daftar isi agri-tek: jurnal penelitian ilmu-ilmu eksakta...
Post on 15-Mar-2019
243 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DAFTAR ISIAGRI-TEK: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016 ISSN : 1411-5336
PENGARUH BERBAGAI MACAM PANJANG STEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT ANGGUR (Vitis vinivera L.)Tri Kurniastuti
1 - 7
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.) (Studi Kasus di Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun)Ratna Mustika Wardhani Edy Prasetiyo
8 - 18
VOLUME POHON BERDIRI PETAK 3a, RPH SALAM. BKPH LAWU UTARA. KPH LAWU DSAris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
19 - 33
EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI PLASMA NUTFAH TANAMAN UWI (Dioscorea sp) DI KABUPATEN PONOROGO.Muhamad Fahrur Hidayat & Djoko Setyo Martono
34 - 40
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI KABUPATEN MAGETANIndah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
41 - 52
PENDUGAAN MODEL VOLUME POHON BERDIRI TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f ) UMUR 10 TAHUN (Studi Lahan Jati Universitas Merdeka Madiun)Mochammad Dwi Arief Putra & Martin Lukito
53 - 63
UJI PENGGUNAAN MACAM PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP HASIL KEDELAI Jajuk Herawati, & Indarwati
64 - 72
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
PENDAHULUANAnggur adalah jenis buah-buahan asli sub
tropis yang telah beradaptasi pada iklim tropis di Indonesia dan khususnya di Jawa Timur. Anggur merupakan komoditas unggulan daerah yang pada era otonomi memegang peranan strategis. Kebijakan otonomi daerah memungkinkan Pemerintah Daerah (Pemda) dapat lebih leluasa mengatur bagi kebutuhan, potensi dan keunggulan daerahnya termasuk upaya untuk meningkatkan pendapatan penduduknya ( Krismawati, dan Sugiono, 2012).
Tanaman Anggur merupakan tanaman buah merambat dalam bentuk semak
milik keluarga Vitaceae. Buah ini biasanya digunakan untuk membuat jus anggur, jelly, anggur, minyak biji anggur dan kismis, atau dimakan langsung. Buah ini juga mengandung banyak senyawa yang dikenal sebagai polifenol dan resveratrol aktif dalam berbagai metabolisme, dan mampu mencegah pembentukan sel kanker dan penyakit lainnya (Cahyono, 2010).
Tanaman anggur dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif, tetapi umum-nya dilakukan secara vegetatif karena biji yang dihasilkan sedikit, sulit tumbuh, dan sering terjadi segregasi. Secara vegetatif, tanaman anggur dapat diperbanyak melalui batang. Salah satu perbanyakan tanaman
PENGARUH BERBAGAI MACAM PANJANG STEK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT ANGGUR (Vitis vinivera L.)
Tri Kurniastuti
Staf Pengajar di Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Islam Balitar BlitarEmail : kurniastuti5@gmail.com
Abstract
This study aims to determine the length of the cuttings are best for growing grape seeds. This research was conducted at the experimental station of Agriculture Faculty of Islamic University Balitar Blitar in September 2015 to November 2015. This study used a randomized block design (RAK) with seven treatments, the cuttings are terdidi length of A = 10 cm, B = 12.5 cm , C = 15 cm, D = 17.5 cm, D = 17.5 cm, 20 cm E = F = G = 22.5 cm and 25 cm and 3 replicates, obtained 21 experimental unit. Data analysis was performed using F test showed significant differences If then tested further by using Duncan’s test at 5% level. The results showed that the length of cuttings significantly affect the percentage of cuttings grow, the time appears buds, percentage of cuttings sprouted buds shoot length, number and length of root cuttings of wine. The growth of seedlings cuttings of the best wines on the length of cuttings 20 cm at the variable percentage of cuttings grow, sprout cuttings percentage, shoot length and root length.
Keywords:
long cuttings, growing, grape seed
2 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Tri Kurniastuti
anggur yaitu dengan metode stek. Metode stek merupakan metode pengembangan tanaman yang dilakukan dengan mengambil bagian dari tanaman tersebut terutama batang. Perbanyakan stek tanaman anggur ada dua macam, yaitu stek batang dan stek mata. Pengembangan tanaman dengan metode stek memerlukan bahan stek untuk batang bawah dan batang atas dalam jumlah yang cukup dan teknologi perbanyakan yang efisien. Batang tanaman anggur berupa ruas-ruas yang tiap ruasnya terdapat calon mata tunas yang selanjutnya akan terus tumbuh membentuk cabang baru. Bahan stek batang yaitu berupa batang atau cabang dengan tiga mata tunas. Sedangkan bahan untuk stek mata berupa batang atau cabang dengan satu mata tunas (Yuniastuti, 2004).
Kendala dalam pengembangan stek anggur adalah kurang tersedianya jumlah bibit yang bermutu pada saat tanam, biaya transportasi mahal, dan bibit anggur sulit untuk didapatkan. Bahan tanam (bibit) yang umum digunakan yaitu stek batang dengan panjang sekitar ± 20 cm dengan jumlah mata tunas 3 mata. Jika satu batang tanaman anggur dengan ukuran 1-2 m digunakan untuk bibit, hanya akan diperoleh 5-10 stek. Sehingga akan memerlukan bahan tanam yang banyak untuk pengembangan anggur (Yuniastuti, 2004).
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah penghematan penggunaan bahan stek dengan memperpendek ukuran atau mengurangi jumlah mata tunas. Namun penghematan stek tersebut harus tetap mampu menghasilkan pertumbuhan yang baik dan produksi yang tinggi. Maka dari permasalahan tersebut dicoba pengembangan stek anggur melalui penghematan bahan stek.
Hasil penelitian Hayati, E dkk (2007) dilaporkan bahwa jumlah mata tunas berpengaruh terhadap jumlah daun per stek,
panjang tunas dan jumlah daun per tunas tanaman tanaman jarak pagar. Jumlah mata tunas 12 merupakan perlakuan terbaik pada perttumbuhan setek tanaman jarak pagar.
Hasil penelitian Sparta A, dkk (2012) dilaporkan bahwa waktu muncul tunas, jumlah tunas, panjang tunas dan panjang akar pada stek buah naga dipengaruhi secara nyata oleh panjang stek. Pertumbuhan stek yang terbaik pada stek buah naga di atas 20 cm.
RUMUSAN MASALAHBerapa panjang setek terbaik untuk
pertumbuhan bibit anggur ?
TUJUANPenelitian ini bertujuan untuk menge-
tahui panjang setek yang terbaik untuk pertumbuhan bibit anggur.
METODE PENELITIANPenelitian dilaksanakan di kebun
percobaan Fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar Blitar pada bulan September 2015 sampai bulan November 2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan setek anggur varietas Bali, media tanam berupa tanah, pasir, pupuk kandang dan sekam serta alat-alat lain yang membantu pelaksanaan penelitian.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan yaitu panjang setek yang terdidi dari A = 10 cm, B = 12,5 cm, C = 15 cm, D = 17,5 cm, D = 17,5 cm, E= 20 cm F = 22,5 cm dan G = 25 cm dan 3 ulangan, diperoleh 21 satuan percobaan.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji F. Apabila menunjukkan perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan’s pada taraf 5%.
Peubah yang diamatai adalah persentase stek tumbuh (%) , waktu muncul tunas
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 3
Pengaruh Berbagai Macam Panjang Stek
(hari) , prosentase stek bertunas (%) jumlah tunas (buah), panjang tunas (cm), Panjang akar (cm). Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 2,4,6 dan 8 minggu setelah tanam (MST) kecuali pengamatan waktu muncul tunas dilakukan setiap hari.
HASIL DAN PEMBAHASANPersentase Setek Tumbuh
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa panjang setek berpengaruh nyata terhadap persentase setek tumbuh. Hasil uji Duncan’s taraf 5 % , diperlihatkan pada tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh panjang stek terhadap persentase stek tumbuh bibit anggur 8
MST.
PerlakuanPersentase
stek tumbuhA ( panjang setek 10 cm) 75,24 aB ( panjang setek 12,5 cm) 77,94 aC ( panjang setek 15 cm) 82,14 abD ( panjang setek 17,5 cm) 88,25 bE ( panjang setek 20 cm) 89,61 bF ( panjang setek 22,5 cm) 83,58 abG ( panjang setek 25 cm) 84,90 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan’s taraf 5%
Dari tabel 1 ditunjukkan bahwa persentase stek tumbuh berkisar 75,24 % - 89,25%, hal ini menunjukkan bahwa persentase tumbuh stek sudah baik walaupun belum maksimal karena dari ke tujuh perlakuan tersebut persentase stek tumbuh belum ada yang 100 % yang tumbuh. Beberapa stek yang tidak tumbuh karena terjadi kematian seluruh stek batang, hal tersebut menyebabkan tidak tersedianya karbohidrat yang cukup selama inisiasi tunas baru dan akar primordia. Hal ini diduga ketersediaan karbohidrat dari bahan stek batang maksimal hanya dapat bertahan hingga sekitar 8 MST karena setelah 8 MST tidak ada lagi bahan
stek batang yang bertahan hidup sebelum terbentuknya tunas baru.
Dari hasi uji Duncan’s taraf 5% ditunjukkan bahwa persentase stek tumbuh tertinggi terdapat pada perlakuan E ( panjang stek 20 cm) yaitu sebesar 89,61 % namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan D (panjang stek 17,5 cm) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan C (panjang stek 17,5 cm) dan F (panjang stek 22,5 cm) dan G (panjang stek 25 cm). Hal ini menunjukkan bahwa pada panjang stek kisaran 15 cm hingga 25 cm sama baiknya dalam persentase stek tumbuh jika dibandingkan dengan panjang stek 10 cm. Hal ini diduga panjang stek berkaitan dengan cadangan makanan yang terdapat pada stek, semakin panjang ukuran stek maka cadangan makanan yang terdapat pada stek lebih banyak dibandingkan dengan stek yang lebih pendek. Cadangan makanan ini selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan bibit. Harjadi (1996) menyatakan bahwa pembelahan sel pada titik tumbuh batang tergantung pada ketersediaan karbohidrat. Karbohidrat yang tinggi dan nitrogen yang cukup akan membentuk akar dan tunas ( Hartmann dan Kester, 1978).
Waktu Muncul Tunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa panjang stek berpengaruh nyata terhadap waktu muncul tunas bibit sek anggur. Hasil uji Duncan’s taraf 5 % ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh panjang stek terhadap waktu muncul tunas setek bibit anggur 8
MST.
PerlakuanWaktu Muncul
TunasA ( panjang setek 10 cm) 49,57 eB ( panjang setek 12,5 cm) 43,66 dC ( panjang setek 15 cm) 34,33 bD ( panjang setek 17,5 cm) 40,52 cdE ( panjang setek 20 cm) 31,67 ab
4 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Tri Kurniastuti
PerlakuanWaktu Muncul
TunasF ( panjang setek 22,5 cm) 26,32 aG ( panjang setek 25 cm) 28,67 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan’s taraf 5%
Dari tabel 2 ditunjukkan bahwa waktu muncul tunas yang paling cepat adalah perlakuan F (panjang tunas 22,5 cm) yaitu pada hari ke 26,32 , namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan E ( panjang setek 20 cm), F ( panjang setek 22,5 cm) dan G ( panjang setek 25 cm). Waktu muncul tunas paling lambat pada perlakuan A ( panjang setek 10 cm), yaitu hari ke 49,57. Waktu muncul tunas yang lambat diduga berkaitan dengan ukuran stek yang pendek, karena dengan ukuran stek yang pendek maka jumlah tunas sedikit, sedangkan di dalam tunas terdapat karbohidrat dan hormon yang berfungsi untuk pembelahan sel. Jika karbohidrat sedikit maka energi yang dihasilkan juga sedikit sehingga pembelahan sel menjadi lambat. Harjadi, SS (1996) menyatakan bahwa persediaan karbohidrat yang cukup akan menyebabkan terjadinya pembelahan sel pada titik tumbuh batang dan ujung-ujung akar.
Persentase Stek Bertunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa panjang stek berpengaruh nyata terhadap persentase setek bertunas bibit anggur. Hasil uji Duncan’s taraf 5 % ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 3. Pengaruh panjang setek terhadap persentase setek bertunas bibit anggur 8
MST.
Perlakuanpersentase
setek bertunasA ( panjang setek 10 cm) 52,31 aB ( panjang setek 12,5 cm) 79,67 bc
C ( panjang setek 15 cm) 82,21 bcD ( panjang setek 17,5 cm) 80.95 bcE ( panjang setek 20 cm) 92,03cF ( panjang setek 22,5 cm) 86,76 bcG ( panjang setek 25 cm) 87,66 bc
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan’s taraf 5%
Hasil uji Duncan’s taraf 5 % menunjukkan persentase setek bertunas terendah diperoleh pada perlakuan bahwa perlakuan A ( panjang setek 10 cm) yaitu sebesar 52, 31 % dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Persentase setek bertunas menunjukkan hasil rata-rata terbaik pada perlakuan
E( panjang setek 20 cm) yaitu sebesar 92,3 %. Hal ini diduga karena pada panjang stek 10 cm mempunyai cadangan makanan yang lebih sedikit dibandingkan perlakuan lainnya sehingga mempengaruhi jumlah tunas yang terbentuk karena stek yang pendek cadangan makanannya lebih sedikit.
Dari tabel 3 ditunjukkan hasil rata-rata terbaik pada perlakuan E (panjang setek 20 cm) yaitu sebesar 92,3 %. Pada stek dengan ukuran yang lebih panjang menunjukkan hasil persentasi yang lebih baik karena diduga cadangan makanannya cukup untuk membentuk tunas baru. Pertumbuhan tunas sangat tergantung pada cadangan makanan, karena tunas belum tanaman belum mampu menyediakan makanan melalui fotosintesis, sehingga pertumbuhannya sangat tergantung pada ketersediaan cadangan makanan.
Sutopo (1992) rnenyatakan, bahwa pertumbuhan awal suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang terdapat pada bahan tanamnya. Pada saat akar belum berfungsi sebagai penyerap unsur hara, cadangan makanan ini yang akan dirombak menjadi bahan yang dapat
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 5
Pengaruh Berbagai Macam Panjang Stek
diserap oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Jumlah Tunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa panjang stek berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas bibit anggur. Hasil uji Duncan’s taraf 5 % ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh panjang setek terhadap jumlah tunas setek bibit anggur 8 MST.
Perlakuan jumlah tunasA ( panjang setek 10 cm) 6,90 aB ( panjang setek 12,5 cm) 10,07 aC ( panjang setek 15 cm) 14,23 bD ( panjang setek 17,5 cm) 14,27 bE ( panjang setek 20 cm) 14,78 bF ( panjang setek 22,5 cm) 16,70 bG ( panjang setek 25 cm) 17,14 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan’s taraf 5%
Hasil uji Duncan’s taraf 5 % menunjukkan jumlah tunas terendah diperoleh pada perlakuan A ( panjang setek 10 cm) yaitu sebesar 6,90 namun tidak berbeda nyata denga perlakuan B ( panjang setek 12,5 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Jumlah tunas tertinggi pada perlakuan G ( panjang setek 25 cm) yaitu sebesar 17,14 buah namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan C,D E dan F. Jumlah tunas dipengaruhi oleh panjang stek yang digunakan, dari table 4 ditunjukkan bahwa jumlah tunas lebih banyak pada panjang stek 15-25 cm. Hal ini diduga karena terjadi perbedaan cadangan makanan yang tersimpan dalam setiap perlakuan. Stek berukuran lebih panjang mempunyai jumlah mata tunas yang lebih lebih banyak hal ini mengakibatkan jumlah cadangan makanan, yang lebih besar sehingga berpengaruh pada pertumbuhan bibit dan sebaliknya. Stek yang lebih
pendek diduga kehilangan cadangan bahan makanan akan lebih cepat sehingga daya tumbuh pada stek yang pendek akan lebih kecil dan jumlah tunas yang tumbuh pada stek akan lebih sedikit. Sudomo et al. (2007) mengatakan bahwa ukuran jumlah mata tunas yang berbeda mempunyai cadangan makanan dan kandungan hormon yang berbeda pula.
Panjang Tunas
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa panjang stek berpengaruh nyata terhadap panjang tunas bibit anggur. Hasil uji Duncan’s taraf 5 % ditunjukkan pada tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh panjang setek terhadap panjang tunas setek bibit anggur 8 MST.
Perlakuan panjang tunasA ( panjang setek 10 cm) 0, 47 aB ( panjang setek 12,5 cm) 0,63 aC ( panjang setek 15 cm) 1,94 bD ( panjang setek 17,5 cm) 1,56 bE ( panjang setek 20 cm) 1,90 bF ( panjang setek 22,5 cm) 1,61 bG ( panjang setek 25 cm) 1,87 b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan’s taraf 5%
Hasil uji Duncan’s taraf 5 % menunjukkan panjang tunas terendah diperoleh pada perlakuan A ( panjang setek 10 cm) yaitu sebesar 0, 47 cm , tidak berbeda nyata dengan perlakuan B namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Panjang tunas terbesar pada perlakuan E ( panjang setek 20 cm) yaitu sebesar 1,90 cm namun tidak berbeda dengan perlakuan C, D,E, F dan G. Perlakuan panjang stek 15 cm- 25 cm mempunyai panjang tunas yang lebih panjang dibandingkan dengan panjang stek di bawah 15 cm, hal ini diduga terkait dengan perbedaan cadangan makanan yang tersimpan pada
6 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Tri Kurniastuti
masing-masing stek, dimana stek yang lebih panjang mempunyai tunas lebih banyak sehingga cadangan makanan juga lebih besar. Cadangan makanan merupakan energy yang nantinya digunakan untuk pembelahan sel sehingga dapat menambah ukuran tunas pada bibit anggur.
Harmann et al. (2002) Panjang stek terkait dengan tersedianya bahan cadangan makanan. Semakin panjang stek semakin besar kesediaan bahan makanannya dan sebaliknya. Potensi cadangan makanan yang dimiliki masing-masing stek akan menentukan pertumbuhan dan perkem-bangan bibit. Jenis tanaman yang berbeda mempunyai panjang stek yang baik yang berbeda pula. Hasil penelitian Mardani (2005) ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah ruas setek, dapat memacu pertumbuhan tunas dan akar. Penggunaan bahan setek dengan 4 ruas pada tanaman nilam merupakan bahan stek yang baik untuk pertumbuhan tanaman nilam.
Panjang AkarHasil analisis ragam menunjukkan
bahwa panjang stek berpengaruh nyata terhadap panjang tunas bibit anggur. Hasil uji Duncan’s’s taraf 5% ditunjukkan pada tabel 5.Tabel 6. Pengaruh panjang setek terhadap
panjang akar setek bibit anggur 8 MST.
Perlakuan panjang akarA ( panjang setek 10 cm) 8,26 aB ( panjang setek 12,5 cm) 12,21abC ( panjang setek 15 cm) 16,85 bD ( panjang setek 17,5 cm) 17,36 b E ( panjang setek 20 cm) 18,41abF ( panjang setek 22,5 cm) 12,79 abG ( panjang setek 25 cm) 12,15 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama berbeda tidak nyata pada uji jarak berganda Duncan’s taraf 5%
Hasil uji Duncan’s’s taraf 5%menunjukkan bahwa perlakuan E ( panjang setek 20 cm) menunjukkan hasil rata-rata panjang akar terbaik yaitu sebesar 18,41 cm meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B,C,D,F dan G. Panjang akar terendah pada perlakuan A (panjang stek 10 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena dalam proses awal penyetekan, kemampuan hidup batang stek hanya tergantung pada jumlah cadangan makanan yang terkandung dalam batang sebelum stek muncul akar. Ukuran stek yang lebih panjang berkontribusi pada panjang akar. Harjadi (1996) menyatakan bahwa fase vegetatif merupakan fase penggunaan jumlah karbohidrat di dalam bahan stek. Selain itu disebabkan adanya perbedaan kandungan karbohidrat dan nitrogen yang terdapat dalam stek batang yang lebih panjang lebih tinggi dibanding dengan stek yang pendek. Menurut Waluyo (2010 besarnya nilai rasio karbohidrat dan nitrogen mempengaruhi stek dalam pertumbuhan akar dan tunas. Karbohidrat tersebut dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung terjadinya proses penting di dalam tanaman, diantaranya pembelahan sel, perpanjangan sel, dan pemanjangan akar.
Menurut Hartmann et al. (2002) terkait dengan panjang bahan stek terdapat pengaruh kontribusi perbedaan akumulasi karbohidrat pada bagian bawah stek dan jumlahnya akan optimal untuk pembentukan akar pada stek yang panjang dibandingkan stek yang pendek. Semakin panjang stek batang, maka semakin baik pertumbuhan akar pada masing-masing tanaman tersebut. Faktor fisik seperti panjang stek dan diameter stek merupakan hal yang berpengaruh terhadap kemampuan bahan stek membentuk akar.
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 7
Pengaruh Berbagai Macam Panjang Stek
Menurut Harjadi (1996)) fase vegetatif merupakan fase penggunaan jumlah karbohidrat di dalam bahan stek. Karbohidrat tersebut dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung terjadinya proses penting di dalam tanaman, diantaranya pembelahan sel, perpanjangan sel, dan pemanjangan akar. Selain kandungan karbohidrat diduga karena dengan ukuran stek yang panjang maka jumlah tunas yang mengandung hormone lebih banyak. Kusumo (2004) menyatakan bahwa perakaran yang tumbuh pada stek disebabkan oleh dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun. Tunas yang sehat pada batang merupakan sumber auksin dan merupakan faktor penting dalam perakaran. Sudomo et al. (2007) menyatakan bahwa daya pembentukan akar pada suatu jenis tanaman bila distek antara lain dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat serta keseimbangan hormon dalam bahan stek. Tunas yang sedang aktif tumbuh membentuk banyak hormon yang mempengaruhi pembentukan akar pada stek.
KESIMPULANPanjang stek berpengaruh nyata terhadap
persentase stek tumbuh, waktu muncul tunas, prosentase stek bertunas jumlah tunas panjang tunas dan panjang akar stek anggur. Pertumbuhan stek bibit anggur terbaik pada ukuran panjang stek 20 cm pada peubah persentase stek tumbuh , persentase stek bertunas, panjang tunas dan panjang akar.
DAFTAR PUSTAKACahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun
Anggur Lokal dan Impor. Pustaka Mina. Jakarta.124
Hayati, E dkk. 2007. Pengaruh Jumlah Mata Tunas dan Komposisi Media Tanam terhadap Pertumbuhan Stek Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Syah Kuala
Banda Aceh.
Harjadi, SS. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian IPB Bogor. 506 hal.
Hartmann, H.T and D.E Kester 1978.. Plant Propagation. Principle and practices. Hall of India. New Delhi. p. 702.
Hartmann, et al. 2002. Plant Propagation. Principle and practices. 7th edition. Prentice Hall International Inc. New York. p. 770 .
Krismawati, A dan Sugiono. 2012. Kajian Penerapan Teknologi Usahatani Anggur di Kota Probolinggo. Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo. Madura.
Kusumo, S. 2004. Zat Pengatur Tumbuh. CV. Yasaguna. Jakarta. Hal 37-54.
Mardani, D. Y. 2005. Pengaruh jumlah ruas dan komposisi media tanam terhadap pertumbuhan bibit setek nilam (Pogostemon cablin Benth). Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Institut Pertanian (INTAN), Yogyakarta.
Nurcahyo, Eko, M. 2006. Anggur Dalam Pot. Penebar Swadaya. Jakarta.108 hal.
Sudomo, A. dkk. 2007. Pengaruh Jumlah Mata Tunas Terhadap Kemampuan Hidup Dan Pertumbuhan Stek Empat Jenis Hibrid Murbei. Balai Besar Penelitian Teknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.Yogyakarta.
Sutopo, L. 1992. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada Jakarta. Pp 237.
Yuniastuti. 2004. Perbanyakan Anggur. Penebar Semangat. Jakarta
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
PENDAHULUANIndonesia mempunyai potensi untuk
menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai masalah utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi, agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk mengembangkan kakao, yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2005).
Di wilayah Jawa Timur bagian barat terdapat pula perkebunan kakao rakyat. Perkebunan kakao tersebar di wilayah kabupaten Madiun, Ponorogo, Kediri, Magetan dan Pacitan. Potensi desa segulung kecamatan dagangan adalah areal untuk tanaman kakao seluas 298 ha dengan hasil produksi 655,6 ton per tahun. Dengan topografi wilayah ± 750 diatas permukaan laut, tekstur tanah remah sampai menggumpal, struktur tanah lempung sampai lempung berpasir dan tipe jenis tanah latosol (Laporan Monografi Kec.Dagangan, 2010) merupakan lokasi yang
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP BUDIDAYA TANAMAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
(Studi Kasus di Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun)
Ratna Mustika Wardhani 1) , Edy Prasetiyo 2)
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka MadiunAlumni Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun
Email : ratnamustikawardhani@yahoo.co.id
Abstract :
Cocoa is the economic mainstay of the plantation crop farmers in the area of Madiun Country, but the production and productivity of cocoa is still relatively low. Farming is still traditionally run like without the application of fertilizers, pest control (OPT) is not optimal and maximum maintenance such as pruning yet implemented. Therefore cocoa unable to give a maximum contribution to the income of the people in the district of Madiun. This study aims to determine the factors that affect the public perception for the cultivation of cocoa. The research was conducted in the village of the District Merchandise roll of Madiun. While research method implemented is descriptive research method and analysis method used is the method of Multiple Linear Regression analyst. The results of the study can be summarized as follows that the negative factors that influence public perception for the cultivation of cocoa is education (x1), the number of dependents (x2), age of the cocoa plant (x3), while the positive effect on public perception of aquaculture cocoa crop is the total land area (x4).
Keywords:
Perception, Society, Cocoa Plant
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 9
Faktor-faktor yang Mempengarui Persepsi Masyarakat
sesuai untuk budidaya kakao. Potensi suatu wilayah adalah kemampuan dari kondisi suatu wilayah dalam melaksanakan rangkaian aspek dalam kegiatan di komoditas kakao, mulai dari hulu sampai hilir.
