budaya minang
Post on 03-Aug-2015
236 Views
Preview:
TRANSCRIPT
2011/2012
KELAS 3-V AKUNTANSI
KELOMPOK 3:
AFIF AMRULLAH (3)
DARYL NOFHIANDY (11)
GLADYS NIEKE PRAFITRI
RACHMANDA (16)
MUNAWIRUL QALBI (25)
NURUL MUHAIMIN RAMDHANI
(28)
RINO DIAN PUTRA (33)
KEBUDAYAAN MINANGKABAU
PENDAHULUAN
Suku Minangkabau merupakan penduduk asal kawasan yang
menempati provinsi sumatera barat dan sekitarnya. Kebudayaan mereka
adalah bersifat keibuan (matrilineal), dengan harta dan tanah diwariskan
dari ibu kepada anak perempuan, sementara urusan agama dan politik
merupakan urusan kaum lelaki (walaupun setengah wanita turut
memainkan peranan penting dalam bidang ini). Suku Minangkabau
menjunjung tinggi penghormatan terhadap seorang perempuan.
Terdapat banyak adat yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya baik
yang berhubungan dengan garis keturunan, harta pusaka maupun adat
yang berhubungan dengan sopan santun dan tingkah laku. Di seluruh
Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini, populer
dengan sebutan, masakan Padang sangat terkenal.
1
KEBUDAYAAN MINANGKABAU
A. ASAL USUL NAMA MINANGKABAU
Ada banyak pendapat yang bermunculan tentang asal-usul nama
minangkabau. Pendapat-pendapat yang dikemukakan tersebut ada
yang berasal dari orang-orang yang memiliki ilmu di bidang sejarah
dan ada yang bersumber dari orang-orang yang sekedar pendapat
tanpa argumentasi yang kuat, artinya tanpa didukung oleh nilai-nilai
sejarah dan akibatnya juga kurang didukung oleh masyarakat.
Beberapa pendapat yang cukup kuat dan didukung oleh bukti-bukti
sejarah adalah sebagai berikut.
1. Pendapat Sultan Muhammad Zain
Menurut pendapatnya bahwa Minangkabau berasal dari “Binanga
Kanvar” yang artinya Muara Kampar. Keterangan ini bertambah kuat
oleh karena Chaw Yu Kua yang dalam abad ke 13 pernah datang
berkunjung ke Muara Kampar dimana ia menerangkan bahwa di sana
didapatinya satu-satunya daerah yang paling ramai dan makmur di
pusat Sumatera.
2. Pendapat M. Sa’id
Pendapat dari M. Sa’id ini didasarkan pada prasasti Padang Roco
tahun 1286 di dekat sungai Langsat di hulu sungai Batang Hari. Pada
prasasti ini ditemukan kata-kata swarna bumi dan bhumi melayu.
Tidak satupun dari prasasti-prasasti yang ditemui yang berisikan kata-
kata Minangkabau. Sedangkan tempat prasasti ditemukan termasuk
daerah Minangkabau sekarang. Oleh sebab itu M. Sa’id berkeyakinan
bahwa ketika ekspedisi pamalayu, nama Minangkabau belum ada.
Menurut penelitian ahli sejarah seperti M. Yamin dan C.C Berg,
ekspedisi Pamalayu bukanlah agresi militer, melainkan suatu kegiatan
diplomatik dalam usaha mengadakan aliansi untuk menghadapi
Khubilai Khan. Itulah sebabnya prasasti Padang Roco isinya juga
menunjukkan kegembiraan.
2
Tidak mustahil antara pihak tamu dengan tuan rumah diadakan
pesta untuk menyenangkan hati kedua belah pihak. Pada peristiwa
inilah salah satu acaranya diadakan arena pertarungan kerbau antara
tuan rumah dengan pihak tamu. Rupanya kemenangan berada pada
pihak tuan rumah. Suatu pertanyaan timbul apakah cerita-cerita
mengenai perlagaan kerbau yang kebanyakkan dianggap dongeng
tidak mempunyai hubungan dengan kedatangan misi pamalayu ini.
Menurut ukuran sekarang terlalu kecil peristiwa pertarungan kerbau
ini untuk menguji kalah menang yang mempertaruhkan peristiwa dan
status negara. Tetapi dari peristiwa ini nama Minangkabau lahir
bukanlah mustahil.
3. Pendapat Prof. DR. RM. NG. Poerbacaraka
Pendapat yang dikemukakannya dikaitkan dengan prasasti yang
terdapat di Palembang yaitu Prasasti Kedukan Bukit. Pada prasasti ini
terdapat sepuluh baris kalimat yang berangka tahun 605 (saka) atau
683 Masehi. Kesimpulan dari isi prasasti tersebut adalah Yang
Dipertuan Hyang berangkat kari Minanga Tamwan naik perahu
membawa bala tentara. Sebagian melalui jalan darat. Menurut
Poerbacaraka kata tamwan pada prasasti itu sama dengan bahasa
jawa kuno yaitu “temwan”, bahasa jawa sekarang “temon”, bahasa
indonesianya “pertemuan”. Pertemuan disini yaitu pertemuan dua
buah sungai yang sama besarnya. Sungai yang dimaksud itu ialah
sungai Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Besar kemungkinan kemudian
dinamakan Minanga Kamwar yaitu Minanga Kembar.
Bagi orang Sumatera Barat disebut Minanga Kanwa yang lama
kelamaan diucapkan Minangkabau. Juga dikemukakannya bahwa
dengan pertemuan kampar kiri dan kampar kanan disinilah terletak
pusat agama Budha Mahayana, yaitu Muara Takus.
4. Pendapat Thambo
Tambo merupakan salah satu sumber sejarah yang menjadi acuan
dalam mengkaji dan mempelajari budaya minangkabau lebih dalam.
Tambo ini berbentuk kitab kuno yang berisikan sejarah dan adat-
istiadat yang pernah dijalankan pada zaman dahulu di Minangkabau.
3
Tambo ini menjadi dasar bagi orang-orang minangkabau untuk
mempelajari dan menerapkan ajaran-ajaran budayanya saat ini. Dari
beberapa tambo yang ditemui seperti Tambo Pariangan dan Tambo
Sawah Tangah yang tidak diketahui penulisannya maupun tambo
yang dikenal penulisannya, pada dasarnya mempunyai kesamaan
sejarah lahirnya nama Minangkabau.
Salah satu di antaranya transkipsi Tambo Pariangan nama
Minangkabau diceritakannya sebagai berikut :“tidak berapa lama di
antaranya datang lagi raja itu membawa seekor kerbau besar yang
tanduknya sepanjang delapan depa. Maka raja itu bertaruh atau
bertanding, seandainya kalah kerbau kami, maka ambilah isi perahu
ini. Maka dijawablah oleh raja, kemudian minta janji selama tujuh hari.
Keesokan harinya dicarilah seekor anak kerbau yang sedang erat
menyusu, lalu dipisahkan dari induknya. Anak kerbau tadi dibuatkan
tanduk dari besi, yang bercabang dua yang panjangnya enam depa.
Setelah sampai janji itu maka dipasanglah tanduk palsu itu dikepala
anak kerbau yang disangka induknya tadi. Melihat kerbau besar
tersebut, maka berlarilah anak kerbau itu menuju kepada kerbau
besar yang dipisahkan dari induknya sendiri untuk menyusu karena
demikian haus dan laparnya. Lalu anak kerbau itu berbuat seperti
menyusu sehingga tanduk palsunya masuk perut kerbau besar itu dan
akhirnya iduk kerbau itu mati. Maka mufakatlah seluruh rakyat akan
menamakan negeri itu Minangkabau".
Atas kemenangan pertarungan kerbau yang diungkapkan oleh
tambo tersebut juga diungkapkan dalam bentuk talibun yang artinya
karena tanduk besi tanduk terjela, mati dipadang koto ranah, tua
dengan muda sangat heran, datangnya karena tidak dihimbau,
karena cerdik nenek kita lantaran menyambung digelanggang tanah,
diperoleh tuah kemujuran, timbullah nama Minangkabau.
Pendapat dari tambo ini merupakan pendapat yang umum di
Minangkabau. Walaupun banyak pendapat yang lain seperti yang
telah dikemukakan di atas tetapi pendapat tersebut tidak didukung
oleh orang Minangkabau sendiri. Lain halnya pendapat tambo berikut
ini:
4
a. Sampai sekarang di arena tempat pertarungan kerbau tersebut
masih diperoleh nama-nama tempat yang tidak berubah dari
dahulu sampai sekarang. Nagari tempat pertarungan ini sekarang
masih bernama nagari Minangkabau (lebih kurang 4 km dari kota
Batusangkar). Di nagari Minangkabau tempat gelanggang
pertarungan kerbau ini sekarang masih tetap bernama Parak
Bagak (kebun berani). Di tempat inilah kerbau yang kecil tersebut
memperlihatkan keberaniannya. Disamping itu juga ada nama
Sawah Siambek dimana kerbau yang kalah itu lari dan kemudian
dihambat bersama-sama.
b. Pendapat yang dikemukakan tambo didukung oleh masyarakat
Minangkabau dari dahulu sampai sekarang dan tidak sama halnya
dengan pendapat-pendapat lainnya.
c. Asal nama Minangkabau karena menang kerbau juga ditemui
dalam “Hikayat Raja - Raja Pasai” seperti yang dikemukakan oleh
Drs. Zuber Usman dalam bukunya “Kesusasteraan Lama
Indonesia”. Dalam buku hikayat raja-raja Pasai itu dikemukakan
bahwa raja majapahit telah menyuruh Patih Gajah Mada pergi
menaklukkan Pulau Perca dengan membawa seekor kerbau
keramat yang akan diadu dengan kerbau Patih Sewatang. Dalam
pertarungan ini Patih Sewatang mencari anak kerbau yang sedang
kuat menyusu. Setelah sekian lama tidak menyusu kepada
induknya baru dibawa ke arena pertarungan. Karena haus dan
kepalanya diberi minang (taji yang tajam) ketika pertarungan
terjadi anak kerbau tersebut menyeruduk kerbau Majapahit tadi.
