daftar isi - sinta.unud.ac.id filei daftar isi halaman sampul dalam ..... i persyaratan gelar ........
Post on 01-May-2019
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ......................................................................................... i
PERSYARATAN GELAR ............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .............................................................. v
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
RINGKASAN ................................................................................................. x
DAFTAR ISI……..………………………………………………………
DAFTAR TABEL.…..…………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….
i
ii
iii
iv
v
vi
ix
x
xi
xiii
xvi
xvii
xviii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………...
1.1. Latar Belakang………………………………….……..
1.2. Rumusan Masalah…………………………………......
1.3. Tujuan Penelitian……………………………………...
1.4. Manfaat Penelitian………………………………….....
1
1
14
15
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teoritis.………………………………………
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)……….…...
2.1.2 Pendekatan Kontijensi……………………….
2.1.3 Sistem Pengendalian Manajemen……………..
2.1.4 Penganggaran Partisipatif.……………………
2.1.5 Pengendalian Anggaran (Reliance on
Accounting Performance Measure/RAPM)……
2.1.6 Standar Operasional Prosedur (Standard
Operating Procedure/SOP)……………………..
2.1.7 Perilaku Disfungsional………………………….
2.1.8 Budaya…………………………………………
2.1.9 Budaya Tri Hita Karana…………………….
2.2 Kajian Empiris………………………………………..
2.2.1.Penelitian Penganggaran Partisipatif dan
Perilaku Disfungsional…………………………
2.2.2. Penelitian Pengendalian Anggaran (Reliance on
Accounting Performance Measure/RAPM) dan
Perilaku Disfungsional………………………….
2.2.3. Penelitian Standar Operasional Prosedur
(Standard Operating Procedure/SOP) dan
18
18
18
23
24
25
26
27
28
29
31
37
37
38
ii
Perilaku Disfungsional……………………..
2.2.4. Penelitian tentang hubungan Sistem
Pengendalian Manajemen, Perilaku
Disfungsional, dan Budaya……………………...
39
40
BAB III
BAB IV
BAB V
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS…..
3.1. Kerangka Berfikir……………………………………..
3.2. Konsep………………………………………………..
3.3. Hipotesis………………………………………………
3.3.1. Penganggaran Partisipatif terhadap perilaku
disfungsional…………………………………..
3.3.2. Pengendalian Anggaran terhadap perilaku
disfungsional……………………………….....
3.3.3. Standar Operasional Prosedur terhadap
perilaku disfungsional…………………….
3.3.4. Penganggaran Partisipatif, pengendalian
Anggaran, Standar Operasional Prosedur dan
Budaya Tri Hita Karana terhadap perilaku
disfungsional…………………………………..
METODE PENELITIAN……………………………………
4.1. Rancangan Penelitian…………………………………
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………
4.3. Ruang Lingkup Penelitian…………………………….
4.4. Penentuan Sumber Data……………………………….
4.4.1. Jenis Data……………………………………….
4.4.2. Sumber Data…………………………………….
4.4.3. Metode Penetuan Sampel……………………….
4.5. Variabel Penelitian…………………………………….
4.5.1. Identifikasi Variabel……………………………
4.5.2. Definisi Operasional Variabel………………….
4.6. Instrumen Penelitian…………………………………..
4.6.1. Skala Pengukuran……………………………….
4.6.2. Uji Reliabilitas dan Validitas…………………...
4.7. Analisis Data………………………………………….
4.7.1. Uji Asumsi Klasik………………………………
4.7.2. Analisis Regresi…………………………………
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………...
5.1. Deskripsi Responden………………………………….
5.2. Statistik Deskriptif…………………………………….
5.3. Uji Instrumen Penelitian………………………………
5.4. Uji Asumsi Klasik……………………………………..
5.4.1. Uji Normalitas…………………………………..
5.4.2. Uji Multikolonieritas……………………………
5.4.3. Uji Heteroskesdastisitas………………………..
41
41
41
43
43
45
45
47
51
51
52
52
53
53
53
53
54
54
55
57
57
58
58
58
60
64
64
67
72
74
74
75
76
iii
BAB VI
5.5. Analisis Regresi………………………………………
5.5.1. Hasil Analisis Regresi Moderasi……………….
5.6. Pembahasan…………………………………………..
5.6.1. Pengaruh Penganggaran Partisipatif Pada
Perilaku Disfungsional………………………….
5.6.2. Pengaruh Pengendalian Anggaran Pada Perilaku
Disfungsional………………………….
