daftar konstributor - unsyiah
Post on 24-Oct-2021
18 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAFTAR KONSTRIBUTOR
Adi Koesoema AmanDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
BuchariBagian/ SMF Patologi Klinik FK Unsyiah/ RSU dr. Zainoel Abidin Banda AcehFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Donny KostradiFakultas Kedokteran Universitas Jambi
Ellyza NasrulBagian/ SMF Patologi Klinik FK Unand / RS Dr.M. Djamil PadangFakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang
FatmawatiBagian/ SMF Patologi Klinik FK Universitas Riau/RSUD Arifin Ahmad PekanbaruFakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru
Francisca Srioetami TanoerahardjoFakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung
FridayentiBagian Patologi Klinik FKUR/ RSUD Arifin AchmadFakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekan Baru
Hendra ZufryDivisi Endikronologi, Metabolik dan Diabetes, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Herman HarimanDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Ida AdayantiUnit Transfusi Darah RSUP H. Adam Malik Medan
Maimun SyukriDivisi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Muhammad RidwanBagian/ SMF Kardiologi RSU dr. Zainoel Abidin Banda AcehFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
NurleilyLaboratorium Patologi Klinik RSUD.dr.Zubir Mahmud
Ratna Akbari GanieDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Ricke LoesnihariDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
Ridwan IbrahimInstalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUD Meuraxa Kota Banda Aceh
RikarniRSUP Dr M Djamil Padang Fakultas Kedokteran UNAND
Rismawati YaswirFakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang/RSUP Dr. M. Djamil Padang
Vivi Keumala MutiawatiBagian/ SMF Ilmu Patologi KlinikFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Zulfikar LubisDepartemen Patologi Klinik FK USU/ RSUP H. Adam Malik MedanFakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
xi
JADWAL ACARA
Jam Pembicara
08.00-08.30 Registrasi Peserta
08.30-08.35 Protokol
08.35-08.45 Pembacaan Ayat Suci Al-
Qur‘an
08.45-08.50 Laporan dari Ketua Panitia
PBPK SUMBAGUT IV
08.50-08.55 Sambutan dari Dekan
Fakultas Kedokteran
Unsyiah
08.55-09.00 Sambutan dari Ketua IDI
Wilayah Aceh
09.00-09.10 Sambutan dan Pembukaan
oleh Ketua Umum PDS
PatKLin
09.10-09.40 Plenary Lecture : Manajemen
Sepsis
09.40-10.00 Coffee Break
SYMPOSIUM 1 CARDIOLOGI
10.00-10.15 Diagnosis dan Management
Ischemic Heart Disease
Using Cardiac Marker in
Emergency Departement
Muhammad Ridwan, dr.,
MAappSc, SpJP-FIHA
10.15-10.30 Laboratory Aspect of the
Acute Coronary Syndrome
From Basic To New Insight
Prof. Rismawati Yaswir,
dr., SpPK(K)
10.30-10.45 Peranan NT Pro-BNP pada
Gagal Jantung
Fatmawati, dr., SpPK
10.45-11.00 Diskusi
Kamis, 21 Mei 2015
xii
Symposium 2 Nefrologi
11.00-11.15 Penanganan Penyakit Ginjal
Kronik
Dr. Maimun Syukri, dr.,
SpPD-KGH
11.15-11.30 Skrining, Diagnostik dan
Konfirmasi pada Gangguan
Ginjal
Donny Kostradi, dr.,
M.Kes., SpPK
11.30-11.45 Gangguan Gas dan Elektrolit
Darah pada Gangguan Ginjal
Akut
Prof. Burhanuddin
Nasution , dr., SpPK(KN)
11.45-12.00 Diskusi
12.00-13.00 Lunch Symposia : Urine
Flow Cytometri
13.00-13.30 Ishoma
Symposium 3 Mikrobiologi
13.30-13.45 Biomolekuler Tuberkulosis
dan Kepentingannya dalam
Klinis
Dr. Francisca Srioetami
Tanoerahardjo, dr., SpPK
13.45-14.00 Skrining, Diagnostik, dan
Konfirmasi pada Penyakit
Tuberkulosis
Ricke Loesnihari, dr.,
SpPK(K), M.Ked
(ClinPath)
14.00-14.15 Up Date Stainning in
Microbiology
Trisunu Ruruh Wibowo,
dr., SpPK
14.15-14.30 Diskusi
Symposium 4 Imunologi
14.30-14.45 Peran Laboratorium dalam
Meningkatkan Kualitas
Diagnosa
Prof. Dr. Ratna Akbari
Ganie, dr., SpPK-KH
14.45-15.00 Marker Pada Tiroid Otoimun Fridayenti,dr., SpPK
15.00-15.15 Current Concept in
Management of Autoimmune
Thyroid Disease : Focus on
Grave‘s Disease
Hendra Zufry, dr., SpPD-
KEMD
15.15-15.30 Diskusi
15.30-15.45 Coffee Break
15.45-16.00 Ishoma
xiii
Jam Pembicara
Symposium 5 Hematologi
08.30-08.45 Diagnostic Laboratory
Approach of Acute Myeloid
Leukemia in WHO 2008
Classification
Prof. Adi Koesoema
Aman, dr., SpPK-
KH
08.45-09.00 Laboratory Tests For the
Antiphospholipid Syndrome
Dr. Rikarni, dr.,
SpPK
09.00-09.15 Aspek Laboratorium
Pansitopenia
Buchari, dr., SpPK
09.15-09.30 Diskusi
09.30-09.45 Coffee Break
Symposium 6 Hemostasis
09.45-10.00 Overview of Hemostatis Prof. Herman
Hariman, dr., SpPK-
KH., PhD
10.00-10.15 Kegawatdaruratan
Hemostasis di Bagian
Obstetri
Cut Meurah Yeni,
dr., SpOG(K)
10.15-10.30 Deep Vein
Thrombosis/DVT
Vivi Keumala
