crs apendisitis
Post on 13-Aug-2015
55 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Keterangan umum
Nama : Ny. DK
Umur : 27 tahun
Alamat : Jl. Sukahaji, Sukarasa- Bandung.
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Pendidikan : SLTP
Tanggal masuk RS : 18 Juli 2007
Tanggal pemeriksaan : 24 Juli 2007
Anamnesis
Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah
Sejak 2 hari SMRS, penderita mengeluh nyeri perut kanan bawah yang
dirasakan semakin bertambah nyeri. Keluhan tersebut didahului oleh nyeri ulu hati,
yang kemudian nyeri berpindah dan menetap di perut kanan bawah. Keluhan nyeri
perut kanan bawah disertai mual, muntah, demam ringan. BAB tidak ada kelainan.
BAK tidak ada kelainan. Riwayat keluhan serupa sebelumnya tidak ada. Karena
keluhannya penderita berobat ke Puskesmas, diberi obat penurun panas dan anti nyeri,
kemudian dirujuk ke RSHS.
Pemeriksaan fisik
Status generalis
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital : T : 130/80 mmHg
N : 104 x/menit
R : 24 x/menit
S : 37,5oC
Kulit : Turgor baik
Kepala : Simetris, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik,
pupil bulat, isokor, Ø 3 mm, RC +/+
Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
Dada : Bentuk dan gerak simetris
Paru : Sonor, VBS kiri = kanan, Rh -/-, wh -/-
1
Jantung : BJ murni reguler, S1S2 (+), S3S4 (–)
Perut : Datar lembut, BU (+) N
H/L tidak teraba
(lain-lain: pada status lokalis)
Ekstremitas : Edema -, akral hangat, capilary refill < 2”
Status lokalis :
Inspeksi : Pasien tidur terlentang menghindarkan perubahan posisi, terkadang paha
kanan fleksi.
a/r abdomen :
a/r Kuadran Bawah Kanan: teraba massa yang relatif lunak, nyeri tekan (+),
nyeri lepas (+), defence muskular (–).
Perkusi : Pekak Pindah (+)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Colok Dubur: Sphincter kuat, mukosa licin, ampulla tidak kolaps, NT(+) arah
jam 9-11, ST: darah(-), feces (+).
Resume
Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah
Sejak 2 hari SMRS, penderita mengeluh nyeri perut kanan bawah yang
semakin bertambah, didahului nyeri epigastrium yang berpindah dan menetap di
abdomen kuadran bawah kanan. Mual +, muntah +, demam + (ringan). Miksi dan
defekasi tidak ada kelainan. Riwayat keluhan serupa sebelumnya -. Karena
keluhannya penderita ke Puskesmas, diberi obat antipiretik dan analgetik, kemudian
dirujuk ke RSHS.
Diagnosis Klinis
Suspek Appendisitis Akut
DD/ Appendisitis komplikata
Usul Pemeriksaan
Laboratorium : Hb, Leukosit, BT, CT, Trombosit, ureum, kreatinin, CEA
Urin rutin / sedimen
Rontgen: thorax foto
2
Foto polos abdomen
USG abdomen
Kolon in Loop
Tatalaksana
Tirah Baring posisi Fowler
Monitor tanda-tanda peritonitis
Ceftriaxon 2x1000mg per 24 jam
Ranitidin 3x500mg per 24 jam
Asam mefenamat 3 x 500 mg per 24 jam
(Rncn) apendektomi
Diet rendah serat
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
3
Apendisitis adalah suatu peradangan dari appendiks vermiformis yang oleh
masyarakat awam sering disebut sebagai radang usus buntu dan ini merupakan suatu
penyakit yang sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan apendisitis
akut dapat dengan mudah didiagnosis tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi
sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit untuk ditegakkan, untuk itu
dokter harus mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal apendisitis.
