya minyak bumi diperkirakan mulai
menunjukkan kecenderungan menurun. Dengan kecenderungan tersebut dan
koordinasi yang semakin baik, maka tingkat inflasi dalam tahun 2009
diperkirakan sebesar 6,5 persen. Perkiraan inflasi tahun 2009 tersebut berarti
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
4
jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2008 yang diperkirakan
mencapai angka dua digit.
Dalam rangka memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen sesuai
amanat konstitusi, Pemerintah terpaksa menaikkan defisit sebesar Rp20,2
triliun. Dengan demikian defisit RAPBN 2009 akan mencapai 1,9 persen
terhadap PDB. Pelonggaran defisit RAPBN 2009 dari 1,5 persen terhadap PDB
menjadi 1,9 persen terhadap PDB masih dapat didanai baik melalui pinjaman
dalam negeri, melalui tambahan penerbitan surat berharga, maupun pinjaman
luar negeri.
Penurunan tingkat inflasi, disertai dengan perkiraan meningkatnya
surplus neraca pembayaran akan mendorong penguatan nilai tukar Rupiah
menjadi Rp9.100 per dolar Amerika Serikat. Menurunnya tingkat inflasi dan
penguatan Rupiah akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk
memperlunak kebijakan moneternya. Akibatnya, suku bunga SBI 3 bulan dalam
tahun 2009 diproyeksikan turun menjadi rata-rata 8,5 persen, lebih rendah dari
proyeksi tahun 2008 sebesar rata-rata 9,1 persen.
Pokok-Pokok Besaran RAPBN 2009
Berdasarkan kerangka ekonomi makro tahun 2009 tersebut, dan sejalan
dengan RKP tahun 2009 serta amanat konstitusi dalam anggaran pendidikan,
besaran RAPBN tahun 2009 adalah sebagai berikut (lihat Tabel 1).
- Pendapatan negara dan hibah diperkirakan akan mencapai Rp1.022,6
triliun, atau meningkat Rp127,6 triliun (14,3 persen) dari APBN-P tahun
2008.
- Belanja negara diperkirakan mencapai Rp1.122,2 triliun, atau naik Rp132,7
triliun (13,4 persen) dari APBN-P tahun 2008.
- Keseimbangan primer (primary balance) diperkirakan sebesar Rp10,7
triliun (0,2 persen terhadap PDB).
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
5
Perk Real (Lapsem I)
% thd PDB
RAPBN % thd PDB
RAPBN(Dokumen Tambahan)
% thd PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah 895,0 20,0 1.007,0 21,5 1.124,0 21,2 1.022,6 19,3
I. Penerimaan Dalam Negeri 892,0 19,9 1.004,1 21,4 1.123,0 21,2 1.021,6 19,3
1. Penerimaan Perpajakan 609,2 13,6 641,0 13,7 748,9 14,1 726,3 13,7
a. Pajak Dalam Negeri 580,2 12,9 606,4 13,0 717,6 13,6 697,8 13,2
i. Pajak penghasilan 305,0 6,8 325,7 7,0 384,3 7,3 364,4 6,9
1. PPh Migas 53,6 1,2 70,4 1,5 85,6 1,6 65,7 1,2
2. PPh Non-Migas 251,4 5,6 255,3 5,5 298,7 5,6 298,7 5,6
ii. Pajak pertambahan nilai 195,5 4,4 199,5 4,3 245,4 4,6 245,4 4,6
iii. Pajak bumi dan bangunan 25,3 0,6 25,5 0,5 28,9 0,5 28,9 0,5
iv. BPHTB 5,4 0,1 5,5 0,1 7,3 0,1 7,3 0,1
v. Cukai 45,7 1,0 46,7 1,0 47,5 0,9 47,5 0,9
vi. Pajak lainnya 3,4 0,1 3,3 0,1 4,3 0,1 4,3 0,1
b. Pajak Perdagangan Internasional 29,0 0,6 34,7 0,7 31,3 0,6 28,5 0,5
i. Bea masuk 17,8 0,4 19,8 0,4 19,2 0,4 19,2 0,4
ii. Bea Keluar 11,2 0,2 14,9 0,3 12,1 0,2 9,3 0,2
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 282,8 6,3 363,1 7,8 374,1 7,1 295,4 5,6
a. Penerimaan SDA 192,8 4,3 264,8 5,7 288,4 5,4 212,6 4,0
i. Migas 182,9 4,1 254,9 5,4 278,9 5,3 203,1 3,8
- Minyak bumi 149,1 3,3 209,9 4,5 221,4 4,2 159,3 3,0
- Gas alam 33,8 0,8 45,0 1,0 57,5 1,1 43,7 0,8
ii. Non Migas 9,8 0,2 9,9 0,2 9,5 0,2 9,5 0,2
b. Bagian Laba BUMN 31,2 0,7 35,0 0,7 33,0 0,6 33,0 0,6
c. PNBP Lainnya 53,7 1,2 58,1 1,2 46,8 0,9 44,0 0,8
d. Pendapatan BLU 5,1 0,1 5,1 0,1 5,8 0,1 5,8 0,1