Walaupun tanaman perkebunan seperti kakao menjadi andalan ekonomi petani di wilayah penelitian, namun produksi dan produktivitas kakao masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan petani masih menjalankan usahatani kakao secara tradisional seperti tanpa pemberian pupuk, pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT ) belum optimal dan pemeliharaan seperti pemangkasan belum maksimal dilaksanakan. Di lain pihak teknologi usahatani kakao sudah banyak dihasilkan, namun penyebaran ke tingkat petani atau pengguna belum optimal. Pertumbuhan harga kakao dipasaran yang semakin meningkat, namun demikian belum mendorong masyarakat untuk membudidayakannya secara signifikan, Oleh karena itu perlu adanya kajian tentang faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk berbudidaya kakao, mengingat potensi untuk tanaman kakao cukup tinggi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Masyarakat terhadap budidaya tanaman kakao ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat 2005). Krech dalam Rakhmat (2005) menyebutnya faktor fungsional dan faktor struktural.
Selain faktor-faktor kebutuhan di atas, Leavitt (1978) juga menyatakan bahwa cara individu melihat dunia berasal dari kelompoknya serta keanggotaannya dalam masyarakat, artinya terdapat pengaruh lingkungan terhadap cara individu melihat dunia yang dapat dikatakan sebagai tekanan-tekanan sosial.
Berdasarkan beberapa teori di atas dapat diketahui bahwa kebutuhan individu merupakan salah satu faktor penting yang
dapat mempengaruhi persepsi individu tersebut terhadap suatu obyek. Berkaitan dengan penelitian ini maka faktor personal atau faktor internal yang berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap potensi komoditas kakao, yaitu: umur, pendidikan, jumlah aggota keluarga, jumlah tanaman kakao, jumlah produksi kakao, umur tanaman kakao, luas lahan total dan luas lahan kakao.
Yuwono (2006) mengatakan bahwa umur merupakan karakteristik individu yang menggambarkan pengalaman dalam diri individu tersebut. Pada umumnya semakin tua seorang petani semakin sulit menerima suatu perubahan atau dengan kata lain sudah puas dengan kondisi yang dicapai. Hal ini sangat berkaitan dengan umur tanaman kakao, dimana umur tanaman menentukan tingkat produksi dari tanaman itu sendiri, tanaman kakao pada usia 10-15 tahun dalah umur produksi maksimal. Semakin tua umur tanaman akan mempengaruhi tingkat produksi tanaman, apabila umur kakao masih muda, maka tanaman kakao belum berproduksi.
Salah satu faktor yang dapat mengubah pola pikir dan daya nalar petani adalah pendidikan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan akan semakin rasional pola pikir dan daya nalarnya. Pendidikan sebagai suatu proses yang berpengaruh pada pembentukan sikap (termasuk persepsi), dikarenakan pendidikan meletakkan dasar pengetahuan dan konsep moral dalam diri individu. Pendidikan baik formal maupun non formal adalah sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pada umum-nya warga yang berpendidikan lebih baik akan mudah dan lebih mampu ber komunikasi dengan baik (Azahari 1988).
Jumlah anggota keluarga adalah banyak-nya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain
10 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Ratna Mustika Wardhani & Edy Prasetiyo
yang hidup dari pengelolaan sumberdaya yang sama. Jumlah anggota keluarga pada umumnya akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga yaitu bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan akan menurun bila ada peningkatan jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota keluarga inti responden.
Jumlah anggota keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil, keluarga sedang dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan empat orang. Keluarga sedang adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga antara lima sampai tujuh orang dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga lebih atau sama dengan delapan orang (Hurlock 1980).
Hubungan Karakteristik petani dan persepsi petani terhadap budidaya tanaman Kakao (Theobroma cocoa) dalam hal pelaksanaan kegiatan, tinggi rendahnya tingkat persepsi sesorang atau kelompok akan mendasari atau mempengaruhi tingkat peran serta dalam kegiatan. Persepsi yang baika terhadap sebuah program merupakan dasar dukungan dan motivasi positif untuk berperan serta, begitu pula sebaliknya persepsi yang buruk terhadap sebuah program merupakan penghambat bagi seseorang atau kelompok orang untuk berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan (Susiatik 1998).
Meskipun seseorang atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama, mengalami kejadian yang sama serta mengalami stimulan yang sama, kemungkinan terjadi peneriamaan, penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang mereka alami. Persepsi seperti juga sensasi yang dikatakan Rakhmat (2004) ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor-faktor personal yang secara langsung mempengaruhi persepsi adalah: (1)
pengalaman, yang tidak selalu diperoleh lewat belajar formal, (2) motivasi, (3) kepribadian.
Razak, A. (2006) menjabarkan bahwa alasan petani mengadobsi inovasi disebabkan oleh faktor situasi yaitu situasi dimana mereka mendapatkan dirinya sendiri dalam proses difusi inovasi, yang termasuk faktor ini diantaranya status kepemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber-sumber informasi yang digunakan dan tingkat kehidupan.
Hubungan karakteristik petani dengan persepsinya terhadap potensi komoditas kakao pada suatu wilayah diuraikan dibawah ini :
1) Umur
Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usaha taninya. Menurut Indrawijaya (2000), petani yang berusia lanjut akan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berfikir cara kerja dan cara hidup. Umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik dan respon terhadap hal-hal baru dalam menjalankan usaha taninya. Hal ini sangat berkaitan dengan umur tanaman kakao, dimana umur tanaman menentukan tingkat produksi dari tanaman itu sendiri, tanaman kakao pada usia 10-15 tahun dalah umur produksi maksimal. Semakin tua umur tanaman akan mempengaruhi tingkat produksi tanaman, apabila umur kakao masih muda, maka tanaman kakao belum berproduksi.
2) Tingkat Pendidikan
Mardikanto (1993) menerangkan pen-didikan merupakan proses imbal balik dari setiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesata. Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Tingkat pendidikan petani baik formal
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 11
Faktor-faktor yang Mempengarui Persepsi Masyarakat
maupun non formal akan mempengaruhi cara berfikir yang diterapkan pada usahanya yaitu dalam rasionalisasi usaha dan kemampuan memanfaatkan setiap kesempatan yang
3. Luas Kepemilikan Lahan
Menurut Rahardjo (1999) pemilikan lahan yang sempit cenderung pada sistem pertanian intensif, seperti pada lahan di Jawa pada umumnya. Sedang pada lahan yang luas cenderung ekstensif. Selain lahan memiliki fungsi produksi, lahan (tanah) juga untuk jaminan sebagai modal usaha pertanian. Sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat desa khususnya petani, luas lahan dan kondisi lahan sangat menentukan produksi dan pendapatan rumah tangga petani (Mardikanto, 1993).
Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan yang telah
diuraikan diatas penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui faktor-faktor yang mem-pengaruhi persepsi masyarakat terhadap budidaya tanaman kakao.
METODE PENELITIANPenentuan Lokasi Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yakni di desa Segulung kecamatan dagangan kabupaten madiun dengan pertimbangan berdasarkan hasil data dari badan pusat staistik (BPS) tahun 2010 produksi kakao terbesar di kabupaten Madiun terletak di kecamatan Dagangan dan desa Segulung merupakan desa dengan jumlah populasi tanaman kakao terbesar.
Metode Pengambilan SampelSampel Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini diawali dengan penentuan lokasi daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive
sampling). Selanjutnya dari desa yang terpilih diambil sampel responden secara acak (random sampling) untuk memastikan bahwa segmen dari populasi dapat terwakili dalam sampel, sebanyak 10 persen dari populasi yang ada. Mengingat populasi petani lebih dari seratus orang, maka dilakukan sampling dengan prosedur pengambilannya merujuk prosedur yang dikemukakan oleh Arikunto (1998), apabila populasi lebih dari seratus orang, dapat diambil sampel sebanyak antara 10-25 % dan apabila populasi sama atau kurang dari seratus orang harus diambil semua. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam penelitian ini dari 1340 kepala keluarga yang tersebar dalam 6 dusun, ditetapkan sampel penelitian setiap dusun 10 orang sehingga jumlah sampel penelitian 60 orang.
Cara Pengumpulan Data
a. Teknik Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara peneliti dengan petani untuk memperoleh data-data yang diperlukan berdasarkan jawaban jawaban langsung dari petani.
b. Teknik Pencatatan
Pencatatan adalah cara memperoleh data dengan mencatat data dari berbagai instansi atau dinas atau lembaga dari tingkat kabupaten ataupun provinsi sampai tingkat desa yang didasarkan atas laporan serta catatan yang ada, dan hasilnya merupakan data sekunder.
c. Teknik Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tetapi dengan jalan meng-
amati obyek yang diteliti. Observasi di sini bertujuan mencocokkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang ada.
12 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Ratna Mustika Wardhani & Edy Prasetiyo
Sumber data
a. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden atau petani. Alat bantu yang digunakan adalah kuisioner atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
b. Data sekunder yaitu data terdokumentasi yang relevan yang dapat diperoleh dari berbagai sumber yang dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan mulai dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa.
Metode analisa
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada. Penelitian deskriptif perlu menciptakan konsep-konsep ilmiah, sekaligus berfungsi dalam mengadakan suatu spesifikasi mengenai gejala-gejala fisik maupun sosial yang dipersoalkan. Hasil penelitiannya memberikan gambarkan objek yang diteliti (Moh. Pabunda, 2006). Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dianalisa dan selanjutnya disimpulkan. Jenis analisa yang dilakukan adalah:
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode statistika yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi (Suharyadi dan Purwanto, 2008). Analisis deskriptif di lakukan untuk mengetahui karakteristik petani meliputi umur, pendidikan, status lahan, luas lahan total, jumlah anggota keluarga, jumlah tanaman kakao, luas lahan kakao dan umur tanaman kakao.
2. Uji Validitas
Validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen yang dimaksud untuk mengukur suatu variabel persepsi masyarakat terhadap potensi komoditas kakao dan kemudian menghasilkan informasi mengenai persepsi masyarakat, dikatakan sebagi alat ukur tersebut memiliki validitas yang tinggi. Uji validitas di gunakan sebagai instrumen yang mengukur data (Suliyatno, 2005).
3. Analisis regresi Liner Berganda
Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu peubah bebas (independent variable) dengan satu peubah tak bebas (dependent variable) dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau meramalkan nilai peubah tak bebas didasarkan pada nilai peubah bebas yang diketahui (Widarjono, 2005). Untuk menyatakan kuat tidaknya hubungan linier antara peubah penjelas dan peubah bebas dapat diukur dari koefisisen korelasi ( coefficient correlation) atau R, dan untuk melihat besarnya sumbangan (pengaruh) dari peubah bebas terhadap perubahan peubah tak bebas dapat dilihat dari koefisien determinasi (coefficient of determination) atau R2.
4. Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap budidaya tanaman kakao digunakan analisis regresi berganda dengan formulasi sebagai berikut (Sugiyono, 2002).
Y= a+bX1+cX2+∑...........n
Dimana :
• Y = Persepsi Masyarakat (∑ tanaman kakao)
• a = konstanta
• b = koefisien regresi
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 13
Faktor-faktor yang Mempengarui Persepsi Masyarakat
• X1 = Pendidikan
• X2 = Jumlah tanggungan Keluarga
• X3 = umur tanaman kakao
• X4 = Luas lahan
HASIL DAN PEMBAHASANKarakteristik Responden
Dari hasil penelitian dapat diketahui karakteristik responden sebagai berikut :
Karakteristik petani yang diamati dalam penelitian ini adalah karakteristik internal dan karakteristik eksternal yang meliputi:
1). Umur
2). Pendidikan
3). Luas lahan
4). Status Lahan
5). Tanggungan Keluarga
Tabel 1. Karakteristik petani kakao di desa Segulung tahun 2013
No Karakteristik
Kate
gori
Resp
on de
n (n
)
Pers
en (%
)
1 UmurMuda (28 - 50 tahun)
30 50
Tua (51 - 80 tahun)
30 50
1002 Pendidikan SD 43 71,7
SLTP 11 18,3SLTA 4 6,7> SLTA 2 3,3
1003 Luas Lahan < 15000 m² 49 81,7
≥ 15000 m² 11 18,3100
4 Status Lahan Sewa 2 3,3Sendiri 58 96,7
100
5 Tanggungan keluarga
1 - 4 orang 36 60
> 4 orang 24 40100
6 Umur tanaman kakao
5 tahun 2 3,3
10 tahun 5 8,415 tahun 20 33,3≥ 20 tahun 33 55
100
Keterangan: n = 60
Sumber : Data Rekapitulasi tingkat Desa/ Kelurahan Desa Segulung, 2012
Umur
Tabel 1 menunjukkan umur petani sebagai sampel penelitian mengenai persepsi petani terhadapa potensi komoditas kakao berkisar antara 28- 50 tahun termasuk dalam kategori muda (50%) dan (50%) berkategori tua. Secara umum tabel 1 menunjukkan pengambilan sampel mengenai persepsi petani terhadap potensi komoditas kakao terbagi rata. Dimana semakin muda usia petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui. Petani yang berumur tua biasanya mempunyai pengalaman yang lebih lama dalam budidaya pertanian, sulit menerima inovasi baru dan persepsi yang diberikan berdasar pengalaman.
Pendidikan
Tingkat pendidikan petani 71,7% ber-pendidikan SD, petani memiliki tingkat pendidikan yang rendah yang menye-babkan pada analisa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat untuk budidaya tanaman kakao berpengaruh negatif. 18,3% SLTP. 6,7% SLTA dan 3,3% berpendidikan SLTA dan tingkatan diatasnya. Latar belakang pendidikan responden yang 100% menyelesaikan pendidikan merupakan
14 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Ratna Mustika Wardhani & Edy Prasetiyo
modal mereka terhadap adopsi inovasi. Tingkat pendidikan responden tersebut akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap adopsi inovasi. Seperti yang diungkapkan Moh.Pabunda (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin tinggi pula kemampuanya untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang diperkenalkan kepadanya.
Luas Lahan
Rata-rata luas lahan yang digarap untuk usahatani dan perkebunan kakao rakyat adalah 0,763519 ha, dengan kisaran paling sempit 0,1333 ha dan terluas 3 ha. Pada umumnya petani memiliki luas lahan sempit (81,7%) dan selebihnya memiliki lahan yang luas (18,7%). Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa petani yang menggarap lahan yang luas umumnya mempunyai status sosial ekonomi yang lebih baik dan lebih banyak dapat memanfaatkan lahan untuk peningkatan produksi. Budidaya kakao yang dilaksanakan di wilayah penelitian sudah sesuai dengan teknis budidaya kakao, hanya umur tanaman yang sudah tua dan peremajaan tanaman yang sulit dilaksanakan. Petani yang menjaga kualitas tanaman agar tetap bagus menyatakan bahwa tanaman kakao adalah tanaman yang sangat menguntungkan karena berbuah sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Status Kepemilikan Lahan
Status lahan yang digarap sebagian besar (96,7%) adalah pemilik, sisanya sebanyak (3,3%) adalah lahan sewaan. Faktor ini dapat menjadi salah satu pendukung, dikarenakan status lahan milik sendiri akan menimbulkan efek ketenangan dan dapat digunakan sebagai sarana menambah modal atau jaminan modal usaha untuk peningkatan produksi. Status lahan yang digarap mayoritas adalah pemilik menjadikan petani memperoleh pendapatan tetap dari hasil lahan garapan, walaupun besarnya pendapatan tidak tentu.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Sebagian besar petani (60%) memiliki tanggungan keluarga tergolong kategori kecil (1-4 orang), (40%) petani memiliki keluarga lebih dari 4 orang dalam satu rumah. 60 % petani memiliki tanggungan keluarga antara 1-4 orang, dimana dari keseluruhan keluarga menjadi tanggung jawab kepala keluarga. Tanggungan keluarga mendorong kepala keluarga untuk melaksanakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini nampak nyata pada hasil analisa yang menyatakan bahwa semakin besar tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap persepsi masyarakat yang dinyatakan oleh jumlah tanaman kakao. Semakin besar tanggungan keluarga akan mempengaruhi petani untuk melaksanakan kegiatan budidaya yang lebih mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pada intinya, persepsi masyarakat terhadap budidaya tanaman kakao akan semakin menurun dengan jumlah tanggungan keluarga yang meningkat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah harga kakao yang fluktuatif. Besar kecilnya keluarga akan mempengaruhi petani dalam mempertimbangkan keputusan dalam menjalankan usaha taninya. Seperti diungkapkan oleh Soekartawi (1988) bahwa anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu adopsi inovasi. Selain mempengaruhi hal diatas, jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat pendapatan petani dari hasil di bidang pertanian. Semakin kecil jumlah tangungan keluarga dan jumlah pendapatan keluarga semakin besar maka tingkat kesejahteraan keluarga akan semakin meningkat. Sebaliknya semakin besar tanggungan keluarga dengan pendapatan yang kecil atau besar maka tingkat kesejahteraan keluarga akan kurang.
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 15
Faktor-faktor yang Mempengarui Persepsi Masyarakat
Pada intinya tingkat kesejahteraan petani ditentukan oleh besarnya pendapatan terhadap jumlah tanggungan keluarga.
Tabel.2 Statistik Deskriptif
Sampel Rata-rata
Simpangan baku
Persepsi_masyarakat (Y)
60 260.83 255.703
Pendidikan (X1)
60 1.42 .766
Tanggungan_keluarga (X2)
60 4.22 1.439
Umur_Tan_Kakao (X3)
60 17.22 4.113
Luas_Lahan (X4)
60 7658.98 8221.840
Valid N (listwise)
60
Tabel 2 dapat dideskripsikan dari masing-masing variabel. Rata-rata persepsi masyarakat yang di tentukan oleh jumlah kepemilikan tanaman kakao adalah 260,83 dengan simpangan baku 255,703, tingkat pendidikan rata-rata 1,42 dimaksudkan tingkat
pendidikan mayoritas antara tamat SD dan SLTP dengan simpangan baku 0,766, jumlah tanggungan keluarga rata-rata 4,22 (diatas standar keluarga kecil) dengan simpangan baku 1,439, umur tanaman kakao rata-rata 17,22 tahun (dalam usia yang diatas usia puncak produktif ) dengan simpangan baku 4,113 dan luas lahan kakao yang dimiliki rata-rata 2552,68 atau ¼ ha dengan simpangan baku 2740,567. Tidak terdapat data yang hilang (missing), dapat dilihat pada tabel 1 data yang dianalisis adalah 60.
Tabel 3 Uji Validitas
Koefisien Korelasi Signifikan KK NY 1.000 . 60X1 .091 .489 60X2 .141 .282 60X3 -.207 .112 60X4 .527” .000 60
Tabel 3 dapat dilihat besarnya korelasi antara X4 dan Y adalah 0,527. Nilai probabilitas sig. (2-tailed) adalah 0,000(<0,05), berarti kuisioner yang digunakan reliabel sehingga alat siap untuk digunakan pada penelitian.
Tabel 4. Hasil Analisa Regresi
Y X1 X2 X3 X4Spearman’s rho Y Koefisien korelasi 1.000 .091 .141 -.207 .527**
Signifikansi KK . .489 .282 .112 .000Jumlah sampel 60 60 60 60 60
X1 Koefisien korelasi .091 1.000 .025 .094 .202Signifikansi KK .489 . .848 .474 .122Jumlah sampel 60 60 60 60 60
X2 Koefisien korelasi .141 .025 1.000 .198 .119Signifikansi KK .282 .848 . .130 .365Jumlah sampel 60 60 60 60 60
X3 Koefisien korelasi -.207 .094 .198 1.000 -.132Signifikansi KK .112 .474 .130 . .315Jumlah sampel 60 60 60 60 60
X4 Koefisien korelasi .527** .202 .119 -.132 1.000Signifikansi KK .000 .122 .365 .315 .Jumlah sampel 60 60 60 60 60
**. Singnifikan korelasi 0,01
16 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Ratna Mustika Wardhani & Edy Prasetiyo
Besar hubungan antar variabel Y dan X1 = 0,091, Y dan X2 = 0,141, Y dan X3 = -0,207 dan Y dan X4 = 0,527. Tingkat signifikansi koefisien korelasi dari output menghasilkan angka 0,489, 0,282, 0,112 dan 0,000 maka korelasi yang nyata terjadi hanya untuk variabel X4.
Model VariabelVariabel yang dikeluarkan
Metode
1 X1, X2, X3, X4
. Enter
2 . X2 Backward
3 . X1 Backward
4 . X3 Backwarda. semua variabel model enter pada no 1, pada no 2, 3, 4 digunakan metode backwardb. variabel terikat: PERSEPSI_MASYARAKAT
Dengan metode backward dapat dideteksi bahwa variabel jumlah tnggungan keluarga, pendidikan dan umur tanaman kakao tidak mempunyai pengaruh terhadap persepsi masyarakat, sehingga X1, X2 dan X3 dikeluarkan dari analisis
Model Summary
ModelKoefisien Korelasi
Koefisien Deter-minasi
Adjusted R Square
Standar eror
1 .250a .062 -.006 256.4382 .245b .060 .009 254.4963 .238c .057 .023 252.6834 .217d .047 .031 251.752
a. variabel analisis : X1,X2,X3,X4b. variabel analisis :X2,X3,X4c. variabel analisis :X3,X4d. variabel analisis : X4
SIDIK RAGAMModel Derajat bebas Mean Square F hitung Signifikan F tabel
1 Regresi 4 60205.081 .916 .462a 2,54Residual 55 65760.691
Total 592 Regression 3 76876.840 1.187 .323b 2,77
Residual 56 64768.354Total 59
3 Regression 2 109135.075 1.709 .190c 3,16Residual 57 63848.915
Total 594 Regression 1 181678.655 2.867 .096d 4, 01
Residual 58 63378.960Total 59
Pada baris pertama, kedua dan ketiga kolom tabel 4 analisa regresi pada model summary saat variabel X1, X2, X3 belum dikeluarkan, Koefisien determinasi sebesar -0,006, 0,009 dan 0,023. Baris ke empat model baru setelah variabel tanggungan keluarga, pendidikan dan umur tanaman dikeluarkan dari hasil analisis dan menghasilkan koefisien determinasi (R²) sebesar 0,031 yang menunjukkan hubungan variabel yang
berpengaruh nyata. Semakin tinggi R² akan semakin baik bagi model regresi. Koefisien determinasi sebesar 0,031 berarti variasi persepsi masyarakat dapat diterangkan 31% oleh faktor luas lahan. Sedangkan sisanya sebesar 69% di pengaruhi oleh faktor lain selain 4 faktor yang diajukan.
Pada tabel 4 hasil Anova dapat dilihat nilai F hitung pada baris satu 0,916, F tabel 0,05
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 17
Faktor-faktor yang Mempengarui Persepsi Masyarakat
(4:55) adalah 2,54, F hitung pada baris dua 1,187, F tabel 0,05 (3:56) adalah 2,77, F hitung pada baris tiga 1,709, F tabel 0,05 (2:57) adalah 3,16, F hitung pada baris lima 2,867, F tabel 0,05 (1:58) adalah 4, 01 oleh karena F hitung lebih kecil dari F tabel maka hipotesa yang diajukan di tolak. Dengan tabel coeficients dilakukan uji t untuk menguji signifikansi koefisien regresi dari setiap variabel independent. Hipotesis =
Ho : Koefisien regresi non signifikan
Ha : Koefisien regresi signifikan
Jika propabilitas > 0,05 Ho diterima
Jika propabilitas < 0,05 Ho ditolak
Dari keempat variabel hanya variabel luas lahan kakao yang memiliki propabilitas lebih kecil dari 0,05 maka variabel X4 berpengaruh nyata atau signifikan dan variabel X1, X2 dan X3 tidak berpengaruh nyata atau non signifikan. Maka Ho diterima, dan dinyatakan koefisien regresi tidak signifikan.
KESIMPULANBerdasarkan pembahasan di atas, maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik responden adalah 50% kategori muda dan 50% kategori tua, dengan 100% responden menyelesaikan pendidikan formal yaitu 71,7% tamat SD, 18,3 tamat SLTP, 6,7% tamat SLTA dan 3,3 tamat pendidikan diatas SLTA. Rata-rata kepemilikan lahan 0,763519 ha dengan mayoritas status kepemilikan lahan sendiri dan jumlah tanggungan keluarga antara 1- 4 orang.
2. Dari hasil analisa diperoleh persamaan:
Y=368,909-19,400X2-9,305-5, 479X3 + 0,021X4
Dimana faktor-faktor yang diajukan berpengaruh terhadap Y, baik pengaruh positif maupun negatif.
3. Variabel- variabel yang dikeluarkan dari persamaan di atas adalah tingkat
pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2) dan umur tanaman kakao (X3). Sehingga persamaan diatas dapat diuraikan bahwa koefisien regresi X4 = 0,021, artinya dengan menambahkan luas lahan sebesar 0,21 akan menambah jumlah tanaman sebesar 1 tanaman
4. Variabel luas lahan total yang dimiliki responden mempunyai pengaruh terhadap persepsi masyarakat, dimana apabila luas lahan bertambah sebesar 0,020 m² akan mempengaruhi persepsi masyarakat sebesar 1.
DAFTAR PUSTAKAAnonimous, 2008. Prospek dan Arah Pengem-
bangan Agribisnis Kakao Final, Kompas, hlm. 4
Anonimous, 2010. Profil desa Segulung Kecamatan Dagangan kabupaten Madiun.
Arikunto, S. 1998 Prosedur Penelitian , PT. Rineka Cipta. Jakarta
Arifin, Bustanul., 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia. Erlangga, Jakarta, hlm. 77
Azahari J.1998 Komunikasi Massa dan Pem-bangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga . Suatu Pengantar. Gramedia Jakarta.
Moh Pabunda,Tika,2006 Budaya Organisasi dan peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta. Bumi Aksara.
Hurlock, Elizabeth B. 1980 “Psikolgi Perkembangan” Erlangga , Jakarta.
Indrawijaya, I.2000, Perilaku Organisasi, Sinar Baru Algensindo, Bandung
Mardikanto T, 1993 Penyuluh Pembangunan Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Rakhmat, 2005 , Psikologi Komunikasi, Remaja Rosda Karya, Edisi Revisi, Bandung.
18 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Ratna Mustika Wardhani & Edy Prasetiyo
Rahardjo,1999 Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gajah Mada University Press.
Razak, A. 2006 Pembinaan dan Pengembangan Desa Kakao. Skripsi S1 Universitas Sumatra Utara.
Soekartawi,1988 Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian , Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Sugiyono,2002 Metode Penelitian Bisnis PT Gramedia Pustaka Utama . Jakarta
Suharyadi dan Purwanto, 2008 Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, Salemba Empat: Jakarta.
Susiatik, Titik , 1998 “Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Kegiatan Pembangunan Desa Hutan Terpadu (PMDHT). Di Desa Mojorejo, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Dati II, Grobogan Jawa Tengan” Tesis Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Widarjono, Agus, 2005 Ekonometrika Teori dan Aplikasinya , Edisi Pertama Yogyakarta : Ekonisia.