Pada tahun 1736, apendektomi pertama kali dilaporkan oleh Amyand, seorang
ahli bedah di Westminster dan St. George’s Hospitals yang mengangkat appendiks
yang telah mengalami perforasi dari suatu kantong hernia dari anak laki-laki yang
berusia 11 tahun. Sampai akhir abad ke 19 peradangan dan perforasi pada appendiks
diberi istilah typhlitis dan pertyphlitis, namun pada tahun 1886 oleh Reginald Fitz
seorang professor dari Harvard University memperkenalkan istilah apendisitis dan
deskripsi yang lebih akurat tentang appendicitis serta terapi pembedahannya. Setelah
itu Mc Burney menjabarkan manifestasi klinis dari appendicitis akut dini sebelum
mengalami rupture, termasuk titik maksimal dari nyeri tekan abdomen dan suatu insisi
dibuat pada dinding abdomen pada kasus appendiks.
Appendicitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang
progresif dan menetap pada semua golongan umur. Kegagalan menegakkan diagnosa
dan keterlambatan penatalaksanaannya akan menyebabkan meningkatnya morbiditas
dan mortalitas.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Obstruksi lumen merupakan factor awal dalam terjadinya appendicitis akut.
Obstruksi dapat disebabkan oleh fecolith, plug, benda asing, parasit, tumor atau
hyperplasia jaringan limfoid. Akibat obstruksi tersebut akan mengganggu pengeluaran
secret mucus sehingga di bagian distal dari obstruksi akan terjadi distensi dan
inflamasi yang akan memperparah obstruksi tersebut. Distensi dan inflamasi
merangsang serabut saraf nyeri visceral aferen sehingga menimbulkan ketegangan
dan nyeri difus pada daerah abdomen atau dibawah epigastrium. Peristaltik juga
merangsang distensi yang mendadak, sehingga terjadi nyeri kram yang mendadak
tumpang tindih dengan nyeri visceral akibat appendicitis. Distensi terus berlanjut
4
bukan hanya karena sekresi mukosa tetapi juga akibat multiplikasi yang cepat dari
bakteri residen pada appendiks. Keadaan tersebut akan mengakibatkan tekanan intra
lumen meningkat yang dapat menyebabkan penekanan pembuluh darah dari
appendiks sehingga dapat menyebabkan perforasi. Hal tersebut di atas biasanya
menyebabkan reflex mual dan muntah serta nyeri visceral yang difus menjadi
semakin berat.
Proses peradangan kemudian akan melibatkan lapisan serosa dan peritoneum
parietal pada daerah tersebut, hal ini ditandai dengan nyeri yang beralih ke daerah
kuadran kanan bawah yang bila sudah terjadi perforasi nyeri akan menyebar ke
seluruh perut.
INSIDENSI
Appendisitis akut merupakan suatu keadaan akut abdomen tersering yang
membutuhkan tindakan pembedahan. Dapat terjadi pada semua golongan umur, tetapi
yang tersering pada dekade kedua dan ketiga. Jarang terjadi pada usia yang sangat
muda, karena konfigurasi dari appendiks pada usia ini sulit mengalami obstruksi.
Sex rasio appendiks akut pada sebelum masa pubertas adalah 1 : 1. Pada masa
pubertas frekwensi laki-laki meningkat dengan rasio 2 : 1 pada usia 15 – 25 tahun.
Setelah itu rasio kembali berimbang.
Insidensi appendicitis yang akan membutuhkan tindakan appendektomi secara
signifikan menurun pada usia diatas decade ketiga dan keempat.
MANIFESTASI KLINIS
Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala utama dari appendicitis akut. Secara klasik
diawali dengan nyeri yang difus ditengah bagian bawah epigastrium atau daerah
umbilicus, cukup berat menetap, kadang-kadang disertai rasa kram yang intermiten.
Setelah periode 42 jam, tetapi biasanya antara 4-6 jam, terlokalisir di daerah kuadran
kanan bawah.
5
Variasi local anatomis dan appendiks menghasilkan berbagai variasi lokasi
fase nyeri somatic. Sebagai contoh, appendiks yang panjang dimana ujung yang
mengalami inflamasi berada di kuadran kiri bawah menyebabkan nyeri pada daerah
tersebut, letak retrocaecal menyebabkan nyeri pada daerah pinggang atau punggung,
appendiks letak pelvic nyerinya pada supra pubik dan appendiks letak retroileal dapat
menyebabkan nyeri pada testis, diduga karena iritasi dari arteri spermatikus dan
ureter.