II. Hibah 2,9 0,1 3,0 0,1 0,9 0,0 0,9 0,0
B. Belanja Negara 989,5 22,1 1.097,6 23,4 1.203,3 22,7 1.122,2 21,2
I. Belanja Pemerintah Pusat 697,1 15,5 804,0 17,2 867,2 16,4 818,2 15,5
A. Belanja K/L 290,0 6,5 290,1 6,2 312,6 5,9 312,6 5,9
B. Belanja Non K/L 407,0 9,1 513,9 11,0 554,5 10,5 505,6 9,5
a.l. - Pembayaran Bunga Utang 94,8 2,1 97,0 2,1 109,3 2,1 110,3 2,1
- Subsidi 234,4 5,2 327,8 7,0 323,3 6,1 227,2 4,3
a. Subsidi Energi 187,1 4,2 268,7 5,7 258,0 4,9 161,8 3,1
i. BBM (Pertamina) 126,8 2,8 180,3 3,9 179,1 3,4 101,4 1,9
ii. Listrik (PLN) 60,3 1,3 88,4 1,9 78,9 1,5 60,4 1,1
b. Subsidi Non Energi 47,3 1,1 59,1 1,3 65,4 1,2 65,4 1,2
- Belanja Lain-Lain 32,1 0,7 43,4 0,9 54,3 1,0 100,4 1,9
II. Transfer Ke Daerah 292,4 6,5 293,6 6,3 336,2 6,3 303,9 5,7
1. Dana Perimbangan 278,4 6,2 279,6 6,0 327,1 6,2 295,6 5,6
a. Dana Bagi Hasil 77,7 1,7 78,9 1,7 102,8 1,9 89,9 1,7
b. Dana Alokasi Umum 179,5 4,0 179,5 3,8 201,9 3,8 183,4 3,5
c. Dana Alokasi Khusus 21,2 0,5 21,2 0,5 22,3 0,4 22,3 0,4
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 14,0 0,3 14,0 0,3 9,1 0,2 8,3 0,2
C. Keseimbangan Primer 0,3 0,0 6,4 0,1 29,9 0,6 10,7 0,2
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) -94,5 -2,1 -90,6 -1,9 -79,4 -1,5 -99,6 -1,9
E. Pembiayaan (I + II) 94,5 2,1 90,6 1,9 79,4 1,5 99,6 1,9
I. Pembiayaan Dalam Negeri 107,6 2,4 105,6 2,3 93,0 1,8 110,7 2,1
1. Perbankan dalam negeri -11,7 -0,3 -11,7 -0,2 9,8 0,2 9,8 0,2
2. Non-perbankan dalam negeri 119,3 2,7 117,3 2,5 83,1 1,6 100,9 1,9
a. Penerimaan Privatisasi 0,5 0,0 0,5 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0
b. Penjualan Aset 3,9 0,1 3,9 0,1 0,6 0,0 0,6 0,0
c. Surat Berharga Negara (neto) 117,8 2,6 115,8 2,5 94,7 1,8 112,5 2,1
d. Dana Investasi Pemerintah dan Rest. BUMN -2,8 -0,1 -2,8 -0,1 -13,1 -0,2 -13,1 -0,2
II. Pembiayaan Luar negeri (neto) -13,1 -0,3 -15,1 -0,3 -13,6 -0,3 -11,1 -0,2
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 48,1 1,1 47,2 1,0 46,0 0,9 48,5 0,9
a. Pinjaman Program 26,4 0,6 25,4 0,5 21,2 0,4 23,7 0,4
b. Pinjaman Proyek 21,8 0,5 21,8 0,5 24,9 0,5 24,9 0,5
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -61,3 -1,4 -62,3 -1,3 -59,6 -1,1 -59,6 -1,1
2009
APBN-P % thd PDB
2008
Tabel 1 APBN-P 2008 dan RAPBN 2009
(triliun rupiah)
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
6
- Defisit anggaran dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp99,6 triliun
(1,9 persen terhadap PDB), yang dalam persentase terhadap PDB turun
dari defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2008 sebesar 2,1 persen
terhadap PDB.
- Pembiayaan defisit RAPBN tahun 2009 direncanakan dibiayai dari
sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp110,7 triliun, dan
pembiayaan luar negeri neto, yaitu penarikan pinjaman dikurangi
pembayaran pokok utang, sebesar minus Rp11,1 triliun.
- Dari total anggaran belanja negara dalam tahun 2009 di atas, Pemerintah
mengusulkan sekitar Rp818,2 triliun (72,9 persen) dialokasikan untuk
belanja pemerintah pusat guna mendukung berbagai program
pembangunan sesuai prioritas yang ditetapkan dalam RKP 2009.
Dari total anggaran belanja pemerintah pusat tersebut, alokasi anggaran
belanja lain-lain meningkat menjadi sebesar Rp100,4 triliun, terutama
karena menampung sementara tambahan anggaran pendidikan sebesar
Rp46,1 triliun.
- Untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal, dalam tahun 2009
direncanakan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp303,9 triliun atau
naik sebesar Rp11,5 triliun (3,9 persen) dari APBN-P tahun 2008.