5.6.3. Pengaruh Standar Operasional Prosedur (SOP)
Pada Perilaku Disfungsional……………….
5.6.4. Peran Variabel Tri Hita Karana (THK) terhadap
pengaruh Penganggaran Partisipatif pada
Perilaku Disfungsional………………………...
5.6.5. Peran Variabel Tri Hita Karana (THK) terhadap
pengaruh Pengendalian Anggaran pada Perilaku
Disfungsional…………………….......
5.6.6. Peran Variabel Tri Hita Karana (THK) terhadap
pengaruh Standar Operasional Prosedur pada
Perilaku Disfungsional………………………….
SIMPULAN DAN SARAN………………………………….
6.1. Simpulan………………………………………………
6.2. Saran…………………………………………………..
76
77
80
80
82
83
84
85
85
89
89
90
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..
LAMPIRAN……………………………………………………………...
92
97
iv
ABSTRAK
BUDAYA TRI HITA KARANA SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH
PENGANGGARAN PARTISIPATIF, PENGENDALIAN ANGGARAN
DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA
PERILAKU DISFUNGSIONAL
(Studi pada Pemerintah Kabupaten Gianyar)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan bukti empiris
mengenai pengaruh penganggaran partisipatif, pengendalian anggaran dan standar
operasional prosedur pada perilaku disfungsional. Tujuan lainnya adalah untuk
mengetahui kemampuan budaya Tri Hita Karana dalam memoderasi pengaruh
penganggaran partisipatif pada perilaku disfungsional, mengetahui kemampuan
budaya Tri Hita Karana dalam memoderasi pengaruh pengendalian anggaran
pada prilaku disfungsional serta mengetahui kemampuan budaya Tri Hita Karana
dalam memoderasi pengaruh standar operasional prosedur pada perilaku
disfungsional. Penelitian dilakukan pada Pemerintah Kabupaten Gianyar dengan
populasi seluruh SKPD yang berjumlah 36. Responden yang terlibat sebanyak
102 orang pejabat struktural yang terlibat langsung dalam proses penganggaran.
Teknik analisis data yang digunakan moderated regression analysis (MRA)
Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi
penganggaran menyebabkan perilaku disfungsional cenderung meningkat.
Semakin ketatnya pengendalian anggaran cenderung menyebabkan meningkatnya
perilaku disfungsional. Standar operasional prosedur tidak berpengaruh pada
perilaku disfungsional. Budaya Tri Hita Karana memperlemah pengaruh
penganggaran partisipatif pada perilaku disfungsional, yang berarti bahwa dengan
adanya implementasi budaya Tri Hita Karana, maka pengaruh partisipasi dalam
penyusunan anggaran pada perilaku disfungsional akan menurun. Tri Hita
Karana memperlemah pengaruh pengendalian anggaran pada perilaku
disfungsional yang berarti bahwa dengan adanya implementasi budaya Tri Hita
Karana, maka pengaruh pengendalian anggaran pada perilaku disfungsional akan
menurun. Hasil lainnya adalah budaya Tri Hita Karana tidak memoderasi
pengaruh standar operasional prosedur pada perilaku disfungsional.
Kata Kunci : Penganggaran Partisipatif, Pengendalian Anggaran, Standar
Operasional Prosedur, Tri Hita Karana, Perilaku Disfungsional
v
ABSTRACT
TRI HITA KARANA CULTURE AS A MODERATING ON THE
INFLUENCE OF PATICIPATORY BUDGETING, BUDGETRAY
CONTROL AND STANDAR OPERATING PROCEDURES IN
DYSFUNCTIONAL BEHAVIOR
(Studies on Government of Gianyar Regency)
This study aims to identify and provide empirical evidence about the
influence of participatory budgeting, budget control and standard operating
procedures in dysfunctional behavior. Another aim is to determine the ability of
the culture of Tri Hita Karana in moderating the effects of participatory budgeting
in dysfunctional behaviors, capabilities culture of Tri Hita Karana in moderating
influence budgetary control on the behavior of a dysfunctional and determine the
ability of the culture of Tri Hita Karana in moderating the effects of standard
operating procedures on dysfunctional behavior. The study was conducted in
Gianyar regency government by the whole population numbering SKPD 36.
