case fraktur femur
Post on 14-Feb-2016
54 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Presentasi Kasus
FRAKTUR FEMUR
Oleh:Jessieca Liusen
NIM. 0708112138
Pembimbing: dr. Syafruddin, SpOT
BAGIAN / SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN ACHMAD
1
PEKANBARU - 2011TINJAUAN PUSTAKA
I. Pendahuluan
Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma akibat tekanan yang berlebihan pada
tulang melebihi kapasitas tulang tersebut. Secara epidemiologi, fraktur lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1. Fraktur sering
dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, pekerjaan, ataupun
penyakit lainnya.1
Fraktur femur adalah salah satu jenis fraktur yang sering terjadi. Insiden fraktur
femur di USA diperkirakan 1 orang setiap 10.000 penduduk setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis Terpadu
Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di
Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalu lintas, 249 kasus atau 14,7%-nya
mengalami fraktur femur.1
II. Definisi
Fraktur adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis, baik bersifat total maupun parsial.2-4
2
III. Proses terjadinya fraktur
Untuk mengetahui terjadinya mengapa dan bagaimana tulang mengalami
kepatahan harus diketahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang
menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar, dan tarikan.2
Trauma dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Trauma langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Disebut trauma tidak langsung jika trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada clavicula.2
IV. Klasifikasi fraktur femur
Femur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur
dapat terjadi baik dari distal sampai ke proksimal femur.5,6 Fraktur femur secara
umum dibedakan atas: fraktur leher femur, fraktur daerah trokanter, fraktur
subtrokanter, fraktur diafisis femur, dan fraktur suprakondiler femur.2
a. Fraktur leher femur
Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada
regio intrakapsular tulang panggul.7 Fraktur ini seirng terjadi pada wanita usia di atas
60 tahun dan biasanya berhubungan dengan osteoporosis.8 Fraktur leher femur
3
disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari
ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh
pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang
tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan
fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur leher femur. 2
Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden8,9
Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.
Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.
Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.
Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.
Gambar 4.1 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden2
A. Stadium I C. Stadium III
B. Stadium II D. Stadium IV
Fraktur leher femur harus ditatalaksana dengan cepat dan tepat sekalipun
merupakan fraktur leher femur stadium I. jika tidak, maka akan berkembang dengan
cepat menjadi fraktur leher femur stadium IV8 Selain Garden, Pauwel juga membuat
4
klasifikasi berdasarkan atas sudut inklinasi leher femur seperti yang tertera pada
gambar 4.2, yaitu sebagai berikut: 2
Tipe I, yaitu fraktur dengan garis fraktur 30.
Tipe II, yaitu fraktur dengan garis fraktur 50.
Tipe III, yaitu fraktur dengan garis fraktur 70.
A B C
Gambar 4.2 Klasifikasi fraktur leher femur menurut Pauwel2
A. Tipe I B. Tipe II C. Tipe III
Anamnesis biasanya menunjukkan adanya riwayat jatuh dari ketinggian
disertai nyeri panggul terutama daerah inguinal depan. Tungkai pasien dalam posisi
rotasi lateral dan anggota gerak bawah tampak pendek. Pada foto polos penting
dinilai pergeseran melalui bentuk bayangan yang tulang yang abnormal dan tingkat
ketidakcocokan garis trabekular pada kaput femoris dan ujung leher femur. Penilaian
ini penting karena fraktur yang terimpaksi atau tak bergeser (stadium I dan stadium
5
II berdasarkan Garden) dapat membaik setelah fiksasi internal, sementara fraktur
yang bergeser sering mengalami non-union dan nekrosis avaskular.8
Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa konservatif dengan indikasi
yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan
baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi yang
akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk
mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin,
pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di
atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total. 2
Komplikasi tergantung dari beberapa faktor, yaitu:2
Komplikasi yang bersifat umum: trombosis vena, emboli paru,
pneumonia, dekubitus
Nekrosis avaskuler kaput femur
Komplikasi ini biasanya terjadi pada 30% pasien fraktur leher femur
dengan pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran. Apabila
lokasilisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi
nekrosis avaskuler menjadi lebih besar.