Anggaran tersebut, direncanakan dalam bentuk dana bagi hasil sebesar
Rp89,9 triliun, dana alokasi umum sebesar Rp183,4 triliun, dana alokasi
khusus sebesar Rp22,3 triliun, serta dana otonomi khusus sebesar Rp8,3
triliun.
Kebijakan Belanja RAPBN 2009
Seperti tahun sebelumnya, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat
dalam RAPBN 2009 akan lebih difokuskan pada kegiatan-kegiatan dan
berbagai program yang output dan outcome-nya secara langsung dapat
mendukung dan/atau memberikan dampak multiplikasi (multiplier effect) yang
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
7
besar. Karena itu, keterbatasan anggaran yang ada harus disiasati dengan
peningkatan kualitas belanja (quality of spending) yang lebih baik.
Rencana alokasi anggaran belanja pemerintah pusat pada RAPBN tahun
2009, juga merupakan momentum yang sangat penting dalam perkembangan
sistem penganggaran belanja negara, karena sejak RAPBN tahun 2009 dan
tahun-tahun berikutnya, Pemerintah secara bertahap dan konsisten akan mulai
menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting).
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka untuk mendukung
pencapaian sasaran prioritas “Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan
perdesaan”, dalam RAPBN tahun 2009, direncanakan alokasi anggaran sekitar
Rp142,8 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain akan difokuskan pada
kegiatan-kegiatan prioritas yang mendapatkan penekanan khusus dalam upaya
pengurangan kemiskinan sebesar Rp42,9 triliun dari total keseluruhan alokasi
anggaran untuk program-program penanggulangan kemiskinan pada tahun
2009 sebesar Rp66,2 triliun, pembangunan pendidikan sebesar Rp82,9 triliun,
pembangunan kesehatan sebesar Rp5,0 triliun, dan pembangunan perdesaan
sebesar Rp11,9 triliun.
Sasaran yang hendak dicapai dari prioritas tersebut antara lain adalah:
Pertama, peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama untuk penurunan
angka kemiskinan menjadi 12-14 persen. Kedua, peningkatan partisipasi
jenjang pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi serta perbaikan
kualitas pendidikan. Ketiga, peningkatan cakupan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat miskin secara cuma-cuma di kelas III Rumah Sakit dan pelayanan
kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas. Keempat, peningkatan
aksesibilitas pelayanan transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan
masyarakat. Kelima, pemenuhan kebutuhan energi, terutama di perdesaan dan
pulau-pulau terpencil dalam jumlah yang memadai. Keenam, penyediaan
hunian sewa/milik yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Ketujuh, peningkatan kepastian hukum hak atas tanah terutama bagi
masyarakat miskin.
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
8
Sasaran tersebut akan dicapai melalui peningkatan langkah sinkronisasi
program penanggulangan kemiskinan di tingkat pusat dengan program-
program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah. Dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program
penanggulangan kemiskinan, dalam tahun 2009, cakupan Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) akan diperluas ke seluruh kecamatan di
Indonesia.
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pokok prioritas
“Percepatan Pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan
ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan
energi”, dalam RAPBN tahun 2009, Pemerintah mengusulkan alokasi anggaran
sebesar Rp77,7 triliun. Anggaran tersebut akan difokuskan untuk mendukung
pembiayaan bagi berbagai kegiatan yang menunjang pertumbuhan ekonomi
sebesar Rp37,2 triliun, menjaga stabilisasi ekonomi sebesar Rp978,2 miliar,
serta melaksanakan pembangunan infrastruktur dan energi sebesar Rp39,5
triliun.
Sasaran yang hendak dicapai dengan prioritas tersebut di antaranya
adalah: Pertama, percepatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
investasi sebesar 12,1 persen, dan ekspor nonmigas sebesar 13,5 persen. Kedua,
meningkatkan perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi sekitar USD8,0
miliar. Ketiga, ekspansi produksi pangan dan sektor pertanian lainnya.
Keempat, tumbuhnya industri pengolahan nonmigas sebesar 6 persen. Kelima,
menurunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 7-8 persen dari angkatan
kerja.
Selanjutnya, guna menunjang upaya pencapaian sasaran pokok prioritas
“Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan
demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri”, dalam RAPBN tahun
2009, Pemerintah mengusulkan alokasi anggaran sebesar Rp25,4 triliun,
termasuk di dalamnya anggaran khusus untuk penyelenggaraan Pemilu sebesar
Rp16,1 triliun.
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
9
Adapun sasaran yang akan dicapai adalah sebagai berikut. Pertama,
menurunnya tindak pidana korupsi, yang tercermin antara lain dari
meningkatnya indeks persepsi korupsi, partisipasi masyarakat dalam upaya
pemberantasan korupsi, serta peningkatan kinerja lembaga peradilan, lembaga
penegakan hukum, dan lembaga pemberantasan korupsi. Kedua, meningkatnya
kinerja birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional,
diantaranya dalam bentuk peningkatan kualitas pelayanan publik dan penataan
kelembagaan yang menunjang fungsi-fungsi pemerintahan. Ketiga,
terlaksananya Pemilu tahun 2009 secara demokratis, jujur, adil, dan aman.