Dalam pertarungan ini kerbau Patih Sewatang yang menang.
Berdasarkan kepada tambo, mungkin ada yang bertanya mengapa
tidak disebut manang kabau tetapi Minangkabau. Jawabnya karena
kemenangan itu lantaran anak kerbau tadi memakai “minang” yaitu
taji yang tajam dan runcing sehingga merobek perut lawannya.
Asal nama Minangkabau lantaran kemenangan seperti yang
dikemukakan tambo juga ada pesan-pesan tersirat yang disampaikan
kepada kita dan generasi selanjutnya bahwa sifat diplomatis haruslah
dipergunakan dalam menghadapi sesuatu masalah. Pertentangan fisik
harus dihindarkan seandainya masih ada alternatif lainnya. Disamping
5
itu juga secara tidak langsung memberi inspirasi kepada kita
sekarang untuk meniru dan meneladani cara berbuat dan berfikir
seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang Minangkabau pada
masa dahulu. Dimana dibiasakan menggunakan otak sebelum
menggunakan otot. Diplomasi adalah langkah yang terbaik dalam
menyelesaikan suatu pertikaian dengan diplomasi musyawarah,
berunding dan lain-lain, resiko yang lebih berat dapat dihindari.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa nama Minangkabau yang
bersumber dari kemenangan kerbau tidak diragukan lagi
kebenarannya. Disamping itu juga dapat disimpulkan bahwa
pemakaian nama Minangkabau dipergunakan untuk nama sebuah
nagari dekat kota Batusangkar.
Untuk suku bangsa Minangkabau dan wilayah kebudayaan
Minangkabau, nama Minangkabau yang berasal dari cerita adu kerbau
inilah yang kita yakini kebenarannya. Sedangkan nama-nama yang
dikemukakan oleh para ahli sejarah lainnya, kita terima juga sebagai
pelengkap perbendaharaan kita dalam menggali sejarah Minangkabau
selanjutnya.
B. ASAL USUL ORANG MINANGKABAU
Nenek moyang suku bangsa Minangkabau berasal dari percampuran
antara bangsa Melayu Tua yang telah datang pada zaman Neolitikum
dengan bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi
dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun
yang lalu(zaman Perunggu).
Kedua bangsa ini adalah serumpun dengan bangsa Astronesia.
Kelompok pengembara Astronesia yang meninggalkan kampung
halamannya di bagian Hindia, menuju ke selatan mencari daerah baru
untuk kehidupan mereka. Dalam rangka pencarian tanah baru itu,
setelah mereka mendarat di pantai timur Sumatera, bergerak ke arah
pedalaman pulau Sumatera sampai ke sekitar gunung Marapi. Karena di
sana mereka telah mendapatkan tanah subur di lereng gunung Marapi,
6
mereka menetap dan membangun negeri pertama yaitu Pariangan
Padang Panjang.
Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah Timur pulau
Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di dataran tinggi
Luhak nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku
Minang menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau
Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan.
Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak
yang berasal dari India Selatan dan Persia dimana migrasi masyarakat
tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan
alternatif perdagangan selain Malaka ketika kerajaan tersebut jatuh ke
tangan Portugis.
C. IDENTIFIKASI GEOGRAFI
Sumatera Barat berada di bagian barat tengah Pulau Sumatera
dengan luas 42.297,30 km² . Provinsi ini memiliki dataran rendah di
pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk Bukit Barisan
yang membentang dari barat laut ke tenggara. Kepulauan Mentawai
yang terletak di Samudera Hindia termasuk dalam provinsi ini. Garis
pantai Sumatera Barat seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia
sepanjang 375 km.
Secara geografis Provinsi Sumatra Barat terletak di 1o Lintang Utara –
3o Lintang Selatan dan 98o – 102o Bujur Timur.
Batas wilayah Provinsi Sumatra Barat adalah sebagai berikut :
1. Utara = Sumatera Utara 2. Selatan = Jambi dan Bengkulu
3. Timur = Samudera Indonesia
4. Barat = Riau
Minangkabau adalah suatu lingkungan adat yang terletak dalam
daerah geografis administratif Sumatera Barat dan juga menjangkau ke
sebagian barat daerah geografis administratif provinsi Riau, dan ke
7
sebagian barat daerah administratif provinsi Jambi. Pada mulanya, yang
masuk wilayah sosial kultural Minangkabau hanyalah tiga luhak
(sekarang jadi daerah tingkat II) yaitu Luhak Agam, Luhak Tanah Datar,
dan Luhak Lima Puluh Kota yang disebut Minangkabau asli. Akan tetapi
dalam perkembangannya wilayah Minangkabau meluas sampai ke luar
tiga luhak tersebut yang disebut Daerah Rantau. Rantau luhak Agam
meliputi pesisir barat sejak Pariaman sampai Air Bangis, Lubuk Sikaping
dan Pasaman; Rantau Luhak Lima Puluh Kota meliputi Bangkinang,
Lembah Kampar Kiri dan Kampar Kanan dan Rokan; rantau Luhak Tanah
Datar meliputi Kubung Tiga Belas, pesisir barat dari Padang sampai Indra
Pura, Kerinci dan Muara Labuh. Wilayah Minangkabau asli ditambah
Daerah Rantau itulah yang secara geografis meliputi seluruh wilayah
propinsi Sumatera Barat dan sebagian wilayah propinsi Riau dan Jambi.
D. MATA PENCAHARIAAN ORANG MINANG
Pedagang Minangkabau merujuk pada profesi sekelompok
masyarakat yang berasal dari ranah Minangkabau. Disamping profesi
dokter, guru, dan ulama, menjadi pedagang merupakan mata pencarian
bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau. Biasanya profesi ini
menjadi batu loncatan bagi perantau Minangkabau setibanya di
perantauan.
Berdagang merupakan salah satu kultur yang menonjol dalam
masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, berdagang tidak
hanya sekedar mencari nafkah dan mengejar kekayaan, tetapi juga
sebagai bentuk eksistensi diri untuk menjadi seorang yang merdeka.
Dalam budaya Minang yang egaliter, setiap orang akan berusaha untuk
menjadi seorang pemimpin. Menjadi sub-ordinat orang lain, sehingga
siap untuk diperintah-perintah, bukanlah sebuah pilihan yang tepat.
Prinsip "lebih baik menjadi pemimpin kelompok kecil daripada menjadi
anak buah organisasi besar" (elok jadi kapalo samuik daripado ikua
gajah) merupakan prinsip sebagian besar masyarakat Minang. Menjadi
seorang pedagang merupakan salah satu cara memenuhi prinsip
tersebut, sekaligus menjadi orang yang merdeka. Dengan berdagang,
orang Minang bisa memenuhi ambisinya, dapat menjalankan kehidupan
sesuai dengan keinginannya, hidup bebas tanpa ada pihak yang
mengekang. Sehingga banyak perantau muda Minangkabau lebih
8
memilih berpanas-panas terik di pinggir jalan, berteriak berjualan kaos
kaki, daripada harus kerja kantoran, yang acap kali di suruh dan di
marah-marahi.
Selain itu, kultur merantau yang menanamkan budaya mandiri,
menjadikan profesi berdagang sebagai pekerjaan pemula untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Oleh karenanya menjadi pedagang kaki
lima sering menjadi pekerjaan awal bagi banyak perantau Minang.
Berikut ini perincian jenis usaha orang Minang:
1. Restoran
Usaha rumah makan merupakan jenis usaha yang banyak
digeluti oleh pedagang Minang. Jaringan restoran Minang atau
yang biasa dikenal dengan restoran Padang tersebar ke seluruh
kota-kota di Indonesia, bahkan hingga ke Malaysia dan
Singapura. Disamping itu terdapat juga usaha restoran yang
memiliki ciri khas dan merek dagang yang dijalani oleh
pedagang dari daerah tertentu. Pedagang asal Kapau, Agam
biasanya menjual nasi ramas yang dikenal dengan Nasi Kapau.
Pedagang Pariaman banyak yang menjual Sate Padang.