Yuwono, S, 2006 Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Hutan Rakyat Pola kemitraan di Kabupaten Musi Rawas Propinsi Sumatra Selatan (tesis) Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
VOLUME POHON BERDIRI PETAK 3a, RPH SALAM. BKPH LAWU UTARA. KPH LAWU DS
Aris Sulistiono 1), Ahadiati Rohmatiah 2) 1) Alumni D3 Manajemen Hutan Universitas Merdeka Madiun,
2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun
Abstract
Wood is still an important product in forest management activities, therefore the tree volume estimation, measurement of the dimensions of the tree must be done carefully in order to obtain an accurate estimate of the volume of trees that are approaching the estimated volume of the actual volume value. Quality allegations tree volume depends on several factors, including: the level of accuracy desired, tree characteristics, measurement methods, tools used, the current state of the tree dimensional measurement and volume equation used. Estimation of the volume of standing trees research is done in pine plantations (Pinus Jung et de Vriese), in plot 3 a RPH Salam, BKPH North Lawu, KPH Lawu DS, Class VIII KU Forest planting year 1971. Selection of forest class (KU) VIII in this study caused the average grade woods RPH Salam entry into VIII KU and KU logging targets became possible when the time has been unproductive in producing. sap. From the research, the calculation of total sample volume manually tree stand at 171.92 m3 or an average of 2,097 m3 / tree with a minimum volume of 0562 m3 and a maximum of 6.773 m3. Based on the criteria of R2, RSS and SE then elected volume prediction model is Model quadratic equation Y = -1.157 + 2.606 + 15.056 dbh dbh2 .. R2 = 0.996, RSS = 0.1078, SEE = 0107. In calculating the volume using quadratic models shows that the total volume of 82 samples obtained tree volume amounted to 171.87 m3 models or an average of 2,096 m3 / tree. The minimum volume of 0,550 m3 and a maximum of 6.473 m3. Based on t test. test found that t value of 0.053 while t table at 82-1 df = 81 5% (α = 0.05) of 1.615, t (<) is smaller than t table so there is no difference sigifikan / evident between calculations manual volume with the volume calculation using a quadratic models.
Keywords:
Tree volume, dbh, tree height, form factor, taper function, importance sampling, centroid sampling.
PENDAHULUANSalah satu cara penaksiran volume batang
pohon yang dirasakan cukup praktis adalah dengan menggunakan tabel volume. Tabel volume adalah sebuah tabel yang digunakan untuk menentukan volume kayu pohon
berdiri berdasarkan dimensi-dimensi penentu volume (biasanya diameter setinggi dada, tinggi pohon, dan/atau angka bentuk), yang dibuat dengan menggunakan persamaan volume batang melalui analisis regresi. Untuk penyusunan persamaan volume
20 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
menggunakan persamaan regresi tersebut diperlukan data dimensi pohon contoh yang disebut dengan pohon model. Pohon model diambil dari populasi dengan memperhatikan keterwakilan dalam hal sebaran lokasi dan keragaman dimensi pohon dalam populasi tersebut. Loetsch, Zohrer dan Haller (1973) menyarankan bahwa jumlah pohon model berkisar 50-100 pohon atau lebih. Pohon model yang dipilih adalah pohon-pohon yang memiliki performansi bagus, sehat dan tumbuh normal. Untuk mendapatkan data pohon model (terutama tinggi pohon dan diameter perseksi) pada pohon berdiri sangatlah sulit, kecuali pengukuran dilakukan pada pohon rebah saat sedang ada penebangan. Sengaja menebang 50-100 pohon contoh dengan kondisi pohon yang baik padahal belum saatnya menebang dirasakan sayang. Kalaupun dikaitkan dengan kegiatan penjarangan, penjarangan pada umumnya dilakukan dengan menebang pohon-pohon yang performansinya kurang bagus.
Dewasa ini studi mengenai potensi hutan (Volume) menjadi penting. Salah satunya adalah studi mengenai potensi tegakan, Salah satu faktor yang menentukan dalam menganalisa potensi hutan adalah dengan metode pengukuran. Ada dua metode yang biasa digunakan untuk menduga potensi tegakan hutan yaitu pertama dengan cara pengukuran tidak langsung dengan cara konversi potensi tegakan dengan menggunakan satu parameter saja (diameter setinggi dada). Metode ini paling banyak di gunakan dengan cara mengunakan model regresi dari berbagai model pertumbuhan yang ada. Dan kedua dengan pengukuran langsung dengan cara menggunakan alat atau metode tertentu. Biasanya dilakukan dengan cara mengukur keliling pohon, tinggi dan menggunakan faktor koreksi (fp) pada batang.
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Pada hutan kelas Perusahaan Pinus hasil Getah merupakan andalan utama (produk Primer) sedangkan hasil kayunya sebagai produk sekunder setelah tidak lagi produktif menghasilkan getah. Tabel Volume Lokal kayu Pinus tidak tersedia akan tetapi TVL untuk produksi Getah masuk dalam buku RPKH. Tanaman Pinus yang digunakan dalam pendugaan table volume lokal masuk Kelas Umur (KU) VIII. Pemilihan kelas hutan (KU) VIII dalam penelitian ini disebabkan rata-rata kelas hutan di RPH Salam masuk KU VIII dan di mungkinkan menjadi KU target tebangan bila nantinya sudah tidak produkstif dalam menghasilkan getah.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengukur dan menghitung volume tegakan berdiri
2. Menghasilkan prediksi volume pohon berdiri jenis Pinus Merkusii mendekati kenyataan lapangan sebagai dasar dalam perencanaan produksi hasil hutan berupa kayu secara berkelanjutan.
3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil pengukuran antara pengukuran volume secara manual dengan peng-ukuran volume menggunakan model
Inventore hutan merupakan prosedur untuk memperoleh informasi tentang kuantitas dan kualitas sumber daya hutan dan karakteristik areal pada pohon-pohon tumbuh. Apabila hutan yang diinventarisasi cukup luas, cara pengukuran 100% akan terlalu banyak memerlukan waktu, tenaga, dan biaya; maka diperlukan sampling. Pada umumnya sampling dalam inventore hutan hanya dianggap sebagai cara penempatan sampel untuk pengukuran volume kayu di lapangan (Simon, 2007).
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 21
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
Parameter pohon yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan, parameter pohon tersebut antara lain adalah diameter batang, tinggi pohon, tinggi batang pokok (tinggi batang bebas cabang), diameter tajuk, dan volume. Simon (2007)
Diameter pohon setinggi dada lazim digunakan dalam pelaksanaan pengukuran diameter pohon yang juga berpengaruh baik terhadap perhitungan luas bidang dasar (lbds) dan volume tegakan, pada umumnya diameter setinggi dada (dbh) diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah (Simon, 2007). Selanjutnya dikatakan tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap, secara khusus tinggi pohon dapat dihubungkan dengan umur tegakan untuk menentukan kelas kesuburan tanah (bonita).
Beberapa macam tipe tinggi pohon yang diukur dalam inventarisasi hutan, antara lain adalah tinggi total, tinggi batang bebas cabang, tinggi batang komersial, dan tinggi tunggak. Setelah diameter, tinggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama diamater, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap beberapa macam tinggi pohon (Simon. 2007)
Faktor bentuk (f ) diperlukan sebagai penghubung antara volume suatu silinder dengan volume batang atau pohon. Dalam perhitungan nilai faktor bentuk dapat berbeda-beda tergantung pada diameter mana yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan diameter silindrisnya. Untuk sebagian besar pohon tropis, bila belum tersedia tabel faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,7 (Banyard, 1973 dalam Simon, 2007). Bentuk batang berkaitan dengan perubahan diameter batang karena perubahan tinggi pengukuran. Karena perbedaan diameter pada berbagai macam ketinggian ini, maka secara umum ada tiga
macam bentuk batang, yaitu pada pangkal, berbentuk neloid. pada bagian tengah, berbentuk silinder atau poraboid, dan pada ujung pohon bentuk konus.
Pengukuran Diameter
Muhdin (2012) menyatakan diameter adalah sebuah dimensi dasar dari sebuah lingkaran. Diameter batang didefinisikan sebagai panjang garis antara dua buah titik pada lingkaran di sekeliling batang yang melalui titik pusat (sumbu) batang. Diameter batang adalah dimensi pohon yang paling mudah diperoleh/diukur terutama pada pohon bagian bawah. Tetapi oleh karena bentuk batang yang pada umumnya semakin mengecil ke ujung atas (taper), maka dari sebuah pohon akan dapat diperoleh tak hingga banyaknya nilai diameter batang sesuai banyaknya titik dari pangkal batang hingga ke ujung batang. Oleh karena itulah perlu ditetapkan letak pengukuran diameter batang yang akan menjadi ciri karakteristik sebuah pohon. Atas dasar itu ditetapkanlah diameter setinggi dada atau dbh (diameter at breast height) sebagai standar pengukuran diameter batang. Sekurangnya ada tiga alasan mengapa diameter diukur pada ketinggian setinggi dada: (1) alasan kepraktisan dan kenyamanan saat mengukur, yaitu pengukuran mudah dilakukan tanpa harus membungkuk atau berjingkat; (2) pada kebanyakan jenis pohon ketinggian setinggi dada bebas dari pengaruh banir; (3) dbh pada umumnya memiliki hubungan yang cukup erat dengan peubah-peubah (dimensi) pohon lainnya.
Selain mudah diperoleh/diukur, dbh juga merupakan dimensi pohon yang akurasi datanya paling mudah dikontrol. Oleh karena itulah dbh lebih sering digunakan sebagai pengubah penduga dimensi-dimensi pohon lainnya.
22 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
Selain untuk keperluan pendugaan dimensi pohon lainnya, diameter setinggi dada (dbh) biasanya diukur sebagai dasar untuk keperluan perhitungan lebih lanjut, misalnya untuk menentukan luas bidang dasar, dan volume. Luas bidang dasar pohon (B = lbds) adalah luas penampang lintang batang, sehingga dapat dinyatakan sebagai : B = ¼π D² ; di mana D = dbh. Selanjutnya perkalian antara luas bidang dasar pohon dengan tinggi (T) pohonnya kemudian dikalikan lagi dengan nilai faktor bentuk (f ), maka akan diperoleh volume (V) batang pohon tersebut, yang dapat diformulasikan sebagai : V = B.T.f. Dari hasil penelitian dengan menggunakan empat jenis pohon (red maple, yellow poplar, red oak dan white oak) di West Virginia, USA, Wiant (1988) menunjukkan bahwa untuk keempat jenis pohon tersebut, ternyata dbh bukanlah merupakan ukuran diameter terbaik di dalam menduga dimensi volume. Hal itu ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi tertinggi hubungan antara diameter dengan volume diperoleh pada saat diameter pada bagian batang yang lebih tinggi dibanding dbh. Hasil penelitian tersebut, tampaknya mengilhami pengembangan metode perhitungan / pendugaan volume pohon baik pohon berdiri maupun yang sudah ditebang (rebah), dari yang semula selalu tetap menggunakan dbh sebagai salah satu dimensi dasarnya menjadi diameter bagian lain yang letaknya pada batang bervariasi sesuai karakteristik dari masing-masing batang atau pohon tersebut. Hal ini akan di bahas lebih lanjut pada bagian tentang volume.
Menurut Simon (2007) pengukuran diameter pohon pada prinsipnya adalah mengasumsikan bahwa keliling pohon merupakan lingkaran dan pengukuran dapat dilakukan pada tempat-tempat tetap pada ketinggian pohon. Untuk menyatakan hal itu kemudian orang menentukan patokan tempat pengukuran diameter, yang lazim
disebut diameter setinggi dada (dbh) atau kira-kira 1,3 m dari permukaan tanah.
Lebih lanjut simon (2008) menyatakan bahwa pengukuran diameter batang setinggi dada karena di samping mudah dalam pelaksanaannya, juga berpengaruh baik terhadap perhitungan luas bidang dasar dan volume tegakan.
Menurut Pambudhi (2008), Untuk mengetahui volume diperlukan pengukur-pengukur pohon yang lain, yaitu diameter, tinggi dan bentuk pohon. Dari ke tiga pengukur ini, diameter dianggap yang ter-penting, antara lain karena :
1. Mudah diukur dan sudah terbukti ber-hubungan dengan tinggi, bentuk, volume.
2. Diameter dapat digunakan untuk men-duga variabel lain, misalnya banyaknya daun untuk pakan ternak, banyaknya karet yang dihasilkan, volume tajuk dan lain-lain.
3. Disitribusi diameter; sebuah distribusi yang menggambarkan banyaknya pohon dalam kelas-kelas diameter, merupakan salah satu hasil inventarisasi yang penting, khususnya untuk hutan tanaman.
Penggunaan kata “diameter “ sebenarnya sudah mengandung pengertian bahwa lingkar batang pohon diasumsikan berbentuk lingkaran. Dalam kenyataannya, lingkar pohon bisa mempunyai berbagai bentuk dan ini akan mengakibatkan kesalahan pendugaan volume.
Diameter pohon adalah garis lurus dari sebuah titik di lingkar batang, yang melalui titik pusat batang sampai ke titik perpotongan lingkar batang yang lain. Posisi pengukuran diameter yang menjadi acuan adalah pada ketinggian 1,3 m dari atas tanah. Diameter ini disebut dengan diameter setinggi dada atau diameter acuan dan dilambangkan dengan d
1.3. Ketinggian ini diambil dengan asumsi
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 23
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
bahwa pada tinggi 1,3 m dari tanah pengaruh perbesaran batang bagian bawah tidak lagi berpengaruh.
Banyak alat yang digunakan untuk meng-ukur diameter. Beberapa diantaranya yang terpenting untuk mengukur diameter pohon adalah: pita ukur, caliper, garpu ukur, biltmore stick, wheeler pentaprism dan relaskop. Ke empat alat ukur diameter yang pertama, digunakan untuk pengukuran diameter yang dapat dijangkau, sedang wheeler pentaprism dan relaskop digunakan untuk mengukur diameter-diameter atas. Untuk mengukur diameter anakan, biasanya digunakan orang mikrocaliper (Pambudhi, 2008).
Setelah diameter, t inggi pohon merupakan parameter lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama dengan diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap (simon, 2007). Muhdin (2012) menjelaskan tinggi pohon adalah salah satu dimensi yang harus diketahui untuk menghitung nilai volume pohon. Selain itu, peninggi yang didefinisikan sebagai rata-rata 100 pohon tertinggi yang tersebar merata dalam areal 1 hektar, dikaitkan dengan umur tegakan jenis pohon tertentu adalah merupakan komponen informasi yang diperlukan untuk menentukan indeks tempat tumbuh atau kualitas tempat tumbuh (bonita) yang mencerminkan produktivitas lahan dalam memberikan hasil (potensi tegakan).
Pengukuran tinggi pohon pada umumnya menggunakan salah satu atau kombinasi dari dua prinsip berikut :
1. Prinsip geometri atau prinsip segitiga sebangun
2. Prinsip trigonometri atau prinsip peng-ukuran sudut.
Terdapat hubungan yang erat antara dbh dengan tinggi pohon, maka secara fungsional tinggi pohon dapat juga diduga oleh dbh. Cara
ini dirasa lebih mudah dan praktis dibanding harus mengukur langsung tinggi pohon.
volume pohon adalah besarnya massa kayu sebatang pohon hingga tinggi batang tertentu dan diameter tertentu. Volume pohon merupakan ukuran tiga dimensi(L3) dan tinggi pohon berdimensi satu (L1), serta faktor bentuk pohon. Volume pohon umumnya dinyatakan dalam bentuk satuan kubik (Muhdin, 2012).
Volume pohon dapat diduga dalam keadaan berdiri atau rebah, tentu saja pengukuran pada pohon rebah dianggap lebih teliti daripada pengukuran pada pohon berdiri. Untuk menentukan volumenya, batang pohon dibagi menjadi seksi-seksi yang pendek, kemudian seksi pendek ini dianggap mempunyai bentuk geometrik yang sempurna. Panjang seksi yang digunakan bisa absolut, bisa relatif. Untuk panjang absolut, panjang seksinya bisa sama atau berbeda. Untuk pengukuran bentuk pohon, maka panjang seksi yang digunakan harus panjang relatif (Pambudhi, 2008).
Cara penentuan volume pohon yang paling praktis adalah dengan menggunakan tabel volume pohon. Tabel volume pohon adalah suatu tabel yang berisi nilai-nilai dugaan volume pohon pada ukuran diameter atau diameter dan tinggi pohon tertentu. Berdasarkan peubah penduga yang digunakan, tabel volume pohon dibedakan menjadi : tabel volume lokal, tabel volume baku dan tabel volume dengan kelas bentuk. Tabel volume lokal atau dikenal juga dengan istilah tariff volume adalah tabel volume dengan menggunakan dbh sebagai penduganya. Tabel volume baku adalah tabel volume dengan menggunakan dbh dan tinggi pohon sebagai peubah penduganya. Tabel volume dengan kelas bentuk adalah semacam tabel volume baku yang dibuat untuk setiap kelas bentuk batang.
24 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
Tabel volume dibuat berdasarkan persamaan volume yang disusun dengan persamaan regresi. Persamaan regresi terbaik biasanya dipilih dari berbagai macam persamaan yang dicobakan terhadap data yang dimiliki. Dari sekian banyak persamaan regresi yang dapat dicoba, persamaan : V = aDb (di mana : V = volume pohon ; D = dbh ; a, b = konstanta), adalah persamaan regresi yang paling banyak digunakan. Selain alasan kesederhanaan model dan kepraktisan karena hanya menggunakan dbh sebagai peubah penduga, juga model tersebut adalah model yang secara matematis memiliki kerangka pemikiran (landasan teoritis) yang jelas. Persamaan V = aDb dikenal juga sebagai persamaan Berkhout (Loetsch, Zohrer dan Haller, 1973
Asumsi yang mendasari berlakunya tabel volume lokal pada sebuah areal hutan (tegakan) adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki ukuran diameter sama maka akan memiliki tinggi dan angka bentuk batang yang sama pula sehingga dengan demikian akan memiliki volume pohon yang sama pula. Sedangkan asumsi yang melandasi berlakunya tabel volume baku adalah bahwa pohon-pohon yang memiliki dbh dan tinggi pohon yang sama maka akan memiliki angka bentuk batang yang sama pula, sehingga akan memiliki volume pohon yang sama juga (Muhdin,2012)
Motode allometri adalah metode pengukuran pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam bentuk hubungan eksponensial atau logaritmik antara organ tanaman yang terjadi secara harmonis dengan perubahan yang proporsional (Whittaker, dkk., 1975). dalam Lukito (2010)
Persamaan allometrik berguna untuk menduga potensi biomassa atau kandungan karbon pada suatu tegakan hutan, sehingga jumlah CO2 yang terserap dapat diketahui. Dalam pelaksanaannya, pohon-pohon sampel
yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengukuran biomassa ditebang (destructive sampling) dan dilakukan pengukuran secara intensif pada bagian-bagian organ pohon seperti akar, batang, cabang/ranting dan daun. Biomassa akar, batang, cabang/ranting dan daun atau dimensi lainnya berfungsi sebagai variabel bergantung (dependent variable) dan dapat dihubungkan dengan variabel bebas (independent variable), seperti diamater batang pohon (Whittaker, et al. 1975) dalam Lukito (2010)
Hubungan antara setiap variabel ber-gantung dengan variabel bebas tersebut akan membentuk sebuah persamaan dalam sumbu XY, dengan variabel bebas akan diletakkan pada sumbu X dan bergantung pada sumbu Y. Secara umum, bentuk persamaan allometrik dituliskan sebagai berikut (Purwanto dan Shiba, 2005): dalam Lukito (2010)
Y = aXb
Dimana:
Y : Variabel bergantung (berupa volume)a,b: KonstantaX : Variabel bebas (berupa diameter dan
tinggi pohon.
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa allometri dapat digunakan untuk meng-hubungkan diameter batang dan tinggi pohon dengan variabel yang lain seperti volume kayu.
Manfaat PenelitianManfaat dari penlitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menambah pengetahuan dan penga-laman tentang bagaimana menghitung volume tegakan berdiri dengan membuat model
2. Memberikan informasi mengenai volume lokal tanaman pinus merkusii di RPH Salam BKPH Lawu Utara KPH Lawu Ds khususnya untuk tanaman KU VIII
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 25
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
METODE PENELITIAN Pembuatan Petak Ukur
Pembuatan petak ukur di lapangan disesuaikan dengan posisi yang telah ditetap-kan berdasarkan dari observasi lapangan dengan bantuan peta lokasi, dengan luas PU 0,05 hektar berbentuk lingkaran dengan jari-jari 12,61 meter, intensitas 10 %. Penentuan lokasi petak ukur ditentukan secara stratified random sampling (acak berlapis) pada areal yang sudah ditentukan sebelumnnya dengan kondisi aksesibilitas cukup tinggi mudah dijangkau, berada pada areal dengan kondisi topografi datar sampai sedang, mewakili kondisi tegakan serta karakteristik tempat tumbuh yang relatife seragam (curah hujan dan tanah) dan letak petak ukur ditempatkan di tengah-tengah petak sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan kondisi aktual dan terhindar dari kondisi efek tepi.
Pencatatan dan Pengukuran.
Pada PU sampling, dilakukan pengukuran dan pencatatan data lapangan meliputi: Nomor dan lokasi plot sampel dalam petak, blok, dan unit
1. Tahun tanam, jarak tanam, dan sistem silvikultur lainnya
2. Diameter pohon setinggi dada (dbh 1,3 m)3. Tinggi pohon total
Diameter
Pengukuran diameter dilakukan pada vegetasi mulai pada tingkat pancang sampai tingkat pohon. Titik pengukuran diameter adalah setinggi dada atau 1,3 cm dari permukaan tanah. Prinsip dasar pengukuran diameter adalah posisi pengukuran harus tegak lurus dengan sumbu batang. Alat ukur yang yang digunakan adalah pita ukur yang mengukur panjang keliling lingkar pohon. Nilai keliling ini kemudian dikonversikan menjadi diameter dengan membaginya dengan nilai pi (3,14).
Tinggi
Pengukuran tinggi meliputi tinggi total pohon. Alat yang digunakan dalam pengukuran ini adalah haga meter.
Luas Bidang Dasar
Yang dimaksud dengan bidang dasar pohon dalam penelitian ini adalah penampang lintang batang pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah. Luas bidang dasar individu pohon dihitung dengan rumus lingkaran yakni sebagai berikut;
4
2dlbds ∏=
Faktor Bentuk Pohon
Faktor bentuk (f ) diperlukan sebagai penghubung antara volume suatu silinder dengan volume batang atau pohon. Dalam perhitungan nilai faktor bentuk dapat ber-beda-beda tergantung pada diameter mana yang dipakai sebagai dasar untuk menentukan diameter silindrisnya. Untuk sebagian besar pohon tropis, bila belum tersedia tabel faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,7 (Banyard, 1973 dalam Simon, 2007). Dalam lukito (2010)
Volume Pohon
Untuk menentukan volume pohon bebas cabang yang masih berdiri diperoleh melalui perkalian antara luas bidang dasar, tinggi bebas cabang dan faktor bentuk, yang dirumuskan Asman, (1970) dalam lukito (2010) sebagai berikut:
V = lbds1,3 x h x f1,3.
Keterangan :
V = Volume Batang Pohon (m3)h = Tinggi pohon (m)lbds1,3 = Luas bidang dasar pada ketinggian
1,3 mf1,3 = Faktor bentuk
26 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
Persamaan Regresi
Data tentang diameter setinggi dada (dbh), tinggi pohon, dan volume, dicari hubungannya. Untuk menghubungkan satu data dengan data yang lainnnya digunakan metode regresi. Secara umum metode regresi mempunyai bentuk (Sulaiman, 2004). Dalam Lukito (2010)
Tabel 1. Bentuk Umum Model Regresi
Bentuk Persamaan SlopeLinearLogaritmaQuadratikKubikSigmoidPowerGrowthEksponensial
Y = a + bXY = a + b Ln XY = a + bX + cX2
Y = a + bX + cX2 + dX3
Y = ea + b/x
Y = aXb
Y = ea + bx
Y = a(ebx)
a,ba,ba,b,ca,b,c,da,ba,ba,ba,b
Parameter yang digunakan untuk pemilihan model regresi adalah koefisien determinasi, standar error dan kesederhanaan model (Chorchan dan Snedecor, 1980). dalam Lukito (2010). Dalam penelitian ini pemilihan model/persamaan regresi yang menyatakan hubungan antara satu data dengan data yang lain didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R2) tertinggi serta jumlah kuadrat error ( residual sum of square) yang terkecil. Menurut sadono (2007), dalam Lukito (2010) untuk memilih model yang terbaik, selain memperhatian R2, standar error juga perlu mengetahui taraf signifikansi melalui uji F dan uji T dari masing persamaan yang dihasilkan. Dalam membuat model ini data diolah dengan menggunakan program SPSS.
Nilai R2 berkisar antara 0-1. Semakin tinggi R2 maka semakin baik model regresinya (Sulaiman, 2004). Dalam Lukito (2010) Jumlah kuadrat error yang kecil menunjukkan tingkat kesalahan regresi yang terjadi juga semakin kecil (Walpole, 1995). Dalam lukito (2010). Uji signifikansi dilakukan untuk mengetahui nyata tidaknya pengaruh variavel independent terhadap variabel dependent.
Uji Variabel Berpasangan (t-test)
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara pengukuran volume pohon berdiri secara manual dengan pengukuran volume pohon dengan menggunakan model yang terbaik yang terpilih dalam persamaan allometri maka perlu dilakukan uji t-test dengan urutan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Harga rata rata perbedaan PX1-X2 =
Keterangan
X1 = Volume Manual
X2= Volume Model Terpilih
N = Jumlah Sampel
2. Varians = Sd2 =
3. Standar deviasi perbedaan individu pengamatan = Sd =
Keterangan = Sd2 = Varians
4. Standar eror perbedaaan harga rata rata = SX1-X2 = Sdm =
5. T hitung =
= harga rata-rata perbedaanstandar error perbedaan harga rata-rata (s)
= P(xi-x2)Sxi-x2(sdm)
6. Membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel pada tingkat kepercayaan 95 % (α = 0.05). dengan Ketentuan sebagai berikut
• Bila T hitung > T Tabel maka ada perbedaan yang sigifikan/nyata antara volume yang menggunakan perhitungan manual dengan volume yang dihasilkan dengan mengguna-kan model terpilih
• Bila T hitung < T Tabel maka tidak ada perbedaan yang signifikan/nyata antara volume yang menggunakan perhitungan manual dengan
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 27
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
volume yang dihasilkan dengan menggunakan model terpilih
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANKondisi Umum Hutan RPH Salam
RPH Salam masuk ke dalam BKPH Lawu Utara KPH Lawu Ds Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Luas baku areal RPH Salam adalah 245,60 Ha yang terdiri dari 20 anak Petak. Berdasarkan RPKH Tahun 2009 areal RPH salam masuk ke dalam kelas kesuburan tanah (Bonita) 3- 5 dan sebagian besar adalah bonita 3. Terletak antara 710 – 1.050 meter di atas permukaan laut. Dengan jumlah pohon sebanyak 56.404 pohon. Dilihat dari rencana sadapan tahun berjalan untuk RPH Salam mendapat target sadapan seluas 189,60 Hektar dengan jumlah pohon sebanyak 56.404 pohon, mengacu pada Tabel Volume getah (TVL) getah di dapatkan rata-rata sadapan per hektar sebesar 837,713 kg atau secara kumulatif sebesar 165.655,947 kg
Sampai dengan RPKH 2009 – 2014 belum ada rencana kegiatan penebangan sehubungan dengan kelas perusahaan pinus. Akan tetapi biasanya tebangan di lakukan bila terjadi kondisi khusus (Tebangan D2), seperti kondisi pohon mati, dan bencana alam (angin ribut, petir dsb).