Alokasi Belanja Pemerintah Pusat
Dari total anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2009 sebesar
Rp818,2 triliun, Pemerintah mengajukan rencana alokasi anggaran sebesar
Rp312,6 triliun (38,2 persen) untuk belanja kementerian negara/lembaga,
sedangkan sebesar Rp227,2 triliun (27,8 persen) untuk subsidi, dan sebesar
Rp110,3 triliun (13,5 persen) untuk pembayaran bunga utang.
Alokasi anggaran yang sangat besar untuk subsidi tersebut jelas akan
mempersempit ruang gerak Pemerintah dalam melakukan manuver fiskal
untuk stimulasi kegiatan perekonomian, dan membatasi peluang berbagai
program strategis lainnya untuk memperoleh alokasi pendanaan yang
memadai. Namun demikian, kebijakan tersebut harus dilakukan terutama
untuk meringankan beban masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasarnya,
dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk,
khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga yang
terjangkau. Ke depan, pemberian subsidi tersebut akan terus dievaluasi agar
lebih tepat sasaran dan efisien.
Anggaran subsidi sebesar Rp227,2 triliun dalam RAPBN tahun 2009
tersebut akan dialokasikan antara lain untuk: subsidi BBM sebesar Rp101,4
triliun; subsidi listrik sebesar Rp60,4 triliun; serta subsidi pangan, pupuk dan
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
10
benih sebesar Rp32,8 triliun. Anggaran yang direncanakan untuk subsidi sektor
pertanian diharapkan dapat membantu peningkatan produksi pertanian tahun
2009. Sementara itu, program subsidi pangan direncanakan untuk penyediaan
beras murah sebanyak 3,4 juta ton, dengan sasaran 19,1 juta rumah tangga serta
kuantitas, dan harga yang sama dengan tahun 2008.
Dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan peningkatan
kualitas pelayanan publik, dalam RAPBN tahun 2009 Pemerintah
mengalokasikan anggaran belanja pegawai sebesar Rp143,8 triliun atau naik
sekitar Rp20,2 triliun (16,4 persen) dari APBN-P tahun 2008. Kenaikan
anggaran yang cukup besar tersebut berkaitan dengan upaya Pemerintah untuk
terus memperbaiki penghasilan aparatur negara dan pensiunan serta
mengantisipasi rencana tambahan pegawai baru. Dalam kaitan ini, dalam tahun
2009 Pemerintah merencanakan untuk menaikkan gaji pokok pegawai negeri
sipil, anggota TNI dan Polri serta pensiun pokok rata-rata sebesar 15 persen.
Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan gaji dan pensiun bulan
ketigabelas yang akan dibayarkan menjelang tahun ajaran baru untuk
meringankan beban biaya pendidikan, serta perbaikan sistem pembayaran
pensiun.
Berdasarkan prioritas RKP 2009, dalam RAPBN tahun 2009, seperti
tahun-tahun sebelumnya terdapat sepuluh kementerian negara/lembaga yang
mendapat alokasi anggaran cukup besar.
Dalam tahun 2009, Departemen Pendidikan Nasional direncanakan
memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp52,0 triliun. Alokasi anggaran ini
belum mencakup tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp46,1 triliun.
Departemen Pekerjaan Umum Rp35,7 triliun, Departemen Pertahanan Rp35,0
triliun, Kepolisian Negara Republik Indonesia Rp25,7 triliun, Departemen
Agama Rp20,7 triliun juga belum mencakup tambahan anggaran pendidikan,
Departemen Kesehatan Rp19,3 triliun, Departemen Perhubungan Rp16,1
triliun, Departemen Keuangan Rp15,9 triliun, Departemen Dalam Negeri Rp9,0
triliun, dan Departemen Pertanian Rp8,4 triliun. Alokasi anggaran dari
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
11
kesepuluh kementerian negara/lembaga tersebut mencapai sekitar Rp237,8
triliun atau 76,1 persen dari total pagu anggaran belanja kementerian
negara/lembaga tahun 2009.
Untuk memenuhi amanat UUD 1945 mengenai besarnya alokasi
anggaran pendidikan sebesar minimum 20 persen dari APBN berkenaan
dengan putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 terhadap UU
Nomor 16 Tahun 2008 tentang APBN TA 2008, dalam RAPBN 2009
pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp46,1
triliun yang untuk sementara ditampung dalam pos belanja lain-lain.
Guna memenuhi amanat UUD 1945, alokasi anggaran pendidikan pada
Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama diprioritaskan untuk
menuntaskan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun, dan untuk menaikkan kesejahteraan guru secara signifikan. Peningkatan
anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi juga ditujukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan dan sekolah/perguruan tinggi. Dengan
demikian, kualitas sumber daya manusia Indonesia akan semakin baik,
produktif dan kompetitif.
Anggaran Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan
terutama untuk peningkatan pembangunan sarana dan prasarana moda
transportasi, serta rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan.
Sementara itu, prioritas alokasi anggaran Departemen Pertahanan dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia ditujukan untuk menjaga kedaulatan
NKRI, serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Prioritas
alokasi anggaran Departemen Kesehatan ditujukan untuk peningkatan
pelayanan kesehatan masyarakat.