Anoreksia dan Vomitus
Anoreksia hampir selalu menyertai appendicitis. Vomitus terjadi pada kira-
kira 75% pasien tetapi tidak terus menerus, sebagian besar pasien mengalami vomitus
hanya 1-2 kali.
Obstipasi atau Diare
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi sebelum nyeri abdomen dan
merasa bahwa defekasi dapat mengurangi nyeri abdomennya. Diare dapat terjadi pada
beberapa pasien.
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital tidak mengalami perubahan yang banyak pada appendicitis
yang simple. Kenaikan temperature jarang melebihi 1˚C (mild elevated). Kecepatan
nadi dapat normal atau sedikit meningkat.
Nyeri tekan dan nyeri lepas
Secara klasik terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas di kuadran kanan bawah
pada appendiks letak anterior yang mengalami inflamasi. Nyeri tekan yang maksimal
terletak pada atau dekat titik Mc Burney.
Psoas sign
Psoas sign mengindikasikan suatu focus iritasi di bawah muskulus psoas. Tes
dilakukan dengan cara pasien berbaring terlentang secara perlahan tungkai kanan
6
diekstensikan kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m.psoas. Rasa
nyeri akibat maneuver ini menandakan tes positif.
Obturator sign
Suatu obturator sign yang positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan
m.obturator internus menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tes dilakukan dengan
cara pasien berbaring terlentang, tungkai kanan difleksikan dan dilakukan rotasi
interna secara pasif.
Rovsing’s sign
Dilakukan penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan refleksi nyeri
pada daerah kuadran kanan bawah.
LABORATORIUM
Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan hal yang paling penting dalam
menegakkan diagnosis appendicitis akut tetapi temuan laboratorium dapat membantu,
sebagian besar pasien mengalami leukositosis berkisar antara 10.000-20.000/mm3.
Pada pasien yang leukositnya normal umumnya didapatkan hitung jenis lekosit yang
bergeser ke kiri, mengindikasikan suatu inflamasi akut. Bila jumlah lekosit lebih dari
20.000/mm3 atau terdapat pergeseran ke kiri yang ekstrim pada hitung jenis,
kemungkinan telah terjadi appendicitis perforasi.
Dalam urinalisi dapat terlihat beberapa sel darah merah dan sel darah putih
pada appendiks terinflamasi yang letaknya dekat dengan ureter atau kandung kemih.
Bila terdapat darah merah dan sel darah putih dalam jumlah yang ekstrim
menandakan penyakit primer traktus urinarius.
Radiografi
Pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan pada kasus appendicitis akut yang
klasik tetapi dapat berguna jika ada keraguan diagnosis atau untuk diagnosis banding
7
atau memperlihatkan appendicitis yang mengalami komplikasi. Foto polos abdomen
memperlihatkan dilatasi caecum fluid level serta kadang-kadang suatu fecolith
terkalsifikasi atau benda asing. Barium dapat berguna untuk pasien tertentu khususnya
anak-anak. Jika tampak pengisian kontras pada appendiks dan tidak terdapatnya
perubahan mukosa appendiks maupun daerah ileocecal, appendicitis akut dapat
disingkirkan.
Pemeriksaan ultrasonografi kadang-kadang dapat membantu, memperlihatkan
pembesaran appendiks atau suatu abses. Begitu juga dengan CT Scan abdomen dapat
membantu memperlihatkan suatu abses.
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Untuk memudahkan mendiagnosa ada beberapa sistem skoring yang dipergunakan.