Sedangkan pedagang asal Kubang, Lima Puluh Kota menjadi
penjual martabak, dengan merek dagangnya Martabak Kubang. Restoran
Sederhana yang dirintis oleh Bustamam menjadi jaringan restoran Padang
terbesar dengan lebih dari 60 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Di
Malaysia, Restoran Sari Ratu yang didirikan oleh Junaidi bin Jaba, salah satu
restoran Padang yang sukses.
Restoran Padang dan Jumlah Cabang (2009)
Nama RestoranJumlah
Lokasi
Sederhana 60Jabotabek, Bandung, Semarang, Denpasar, Surabaya, Makassar
Simpang Raya 30 Jabotabek, Bandung, Balikpapan, CianjurSederhana Bintaro 24 Jabotabek, CimahiSari Ratu 17 Jabotabek, Kuala Lumpur, Genting HighlandsGaruda 16 Medan, Jabotabek, Bandar Lampung, SingapuraPagi Sore 8 Palembang, Jakarta, SingapuraNatrabu 7 Jakarta, DenpasarSarimande Metropolitan
5 Jabotabek
Martabak Kubang 4 Jabotabek, Padang
Sate Padang Mak 4 Padang Panjang, Jakarta
9
Sukur
2. Kerajinan
Orang Minang banyak melakukan perdagangan dari hasil
kerajinan. Para pedagang ini banyak yang menggeluti kerajinan
perak dan kulit. Kebanyakan dari mereka berasal dari
Silungkang, Sawahlunto dan Pandai Sikek, Tanah Datar.
Sedangkan kerajinan emas biasa digeluti oleh masyarakat
Sungai Garingging, Pariaman dan Guguak Tabek Sarojo, Agam.
Disamping juga banyak yang menggeluti usaha jual-beli
barang-barang antik, dimana usaha ini biasanya digeluti oleh
pedagang asal Sungai Puar, Agam. Pedagang barang antik
Minangkabau banyak ditemui di Cikini, Jakarta Pusat dan
Ciputat, Tangerang Selatan. Jaringan pedagang antik Minang
yang telah terbentuk sejak dekade 1930-an itu, banyak
mengambil benda-benda keramik zaman dinasti Ming atau Qing
dari wilayah Sulawesi atau Maluku.
3. Percetakan
Bisnis percetakan merupakan jenis usaha yang banyak
dijalankan oleh pedagang Minang. Usaha percetakan yang
mereka jalani meliputi percetakan undangan dan buku. Bahkan
dari usaha percetakan ini berkembang menjadi usaha
penerbitan buku dan toko buku. Usaha percetakan banyak
digeluti oleh pedagang asal Sulit Air, Solok. Salah satu tokoh
sukses yang menggeluti bisnis percetakan ini ialah Muhammad
Arbie yang berbasis di kota Medan.
4. Hotel dan Travel
Bisnis pariwisata terutama jaringan perhotelan dan travel
juga banyak digeluti oleh pengusaha Minangkabau. Di Jakarta,
hotel milik pengusaha Minang banyak dijumpai antara lain
Hotel Ambhara, Hotel Sofyan, dan Hotel Gran Mahakam. Di
samping itu, jaringan Hotel Grand Menteng merupakan jaringan
bisnis hotel terbesar milik orang Minang. Di Pekan Baru,
disamping Best Western Hotel milik Basrizal Koto, ada Hotel
Pangeran yang dimiliki oleh Sutan Pangeran. Bisnis travel di
10
geluti oleh pengusaha asal Payakumbuh, Rahimi Sutan di
bawah bendera Natrabu Tour.
5. Pendidikan
Bisnis pendidikan juga menjadi pilihan bagi orang Minang.
Usaha ini biasanya digeluti oleh para pendidik yang pada
mulanya bekerja pada sekolah negeri atau swasta. Dari
pengalaman tersebut, mereka bisa mengembangkan sekolah,
universitas, atau tempat kursus sendiri yang akhirnya
berkembang secara profesional. Di Jakarta, setidaknya terdapat
tiga universitas milik orang Minang, yaitu Universitas Jayabaya
didirikan oleh Moeslim Taher, Universitas Persada Indonesia YAI
didirkan oleh Julius Sukur, dan Universitas Borobudur didirikan
oleh Basir Barthos.
6. Media
Bakat menulis dan ilmu jurnalistik yang dimiliki oleh orang
Minang, telah melahirkan beberapa perusahaan media besar di
Indonesia. Antara lain ialah koran Oetoesan Melajoe yang
didirikan oleh Sutan Maharaja pada tahun 1915, majalah Panji
Masyarakat yang didirikan oleh Hamka, koran Pedoman yang
didirikan oleh Rosihan Anwar, koran Waspada yang didirikan
oleh Ani Idrus, majalah Kartini yang didirikan oleh Lukman
Umar, majalah Femina yang didirikan oleh putra-putri Sutan
Takdir Alisjahbana, dan jaringan televisi TV One yang didirikan
oleh Abdul Latief.
7. Tekstil
Di pasar tradisional kota-kota besar Indonesia, pedagang
Minangkabau banyak yang menggeluti perdagangan tekstil. Di
Jakarta, pedagang Minangkabau mendominasi pusat-pusat
perdagangan tradisional, seperti Pasar Tanah Abang, Pasar
Senen, Pasar Blok M, Pasar Jatinegara, dan Pasar Bendungan
Hilir. Dominansi pedagang tekstil Minangkabau juga terjadi di
Medan dan Pekan Baru. Jika di Medan pedagang Minangkabau
mendominasi Pasar Sukaramai, maka di Pekan Baru mereka
dominan di Pasar Pusat dan Pasar Bawah. Di Surabaya,
pedagang tekstil asal Minang banyak dijumpai di Pasar Turi.
11
Sedangkan di Bandung, para pedagang Minang banyak
menempati Pasar Kota Kembang.
8. Keuangan
Bisnis di industri keuangan, seperti perbankan, sekuritas,
dan asuransi juga merupakan pilihan bagi pengusaha Minang.
Bahkan pengusaha Minang, Sutan Sjahsam yang juga adik
perdana menteri pertama Indonesia Sutan Sjahrir, merupakan
perintis pasar modal di Indonesia. Sjahsam juga seorang
pialang saham dan mendirikan perusahaan sekuritas, Perdanas.
Disamping Sjahsam, ekonom Syahrir juga aktif dalam bisnis
sekuritas dengan mendirikan perusahaan Syahrir Securities. Di
bisnis perbankan, ada pengusaha Minang lainnya, Anwar Sutan
Saidi, yang mendirikan Bank Nasional pada tahun 1930.
Silaturahmi Pedagang
Untuk membangun jaringan dan silaturahmi antar pedagang
Minangkabau, maka diadakanlah pertemuan yang dikenal dengan
Silaturahmi Saudagar Minang. Silaturahmi ini pertama kali
diadakan di Padang pada tahun 2007 yang dihadiri tak kurang dari
700 pengusaha Minang dari seluruh dunia.
Pedagang Sukses
1. Djohor Soetan Perpatih , menjadi seorang pedagang sukses di
tahun 1930-an. Bersama saudaranya Djohan Soetan Soelaiman,
dia mendirikan toko Djohan Djohor yang terkenal dengan aksi
mendiskon barang yang menyebabkan toko-toko Tionghoa di
Pasar Senen, Pasar Baru, dan Kramat (ketiganya berada di
Jakarta) menurunkan harga dagangannya.
2. Hasyim Ning merupakan pengusaha Minang sejak era Orde
Lama. Bisnisnya bergerak di bidang otomotif, yaitu sebagai
agen tunggal pemegang merek mobil-mobil asal Eropa dan
Amerika Serikat. Hasyim pernah dijuluki pers sebagai "Raja
Mobil dan Henry Ford Indonesia". Dia sempat dituding sebagai
boneka kapitalis ketika pada tahun 1954 perusahan yang
dipimpinnya, Indonesia Service Company, mendapat kredit
lunak sebesar 2,6 juta dollar AS dari Development Loan Fund.
12
Selain itu bisnis Hasyim juga merambah perhotelan dan biro
perjalanan.
3. Abdul Latief merupakan sosok sukses pengusaha Minangkabau
di Jakarta. Bisnis Abdul Latief meliputi properti dan media
dibawah bendera ALatief Corporation. Pasaraya dan TV One
merupakan perusahaan terbesar milik Latief. Selain sukses
sebagai pengusaha, Latief juga menjabat sebagai menteri
Tenaga Kerja di pemerintahan Orde Baru.
4. Basrizal Koto merupakan pengusaha asal Pariaman yang
menggeluti bisnis media, hotel, pertambangan, dan
peternakan. Basrizal yang dikenal dengan Basko memiliki hotel
yang berbasis di Pekan Baru dan Padang. Selain itu dia memiliki
peternakan sapi terbesar di Asia Tenggara.
5. Datuk Hakim Thantawi , merupakan pengusaha yang bergerak
di bidang pertambangan dan perdagangan di bawah bendera
Grup Thaha.