Kondisi Petak Ukur
Pengambilan Petak ukur dalam rangka penelitian dilakukan pada tanaman pinus dengan kelas umur (KU) VIII dengan alasan sebagian besar kelas umur di RPH Salam masuk ke dalam KU VIII, termasuk di dalamnya petak 3A dengan luasan 17,3 Ha.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Perhitungan Volume Pohon Berdiri
� Diameter
Hasil pengukuran diameter setinggi dada (dbh) terhadap pohon sampel di sajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Kelliling dan Diameter setinggi dada (cm) Pohon Sampel Petak 3 a RPH
Salam BKPH Lawu Utara
No Pohon Keliling Diameter
1 116 36.942 120 38.223 121 38.544 125 39.815 123 39.176 124 39.497 125 39.818 119 37.909 120 38.22
10 123 39.1711 118 37.5812 124 39.4913 121 38.5414 120 38.2215 122 38.8516 119 37.9017 122 38.8518 117 37.2619 197 62.7420 195 62.1021 198 63.0622 196 62.4223 194 61.7824 196 62.4225 193 61.4626 198 63.0627 193 61.4628 197 62.7429 107 34.0830 87 27.7131 85 27.0732 83 26.4333 86 27.3934 85 27.0735 86 27.3936 88 28.0337 86 27.3938 87 27.7139 83 26.4340 87 27.7141 83 26.43
28 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
No Pohon Keliling Diameter
42 86 27.3943 87 27.7144 86 27.3945 86 27.3946 84 26.7547 87 27.7148 86 27.3949 84 26.7550 86 27.3951 85 27.0752 82 26.1153 89 28.3454 89 28.3455 87 27.7156 85 27.0757 86 27.3958 85 27.0759 83 26.4360 84 26.7561 83 26.4362 86 27.3963 82 26.1164 87 27.7165 84 26.7566 137 43.6367 133 42.3668 139 44.2769 135 42.9970 137 43.6371 130 41.4072 134 42.6873 138 43.9574 130 41.4075 127 40.4576 132 42.0477 134 42.6878 136 43.3179 133 42.3680 135 42.9981 130 41.4082 134 42.68
Berdasarkan Tabel 2 di atas rata rata keliling dan diameter setinggi dada pada Pohon sampel untuk keliling adalah sebesar 117 cm
minimum 82 cm dan keliling maksimum 198 cm atau dengan diameter rata-rata sebesar 37,3 cm dengan diameter minimal 26,1 cm dan maksimal 63,1 cm
� Tinggi Pohon
Tinggi pohon sampel pada petak 3 a terhadap pohon sampel disajikan pada table 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Tinggi Pohon (mtr) Sampel Petak 3 a RPH Salam BKPH Lawu Utara
No Pohon Tinggi No Pohon Tinggi1 28 42 172 25 43 163 28 44 164 27 45 165 28 46 156 26 47 167 28 48 168 24 49 159 24 50 17
10 26 51 1611 28 52 1512 25 53 1813 26 54 1814 25 55 1615 27 56 1716 26 57 1617 24 58 1718 26 59 1519 30 60 1720 29 61 1521 31 62 1622 30 63 1523 28 64 1624 30 65 1625 29 66 2726 30 67 2727 29 68 2828 30 69 2729 30 70 2730 16 71 2431 16 72 2632 15 73 2633 17 74 2734 16 75 28
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 29
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
No Pohon Tinggi No Pohon Tinggi35 16 76 2536 17 77 2437 17 78 2638 16 79 2839 15 80 2640 16 81 2541 15 82 27
� Faktor Bentuk
Dalam penelitian ini faktor bentuk pohon tidak dilakukan pengukuran akan tetapi besarnya faktor bentuk, pada umumnya dapat digunakan faktor bentuk sama dengan 0,7 (Banyard, 1973 dalam Simon, 2007) dalam lukito (2010)
� Volume Pohon
Berdasarkan hasil pada table 2, tabel 3 dan penentuan factor bentuk maka Perhitungan volume pohon berdiri didekati dengn rumus V= ¼ π d2 h. fk dimana d : diameter setinggi data, h = tinggi pohon dan fk = faktor bentuk pohon dalam hal ini ditentukan sebesr 0,7.
Berdasarkan rumus di atas maka besarnya perhitungan volume pohon sampel dapat dilihat pada Tabel 4 Sebagai berikut :
Tabel 4. Rekapitulasi Perhitungan Volume Pohon (m3) Pohon Sampel Petak 3a RPH
Salam BKPH Lawu Utara
No Pohon
Keliling Dbh Dbh Dbh2 tinggifk
1/4 Phi
VolumeCm cm mtr mtr-2 mtr M3
Total 30.55 12.43 1,824.00 171.925 Rerata 0.37 0.15 22.24 2.097 Min 0.26 0.07 15.00 0.562 Max 0.63 0.40 31.00 6.773 Std Dev 0.11 0.10 5.69 1.792 Convi-dance
0.24 0.10 15.28 1.529
Pemilihan Model Perhitungan Volume
Analisis hubungan volume dengan diameter setinggi dada dibuat model persamaan allometrik. Pemilihan model persamaan didasarkan pada kombinasi antara nilai R2 terbesar dan jumlah kuadrat eror (residual sum of square) yang paling kecil serta signifikasi berdasarkan analisis varian. Sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Model Persamaan Allometrik Diameter Setinggi Dada (dbh) Volume Pohon Pinus KU VIII RPH Salam BKPH
Lawu Utara KPH Lawu Ds
No. Model Persamaan R2 JKE Std Error
1. Linier Y = -3.716 + 15.602 dbh 0,982 4,592 0,240
2. Power Y = 28.565 dbh 2,859 0,981 1,115 0,123
3. Growth Y = e -2,155 + 6,891 dbh 0,929 3,807 0,218
4. Logaritma Y = 8,403 + 6,131 ln dbh 0,931 18.013 0,475
6. Quadratik Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2 0,996 1,078 0,107
� Volume Model Terpilih
Berdasarkan persamaan model di atas maka model terpilih adalah model quadratic dengan persaman volume Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2. Dari Model terpilih di atas maka besarnya volume disajikan pada Tabel V-6. Sebagai berikut :
Tabel 6. Perhitungan Volume Dengan Model Quadratik
NoKon-
stantaCoef-b Coef-c dbh dbh^2
Vol-Model
a b c mtr mtr M31 2 3 4 5 6 71 -1.157 2.606 15.056 0.369 0.136 1.861
30 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
NoKon-
stantaCoef-b Coef-c dbh dbh^2
Vol-Model
a b c mtr mtr M31 2 3 4 5 6 72 -1.157 2.606 15.056 0.382 0.146 2.038 3 -1.157 2.606 15.056 0.385 0.148 2.083 4 -1.157 2.606 15.056 0.398 0.158 2.266 5 -1.157 2.606 15.056 0.392 0.153 2.174 6 -1.157 2.606 15.056 0.395 0.156 2.220 7 -1.157 2.606 15.056 0.398 0.158 2.266 8 -1.157 2.606 15.056 0.379 0.144 1.993 9 -1.157 2.606 15.056 0.382 0.146 2.038
10 -1.157 2.606 15.056 0.392 0.153 2.174 11 -1.157 2.606 15.056 0.376 0.141 1.949 12 -1.157 2.606 15.056 0.395 0.156 2.220 13 -1.157 2.606 15.056 0.385 0.148 2.083 14 -1.157 2.606 15.056 0.382 0.146 2.038 15 -1.157 2.606 15.056 0.389 0.151 2.128 16 -1.157 2.606 15.056 0.379 0.144 1.993 17 -1.157 2.606 15.056 0.389 0.151 2.128 18 -1.157 2.606 15.056 0.373 0.139 1.904 19 -1.157 2.606 15.056 0.627 0.394 6.404 20 -1.157 2.606 15.056 0.621 0.386 6.268 21 -1.157 2.606 15.056 0.631 0.398 6.473 22 -1.157 2.606 15.056 0.624 0.390 6.336 23 -1.157 2.606 15.056 0.618 0.382 6.200 24 -1.157 2.606 15.056 0.624 0.390 6.336 25 -1.157 2.606 15.056 0.615 0.378 6.133 26 -1.157 2.606 15.056 0.631 0.398 6.473 27 -1.157 2.606 15.056 0.615 0.378 6.133 28 -1.157 2.606 15.056 0.627 0.394 6.404 29 -1.157 2.606 15.056 0.341 0.116 1.479 30 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 31 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 32 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 33 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 34 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 35 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 36 -1.157 2.606 15.056 0.280 0.079 0.756 37 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 38 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 39 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 40 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 41 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 42 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 43 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721
NoKon-
stantaCoef-b Coef-c dbh dbh^2
Vol-Model
a b c mtr mtr M31 2 3 4 5 6 7
44 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 45 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 46 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 47 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 48 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 49 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 50 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 51 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 52 -1.157 2.606 15.056 0.261 0.068 0.550 53 -1.157 2.606 15.056 0.283 0.080 0.791 54 -1.157 2.606 15.056 0.283 0.080 0.791 55 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 56 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 57 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 58 -1.157 2.606 15.056 0.271 0.073 0.652 59 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 60 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 61 -1.157 2.606 15.056 0.264 0.070 0.584 62 -1.157 2.606 15.056 0.274 0.075 0.686 63 -1.157 2.606 15.056 0.261 0.068 0.550 64 -1.157 2.606 15.056 0.277 0.077 0.721 65 -1.157 2.606 15.056 0.268 0.072 0.618 66 -1.157 2.606 15.056 0.436 0.190 2.846 67 -1.157 2.606 15.056 0.424 0.179 2.648 68 -1.157 2.606 15.056 0.443 0.196 2.947 69 -1.157 2.606 15.056 0.430 0.185 2.746 70 -1.157 2.606 15.056 0.436 0.190 2.846 71 -1.157 2.606 15.056 0.414 0.171 2.503 72 -1.157 2.606 15.056 0.427 0.182 2.697 73 -1.157 2.606 15.056 0.439 0.193 2.896 74 -1.157 2.606 15.056 0.414 0.171 2.503 75 -1.157 2.606 15.056 0.404 0.164 2.360 76 -1.157 2.606 15.056 0.420 0.177 2.599 77 -1.157 2.606 15.056 0.427 0.182 2.697 78 -1.157 2.606 15.056 0.433 0.188 2.796 79 -1.157 2.606 15.056 0.424 0.179 2.648 80 -1.157 2.606 15.056 0.430 0.185 2.746 81 -1.157 2.606 15.056 0.414 0.171 2.503 82 -1.157 2.606 15.056 0.427 0.182 2.697
Uji Volume Manual dengan Model terpilih
Untuk dapat mengetahui apakan terjadi perbedaan antara perhitungan volume
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 31
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
tegakan pohon berdiri dengan perhitungan volume model Quadratik di lakuan uji t-test dengan hasil disajikan pada tabel 8 sebagai berikut :
Tabel 7. Uji T Test Antara Volume Manual dan Volume Model
NoKeliling Dbh
Manual Qadratik dbh Vol (X1) Vol-(X2) (X1-X2) (X1-X2)^2
cm cm mtr mtr3 mtr3 1 2 3 4 5 6 7 8
Total 30.55 171.92 171.87 1.078 Rerata 117.0 37.3 0.4 2.097 2.096 0.013 Min 82.0 26.1 0.3 0.562 0.550 0.000012 Max 198.0 63.1 0.6 6.773 6.473 0.189 Std Dev 35.7 11.4 0.1 1.792 1.788 0.029
1. Harga rata rata perbedaan PX1-X2 =
= 0.00067
2. Varians = Sd2 =
= 0.013305
3. Sd =
= 0.115354. Standar eror perbedaaan harga rata rata
= SX1-X2 = Sdm =
= 0.01274
5. T hitung =
harga rata-rata perbedaan=
0,00067= 0,053
standar eror perbedaan harga rata-rata
0,01274
6. Nilai t menurut tabel untuk tingkat signifikasi 95 % atau dengan α (0,05) pada db 81 = ± 1,650 yang artinya ;
7. t hitung < t tabel atau 0,053 < 1,650
PEMBAHASANPerhitungan Volume Manual Pohon Berdiri
Pada Tabel 5 di atas terlihat bahwa berdasarkan perhitungan volume pohon berdiri secara manual di dapatkan dari total volume sampel sebanyak 82 pohon sebesar 171,92 M3 atau rata-rata sebesar 2,097 m3/
pohon dengan volume minimum 0.562 m3 dan maksimum 6,773 m3
Pemilihan model allometrik
Analisis hubungan dbh dengan volume pohon, dibuat model persamaan allometrik, pengolahan data dilakukan dengan SPSS 16. Pemilihan model persamaan didasarkan pada kombinasi antara nilai R2 terbesar dan jumlah kuadrat eror (residual sum of square) yang paling kecil serta signifikan berdasarkan analisis varian. Sebagaimana disajikan pada Tabel 6 di atas.
Hasil pengukuran diameter setinggi dada (dbh) dan Volume Tanaman Pinus KU VIII diperoleh model yang paling tepat adalah model Quadratik dengan nilai R2 0,996 dan JKE (RSS) 1,078. Nilai R2 0,996 yang berarti 99.6 % variabel Volume pohon dapat dijelaskan oleh variabel diameter setinggi dada, sisanya (0,004 %) oleh variabel lain. Hubungan variabel dimeter setinggi dada dengan Variabel Volume termasuk sangat kuat karena nilainya lebih dari 0,5, di mana R2 berkisar 0-1, semakin kecil R2 maka semakin lemah hubungan antar variabel tersebut dan sebaliknya. Sedangkan nilai jumlah kuadrat eror (residual sum of square) adalah 1,078 dan standar eror estimate 0,107. Berdasarkan hasil analisis varian untuk menguji signifikansi hubungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
32 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Aris Sulistiono & Ahadiati Rohmatiah
dbh dan Volume pohon memiliki korelasi yang signifikan. Uji ANOVA didapat F hitung sebesar 0.0001 dengan tingkat signifikansi 0,001 (<0,05), sehingga model regresi dapat dipakai untuk memprediksi tinggi pohon .
Persamaan yang terbentuk dapat digunakan untuk menduga tinggi pohon
Gambar V-1. Hubungan antara diameter setinggi dada (dbh) dengan Volume Pohon berdiri KU VIII RPH Salam BKPH Lawu Utara
Perhitungan Volume Model Pohon Berdiri
Berdasarkan model terpilih yaitu model quadratic maka perhitungan volume dengan variable bebas diameter setinggi dada diperoleh hasil perhitungan 82 pohon sampel disajikan pada Tabel 7 di atas. Pada tabel tersbut terlihat bahwa total volume model 82 sampel pohon didapatkan volume sebesar 171,87 m3 atau rata rata sebesar 2.096 m3/pohon . Volume minimum 0,550 m3 dan maksimum 6,473 m3
Perbandingan Volume manual dan Volume Model Pohon Berdiri
Berdasarkan perhitungan volume pohon antara manual dan dengan menggunakan
model quadrati maka dilakukan uji t untuk melihat apakah ada perbedaan / tidak terhadap penggunaan dua model tersebut seperti disajikan pada Tabel 8 di atas.
Berdasarkan uji t. test didapatkan bahwa nilai t hitung sebesar 0,053 sedangkan t tabel pada df 82-1=81 5 % ( α = 0,05) sebesar 1,615 yang artinya t hitung (<) lebih kecil dart t tabel sehingga perhitungan volume dengan menggunakan model manual dibandingkan dengan menggunakan model quadratic tidak signifikan atau tidak ada perbedaan yang sigifikan/nyata antara perhitungan volume manual dengan perhitungan volume menggunakan model quadratic
berdiri dengan menggunakan diameter setinggi dada sebagai variabel bebas adalah Quadratik dengan Rumus . Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2
Adapun grafik model persamaan terpilih disajikan pada Gambar V-1. sebagai berikut :
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 33
Volume Pohon Berdiri Petak 3a, RPH Salam.
KESIMPULAN Kesimpulan
1. Perhitungan Total sampel volume pohon berdiri secara manual sebesar 171,92 m3
atau rata-rata sebesar 2,097 m3/pohon dengan volume minimum 0.562 m3 dan maksimum 6,773 m3
2. Berdasarkan kriteria R2, RSS dan SE maka model pendugaan volume terpilih adalah Model Quadratik dengan persamaan
Y = -1,157 + 2,606 dbh + 15,056 dbh2. Dimana R2 = 0,996, RSS = 0,1078, SEE =0.107
3. Pe r h i t u n g a n vo l u m e d e n g a n menggunakan model quadratic terlihat bahwa total volume 82 sampel pohon didapatkan volume model sebesar 171,87 m3 atau rata rata sebesar 2.096 m3/pohon . Volume minimum 0,550 m3 dan maksimum 6,473 m3
4. Berdasarkan uji t. test didapatkan bahwa nilai t hitung sebesar 0,053 sedangkan t tabel pada df 82-1=81 5 % ( α = 0,05) sebesar 1,615 sehingga perhitungan volume dengan menggunak an model manual dibandingkan dengan menggunakan model quadratic tidak signifikan atau tidak ada perbedaan yang sigifikan/nyata antara perhitungan volume manual dengan perhitungan volume menggunakan model quadratic
DAFTAR PUSTAKALoetsch, F. dan K. Haller, 1973 Forest Inventory,
Volume II. BLV. Verlagsgeeselschaft Mbh. Munchen.
Lukito. Martin. 2010. Studi Inventarisasi Hutan tanaman Kayu Putih Dalam Menghasilkan Biomassa dan karbon hutan. Tesis Fakultas Kehutanan UGM. Tidak Di publikasikan
Muhdin. 2012. Dimensi pohon dan pendugaan Volume Pohon. Universitas Sumatera Utara
Pambudhi, F. 2008. Variabel-variabel Pohon dan Tegakan Dalam Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala. Makalah. Disampaikan dalam Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Tegakan Hutan Berdasarkan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala. Jakarta.
Philip, M.S. 1994. Measuring Trees and Forests. Second Edition. CAB International.
Simon, H. 2007. Motede Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
S Chapman, H.H. and W.H. Meyer. 1949. Forest Mensuration. McGraw-Hill Book Company Inc. New York.imon, H. 2007. Motede Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Wiant, Jr. 1988. Where is the Optimum Height for Measuring Tree Diameter ?. North J. Appl. For. 5 : 184-185.
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI PLASMA NUTFAH TANAMAN UWI (Dioscorea Sp) DI KABUPATEN PONOROGO.
Muhamad Fahrur Hidayat 1) Djoko Setyo Martono 2) 1) Alumni Fakultas Pertanian, Universitas Merdeka Madiun2)Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Merdeka Madiun
Abstract.
One of the food security policy is the diversification of food consumption, for food security depends only on one type of food is very vulnerable to environmental changes lately frequent. Uwi plant (Dioscorea sp) have great opportunities in food diversification program because it is tolerant to shade and drought so suitable to be developed land dry. Uwi plant (Dioscorea sp) a local plant species that have the potential to support the food security program in Indonesia. Uwi plant (Dioscorea sp) as one kind of bulb that potentially supports the diversity of food and food security in the future. The study aims to conserve plant genetic resources Uwi as an alternative non-rice food. The study is conducting by exploration, identification can be followed Uwi plant germplasm conservation in the form of a collection of advanced research. The results showed that in Ponorogo obtained 32 asesi Uwi plant (Dioscorea sp). Taken from several districts in Ponorogo. Of the 32 species of plants Uwi (Dioscorea sp). The identified into five groups, namely: Dioscorea aculeate L by 5 asesi (gembolo, gembili, gembolo mancung, ndulak. Dioscorea alata L by 20 asesi (legi 1, legi 2, ulo, lus 1, lus 2, senggani 1, senggani 2, senggani 3, senggani 4, bangkulit 1, bangkulit 2, bangkulit 3, bangkulit 4, bangkulit 5,rondo sluku, beras, cethek, sepak, duro, war. Dioscorea bulbifera L as much as 3 asesi (sembung, lader, randu alas). Dioscorea hispida Dennst much as 1 asesi (gadung), Dioscorea pentaphylla L by 4 asesi (Katak jahe,katak 1, katak 2, katak 3).
Keywords:
Exploration, identification, germplasm, Uwi
PENDAHULUANIndonesia mempunyai kelebihan yang luar
biasa dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Apapun yang kita tanam bisa tumbuh, bahkan orang Belanda mengatakan di Indonesia jari ditanam bisa tumbuh. Itu artinya bahwa di wilayah Indonesia ini memang betul-betul sangat subur dan kaya akan berbagai macam pangan lokal.
Pangan lokal sesungguhnya bentuk kekayaan budaya kuliner kita. Keanekaragam-an yang terbentuk atas dasar ketersediaan bahan baku dan kebutuhan lokal, menjadikan-nya memiliki kesesuaian yang tinggi dengan kebutuhan masyarakat akan energi bagi tubuhnya. Seperti halnya umbi-umbian.
Saat ini umbi yang kita kenal hanyalah ubi kayu dan ubi jalar saja. Bagi kita nama-nama umbi seperti gadung, gembili, gembolo,
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 35
Eksplorasi dan Identifikasi Plasma Nutfah Tanaman Uwi
uwi dan lain-lain, terdengar asing di telinga. Apalagi untuk anak-anak saat ini mereka tidak mengenal jajana pasar seperti gatot, tiwul, grontol, jemblem yang semakin lama semakin tenggelam dengan banyaknya makanan kemasan di warung-warung sekitar (Indah, 2000)
Selama ini makanan umbi uwi (Dioscorea sp) masih kurang di minati karena masyarakat menilai makanan umbi-umbian saat ini ketinggalan zaman. Akibatnya makanan tersebut jarang disajikan sebagai hidangan sehari-hari sebagai camilan. Masyarakat kini masih memandang makanan barat yang siap saji (fast food) lebih baik, sehat, higienis. Padahal makanan tersebut hampir seluruhnya menggunakan bahan baku terigu yang bahan bakunya di import seperti pizza atau mie (Indah, 2000)
Pemanfaatan umbi uwi (Dioscorea sp) oleh masyarakat umumnya masih sangat terbatas, yaitu direbus atau digoreng dan menjadi makanan tradisional yang hanya diperuntukan bagi kebutuhan pangan keluarga. Umbi uwi (Dioscorea sp) merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang banyak mengandung sumber karbohidrat untuk mendukung ketahanan pangan, selain itu umbi uwi (Dioscorea sp) cukup potensial dikembangkan sebagai bahan baku iteratur pangan. Dengan adanya kebijakan pola makan berbasis beras, keberadaan tanaman uwi mulai tersingkir dan semakin langka, dikawatirkan sumber genetik tanaman uwi akan semakin hilang, padahal sumber genetik (plasma nutfah) merupakan karunia Tuhan yang tak ternilai harganya dan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan pertanian di masa datang. Oleh karena itu upaya pelestarian plasma nutfah tanaman uwi dan juga tanaman sumber karbohidrat lain mempunyai nilai strategis bagi keberhasilan ketahanan pangan di masa mendatang saat jumlah penduduk terus meningkat yang kontradiktif dengan
semakin menurunnya kuantitas dan kualitas lahan pertanian, sekaligus menjadikan prospek pengembangan untuk ketahanan pangan (Alfons, 2012)
Ketahanan pangan adalah suatu kondisi terpenuhinya bahan pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutu. Ciri-ciri dari diservikasi ini mutlak dilaksanakan karena merupakan salah satu solusi untuk mengurangi konsumsi beras yang akhir-akhir ini menjadi pangan utama bagi masyarakat di wilayah berpenghasilan pokok jagung, kacang dan umbi-umbian ini (Pambudy, 2004).
Upaya peningkatan swasembada pangan tidak hanya berpotensi pada beras dan gandum saja namun didukung pula oleh jenis-jenis pangan komoditas lainnya seperti umbi-umbian dan pohon penghasil pangan seperti sagu, gandum serta pohon serba guna lainnya. Ketahanan pangan akan semakin baik bila konsumsi masyarakat berasal dari berbagai sumber, terutama komoditi spesifik sebagai sumber pangan lokal (Alfons, 2012).
Diservikasi pangan antara lain bertujuan untuk mewujudkan pola penganekaragaman pangan yang memperhatikan nilai gizi dan daya beli masyarakat, meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia dan keamanan pangan lewat ketersediaan pangan dari segi jumlah dan kualitas gizinya. Mengurangi ketergantungan pada beras pemerintah sehingga tidak dapat dipolitisir lagi, dan menambah devisa negara dengan mengembangkan produk pertanian non beras yang punya keunggulan kompertif dan menjaga kelangsungan dan kelestarian lingkungan dengan mengembalikan pada ekosistemnya (Muhamad Baidowi, 2009)
Konsep ketahanan pangan yang dianut Indonesia dapat dilihat dari Undang-Undang (UU) No.7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17 yang menyebutkan
36 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Muhamad Fahrur Hidayat & Djoko Setyo Martono
bahwa “Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga (RT) yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. UU ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992, yakni akses setiap RT dan individu untuk dapat memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat dengan persyaratan penerimaan pangan sesuai dengan nilai atau budaya setempat (Pambudy, 2002).
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah eksplorasi dan identifikasi plasma nutfah tanaman uwi (Dioscorea sp) di Kabupaten Ponorogo. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Menyediakan tanaman pangan alternatif dalam rangka ketahanan pangan masa depan.