Sistem skoring tersebut sebagai berikut:
Alvarado Score
Yang dinilai Skor
Gejala Nyeri beralih pada fossa illiaca kanan
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri tekan fossa illiaca
1
1
1
2
Tanda Nyeri lepas fossa illiaca kanan
Kenaikan temperatur
1
1
Laboratorium Lekositosis
Netrofil bergeser ke kiri
2
1
Skor total 10
Bila skor 1-6 : Tidak dipertimbangkan mengalami appendisitis akut
skor 5-6 : Dipertimbangkan kemungkinan diagnosis
appendisitis akut, tetapi tidak membutuhkan
tindakan operasi segera dan dinilai ulang
skor 7-8 : dipertimbangkan kemungkinan mengalami appendisitis
8
akut
skor 9-10 : hampir definitive mengalami appendisitis akut dan
dibutuhkan tindakan bedah
Ohman Score
Variabel Skor
Nyeri tekan kuadran kanan bawah
Nyeri lepas
Tidak ada kesulitan berkemih
Nyeri yang menetap
Hitung lekosit > 10.000/mm2
Usia <50 tahun
Relokasi nyeri ke kuadran kanan bawah
Ketegangan dinding abdomen
4.5
2.5
2.0
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
Skor total 16
Bila skor <6 : appendisitis jarang (disingkirkan)
Skor 6-11,5 : kemungkinan appendisitis (monitoring)
Skor >11,5 : appendisitis sangat sering
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari appendisitis akut merupakan diagnosis yang esensial dari akut
abdomen. Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dan gejala
yang mirip dengan appendisitis akut. Hal ini disebabkan karena manifestasi klinik
yang tidak spesifik terhadap suatu penyakit tetapi spesifik untuk gangguan fisiologis
atau fungsi organ. Akurasi diagnosis pre-operatif harus berkisar 85%.
Diagnosis banding appendisitis tergantung dari tiga faktor utama : lokasi anatomis
dari appendiks yang mengalami inflamasi, tahapan proses-apakah simpel atau telah
mengalami ruptur dan usia serta jenis kelamin dari pasien.
Diagnosis banding :
9
Gastroenteritis akut
Kehamilan ektopik
Divertikulosis meckel
Intususepsi
ISK
Batu ureter
Peritonitis primer
Pelvic inflammatory disease (PID)
APPENDISITIS PADA KEADAAN TERTENTU
Appendisitis pada anak-anak
Appendisitis akut merupakan penyakit yang lebih serius pada bayi dan anak-anak
dibandingkan dengan pada orang dewasa, karena angka kejadian ruptur lebih besar
sehingga menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Akurasi
diagnosa lebih rendah dari pada orang dewasa.
Perjalanan penyakit terjadi lebih cepat. Ruptur dari gangrenous appendisitis lebih
sering terjadi diikuti dengan peritonitis difus dan abses intraabdomen yang jauh
letaknya. Proses walling off kurang efisien karena omentum mayusnya kecil dan
belum lengkap perkembangannya, juga karena interval yang pendek antara onset
dengan ruptur.
Appendisitis pada orang tua
Appendisitis pada orang tua juga merupakan penyakit yang lebih serius sebagaimana
halnya pada anak-anak. Pada orang tua, manifestasi klinis relatif lebih ringan. Temuan
pada pemeriksaan klinis seperti nyeri abdomen dan nyeri tekan juga ringan. Demam
dan respon lekosit yang dianggap dapat membantu menegakkan diagnosis tidak
diharapkan dan pada beberapa pasien yang tua nilainya dalam batas normal.
Appendisitis selama kehamilan
10
Appendisitis merupakan tindakan pembedahan extrauterine emergency yang paling
lazim, dengan insidensi berkisar 1 dalam 2000-40.000 persalinan. Appendiktomi
sebagai suatu diagnosis preoperatif dikerjakan pada sekitar 1 dalam 1500 persalinan.
Meningkatnya insidensi appendisitis bukan disebabkan karena kehamilan.
Diagnosisnya sulit. Gejala appendisitis seperti nyeri abdomen dan mual juga lazim
pada kehamilan. Pergeseran appendiks oleh uterus yang gravid merubah lokasi
komponen somatik dari nyeri abdomen dan titik maksimal nyeri menjadi lebih tinggi
dan lebih lateral. Lekositosis yang mencapai hingga 15.000/mm3 pada kehamilan
adalah normal. Meskipun demikian, pergeseran kekiri yang terjadi pada appendisitis
dapat membedakannya.
PENATALAKSANAAN
Untuk sebagian besar pasien yang ditegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut,
penatalaksanaan yang tepat adalah appendiktomi. Memberikan terapi antibiotika pada
appendisitis dapat mengaburkan etiologi obstruktif dari appendisitis kecuali diagnosis
telah ditegakkan. Satu pertanyaan yang harus dijawab adalah kapan waktu yang tepat
untuk melakukan intervensi bedah.