6. Fahmi Idris merupakan salah satu pengusaha Minang yang juga
seorang politisi. Fahmi mendirikan grup bisnis Kodel yang
bergerak dibidang perdagangan, industri, dan investasi. Fahmi
yang telah berbisnis sejak tahun 1967, sempat berhenti kuliah
dari FEUI untuk mulai berwirausaha.
7. Tuanku Tan Sri Abdullah , merupakan pengusaha Minang-
Malaysia yang cukup sukses. Dibawah bendera Melewar
Corporation, bisnisnya meliputi produksi baja dan manufaktur.
E. RELIGI
UPACARA KEAGAMAANBerikut ini ada beberapa upacara keagamaan yang dilaksanakan oleh
masyarakat Minang.a. Upacara Sunat Rasul (Khitanan) Sunat Rasul juga merupakan syariat Islam, tanda pendewasaan bagi seorang anak. Upacara biasanya diselenggarakan ketika anak tersebut telah menginjak umur 8 sampai 12 tahun, bertempat di rumah ibu si anak atau di rumah keluarga dekat ibu si anak. Acara dimulai dengan pembukaan, lalu setelah itu memasuki acara khitanan anak, dan selanjutnya ditutup dengan doa.
13
b. Upacara Turun Mandi Upacara turun mandi bertujuan untuk menghormati keturunan yang baru lahir dan berbagi kebahagiaan dengan masyarakat bahwa di kaum tersebut telah lahir keturunan baru. Upacara ini dilaksanakan di rumah orang tua si anak ketika anak berumur tiga bulan. Pada acara ini, sang anak dimandikan oleh bakonya. Selain itu, ada pula perjamuan bagi tamu yang hadir.
c. Upacara Pernikahan Dalam Daerah minangkabau yang terletak di sebelah barat pulau sumatera, dengan mayoritas penduduknya muslim memiliki upacara adat pernikahan yang sangat beragam antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya. Namun adanya kesepakatan antara satu luhak adat dengan luhak adat lainnya untuk saling menerima tatacara pernikahan yang mereka anggap baik dan menarik untuk dilaksanakan.
d. Upacara Tabuik Upacara Tabuik adalah salah satu tradisi sosial keagamaan masyarakat Minangkabau, khususnya di wilayah Padang Pariaman. Substansi tradisi ini bersumber dari suatu peristiwa, yaitu kisah mati syahidnya Husein Bin Ali Bin Abu Thalib (cucu Nabi Muhammad SAW yang kemudian biasa disebut Husein) dalam perang melawan Raja Yazid Bin Muawiyah di negeri Syam di Padang Karbala yang terjadi pada bulan Muharram tahun 61 H. Tabuik adalah peti kayu yang dilapisi emas, menurut beberapa sumber. Sedangkan menurut sumber lain (KBBI), tabuik adalah sebuah peti yang terbuat dari anyaman bambu yang diberi kertas berwarna, kemudian dibawa arak-arakan pada hari peringatan Hasan dan Husein, yaitu pada tanggal 10 Muharram. Upacara tabuik sekarang telah menjadi agenda tahunan tradisi masyarakat Padang Pariaman setiap tanggal 1-10 Muharram.
Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman, sebagai peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi Muhammad SAW itu. Karena kemeriahan dan keunikan dalam setiap pagelarannya, Pemda setempat pun kemudian memasukkan upacara Tabuik dalam agenda wisata Sumatera Barat dan digelar setiap tahun.
Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni puasa.
Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari bambu serta kayu. Bentuknya
14
berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia, yang tegap dan bersayap.
Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15 m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak nantinya.
Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, keramaian sudah terasa di seantero Kota Pariaman. Seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota. Para warga lainnya berkerumun di tepi jalan untuk menyaksikan jalannya kirab Tabuik. Tak hanya warga biasa, para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.
Tepat pada waktunya, Tabuik mulai diangkat dan karnaval pun dimulai. Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Selama arak-arakan berlangsung, seluruh peserta karnaval meneriakkan, “Hayya Hussain… Hayya Hussain!!!” sebagai ungkapan hormat kepada cucu Nabi Muhammad SAW tersebut. Sesekali, arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.
Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.
F. BENTUK DESA
Nagari berasal dari bahasa sansekerta yaitu “nagara”, yang dibawa oleh bangsa Hindu yang menetap di tengah-tengah masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat tengah pada masa Hindu . Kemungkinan bangsa Hindu (bangsa asing) tersebutlah yang menciptakan pembagian nagari, serta mengelompokkan mereka dalam suku-suku. Nagari-nagari kecil itu merupakan bentuk negara yang berpemerintahan sendiri (otonom). Sebelum masuknya pengaruh Hindu ke Sumatera Barat , belum ditemukan istilah lembaga nagari tersebut. Perkauman Minangkabau masih terbagi dalam berbagai-bagai kelompok genealogis yang mendiami tanah-tanah tertentu. Jika sebelum pengaruh Hindu datang sudah ada pembagian nagari, tentu sudah ada istilah di dalam logat Minangkabau.
ASAL NAGARI MENURUT PERTUMBUHANNYA1. TaratakDalam adat asal nagari menurut pertumbuhannya dikatakan :
15
Taratak mulo dibuekSudah taratak manjadi dusunSudah dusun manjadi kotoSudah koto jadi nagari
(taratak mula dibuat, sudah taratak menjadi dusun, sudah dusun menjadi koto, sudah koto menjadi nagari)
Dari ketentuan di atas maka tempat yang mula-mula didiami oleh nenek moyang orang Minangkabau adalah taratak. Taratak asal kata dari “tatak” yang berarti membuat. Pengertian membuat yaitu membuat tempat tinggal. Sebagian pimpinan pada taratak ini adalah kepala taratak (tuo taratak).
2. DusunPertumbuhan dari taratak menjadi dusun. Orang yang tinggal
dalam satu dusun, telah mempunyai peraturan-peraturan hidup bermasyarakat sesama anggota dusun. Pada dusun ini belum didirikan rumah gadang. Sebagai pimpinan di dusun ini disebut kepala dusun (kapalo dusun).
3. KotoKoto berasal dari bahasa sansekerta, yaitu “kuta” yang berarti
suatu tempat yang diperkuat untuk menahan serangan musuh. Pada masa dahulu di Minangkabau, koto dipagar dengan bambu berduri dan adakalanya dilingkari dengan tanah dan batu. Pada saat sekarang tidak dijumpai lagi koto yang dipagari dengan bambu berburi. Di dalam koto sudah terdapat kumpulan rumah gadang yang didirikan berdekat-dekatan dan masing-masing mempunyai pekarangan. Pada mulanya koto didiami oleh orang-orang yang berasal dari sebuah paruik (peru) dari nenek yang sama. Lama kelamaan kumpulan rumah gadang yang ada di koto ini ditambah dengan rumah baru yang didirikan oleh orang-orang yang datang kemudian. Orang baru yang datang ke koto tersebut harus seizin dari orang yang mendirikan koto tersebut.
4. NagariGabungan dari koto merupakan nagari. Penduduk suatu nagari
merupakan satu satuan sosial, yang berdasarkan kebudayaan dan kebatinan. Nagari mempunyai hak otonom sendiri dan mempunyai wilayah dan batas-batas tertentu dengan nagari lainnya.
NAGARI NAN AMPEK
Pada zaman dahulu syarat sebuah nagari terdiri dari empat suku, bahkan ada pula sebuah nagari yang lebih terdiri dari empat suku. Dalam pesukuan, penghulu suku dibantu oleh manti, mali, dan dubalang. Orang-orang inilah yang disebut sebagai orang ampek jinih (empat jenis). Orang
16
ampek jinih mempunyai tugas dan kewajiban yang berlain-lainan dan masing-masing berdiri sendiri di atas tempatnya dan bersifat turun-temurn. Tiap-tiap suku pada masa dahulu terdiri dari atas kampung-kampung, dan tiap suku tidak sama jumlah kampungnya. Berdasarkan banyaknya dapat disebutkan:1. Suku nan sambilan (9 kampung)2. Suku nan ampek (4 kampung)3. Suku nan limo (5 kampung)4. Suku nan anam (6 kampung)
Ikatan batin antara orang yang sesuku sangat besar sekali, karena mereka yang sesuku beranggapan berasal dari satu nenek yang sama pada masa dahulunya. Rasa seberat seringan, sehina semalu antara orang sesuku dikatakan, malu tak dapek dibagi, suku tak dapek dianjak (malu tidak dapat dibagi, suku tidak dapat dipindahkan).
IKATAN KEKELUARGAAN DALAM NAGARI NAN AMPEK
Penduduk suatu nagari bukan saja merupakan satu kesatuan sosial, tetapi mereka juga diikat oleh kehendak ingin hidup bersama dengan rukun. Mereka juga patuh kepada norma-norma pergaulan hidup bersama.
Setelah hidup bersama dalam suatu nagari, orang-orang yang berasal dari berbagai suku itu akhirnya menjadi satu perkauman teritorial dan mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama. Hal ini menimbulkan semangat gotong-royong, saling tolong-menolong dan ingin menciptakan kedamaian sesama masyarakat nagari. Segala permasalahan baik dan buruk semuanya dilaksanakan secara musyawarah.