Kebijakan Anggaran Transfer ke Daerah
Beberapa kebijakan pokok anggaran transfer ke daerah dalam tahun
2009 adalah sebagai berikut:
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
12
- DAU direncanakan sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto
dengan memperhitungkan subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi pupuk
sebagai bentuk berbagi beban antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah;
- penerapan formula perhitungan DAU secara murni tanpa pengecualian (non
hold harmless);
- pelaksanaan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah guna
meningkatkan kapasitas fiskal daerah;
- tambahan DBH minyak bumi dan gas bumi sebesar 0,5 persen diarahkan
khusus untuk pendidikan dasar;
- peningkatan DBH cukai tembakau; dan
- penambahan bidang yang dibiayai DAK yaitu bidang sarana dan prasarana
pedesaan dan bidang perdagangan dari realokasi belanja K/L.
Penambahan alokasi transfer ke daerah sejalan dengan upaya
pemerintah untuk memperkuat desentralisasi, dan sekaligus mengurangi
kesenjangan fiskal yang pada gilirannya mengurangi kesenjangan antardaerah.
Perbaikan iklim investasi daerah dilakukan terutama dengan pelaksanaan UU
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diikuti pula dengan perbaikan sistem
pengawasan peraturan daerah. Untuk mempercepat penurunan kemiskinan,
mulai tahun 2009 pemerintah akan memperluas program harmonisasi
anggaran untuk program kemiskinan dengan mengintegrasikan anggaran pusat
dan daerah terutama pada PNPM.
Sumber Pendapatan dan Pembiayaan RAPBN 2009
Untuk mendanai anggaran belanja negara dalam tahun 2009 tersebut,
dalam RAPBN tahun 2009, pendapatan negara dan hibah direncanakan
mencapai Rp1.022,6 triliun, yang berarti mengalami peningkatan 14,3 persen
dari sasaran dalam APBN-P tahun 2008. Jumlah tersebut direncanakan berasal
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
13
dari penerimaan perpajakan sebesar Rp726,3 triliun, penerimaan negara bukan
pajak sebesar Rp295,4 triliun, dan hibah sebesar Rp0,9 triliun.
Rencana penerimaan perpajakan sebesar Rp726,3 triliun dalam tahun
2009 tersebut, berarti naik 19,2 persen dari sasaran APBN-P tahun 2008.
Peningkatan penerimaan perpajakan dalam tahun 2009 terutama berkaitan
dengan langkah-langkah perluasan basis pajak, dan perbaikan administrasi
perpajakan, yang didukung dengan modernisasi sistem perpajakan.
Di sisi lain, mulai tahun 2009 Pemerintah akan melaksanakan UU Pajak
Penghasilan yang baru dengan pokok-pokok perubahan antara lain meliputi:
perluasan lapisan tarif dan penurunan tarif PPh Orang Pribadi dari 35 persen
menjadi 30 persen, serta penyederhanaan lapisan tarif dan penurunan tarif PPh
Badan dari 30 persen menjadi 28 persen. Selain itu, juga ditetapkan kenaikan
batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari saat ini sebesar Rp13,2 juta
menjadi sebesar Rp15,8 juta untuk wajib pajak pribadi, sehingga dapat
meringankan wajib pajak menengah ke bawah, serta pemberian fasilitas tarif
khusus yang lebih rendah bagi wajib pajak usaha mikro, kecil dan menengah. Di
samping itu, Pemerintah tetap memberikan insentif (keringanan) pajak untuk
mendorong investasi dan stabilisasi harga pangan, serta mendistribusikan
pendapatan yang lebih baik.
Untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran penerimaan perpajakan
tersebut, dalam tahun 2009 akan ditempuh langkah-langkah kebijakan
perpajakan yang meliputi: (i) intensifikasi perpajakan melalui kegiatan
pemetaan, pembuatan profil wajib pajak, pembuatan patokan keuntungan
untuk industri atau sektor tertentu (benchmarking), pemanfaatan data pihak
ketiga, serta optimalisasi pemanfaatan data perpajakan; (ii) ekstensifikasi
perpajakan guna memperluas basis pajak yang layak dikenakan;
(iii) pelaksanaan amandemen Undang-undang PPh dan PPN; serta
(iv) peningkatan kepatuhan wajib pajak (law enforcement), terutama untuk
menindaklanjuti kebijakan sunset policy di tahun 2008.
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
14
Di bidang kepabeanan dan cukai, dalam tahun 2009 akan diberlakukan
secara penuh penerapan kerjasama perdagangan antara Indonesia-Jepang
dengan skema penurunan tarif bea masuk, serta pemberlakuan free trade zone
(FTZ) di kawasan pulau Batam, Bintan, dan kepulauan Karimun. Di samping
itu, Pemerintah juga akan terus melanjutkan langkah-langkah kebijakan
harmonisasi tarif bea masuk, memberikan fasilitas kepabeanan dalam rangka
mendorong investasi dan perdagangan, serta melanjutkan langkah-langkah
reformasi birokrasi kepabeanan.