Mutiawati, dr.,
SpPK., M.Kes
10.30-10.45 Diskusi
10.45-11.15 Lunch Symposia :
Tacrolimus in Kidney
Transplantation
11.30-13.30 Shalat Jumat/Ishoma
Symposium 7 Bank Darah
13.30-13.45 Blood Component in Blood
Transfusion
Ida Adayanti, dr.,
SpPK
14.45-15.00 Clinical Apheresis Zulfikar Lubis, dr.,
SpPK(K)
15.00-15.15 Manajemen Bank Darah Ridwan Ibrahim, dr.,
SpPK
15.15-15.30 Diskusi
Jumat, 22 Mei 2015
xiv
Symposium 8 Infeksi & Penyakit Tropik
15.30-15.45 Skrining, Diagnostik dan
Konfirmasi Demam Dengue
Nurleli, dr., SpPK
15.45-16.00 Window Period in Viral
Infection
Prof. Dr. Ellyza
Nasrul, dr., SpPK(K)
16.00-16.30 Coffee Break
16.30-17.00 Penutupan
50
Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronis
Maimun Syukri
Abstrak
Penyakit ginjal kronis (PKG) adalah hilangnya secara bertahap
dan permanen fungsi ginjal dari waktu ke waktu , biasanya selama bulan
atau tahun .Ginjal bertanggung jawab untuk menyaring limbah dari
tubuh. Ketika organ-organ ini berhenti berfungsi dengan baik, sampah
menumpuk dalam darah, yang dapat membuat seseorang merasa sakit .
Seiring waktu , komplikasi kesehatan lainnya dapat berkembang sebagai
akibat dari penurunan fungsi ginjal, termasuk tekanan darah tinggi,
anemia, tulang, gizi buruk dan kerusakan saraf. Pengobatan PGK dapat
memperlambat perkembangan ke arah penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA). Namun, terapi tetap terbatas. Kontrol tekanan darah
menggunakan angiotensin-converting inhibitor (ACEI) atau angiotensin
receptor blocker II (ARB) memberikan hasil yang baik. Kontrol gula
darah pada diabetes tampaknya akan menghambat progresifitas. Beberapa
gangguan metabolik pada PGK menjadi target terapi. Ini termasuk
asidosis, hiperfosfatemia, dan kekurangan vitamin D.
Kata kunci: penyakit ginjal kronis; penyakit ginjal tahap akhir;
gangguan metabolik
PENDAHULUAN
Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ginjal kronik (PGK)
terus meningkat dan dianggap sebagai salah satu masalah kesehatan yang
dapat berkembang menjadi epidemi pada dekade yang akan datang
Konsekuensi kesehatan utama dari PGK bukan saja perjalanan penyakit
menjadi gagal ginjal, tapi juga peningkatan resiko penyakit
kardiovaskuler. Bukti-bukti yang ditemukan menunjukkan bahwa
konsekuensi ini dapat diperbaiki dengan terapi yang dilakukan lebih
awal.
Pendekatan standar evaluasi terhadap pasien menentukan apakah
mereka memiliki peningkatan resiko menderita PGK dan evaluasi
lanjutan serta penatalaksanaannya telah difasilitasi oleh the Kidney
Disease Outcomes Quality initiative (K/DOQI) dari the National Kidney
Divisi Ginjal dan Hipertensi, Bagian/ SMF Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala / RSU dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
51
Foundation (NKF) dalam suplemen khusus dari American Journal of
Kidney Disease (AJKD) pada Februari 2002 yang berisi pedoman klinis
praktis untuk PGK.
Pendekatan evaluasi yang tepat dapat membantu deteksi awal
PGK dan dengan penatalaksanaan yang tepat dapat mencegah atau
menghilangkan komplikasi serta menghambat progresifitasnya sehingga
tidak menjadi gagal ginjal.
DEFINISI
Sebelum tahun 2002, istilah insufisiensi renal kronis (chronic
renal insufficiency/CRI) dipakai untuk pasien dengan penurunan fungsi
ginjal progres yang didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerular
(LFG) kurang dari 75 ml/mnt/1,73 m2
luas permukaan tubuh. Istilah
baru, yaitu PGK, diperkenalkan oleh NKF-K/DOQI, untuk pasien yang
memiliki salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, dimana terdapat abnormalitas struktur
atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan LFG, yang
dimanifestasikan oleh satu atau beberapa gejala berikut:
abnormalitas komposisi darah atau urin,abnormalitas pemeriksaan
pencitraan, abnormalitas biopsi ginjal.
* Divisi Ginjal-Hipertensi, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin,
Banda Aceh
2. GFR < 60 ml/mnt/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa tanda kerusakan ginjal lainnya yang telah disebutkan
sebelumnya di atas.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat terdapat kecenderungan peningkatan
insidensi dan prevalensi PGK. Pada penduduk yang berusia di atas 20
tahun diperkirakan prevalensinya adalah 0.1 % (± 300.000 orang) untuk
gagal ginjal tahap akhir (PGTA) dan 10.8 % dari populasi dewasa (± 20
juta orang) untuk gagal ginjal kronik stadium awal. Pasien dengan PGTA
akan mengalami gangguan hemodinamik dan metabolik yang akan
mengakibatkan terjadinya kardiomiopati dan arteriosklerosis, sehingga
angka kematian kardiovaskular pada populasi ini menjadi tinggi.