Kerapatan adat nagari, merupakan dewan tertinggi dalam nagari. Berbagai
permasalahan yang tidak terselesaikan pada tingkat bawah diputuskan dalam kerapatan adat nagari. Pengesahan dari kerapatan adat nagari mengenai sesuatu permasalahan merupakan pengesahan tertinggi. Dalam hal ini tentu yang berkaitan dengan permasalahan adat.
Demikian pula segala sesuatu yang sifatnya menyangkut nagari, harus sampai ketingkat
kerapatan adat nagari. Sebagai contohnya pengangkatan penghulu, mendirikan rumah gadang dan lain-lain. Kerapatan adat nagari juga mempunyai hak untuk membuat peraturan-peraturan yang berguna untuk kepentingan anak kemenakan. Hal ini dikatakan juga sebagai adat yang teradat, yaitu adat yang bersumber dari kesepakatan ninik mamak dalam nagari, dan tidak bertentangan dengan adat yang diadatkan.
17
Untuk kesejahteraan anak nagari, maka nagari juga mempunyai sumber-sumber pendapatan. Orang yang mengerjakan tanah ulayat harus menyerahkan sebahagian hasilnya yang telah ditentukan oleh adat kepada nagari. Hasil-hasil yang dipungut dari hutan, laut, sungai yang berada dalam wilayah nagari sebahagian harus diserahkan pada nagari. Dalam adat dikatakan : “karimbo babungo kayu, kalauik babungo karang, ka ladang babungo ampiang”, (kerimba berbunga kayu, kelaut berbunga karang, ke ladang berbunga emping).
SYARAT BERDIRINYA SEBUAH NAGARI
Pada masa dahulu berdirinya sebuah nagari apabila telah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :1. Babalai (mempunyai balairung adat)2. Bamusajik (mempunyai mesjid)3. Balabuah (mempunyai jalan raya)4. Batapian (mempunyai tempat mandi umum)
Jadi dari syarat nagari yang dikemukakan di atas terlihat sebuah nagari itu hendaklah menunjukan masyarakat yang beragama, beradat, mempunyai prinsip musyawarah berperekonomian yang baik. Dengan syarat-syarat nagari ini hendaknya diwujudkan masyarakat yang aman dan sentosa, lahir dan batin. Dalam adat dikatakan “bumi sanang padi manjadi, padi masak jaguang maupiah, taranak bakambang biak, nagari aman santoso”, (bumi senang padi menjadi, padi masak jagung mengupih, ternak berkembang biak, negeri aman sentosa).
Bila diuraikan lagi persyaratan nagari di atas dapat dikemukakan, mesjid adalah simbol dari agama. Mesjid tempat melakukan ibadah dan juga mesjid tempat bermusyawarah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan agama. Secara tidak langsung dengan adanya mesjid juga menunjukan, bahwa masyarakatnya adalah pemeluk agama islam.
Balai adat sebagai perlambang, bahwa musyawarah merupakan landasan untuk menghadapi dan memecahkan sesuatu permasalahan yang terdapat dalam nagari. Labuah adalah sebagai sarana perhubungan dan ekonomi masyarakat, sedangkan tapian tempat mandi merupakan lambang bahwa masyarakat nagari hendaklah menjaga kebersihan dan kesehatan.
KEBESARAN NAGARIYang menjadi kebesaran nagari adalah sebagai berikut :
Basawah baladangBaitiak baayamBatabek batanam ikan
18
Bapandam bapakuburanBakorong bakampuangBadusun batarak(bersawah berladang, beritik berayam, bertebat tempat memelihara ikan, berpandam berpekuburan, berkorong berkampung, berdusun bertaratak).
Dilihat dari kebesaran nagari tersebut dapatlah disimpulkan, bahwa nagari harus mempunyai sawah ladang sebagai tempat sumber kehidupan masyarakat. Dalam sebuah nagari juga ada taratak dan dusun, sebagai tempat berladang bagi anak nagari. Taratak dan dusun jauh dari pusat nagari. Taratak merupakan hutan jauah diulangi (hutan jauh diulangi), maksudnya tempat perulangan bagi orang kampung untuk mengolah ladang. Kadang-kadang mereka mendiami taratak, tinggal diperladangannya, dan adakalanya pulang ketempat asal.
Dusun dikatakan juga hutan dakek dikendono-I atau (hutan dekat dipelihara). Dusun juga tempat perladangan bagi penduduk kampung. Perladangan itu sudah dikendonoi dan dipelihara baik. Sudah ada orang bertempat tinggal secara menetap.
Untuk kesejahteraan rakyat nagari, penduduknya juga hendaklah memelihara kerbau, kambing, sapi, ayam dan itik. Hal ini mengingatkan kepada masyarakat bahwa mata pencaharian itu jangan semata mengharapkan hasil pertanian saja. Sebuah nagari juga diberi korong dan kampung-kampung dalam hal ini memudahkan lancarnya roda pemerintahan nagari. Selanjutnya termasuk kebesaran nagari adalah anak kemenakan atau disebut juga adanya rakyat. Anak kemenakan inilah bersama pimpinan yang akan mewujudkan sebauah nagari menjadi besar.
PERHIASAN NAGARI
Agar bersemarak secara lahir dan batin, sebuah nagari harus memenuhi persyaratansebagai berikut :1. Rumah gadang (rumah adat beranjung)2. Lumbuang bapereang (lumbung berukir)3. Ameh perak (emas dan perak)4. Sawah ladang, banda buatan (sawah ladang, bandar buatan)5. Kabau, jawi (kerbau dan sapi)6. Tabek (kolam ikan)
Rumah gadang disamping tempat tinggal tetapi juga membawa semarak atau dapat dijadikan perhiasan oleh sebuah nagari. Bangunannya yang anggun penuh dengan ukiran dan tersusun rapi dan dipagar dengan pohon puding memberi arti tersendiri bagi orang yang
19
memandangnya. Demikian pula lambung berukir atau rangkiang yang berderet di depan rumah gadang juga menambah cahaya nagari.
Sawah ladang bandar buatan juga merupakan perhiasan nagari, karena sawah dibuat babidang di nan data, ladang bajanjang di nan lereang, banda baliku turuik bukik (sawah berbidang di tempat yang datar, ladang berjenjang di tempat yang lereng, bandar berliku menuruti bukit). Secara alamiah telah memberi hiasan kepada sebuah nagari dan secara tersirat memberi hiasan terhadap masyarakatnya yang makmur di bidang perekonomian.
Kerbau dan sapi yang banyak dipelihara oleh anak nagari di padang pengembalaan juga memberikan pemandangan yang romantis. Namun dalam pengertian sebenarnya, kerbau dan sapi sebagai lambang kekayaan masyarakatnnya yang dapat membawa kehidupan rakyat nagari menjadi bersemarak. Demikian pula kolam ikan yang terdapat di tiap-tiap nagari juga merupakan hiasan bagi nagari tersebut, dan dari padanya juga mendatangkan hasil. Sebagai perhiasan nagari kelihatannya merupakan perpaduan antara alam dengan manusia dan budayanya.
PAGARAN NAGARI
Agar sebuah nagari bisa kokoh maka harus di pagar. Yang termasuk pagaran nagari
adalah jago, sijanto, mupakai, parik, kawan, luruih, bana (bangun, senjata, mufakat, parit, kawan, lurus, benar). Bila dikelompokkan pula pagaran nagari ini terbagi dua yaitu pagaran yang bersifat kebendaan dan pagaran yang bersifat abstrak.
Senjata dan parit merupakan pagaran yang bersifat kebendaan. Pada masa dahulu untuk mempertahankan nagari dari gangguan luar maka nagari diberi berparit. Tujuannya agar musuh yang datang menjadi tertahan, di samping itu persenjataan juga dipergunakan untuk pertahanan diri.
Selanjutnya yang penting memagari nagari dari ancaman dari dalam nagari sendiri, seperti pelanggaran adat dan penyelewengan terhadap norma-norma adat yang berlaku dan lain-lain. Agar nagari tersebut tetap kokoh maka masyarakat harus jago atau waspada. Segala hal-hal yang mungkin timbul yang sifatnya merusak harus dicegah.
Kemudian setiap menghadapi permasalahan atau mengambil keputusan harus dilaksanakan melalui jalan mufakat. Dengan adanya musyawarah mencari mufakat maka segala pertikaian yang sifatnya memecah kesatuan dapat dihindari. Juga dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sifat selalu mencari kawan sangat diutamakan. Harus pandai
20
berkawan sesama anggota masyarakat agar tidak terjadi silang sengketa yang merugikan.
Agar nagari aman sentosa juga sifat lurus dan benar harus dimiliki masyarakatnya. Masyarakatnya diminta untuk menuruti segala sesuatu yang telah digariskan oleh adat dan tidak boleh menyimpang. Bila terjadi penyimpangan tentu akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat itu sendiri, sifat “luruih” juga harus dimiliki oleh seseorang dalam pergaulannya sesama anggota masyarakat.