2. Penyediaan plasma nutfah bagi kegiatan penelitian ke depan.
METODE PENELITIANPenentuan Lokasi Penelitian
Penentuan daerah penelitian dilakukan dengan metode (Purposive Sampling) yakni koordinasi langsung dengan Dinas Pertanian Kabupaten Ponorogo, untuk memperoleh data awal wilayah yang potensial terdapat tanaman uwi.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di beberapa kecamatan di Kabupaten Ponorogo,dengan ketinggian tempat yang berbeda, waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2016 s/d bulan Juli 2016.
Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu dengan
penentuan daerah lokasi penelitian, setelah mendapatkan sasaran yang jelas, maka dilakukan eksplorasi dan identifikasi botani tanaman uwi yang diperoleh, diberi tanda dan di datangi lagi saat waktu panen untuk diambil umbi uwi sebagai bahan penelitian.
Cara Pengumpulan DataPenelitian yang dilakukan oleh penulis
langsung di lapangan atau lokasi penelitian dengan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a) Teknik Wawancara
Wawancara adalah tanya jawab antara peneliti dengan petani, untuk mem-peroleh data-data yang diperlukan berdasarkan jawaban-jawaban langsung dari petani.
b) Teknik Pencatatan
Pencatatan adalah teknik untuk memperoleh data dengan cara mencatat data yang kita inginkan melalui tanya jawab dengan petani, sehingga men-dapatkan data yang detail tentang tanaman yang diteliti.
c) Teknik Observasi
Observasi adalah teknik dengan cara pengumpulan data tanpa mengajukan pertanyaan-pertanyaan tetapi dengan cara mengamati obyek yang diteliti. Observasi lapang di sini bertujaun mencocokan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan keadaan sebenarnya dapat disimpulkan dan dipergunakan untuk melengkapi data yang ada.
d) Teknik Eksplorasi
Eksplorasi adalah teknik pencarian sesuatu yang akan dijadikan bahan penelitian. Hasil eksplorasi selanjutnya ditanam untuk koleksi. Contoh tanaman/aksesi diambil dari kebun, pekarangan, atau dari bibit yang disimpan petani. Prinsip
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 37
Eksplorasi dan Identifikasi Plasma Nutfah Tanaman Uwi
pengambilan tanaman yaitu mengum-pulkan sebanyak mungkin tanaman uwi dari wilayah sasaran.
Setiap identifikasi tanaman uwi (Dioscorea sp). Diberi kode agar mudah dalam identifikasi. Kode identifikasi tanaman uwi (Dioscorea sp). Meliputi nama Kabupaten/nama Kecamatan/nama Desa/nomor asesi. Misalnya adalah tanaman uwi (Dioscorea sp). Yang diambil dari Kabupaten Ponorogo, Kecamatan Sampung, Desa Tulung, diberi kode PO/SM/TL/01 dan seterusnya.
HASIL DAN PEMBAHASANGambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupetan Ponorogo adalah sebuah Kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di koordinat 111°17’-111°52’ BT dan 7°49’-8°-20’LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.653 meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km². Kabupaten Ponorogo terdiri atas 21 kecamatan, yang dibagi atas 279 desa dan 26 kelurahan. Kabupaten Ponorogo ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 220km arah barat daya dari ibu kota provinsi Jawa Timur.
Topografi
Kabupaten Ponorogo dibagi menjadi 2 sub-area, yaitu sub-area dataran tinggi dan sub-area dataran rendah. Sungai yang melewati ada 14 sungai dengan panjang antara 4 sampai dengan 58 km sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian dengan produksi padi ataupun hortikultura. Sebagian besar dari luas yang ada terdiri dari area kehutanan dan lahan sawah sedangkan sisanya digunakan untuk tegal pekarangan.
Kabupaten Ponorogo memiliki iklim tropis yang mengalami dua musim, yaitu kemarau dan penghujan. Suhu di Kabupaten Ponorogo
sepanjang tahun relatif sama dengan suhu rata-rata tertinggi 32,2°C dan suhu rata-rata terendah 23,9°C.
Klasifikasi Tanaman Uwi (Dioscorea sp)
Klasifikasi dari tanaman uwi adalah: (https://id.wikipedia.org/wiki/Uwi)
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophta
Classis : Liliopsida
Ordo : Dioscoreales
Familia : Dioscoreaceae
Genus : Dioscorea
Hasil Eksplorasi Uwi
Jumlah aksesi atau contoh tanaman uwi yang diperoleh dari Kabupaten Ponorogo yaitu sebanyak 32 jenis tanaman uwi, yang di ambil dari beberapa Kecamatan di Kabupaten Ponorogo. Yaitu dari Kecamatan Badegan 4 jenis,
Kecamatan Sampung 16 jenis, Kecamatan Jambon 3 jenis, Kecamatan Sawoo 2 jenis, Kecamatan Sambit 2 jenis, Kecamatan Kauman 1 jenis, dan Kecamatan Bungkal 2 jenis, Kecamatan Ngrayun 2 jenis.
Aksesi yang dikumpulkan berupa umbi, pada saat eksplorasi sebagian petani sudah menanam, dan ada juga yang masih menyimpan. Bagi petani yang sudah menanam, kita pesan umbi uwi dan di ambil pada waktu musim panen.
Hasil Identifikasi Tanaman Uwi
Dari hasil eksplorasi terdapat 32 jenis tanaman uwi dan teridentifikasi menjadi 5 golongan yaitu: Dioscorea aculeata L, mempunyai nama daerah gembolo, gembili, gembolo mancung, ndulak. Habitus berupa perdu memanjat, panjang batang sampai 5 m, umbi tumbuh berkelompok dan agak tersembul ke atas permukaan tanah, jumlah umbi berkisar 5-10 buah, bentuk umbi bulat
38 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Muhamad Fahrur Hidayat & Djoko Setyo Martono
telur atau elip, daging umbi berwarna putih kekuningan atau kuning muda, daun tunggal dan letaknya berselang seling, bentuk daun bulat telur, warna daun hijau muda.
Dioscorea alata L, mempunyai nama daerah legi, lus, senggani, bangkulit, ulo, rondo sluku, war, duro, cethek, beras, sepak. Habitus berupa perdu memanjat, panjang batangnya antara 10-25 m, bentuk daun jantung lonjong, warna daun hijau muda, bentuk umbi bulat dan ada juga yang bulat panjang, daging umbi berwarna putih.
Dioscorea bulbifera L, mempunyai nama daerah sembung, lader, randu alas. Habitus berupa perdu memanjat, panjang batang sampai 10 m, umbi tumbuh agak tersembul ke atas permukaan tanah,ukurannya besar dan ditumbuhi bulu-bulu kasar, bentuk umbi tidak beraturan, kulit umbi berwarna coklat, sedangkan daging umbi berwarna putih, daun umbi berbentuk jantung lonjong dan berwarna hijau tua.
ioscorea hispida Dennst, atau gadung. Habitus berupa perdu memanjat, panjang batang antara 5 m sampai 20 m, berumbi banyak dan bergerombol, bentuk umbi bulat, daging umbi berwarna putih kekuningan, daun umbi berbentuk bulat ginjal, anak daun pada masing-masing tangkai berjumlah 3 helai, warna daun hijau tua.
Dioscorea pentaphylla L, mempunyai nama daerah katak jahe dan katak. Habitus berupa perdu memanjat, panjang batangnya sampai 5 m, bentuk daun bulat telur dan ada yang jantung lonjong, warna daun hijau tua, daun menjari 3 sampai 7 helai, bentuk umbi bulat ginjal, daging umbi berwarna putih.
Penanaman Uwi
Uwi di Kabupaten Ponorogo ditanam warga yang rata-rata berumur tua. Warga Ponorogo menanan uwi hanya sebagai tanaman sela, dan sangat jarang dibudidayakan, menurut
masyarakat Ponorogo jumlah uwi yang dibudidayakan semakin berkurang baik jenis maupun populasinya.
Kelangkaan orang yang peduli menanam menjadi faktor utama berkurangnya populasi tanaman uwi di Kabupaten Ponorogo, karena semakin banyak sumber karbohidrat lain, misal beras, jagung, kedelai yang mudah di dapat, sehingga sebagian besar masyarakat Ponorogo malas jika menanam uwi.
Pemanfaatan Uwi
Sebagian besar masyarakat Ponorogo uwi dijadikan makanan sampingan, di saat paceklik. Terdapat sebagian warga yang menanam beberapa jenis uwi di tegalan ataupun di pagar-pagar samping rumah. Pada umumnya masyarakat Ponorogo mengolah uwi dengan cara merebus atau mengukus.
Uwi di Ponorogo rata-rata hanya di-konsumsi oleh masyarakat berumur tua, golongan umur muda sangat jarang meng-konsumsi uwi, karena dianggap sebagai makanan kuno/ketinggalan zaman. Uwi digunakan juga sebagai upacara adat. Sebagai contoh penggunaan uwi untuk upacara adat yaitu pada saat acara pernikahan dan kelahiran.
Budidaya Uwi
Pada umumnya petani menanam uwi dikebun, tegalan atau dipekarangan, bibit tanaman yang berasal dari umbi biasanya diambil pada bagian atas yang dekat dengan tunas agar cepat tumbuh. Pemilihan bibit dilakukan pada saat panen berdasarkan ukuran umbi, dan dipilih bibit umbi yang utuh atau tidak lecet.
Petani membuat lubangan untuk tempat bibit, dengan jarak satu-dua meter per tanaman, agar mendapatkan umbi yang besar. Penanaman umbi uwi harus utuh tidak boleh luka atau rusak, dan mata tunas harus
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 39
Eksplorasi dan Identifikasi Plasma Nutfah Tanaman Uwi
berada di atas, waktu penanaman biasanya pada bulan Oktober-November.
Pemanenan uwi dilakukan dengan mencakuli bagian pinggir tanaman uwi, pencangkulan dilakukan agak melebar supaya tidak terkena umbi pada saat mencangkul. Waktu pemanenan biasanya pada bulan Agustus-September.
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
1. Hasil eksplorasi tanaman uwi terdapat 32 asesi tanaman uwi (Dioscorea sp). Yang diambil dari beberapa Kecamatan dari wilayah sasaran.
2. Dari 32 jenis tanaman uwi (Dioscorea sp). Tersebut teridentifikasi menjadi 5 golongan yaitu: Dioscorea aculeata L. Sebanyak 5 asesi. (gembolo, gembili, gembolo mancung, ndulak). Dioscorea alata L. Sebanyak 20 asesi (legi 1, legi 2, lus 1, lus 2, senggani 1, senggani 2, senggani 3, senggani 4, bangkulit 1, bangkulit 2, bangkulit 3, bangkulit 4, bangkulit 5, rondo sluku, beras, cethek, sepak, duro, war. Dioscorea bulbifera L. Sebanyak 3 asesi (sembung, lader, randu alas). Dioscorea hispida Dennst. Sebanyak 1 (gadung). Dioscorea pentaphylla L. Sebanyak 4 asesi (katak jahe, katak 1, katak 2, katak 3).
3. Hasil identifikasi penyebaran tanaman uwi (Dioscorea sp). Diperoleh hasil sebagai berikut: Dioscorea aculeata L. Terdapat di Kecamatan Sampung, Kecamatan Badegan. Sedangkan untuk jenis Dioscorea alata L. Penyabarannya terdapat di Kecamatan Sampung, Kecamatan Jambon, Kecamatan Slahung, Kecamatan Ngrayun, Kecamatan Bungkal. Untuk jenis Dioscorea bulbifera L. Terdapat di Kecamatan Sampung, Kecamatan Badegan. Dioscorea hispida Dennst. Hanya terdapat di kecamatan Jambon. Dioscorea pentaphylla L. Terdapat di Kecamatan Sampung, Kecamatan
Kauman, Kecamatan Sambit, Kecamatan Jambon, Kecamatan Sawoo.
Saran
Sudah semestinya umbi-umbian lokal dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif selain beras, sekaligus sebagai bagian upaya menjaga kearifan lokal masyarakat yang terus tergerus oleh pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfons. J. B., 2012. Inovasi Teknologi Umbi-umbian Mendukung Ketahanan Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Maluku. Litbang. Deptan.go.id/ Diakses 13 Juli 2012.
Anonim, 2009. Pelestarian Plasma Nutfah Nabati. Available at http://fp.uns.ac.id/-hama sains/ekotan. 209.html. Diakses tanggal 20 Februari 2013.
______ , 2013. Uwi Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, https://id.wikipedia.org/wiki/Uwi. Diakses tanggal 15 Februari 2016
Indah Epriliati. 2000. Dioscorea: Sifat fisik, kimia, dan fungsional. Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Lingga, P. dkk. Pertanaman Ubi-ubian. (Jakarta: Penebar Swadaya, 1990).
Muhamad Baidhowi, 2009. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Napitu, J. A. Posman. 2008. Plasma Nutfah Sebagai Ketahanan Ekonomi Negara. Thesis. UGM Program Pasca Sarjana. Yogyakarta.
Pambudy, Ninuk Mardiana , 2002. “World Food Summit dan Ketahanan Pangan”. Kompas, Sorotan, Senin, 17 Juni : 36.
Prabowo, Hermas E. 2008. “Ketahanan Pangan. Pandai-Pandailah Membaca Sinyal”. Kompas, Bisnis & Keuangan, Rabu, 30 Januari: 21.
40 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Muhamad Fahrur Hidayat & Djoko Setyo Martono
Rifai, M. A. 2002. Presentasi Pada Seminar Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia. Pusat Penelitian Biologi – LIPI.
Sastrapradja, S. (ed). 1977. Ubi-ubian. Buku Hijau Terbitan Lembaga Biologi Nasional. LIPI, LBN no. 7.
Sukara, E. 2003. Keanekaragaman Hayati (emas hijau), Alternative Bagi Indonesia Keluar Dari Krisis Multidimensi. Orasi Pengukuhan Sebagai Ahli Peneliti Utama Bidang Mikrobiologi. Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI, Bogor. 51 p.
Tjahjadi, Nur. Hama dan Penyakit Tanaman, Kanisius, Yogyakarta, 1989.
Tindal, H. D. 1983. Vegetables In The Tropics. Mac Millian Pres, London.
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) DI KABUPATEN MAGETAN
Indah Rekyani Puspitawati 1), Ratna Mustika Wardhani 2)
1,2) Dosen Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun
Abstract
Potatoes is one of the priority commodities for the domestic market resilience needs to be strangthened to reduce the pressure of imports. Potatoes are one of the horticultural crops consumed tuber. Increased production through intensification program requires an understanding of the problems of potato farmers. This understanding is not only limited to the cultivation techniques, but also includes the understanding of the problem the introduction of plants, uses, nutritional value and market potential. The role of marketing is quite large in the process of agricultural development. The purpose of this research was to determine the advantages of potato production in the district Plaosan Magetan regency based on the analysis of farming also to know the efficiency of potato marketed commodity marketing. This research uses analytical methods and their implementation with survey techniques. Method ot determinating the area of research using purposive sampling method in the district Plaosan (Puntukdoro village, Plaosan and Sarangan). Determination of the number of sample using snow ball sampling. The data used are primary data and secondary data. Data was collected with the recording, observation and interviews. Result of the analysis showed that the production of potato variety Granola farming more profitable than the varieties Atlantic. Marketing Granola potato varieties there are three marketing channels, channel I : farmers – market traders Plaosan – retailers – consumer, channel II : farmers – traders village collectors – market traders Plaosan – consumer, channel III : farmers – traders village collectors – market traders Plaosan – outside city traders – retailers – consumer. The most efficient marketing channel is channel I, with the lowest total margin is Rp 678,00 per kg and the share received by farmers are 87,39%.
Keywords:
Marketing Margin, Variety, marketing channels
PENDAHULUANSektor pertanian sebagai penunjang
kehidupan penduduk Indonesia, memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Indonesia merupakan Negara tropik yang kaya dengan sayur-sayuran. Iklim di Indonesia memungkinkan mudahnya berbagai jenis sayur-sayuran tumbuh dan berkembang. Hal
ini didukung oleh orientasi pembangunan pertanian yang secara total bergeser pada swasembada pangan secara total termasuk holtikultura.
Peranan penting tanaman sayuran sebagai bahan pangan adalah sumbangannya terhadap vitamin dan mineral, disamping itu juga beberapa sayuran merupakan sumber
42 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Indah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
protein dan kalori. Kebutuhan atau tingkat konsumsi sayur-sayuran setiap tahunnya diperkirakan meningkat sekitar 5.7 % seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi.
Pangan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak untuk ditindak lanjuti dan memerlukan langkah-langkah penanganan dengan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh. Upaya-upaya tersebut, harus ditujukan untuk mengurangi beban masyarakat dan memenuhi hak-hak dasar setiap warga negara secara layak, sehingga dapat menjalani dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Mengingat pentingnya pangan untuk keberlanjutan berbangsa dan bernegara, maka seluruh pemangku kepentingan harus mampu menyatukan langkah dan pemikiran serta menempatkan upaya produktivitas pertanian sebagai prioritas utama (Direktorat Pengkaji Bidang Ekonomi dalam Jurnal Kajian Lemhannas RI, 2013)..
Tekanan pertumbuhan jumlah penduduk yang relatif cepat telah membawa konsekuensi terhadap usaha untuk meningkatkan efisiensi pemasaran. Petani menginginkan sistem pemasaran produk berlangsung efisien supaya dapat memperoleh harga lebih layak. Sementara itu, konsumen ingin mendapatkan bahan pangan dan hasil pertanian dari petani dengan biaya serendah mungkin
Pemasaran dahulu dianggap mempunyai peranan kecil terhadap peningkatan pendapatan petani ternyata banyak mempengaruhi kehidupan petani. Peranan pemasaran cukup besar dalam proses pembangunan pertanian. Situasi pasar, fasilitas dan rantai pemasaran telah pula mempengaruhi harga berbagai produk pertanian. Lemahnya sistem pemasaran akan memperlemah daya saing yang kemudian
akan mengurangi pertumbuhan ekonomi suatu daerah (Anindita, 2004 hlm. 2)
Pertanian merupakan sektor paling dominan di Kabupaten Magetan, karena sebagian besar penduduk Magetan hidup dari bercocok tanam. Mengingat kondisi geografis Kabupaten Magetan berada di lereng Gunung Lawu, pengembangan pertanian sayuran khususnya budidaya kentang cukup besar (Badan Pusat Statistik Kabupaten Magetan, 2013)
Tujuan Penelitian1. Mengetahui bagaimana perkembangan
produksi kentang di Kabupaten Magetan
2. Mengetahui pelaksanaan teknik budidaya kentang di Kabupaten.
3. Mengkaji produksi kentang di Kabupaten Magetan berdasarkan analisis usahatani.
4. Mengetahui saluran pemasaran kentang di Kabupaten Magetan.
5. Mengetahui efisiensi pemasaran kentang pada beberapa saluran pemasaran di Kabupaten Magetan
Kerangka PemikiranPenel i t ian ini di lakuk an untuk
menganalisis usahatani dan pemasaran kentang yang dibudidayakan petani di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, terutama tentang faktor-faktor produksi dan pola saluran pemasarannya.
Faktor-faktor produksi dalam usahatani kentang meliputi lahan, bibit, pupuk, peralatan dan tenaga kerja. Sementara itu penelitian ini dilakukan pada petani yang membudidayakan kentang varietas Granola dan varietas Atlantik.
Hasil produksi kentang petani di Kecamatan Plaosan disalurkan kepada konsumen melalui lembaga-lembaga perantara, yang kemudian melakukan proses pemasaran kentang. Pola pemasaran
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 43
Analisis Efisiensi Pemasaran Kentang (Solanum Tuberosum L.)
ditetapkan dalam memasarkan kentang akan berpengaruh terhadap efektifitas distribusi kentang dari petani ke konsumen.
Indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi pemasaran adalah marjin pemasaran. Marjin pemasaran merupakan seluruh biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran agar produk pertanian dari produsen dapat didistribusikan sampai ke konsumen (Baladina, 2012).
Farmer share atau bagian yang diterima petani diperoleh dengan membandingkan antara harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.
Saluran pemasaran yang paling efisien secara ekonomis dapat dilihat dari presentase marjin pemasaran yang lebih rendah, serta nilai presentase farmer share atau bagian yang diterima petani lebih dari 50%. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
45
didistribusikan sampai ke konsumen (Baladina, 2012).
Farmer share atau bagian yang diterima petani diperoleh dengan membandingkan antara harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.
Saluran pemasaran yang paling efisien secara ekonomis dapat dilihat dari presentase marjin pemasaran yang lebih rendah, serta nilai presentase farmer share atau bagian yang diterima petani lebih dari 50%. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
Petani Kentang
Faktor Produksi : Lahan Varietas Granola
Bibit Pupuk Produksi
Peralatan Tenaga Kerja
Pemasaran Kentang
Lembaga Pemasaran
Saluran I Saluran II Saluran ke-n
Biaya Pemasaran Keuntungan Pemasaran
Marjin Pemasaran
Farmer Share Persentase Marjin
Efisiensi Pemasaran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Penilitian
Varietas Atlantik
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Penilitian
44 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Indah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas, dapat ditarik
beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan produksi kentang 5 (lima) tahun terakhir
2. Bagaimana pelaksanaan teknik budidaya kentang di Kabupaten Magetan.
3. Apakah produksi kentang di Kabupaten Magetan menguntungkan berdasarkan analisis usahatani.
4. Bagaimana saluran pemasaran kentang di Kabupaten Magetan.
5. Bagaimana efisiensi pemasaran kentang pada beberapa saluran pemasaran di Kabupaten Magetan.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel daerah penelitian dilakukan secara purposive atas dasar pertimbangan bahwa daerah ini merupakan beberapa daerah penghasil kentang.
Purposive sampling adalah suatu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel tersebut representatif atau dapat mewakili sampel (Arikunto, 2010).
Teknik Penentuan Sampel
Penentuan jumlah petani contoh dilakukan dengan menggunakan metode simple random sampling.
Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan metode snow ball sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana sampel yang pertama (petani produsen) akan menentukan sampel berikutnya. Metode snow ball sampling ini digunakan untuk menentukan pengambilan sampel pada lembaga pemasaran yang melakukan fungsi pemasaran kentang.
Teknik Pengumpulan Data
a. Pencatatan
b. Observasi
c. Wawancara
Teknik Analisis Data
Anaalisa Usaahatani
Analisa Usahatani diuji dengan meng-gunakan analisis pendapatan usaha tani, dengan rumus sebagai berikut (Hastuti dan Rahim, 2007) :
I = TR – TC
TR = P x Q – (TFC – TVC)
Keterangan :
I = Income (Pendapatan Usahatani Kentang)
TR = Total Revenue (Total Penerimaan)
TC = Total Cost (Total Biaya/Pengeluaran)
P = Price (Harga)
Q = Quantity (Jumlah)
TFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap)
TVC = Total Variabel Cost (Total Biaya Variabel)
R Rasio= TRS TC
Keterangan :
- Jika R/C Rasio > 1, maka usahatani kentang efisien atau layak untuk diusahakan.
- Jika R/C Rasio < 1, maka usahatani kentang tidak efisien atau tidak layak diusahakan
Analisis Efisiensi Pemasaran
Untuk mengetahui efisiensi pemasaran kentang di Kabupaten Magetan, dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu analisis saluran pemasaran.
Untuk mengetahui besarnya biaya pemasaran dan marjin pemasaran di tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran dilakukan dengan cara menghitung biaya, keuntungan dan marjin pemasaran pada tiap lembaga pemasaran pada berbagai saluran pemasaran kentang yang ada
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 45
Analisis Efisiensi Pemasaran Kentang (Solanum Tuberosum L.)
a. Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Bp = Bp1 + Bp 2 + .... +Bpn
Keterangan :
Bp = Biaya pemasaran
Bp1, Bp2, ...., Bpn = Biaya pemasaran tiap lembaga pemasaran kentang
b. Keuntungan pemasaran
Keuntungan pada tiap lembaga pemasaran dalam pemasaran kentang dirumuskan sebagai berikut :
Kpn = Psn – Pbn – Bpn
Keterangan :
Kpn = Keuntungan lembaga pemasaran ke-n
Psn = Harga jual kentang lembaga pemasaran ke-n
Pbn = Harga beli kentang lembaga pemasaran ke-n
Bpn = Biaya pemasaran kentang lembaga pemasaran ke-n
c. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani, dirumuskan :
Mp = Pr – Pf
Keterangan :
Mp = Marjin pemasaran kentang
Pr = harga kentang di tingkat konsumen
Pf = harga kentang ditingkat petani
Marjin diperoleh pedagang perantara terdiri dari sejumlah biaya pemasaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang diterima oleh pedagang perantara, dirumuskan sebagai berikut :
M = Bp + Kp
Keterangan :
M = Marjin pemasaran
Bp = Biaya pemasaran
Kp = keuntungan pemasaran
SK i = K x 100 %
Pr-Pf
Dimana :
SKi = Share keuntungan Lembaga pemasaran ke i
Ki = Keuntungan lembaga pemasaran ke i
Berdasarkan marjin tersebut maka akan dapat diketahui :
1. Perbandingan share keuntungan dengan biaya pemasarannya.
2. Perbandingan share keuntungan dari masing-masing lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran apakah merata atau tidak.
d. Persentase marjin pemasaran
Mp = (Pr-Pf ) / Pr x 100%
Keterangan :
Mp : marjin pemasaran
Pr : harga kentang ditingkat konsumen
Pf : harga kentang ditingkat petani
e. Bagian yang diterima petani (farmer’s share)
F = (Pf/Pr) x 100%
Keterangan :
F : Bagian yang diterima petani
Pf : Harga kentang ditingkat petani
Pr : Harga kentang ditingkat konsumen
Saluran pemasaran dianggap efisien secara ekonomis apabila saluran pemasaran tersebut mempunyai nilai presentase marjin pemasaran relatif rendah serta bagian yang diterima petani atau nilai presentase farmer’s share lebih dari 50%.
Untuk mengetahui hubungan antara marjin pemasaran dengan harga eceran, akan diduga dengan analisis regresi linier sederhana. Analisis linier sederhana digunakan untuk menguji pengaruh satu
46 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Indah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
variabel bebas terhadap variabel terikat atau variabel dependent. Bila skor variabel bebas diketahui maka skor variabel terikatnya dapat diprediksi besarnya. Analisis regresi linier terdiri satu variabel bebas (predictor) dan satu variabel terikat (respon), dengan persamaan berikut (Widiyanto, 2012) :
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Marjin Pemasaran
a = Konstanta Regresi
b = Koefisien Regresi
X = Harga Eceran Kentang
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANAnalisis Usahatani Kentang
Usahatani yang dilakukan oleh petani sebagai produsen dari pemasaran kentang berupaya membudidayakan kentang agar dapat diterima oleh konsumen. Pada tabel 1 berikut diuraikan mengenai usahatani kentang di Kabupaten Magetan.