52
Prevalensi PGK di Indonesia meningkat setiap tahun.
Diperkirakan 12,5 % masyarakat mengalami PGK. Dari data di beberapa
pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan prevalensi penyakit ginjal
kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk. Apabila
indikator peningkatan penyakit ginjal ini dihitung berdasarkan hitungan
prevalensi 400 per juta penduduk, maka dari 240 juta penduduk
Indonesia maka jumlah pasien yang saat ini menderita PGTA sebanyak
96 ribu orang.
MANIFESTASI KLINIS
Pada umumnya penderita PGK stadium 1-3 tidak mengalami
gejala apa- apa atau tidak mengalami gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, endokrin dan metabolik yang tampak secara klinis
(asimtomatik). Gangguan yang tampak secara klinis biasanya baru
terlihat pada PGK stadium 4 dan 5. Beberapa gangguan yang sering
muncul pada pasien PGK anak adalah: gangguan pertumbuhan,
kekurangan gizi dan protein, gangguan elektrolit,
asidosis,osteodistrofi ginjal, anemia dan hipertensi.
KLASIFIKASI
Sistem klasifikasi PGK yang sekarang dipakai diperkenalkan
oleh NKF- K/DOQI berdasarkan tingkat LFG, bersama berbagai
parameter klinis, laboratorium dan pencitraan. Tujuan adanya sistem
klasifikasi adalah untuk pencegahan, identifikasi awal gangguan ginjal,
dan penatalaksanaan yang dapat mengubah perjalanan penyakit
sehingga terhindar dari penyakit ginjal tahap akhir ( PGTA).
53
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Menurut Diagnosis Etiologi
Penyakit Tipe Mayor
Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit Ginjal non Diabetes
PenyakitGlomerular
(penyakit autoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular
(penyakit pembuluh dar ah besar,
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstisial
(pielonefritis kronik, obstruksi,
keracunan obat)
Penyakit kistik
(ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi Rejeksi kronik
Keracunan Obat
Penyakit recurrent
Dikutip dari : National Kidney Foundation, K/DOQI. Clinical Practice
Guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation, classification,
and stratification. Am J Kidney Dis. 2002;39(1).
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Menurut Derajat Penyakit
Derajat LFG (mL/meit/1,73 m2
)
1 ≥90
2 60-89
3a 45-59
3b 30-44
4 15-29
5 atau dialisis <15
Dikutip dari : National Kidney Foundation, K/DOQI. Clinical Practice
Guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation, classification,
and stratification. Am J Kidney Dis. 2002;39(1).
54
DIAGNOSIS
Keberadaan PGK harus ditegakkan, berdasarkan adanya
kerusakan ginjal dan tingkat LFG, tanpa memperhatikan diagnosis. Pada
pasien dengan PGK, stadium penyakitnya harus ditentukan berdasarkan
tingkat fungsi ginjal menurut klasifikasi PGK dari K/DOQI. PGK
stadium awal dapat dideteksi melalui pemeriksaan laboratorium rutin.
Penghitungan LFG merupakan pemeriksaan terbaik dalam menentukan
fungsi ginjal.
Dalam praktek klinis, LFG umumnya dihitung dengan
menggunakan klirens kreatinin atau konsenstrasi kreatinin serum. Namun
pengukuran klirens kreatinin seringkali sulit dilakukan dan seringkali
tidak akurat karena membutuhkan sampel urin 24 jam. Kreatinin
serum dipengaruhi oleh faktor lain selain LFG, terutama produksi
kreatinin, yang berhubungan dengan ukuran tubuh, khususnya massa
otot. Pada banyak pasien LFG harus turun sampai setengah dari nilai
normal, sebelum kreatinin serum meningkat di atas nilai normal
sehingga sangat sulit untuk menilai tingkat fungsi ginjal dengan tepat
atau untuk mendeteksi PGK pada stadium awal.
PENGOBATAN
Pengobatan penyakit ginjal kronis ( PGK ) bertujuan untuk
memperlambat perkembangan dan menyiapkan ke penyakit ginjal tahap
akhir (PGTA). Karena gejala gagal ginjal kronis progresif berkembang
secara perlahan , terapi PGK biasanya diarahkan pada kondisi tanpa
gejala yang hanya terdeteksi dengan pengujian laboratorium. Usaha ini
biasanya lebih sulit karena merupakan upaya pencegahanyang sering
terlambat. Artinya , penyebab utama PGTA seperti hipertensi , dan
diabetes tipe 2 dapat dihindari sendiri dengan tindakan pencegahan
primer seperti diet , mengontrol berat badan , dan olahraga . Selanjutnya,
setelah hipertensi atau diabetes nyata , komplikasi ginjal mereka dapat
diatasi dengan upaya pencegahan sekunder yang ditujukan pada tekanan
darah dan kontrol glikemik.
Dengan demikian , pengobatan PGK sering merupakan contoh
pencegahan tersier pada populasi yang telah gagal dalam pencegahan
tahap awal tapi yang masih relatif asimtomatik . Fitur-fitur ini membuat
terapi PGK menjadi tugas berat dalam praktek . Namun, selama 20 tahun
terakhir , beberapa perawatan yang efektif terhadap PGK telah
dikembangkan dan dapat menunda dan mencegah PGTA. Penyakit
55
kardiovaskular ( PKV ) sering fatal pada orang dengan PGK.4,5 Oleh
karena itu , perhatian terhadap mengurangi faktor risiko PKV pada pasien
i PGK sangat penting . Namun demikian , penundaan PGTA tetap
menjadi tujuan utama terapi PGK karena perawatan khusus untuk
menghindari PKV pada populasi ini saat ini belum ada. Konsekuensi
yang paling penting dari definisi PGK adalah implikasinya untuk terapi
dari pasien.