Sementara itu, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam
RAPBN tahun 2009 yang direncanakan mencapai Rp295,4 triliun, naik Rp12,5
triliun dari APBN-P tahun 2008. Untuk mengamankan sasaran PNBP dalam
tahun 2009 tersebut akan ditempuh langkah-langkah kebijakan, yang meliputi
antara lain: (i) optimalisasi produksi minyak dan gas yang didukung dengan
fasilitas fiskal dan nonfiskal; (ii) pengendalian cost recovery melalui
pengendalian alokasi biaya, evaluasi komponen biaya produksi yang dapat
dibiayakan (negative list) serta evaluasi standar biaya pengadaan barang dan
jasa oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS); (iii) optimalisasi sumber
PNBP, khususnya dari sektor pertambangan; dan (iv) peningkatan kinerja
BUMN.
Defisit anggaran sebesar Rp99,6 triliun (1,9 persen terhadap PDB) dalam
RAPBN tahun 2009 direncanakan dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan
dalam negeri sebesar Rp110,7 triliun, dan pembiayaan luar negeri neto, yaitu
penarikan pinjaman dikurangi pembayaran pokok utang, sebesar minus Rp11,1
triliun. Dengan demikian pembayaran cicilan pokok utang luar negeri lebih
besar dari pada jumlah utang luar negeri baru. Hal ini sesuai dengan tujuan
untuk terus mengurangi porsi utang luar negeri dalam pembiayaan defisit
anggaran.
Kebijakan pembiayaan anggaran dalam tahun 2009 tidak hanya
bertujuan untuk memperkuat tingkat kemandirian dan mengurangi
ketergantungan sumber pembiayaan luar negeri, namun juga ditujukan untuk
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
15
mendorong pengelolaan utang yang berhati-hati. Sumber pembiayaan anggaran
dari dalam negeri terutama berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN) yang dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan fiskal dan
moneter secara terpadu, pemanfaatan Rekening Dana Investasi (RDI), serta
penerimaan hasil privatisasi BUMN.
Dengan semakin terbatasnya sumber-sumber pembiayaan nonutang
dalam tahun 2009, dan sejalan dengan upaya untuk semakin mengurangi
pembiayaan dari utang luar negeri, maka arah pengelolaan SBN tahun 2009
akan difokuskan antara lain pada: (i) pengembangan produk syariah negara;
(ii) restrukturisasi portofolio SBN melalui buyback, debt switching, dan
transaksi derivatif; (iii) peningkatan likuiditas dan daya serap pasar SUN
melalui pengembangan pasar REPO, diversifikasi instrumen, dan pengelolaan
benchmark; serta (iv) pengelolaan SBN dengan memperhitungkan risiko pasar,
dinamika pasar global, term dan kondisi penerbitan utang.
Sebagian dari pembiayaan anggaran dalam RAPBN 2009 akan
digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur melalui program
kerjasama sektor publik dan swasta.
Dengan kebutuhan pembiayaan, baik yang berasal dari dalam negeri
maupun pembiayaan luar negeri sebagaimana tersebut di atas, meskipun terjadi
pelonggaran defisit RAPBN, namun rasio utang pemerintah terhadap PDB
dalam tahun 2009 diperkirakan akan tetap menurun dari sekitar 56 persen
pada tahun 2004 menjadi sekitar 30 persen pada tahun 2009.
Dampak Makro APBN
Pengendalian Defisit dan Kesinambungan Fiskal
Pemerintah tetap pada komitmennya untuk mengarahkan kebijakan
fiskal sebagai stimulus pertumbuhan dan dengan tetap melakukan konsolidasi
fiskal. Pengaruh kenaikan harga minyak mentah dunia dalam beberapa tahun
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
16
terakhir telah berdampak pada kemampuan sektor swasta untuk meningkatkan
aktivitas dunia usaha dan perekonomian. Pemerintah mengambil langkah-
langkah proaktif untuk menjamin proses pemulihan dan momentum
pertumbuhan ekonomi sehingga dapat terus berjalan, dengan memberikan
stimulus fiskal ataupun counter cyclical guna mendorong pertumbuhan
ekonomi, menambah lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.
Stimulus fiskal dilakukan melalui pemberian ruang untuk ekspansi
dengan memperhatikan kondisi keuangan negara dan kondisi perekonomian.
Target defisit tahun 2009 lebih tinggi dari realisasi defisit APBN dalam tahun
2004 – 2007 yang memberikan sinyal bahwa stimulus fiskal tetap
dipertahankan Pemerintah dalam pembangunan jangka menengah periode
2004 - 2009.
Sebagai upaya untuk mewujudkan keseimbangan fiskal, sejak tahun
2005, besaran defisit mulai diperlonggar dengan memberikan ruang fiskal
(fiscal space) untuk melakukan ekspansi. Keseimbangan fiskal tersebut
mencakup upaya konsolidasi fiskal guna mewujudkan ketahanan fiskal yang
berkesinambungan (fiscal sustainability).