Respondents involved as many as 102 structural officials directly involved in the
budgeting process. Data analysis techniques used moderated regression analysis
(MRA)
The analysis showed that the higher the level of participation budgeting
causes dysfunctional behavior tends to increase. Increasingly tight budget control
tends to cause increased dysfunctional behavior. Standard operating procedure has
no effect on dysfunctional behavior. Tri Hita Karana Cultural weaken the
influence of participatory budgeting in dysfunctional behavior, which means that
with the implementation of the culture of Tri Hita Karana, the effect of budget
participation on dysfunctional behavior will decrease. Tri Hita Karana weaken the
influence of budgetary control in dysfunctional behavior, which means that with
the implementation of the culture of Tri Hita Karana, the effect on the budget
control dysfunctional behaviors will decrease. Another result is a culture of Tri
Hita Karana not moderate influence on the standard operating procedures
dysfunctional behavior.
Keywords:
Participatory Budgeting, Budgetary Control, Standard Operating
Procedures, Tri Hita Karana, Dysfunctional Behavior
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyusunan anggaran merupakan suatu kegiatan yang bersifat teknis, karena
kata-kata seperti keuangan, angka dan estimasi sering kali muncul ketika
seseorang berfikir mengenai anggaran. Di balik seluruh hal teknis yang terkait
dengan anggaran tersebut terdapat manusia, dimana manusialah yang menyusun
anggaran dan juga yang harus hidup dengan anggaran tersebut. Hal inilah yang
memunculkan aspek keperilakuan dari penganggaran yang mengacu pada perilaku
manusia yang timbul ketika mereka mencoba hidup dengan anggaran. Perilaku
tersebut mengacu pada kegelisahan karena batas pengeluaran tidak akan dinaikkan
tahun ini, ketakutan untuk mengatakan kepada bawahan bahwa mereka tidak akan
mendapatkan kenaikan gaji dan rasa iri yang berkembang ketika kepala
departemen yang lain menerima kenaikan anggaran yang cukup besar.
Anggaran berdampak langsung pada perilaku manusia, karena anggaran
menjelaskan kepada orang-orang mengenai apa yang diharapkan dari mereka dan
kapan hal tersebut harus dilakukan. Anggaran menetapkan batasan apa yang dapat
dibeli dan berapa banyak yang dapat dibelanjakan. Anggaran juga dapat
membatasi kinerja manajemen, kerena menjadi alasan dipantaunya kinerja
manajer secara kontinyu dan dijadikan sebagai standar terhadap mana hasil kerja
dibandingkan. Hal itu menyebabkan anggaran sering kali dipandang sebagai
penghalang atau ancaman birokratis terhadap kemajuan karir sehingga
2
ketidaksukaan terhadap proses penyusunan anggaran dapat mendorong orang
untuk melakukan sabotase terhadap anggaran tersebut (Lubis, 2010).
Menurut Lubis (2010), berbagai fungsi anggaran seperti penetapan tujuan,
pengendalian dan mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu konsekuensi
disfungsional seperti:
1) Rasa tidak percaya
Anggaran merupakan sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak
percaya karena beberapa alasan yaitu (1) anggaran cenderung terlalu
menyederhanakan atau mendistorsi situasi riil dan gagal untuk
memungkinkan dimasukkannya variasi dalam faktor-faktor eksternal; (2)
anggaran mencerminkan variabel-variabel kualitatif secara tidak memadai;
(3) anggaran hanya mengkonfirmasikan hal-hal yang hanya diketahui oleh
atasan; (4) anggaran seringkali digunakan untuk memanipulasi atasan
sehingga ukuran kinerja yang diindikasikan menjadi dicurigai; (5) laporan
anggaran menekankan pada hasil, bukan alasan.
2) Resistensi
Alasan yang menyebabkan terjadinya resistensi anggaran adalah proses
penganggaran yang memerlukan waktu dan perhatian yang besar, sehingga
para manajer mungkin akan merasa terbebani dengan permintaan yang
ekstensif dan atas waktu serta tanggung jawab mereka. Mereka menjadi
enggan telibat dalam proses penganggaran dan akhirnya kurang memahami
seluk beluk proses tersebut, akan tetapi mereka sering kali takut untuk
mengakuinya sehingga tidak dapat memberikan kontribusi yang berarti.
3
3) Konflik internal
Proses penyusunan anggaran memerlukan interaksi orang-orang pada
berbagai tingkatan organisasi yang berbeda. Konflik internal dapat
berkembang sebagai akibat dari interaksi tersebut atau sebagai akibat laporan
kinerja yang membandingkan kinerja satu departemen dengan departemen
yang lain. Konflik internal menciptakan suatu lingkungan yang kompetitif
dan bermusuhan. Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan
departemennya sendiri secara eksklusif dari pada kebutuhan organisasi secara
keseluruhan. Situasi ini menyebabkan keselarasan tujuan menjadi lebih sulit
dicapai.