Yang terakhir bahwa kebenaran harus ditegakkan walaupun yang salah itu keluarga sendiri. Sebagaimana dikatakan tibo dimato indak dipiciangkan, tibo di paruik indak dikampihkan (tiba di mata tidak dipicingkan, tiba diperut tidak dikempiskan). Mempunyai sifat yang benar dalam kehidupan akan menghindarkan diri seseorang dari sifat penipu dan merugikan orang lain. Bagi pemimpin dalam tugasnya supaya bakato bana ma hukum adia (berkata benar menghukum adil).
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pagaran nagari bukanlah terletak dari kekuatan fisik semata, melainkan terletak pula pada pemahaman dan kepatuhan terhadap ajaran adat itu sendiri.
BATASAN NAGARI
Batas nagari ditentukan oleh batas-batas alam seperti sungai, bukit, hutan dan lain-lain.
Rakyat dari sebuah nagari merupakan penduduk yang berada dalam ruang lingkup nagari tersebut dengan batas-batas tertentu. Mengenai batas teritoral nagari ini dikatakan juga dalam adat “sawah dibari bapamatang, ladang babintalak, padang dibari balinggundi, rimbo baanjiluang” (sawah diberi berpematang, ladang berbintalak, pedang diberi linggundi, rimba beranjilu). Bintalak merupakan batas antara ladang seseorang dengan orang lain dan batas ini dengan tumbuh-tumbuhan hidup sebagai pagaran. Linggundi sejenis pohon lontas yang mudah hidup di padang tempat pengembalaan. Anjiluang sejenis kayu hutan yang mudah kelihatan dari jauh pada musim berbunga.
Batas-batas nagari berdasrkan kepada alam yang kemungkinan tidak banyak mengalami perubahan, menghindarkan persengketaan antara satu nagari dengan nagari lainnya. Batas alam seperti ini berupa bukit, sungai, gunung dan lain-lain. Namun demikian kemungkinan adakalanya terjadi perselisihan antara satu nagari dengan nagari lainnya bila batas-batas nagari hanya ditandai dengan pohon-pohon seperti anjiluang yang bisa mati.
21
Luas wilayah nagari sama dengan tanah ulayat dari suku-suku yang mendirikan nagari ditambah dengan daerah-daerah kantong, yaitu tanh-tanah yang terletak antara masing-masing ulayat suku.
Batas-batas antara satu nagari dengan nagari lainnya, didudukkan secara musyawarah oleh ninik mamak masing-masing pada masa dahulu dengan demikian kemungkinan terjadinya silang sengketa yang akan timbul kecil sekali.
SISTEM PEMERINTAHAN NAGARI
Untuk kelancaran pemerintahan nagari mulai dari taratak sampai ke nagari sudah diatur
secara bertingkat sedemikian rupa. Dimana taratak dipimpin oleh kepala taratak. Dusun dipimpin oleh kepala dusun. Rumah diberi bertungganai, kaum di kepalai oleh kepala kaum, suku dipimpin oleh penghulu-penghulu suku.
Penghulu-penghulu suku mewakili sukunya masing-masing dalam kerapatan adat nagari, dan mereka inilah yang menggerakkan roda pemerintahan nagari. Segala permasalahan harus “berjenjang naik bertangga turun”. Sebelum sampai kepada pemerintahan nagari harus diselesaikan dari bawah dan bila tidak ada juga penyelesaian baru dibawa ke tingkat kerapatan adat nagari. Demikian pula hasil kerapatan nagari agar sampai kepada anak kemenakan juga melalui tingkatan atau “beratangga turun”. Penghulu-penghulu suku menyampaikan kepada kepala kaum, dan seterusnya kepada tungganai. Barulah dari tungganai diteruskan lagi kepada anak kemenakan.
Sistem pemerintahan yang dipakai oleh masing-masing nagari tergantung pada kelahiran nagari tersebut dan suku yang ada di dalam nagari itu. Dua sistem adat yang dipakai adat pemerintahan nagari koto Piliang atau Bodi Chaniago yang sama-sama berazaskan demokrasi.
RUMAH GADANG
Rumah Gadang Minangkabau merupakan rumah tradisional hasil kebudayaan suatu suku bangsa yang hidup di daerah Bukit Barisan di sepanjang pantai barat Pulau Sumatera bagian tengah. Sebagaimana halnya rumah di daerah katulistiwa, rumah gadang dibangun di atas
22
tiang (panggung), mempunyai kolong yang tinggi. Atapnya yang lancip merupakan arsitektur yang khas yang membedakannya dengan bangunan suku bangsa lain di daerah garis katulistiwa itu.
ARSITEKTURMasyarakat Minangkabau sebagai suku bangsa yang menganut
falsafah “alam takambang jadi guru”, mereka menyelaraskan kehidupan pada susunan alam yang harmonis tetapi juga dinamis, sehingga kehidupannya menganut teori dialektis, yang mereka sebut “bakarano bakajadian” (bersebab dan berakibat) yang menimbulkan berbagai pertentangan dan keseimbangan. Buah karyanya yang menumental seperti rumah gadang itu pun mengandung rumusan falsafah itu. Bentuk dasarnya, rumah gadang itu persegi empat yang tidak simetris yang mengembang ke atas. Atapnya melengkung tajam seperti bentuk tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan rumah Iandai seperti badan kapal. Bentuk badan rumah gadang yang segi empat yang membesar ke atas (trapesium terbalik) sisinya melengkung kedalam atau rendah di bagian tengah, secara estetika merupakan komposisi yang dinamis.
Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan (penampang), maka segi empat yang membesar ke atas ditutup oleh bentuk segi tiga yang juga sisi segi tiga itu melengkung ke arah dalam, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan yang bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Jadi, garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dan segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis.
Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang membesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dan terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panas matahari serta terpaan angin. Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasan, keseimbangan, dan kesetangkupan dalam keutuhannya yang padu.
23
RAGAM RUMAH GADANG
Rumah gadang mempunyai nama yang beraneka ragam menurut bentuk, ukuran, serta gaya kelarasan dan gaya luhak. Menurut bentuknya, ia lazim pula disebut rumah adat, rumah gonjong atau rumah bagonjong (rumah bergonjong), karena bentuk atapnya yang bergonjong runcing menjulang. Jika menurut ukurannya, ia tergantung pada jumlah lanjarnya. Lanjar ialah ruas dari depan ke belakang. Sedangkan ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang. Rumah yang berlanjar dua dinamakan lipek pandan (lipat pandan). Umumnya lipek pandan memakai dua gonjong. Rumah yang berlanjar tiga disebut balah bubuang (belah bubung). Atapnya bergonjong empat. Sedangkan yang berlanjar empat disebut gajah maharam (gajah terbenam). Lazimnya gajah maharam memakai gonjong enam atau lebih.
Menurut gaya kelarasan, rumah gadang aliran Koto Piliang disebut sitinjau lauik. Kedua ujung rumah diberi beranjung, yakni sebuah ruangan kecil yang lantainya lebih tinggi. Karena beranjung itu, ia disebut juga rumah baanjuang (rumah barpanggung). Sedangkan rumah dan aliran Bodi Caniago lazimnya disebut rumah gadang. Bangunannya tidak beranjung atau berserambi sebagai mana rumah dan aliran Koto Piliang, seperti halnya yang terdapat di Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Koto.
Berikut ini adalah ragam Luhak. 1. Bodicaniago Surambi papek (Ragam Luhak Agam)2. Bodicaniago Rajo Babandiang (Ragam Luhak Limo Puluah Koto)3. Koto Piliang Sitingjau Lauik (Ragam Luhak Tanah Datar)
Rumah kaum yang tidak termasuk aliran keduanya, seperti yang tertera dalam kisah Tambo bahwa ada kaum yang tidak di bawah pimpinan Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih nan Sabatang, yakni dari aliran Datuk Nan Sakelap Dunia di wilayah Lima Kaum, memakai hukumnya sendiri. Kedudukan kaum ini seperti diungkapkan pantun sebagai berikut :
Pisang si kalek-kalek utan,Pisang tambatu nan bagatah.Koto Piliang inyo bukan,Bodi Caniago inyo antah.
Maksudnya :
Pisang si kalek-kalek hutan,Pisang tambatu yang bergetah,Koto Piliang mereka bukanBodi Caniago mereka antah.
24
Rumah gadang kaum ini menurut tipe rumah gadang Koto Piliang, yaitu memakai anjung pada kedua ujung rumahnya. Sedangkan sistem pemerintahannya menurut aliran Bodi Caniago. Rumah gadang dari tuan gadang di Batipuh yang bergelar Harimau Campo Koto Piliang yang bertugas sebagai panglima, disebut rumah batingkok (rumah bertingkap). Tingkapnya terletak di tengah puncak atap. Mungkin tingkap itu digunakan sebagai tempat mengintip agar panglima dapat menyiapkan kewaspadaannya.
Jika menurut gaya luhak, tiap luhak mempunyai gaya dengan namanya yang tersendiri. Rumah gadang Luhak Tanah Datar dinamakan gajah maharam karena besarnya. Sedangkan modelnya rumah baanjuang karena luhak itu menganut aliran Kelarasan Koto Piliang. Rumah gadang Luhak Agam dinamakan surambi papek (serambi pepat) yang bentuknya bagai dipepat pada kedua belah ujungnya. Sedangkan rumah gadang Luhak Lima Puluh Koto dinamakan rajo babandiang (raja berbanding) yang bentuknya seperti rumah Luhak Tanah Datar yang tidak beranjung).