Renin-Angiotensin-Aldosteron System
Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACE-I) merupakan
pengobatan efektif dalam memperlambat perkembangan nefropati
diabetik pada tahun 1993 oleh Lewis dkk. Penelitian dilanjutkan pada
studi hewan oleh beberapa laboratorium , terutama yang dari Barry
Brenner di 1980s. ACE-I dan angiotensin II receptor blocker ( ARB )
adalah obat standar untuk hipertensi primer. Dalam diabetes mellitus tipe
1 dan tipe 2 , memperlambat laju kerusakan ginjal progresif dengan renin
- angiotensin – aldosteron system inhibisi ( RAAS ) telah berkaitan erat
dengan stabilisasi atau pengurangan proteinuria. Sebaliknya , ada dua
mekanisme yang diterima secara luas bahwa ACE inhibitor dan ARB
dipahami sebagai obat bermanfaat dalam PGK : hemodinamik /
antihipertensi tindakan dan anti - inflamasi tindakan / antifibrotik .
Pengurangan angiotensin II ( ANGII ) tingkat ( dan pengurangan
berikutnya di tingkat aldosteron ) adalah pusat kedua jalur tersebut .
Sebuah studi yang dirancang untuk end-point kardiovaskular
pada subyek dengan penyakit kardiovaskular tetapi fungsi ginjal masih
baik (studi ONTARGET) ditemukan proteinuria lebih rendah dengan
kombinasi ACE inhibitor dan terapi ARB, tapi tidak ada manfaat dalam
hal mencegah penurunan LFG. Penelitian ini menimbulkan beberapa
temuan menarik. Pertama, hubungan antara peningkatan proteinuria dan
memburuknya LFG kontribusi alasan lagi untuk mempertanyakan
pentingnya mengurangi ekskresi albumin sebagai hasil klinis yang
bermakna. Kedua, kurangnya peningkatan end-point ginjal pada mereka
yang menerima dua terapi dalam hal memperlambat perkembangan
PGK.
Tekanan Darah
Cukup banyak tumpang tindih laporan tentang keuntungan
ketika memberikan golongan RAAS inhibitors terhadap kontrol tekanan
darah. Hal yang sama bisa dilihat dalam hal penurunan tekanan arteri dan
56
kapiler glomerulus akibat obat antihipertensi golongani ini. Pedoman
saat ini menunjukkan target <130 / 80 mm Hg untuk pasien dengan CKD,
kontrol yang lebih ketat daripada mm Hg 140/90 dianjurkan untuk
masyarakat umum. Sebuah meta-analisis ini dilakukan untuk alamat
khusus ini question.36 Penelitian ini melibatkanhasil dari 2.272 subyek
dengan penyakit ginjal nondiabetes yang terlibat dalam MDRD, AASK,
dan Rein. Secara keseluruhan, tidak ada manfaat dalam hasil end-point
ginjal, kardiovaskular, atau kematian diperoleh pada pasien dengan PGK
yang dirawat untuk target tekanan darah 125-130 75-80 mmHg
dibandingkan dengan 140/90 mm Hg. Dari analisis subkelompok,
proteinuria tidak tampak berubah. Peserta dengan proteinuria harian 4300
mg dalam studi AASK dan 41000 mg dalam studi MDRD memang
menunjukkan manfaat dengan obat golongan ini.
Jika terapi lini pertama dengan inhibitor ACE atau ARB gagal
untuk mencapai target 130/80, dianjurkan memilih obat kedua yang
rasional. Penambahan diuretik memiliki efek fisiologis. Dalam studi
jangka pendek, penambahan diuretik thiazide ke ARB menunjukkan
pengurangan proteinuria pada pasien PGK.Banyak orang dengan PGK
membutuhkan kombinasi diuretik dan ACE inhibitor atau ARB untuk
mencapai target tekanan darah. Pilihan selanjutnya sama-sama tidak
didasarkan pada studi jangka panjang dari perkembangan, tapi b-blocker,
calcium channel blockers, dan / atau agen simpatolitik cukup
memuaskan.
Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik akan mengurangi perkembangan penyakit
ginjal sebagaimana dinilai oleh mitigasi peningkatan albuminuria di
kedua tipe 1 dan tipe 2 diabetes. Misalnya , di DCCT , pada diabetes tipe
1 , kontrol glikemik yang ketat dibandingkan dengan kontrol yang biasa
berkurang perkembangan yang dari mikroalbuminuria ( 30 -299 mg
albumin per gram kreatinin ) ke macroalbuminuria ( 4300 mg albumin
per gram kreatinin ) . Demikian pula , dalam study ACCORD , transisi ke
mikroalbuminuria dan albuminuria makro yang berkurang oleh kontrol
glikemik yang ketat . Namun, kejadian PGTA tidak berbeda antara
tingkat kontrol glikemik di ACCORD atau ADVANCE , studi lain
kontrol glikemik pada diabetes tipe 2 , dan kejadian ESRD telah rendah
tindak lanjut ke DCCT.
Tidak ada studi skala besar yang secara khusus melaporkan
manfaat kontrol glikemik di PGK diabetes dengan LFG <60 ml / menit
57
per 1,73 m2 atau macroalbuminuria . Bukti bahwa kontrol glukosa dapat
mencegah PGTA pada orang dengan PGK akibat diabetes masih kurang .
Berapa kadar yang tepat untuk kontrol glikemik masih tidak pasti .