4) Efek samping lain yang tidak diinginkan
Anggaran sering kali dipandang sebagai tekanan manajerial dan tekanan
tersebut sangat berdampak bagi manajer yang bertanggungjawab memenuhi
target tertentu. Manajer seringkali tidak mampu melimpahkan tanggung
jawab kepada bawahan, maka mereka akhirnya melakukan beberapa tindakan
disfungsional yang salah satunya dilakukan dengan cara mendistorsi proses
pengukuran. Hal ini dapat dilakukan dengan memanipulasi secara terang-
terangan data atau membuat keputusan operasi yang meningkatkan kinerja
dengan segera, sehingga dapat merugikan organisasi dalam jangka panjang.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memasukkan faktor
kelonggaran (slack) ke dalam anggaran guna meningkatkan kemungkinan
untuk memenuhi atau melampaui standar kinerja.
4
Pengaruh anggaran terhadap perilaku bisa positif dan negatif bagi kinerja
manajerial dan organisasi. Perilaku positif terjadi jika tujuan manajer sesuai
dengan tujuan organisasi, sehingga tercapai keselarasan tujuan (goal congruence)
dan manajer mempunyai pemicu untuk mencapainya. Sebaliknya perilaku negatif
dapat diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara tujuan manajer dengan tujuan
organisasi. Perilaku negatif ini dapat dimanifestasikan dalam berbagai cara , tetapi
jelas dampak keseluruhan adalah pada kinerja individu dan tujuan organisasi.
Perilaku ini sering disebut sebagai perilaku disfungsional (dysfunctional
behavior).
Menurut Yuhertiana, dkk (2010), perilaku disfungsional pada tahap
perencanaan anggaran lebih mengarah pada fenomena budgetary slack dan
oportunisik behavior. Modus perilaku oportunis yang sering terjadi adalah
menetapkan alokasi anggaran yang dimodifikasi kembali, sehingga mengarah
kepada tercapainya anggaran. Fenomena budgetary slack terjadi karena
kecenderungan untuk melakukan mark up anggaran sehingga kinerja akan
dianggap baik.
Perilaku disfungsional dalam perencanaan anggaran terkait dengan fenomena
budgetary slack juga diindikasikan dilakukan oleh Pejabat Pemerintah Kabupaten
Gianyar. Senjangan anggaran (budgetary slack) biasanya dilakukan dengan
meninggikan biaya dan menurunkan pendapatan dari yang seharusnya sehingga
mudah tercapai (Merchant, 1981). Hal tersebut dapat dilihat dari Laporan
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Gianyar berikut:
5
Tabel 1.1
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gianyar Tahun Anggaran 2010-2015
Tahun
Anggaran
Anggaran
Pendapatan
(Rp)
Realisasi
Pendapatan
(Rp)
%
Anggaran
Belanja
(Rp)
Realisasi
Belanja
(Rp)
%
2010 747.900.338.267 771.521.566.109 103,16 806.371.354.290 754.075.486.548 93,51
2011 834.194.081.721 889.407.725.259 106,62 903.930.942.357 856.801.660.612 94,79
2012 1.029.800.596.165 1.066.239.510.838 103,54 1.118.800.936.116 1.006.500.071.867 89,96
2013 1.183.933.333.025 1.248.415.647.519 105,45 1.327.183.047.098 1.192.027.628.855 89,82
2014 1.344.529.005.387 1.408.053.938.561 104,72 1.535.666.738.123 1.361.991.825.087 88,69
2015 1.433.331.904.280 1.527.797.563.120 106,59 1.510.513.757.323 1.364.772.697.481 90,35
Sumber : LRA Kabupaten Gianyar 2010-2015
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa realisasi pendapatan cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan anggaran pendapatan yang ditetapkan, sedangkan untuk
realisasi belanja cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan anggaran
belanja yang ditetapkan dari tahun ke tahun. Dari data tersebut dapat diduga telah
terjadi budgetary slack, yaitu dengan merendahkan anggaran pendapatan dan
meninggikan anggaran belanja sehingga kinerja yang dicapai cenderung
mendapatkan nilai yang baik.