Pada umumnya rumah gadang itu mempunyai satu tangga, yang terletak di bagian depan. Letak tangga rumah gadang rajo babandiang dari Luhak Lima Puluah Koto di belakang. Letak tangga rumah gadang surambi papek dari Luhak Agam di depan sebelah kiri antara dapur dan rumah. Rumah gadang si tinjau lauik atau rumah baanjuang dan tipe Koto Piiang mempunyai tangga di depan dan di belakang yang letaknya di tengah. Rumah gadang yang dibangun baru melazimkan letak tangganya di depan dan di bagian tengah.
Dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding. Tangga rumah gadang rajo babandiang terletak antara bagian dapur dan rumah. Dapur rumah gadang surambi papek, dibangun terpisah oleh suatu jalan untuk keluar masuk melalui tangga rumah.
RANGKIANG
Setiap rumah gadang mempunyai rangkiang, yang ditegakkan di halaman depan. Rangkiang ialah bangunan tempat menyimpan padi milik kaum. Ada empat macam jenisnya dengan fungsi dan bentuknya yang berbeda. Jumlah rangkiang yang tertegak di halaman memberikan tanda keadaan penghidupan kaum.
25
Bentuk rangkiang sesuai dengan gaya bangunan rumah gadang. Atapnya bergonjong dan dibuat dari ijuk. Tiang penyangganya sama tinggi dengan tiang rumah gadang. Pintunya kecil dan terletak pada bagian atas dan salah satu dinding singkok (singkap), yaitu bagian segi tiga lotengnya. Tangga bambu untuk menaiki Rangkiang dapat dipindah-pindahkan untuk keperluan lain dan bila tidak digunakan disimpan di bawah kolong rumah gadang. Keempat jenis Rangkiang itu ialah :
1. Si tinjau lauik (si tinjau taut), yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk membeli barang atau keperluan rumah tangga yang tidak dapat dibikin sendiri. Tipenya lebih langsing dan yang lain, berdiri di atas empat tiang. Letaknya di tengah di antara rangkiang yang lain.
2. Si bayau-bayau, yaitu tempat menyimpan padi yang akan digunakan untuk makan sehari-hari. Tipenya gemuk dan berdiri di atas enam tiangnya. Letaknya di sebelah kanan.
3. Si tangguang lapa (si tanggung lapar), yaitu tempat menyimpan padi cadangan yang akan digunakan pada musim paceklik. Tipenya bersegi dan berdiri di atas empat tiangnya.
4. Rangkiang Kaciak (rangkiang kecil), yaitu tempat menyimpan padi abuan yang akan digunakan untuk benih dan biaya mengerjakan sawah pada musim berikutnya. Atapnya tidak bergonjong dan bangunannya lebih kecil dan rendah. Ada kalanya bentuknya bundar.
BALAIRUNG DAN MASJID
Balairung ialah bangunan yang digunakan sebagai tempat para penghulu mengadakan rapat tentang urusan pemerintah nagari dan menyidangkan perkara atau pengadilan. Bentuknya sama dengan rumah gadang, yaitu diba ngun di atas tiang dengan atap yang bergonjong-gonjong, tetapi kolongnya lebih rendah dan kolong rumah gadang. Tidak berdaun pintu dan berdaun jendela. Ada kalanya balairung itu tidak berdinding sama sekali, sehingga penghulu yang mengadakan rapat dapat diikuti oleh umum seluas-luasnya.
Seperti dalam hal rumah gadang, maka kedua kelarasan yang berbeda aliran itu mempunyai perbedaan pula dalam bentuk balairung
26
masing-masing. Balai rung kelarasan Koto Piliang mempunyai anjung pada kedua ujungnya dengan Iantai yang lebih tinggi. Lantai yang lebih tinggi digunakan sebagai tempat penghulu pucuk. Anjungnya ditempati raja atau wakilnya. Pada masa dahulu, lantai di tengah balairung itu diputus, agar kendaraan raja dapat langsung memasuki ruangan. Lantai yang terputus di tengah itu disebut lebuh gajah. Sedangkan balairung kelarasan Bodi Caniago tidak mempunyai anjung dan lantainya rata dan ujung ke ujung.
Balairung dari aliran ketiga, seperti yang terdapat di Nagari tabek, Pariangan, yang dianggap sebagai balairung yang tertua, merupakan tipe lain. Balairung ini diberi labuah gajah, tetapi tidak mempunyai anjung. Bangunannya rendah dan tanpa dinding sama sekali, sehingga setiap orang dapat melihat permufakatan yang diadakan di atasnya.
Tipe lain dan balairung itu ialah yang terdapat di Nagari Sulit Air. Pada halaman depan diberi parit, sehingga setiap orang yang akan masuk ke balai rung harus melompat lebih dahulu. Pintu balairung diletakkan pada lantai dengan tangganya di kolong, sehingga setiap orang yang akan naik ke balairung itu harus membungkuk di bawah Iantai.
Balairung hanya boleh didirikan di perkampungan yang berstatus nagari. Balainya pada nagari yang penduduknya terdiri dan penganut kedua aliran kelarasan, bentuknya seperti balairung Koto Piliang, tetapi dalam persidangan yang diadakan di sana lantai yang bertingkat tidak dipakai. Ini merupakan suatu sikap toleransi yang disebutkan dengan kata “habis adat oleh kerelaan”.
Mesjid Bodi Chaniago
27
Mesjid Kotopiliang
Apabila balairung digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, maka masjid merupakan pusat kegiatan kerohanian dan ibadah. Masjid hanya boleh didirikan di nagari dan koto. Bentuk bangunannya selaras dengan rumah gadang, yakni dindingnya mengembang ke atas dalam bentuk yang bersegi empat yang sama panjang sisinya. Atapnya lancip menjulang tinggi dalam tiga tingkat. Di samping masjid, juga didapati pula semacam bangunan yang dinamakan surau. Jika masjid adalah milik nagari, maka surau adalah milik kaum. Surau digunakan juga sebagai asrama kaum laki-laki, duda, dan bujangan. Di surau itulah tiap kaum memberikan pendidikan ilmu pengetahuan kepada anak-anak muda.
G. ADAT PERKAWINAN DI MINANGKABAU
Dalam adat Minangkabau tidak dibenarkan orang yang sekaum menikah
meskipun mereka sudah berkembang menjadi ratusan orang. Walaupun
agama Islam sudah merupakan panutan bagi masyarakat Minangkabau,
namun perkawinan sesama anggota kaum masih dilarang oleh adat, hal
ini mengingat keselamatan hubungan sosial dan kerusakan turunan. Oleh
karena itu sampai sekarang masyarakat Minangkabau masih tetap kawin
dengan orang di luar sukunya (exogami).
Rangkaian acara adat perkawinan adalah :
Pinang Maminang
Acara ini diprakarsai pihak perempuan. Bila calon suami untuk si gadis
sudah ditemukan, dimulailah perundingan para kerabat untuk
membicarakan calon itu. Pinangan dilakukan oleh utusan yang dipimpin
mamak si gadis. Jika pinangan diterima, perkawinan bisa dilangsungkan.
28
Batimbang Tando
Batimbang tando adalah upacara pertunangan. Saat itu dilakukan
pertukaran tanda bahwa mereka telah berjanji menjodohkan anak
kamanakan mereka. Setelah pertunangan barulah dimulai
perundingan pernikahan.
Malam Bainai
Bainai adalah memerahkan kuku pengantin dengan daun pacar/inai
yang telah dilumatkan. Yang diinai adalah keduapuluh kuku jari. Acara
ini dilaksanakan di rumah anak daro (pengantin wanita) beberapa hari
sebelum hari pernikahan. Acara ini semata-mata dihadiri perempuan
dari kedua belah pihak.
Pernikahan
Pernikahan dilakukan pada hari yang dianggap paling baik, biasanya
Kamis malam atau Jumat. Acara pernikahan diadakan di rumah anak
daro atau di masjid.
Basandiang dan Perjamuan
Basandiang adalah duduknya kedua pengantin di pelaminan untuk
disaksikan tamu-tamu yang hadir pada pesta perjamuan. Kedua
pengantin memakai pakaian adat Minangkabau. Acara biasanya
dipusatkan di rumah anak daro, jadi segala keperluan dan persiapan
dilakukan oleh pihak perempuan.