Karena risiko kematian secara keseluruhan dengan kontrol glikemik yang
sangat ketat , pedoman pada kadar hemoglobin A1c <7.0 % . Saat ini,
mempertahankan hemoglobin A1c dari < 7.0 % masih wajar bagi orang-
orang dengan mendirikan PGK akibat diabetes .
Gangguan Metabolik
Asam-Basa
Meskipun asidosis akibat PGK dari penurunan
ammoniagenesis ginjal , produksi amoniak dari residual LFG pada
pasien dan residual nefron pada hewan sebenarnya meningkat pada
progresivitas PGK. Data dalam model tikus dengan penyakit ginjal telah
menyarankan bahwa kelebihan ammoniagenesis residual nefron
menyebabkan tubulointerstitial injury karena interaksi amonia dengan
komponen C3 complement. Suplementasi bikarbonat mengurangi
tubulointerstitial injury dari beberapa tikus. Hubungan serum bikarbonat
untuk perkembangan penyakit ginjal pada 5000 pasien rawat jalan
ditemukan bahwa tingkat bikarbonat serum rendah sangat terkait dengan
perkembangan penyakit ginjal.
Jelas, hubungan yang kuat ini tidak membuktikan hubungan
sebab akibat, dan uji klinis diperlukan untuk menentukan apakah
perbaikan asidosis akan mengurangi perkembangan. Kovesdy dkk., baru-
baru ini melaporkan bahwa bikarbonat serum rendah dikaitkan dengan
kematian dalam kelompok dengan PKG. Dalam sebuah percobaan
terkontrol yang membandingkan 30 pasien dengan eLFG <60 ml / menit
diberikan natrium sitrat selama 24 bulan dengan 29 pasien PGK tidak
diperlakukan dengan alkali, eLFG lebih tinggi pada akhir penelitian pada
kelompok yang diberikan natrium sitrat. Efek dari alkali pada
perkembangan penyakit ginjal pada pasien ini mungkin telah dimediasi
oleh penurunan sekresi endothelin. Data terbaru menunjukkan bahwa
pengobatan dengan alkali pada pasien PGK mengurangi baik si
sekrendotelin dan aldosteron.
Fosfat
Bukti terbaru menunjukkan bahwa fibroblast growth factor-23,
hormon phosphaturic, meningkat pada awal PGK untuk mempertahankan
balance fosfor. 60 Bila tanpa intervensi, hiperfosfatemia akan terjadi
58
seiring dengan progresifitas PGK. Pengendalian hyperphosphatemia
dengan diet pembatasan dan pengikat fosfat telah lama menjadi andalan
terapi untuk mencegah penyakit tulang. Namun, penelitian pada hewan
lebih dari 30 tahun yang lalu juga menyatakan bahwa hyperphosphatemia
mempercepat progresifitas kearah PGTA dengan menimbulkan deposit
kristal kalsium-fosfat pada jaringan ginjal. Studi observasional telah
menemukan bahwa fosfat tinggi berhubungan dengan penurunan fungsi
ginjal.
Vitamin D
Kekurangan 1,25-dihydroxyvitamin D seiring dengan
memberatnya PGK, 71 Secara fisiologis vitamin D yang banyak akang
baik terhadap kalsium, fosfat, dan bone.72 Misalnya, vitamin D menekan
sekresi renin yang sangat bermanfaat dalam menghambat progresifitas
PGK..73 Tidak ada uji coba jangka panjang tentang suplementasi vitamin
D yang menghambat progrefitas PGK seperti menghambat pemburukan
fungsi ginjal yang akhirnya dapat mengurangi kejadian PGTA. Namun,
dalam studi VITAL, mengurangi albuminuria dikaitkan dengan
penurunan tekanan darah dan peningkatan eLFGR, menunjukkan bahwa
vitamin D-mediated renin suppression sebagai kontribusi utama dalam
mekanisme tersebut.
Hormon Paratiroid
Hiperparatiroidisme sekunder akibat progresifitas PGK dan
yang menyebabkan hiperfosfatemia dan kekurangan vitamin D .
Peningkatan kadar parathyroid hormone (PTH) menginduksi bone loss.
Pada prinsipnya, penekanan PTH dengan calcimimetic akan
menghambat peran PTH dalam extraosseous sequelae.
Asam urat
Studi epidemiologis sering menemukan hubungan antara
hyperuricemia dan PKV.76-78 Namun dasar asosiasi ini tidak pasti.
Selama beberapa tahun terakhir, hipertensi telah dianggap berasal dari
hyperuricemia sebagian besar didasarkan pada studi hewan, namun studi
pada manusia masih sedikit.
Satu studi pada kelompok remaja yang didiagnosis hipertensi
menemukan bahwa menurunkan asam urat dengan allopurinol
mengurangi tekanan darah.
59
Berkenaan dengan PGK, hyperuricemia diduga muncul sebagai
penurunan LFG. Selain itu, asam konsentrasi asam urat sangat tinggi
akibat lisis tumor. Studi observasional telah menemukan hubungan
sederhana hiperurisemia dengan penurunan fungsi ginjal..80. Para
peneliti berhasil menurunkan asam urat, tetapi tekanan darah
terpengaruh. Serum kreatinin cenderung tetap rendah pada kelompok
yang diberikan allopurinol, tetapi secara statistik tidak berbeda dari pada
kelompok kontrol.
Anemia
Beberapa studi telah menguji efficacy dan safety terapi anemia
dengan congener erythropoietin pada PKG sebelum dialysis. Studi acak
TREAT pada 4038 subjek dengan PKG karena diabetes tipe 2 dengan
hemoglobin target 13 g / dl, dan plasebo dengan pemberian darbepoieten
jika hemoglobin turun di bawah 9 g / dl.84 . Baseline LFG 35 ml / menit
per 1,73 m2 untuk masing-masing kelompok. Untuk kelompok stroke
hemoglobinnya lebih tinggi, tidak ada perbedaan dalam outcomes
kardiovaskular atau penyakit ginjal diantara kedua kelompok itu.