Nonunion
Lebih dari 1/3 pasien fraktur leher femur tidak dapat mengalami union
terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur
dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan karena
6
vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak akurat, fiksasi yang tidak
adekuat, dan lokasi fraktur adalah intraartikuler. Metode pengobatan
tergantung pada penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.
Osteoartritis sekunder dapat terjadi karena kolaps kaput femur atau
nekrosis avaskuler
Anggota gerak memendek
Malunion
Malrotasi berupa rotasi eksterna
b. Fraktur intertrokanter
Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular.2,8 Seperti
halnya fraktur leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula
ataun penderita osteoporosis. Kebanyakan pasien adalah wanita berusia 80-an. 8
Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung pada trokanter
mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi atas
tipe yang stabil dan tak stabil. Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks
medialnya hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang mencakup
trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan dengan fiksasi internal.2,8
Gambaran klinik fraktur intertrokanter biasanya pada pasien tua dan tak
sehat. Setelah jatuh pasien tidak dapat berdiri. Pada pemeriksaan didapatkan
pemendekkan anggota gerak bawah dan berotasi keluar dibandingkan pada fraktur
7
servikal (karena fraktur bersifat ekstrakapsular) dan pasien tidak dapat mengangkat
kakinya. Fraktur tanpa pergeseran yang stabil pada foto polos dapat terlihat sebagai
tidak lebih dari retakan tipis di sepanjang garis intertrokanter.8 Fraktur tanpa
pergeseran dapat dilakukan terapi konservatif dengan traksi. Pemasangan fiksasi
interna dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh fiksasi yang kuat dan untuk
memberikan mobilisasi yang cepat pada orang tua.2
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang
dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik
sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan
posisi kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur. Fraktur
melintang dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan lansung. Oleh karena itu,
sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur
mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari satu tempat.8
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang
femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur
sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis
tumor ganas. Fraktur femur sering disertasi dengan perdarahan masif yang harus
selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat
tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z, atau segmental.2
8
Gambaran klinik sebagian besar pasien adalah orang dewasa muda. Terjadi
syok hebat, dan pada fraktur tertutup emboli lemak sering ditemukan. Ditemukan
deformitas pada tungkai atas berupa rotasi eksterna dan pemendekkan tungkai. Paha
membengkak dan memar.2,8 Pada foto polos fraktur dapat terjadi pada setiap bagian
batang, tetapi yang paling sering terjadi adalah sepertiga bagian tengah. Fraktur
dapat berbentuk spiral atau melintang. Pergeseran dapat terjadi pada setiap arah.
Pelvis harus selalu difoto dengan sinar X untuk menghindari terlewatkannya cedera
panggul atau fraktur pelvis yang menyertai.8
Pengobatan dapat berupa terapi konservatif, yaitu:2
Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi
traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.
Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara
klinis.
Terapi operatif yang dapat dilakukan:2
Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal
femur.
Mempergunakan K-nail, AO-nail atau jenis-jenis lain baik dengan operasi
tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail, AO-nail terutama pada fraktur
diafisis.
9
Fiksasi ekterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif, infected
pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang
hebat.
Komplikasi dini yang dapat terjadi adalah syok, emboli lemak, trauma pembuluh
darah besar, trauma saraf, trombo-emboli, dan infeksi.2
Komplikasi lanjut dapat berupa:2
a. Delayed union, fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4
bulan.
b. Nonunion, apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai
adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft.
c. Malunion, bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka
diperlukan pengamatan terus-menerus selama perawatan. Angulasi lebih
sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai
sehingga diperlukan koreksi berupa osteotomi.
d. Kaku sendi lutut, setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitan pergerakan
pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau
adhesi intramuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif
dan sistematis dilakukan lebih awal.
e. Refraktur, terjadi apabila mobilisasi dilakukan sebelum terbentuk union yang
solid.