Ada suatu kesepakatan umum mengenai waktu penentuan operasi untuk tiga kategori
appendisitis :
1. appendisitis akut tanpa ruptur
2. ruptur appendiks dengan peritonitis lokal atau flegmon
3. ruptur appendiks dengan peritonitis difus
Appendiktomi yang sifatnya segera diindikasikan untuk appendisitis tanpa ruptur
segera setelah persiapan minimal telah lengkap. Appendisitis ruptur dengan peritonitis
lokal atau flegmon formasi juga sebaiknya dioperasi segera setelah masuk rumah
sakit. Pada masa persiapan selama dilakukan nasogastric suction disarankan untuk
memberikan cairan intravena, biasanya RL dan D5%, untuk koreksi cairan sistemik
dan defisit elektrolit. Semua pasien diberikan antibiotika preoperatif dan paska
operasi sesuai kebutuhan. Antibiotika yang diberikan adalah yang efektif untuk
organisme aerob dan anaerob. Jika appendiksnya tidak mengalami ruptur atau
gangren, antibiotikanya bisa dihentikan setelah 24 jam. Pemberian antibiotika pada
11
pembedahan appendisitis akut masih diperdebatkan tetapi jika appendiksnya telah
mengalami perforasi indikasinya sudah jelas. Klindamisin dan aminoglikosida
popular di amerika serikat, single agent metronidazole sering digunakan di Inggris.
Organisme patogen yang terpenting dihubungkan dengan infeksi pada appendisitis
adalah gram negative bacteriodes fragilis.
Manajemen pembedahan
Setelah dilakukan persiapan operasi keputusan selanjutnya yang harus dibuat adalah
apakah appendiksnya akan diangkat dengan open appendectomy atau laparoscopic
appendectomy. Jika operasi terbuka yang dipilih beberapa jenis insisi dapat dipilih.
Insisi McBurney/Gridiron, Rocky Davis, Muscle splinting atau insisi mediana.
Laparoscopic appendectomy dapat dipilih untuk pasien tertentu.
Penelitian yang dilakukan Kolias skk menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang bermakna antara open dengan laparoscopic appendectomy dalam hal waktu
pembiusan, angka kesakitan paska operasi dan kebutuhan analgesia. Tetapi terdapat
perbedaan yang bermakna dalam hal reduksi masa perawatan pasca operasi
(p<0,0001) dan waktu yang dibutuhkan untuk kembali bekerja atau kembali ke
aktifitas normal (p<0,0001) pada pasien yang dilakukan laparoscopic. Sehingga
disimpulkan bahwa laparoscopic appendectomy adalah aman dan lebih unggul dalam
penatalaksanaan pasien dengan suspek appendisitis.
PROGNOSIS
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan insiden yang bermakna adalah
diagnosis dan penatalaksanaannya yang lebih baik.
Kematian biasanya disebabkan oleh sepsis yang tidak terkontrol, peritonitis, abses
intraabdominal atau septikemia gram negatif.
Angka kematian paralel dengan morbiditas, menjadi meningkat dengan adanya ruptur
appendiks dan sebagian kecil karena penambahan usia. Komplikasi dini yang paling
serius adalah sepsis dan termasuk abses serta infeksi luka.
12
Teknik Operasi Appendektomi
insisi dilakukan melintang titik McBurney
Kutis, subkutis dan fascia dibuka secara tajam
Aponeurosis dan otot obliqus eksternus serta obliqus internus dipisahkan secara
tumpul sesuai arah seratnya
Peritonium diidentifikasi, dipegang diantara dua forcep (yang satu oleh operator
dan yang lain oleh asisten)
Peritonium dibuka secara tajam dengan terlebih dahulu membuat lubang kecil dan
memasukan forcep diantara peritoneum dan usus sebagai tindakan perlindungan
terhadap usus.
Dilakukan didentifikasi caecum. Setelah teridentifikasi caecum ditarik keluar
dengan cara menggunakan kasa basah. Manuver ini untuk mengeluarkan
appendiks.