Anggaran juga merupakan bagian penting dalam perusahaan atau organisasi
sektor publik. Pentingnya fungsi anggaran bagi perencanaan dan pengendalian
perusahaan menjadikan penganggaran sebagai area penting bagi keberhasilan
perusahaan. Anggaran diharapkan menjadi kerangka kerja untuk menentukan
prestasi dan kinerja karyawan. Anggaran merupakan penentu tujuan-tujuan itu
sendiri, atau dengan kata lain anggaran merupakan alat untuk
mengimplementasikan tujuan tersebut. Lebih luas lagi, anggaran dapat
mencerminkan kesuksesan karyawan pada tugas yang diberikan kepadanya
6
melalui perbandingan antara prestasi yang sebenarnya dengan target yang telah
ditetapkan dalam anggaran.
Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah dan
Desentralisasi, pemerintah daerah diberikan wewenang yang luas untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan bersih, dan diharapkan dapat
meningkatkan akuntabilitas kepada publik. Otonomi daerah dan desentralisasi
dapat menciptakan sistem pengendalian manajerial pemerintah daerah yang baik
untuk mewujudkan akuntabilitas publik dan mewujudkan pemerintahan yang
bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Sistem pengendalian manajerial pemerintah daerah merupakan alat yang
digunakan untuk memonitor pelaksanaan kinerja pemerintah daerah. Salah satu
aspek yang dimonitor dalam sistem pengendalian manajerial tersebut adalah
kinerja dan perilaku dari pejabat pemerintah daerah itu sendiri. Penganggaran
partisipatif, pengendalian anggaran, standar operasional prosedur merupakan alat
ukur sistem pengendalian manajerial pemerintah daerah, akan tetapi dalam
pelaksanaan aktivitasnya seringkali terjadi suatu penyimpangan perilaku atau
pelanggaran yang disengaja di luar aturan dan prosedur sistem pengendalian
manajerial pemerintah daerah yang biasanya dilakukan oleh pejabat itu sendiri
yang disebut sebagai perilaku disfungsional (dysfunctional behavior)
(Sabaruddinsah, 2014).
Sistem pengendalian manajemen merupakan alat untuk memonitor atau
mengamati pelaksanaan manajemen organisasi yang mencoba untuk mengarahkan
pada tujuan organisasi, sehingga kinerja manajemen dapat berjalan dengan efektif
7
dan efisien. Aspek yang diatur dan dimonitor dalam sistem pengendalian
manajemen adalah kinerja dari perilaku manajer di dalam mengelola perusahaan
yang akan dipertanggungjawabkan kepada stakeholders (Soobaroyen, 2006).
Perilaku berpengaruh dalam desain sistem pengendalian manajemen untuk
membantu, mengendalikan, memotivasi manajemen dalam mengambil keputusan
sehingga dengan memonitor perilaku maka akan dapat mengendalikan aktivitas-
aktivitas yang terjadi dalam sebuah organisasi.
Anthony dan Govindarajan (1998) menyatakan bahwa sistem pengendalian
manajemen merupakan suatu struktur dan proses untuk mempengaruhi anggota
organisasi dalam mengimplementasikan strategi organisasi yang telah ditentukan,
sehingga desain sistem pengendalian seharusnya disesuaikan dan ditujukan untuk
implementasi strategi bisnis. Menurut Jaworski (1988), sistem pengendalian
manajemen dibagi menjadi dua, yaitu 1) pendekatan formal, yaitu mekanisme
pengendalian yang tertulis dan diciptakan oleh manajemen untuk memengaruhi
karyawan agar berperilaku mendukung tujuan organisasi; 2) pendekatan informal
merupakan pengendalian berbasis proses dan perilaku. Soobaroyen (2006)
menyatakan bahwa komponen sistem pengendalian manajemen meliputi 1)
standard operating procedure (SOP), 2) anggaran, 3) reliance on accounting
performance measure /RAPM.
Anggaran memiliki peran yang sangat penting dalam perencanaan dan
anggaran merupakan salah satu elemen penting dalam pengendalian manajemen.
Anggaran merupakan alat bantu manajemen dalam mengalokasikan keterbatasan
sumber daya alam dan sumber dana yang dimiliki organisasi dalam mencapai
8
sasaran/tujuan. Anggaran bukan hanya rencana finansial belanja dan pendapatan
dalam suatu pusat pertanggungjawaban, tetapi juga berfungsi sebagai alat
pengendalian, komunikasi, koordinasi, evaluasi kinerja dan motivasi (Kenis,
1979).
Anggaran dapat berfungsi sebagai alat pengendalian jika dalam
penyusunannya melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan anggaran
tersebut. Pihak-pihak yang dimaksud adalah atasan (principal) dan bawahan
(agent). Anggaran tidak hanya dapat membantu mempererat kerja sama antar
karyawan, memperjelas kebijakan, dan merealisasikan rencana, tetapi juga dapat
menciptakan keselarasan yang optimal dalam perusahaan dan keserasian tujuan
antara atasan dan bawahan. Pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan anggaran
perlu diperhatikan, jika tidak maka dapat menimbulkan dysfunctional behavior.