Tabel 1. Usahatani kentang di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan
No UraianJumlah Petani Persentase
Responden (%)1 Lahan
a. Milik Sendiri 12 34,29b. Sewa 23 65,71
2 Asal Bibit Kentanga. Bibit Sendiri 3 8,57b. Bibit Beli 32 91,43
3 Sistem Tanama. Monokultur 22 62,86b. Tumpangsari 13 37,14
4 Tenaga Kerjaa. Sendiri 25 71,43b. Sewa Tenaga Kerja 10 28,57
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Tabel 1 menunjukkan 65,71% lahan yang digunakan untuk budidaya kentang di Kecamatan Plaosan. Budidaya tanaman kentang petani di Kecamatan Plaosan cenderung menggunakan tenaga kerja pribadi maupun keluarga daripada sewa tenaga kerja orang lain. Untuk membiayai tenaga kerja cukup mahal, yaitu antara Rp 70.000,00 sampai Rp 75.000,00 per hari. Hal ini karena semakin sulitnya mencari tenaga kerja sebagai penggarap lahan pertanian.
Analisis Biaya Produksi Usahatani Kentang
Analisis mengenai biaya produksi dan pendapatan usaha tani kentang di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Rata-Rata Biaya Produksi Usahatani Kentang di Kecamatan Plaosan
per Ha
Biaya UsahataniVarietas GranolaTotal (Rp)
Varietas AtlantikTotal (Rp)
1. Biaya Tetap Sewa lahan Penyusutan Peralatan
2.650.00031.300
2.550.00031.300
Sub Total 2.681.300 2.581.3002. Biaya VariabelBibitPupukObat-obatanTenaga kerja
10.800.0006.773.0004.929.000
11.760.000
18.200.0006.607.0504.845.000
12.197.000Sub Total 34.262.000 41.489.050Total Biaya Usahatani 36.943.300
44.430.050
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Perbandingan rata-rata total biaya usahatani kentang per Ha yang dikeluarkan, biaya tetap varietas Granola lebih besar dibandingkan varietas Atlantik, akan tetapi biaya variabel kentang varietas Atlantik lebih besar dibandingkan varietas Granola.
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 47
Analisis Efisiensi Pemasaran Kentang (Solanum Tuberosum L.)
Biaya tetap yang dikeluarkan pada varietas Granola paling besar untuk biaya sewa lahan. Sedangkan biaya variabel pada varietas Atlantik lebih besar pada biaya bibit dan tenaga kerja.
Analisis Penerimaan, Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Kentang
Untuk membandingkan varietas kentang yang memberikan keuntungan lebih besar
dapat diketahui dengan melihat total biaya produksi, volume produksi, harga jual, penerimaan dan pendapatan yang diperoleh petani. Total penerimaan, pendapatan dan R/C rasio usahatani kentang pada masing-masing varietas dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rata-Rata Penerimaan, Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Kentang Varietas
Granola dan Atlantik
No Jenis BiayaVarietas Granola
Rata-Rata/HaVarietas Atlantik
Rata-Rata/Ha1 Total Biaya Usahatani Rp 36.943.300,00 Rp 44.430.050,00
2 Volume Produksi 24.290 kg 15.714 kg
3 Harga Jual Rp 4.567,00 Rp 5.000,00
4 Total Penerimaan Rp 110.932.430,00 Rp 78.570.000,00
5 Total Pendapatan Rp 73.989.130,00 Rp 34.139.950,00
6 R/C Rasio 3,00 1,76
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
R/C rasio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya produksi. Tabel 3, diperoleh R/C rasio untuk usahatani kentang varietas Granola sebesar 3,00 dan varietas Atlantik 1,76; dapat diartiakan bahwa setiap penambahan biaya sebesar Rp 1,00 maka diperoleh penerimaan Rp 3,00 untuk varietas Granola dan Rp 1,76 untuk varietas Atlantik.
Penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa usahatani kentang kedua varietas memiliki R/C rasio > 1, hal ini berarti usahatani kentang di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan layak untuk diusahakan.
Saluran Pemasaran Kentang
Pendistribusian atau penyaluran barang dari petani produsen ke konsumen akhir, selalu melibatkan lembaga pemasaran yang akan membentuk saluran pemasaran.
Kentang varietas Granola yang diusahakan oleh para petani di Kecamatan Plaosan umumnya secara mandiri dengan rantai pemasaran melalui pedagang pengumpul, pedagang pasar Plaosan, pedagang pengecer dan pedagang antar kota untuk berbagai tujuan pasar baik pasar dalam kota maupun pasar luar kota.
Kentang varietas Atlantik hanya ada satu pembeli tunggal yaitu PT. Indofood Malang yang merupakan industri pengolahan keripik kentang (chiping) dalam berbagai jenis produk. Sehingga dapat dikatakan pemasaran kentang Antlantik berada dalam struktur pasar monopsoni, yaitu jumlah petani yang banyak berhadapan dengan satu pembeli PT. Indofood dan tidak membentuk saluran pemasaran.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka aktivitas pemasaran kentang di
48 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Indah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
Kecamatan Plaosan terdapat 3 pola saluran pemasaran, yaitu:
1. Saluran I: Petani Pedagang Pasar Plaosan Pedagang Pengecer Konsumen.
2. Saluran II : Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pasar Plaosan Pedagang Pengecer Konsumen
3. Saluran III: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pasar Plaosan Pedagang Antar Kota Pedagang Pengecer Konsumen
Jumlah persentase petani responden pada tiap-tiap saluran pemasaran kentang di Kecamatan Plaosan setiap desa yang menjadi sampel penelitian ditunjukkan pada tabel 4 berikut.
Tabel 4. Persentase Petani Responden Masing-Masing Pola Saluran Pemasaran
Kentang Pada Setiap Desa Sampel di Kecamatan Plaosan.
Desa/Kelurahan
nPersentase (%)
Saluran I
Saluran II
Saluran III
Plaosan 10 16,67 - 16,67Sarangan 15 - 16,67 33,33Puntukdoro 5 16,67 - -Total 30 33,33 16,67 50,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Jumlah petani kentang yang meng-gunakan pola saluran pemasaran I adalah 33,33%; sedangkan untuk pola saluran II 16,67% dan saluran pemasaran III 50,00%. Mayoritas dari petani responden masih mengandalkan pedagang pengumpul untuk pemasaran, dibandingkan dengan menjual langsung ke pasar sayur Plaosan.
Analisa Efisiensi Pemasaran
Pemasaran kentang dapat dianalisis efisiensinya dengan analisa marjin pemasaran. Marjin pemasaran total adalah jumlah dari
masing-masing marjin yang terdapat pada masing-masing tingkat lembaga pemasaran.
Marjin, distribusi marjin dan share pe-masaran lembaga pemasaran kentang pada saluran pemasaran I dapat dilihat dari tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Marjin, Distribusi Marjin dan Share Pemasaran Kentang Pada Saluran
Pemasaran I Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
No Uraian Rp/KgDistribusiMarjin (%)
Share(%)
1 Petani Harga Jual 4700 87,392 Pedagang
Pasar Plaosan Harga Beli 4700 87,39 Harga Jual 4980 92,60 Marjin 280 5,21
Biaya Pemasaran:
Sortasi 10,40 1,53 0,19 Pengemasan 32,50 4,79 0,60 Angkut 34 5,01 0,63 Retribusi 5 0,74 0,09 Penyusutan 43 6,34 0,80 Keuntungan 155,10 22,88 2,88
3Pedagang Pengecer
Harga Beli 4980 92,60 Harga Jual 5378 100,00 Marjin 398 7,40
Biaya Pemasaran:
Pengemasan 36,78 5,42 0,68 Angkut 23 3,39 0,43 Penyusutan 37,39 5,51 0,70 Keuntungan 300,83 44,37 5,594 Konsumen Harga Beli 5378 100,00
Total MarjinTotal BiayaTotal Keuntungan
678227,07455,93
100,0032,7567,25
12,614,138,48
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 49
Analisis Efisiensi Pemasaran Kentang (Solanum Tuberosum L.)
Tabel 5 menunjukkan saluran pemasaran I, petani menjual langsung komoditas kentang ke pedagang pasar Plaosan tanpa melalui perantara pedagang lain.
Marjin, distribusi marjin dan share pemasaran lembaga pemasaran kentang pada saluran pemasaran II dapat dilihat dari tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Marjin, Distribusi Marjin dan Share Pemasaran Kentang Pada Saluran
Pemasaran II Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
No Uraian Rp/KgDistribusi ShareMarjin (%) (%)
1 PetaniHarga Jual 4500 81,82
2 Pedagang Pengumpul Harga Beli 4500 81,82Harga Jual 4767 86,67Marjin 267 4,85Biaya Pemasaran : Pengemasan 24,17 2,42 0,44 Angkut 30,90 3,09 0,56 Penyusutan 25,83 2,58 0,47
Keuntungan 186,10 18,61 0,03
3Pedagang Pasar PlaosanHarga Beli 4767 86,67Harga Jual 5100 92,73Marjin 333 6,05Biaya Pemasaran : Sortasi 10 1,00 0,18 Pengemasan 32,71 3,27 0,59 Angkut 37,50 3,75 0,68 Retribusi 5 0,50 0,09 Penyusutan 26,59 2,66 0,48Keuntungan 221,20 22,12 4,02
4 Pedagang Pengecer Harga Beli 5100 92,73Harga Jual 5500 100,00
No Uraian Rp/KgDistribusi ShareMarjin (%) (%)
Marjin 400 7,27Biaya Pemasaran : Pengemasan 36,90 3,69 0,67 Angkut 40,94 4,09 0,74 Penyusutan 35,45 3,55 0,64
Keuntungan 286,71 28,67 5,215 Konsumen Harga Beli 5500
Total MarjinTotal BiayaTotal Keuntungan
1000305,99694,01
100,00 30,6069,40
18,185,56
12,62
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Tabel 6 dapat diketahui pedagang pengumpul membeli kentang dari petani yang lokasinya cukup jauh dari pasar. Petani responden pada saluran pemasaran II merupakan petani dari Kelurahan Sarangan.
Marjin, distribusi marjin dan share pemasaran lembaga pemasaran kentang pada saluran pemasaran III dapat dilihat dari tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Marjin, Distribusi Marjin dan Share Pemasaran Kentang Pada Saluran
Pemasaran III Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
No Uraian Rp/KgDistribusi ShareMarjin (%) (%)
1 Petani Harga Jual 4500 63,03
2 Pedagang PengumpulHarga Beli 4500 63,03Harga Jual 4725 66,18Marjin 225 3,15Biaya Pemasaran : Pengemasan 24,38 0,92 0,34 Angkut 31,75 1,20 0,44 Penyusutan 26,5 1,00 0,37
50 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Indah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
No Uraian Rp/KgDistribusi ShareMarjin (%) (%)
Keuntungan 142,37 5,39 1,99
3Pedagang Pasar Plaosan Harga Beli 4725 66,18Harga Jual 5200 72,83Marjin 475 6,65Biaya Pemasaran : Sortasi 10,20 0,39 0,14 Pengemasan 31,81 1,20 0,45 Angkut 37,04 1,40 0,52 Retribusi 5 0,19 0,07 Penyusutan 26,10 0,99 0,37Keuntungan 364,85 13,82 5,10
4 Pedagang Antar KotaHarga Beli 5200 72,83Harga Jual 6680 93,56Marjin 1480 20,73Biaya Pemasaran : Pengemasan 40,78 1,54 0,57 Angkut 91 3,45 1,27 Penyusutan 34 1,29 0,48Keuntungan 1314,22 49,78 18,41
5 Pedagang Pengecer Harga Beli 6680 93,56Harga Jual 7140 100,00Marjin 460 6,44Biaya Pemasaran : Pengemasan 36,55 1,38 0,51 Angkut 25,8 0,98 0,36 Penyusutan 37,55 1,42 0,53Keuntungan 360,10 13,64 5,04
6 KonsumenHarga Beli 7140Total MarjinTotal BiayaTotal Keuntungan
2640458,46
2181,54
100,00 17,3782,63
36,976,42
30,55
Sumber: Analisis Data Primer, 2015
Tabel 7, dapat diketahui bahwa pada saluran pemasaran III lembaga pemasaran yang terlibat lebih banyak dibandingkan saluran sebelumnya. Kentang dari petani dipasarkan melalui perantara pedagang pengumpul desa.
Total marjin pemasaran pada saluran III sebesar Rp 2.640,00 per kg, total biaya pemasaran sebesar Rp 458,46 per kg dan total keuntungan sebesar Rp 2.270,60 per kg serta farmer share sebesar 63,03%.
Uraian sebelumnya telah diperoleh angka marjin pemasaran dan farmer share pada setiap saluran pemasaran kentang. Marjin pemasaran, nilai persentase marjin dan farmer share dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Marjin Pemasaran, Persentase Marjin dan Farmer Share Pada Tiap-Tiap Saluran Pemasaran Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Saluran Pemasaran
Marjin Pemasaran
(Rp)
Persentase Marjin (%)
Farmer Share
(%)I 678 15,70 87,39II 1000 23,16 81,82III 2640 61,14 63,03
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Tabel 8 dapat dilihat bahwa pada saluran I persentase marjin paling kecil sebesar 15,70% dengan farmer share 87,39%; saluran II dengan persentase marjin 23,16% dan farmer share sebesar 81,82%; saluran III persentase marjin paling besar 61,14% dan farmer share 63,03%.
Untuk mengetahui hubungan antara marjin pemasaran dengan harga eceran, akan diduga dengan fungsi linier sederhana. Dari hasil perhitungan didapat hasil pada tabel berikut
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 51
Analisis Efisiensi Pemasaran Kentang (Solanum Tuberosum L.)
Tabel 9. Analisa Regresi Antara Marjin Pemasaran Dengan Harga Eceran
VariabelKo efisien
Stan-dart
t- t-tabel
Regresi Error hitung 5% 1%Marjin 1,079 0,017 62,273 2,045 2,756K o n -stanta
-5063,378
Sumber : Analisis Data Primer, 2015
Hasil analisa diperoleh persamaan :
M = -5063,378 + 1,079 . Pr
Hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa harga b = 1,079 berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 5% dan 1%, artinya setiap kenaikan marjin pemasaran sebesar 1,079%. Harga a = -5063,378 tidak berpengaruh nyata pada taraf signifikasi 5% dan 1%. Dari hasil analisa di atas dapat disimpulkan bahwa tipe marjin pemasaran kentang di daerah penelitian adalah tipe linier, artinya harga ditingkat pengecer akan mempengaruhi harga di tingkat petani kentang.
Peningkatan yang terjadi pada marjin pemasaran akan berpengaruh nyata pada harga eceran kentang (R2 = 0,411), semakin besar nilai marjin pemasaran maka semakin tinggi harga eceran kentang sebaliknya semakin kecil nilai marjin pemasaran maka semakin rendah harga eceran kentang dipasaran.
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Produksi kentang khususnya di wilayah Kabupaten Magetan sejak 5 tahun terakhir terus mengalami penurunan. Faktor-faktor penyebab penurunan produksi kentang khususnya di Kecamatan Plaosan yaitu luas areal lahan pertanian berkurang, jumlah
tenaga kerja sedikit dan biaya tenaga kerja pertanian mahal serta penurunan daya fungsi lahan akibat penggunaan pupuk dan bahan kimia berlebih berpengaruh pada produksi kentang.
2. Pendapatan rata-rata petani kentang varietas Granola adalah sebesar Rp 73.989.130,00 dan Rp 34.139.950,00 varietas Atlantik dengan perbandingan R/C rasio masing-masing varietas 3,00% dan 1,76%. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kentang varietas Granola lebih menguntungkan bagi petani daripada kentang varietas Atlantik.
3. Varietas kentang Granola terbentuk pola saluran pemasaran, sedangkan pada varietas Atlantik merupakan struktur pasar monopsoni yang berarti hanya terdapat satu pembeli tunggal yaitu PT. Indofood
4. Terdapat 3 pola saluran pemasaran kentang, yaitu:
a. Saluran I: Petani Pedagang Pasar Plaosan Pedagang Pengecer Konsumen.
b. Saluran II: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pasar Plaosan Pedagang Pengecer Konsumen
c. Saluran III: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Pasar Plaosan Pedagang Antar Kota Pedagang Pengecer Konsumen
5. Saluran Pemasaran I merupakan saluran pemasaran yang paling efisien, dengan farmer share paling besar yaitu 87,39% dan marjin total paling kecil sebesar Rp 678,00.
6. Berdasarkan analisa diketahui semakin kecil marjin pemasaran maka semakin efisien kegiatan pemasaran kentang. Dari analisa data diperoleh fungsi linier marjin
52 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Indah Rekyani Puspitawati & Ratna Mustika Wardhani
pemasaran adalah M = -5063,378 + 1,079 (Pr).
Saran
1. Produksi kentang dapat ditingkatkan dengan penerapan usahatani yang benar dan penggunaan bibit yang baik serta aplikasi pupuk maupun bahan kimia secara tepat.
2. Perlu adanya penyuluhan kepada petani agar dalam memasarkan kentang hasil panennya melalui saluran pemasaran yang memberikan share bagi petani paling besar.
DAFTAR PUSTAKAAnindita, R. 2004. Pemasaran Hasil Pertanian.
Penerbit Papyrus, Surabaya
Badan Pusat Statistik. 2014. Kecamatan Plaosan Dalam Angka, Magetan.
Baladina, N. 2012. Pemasaran Hasil Pertanian: Marjin dan Biaya Pemasaran. .......ubdistanceleraning. Lab. Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. ..Universitas Brawijaya. Malang
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2004. Teknologi Budidaya .Kentang Industri Di Lahan Sawah Dataran Medium Kabupaten Sleman .D.I.Yogyakarta. Rekomendasi Teknologi Pertanian 2004, Yogyakarta.
Hastuti, D.R. dan Rahim, A. 2007. dalam Downey dan Erickson. 1992. .Manajemen Agribisnis (Edisi Kedua) (Terjemahan : Alfonsus Sirait). Erlangga, Jakarta.
Hidayati, Y. 1997. Analisa Efisiensi Pemasaran Buncis (Phaseolus vulgaris L. )Pada Beberapa Saluran Pemasaran. S.P. Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Indonesia Expanding Horizons. 2014 Prioritas Masalah Pertanian di Indonesia. agriculture.pdf. Diunduh pada 02 Maret 2015.
Direktorat Pengkaji Bidang Ekonomi. 2013. Meningkatkan Produktivitas Pertanian Guna Mewujudkan Ketahanan Pangan dalam Rangka Ketahanan Nasional. Edisi 15/Mei 2013. Jurnal Kajian Lemhannas RI, .Jakarta.
Kotler. 1998. Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaa, Implementasi dan Pengendalian. Jilid Dua .Erlangga, Jakarta.
Marzuki. 1977. Metodologi Riset (Cetakan Kelima, Nopember 1991). Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Pijoto, S. 2004. Budidaya Tanaman Kentang. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Rekyani, I.P. 2001. Struktur, Perilaku dan Penampilan Pasar Pada Saluran Pemasaran Mangga di Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun. Tesis Pada Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Respati E. dkk. 2013. Buletin Konsumsi Pangan. Volume 4 No. 1, Tahun 2013. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta.
Sihombing, L. 2005. Analisis Tataniaga Kentang di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Ilmiah Pertanian KULTURA Vol. 40 No. 2. Universitas ...Sumatera Utara. Medan.
Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
PENDAHULUANHutan jati di Pulau Jawa merupakan
hutan di Indonesia yang pertama kali dikelola berdasarkan azas kelestarian, yaitu prinsip yang menjadi landasan pengelolaan hutan di seluruh dunia sampai sekarang. Untuk dapat menjamin tercapainya azas kelestarian hutan dan kelestarian manfaat yang maksimal, maka di dalam mengelola hutan perlu adanya perencanaan yang mantap yang didukung oleh data dan informasi yang akurat. Inventarisasi Hutan adalah kegiatan pengumpulan dan penyusunan data dan fakta mengenai sumberdaya hutan untuk rencana pengelolaannya. Tujuannya adalah
mendapatkan data yang akan diolah menjadi informasi yang dipergunakan sebagai bahan perencanaan dan perumusan kebijaksanaan strategis jangka panjang, jangka menengah dan operasional jangka pendek sesuai dengan tingkatan dan kedalam inventarisasi yang dilaksanakan.
Kayu jati termasuk sebagai jenis kayu yang bernilai tinggi di antara jenis-jenis kayu yang lain, bahkan termasuk jenis kayu mewah karena mempunyai profil yang ditunjukkan oleh garis lingkar tumbuh yang indah dan bernilai artistik tinggi, awet dan tahan terhadap hama dan penyakit, serta mudah pengerjaannya. Serta nilai kayu yang tinggi
PENDUGAAN MODEL VOLUME POHON BERDIRI TANAMAN JATI (Tectona grandis L.f) UMUR 10 TAHUN
(Studi Lahan Jati Universitas Merdeka Madiun)
Mochammad Dwi Arief Putra 1), Martin Lukito 2)
1) Alumni D3 Manajemen Hutan Universitas Merdeka Madiun, 2) Tenaga Pengaar Fakultas Pertanian Universitas Merdeka Madiun
Abstract
The collection of information about the potential these stands inextricably linked to the measurement of the volume of timber, either directly or indirectly. For interpretation timber volume inventarsisasi forest activities can be used with an auxiliary table that is practical. The purpose of this study to determine the volume of the stand either manually or using the model to determine the ratio of the volume results. Data were collected by census intensity of 100% at the campus garden land Merdeka Madiun University. To suspect standing stock volume by measuring the diameter (dbh) and tree height. Then from the results data created table manually and table models to determine the result of the difference in the two tables, model estimation elected is Power is with the equation Y = 16,700 x 2,608 dbh (m), with R2 0.944 (RSS) 0.758 SEE 0.951 after it tested test if the t value is smaller than the value of the table then it means there is no significant effect between manual calculations and model calculations.
Keywoords :
Standingstock, Volume, Model allometric
54 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Mochammad Dwi Arief Putra & Martin Lukito
ini didukung oleh permintaan pasar di dalam dan luar negeri yang cukup besar :
Untuk penafsiran volume kayu dalam kegiatan inventarisasi hutan dapat digunakan suatu tabel pembantu yang praktis, tabel tersebut biasa disebut tabel volume. Praktis dalam arti mudah menggunakannya dan tingkat ketelitiannya masih dalam batas-batas yang diperkenankan.
Suatu individu pohon memiliki beberapa parameter yang dapat diukur antara lain; umur, diameter, luas bidang dasar, tinggi total, tinggi kayu pertukangan, volume total, volume kayu pertukangan, bentuk batang, ketebalan batang, dan riap (Van Laar & Acka 2007)
Tinggi pohon adalah peubah lain yang mempunyai arti penting dalam penaksiran hasil hutan. Bersama diameter, tinggi pohon diperlukan untuk menaksir volume dan riap. Secara khusus peninggi tegakan diperlukan untuk menentukan kelas kesuburan tanah atau bonita (Departemen Kehutanan
Menurut (Insaniwidya.blogspot) tabel volume adalah tabulasi yang menyediakan kandungan rata-rata pohon berdiri dalam ukuran dan species yang bervariasi kemudian Husch (1987) berpendapat bahwa tabel volume merupakan pernyataan yang sistematis mengenai volume sebatang pohon menurut semuat atau sebagian dimensi yang ditentukan dari diemeter setinggi dada, tinggi dan bentuk pohon.
Karena bentuk geometris batang tidak teratur, maka pendekatan rumus harus mengikuti kaidah bahwa untuk semua benda padat dihitung dari hasil perkalian antara luas bidang dasar rata-rata seksi dan panjang. Ada tiga rumus penting dalam menentukan volume pada yang dikenal luas (Spurr, 1952)
Bustomi, dkk. (1998), mengingat batang pohon merupakan benda putar, maka cara
perhitungan volumenya dapat didekati dengan dua macam cara, yaitu :
1. Dengan persamaan metematik bahwa volume pohon merupakan fungsi dari luas bidang dasar dan panjang batang dengan memperhatikan suatu faktor tertentu sebagai koreksi karena pohon tidak betul-betul berbentuk silindris. Cara ini biasa disebut regresi Dalam cara ini volume pohon dinyatakan sebagai fungsi dari diameter dan tinggi pohon.
( ),bhV f D H=Kemudian karena pada umumnya terdapat hubungan yang erat antara tinggi dan diameter, maka seringkali volume pohon dapat diduga berdasarkan diameternya saja.
( )bhV f D=2. Melalui integrasi fungsi persamaan taper.
Persamman taper adalah persamaan yang apabila dijabarkan dalam bentuk gambar akan tersusun grafik bentuk batang dari pangkal sampai ujung.
( ) }{ 21 , ,2 bhV f D H hπ = ∫
Dimana :
V : Volume pohon
Dbh: Diameter at breast height (diameter setinggi dada)
H : Tinggi bebas cabang pohon
h : Ketinggian tertentu dimana dilakukan pengukuran diameter
Selain itu bahwa rumus Smallian memerlukan pengukuran pada diameter kedua ujung batang, rumus ini paling mudah dan paling murah dalam penerapannya. Namun, rumus ini mempunyai ketepatan yang lebih kecil dibandingkan dengan rumus Huber dan rumus Newton. Rumus Newton memerlukan pengukuran kedua ujung batang dan batang tengah, sehinggga penggunaannya lebih terbatas dan kurang praktis. Namun, rumus ini lebih teliti
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 55
Pendugaan Model Volume Pohon Berdiri Tanaman Jati
dibandingkan dengan rumus lainnya. (Avery dan Burkhart 1994)
Beberapa model persamaan regresi yang dapat digunakan dalam penyusunan tabel volume ini adalah sebagai berikut (Simon, 1993):
bV aD= ⇒model Berkhout (1)
2V a bD= + ⇒
model Kopezky-Gehrhardt (2)2V a bD cD= + + ⇒
model Hohenadl-Krenn (3)
( )2 bV a D T= ⇒model Spurr (4)
b cV aD T= ⇒model Schumacher Hall (5)
2 2V a bD cD T dT= + + + ⇒model Stoate (6)
dimana :
V: Volume pohon ( )3mD: Diameter setinggi dada (cm)
T : Tinggi pohon (m)
a,b,c,d: Konstanta
Husch (1963) tabel volume pohon merupakan pernyataan yang sistematis mengenai volume sebatang pohon menurut semua atau sebagian dimensi yang ditentukan dari diameter setinggi dada, tinggi dan bentuk pohon. Tabel volume pohon akan memberikan hasil taksiran yang cermat, karena disusun dengan menggunakan data yang dikumpulkan secara ekstensif.