Begitu appendiks dikeluarkan, mesoappendiks pada ujung appendiks dipegang
dengan klem, caecum dimasukan kembali ke rongga abdomen. Mesoappendiks
dipisahkan diantara 2 klem, pembuluh darah diligasi dengan hati-hati.
Dilakukan penjahitan secara purse string pada pangkal appendiks diklem diatas
purse string, kemudian digeser 1 cm kearah ujung appendiks dan kembali diklem.
Appendiks diklem dipotong diantara jahitan purse string dan diklem.
Perdarahan dirawat
Pangkal appendiks diinvaginasi dengan jahitan purse string
Dilakukan purse string yang kedua ataupun jahitan “Z”
Luka operasi ditutup lapis demi lapis
Pada appendiks yang edema tidak mungkin menginvaginasi stump appendiks. Pada
keadaan yang demikian dilakukan ligasi 2 buah pada pangkal appendiks. Dari
penelitian Engstron dan Fenyo dikatakan bahwa tidak ada perbedaan antara luka
infeksi, demam paska operasi ataupun lama rawat antara pangkal appendiks yang
diinvaginasikan dan yang tidak. Dari penelitian ini juga dijumpai 6 obstruksi paska
operasi pada yang diinvaginasikan setelah 2 bulan, sementara pada yang tidak
13
diinvaginasikan hanya 1 kasus. Pada saat ini banyak ahli bedah secara rutin tidak
menginvaginasikan pangkal appendiks.
Laparoscopic Appendectomy
Indikasi
Appendiks sering untuk didiagnosis laparoscopic appendectomy berguna jika
dijumpai keraguan dalam diagnosis (khususnya pada wanita). Hal ini oleh karena
banyaknya kondisi yang menyerupai gejala appendisitis seperti kolik renal dan ureter,
kolesistitis, divertikulosis meckel dan pada wanita adalah pelvic inflammatory
disease, endometriosis dan ruptur kista ovarium.
Kontraindikasi relatif
Pada appendiks yang gangrenous dengan dasar yang nekrotik sulit dilakukan dengan
laparoscopi. Abses appendiks juga paling baik dengan drainase perkutaneus. Juga
pada kehamilan oleh karena tertutupi uterus dan adanya kemungkinan efek deterious
dari insufflasi intraperitoneum.
Yang perlu ditekankan bahwa laparoscopic appendectomy tidak boleh dilakukan
tanpa instrumentasi yang benar dan pengalaman laparoscopic.
Keuntungan dari laparoscopic appendectomy adalah menurunkan lama rawat,
mengurangi nyeri, infeksi luka, ileus dan waktu recovery, juga diduga dapat
menurunkan infertilitas pada wanita oleh karena adhesi setelah appendectomy
terbuka.
Teknik
Gas (CO2) dipompakan ke intraabdomen untuk membentuk rongga peritoneum
sampai 15 mmHg melalui trokar 10 mm yang dimasukan melalui dinding abdomen 1
cm infraumbilikal. 2 trokar tambahan dibuat pada kanan atas abdomen (12 mm) dan
suprapubis (5 mm). appendiks dimobilisasi dengan memisahkan mesoappendiks
14
dengan menggunakan gastrointestinal stapling ataupun clip. Pangkal appendiks
kemudian dipisahkan dengan menggunakan jahitan looped ataupun stapler.
Appendiks ditempatkan pada suatu kantong specimen dan diangkat keluar melalui
trokar.
DAFTAR PUSTAKA
1. David C. Sabiston, Appendix in Text of Surgery, 6th ed, W.B Saunders,
Philadelphia, 2001
2. malik, wani, Continuing Diagnositc Challence of Acute Appendicitis :
Evaluation Trough Modified Alvarado Score, Aust. N.Z Journal of Surgery
(1998) 68, p 504-505
3. Robbert M. Zollinger, Appendectomy, in Atlas of Surgical Operation 7th ed,
McGraw-Hill inc, Singapura, 1993.
4. Seymor I. Schwartz. appendix in Principles of Surgery 7th ed, McGraw-Hill
inc, USA, 1999
5. Thorex Philips, appendix, in Surgical Diagnosis, J.B Lippincott Company,
Philadelphia, 1956.
15
top related