Salah satu gaya pengendalian anggaran adalah pengevaluasian karyawan terutama
pada kemampuan mereka mencapai anggaran yang ditetapkan. Pada saat
pengevaluasian, para manajer bertanggung jawab penuh terhadap hasil kerja
seperti yang tercantum dalam anggaran. Pengevaluasian karyawan dalam hal ini
termasuk gaji, sumber daya dan prospek karir yang meningkat, dan secara
keseluruhan hal itu tergantung pada kemampuan manajer untuk memenuhi
anggaran. Menurut Merchant dan Manzoni dalam Novitasari (2015), para manajer
yang tidak mampu mencapai target akan menghadapi intervensi dari manajemen
yang lebih tinggi, kerugian sumber daya perusahaan, kehilangan bonus tahunan
dan akhirnya kehilangan pekerjaan.
9
Salah satu upaya untuk meminimalisasi dysfunctional behavior antara lain
adalah dengan memberikan dan meningkatkan partisipasi bawahan dalam
penyusunan anggaran (penganggaran partisipatif). Argyris (1952) menyarankan
untuk melibatkan manajemen pada level yang lebih rendah dalam proses
penyusunannya. Para bawahan yang merasa aspirasinya dihargai dan mempunyai
pengaruh pada proses penyusunan anggaran akan mempunyai tanggung jawab dan
konsekuensi moral untuk meningkatkan kinerjanya, sesuai dengan apa yang
ditargetkan dalam anggaran.
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Brownell dan McInnes (1986),
yang menyatakan bahwa penganggaran partisipatif memiliki efek yang positif
bagi kinerja. Kren (1992) menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi dalam
penyusunan anggaran, manajer akan terlibat dalam mempertimbangkan dan
mengevaluasi alternatif-alternatif dari tujuan anggaran. Partisipasi dalam
penyusunan anggaran mendorong peningkatan komunikasi antara atasan dan
bawahan. Individu-individu yang terlibat dapat memberikan informasi-informasi
privat mereka sehingga asimetri informasi dapat diminimalkan. Partisipasi dalam
penyusunan anggaran diharapkan dapat menciptakan keselarasan tujuan antara
individu-individu yang terlibat dalam proses penganggaran dengan tujuan
organisasi secara keseluruhan.
Penganggaran Partisipatif adalah proses yang menggambarkan individu-
individu terlibat dalam penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap
target anggaran dan perlunya penghargaan atas tercapainya target anggaran
tersebut (Brownell, 1982). Menurut Alim (2008), anggaran partisipatif di satu sisi
10
akan mampu meningkatkan kinerja manajer, tetapi di sisi lain mempunyai
pengaruh negatif terhadap perilaku manajer dengan memanipulasi informasi
maupun memanipulasi ukuran kinerja (gaming) yaitu dengan sengaja memilih
informasi-informasi yang baik sesuai dengan keadaan yang menguntungkan bagi
manajer tersebut. Mempermainkan ukuran kinerja dilakukan dengan memilih
aktivitas-aktivitas yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan yang
dikehendaki.
Menurut Lukka (1988), anggaran mengalami pembiasan dalam hubungannya
dengan perilaku disfungsional, dan anggaran partisipatif mempertinggi prospek
pembiasan anggaran tersebut (yaitu sebagian dari perilaku disfungsional).
Penelitian Wiyantoro dan Yulianto (2012) juga menyatakan bahwa agar budget
yang dibuat dapat dipercaya dan dapat dikatakan baik, maka Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) secara tidak langsung berpeluang melakukan perilaku
disfungsional, yaitu dengan manipulasi informasi dan sebagainya dengan sengaja
memilih informasi-informasi dan paling sesuai dengan keadaan yang paling
menguntungkan SKPD, atau dengan kata lain anggaran partisipasi berpengaruh
terhadap perilaku disfungsional. Penelitian Wiyantoro dan Yulianto ini
mendukung hasil dari penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Soobaroyen
pada tahun 2006, yang juga menyatakan bahwa anggaran partisipatif berpengaruh
terhadap perilaku disfungsional.