Enambelas % dari subyek dalam setiap kelompok tersebut menjadi PGTA
dalam 4 tahun . Dengan demikian, mempertahankan tingkat hemoglobin
pada 13 g / dl tidak beralasan. Pada kelompok yang hemoglobint rata-
ratanya 10,6 g / dl, tetapi menerima lebih banyak transfusi. Tingkat
optimal tidak jelas. Pedoman saat ini panggilan untuk tingkat antara 10
dan 12 g / dl pada PGTA, dan ini juga tampaknya masuk akal untuk
pasien dengan PGK predialisis. Namun, tingkat yang lebih rendah
mungkin sama baik, tetapi dalam prakteknya sebagian kecil pasien PGK
memerlukan pengobatan untuk anemia berat sebelum PGTA.
Protein
Pembatasan protein adalah salah satu manuver terapi awal
digunakan untuk pasien PGK. Selain berkontribusi untuk perubahan
dalam fosfor, asidosis metabolik, dan asam urat, da pat mengurangi renal
injury, mengurangi resiko perubahan hemodinamik, hiperfiltrasi
glomerulus, dan mengurangi cytokine-mediated fibrois. Mengurangi
protein tampaknya untuk memperbaiki beberapa gejala PGK, dan studi
hewan menunjukkan bahwa mengurangi renal injury. Sebuah analisis
literatur yang besar menyimpulkan bahwa diet rendah protein
mengurangi kejadian PGTA pada pasien nondiabetes Benar. dibangun
dan dipantau pembatasan protein dapat safe.
60
Para dokter dan ahli gizi sukses dan aman dalam mengelola pasien PGK
dengan mengurangi (restriksi) protein dengan target 0,8 g/kgBB/hari dan
dapat mencegah malnutrisi. Namun, pemantauan yang cermat terahadap
status gizi dan perawatan diet sangat diperlukan.
Lipid-Lowering Therapy
Metabolisme lipid yang abnormal sering menyertai disfungsi
ginjal. Meskipun hiperlipidemia tidak menyebabkan penyakit ginjal
primer, mungkin berkontribusi pada perkembangan PGK. Hipotesis
nefrotoksisitas lipid pertama kali dihasilkan oleh Moorhead dkk,. pada
tahun 1982. 89. Hiperlipidemia aterosklerosis pada pembuluh darah.
Lipid, merekrut makrofag pada sel-sel mesangial untuk produksi
chemokines. Sel-sel mesangial yang telah aktif kemudian melepaskan
radikal oksigen yang menyebabkan teroksidasi low-density lipoprotein.
Ini teroksidasi Low-density lipoprotein yang telah teroksidasi itu
merangsang proinflamasi dan profibrotic cytokine.. Dengan demikian
akan terjadi fagositosis lipoprotein oleh makrofag dan sel mesangial
untuk menghasilkan foam sel. Foam sering ditemukan di daerah sklerotik
glomeruli, sama seperti pada daerah fibrotik intersitial lainnya. Selain itu,
proliferasi sel mesangial juga dapat langsung dirangsang oleh lipoprotein
low-density dan triglyceride-lipoproteins.
Studi eksperimental pada hewan dan data pengamatan pada
manusia mendukung hipotesis bahwa lipid berkontribusi langsung
terhadap cedera ginjal dan perkembangan CKD. Tikus yang diberi diet
kolesterol tinggi ditemukan memiliki jumlah yang lebih besar dari
glomerulosklerosis dan kerusakan tubulointerstitial dibandingkan dengan
mereka yang diberi standar diets.
Pada manusia, sejumlah studi epidemiologi menunjukkan
bahwa kadar kolesterol dan trigliserida tinggi terkait dengan
perkembangan yang lebih cepat terhadap disfungsi ginjal. Mengingat hal
ini, terapi untuk memperlambat perkembangan PGK penurun lipid telah
menghasilkan banyak minat para ahli penyakit ginjal. Meskipun beberapa
kelas yang berbeda dari obat-obat ini telah diteliti, yang dianjurkan
HMG-CoA (3 hidroksi-3-metil--glutaryl- CoA) inhibitor reductase
(statin).
Perawatan konservatif pada PGK stadium akhir
Dialisis mungkin tidak meningkatkan kualitas hidup pada pasien
dengan komorbiditas ekstensif. Pasien tua mungkin tidak memiliki
61
harapan hidup yang panjang dengan dialisis. Dalam situasi ini, banyak
pasien memilih untuk kontrol gejala tanpa dialisis, menggunakan
erythropoietin, vitamin D analog, kontrol diet, antipruritus dan antiemetik
yang diperlukan. Pasien tersebut sering memiliki kualitas yang jauh lebih
baik dari kehidupan, masuk rumah sakit lebih sedikit (misalnya, dari
komplikasi-dialisis terkait) dan lebih mungkin untuk meninggal akhirnya
di rumah, bukan di rumah sakit, dibandingkan pasien yang menerima
dialisis.
Perawatan konservatif masih melibatkan manajemen aktif dari
komplikasi gagal ginjal. Partisipasi pasien dan pengasuh dalam
penyediaan pelayanan dan pendekatan tim multidisiplin termasuk
perawat, dokter dan konselor sangat penting untuk manajemen pasien
yang efektif.
Indikasi
Indikasi utama untuk RRT adalah gagal ginjal akut atau kronis.