Untuk melakukan pengendalian dan pemantauan defisit anggaran secara
nasional, Pemerintah telah melakukan konsolidasi pengendalian defisit APBN
dan defisit APBD, dengan menetapkan bahwa jumlah kumulatif defisit APBN
dan defisit APBD tidak melebihi 3,0 persen dari PDB. Penetapan batas defisit
nasional (APBN dan APBD) tersebut juga sejalan dengan amanat UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Sejalan dengan target defisit RAPBN 2009 sekitar 1,9 persen terhadap
PDB, maka anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2009 diperkirakan akan
mengalami peningkatan menjadi Rp303,9 triliun (5,7 persen terhadap PDB)
dibandingkan dengan APBN-P tahun 2008 sebesar Rp292,4 triliun (6,5 persen
terhadap PDB). Dengan semakin meningkatnya alokasi APBN ke daerah dalam
tahun 2009, sumber-sumber pendapatan daerah diharapkan akan semakin
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
17
meningkat. Dengan adanya peningkatan pendapatan daerah dalam APBD,
maka dalam tahun 2009 Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat lebih
memacu belanja daerah untuk memacu pembangunan, peningkatan pelayanan
publik, serta perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah masing-masing.
Untuk mencapai target-target pembangunan di daerah sejalan dengan rencana
kerja pemerintah tahun 2009, maka total defisit konsolidasi RAPBD tahun
2009 diperkirakan akan berkisar 0,35 persen terhadap PDB. Dengan target
defisit RAPBD 2009 pada tingkat tersebut serta target defisit RAPBN 2009
sebesar 1,9 persen terhadap PDB, maka kumulatif defisit RAPBN dan defisit
RAPBD dalam tahun 2009 diperkirakan berkisar 2,25 persen terhadap PDB.
Dampak Ekonomi RAPBN Tahun 2009
Mengingat kebijakan anggaran negara melalui APBN merupakan bagian
integral dari perilaku perekonomian secara keseluruhan, maka besaran-besaran
pada APBN secara langsung maupun tak langsung akan mempunyai dampak
yang dalam terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Secara
umum, dampak kebijakan APBN terhadap ekonomi makro dapat dilihat
pengaruhnya terhadap tiga besaran pokok yaitu: (i) sektor riil; (ii) ekspansi/
kontraksi rupiah; dan (iii) valuta asing.
Melihat dampak besaran-besaran RAPBN 2009 pada sektor riil, maka
komponen konsumsi pemerintah dalam RAPBN 2009 diperkirakan mencapai
Rp541,9 triliun atau sekitar 10,2 persen terhadap PDB. Secara nominal,
besarnya konsumsi pemerintah dalam pembentukan PDB mengalami
peningkatan sebesar 24,3 persen dari konsumsi pemerintah dalam APBN-P
2008 sebesar Rp436,1 triliun (9,7 persen terhadap PDB). Sama seperti pola
pada tahun-tahun sebelumnya, kontribusi terbesar dalam pembentukan
konsumsi pemerintah dalam tahun 2009 adalah belanja barang dan jasa yang
mencapai nilai Rp563,9 triliun, atau naik 21,8 persen dari APBN-P 2008.
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
18
Sementara itu, peran investasi atau PMTB Pemerintah dalam RAPBN
2009 mencapai Rp164,6 triliun (3,1 persen terhadap PDB), yang berarti
mengalami kenaikan 17,2 persen dari APBN-P 2008. Sumber utama PMTB
Pemerintah dalam tahun 2009 berasal dari belanja modal pemerintah pusat
yang mencapai 63,1 persen dari keseluruhan PMTB Pemerintah dalam tahun
2009. Adapun sisanya sekitar 36,9 persen berasal dari belanja modal dalam
anggaran yang ditransfer ke daerah. Dengan demikian sejalan dengan peran
fiskal dalam memacu perekonomian nasional, maka total dampak RAPBN 2009
pada sektor riil diperkirakan mencapai Rp706,5 triliun (13,3 persen terhadap
PDB), atau meningkat 22,5 persen dari APBN-P 2008.
Transaksi keuangan Pemerintah juga berpengaruh terhadap sektor
moneter, melalui ekspansi/kontraksi rupiah dalam perekonomian. Pada tahun
2009, total penerimaan rupiah pemerintah diproyeksikan mencapai sekitar
Rp872,5 triliun (16,5 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan 17,1
persen dari penerimaan rupiah dalam APBN-P 2008 sebesar Rp745,3 triliun
(16,6 persen terhadap PDB). Sumber utama penerimaan rupiah pemerintah
dalam RAPBN 2009 diperkirakan berasal dari penerimaan nonmigas, yang
mempunyai kontribusi hingga 75,9 persen. Sedangkan, pengeluaran rupiah
dalam RAPBN 2009 diperkirakan mencapai Rp1.097,5 triliun (20,7 persen
terhadap PDB), yang berarti meningkat 14,4 persen dari APBN-P 2008.
Pengeluaran rupiah dalam RAPBN 2009 diperkirakan sebagian besar
disumbang dari subsidi, belanja pegawai, dan transfer ke daerah.
Dengan demikian, maka transaksi keuangan Pemerintah dalam RAPBN
Tahun 2009 diperkirakan mengalami ekspansi, yaitu sebesar Rp225,0 triliun
(4,2 persen terhadap PDB).