10
d. Fraktur suprakondiler femur2
Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur
dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau
valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur
terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif, yang dapat dilihat
pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Klasifikasi fraktur suprakondiler2
A. Fraktur tidak bergeser C&D. Fraktur bergeser
B. Fraktur impaksi E. Fraktur komunitif
Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai
pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin
ditemukan.
Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang
dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan
spika panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya
pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan
11
dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang
tersedia.
Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit
yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan
trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.
e. Fraktur subtrokanter
Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang
hebat. Gambaran klinisnya berupa anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna,
memendek, dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai
nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang
terjadi di bawah trokanter minor. Garis fraktur bisa bersifat tranversal, oblik, atau
spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi
sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal.
Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan plate
dan screw. Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion dan malunion.
Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau bone grafting.2
12
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien
Nama : Rore Damixe
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 23 tahun
Tempat/ tanggal lahir : Air Molek/ 27 Februari 1988
Alamat : Jl. Sail Gang Muslimin No. 12
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Tanggal masuk RS : 29 April 2011
No. RM : 49 57 35
Anamnesis :
Keluhan utama: Pasien tidak dapat menggerakkan kaki kanan 8 jam sebelum masuk
rumah sakit.
Primary survey:
Airway: pasien dapat berbicara lancar, tidak ada stridor, gargling
13
Breathing: clear dibuktikan dengan gerakan dada simetris, auskultasi vesikuler
seluruh lapangan paru
Circulation: tidak dijumpai tanda-tanda syok
Disability: GCS 15 E4M6V5, reaksi pupil +/+
Exposure: pasien diselimuti untuk mencegah hipotermia
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas sekitar pukul 12.00 WIB pada
tanggal 29 April 2011 (8 jam sebelum masuk rumah sakit). Pasien mengendarai
motor dan menggunakan helm dengan kecepatan 80 km/jam. Sebuah mobil puso
menyerempet dari sebelah kanan motor pasien. Pasien kemudian terjatuh membentur
aspal ke sebelah kanan kemudian motor yang masih berjalan sebentar kemudian
terjatuh menimpa paha kanan pasien. Ketika terjatuh, helm pasien tidak terlepas dari
kepalanya. Di tempat kejadian, pasien sempat pingsan selama kurang lebih 10 menit.
Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan paha kanan. Pasien merasakan nyeri
jika menggerakkan paha kanannya. Pada paha kanan, terdapat bengkak sewarna
kulit. Kaki kanan pasien terlihat lebih pendek dibandingkan kaki kirinya. Pasien
sadar saat dirinya diangkat oleh warga setempat ke klinik terdekat.
Di klinik terdekat, terhadap pasien dilakukan pembersihan luka, pemasangan
infus, oksigen, pemberian obat dan pembidaian pada paha kanan. Pasien tidak ingat
nama obat yang diberikan. Pasien kemudian diobservasi selama 1 jam. Selama masa
observasi, pasien tidak ada pingsan kembali, muntah yang menyemprot, juga tidak
14
ada keluar darah dari hidung, telinga, mulut. Setelah masa observasi, pasien dibawa
keluarganya ke RS Azahra. Di RS tersebut, pasien dirontgen paha kanannya. Hasil
rontgen menunjukkan adanya patah tulang pada paha kanan. Pasien kembali
diobservasi selama 2 ½ jam dalam keadaan paha kanan dibidai, diinfus, dan
diberikan oksigen. Setelah observasi, pasien dirujuk ke RSUD AA dengan infus
masih terpasang, bidai, dan oksigen.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada yang berhubungan
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada yang berhubungan
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Keadaan gizi : Baik
Vital Sign : Tekanan darah : 110/80 mmHg Napas : 24x/menit
Frekuensi nadi : 84 x/menit Suhu : 36,80C
15
Kepala-Leher
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
Leher : tidak didapatkan peningkatan JVP
Thorax : Dalam Batas Normal
Abdomen : Dalam Batas Normal
Ekstremitas : Status lokalis
Genitourinaria : Dalam Batas Normal
Status Lokalis
Regio femoralis dextra
Look : bengkak sewarna kulit, terdapat deformitas (+) pada sepertiga
tengah, tampak pemendekan dibandingkan dengan ekstremitas
inferior sinistra, tidak tampak sianosis pada bagian distal. Bagian
distal tampak edem.