Tabel volume pohon secara teoritis adalah yang paling baik untuk digunakan dalam inventarisasi potensi kayu dalam tegakan hutan, namun demikian pengukuran tinggi pohon yang disyaratkan menyebabkan penggunaan tabel tersebut tidak praktis. Hal ini disebabkan karena pengukuran tinggi
pohon memerlukan banyak waktu dan dapat menjadi sumber kesalahan (Husch et al. 2003).
Dengan dilakukannya penelitian pada kegiatan magang mengenai pembuatan pita tabel volume lokal di perkebunan Tanaman Jati di Universitas Merdeka Madiun Kabupaten Madiun dapat berguna bagi para pengelola perkebunan Tanaman Jati di Jawa khususnya dan di sektor kehutanan di Indonesia dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan tetap menjaga kelestarian sumber daya alam.
Rumusan MasalahPerlunya menentukan volume pohon
berdiri Jati di Perkebunan Universitas Merdeka Madiun dengan menggunakan volume model dan manual.
Tujuan PenelitianUntuk menghitung volume tegakan
berdiri pohon jati umur 10 tahun mengguna-kan perhitungan baik secara manual maupun dengan model.
Ruang Lingkup PenelitianKegiatan penelitian berdasarkan pada
penaksiran volume pada pohon berdiri (klem) di perkebunan Universitas Merdeka Madiun di Kecamatan Taman, Kabupaten Madiun
Manfaat Penelitian Hasil dari kegiatan penelitian diharapkan
berguna dan bermanfaat antara lain :
1. Memberikan informasi Model volume lokal Tanaman Jati umur 10 tahun di Universitas Merdeka Madiun, Kecamatan Taman, Kabupaten Madiun..
METODE PENELITIANLokasi dan Waktu Penelitian
Adapun waktu dan tempat dilaksana-kannya praktikum Pengantar Inventarisasi Hutan dengan judul Membuat Pita tabel
56 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Mochammad Dwi Arief Putra & Martin Lukito
volume local Tanaman Jati umur 10 tahun di Perkebunan Universitas Merdeka Madiun Kec.Taman Kab.Madiun pada bulan Februari.
Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat yang digunakan dalam panelitian adalah :
1.) Pita ukur untuk mengukur diameter pohon beserta kelilingnya.
2.) Roll meter untuk membuat petak ukur.
3.) Haga.
4.) Alat tulis
5.) Kertas untuk mencatat
Data Penelitian
Data yang diperoleh dari sumber-sumber asli, sumber asli disini diartikan sebagai sumber pertama darimana data tersebut diperoleh dengan cara pengamatan, pengukuran, pencatatan, perhitungan, dan melalui wawancara maupun kuisioner dengan tujuan yang ingin dicapai. Data primer yang diambil adalah luasan petak ukur dengan melakukan penentuan dan pembuatan plot sampel, pengukuran volume dan faktor bentuk pohon.
Pengambilan data di lakukan di perkebunan Universitas Merdeka Madiun di Kecamatan Taman, Kabupaten Madiun.
Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
� Data Primer
Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung dilapangan, meliputi
- Diameter pohon berseksi diukur dengan menggunakan Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB) sampai diameter pada tinggi bebas cabang pohon (Tbc) dan panjang tiap seksi batang pohon yang digunakan yaitu 2 meter.
- Diameter pangkal pohon (Do) dan Dbh
(diameter setinggi dada, 1,30 meter dari permukaan tanah) diukur menggunakan phi band.
- Tinggi bebas cabang (Tbc) dan tinggi total pohon (Tt) diukur dengan menggunakan Spiegel Relaskop Bitterlich (SRB).
Volume pohon dihitung dengan cara menjumlahkan volume seksi, dimana volume setiap seksi dihitung secara analitik dengan menggunakan rumus-rumus yang sudah dikenal luas (Spurr, 1952). Rumus untuk menghitung volume seksi yang akan digunakan adalah rumus Smalian, yaitu :
.2
B SV L+ =
Dimana :
V: Volume batang/sortimen
B: Luas bidang dasar pangkal kayu bulat
S : Luas bidang dasar ujung kayu bulat
L : Panjang sortimen kayu bulat
� Data Sekunder/Penunjang
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui pencatatan arsip yang ada dikantor Universitas Merdeka meliputi keadaan umum lokasi penelitian, antara lain :
- Letak pengumpulan data secara geografis.- Letak pengumpulan data menurut
administrasi pemerintahan.- Letak pengumpulan data menurut
administrasi kehutanan.- Kondisi iklim.- Kisaran ketinggian lokasi pengumpulan
data dari permukaan laut serta kondisi konfigurasi lapangan (topografi) secara umum.
- Jenis tanah.
Pelaksanaan Penelitian
Volume Batang Silindris
Penentuan volume batang tanaman JATI ditentukan dengan variable dbh 1,3 meter dan
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 57
Pendugaan Model Volume Pohon Berdiri Tanaman Jati
tinggi total dengan menggunakan volume batang silindris :
V= ¼ p. d2 .tKeterangan :
Volume : batang silindris berdasarkan dbh 1,3 meter.
p = Konstanta phi (3,14).
d= Diameter setinggi dada (1,3 meter).
t = Tinggi total pohon.
Faktor Koreksi dan Volume Standing Stok
Untuk mengukur volume actual tanaman JATI umur 10 tahun diperlukan variable faktor koreksi (f ) dengan rumus:
F = volume aktual
volume silindris
Keterangan :
f = Faktor bentuk (form faktor).
Vaktual = Volume total batang segmen.
Silindris = Volume batang silinder berdasarkan diameter setinggi dada (dbh).
Pengukuran volume standing stok pada tanaman jati dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Pada tanamankayu jatiumur10 tahunadalah mengalikan volume batang silindris dengan faktor koreksi (f ) yang kemudian di konversi dengan jumlah pohon/ha dengan formula :
V = ¼ p× d2 ×t×f×n
Keterangan :
V = Volume standing stok.
p = phi (3,14).
d = Diameter setinggi dada.
t = Tinggi pohon.
n = Jumlah pohon per hektar (n/ha).
• PadatanamankayujatiV = Vst × n
Keterangan :
V = Volume standing stok.
Vst = Volume total segmen.
N = Jumlah pohon per hektar (n/ha).
Pemilihan Model Terbaik
Dari persamaan penduga volume yang diperoleh, dilukukan pemilihan model terbaik berdasarkan criteria yang telah ditetapkan. Kriteria pemilihan model tersebut yaitu :
a. Perhitungan koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total terkoreksi (JKT). Nilai R2 mengukur besarnya bagian keragaman total terhadap nilai tengah peubah tidak bebasnya dapat diterangkan oleh regresinya, nilai R2) ini biasanya dinyatakan dengan persen (%). Perhitungan koefisien determinasi terkoreksi (R2) dengan rumus sebagai berikut (Draper dan Smith, 1992) : R2 = (JK karena regresi ) / (JK total, terkoreksi untuk rataan Y> ) Perhitungan R2 adalah untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dan peubah tidak bebasnya.
a) Perhitungan koefisien determinasi terkoreksi (Ra2)
Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) adalah koefisien determinasi yang telah dikoreksi oleh derajat bebas (db) dari JKS dan JKT-nya. Perhitungan koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) dengan rumus sebagai berikut (Draper dan Smith, 1992). :
( ) ( )( ) ( )
2 /1 100%
/ 1aJKS n p
RaJKTT n
−= − ×
−
dimana :
JKS = Jumlah kuadrat sisa
JKTT = Jumlah kuadrat total terkoreksi
(n-p) = dbs (derajat beban sisaan)
(n-1) = dbt (derajat beban total)
58 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Mochammad Dwi Arief Putra & Martin Lukito
Ketentuan keterandalan Ra2 sama dengan R2. Kelebihan Ra2 adalah dapat membandingkan keterandalan model-model yang memiliki banyak pengubah bebas yang berbeda. Pengujian yang dilakukan menurut kriteria ini akan lebih dapat menamnbah keyakinan penerimaan model.
Perhitungan simpanan baku (s)
Nilai simpanan baku (s) ditentukan dengan rumus (Draper dan Smith, 1992):
( )2 JKSs s
n p= =
−
dimana : s2 = kuadrat tengah sisaan
(n-p)= dbs (derajat bebas sisaan)
JKS = jumlah kuadrat sisa
Pemeriksaan statistik ini menunjukkan bahwa semakin kecil nilai s semakin baik, artinya dugaan semakin teliti.
Persamaan Allomatrik
Berbagai data yang telah didapatkan seperti, tinggi pohon, dbh, diameter pangkal, diameter tinggi batang bebes cabang dan umur tanaman. Pembuatan model regresi bertujuan untuk memperkirakan atau menaksirkan besarnya efek kuantitatif dari satu parameter terhadap parameter yang lain. Secara umum model regresi mempunyai bentuk persamaan regresi dan transformasinya disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Model Persamaan Regresi dan Transformasinya:
Bentuk Persamaan Bentuk Linier
LinierQuadraticKubikLogarithmInverseCompoundPowerSigmoidGrowthEksponensialLogistik
Y = a + bxY = a + bx + cx2
Y = a + bx + cx2+dx3
Y = a + b In xY = a +b/xY = abx
Y = axb
Y = ea+b/t
Y = ea+bx
Y = a(ebx)Y = (1/u+abx)-1
Y = a + bxY = a + bx + cx2
Y = a + bx + cx2+dx3
Y = a + b In xY = a +b/xIn Y = In a+x In bIn Y = In a+b In xIn Y = a+b/tIn Y = a+bxIn Y = In a+bxIn(1/Y-1/u)=In a+x In b
Pemilihan model regresi didasarkan pada nilai koefisien determinasi(R2), Tertinggi serta jumlah kuadrat eror yang terkecil. Selain itu juga dilakukan pengujian regresi dengan menggunakan uji varian untuk mengetahin taraf signifikansi dari masing-masing persamaan yang dihasilkan. Pengolahan data menggunakan SPSS.nilai R2 berkisar 0-1, semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik model regresinya. Ukuran korelasi dinyatakan Young (1982) dalam (Lukito, 2010). Sebagai berikut :
a. 0,70 s.d.1,00 menunjukkan adanya tingkat hubungan yang tinggi.
b. 0,40 s.d.<0,7 menunjukkan tingkat hubungan yang substansi.
c. 0,20 s.d<0,40 menunjukkan tingkat hubungan yang rendah.
Jumlah simpangan eror residual yang minimal, menunjukkan tingkat kesalahan yang terjadi juga semakin kecil (Walpole, 1995). Uji taraf signifikasi dilakukan untuk mengetahui nyata-tidaknya pengaruh dari variable bebas
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 59
Pendugaan Model Volume Pohon Berdiri Tanaman Jati
terhadap variable terikat. Sedangkan jumlah kuadrat eror yang kecil menunjukkan bahwa garis persamaan yang dipilih adalah yang terbaik dan akan menghasilkan serangkaian ramalan yang disebut efisien. Efisien karena besarnya kuadrat kesalahan ramalan dari garis regresi yang dipilih akan sangat kecil (Hadi, 2000). Persamaan regresi akan menjadi efesien apabila nilai pengamatan (observasi) berada di sekitar garis regresi, dan ini akan terlihat jika digambarkan dalam bentuk diagram pencar.
Langkah-langkah perhitungan volume pohon berdiri :
a) Perhitungan volume manual
y = ½ π d2 h fk
y = volume
π = konstanta (3,14)
d = diameter
h = tinggi
fk = faktor koreksi (0,7)
b) Mencari model persamaan yang tepat, untuk menghitung volume pohon berdiri, dalam pemilihan model persamaan ini digunakan perangkat sofwer SPSS 16 (lihat lampiran dua), dalam pemilihan model persamaan dibatasi pada penggunaan model sebagai berikut:
Cara memilih model yang tepat:
1. Koefisien determinesi (R2) tertinggi.
2. Jumlah kuadrat eror (residual surn of square) yang terkecil.
3. Estándar eror of the estimate (see) terkecil.
c) Perhitungan volume dengan model persamaan yang terpilih.
d) Membandingkan antara perhitungan volume manual dan model persamaan
Uji Variabel Berpasangan (t-test)
Untuk dapat membandingkan antara perhitungan volume manual dan volume model apakah terdapat perbedaan yang
signifikan antara perhitungan manual dengan perhitungan model maka, a uji t-test, dengan tahapan sebagai berikut :
1. Harga rata-rata perbedaan Perbedaan ( )
1 2
1 2X X
X XP
n−
∑ −=
Keterangan
X = Volume Manual
X = Volume Model Quadratic
n = Jumlah Sampel
2. Varians = Sd2 ( )
( )21 22
1 2
1
X X
nX Xn
∑ − ∑ −
=−
3. Standar deviasi perbedaan individu pengamatan = Sd= 2Sd
4. Standar eror perbedaan harga rata-rata =
Sx1-x2 = Sdm = Sd
n
5. Thitung =
=harga rata-rata perbedaan
standar error perbedaan harga rata-rata
( 1 2)1 2( )
P X XSX X Sdm
−−
Jika Uji t-student nilai hitung lebih kecil dari nilai t-tabel artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara volume dengan perhitungan manual maupun volume dengan menggunakan perhitungan model
KEADAAN UMUM DAN WILAYAH
Letak dan Keadaan Umum Wilayah
Penelitian dilakukan Perkebunan Universitas Merdeka Madiun, Kecamatan Taman yang berlokasi di Kabupaten Madiun.
Batas – batas Universitas Merdeka Madiun adalah sebagai berikut :
- Sebelah Utara: Kelurahan Taman, Kecamatan Taman
- Sebelah Selatan: Kelurahan Demangan, Kecamatan Taman
- Sebelah Barat: Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman
- Sebelah Timur: Kelurahan Pandean, Kecamatan Taman
60 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Mochammad Dwi Arief Putra & Martin Lukito
Areal penelitian di perkebunan Universitas Merdeka Madiun dengan ketinggian ±65 dibawah permukaan laut berkisar antara 28° - 30°C, dengan keadaan tanah grumusal dengan ph tanah 6 - 6,5. Percobaan ini dilakukan pada bulan Februari.
Keadaan Tanaman
Luas perkebunan jati di Universitas Merdeka Madiun umur 10 tahun adalah 750
m2.Tanaman kayu jati merupakan satu satunya tamanan yang memenuhi nilai tanaman pasar yang tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASANPerhitungan Volume Secara Manual
Perhitungan volume manual dengan variable volume diameter setinggi dada dan tinggi pohon pada tanaman Jati umur 10 tahun disajikan pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Perhitungan Manual Volume Pohon Berdiri Jati Umur 10 Tahun
No pohonKeliling Dbh Dbh Tinggi
Fk 1/4 Phi
LBDS VolCm Cm M m2 m3
1 50 15.92 0.159 8.5 0.7 0.785 0.0199 0.11842 36 11.46 0.115 8.5 0.7 0.785 0.0103 0.06143 26 8.28 0.083 2 0.7 0.785 0.0054 0.00754 42 13.38 0.134 9.5 0.7 0.785 0.0140 0.09345 43 13.69 0.137 11 0.7 0.785 0.0147 0.11346 24 7.64 0.076 7.5 0.7 0.785 0.0046 0.02417 30 9.55 0.096 8 0.7 0.785 0.0072 0.04018 48 15.29 0.153 8.5 0.7 0.785 0.0183 0.10919 16 5.10 0.051 4 0.7 0.785 0.0020 0.0057
10 20 6.37 0.064 8 0.7 0.785 0.0032 0.0178Total 33732.5 10742.8 107.4 8488 8.5800 47.6689
Rerata 28.04 8.93 0.09 7.06 0.0071 0.03963Min 5.5 1.75159 0.018 1 0.0002 0.0005Max 71 23 0.226 12 0.0401 0.2615
Std dev 2.83 0.90 0.01 0.35 0.0023 0.0197Convidance 0.0805 0.0256 0.000256 0.01006128 6.66E-05 0.0006
Sumber : Data Primer Diolah
Dari Jumlah tanaman Jati umur 10 tahun keseluruhan sebanyak 1203 pohon, dan diambil sebanyak 100%. Hasil yang diperoleh dengan pengamatan langsung di perkebunan Universitas Merdeka Madiun umur 10 tahun dari sampel 100% diperoleh:
1. Volume Total = 47.6689 m3 volume rata-rata = 0,03963, volume minimal = 0.0005, volume maksimal = 0.2615, standar defiasi = 0,0197, confidence = 0,0006
2. Keliling keseluruhan total 3373,5 cm (33 m), keliling rata rata tiap pohon jati umur 10 tahun 28.04 cm (0,2804 m),
keliling minimal 5.5cm (0,55 cm), keliling maksimal 71 cm (0,71 m)
3. Diameter dari 100% pengamatan, diameter total = 107,4 m, diameter rata-rata pohon = 0,09 m, diameter minimal = 0.018, diameter maksimal = 0.226, tinggi total 8488 m, rerata tinggi = 7.06 m, tinggi minimal 1 m, tinggi maksimal = 12 m.
Penentuan Volume Model Persamaan
Penentuan Model Allometric memenuhi volume pohon berdiri disajikan pada Tabel 3.
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 61
Pendugaan Model Volume Pohon Berdiri Tanaman Jati
Berdasarkan kriteria Model diatas pada tabel 3 terlihat hubungan dengan diamater setinggi dada (dbh) sebagai variable bebas terhadap volume pohon berdiri diperoleh dengan model yang paling tepat adalah dengan model Power dengan nilai R2 0,944 yang berarti 94,4% variable volume dapat diperjelas oleh variable diameter setinggi dada (dbh), sisanya 5,6% oleh variable lain. Nilai kuadrat eror (RSS) 0,758 dan standart eror 0,951
Berdasarkan hasil analisa varian untuk menguji signifikasi hubungan tersebut dapat dilihat bahwa hubungan antara diameter setinggi dada (dbh) terhadap volume pohon berdiri memiliki kolerasi yang signifikasi atau menunjukan adanya tingkat hubungan yang tinggi. Uji anova didapat f hitung yaitu sebesar 20306,889 dengan tingkat signifikasi (<0,05), sehingga model regresi dapat dipakai untuk memprediksi volume. Dengan ini persamaan yang terbentuk dapat digunakan untuk menduga volume pohon berdiri dengan menggunakan diameter setinggi dada sebagai variable penduga. Model Power memiliki
persamanaan sebagai berikut : volume pohon (m3 ) = 16,700 x 2,608 dbh (m). Model analisisa hubungan diameter setinggi dada dengan volume kayu berdiri dapat disajikan pada Gambar 1
64
a=0,231 b=0,077 3 Quadratic y = a+b+c2
a=-0,001 b=0,136 c=5,808 0,961 0,924 0,010 0,124 7284,860
4 Cubic y = a+bx+cx2
+dx3 a=-0009 b=-0,499 c=9,551 d=-11,459
0,962 0,925 0,010 0,123 4902,610
5 Power y = axb a=16,700 b=2,608
0,972 0,944 0,951 0,75897 20306,889
6 Growth y = e a+b/t a= -6309 b=29,483
0,924 0,406 0,406 0,198.33 7030.334
e = bilangan alam 2,71828
Berdasarkan kriteria Model diatas pada tabel 3 terlihat hubungan dengan diamater setinggi dada (dbh) sebagai variable bebas terhadap volume pohon berdiri diperoleh dengan model yang paling tepat adalah dengan model Power dengan nilai R2 0,944 yang berarti 94,4% variable volume dapat diperjelas oleh variable diameter setinggi dada (dbh), sisanya 5,6% oleh variable lain. Nilai kuadrat eror (RSS) 0,758 dan standart eror 0,951
Berdasarkan hasil analisa varian untuk menguji signifikasi hubungan tersebut dapat dilihat bahwa hubungan antara diameter setinggi dada (dbh) terhadap volume pohon berdiri memiliki kolerasi
yang signifikasi atau menunjukan adanya tingkat hubungan yang tinggi. Uji anova didapat f hitung yaitu sebesar 20306,889 dengan tingkat signifikasi (<0,05), sehingga model regresi dapat dipakai untuk memprediksi volume. Dengan ini persamaan yang terbentuk dapat digunakan untuk menduga volume pohon berdiri dengan menggunakan diameter setinggi dada sebagai variable penduga. Model Power memiliki persamanaan sebagai berikut : volume pohon (m3 ) = 16,700 x 2,608 dbh (m). Model analisisa hubungan diameter setinggi dada dengan volume kayu berdiri dapat disajikan pada Gambar 1
Diameter Setinggi dada (dbh) mtr
Gambar 1. Model Allometri Perhitungan Volume Pohon Berdiri Jati Umur 10 Tahun Diameter Setinggi dada (dbh) mtr
Gambar 1. Model Allometri Perhitungan Volume Pohon Berdiri Jati Umur 10 Tahun
Perhitungan model terpilih yaitu dengan model power maka perhitungan volume dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut :
Tabel 3. Model Model Alometrik
No Model Persamaan RKoef.Kolerasi
R2Koef.Determinasi
See RSS Fhit
1 Linear y=a+bxa=-0,052 b=1,022
0,926 0,857 0,014 0,233 7193,735
2 Logarithmic y = a + b In xa=0,231 b=0,077
0,829 0,687 0,021 0,510 2630,195
3 Quadratic y = a+b+c2 a=-0,001 b=0,136 c=5,808
0,961 0,924 0,010 0,124 7284,860
4 Cubic y = a+bx+cx2 +dx3 a=-0009 b=-0,499 c=9,551 d=-11,459
0,962 0,925 0,010 0,123 4902,610
5 Power y = axba=16,700 b=2,608
0,972 0,944 0,951 0,75897 20306,889
6 Growth y = e a+b/ta= -6309 b=29,483
0,924 0,406 0,406 0,198.33 7030.334
e = bilangan alam 2,71828
62 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Mochammad Dwi Arief Putra & Martin Lukito
Tabel 4
Perhitungan Volume Dengan Model Power
NoKon-
stantaCoef-b dbh
Vol-Model
a b m m31 0.063 0.2608 0.159 0.0392 0.063 0.2608 0.115 0.0363 0.063 0.2608 0.083 0.0334 0.063 0.2608 0.134 0.0375 0.063 0.2608 0.137 0.0386 0.063 0.2608 0.076 0.0327 0.063 0.2608 0.096 0.0348 0.063 0.2608 0.153 0.0399 0.063 0.2608 0.051 0.029
10 0.063 0.2608 0.064 0.031Total 75.789 313.7424 107.4283 39.8043
Rerata 0.063 0.2608 0.089 0.033Min 0.063 0.2608 0.018 0.022Max 0.063 0.2608 0.226 0.043
NoKon-
stantaCoef-b dbh
Vol-Model
a b m m3Std Dev
1.18E-15
2.78E-16 0.033346 0.003342
Sumber: Data Primer Diolah
Perhitungan Volume dengan model persamaan Power, diperoleh total volume = 39,80 m3, rata-rata volume tiap pohon 0,033 m3, volume minimal 0,022 m3, volume maksimal 0,043m3
Perbandingan antara Volume Manual dengan Volume Model
Perbandingan antara volume manual dan volume model maka dilakukan uji-t seperti pada tabel 5 sebagai berikut :
Tabel 5. Uji t Variable Manual dengan Volume Model.
No Pohon
Keliling DbhManual Power
Dbh Vol-(X1) Vol-(X2) (X1-X2) (X1-X2)^2cm cm mtr mtr3 mtr3
1 50 15.92 0.159 0.1184 0.039 0.079 0.006312 36 11.46 0.115 0.0614 0.036 0.026 0.000653 26 8.28 0.083 0.0075 0.033 -0.025 0.000644 42 13.38 0.134 0.0934 0.037 0.056 0.003155 43 13.69 0.137 0.1134 0.038 0.076 0.005756 24 7.64 0.076 0.0241 0.032 -0.008 0.000077 30 9.55 0.096 0.0401 0.034 0.006 0.000048 48 15.29 0.153 0.1091 0.039 0.071 0.004989 16 5.10 0.051 0.0057 0.029 -0.023 0.00054
10 20 6.37 0.064 0.0178 0.031 -0.013 0.00017Total 107.428 47.669 39.804 7.865 1.438
Sumber :Data Primer DIolah
Rekapitulasi total skor dan data rata-rata volume terhadap parameter manual dan model pendugaan volume Disajikan Pada Tabel 6:
Tabel 6. Rekapitulasi Skor Parameter Manual dan Model Pendugaan Volume
No Keterangan Notasi Nilai1 Jumlah nilai volume
manual∑ x1 47.669
2 Jumlah nilai volume model
∑ x2 39.804
3 Jumlah nilai perbedaan ∑(x1-x2) 7.8654 Jumlah nilai perbedaan
kuadrat[ ∑ ( x 1 -x2)] 2
1.438
n=1203 Sampel
Keterangan :
1. Harga rata-rata perbedaan Px1-x2 = 7,865
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 63
Pendugaan Model Volume Pohon Berdiri Tanaman Jati
2. Varians = Sd2 = 1,44
3. Sd = √Sd2 = 1,20
4. Standar eror perbedaan harga rata-rata = Sx1-x2 = Sdm = 0,834
5. Thitung = 9,43
6. Nilai t menurut tabel untuk tingkat signifikan 95% atau dengan (0,05)
Pada db = 1203 ± 1,960
Berdasarkan uji t-test t hitung lebih kecil dari t terdapat kepercayaan 95% (α = 0,05) yang artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara perhitungan volume dengan manual dengan menggunakan perhitungan power.
KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perhitungan total sampel volume pohon berdiri secara manual yaitu sebesar 47.6689 m3 atau rerata sebesar 0.03963 m3/pohon dengan volume minimum 0.0005 dan maksimum 0.2615
2. Berdasarkan kriteria R2, RSS, dan SEE maka model pendugaan terpilih adalah Power yaitu dengan persamaan :
Y = 16,700 x 2,608 dbh (m), dengan R2
0,944 (RSS) 0,758 SEE 0,951
3. Perhitungan volume model Power terlihat bahwa total volume 1203 pohon didapatkan volume model sebesar 39.8043 m3 atau rerata sebesar 0.033 m3/pohon. Volume minimum 0.022 m3 dan maksimum 0.2615 m3
4. Berdasarkan uji t-test t hitung lebih kecil dari t terdapat kepercayaan 95% (α = 0,05) sebesar 1,960 yang artinya tidak ada pengaruh yang signifikan antara perhitungan volume dengan manual
dengan menggunakan perhitungan power.