Dampak APBN terhadap valuta asing dihitung dengan memisahkan
transaksi yang menggunakan konversi dolar Amerika Serikat pada sisi
penerimaan dan pengeluaran. Dalam RAPBN 2009, penerimaan valuta asing
Pemerintah dari transaksi berjalan diperkirakan mencapai sekitar Rp170,0
triliun (3,2 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan 12,1 persen dari
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
19
perkiraan transaksi yang sama dalam APBN-P 2008 yang mencapai Rp151,7
triliun (3,4 persen terhadap PDB). Surplus transaksi berjalan dari sektor
Pemerintah tersebut berasal dari neraca barang sekitar Rp205,6 triliun (3,9
persen terhadap PDB), sedangkan neraca jasa dari sektor Pemerintah di RAPBN
2009 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp35,7 triliun (0,7 persen
terhadap PDB). Sementara itu, transaksi modal pemerintah berbentuk valuta
asing dalam RAPBN 2009 diperkirakan mengalami defisit sekitar Rp28,0
triliun (0,5 persen terhadap PDB), terutama disebabkan oleh lebih tingginya
pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dari penarikan pinjaman baru.
Dengan demikian, secara keseluruhan dampak RAPBN 2009 dalam
pembentukan valuta asing mencapai Rp142,0 triliun (2,7 persen terhadap PDB),
atau mengalami peningkatan 14,7 persen dari APBN-P 2008.
Risiko Fiskal tahun 2009
Sejalan dengan yang telah dimulai oleh Pemerintah sejak tahun anggaran
2008, maka dalam tahun 2009 juga disampaikan risiko fiskal yang
kemungkinan dapat dihadapi oleh RAPBN 2009. Dalam pelaksanaannya, risiko
fiskal yang antara lain bersumber dari perubahan asumsi makro, kinerja
BUMN, atau penjaminan pemerintah, dapat terjadi, namun juga dapat tidak
nyata.
Dari sumber asumsi makro, risiko fiskal yang kemungkinan dapat terjadi
terutama berasal dari fluktuasi harga minyak mentah di pasar dunia. Sampai
dengan saat ini, masih sulit ditebak arah perkembangan harga minyak mentah
dalam waktu ke depan, karena dominannya pengaruh faktor geopolitik,
spekulasi, selain keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar minyak.
Dengan diasumsikannya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude oil
Price/ICP) rata-rata USD100 per barel sebagai basis perhitungan RAPBN tahun
2009, Pemerintah mengantisipasi risiko fiskal yang terjadi, bila perkembangan
harganya pada tahun 2009 jauh di atas tingkat harga tersebut. Dalam struktur
Dokumen Tambahan NK dan RAPBN 2009
20
RAPBN tahun 2009, bila terjadi kenaikan asumsi harga minyak sebesar USD10
per barel maka akan menambah defisit sekitar Rp1,0 triliun.
Kemudian, dalam perhitungan subsidi BBM tahun 2009, Pemerintah
memperkirakan volume konsumsi BBM tahun 2009 sebesar 36,8 juta kiloliter.
Melihat perkembangan konsumsi BBM yang masih cukup tinggi di tahun 2008
ini, maka risiko lebih tingginya realisasi konsumsi BBM di tahun 2009 dari
yang diperkirakan Pemerintah kemungkinan dapat juga terjadi. Diperkirakan
bila konsumsi BBM bertambah 1 juta kiloliter maka akan mengakibatkan
tambahan defisit sekitar Rp1,6 triliun. Untuk mengantisipasi risiko fiskal dari
kenaikan harga minyak mentah dan volume konsumsi BBM pada tahun 2009 di
atas, maka dalam RAPBN tahun 2009 telah dicadangkan dana risiko fiskal
untuk faktor Migas sebesar Rp6,0 triliun. Dengan dana risiko fiskal sebesar
Rp6,0 triliun tersebut, maka paling tidak dapat menampung kombinasi risiko
kenaikan harga ICP ke USD130 per barel dan tambahan volume konsumsi BBM
sekitar 2 juta kiloliter. Namun demikian, untuk menjaga subsidi BBM,
Pemerintah juga akan mengoptimalkan program konversi minyak tanah ke
elpiji dalam tahun 2009 agar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Selain itu, dalam RAPBN tahun 2009 juga telah ditampung dana risiko
fiskal sebesar Rp2,0 triliun untuk mengantisipasi perubahan asumsi makro
yang lain, seperti inflasi, suku bunga SBI, dan nilai tukar rupiah. Risiko inflasi
dapat terjadi karena pelonggaran defisit RAPBN 2009 dari 1,5 persen terhadap
PDB ke 1,9 persen terhadap PDB. Deviasi realisasi ketiga variabel ekonomi
makro yang saling terkait tersebut dari yang diasumsikan dalam RAPBN tahun
2009 dapat saja terjadi, terutama bersumber dari tekanan eksternal, seperti
stabilitas ekonomi dan keuangan dunia, serta harga komoditi primer di pasar
internasional. Selain dengan itu, menghadapi dampaknya pada beban
pembayaran utang, Pemerintah juga melakukan langkah-langkah antisipasi
dengan melakukan restrukturisasi portofolio surat berharga negara,
diversifikasi instrumen utang, pengelolaan benchmark, dan peningkatan
infrastruktur pendukung pengelolaan utang pemerintah.
top related