Namun, saat ini banyak perdebatan mengenai definisi optimal gagal
ginjal, terutama dengan penyakit ginjal akut. Ada 30 definisi gagal ginjal
dalam literatur, namun definisi dan konsensus baru menjadi pedoman
yang tersebar luas. Menurut guideline dari The Kidney Dialysis Outcomes
Initiative’s(K/DOQI) PGK stadium 5 didefinisikan dengan laju filtrasi
glomerulus (LFG) <15 ml / menit / 1,73 m2 atau penggunaan dialisis.
LFG adalah estimasi fungsi ginjal dengan menggunakan kreatinin serum
dalam rumus Modifikasi Diet Renal Disease (MDRD), Crockcroft- Gault
atau persamaan Schwart.
Kelompok The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI)
memberi definisi gagal ginjal akut untuk orang dewasa, dengan tingkat
keparahan dari Risk Injury Failure Loss and End Stage Kidney Disease
(RIFLE). Indikasi di luar ginjal untuk TPG adalah gangguan elektrolit
dan asam-basa serta membuang racun (toksin)s. Begitu juga pada anak-
anak yang sakit kritis dengan kelebihan cairan.
Hemodialisis
Indikasi emergency seperti uremic syndrome, overload
syndrome, anuria dan oliguria, hiperkalemia (K >6,5 mmol/l), Asidosis
berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l), perikarditis, keracunan
alkohol dan obat-obatan serta pasien dengan indikasi hemodialisis kronik.
Kontra indikasi hemodialisis : malignansi stadium lanjut (kecuali
multiple myeloma), penyakit Alzheimer’s, multi-infarct dementia,
62
sindroma hepatorenal,sirosis hati tingkat lanjut dengan enselopati,
hipotensi, penyakit terminal, dan organic brain syndrome.
Peritoneal Dialisis
Peritoneal Dialysis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal
yang fungsinya sama dengan hemodialisis, tetapi dengan metode yang
berbeda. Peritoneal dialisis adalah metode dialisis dengan bantuan
membran peritoneum (selaput rongga perut), jadi darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
Jenis Peritoneal Dialisis
1. APD (Automated Peritoneal Dialysis). Merupakan bentuk terapi
dialysis peritoneal yang baru dan dapat dilakukan di rumah, pada
malam hari sewaktu tidur dengan menggunakan mesin khusus
yang sudah diprogram terlebih dahulu.
2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis). Bedanya
tidak menggunakan mesin khusus seperti APD. Dialisis
peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan
khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut melalui selang
kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam.
Indikasi: bayi dan anak-anak, pasien dengan ketidakstabilan
hemodinamik pada hemodialisis, pasien dengan akses vaskular
sulit.
Kontra Indikasi : hilangnya fungsi membran peritoneum, operasi
berulang pada abdomen, kolostomi, ukuran tubuh yang besar
(kemungkinan dengan PD yang adekuat tidak tercapai),
identifikasi problem yang potensial timbul sebelum CAPD
dimulai, apakah pasien perlu seorang asisten (keterbatasan fisik /
mental), hernia, penglihatan kurang, dan malnutrisi yang berat
Keuntungan Peritoneal Dialisis:
Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja
Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya
diri
Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu.
Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit
sebagaimana HD
Pembuangan cairan dan racun lebih stabil
Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas
63
Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung
Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun
pertama
Komplikasi anemia, kejang otot, mual, muntah, sakit kepala, rasakan
panas, berkeringat, kelemahan atau pusing, infeksi pada organ rongga
perut, pericarditis, masalah-masalah neurologis, dan keseimbangan
kalsium dan fosfor.
RINGKASAN
Penyakit ginjal kronik tahap akhir merupakan masalah
kesehatan masyarakat hampir setiap negara maju apalagi negara
berkembang karena insiden meningkat dan memerlukan biaya tinggi.
Untuk menghambat progresifitas PGK perlu mengontrol faktor risiko dan
faktor etiologinya, seperti penggunaan ACEI dan ARB untuk hipertensi
dan kontrol glikemik darah untuk pasien-pasien Diabetes Melitus.
Multidisiplin diperlukan untuk mencapai target terapi dari pasien
hipertensi dan diabetes. Gangguan metabolik perlu dikendalikan juga
untuk menghambat progresitas penyakit ginjal kronik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chapman AB. Approaches to testing new treatments in
autosomal dominant polycystic kidney disease: insights from
the CRISP and HALT- PKD studies. Clin J Am Soc Nephrol 2008;
3: 1197–1204.
2. Curhan GC, Mitch WE In: Brenner BM (ed). The Kidney, 8th edn.
Saunders: Philadelphia, PA,2008, pp 1817–1847.
3. Cushman WC, Evans GW, Byington RP et al. Effects of intensive
blood-pressure control in type 2 diabetes mellitus. N Engl J
Med 362:1575–1585.
4. de Boer IH, Rue TC, Cleary PA et al. Long-term Renal
Outcomes of Patients With Type 1
5. Diabetes Mellitus and Microalbuminuria: An Analysis of the
Diabetes Control and Complications Trial/Epidemiology of
Diabetes Interventions and Complications Cohort. Arch Intern
Med 171: 412–420
6. Dussol B, Moussi-Frances J, Morange S et al. A randomized
trial of furosemide vs hydrochlorothiazide in patients with
chronic renal failure and hypertension. Nephrol Dial Transplant
64
2005; 20: 349–353.
7. Edelstein CL. Biomarkers of acute kidney injury. Adv Chronic
Kidney Dis 2008; 15:222-34.
8. Feig DI, Kang DH, Johnson RJ. Uric acid and cardiovascular
risk. N Engl J Med 2008; 359: 1811–1821.