Uraian di atas telah menjelaskan bahwa selain sebagai alat evaluasi, anggaran
juga berfungsi sebagai alat pengendalian. Hasil penelitian Otley (1980),
menyatakan bahwa pengendalian anggaran yang tinggi menghasilkan perilaku
11
yang baik (positif). Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian Stede (2000),
yang memberikan penjelasan bahwa gaya pengendalian anggaran dan orientasi
jangka pendek manajerial yang berhubungan dengan anggaran cenderung dapat
menimbulkan perilaku disfungsional. Hal ini didukung oleh penelitian Wiyantoro
dan Yulianto (2012), bahwa pengendalian anggaran mempunyai pengaruh yang
positif terhadap perilaku disfungsional.
Selain anggaran partisipatif dan pengendalian anggaran, salah satu bentuk
pengendalian manajerial yang lain adalah Standar Operasional Prosedur /
Standard Operating Procedure (SOP). Menurut Soobaroyen (2006) SOP
merupakan sejumlah peraturan yang digunakan sebagai pedoman bagi manajer
untuk beraktivitas dalam departemennya. Fisher (1995) menyebutkan bahwa suatu
sistem prosedur pengoperasian dapat meningkatkan pengendalian aktivitas
manajer, dan pengendalian aktivitas personal. SOP memberikan aturan dalam
menyelesaikan aktivitas, dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Oleh
sebab itu, standar operasional prosedur yang sangat rumit dalam menjalankan
pengendalian aktivitas tampaknya akan menjadi alasan manajer dalam
pengembangan praktek dysfunctional behavior (Soobaroyen, 2006). Hal tersebut
didukung oleh hasil penelitian Sabaruddinsah (2014), yang menyebutkan bahwa
SOP berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku disfungsional.
Sementara itu, hasil penelitian Wiyantoro dan Yulianto (2012), mendapat hasil
bahwa SOP hanya memiliki pengaruh kecil dan tidak signifikan terhadap perilaku
disfungsional.
12
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa terdapat inkonsistensi hasil penelitian
terdahulu mengenai hubungan pengendalian manajerial, dalam hal ini adalah
anggaran partisipatif, pengendalian anggaran dan SOP terhadap perilaku
disfungsional. Merchant (1981) menyatakan bahwa tidak terdapat sistem
pengendalian yang secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada
seluruh organisasi dalam setiap keadaan. Sistem pengendalian akan berbeda-beda
di tiap-tiap organisasi tergantung pada faktor organisasional dan situasional.
Menurut Fisher (1995), sistem pengendalian manajemen dipengaruhi oleh variabel
kontijensi seperti budaya.
Hasil penelitian survai langsung yang dilakukan Birnberg dan Snodgrass
dalam Merchant et.al (1993) menemukan bahwa dalam perbedaan perilaku
manajemen, budaya nasional memengaruhi efektivitas pengendalian manajemen
sehingga suatu kontrol manajemen yang efektif pada sebuah budaya nasional
dapat berubah menjadi sebuah kerugian kompetitif bila diterapkan kepada yang
lain. Otley (1980) memberikan suatu pandangan dari penelitian yang berdasarkan
pada teori kontijensi, dan ia mencatat bahwa ketika ada kesamaan budaya dalam
bentuk konteks struktur kontijensi, ada variasi yang sangat dominan dalam lintas
negara bahwa variabel Contingency Theory tidak dapat dijelaskan.
Penelitian ini sendiri merupakan pengembangan dari penelitian yang
dilakukan oleh Wiyantoro dan Yulianto (2012), yang meneliti tentang hubungan
antara sistem pengendalian manajemen dengan perilaku disfungsional dalam
kaitannya dengan anggaran, dengan menggunakan dimensi budaya nasional
sebagai variabel moderating. Aspek yang dikembangkan adalah dengan
13
mengganti variabel budaya, yang sebelumnya mengacu pada dimensi budaya
nasional menurut Hofstede, dengan budaya lokal yang berkembang di Bali, yaitu
Budaya Tri Hita Karana.