Saran
1. Agar pelaksanaan penelitian ini bisa dilanjutkan dengan tahap selanjutnya.
2. Penelitian harus ditambah dengan waktu pelaksanaannya agar bisa terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKAAnnonymous 1992. Manual Kehutanan.
Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta
Bustomi, S. D Wahjono, Herbagung, dan I. P. B Parthama, 1998, Pertunjukan Teknis Tata Cara Penyusunan Tabel Volume Pohon. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor
Hardjosono, MS 1984. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajahmada, Yogyakarta.
Husch, B. 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan. (Terjemahan oleh Agus Setyarso). Universitas Indonesia Press. Jakarta.
http://delpujiero.wordpress.com/2012/06/11/alat-ukur-dimensi-pohon-part1-2/
http://insaniwidya.blogspot.com/2012/09/penyusunan-tabel-volume-pohon-dalam.html
Lukito, Martin 2010. Inventarisasi Hutan Tanaman Kayu Putih Dalam menghasilkan Biomasassa dan Karbon Hutan. Tesis Fakultas UGM. Tidak Dipublikasikan.
Simon, H. 1993 Metode Inventore Hutan. Penerbit Aditya Media. Yogyakarta.
Suharlan, A dan Y. Sudiono 1975. Ilmu Ukur Kayu. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor.
Supr., S. H. 1952. Forest Inventory. The Ronald Press Company Inc. New York
AGRI-TEK: Jurnal Ilmu Pertanian, Kehutanan dan AgroteknologiVolume 17 Nomor 1 Maret 2016; ISSN : 1411-5336
UJI PENGGUNAAN MACAM PUPUK ORGANIK CAIRTERHADAP HASIL KEDELAI
Jajuk Herawati1*, dan Indarwati2
1*, 2* Dosen Fakultas Pertanian – Universitas Wijaya Kusuma SurabayaEmail: herawati_yayuk@yahoo.com
Abstract
Research purposes want to know the influence of application fertilizer liquid organic (POC) to improve the result soybean. Is hypothesized this research is: (1) kind of POC different can provide growth and the results of soybean different; (2) Various POCdifferent can be applied in the soybean plant. The research was conducted using a randomized block design of one factor by treatment as follows: P1 : Without POC ( Control ), P2 : POC Waste Water Hyacinth, P3: POC waste dregs and skin the sugarcane, P4: POC waste coconut coir, P5: POC waste water hyacinth + manure, P6 : POC sugarcane waste dregs + manure + cocopeat, P7: POC waste coconut coir + cocopeat. Each treatment repeated four times, so that was obtained 28 tenement experiment , by using plants 10 sample every tenement. The research note that the treatment poc dregs cane + manure + cocopeat ( P6 ) give heavy dry seed / swaths better than other treatment, Although no different real the treatment poc dregs cane ( P3 ), So also with the potential of the results, Where p6 able to provide the 2,36 tons / ha was p3 able to give a ton / ha 2,12. While in parameters 1.000 the weight , the treatment poc dregs cane + manure + cocopeat ( P6 ) give 1.000 weight of the best, Although no different treatment real with the provision of waste poc dregs and skin cane (P3) or P5.
Keywords:
Liquid organic fertilizer, and Soybean Production
PENDAHULUANSampai saat ini, kedelai masih menjadi
salah satu komoditas pangan prioritas di Indonesia, disebabkan tingginya gejolak harga yang tidak menutup kemungkinan dapat mengguncangkan perekonomian Indonesia. Hal ini bisa menjadi bahan kajian untuk berpikir kembali, bahwa aspek ketahanan pangan yang bertumpu pada kekuatan sendiri merupakan perihal yang harus digalakkan dan diwujudkan, terutama bila tidak ingin selalu
bergantung pada Negara lain (Adisarwanto, 2008).
Salah satu program utama Kementrian Pertanian adalah pencapaian swasembada kedelai, yang harus didukung oleh semua pihak dalam proses produksinya. Hasil pengalaman selama ini menunjukkan bahwa tingkat produksi nasional kedelai lebih ditentukan oleh luas areal tanam dari pada tingkat produktivitasnya. Hal ini membuka peluang yang terbuka lebar dalam upaya meningkatkan produksi melalui perbaikan
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 65
Uji Penggunaan Macam Pupuk Organik Cair
produktivitas, mengingat produktivitas kedelai di tingkat petani masih rendah yaitu sekitar 1,29 ton/ha, padahal teknologi produksi yang tersedia mampu mening-katkan hasil kedelai 1,7 – 3,2 ton/ha (Anonimus, 2009).
Orientasi pertanian modern yang mengejar produksi sebanyak-banyaknya dan kualitas yang baik menjadikan para petani sangat tergantung pada penggunaan pupuk. Namun tanpa pengetahuan yang memadai, penggunaan pupuk kimia justru menyebabkan penurunan kualitas produksi tanaman. Selain itu penggunaan pupuk kimia/anorganik dalam jangka panjang secara terus menerus dan tidak terkontrol akan berdampak buruk pada kesuburan tanah dan lingkungan. Penggunaan pupuk secara benar harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan terhadap keseimbangan ekosistem di sekitarnya (Novizan, 2003). Herawati (2003) dari hasil penelitiannya tahun 2001 menemukan adanya kandungan logam berta Cd pada beberapa pupuk an-organik yang mengandng phosphor (P), yaitu sekitar 0,1-0,7 ppm.
Tanah yang sering diberi pupuk anorganik lama kelamaan menjadi keras, sulit diolah sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman, oleh karena itu pemanfaatan pupuk organik sangat membantu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan permeabilitas tanah dan mengurangi ketergantungan lahan pada pupuk anorganik. Pupuk organik juga berperan sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme tanah dan meningkatkan jumlah serta aktivitas mikroorganisme tanah, sehingga tanah menjadi gembur (Hadisuwito, 2008).
Pupuk organik berasal dari bahan-bahan organik dan berdasarkan bentuknya pupuk organik dibagi menjadi dua, yaitu pupuk organik padat dan POC. Bahan baku organik tersebut dapat diperoleh dengan
memanfaatkan sampah/limbah organik yang berlimpah di sekitar kehidupan manusia, di antaranya sampah sabut kelapa, sampah kulit tebu dan lain-lain. Dari hasil penelitian Suryaningsih, Jajuk dn Johanes (2010), disimpulkan bahwa pemberian pupuk organik padat limbah home industri roti yang dikombinasi dengan POC campuran kotoran kambing dan sabut kelapa, memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian pupuk organik padat limbah home industri roti saja pada tanaman sawi.
Dari hasil penelitian Herawati, Indarwati dan Achmadi (2012), disimpulkan bahwa dengan aplikasi pupuk organik cair Mol limbah eceng gondok pada tanaman kedelai mampu meningkatkan hasil kedelai 21,6 % dibandingkan dengan tanpa pemberian Mol limbah eceng gondok.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengaplikasikan teknologi pembuatan POC yang berasal dari berbagai sumber limbah organik untuk meningkatkan produksi tanaman dalam upaya pencapaiaan swasembada dan percepatan tercapainya kedaulatan pangan Indonesia. Selain itu juga merupakan solusi dalam mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.
METODE PENELITIANTempat dan waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Mojosari, Mojokerto. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2015 dan berakhir pada bulan September 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian dibagi menjadi 2, yaitu bahan yang dibutuh-kan untuk pembuatan POC, antara lain: limbah sabut kelapa, limbah kulit tebu, limbah eceng
66 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Jajuk Herawati & Indarwati
gondok, sumber karbohidrat, air kelapa, air beras dan air sumur. Sedang bahan yang dibutuhkan pada saat tanam di lapang, antara lain: benih kedelai, pupuk Phonska Petroganik, pupuk kandang, dll.
Peralatan yang dibutuhkan selama penelitian adalah :
� Peralatan pembuatan POC: Bak POC, selang, pengaduk, pisa , telenan, botol, jerigen, meteran, isolasi dll.
� Peralatan Penelitian Lapang: cangkul, gembor, cetok, timba, Sprayer, kamera dan lain-lain.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengguna-kan Rancangan Acak Kelompok satu faktor dengan perlakuan sebagai berikut:
P1 : Tanpa POC (Kontrol)
P2 : POC Limbah Eceng Gondok
P3 : POC Limbah AmpasTebu
P4 : POC Limbah Sabut Kelapa
P5 : POC Limbah Eceng Gondok + pupuk kandang
P6 : POC Limbah Ampas Tebu + pupuk kandang + cocopeat
P7 : POC Limbah Sabut Kelapa + cocopeat
Dari masing–masing perlakuan tersebut diulang sebanyak 4 kali, sehingga dibutuhkan sebanyak 28 (7 x 4 ) petak percobaan
Pelaksanaan Penelitian
� Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC)
Pelaksanaan penelitian ini yang pertama adalah pembuatan pupuk organik (POC) yang berasal dari berbagai sumber limbah organik di Laboratorium Produksi Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dengan jenis sesuai perlakuan. Pembuatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan semua bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pembuatan pupuk
organik
2. Menyiapkan semua sumber limbah organik (kulit tebu, sabut kelapa dan eceng gondok) kemudian dibersihkan setelah itu diiris/dipotong kecil-kecil.
3. Memasukkan limbah organik yang telah dipotong kecil-kecil ke dalam masing-masing bak POC sesuai perlakuan, kemudian ditambah semua bahan yang dibutuhkan yaitu gula pasir 1 kg, air kelapa, air beras dan air sumur sebanyak kurang lebih 50 liter hingga terendam, setelah itu diaduk hingga rata.
4. Menutup rapat bak POC tersebut, dan diberi lubang udara dengan cara me-masukkan selang plastik yang dihubung-kan dengan limbah botol mineral yang sudah berisi air.
5. Dibiarkan sampai berbau seperti alkohol atau tape selama 15 hari. (2 minggu)
� Pemanenan Pupuk Organik (POC)
Pemanenan dilakukan setelah 15 hari pembuatan POC dan tercium bau seperti alkohol/tape. POC dipanen dengan melakukan penyaringan kemudian dimasukkan dalam jiregen yang sudah disiapkan, dan siap untuk diaplikasikan pada lahan sesuai dengan perlakuan.
� Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Kedelai
a. Persiapan Lahan
Kegiatan persiapan lahan berupa pengolahan tanah untuk meningkatkan produksi (Siswadi, 2006), dan harus dilakukan bila akan menanam kedelai di lahan kering di awal musim hujan. Hal ini karena permukaan tanah umumnya sudah mengeras akibat tanah diberokan cukup lama. Pembuatan saluran draenase juga diperlukan untuk mempercepat pembuangan kelebihan air dan untuk mencegah terjadinya peningkatan erosi
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 67
Uji Penggunaan Macam Pupuk Organik Cair
akibat tindakan pengolahan tanah.
b. Pembuatan Petak Percobaan untuk Penanaman
Setelah dilakukan persiapan lahan dengan penggemburan tanah, maka petak percobaan dibiarkan selama satu minggu agar hama dan penyakit mati terkena sinar matahari. Setelah itu kemudian disiram dengan air untuk menghancurkan bongkahan-bongkahan tanah. Persiapan petak percobaan yang akan digunakan untuk penanaman kedelai berukuran 3 x 6 m2 = 18 m2 x 28 petak percobaan, dibagi menjadi 4 larik yang masing-masing larik terdapat 7 petak.
c. Penanaman dan Pemupukan
Setelah tanah selesai diolah selanjutnya dilakukan kegiatan penanaman dengan jarak tanam kedelai 40cmx15cm (Herawati, dkk. 2012), yang dilanjutkan dengan pemupukan. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk Urea, TSP dan KCl. Pupuk organik sebagai perlakuan diberikan pada hari yang sama saat penanaman, yaitu pada sore hari untuk mengurangi terjadinya penguapan.
Setelah dilakukan penanaman maka dilanjut kan dengan pemberian POC sebagai pupuk cair sesuai dengan per-lakuan, yang diberiakan setiap seminggu sekali selama lima kali
d. Pemeliharaan Tanaman Kedelai
Pemeliharaan adalah hal yang penting untuk budidaya kedelai, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan didapat. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah penyiraman. Penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen. Tahap selanjutnya adalah penyiangan. Penyiangan dilakukan untuk mengurangi persaingan antara kedelai dengan tumbuhan liar (gulma) dalam
mendapatkan air dan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan secara mekanik untuk membuang gulma atau tumbuhan liar yang kemungkinan dijadikan inang hama ulat bawang. Pada saat penyiangan dilakukan pengambilan hama jika ada serangan (Sartono J., dan Wibisono I., 2007)
Pemeliharaan yang lain adalah dengan pengendalian hama dan penyakit, yang dilakukan dengan pemakaian bibit yang bebas virus; sanitasi; pergiliran tanaman; dengan mencabut, membuang atau mem-bakar tanaman terserang di tempat yang jauh; mengambil dan memusnahkan telur atau ulat yang menyerang tanaman; dan cara alami lainnya.
� Panen
Waktu panen tanaman kedelai selain ditentukan oleh ketepatan umur sesuai dengan diskripsi varietas yang ditanam, 70% daun telah menguning dan rontok serta polong sudah mengeras dan kecoklatan (Purwono dan Purnamawati H., 2002), juga oleh banyaknya polong yang berubah menjadi coklat kuning (kurang 95% polong sudah berubah warna dan daun yang masih tertinggal di tanaman sekitar 5-10 %).
Panen dilakukan dengan cara memotong batang tanaman kedelai sedekat mungkin dengan permukaan tanah dengan mengguna-kan sabit bergerigi tajam. Setelah itu baru dilakukan penimbangan terhadap hasil kedelai.
� Pascapanen
Setelah dilakukan pemanenan pada tanaman, kemudian dilakukan penimbangan pada hasil panen sesuai dengan peubah/parameter pengamatan yang dilakukan. Baru setelah itu dilakukan pengeringan dengan menjemur secara langsung di bawah sinar matahari selama kurang lebih 3 hari.
68 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Jajuk Herawati & Indarwati
HASIL DAN PEMBAHASANParameter Produksi
� Jumlah Polong Isi / Tanaman
Tabel 1. dapat dilihat terjadinya perbedaan nyata pada perlakuan macam sumber limbah organik, di mana perlakuan pemberian POC limbah ampas tebu + pupuk kandang dan Cocopeat menghasilkan rata-rata jumlah polong isi/tanaman yang lebih banyak dibandingkan dengan kontrol, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain.
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Polong Isi / Tanaman karena Perlakuan Macam Sumber
Limbah Organik
Perlakuan Jumlah Polong Saat Panen
Macam Sumber Limbah Organik
P1P2P3P4P5P6P7
51,3 b69,0 a77,7 a77,9 a78,0 a80,3 a68,6 a
BNT 5% 12,34
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Gambar 1. Diagram Batang Rata–Rata Jumlah Polong Isi/ Tanaman (Gram) karena Perlakuan Macam Sumber Karbohidrat Saat
Panen
� Berat Kering Biji Kedelai / Petak (kg)
Tabel 2. Rata-Rata Berat Kering Biji / petak (kg) karena Perlakuan Macam Sumber
Limbah Organik
Perlakuan Saat Panen
Macam Sumber Limbah OrganikP1P2P3P4P5P6P7
2,54 c3,45 b 3,82 ab3,52 b3,60 b4,24 a3,54 b
BNT 5% 0,52
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Tabel 2 dapat dilihat terjadinya perbedaan nyata pada perlakuan macam sumber limbah organik, di mana perlakuan pemberian POC limbah ampas tebu + pupuk kandang dan cocopeat (P6), menghasilkan rata-rata berat kering biji/petak yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lain, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian POC limbah ampas tebu (P3).
Gambar 2. Rata-Rata Berat Kering Biji / petak (kg) karena Perlakuan Macam Sumber
Limbah Organik
� Potensi Hasil / Berat Kering Biji Kedelai / ha (ton)
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 69
Uji Penggunaan Macam Pupuk Organik Cair
Tabel 3. Rata-Rata Berat Kering Biji / ha (ton) karena Perlakuan Macam Sumber
Limbah Organik
Perlakuan Saat PanenMacam Sumber Limbah OrganikP1 1,41 cP2 1,92 bP3 2,12 abP4 1,96 bP5 2,00 bP6 2,36 aP7 1,97 bBNT 5% 0,25
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Tabel 3 dapat dilihat terjadinya perbedaan nyata pada perlakuan macam sumber limbah organik, di mana perlakuan pemberian POC limbah ampas tebu + pupuk kandang dan cocopeat (P6), menghasilkan rata-rata berat kering biji/ha yang lebih banyak dibandingkan perlakuan lain, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan pemberian POC limbah ampas tebu (P3).
Gambar 3. Rata-Rata Berat Kering Biji /
Ha (kg) karena Perlakuan Macam Sumber Limbah Organik Saat Panen
� Berat 1000 Biji
Tabel 4. Rata-Rata Berat 1000 Biji Kedelai Saat Panen (gram) karena Perlakuan Macam Sumber Karbohidrat dan Varietas
Perlakuan Saat Panen
M acam Su mb er Limbah OrganikP1 143,75 c
P2 157,25 b
P3 166,00 a
P4 157,0 b
P5 163,9 a
P6 168,25 a
P7 157,5 b
BNT 5% 5,98
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Gambar 4. Rata-Rata Berat Kering1000 Biji (Gram) karena Perlakuan Macam Sumber
Limbah Organik
PembahasanHasil analisis kandungan unsur hara
dalam masing-masing POC disajikan dalam tabel 5
Tabel 5. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara POC
POCN
(%)P2O5
(%)K2O(%)
C Org.
C/NMikroba Meng-
untungkan
Eceng Gondok
0,07 0,05 0,31 1,12 14,5Bak. Fotosintesis, Bak. Fermentasi
Ampas Tebu
0,11 0,12 0,88 1,52 13,6Lactobacillus, Actinomycetes
70 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Jajuk Herawati & Indarwati
POCN
(%)P2O5
(%)K2O(%)
C Org.
C/NMikroba Meng-
untungkan
Sabut Kelapa
0,06 0,08 0,82 1,21 18,2Actinomycetes, Bak. Pelarut P
Sumber: Hasil Uji Laboratorium Balai Penelitian dan Konsultasi Industri Surabaya – Jawa Timur (2015)
Plot Percoba an N (%) P2O5 (%) K2O (%) C Org. Mikroba Meng untungkan
Kontrol (P1) 0,03 0,028 0,091 2,88 Actinomy cetesPOC Eceng Gondok (P2) 0,07 0,021 0,086 3,21 Bakteri fermentasiPOC Ampas Tebu (P3) 0,06 0,024 0,062 3,35 Lactoba cillusPOC Sabut Kelapa (P4) 0,08 0,020 0,059 2,96 Bakteri fermentasiPOC Eceng Gondok+ Pupuk Kandang (P5)
0,12 0,017 0,075 3,17 Lactoba cillus
POC Ampas Tebu + Pupuk Kandang + Cocopeat (P6)
0,09 0,18 0,060 3,54 Bakteri fermentasi
POC Sabut Kelapa + Cocopeat (P7)
0,11 0,16 0,049 2,90 Acetobakter
Sumber: Hasil Uji Laboratorium Balai Penelitian dan Konsultasi Industri Surabaya – Jawa Timur (2015)
Pada parameter produksi jumlah polong isi / tanaman P6 memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol, meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Perlakuan pemberian POC ini yang merupakan salah satu pupuk organik mempunyai fungsi antara lain adalah: 1) memperbaiki struktur tanah, karena bahan organik dapat mengikat partikel tanah menjadi agregat yang mantap, 2) memperbaiki distribusi ukuran pori tanah sehingga daya pegang air tanah meningkat dan pergerakan udara (aerasi) di dalam tanah menjadi lebih baik. Fungsi biologi pupuk kompos adalah sebagai sumber energi dan makanan bagi mikroba di dalam tanah. Dengan ketersediaan bahan organik yang cukup, aktivitas organisme tanah yang juga mempengaruhi ketersediaan hara, siklus hara, dan pembentukan pori mikro dan makro tanah menjadi lebih baik (Hayati, dkk. 2011)
Sedang hasil analisis kandungan unsur hara dalam masing-masing tanah plot perlakuan disajikan dalam tabel 6.
Tabel 6. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara Tanah
Pada parameter berat kering biji / petak dan / ha sebagai potensi hasil memberikan perbedaan yang nyata, di mana perlakuan P6 menunjukkan hasil terbaik, meskipun tidak berbeda nyata dengan P3. Sedang pada parameter produksi berat kering 1.000 biji, P6 juga memberikan hasil yang terbaik meskipun tidak berbeda nyata dengan P3 dan P5.
Pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan hasil interaksi antara faktor internal dengan faktor eksternal tanaman. Pertumbuhan dan hasil dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya (Gardner et. al. 2004), dan karakter genetik (Nyakpa, et. al. 1998). Faktor lingkungan meliputi kandungan hara, air, suhu, kelembaban, radiasi matahari, kondisi tanah, dan interaksi dengan organisme lainnya seperti OPT dan mikroorganisme. Pertumbuhan dan hasil tanaman dapat tercapai jika faktor lingkungan
Volume 17 Nomor 1 Maret 2016, AGRI-TEK 71
Uji Penggunaan Macam Pupuk Organik Cair
dalam kondisi optimal. Lingkungan yang kurang mendukung dapat menghambat bahkan menghentikan pertumbuhan
Pada parameter potensi hasil terjadi perbedaan nyata pada perlakuan pemberian POC, tetapi belum semua perlakuan pemberian POC dapat mencapai potensi hasil sesuai dengan deskripsi tanaman, yaitu antara 2,03 – 2,25 ton / ha. Hal ini diduga karena masih tingginya C/N rasio dari masing-masing POC yang masih belum sesuai dengan C/N rasio tanah, sehingga unsur hara dari POC masih belum dapat diserap tanaman dan belum menunjukkan pengaruhnya. Novizan (2003), menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil unsur hara yang berasal dari pupuk organik dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman, sebagian lagi terurai dalam rentang waktu yang lama. Untuk dapat tersedia bagi tanaman, unsur hara N, P dan K yang terkandung dalam pupuk organik harus mengalami proses dekomposisi terlebih dahulu di dalam tanah (Watanabe, 1984), dan dekomposisi tergantung pada nilai nisbah C/N dan sumber bahan organiknya Hakim et al., (1986).
Menurut Rafsanjani, K.A., Sarwono dan Noriyant, R.D (2012), dari hasil penelitiannya dikatakan bahwa eceng gondok adalah limbah organik yang memiliki kandungan air yang sangat besar hingga 90 % dari berat tanaman sebenarnya.
KESIMPULANDari hasil penelitian ini, maka dapat
disimpulkan:
1. Terjadi perbedaan nyata pada parameter produksi jumlah polong isi/tanaman, BK biji kedelai/petak, BK biji/ha dan berat 1.000 biji
2. Dengan perlakuan pemberian POC dari berbagai sumber limbah organik pada tanaman kedelai mampu menghasilkan berat biji kering 1,92 – 2,36 ton/ha.
3. Aplikasi POC limbah ampas dan kulit tebu pada pertanaman kedelai memberikan hasil 2,12 ton / ha lebih baik dibandingkan penggunaan POC dengan sumber limbah organik yang lain
UCAPAN TERIMA KASIHTerima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulisan hasil penelitian ini, terutama kepada Dirjen Dikti yang telah memberikan Dana dalam pelaksanaan penelitian ini melalui Program Hibah Bersaing untuk tahun anggaran 2015 ini. Juga disampaikan terima kasih kepada Universitas Merdeka Madiun, khususnya Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk termuatnya tulisan ini pada Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Eksakta AGRI-TEK. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Universitas Wijaya Kusuma Surabaya khususnya Fakultas Pertanian, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengikuti program Hibah yang diadakan Dirjen Dikti maupun kesempatan untuk mengisi jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKAHadisuwito, S, 2008. Membuat pupuk Kompos
Cair. PT. AgroMedia Pustaka Jakarta
Herawati, J. 2003. Pencemaran dan Toksisitas Logam Berat Cadmium di Bidang pertanian. Jurnal Ilmiah Agro Kusuma ISSN 1412-036 Vol. 2 No. 2 .Februari 2003. Fakultas Pertanian Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Novizan, 2003. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta.Herawati, J, Indarwati dan Achmadi, S. 2012. Peningkatan Produksi Kedelai dengan Pemanfaatan Limbah Eceng Gondok. Seminar Nasional Peningkatan Mutu Pendidikan MIPA untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan. Fakultas
72 AGRI-TEK, Volume 17 Nomor 1 Maret 2016
Jajuk Herawati & Indarwati
MIPA Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA). ISBN: 978-602-17993-0-7.
……..., Indarwati dan Achmadi, S. 2013. Uji Aplikasi Pupuk Organik Cair Ecen Gondok pada Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai. Prosiding Peran Teknologi dan Industri Pangan untuk Percepatan Tercapainya Kedaulatan Pangan Indonesia. PATPI-UNEJ. ISBN:978-602-9030-49-5.
Prahesti, R.Y.R., dan Ni made. U.D. 2011. Pengaruh Penambahan Nasi Basi dan Gula Merah Terhadap Kualitas Kompos dengan Proses An-aerobik. Jurnal Ilmiah Penelitian Masalah Lingkungan di Indonesia. ISSN No.2088-4818. Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Lingkungan Indonesia: 497-508.
Prihandarini, R. 2004. Manajemen Sampah. Penerbit PerPod. Jakarta.
Purwendro, S. dan Nurhidayat. 2008. Mengolah Sampah untuk Pupuk dan Pestisida Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rafsanjani, K.A., Sarwono dan Noriyant, R.D. 2012. Studi Pemanfaatan Potensi Biomass Dari Sampah Organik Sebagai Bahan Bakar Alternatif (Briket) Dalam Mendukung Program Eco-Campus Di ITS Surabaya. Jurnal Teknik Pomits Vol. 1, No. 1, (2012)1-6. ITS.
Suryaningsih, D.R., Jajuk, H. Dan Yohanes, M. 2010. Pemanfaatan Lahan Tidur dan Pengelolaan Limbah Industri Rumah Tangga Terhadap Produksi Jenis Tanaman Sawi. Prosiding Simposium Perpupukan Nasional. Dewan Pupuk Indonesia. ISBN:978-979-25-7694-8.
Wahyono, S., Firman, I.S dan Feddy, S. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul dari Aneka Limbah. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Wardana, I.W, Junaidi, Rama F.S. dan Pradana S.A. 2012. Sampah Untuk Energi: Kelayakan Pemanfaatan Limbah Organik dari Kantin Di Lingkungan Undip Bagi Produksi Energi dengan Menggunakan Reaktor Biogas Skala Rumah Tangga. Jurnal PRESIPITASI Vol. 9 No.2 September 2012, ISSN 1907-187X .
top related