9. Feig DI, Soletsky B, Johnson RJ. Effect of allopurinol on blood
pressure of adolescents with newly diagnosed essential
hypertension: a randomized trial. Jama 2008; 300: 924–932.
10. Fleming GM,. Renal replacement therapy review: Past, present
and future. Organogenesis 2011; 71: 2-12.
11. Foley RN. Phosphate levels and cardiovascular disease in the
generalpopulation. Clin J Am Soc Nephrol 2009; 4:
12. Fouque D, Laville M. Low protein diets for chronic kidney
disease in non diabetic adults. Cochrane Database Syst Rev
2009: CD001892.
13. Fried LF, Duckworth W, Zhang JH et al. Design of
combinationangiotensin receptor blocker and angiotensin-
converting enzyme inhibitor for treatment of diabetic
nephropathy (VA NEPHRON-D). Clin J Am Soc Nephrol 2009; 4:
361–368.
14. Goicoechea M, de Vinuesa SG, Verdalles U et al. Effect of
allopurinol in chronic kidney disease progression and
cardiovascular risk. Clin J Am Soc Nephrol 2010; 5: 1388–1393.
15. Guijarro C, Kasiske BL, Kim Y et al. Early glomerular changes in
rats with dietary-induced hypercholesterolemia. Am J Kidney
Dis 1995; 26:152–161.
16. Jha V. Periotoneal dialysis in India: current status and challenges.
Perit Dial Int 2008; 28:36-41.
17. Just PM, Riella MC, Tschosik EA, Noe LL, Bhattacharyya SK,
de Charro F. Economic evaluations of dialysis treatment
modalities. Health Policy 2008; 86:163-80.
18. Ma TM, Walker RE, Eggleton K, Marshall MR. Cost
comparison between sustained low efficiency daily
dialysis/diafiltration (SLEDD) and continuous renal replacment
therapy (CRRT) for ICU patients with ARF. Nephrology 2002;
7:54.
19. Mann JF, Schmieder RE, McQueen M et al. Renal outcomes
with telmisartan, ramipril, or both, in people at high vascular
risk (the ONTARGET study): a multicentre, randomised, double-
65
blind, controlled trial. Lancet 2008; 372: 547–553.
20. Melamed ML, Astor B, Michos ED et al. 25-hydroxyvitamin D
levels, race, and the progression of kidney disease. J Am Soc
Nephrol 2009; 20: 2631–2639.
21. Moorhead JF, Chan MK, El-Nahas M et al. Lipid nephrotoxicity
in chronic progressive Glomerular and tubulo-interstitial
disease. Lancet 1982; 2: 1309–1311.
22. Nakamura T, Fukui M, Ebihara I et al. Low protein diet blunts
the rise in glomerular gene expression in focal
glomerulosclerosis. Kidney Int 1994; 45: 1593–1605.
23. Nath KA, Hostetter MK, Hostetter TH. Pathophysiology of
chronic-tubulo-interstitial disease in rats. Interactions of
dietary acid load, ammonia, and complement component C3.
J Clin Invest 1985; 76:667–675.
26 National Kidney Foundation, K/DOQI. Clinical Practice
Guidelines for Chronic Kidney Disease : Evaluation,
classification, and stratification. Am J Kidney Dis.
2002;39(1).
27 Nishida Y, Oda H, Yorioka N. Effect of lipoproteins on
mesangial cell proliferation. Kidney Int Suppl 1999; 71:
S51–S53.
28 Parfrey PS. Critical appraisal of randomized controlled trials
of anemia correction in Patients with renal failure. Curr Opin
Nephrol Hypertens 20:177–181.
29 Rauf AA, Long KH, Gajic O, Anderson SS, Swaminathan L,
Albright RC. Renal replacement therapy for acute renal failure
in intensive care unit: An observational outcomes analysis. J Int
Care Med 2008; 23:195-203
30 Rodriguez M, Lorenzo V. Parathyroid hormone, a uremic toxin.
Semin Dial 2009; 22: 363–368.
31 Schoolwerth AC, Sandler RS, Hoffman PM et al. Effects of
nephron reduction and dietary protein content on renal
ammoniagenesis in the rat. Kidney Int 1975; 7: 397–404.
32 Shah SN, Abramowitz M, Hostetter TH et al. Serum
bicarbonate levels and the progression of kidney disease: a
cohort study. Am J Kidney Dis 2009; 54: 270–277.
33 Tolins JP, Hostetter MK, Hostetter TH. Hypokalemic
nephropathy in the rat. Role of ammonia in chronic tubular
injury. J Clin Invest 1987; 79:1447–1458.
66
34 Turner JM, Bauer C, Abramowitz< Melamed ML dan Hostetter
TH. Treatment of chronic kidney disease. KI 2012,81;351-62.
35 Van Slyke DD, Linder GC, Hiller A et al. The excretion of
ammonia and titratable acid in nephritis. J Clin Invest 1926;
2: 255–288.
36 Vogt L, Waanders F, Boomsma F et al. Effects of dietary
sodium and hydrochlorothiazide on the antiproteinuric
efficacy of losartan. J Am Soc Nephrol 2008; 19: 999–1007
37 Wesson DE, Simoni J, Broglio K et al. Acid retention
accompanies reduced GFR in humans and increases plasma
levels of endothelin and aldosterone. Am J Physiol Renal
Physiol 2011; 300: F830–F837.
38 Woods LL. Mechanisms of renal hemodynamic regulation in
response to protein feeding.Kidney Int 1993; 44: 659–675.
Yu AWY, Chau KF, Ho YW, Li PKT. Development of the
―Peritoneal Dialysis First‖ model in Hong Kong. Perit Dial Int
2007; 27:53-5
top related