Dimensi budaya Hofstede hanya mengkaji unsur sumber daya manusia saja
untuk mengukur budaya, sedangkan kesuksesan manusia dalam bekerja tentu
tidak hanya ditentukan oleh sumber daya manusia saja, tetapi tidak bisa lepas dari
keyakinan kepada Tuhan dan bagaimana memanfaatkan sumber daya alam yang
ada. Ketiga hal inilah yang terintegrasi dalam filosofi Tri Hita Karana yang
hakikatnya adalah harmoni dan keseimbangan (Suardika, 2011). Masih menurut
Suardika (2011), Pemerintah Provinsi Bali telah menjadikan Tri Hita Karana
yang merupakan sistem kebudayaan masyarakat setempat sebagai landasan
rencana stratejik (Renstra) pembangunan daerah yang tertuang dalam Peraturan
Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 1991, Nomor 4 Tahun 1996, dan
Nomor 16 Tahun 2002. Hal ini juga tercermin dalam visi pembangunan Provinsi
Bali tahun 2006-2026, yakni “Bali Dwipa Jaya, Adil dan Demokratis, serta Aman
dan Bersatu dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia Berlandaskan Tri
Hita Karana”. Dengan demikian Pemerintah Provinsi Bali, termasuk Pemerintah
Kabupaten se-Provinsi Bali secara normatif diwajibkan untuk menerapkan konsep
Tri Hita Karana dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Disamping itu penelitian
ini menggunakan sampel dan lokasi yang berbeda, yaitu pada SKPD yang terdapat
di Pemerintah Kabupaten Gianyar.
14
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1) Apakah penganggaran partisipatif berpengaruh pada perilaku disfungsional
pejabat di lingkungan SKPD Pemerintah Kabupaten Gianyar?
2) Apakah pengendalian anggaran berpengaruh pada perilaku disfungsional
pejabat di lingkungan SKPD Pemerintah Kabupaten Gianyar?
3) Apakah Standar Operasional Prosedur (SOP) berpengaruh pada perilaku
disfungsional pejabat di lingkungan SKPD Pemerintah Kabupaten Gianyar?
4) Apakah budaya Tri Hita Karana memoderasi pengaruh penganggaran
partisipatif pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan SKPD
Pemerintah Kabupaten Gianyar?
5) Apakah budaya Tri Hita Karana memoderasi pengaruh pengendalian
anggaran pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan SKPD Pemerintah
Kabupaten Gianyar?
6) Apakah budaya Tri Hita Karana memoderasi pengaruh Standar Operasional
Prosedur (SOP) pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan SKPD
Pemerintah Kabupaten Gianyar?
15
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh
penganggaran partisipatif pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan
SKPD Pemerintah Kabupaten Gianyar.
2) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh
pengendalian anggaran pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan
SKPD Pemerintah Kabupaten Gianyar.
3) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh
Standar Operasional Prosedur pada perilaku disfungsional pejabat di
lingkungan SKPD Pemerintah Kabupaten Gianyar.
4) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris mengenai kemampuan
budaya Tri Hita Karana dalam memoderasi pengaruh penganggaran
partisipatif pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan SKPD
Pemerintah Kabupaten Gianyar.
5) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris mengenai kemampuan
budaya Tri Hita Karana dalam memoderasi pengaruh pengendalian anggaran
pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan SKPD Pemerintah
Kabupaten Gianyar.
6) Untuk mengetahui dan mendapatkan bukti empiris mengenai kemampuan
budaya Tri Hita Karana dalam memoderasi pengaruh Standar Operasioal
16
Prosedur (SOP) pada perilaku disfungsional pejabat di lingkungan SKPD
Pemerintah Kabupaten Gianyar.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya, baik itu manfaat
teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut:
1) Manfaat teoritis
Penelitian ini menambah wawasan, informasi dan perbendaharaan teori,
khususnya teori agensi terkait dengan proses penganggaran pada pemerintah
daerah. Penelitian ini membuktikan berlakunya asumsi-asumsi dalam teori
agensi antara lain asumsi mengenai sifat manusia yang mengutamakan
kepentingan sendiri, keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap
persepsi masa depan dan kecenderungan menghindari resiko, asumsi
keorganisasian yaitu konflik yang terjadi antara prinsipal dengan agen, serta
asumsi mengenai informasi sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan,
sehingga menyebabkan munculnya perilaku disfungsional dalam proses
penganggaran daerah. Penelitian ini juga memperkuat penelitian-penelitian
sebelumnya, antara lain bahwa penganggaran partisipatif dan pengendalian
anggaran berpengaruh positif pada perilaku disfungsional. Manfaat teoritis
lainnya adalah, budaya Tri Hita Karana merupakan variabel moderasi yang
mampu memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif dan pengendalian
anggaran terhadap perilaku disfungsional.
17
2) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi Pimpinan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Gianyar mengenai pentingnya
implementasi Budaya Tri Hita Karana dalam proses penganggaran. Dimana
hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi budaya Tri Hita Karana
memperlemah pengaruh penganggaran partisipatif dan pengendalian
anggaran pada perilaku disfungsional pejabat dalam penyusunan anggaran
daerah.
top related