Feel : terdapat nyeri tekan, suhu rabaan hangat, A dorsalis pedis teraba,
krepitasi (-)
Move : terdapat keterbatasan gerak aktif dan pasif
16
True length
Dextra: 82 cm
Sinistra: 85 cm
Apparent length
Dextra 89 cm
Sinistra 93 cm
Diagnosis Kerja
Closed fraktur femur dextra 1/3 tengah
Pemeriksaan Penunjang
- Darah rutin
- Foto Rontgen femur dextra
17
- Foto Rontgen thorax
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin (29 April 2011)
Hb : 12,6 g/dl
HT : 37,5 %
RBC : 3,99. 106 /uL
PLT : 244.000/uL
Pemeriksaan Radiologi
Foto Rontgen lateral femur dextra
Dari hasil foto rongen diatas dapat dilihat terdapat fraktur kominutif pada 1/3 tengah
femur dextra
Foto Rontgen Thorax
18
Diagnosis Akhir
Fraktur femur kominutif 1/3 tengah dextra tertutup
Penatalaksanaan
ORIF (open reduction internal fixation)
Follow up 1/5/11
S: paha kanan tidak dapat digerakkan, nyeri jika digerakkan.
O: Nadi: 82x/ menit, napas 20x/ menit, suhu:370C, TD: 120/80 mmHg
Status lokalis ekstremitas inferior dextra:
Look: bengkak, deformitas pada 1/3 tengah femur, tampak lebih pendek jika
dibandingkan dengan sinistra, bagian tarsal edem
Feel: pulsasi A.dorsalis pedis teraba dengan pengisian cukup, krepitasi (-),
hangat pada perabaan region femoralis dextra
Move: keterbatasan gerak aktif maupun pasif
A: fraktur femur kominutif tertutup 1/3 tengah dextra
19
P: rencana ORIF
Follow up 2/5/11
S: paha kanan sulit digerakkan, dan nyeri jika digerakkan
O: Nadi: 84x/ menit, napas: 22x/menit, TD: 110/80 mmHg, suhu 36,70C
Status lokalis ekstremitas inferior dextra:
Look: bengkak, deformitas pada 1/3 tengah femur, tampak lebih pendek jika
dibandingkan dengan sinistra, bagian tarsal edem
Feel: pulsasi A.dorsalis pedis teraba dengan pengisian cukup, krepitasi (-),
hangat pada perabaan region femoralis dextra
Move: keterbatasan gerak aktif maupun pasif
A: fraktur femur kominutif tertutup 1/3 tengah dextra
P: rencana ORIF
Follow up 3/5/11 pasien pulang atas permintaan sendiri
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmasari I. Pengaruh range of motion (ROM) secara dini terhadap kemampuan
activity daily living (ADL) pasien post operasi fraktur femur di RSUI Surakarta.
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah; 2008.
2. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif
Watampone; 2007.
3. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Bones, joints, and soft-tissue tumors.
In: Robbins and Cotran pathologic basis of disease 8th edition. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2010. p 1219-1220.
4. Sjamsuhidayat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2005.
5. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighbone (femur) fracture.
[online]. 2008 [cited 2011 March 3]; Available from: URL:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00364.
6. Cluett J. Femur fracture. [online]. 2005. [cited 2011 March 3]; Available from:
http://orthopedics.about.com/od/brokenbones/a/femur.htm.
7. Hoppenfeld S, Murthy VL. Treatment & Rehabilitation of Fractures.
Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2000.
8. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7.
Jakarta:Widya Medika; 1995.
9. Perry CR, Elstrom JA. Handbooks of fracture. Ed 2nd. United State of America:
McGraw-Hill; 2000.
21
22
top related