Manjalang
Manjalang merupakan acara berkunjung. Acara ini dilaksanakan di
rumah marapulai (pengantin laki-laki). Para kerabat menanti anak
daro yang datang manjalang. Kedua pengantin diiringi kerabat anak
daro dan perempuan yang menjujung jamba, yaitu semacam dulang
berisi nasi, lauk pauk, dsb.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan yang berkaitan dengan
perkawinan ini adalah sebagai berikut:
1. Inisiatif datang dari pihak keluarga perempuan
Lazimnya pada masa dahulu di minangkabau, si gadis tidak
dinyatakan terlebih dahulu apakah ia mau kawin atau tidak, atau
calon suaminya disukai atau tidak. Mamak dengan ayah
kemenakannya melakukan pendekatan terlebih dahulu. Setelah itu
29
baru dibawa kepada anggota kaum yang pantas untuk berunding atau
bermusyawarah bersama-sama. Dalam hal ini orang sumando
mengajukan calonnya pula. Setelah dapat kata sepakat barulah diutus
utusan untuk menjajaki keluarga laki-laki yang bakal diharapkan
menjadi junjungan kemenakannya.
Perkawinan yang dilakukan atas musyawarah seluruh anggota kaum
dan antara dua kaum sangat diharapkan dalam adat, karena pada
pada dasarnya perkawinan bukan hanya mempertemukan seorang
gadis dengan seorang laki-laki, melainkan mempertemukan dua
keluarga besar. Seandainya terjadi hal-hal yang tidak diingkan,
seperti pertengkaran suami istri, perceraian dan lain-lain, maka
seluruh anggota keluarga merasa bertanggung jawab untuk
menyelesaikannya dan menanggung segala resikonya.
2. Calon menantu cenderung dicari dari keluarga terdekat.
Merupakan ciri khas juga pada masa dahulu calon suami atau istri
mencari hubungan keluarga terdekat, seperti pulang kebako, atau
pulang ke anak mamak. Hal ini lain tidak agar hubungan keluarga itu
jangan sampai putus dan berkesinambungan pada generasi
selanjutnya. Secara tersirat ada juga dengan alasan agar harta
pusaka dapat dimanfaatkan bersama antara anak dan kemenakan.
Hubungan perkawinan keluarga terdekat ini dalam adat dikatakan
juga “kuah tatumpah kanasi, siriah pulang ka gagangnyo” (kuah
tertumpah ke nasi, sirih pulang ke gagangnya).
Malah pada zaman dahulu perkawinan dalam lingkungan sangat
diharuskan, dan bila terjadi seorang laki-laki kawin di luar nagarinya
akan diberi sangsi dalam pergaulan masyarakat adat. Tujuan lainnya
adalah untuk memperkokoh hubungan kekerabatan sesama warga
nagari. Sangat tidak disenangi apabila seorang pemuda telah berhasil
dalam kehidupannya dengan baik, lantas dia kawin diluar kampung
atau nagarinya, hal ini dikatakan ibarat “mamaga karambia condong”
(memagar kelapa condong), buahnyo jatuah kaparak urang (buah
jatuh kekebun orang). Keberhasilan seseorang individu dianggap tidak
terlepas dari peranan anggota kaum, kampung dan nagari. Oleh
30
sebab itu sudah sepantasnya jangan orang lain yang mendapat
untungnya.
3. Setelah perkawinan suami tinggal di rumah isteri
Berkaitan dengan sistim kekerabatan matrilineal, setelah perkawinan
si suamilah yang tinggal di rumah istrinya. Dalam istilah antropologi
budaya disebut matrilokal.
4. Tali kekerabatan setelah perkawinan
Sebagai rentetan dari hasil perkawinan menimbulkan tali kerabat –
tali kerabat antara keluarga istri dengan keluarga rumah gadang
suami dan sebaliknya, hubungan tersebut, yaitu:
a. Tali kerabat induak bako anak pisang, Saudara-saudara perempuan
dari seorang bapak, adalah induak bako dari anak-anaknya.
Sedangkan anak-anak dari seorang bapak merupakan anak pisang
dari saudara-saudara perempuan bapaknya. Anak-anak
perempuan dari saudara-saudara perempuan bapak adalah
“bakonya”.
b. Tali kekerabatan sumando dan pasumandan. Bagi seluruh anggota
rumah gadang istri, suaminya, menjadi urang sumando (orang
semenda) seseorang istri bagi keluarga suaminya menjadi
pasumandan.
c. Tali kekerabatan ipar, bisan dan menantu. Bagi seorang
suami, saudara-saudara perempuan istrinya menjadi bisannya.
Sedangkan saudara-saudara laki-laki dari istrinya adalah menjadi
iparnya. Sebaliknya, saudara-saudara perempuan suaminya adalah
merupakan bisannya, dan saudara laki-laki suaminya menjadi
iparnya. Dalam kehidupan sehari-hari orang Minangkabau
menyebut ipar, bisan ini dengan “ipa bisan” dan kadang-kadang
disambung saja jadi “pabisan”.
Bagi orang Minangkabau menantu dibedakan atas dua bagian.
Pertama menantu sepanjang syarak. Bagi seorang suami istri dan
31
saudara laki-lakinya, istri-istri atau suami-suami anaknya merupakan
menantu sepanjang syarak. Yang kedua, menantu sepanjang adat,
maksudnya bagi seorang mamak beserta istri dan saudara-saudara
laki-lakinya, istri atau suami kemenakan merupakan menantu
sepanjang adat.
. Peranan Ibu Dan Bapak dalam Keluarga
Dalam proses sosialisasi seorang individu dalam rumah gadang
banyak ditentukan oleh peranan ibu dan mamak. Sedangkan ayahnya
lebih berperan di tengah-tengah paruiknya.
Pengertian ibu dalam hal ini bukan berarti ibu dari anak-anaknya
melainkan sebagai sebutan dari semua wanita yang sudah
berkeluarga dalam sebuah rumah gadang. Sedangkan untuk wanita
keseluruhan orang Minangkabau menyebut perempuan. Perempuan
Minangkabau sangat dihormati. Ini dapat dilihat dimana garis
keturunan ditarik dari garis ibu, rumah tempat kediaman
diperuntukkan bagi wanita, hasil sawah ladang juga untuk wanita dan
lain-lain.
Setelah mulai besar, anggota seluruh rumah gadang adalah keluarga
dan merupakan suatu kelompok yang mempunyai kepentingan yang
sama pula terhadap dunia luar yaitu dari orang-orang rumah gadang
lainnya.
Anak-anak perempuan yang meningkat gadis selalu berada disamping
ibunya dan perempuan-perempuan yang sudah dewasa di dalam
rumah gadang. Dia diajari memasak membantu ibunya di dapur,
mengurus rumah tangga, menjahit dan menyulam.
Dalam sistem keturunan matrilineal, ayah bukanlah anggota dari garis
keturunan anak-anaknya. Dia dipandang sebagai tamu dan
diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga, yang tujuannya terutama
memberi keturunan. Seorang suami di rumah gadang istrinya sebagai
seorang sumando. Namun demikian bukanlah berarti laki-laki tersebut
hilang kemerdekaannya. Ia tetap merdeka seperti biasa sebelum
kawin dan boleh beristri dua, tiga sampai empat, tanpa dapat
32
dihalangi oleh istrinya. Dia boleh menceraikan istrinya, jika dia atau
keluarganya tidak senang dengan kelakuan istrinya. Sebaliknya istri
dapat pula meminta cerai dari suaminya jika dia tidak cinta lagi
kepada suaminya atau bilamana pihak keluarganya tidak senang
melihat kelakuan menantunya atau kelakuan salah seorang keluarga
menantunya.
Bila diperhatikan pula, ungkapan-ungkapan adat memperlihatkan
bahwa seorang ayah di dalam kaum istrinya tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa dalam keluarga istrinya, termasuk terhadap anak-
anaknya sebagaimana dikatakan “sedalam-dalam payo, sahinggo
dado itiak, saelok-elok urang sumando sahingga pintu biliak”
(sedalam-dalam paya, sehingga dada itik, sebaik-baik orang semenda
sehingga pintu bilik). Dikatakan juga, suami ibarat “abu di ateh
tunggua” (abu di atas tunggul), datang angin, semuanya
berterbangan.
Ada beberapa hal yang mendukung mengapa peranan ayah begitu
kecil sekali terhadap anak/istri dan kaum keluarga istrinya waktu itu.
Kehidupan waktu itu masih bersifat rural agraris yaitu kehidupan
petani sebagai sumber penghidupan. Penduduk yang masih jarang,
harta yang masih luas dan memungkinkan seorang ayah tidak perlu
memikirkan kehidupan sosial ekonominya. Disamping itu seorang
ayah tidak perlu memikirkan tentang biaya pendidikan anak-anaknya
karena sekolah formal waktu itu tidak ada. Secara tradisional seorang
anak meniru pekerjaan mamaknya.
Dalam proses selanjutnya terjadi perubahan peranan ayah terhadap
anak dan istrinya karena berbagai faktor sesuai dengan
perkembangan sejarah. Munculnya keinginan merantau dari orang
Minangkabau, masuknya pengaruh islam dan pendidikan modern
telah membawa perubahan-perubahan cara berfikir dalam hidup
berkeluarga dan dalam tanggung jawab terhadap anak istrinya.
Pergeseran peranan mamak kepada ayah mulai terjadi setelah
mantapnya agama islam menjadi panutan masyarakat Minangkabau.
Agama islam secara tegas menyatakan bahwa kepala keluarga adalah
33
ayah. Dalam permulaan abad ke XIX pengaruh barat, terutama melalui
jalur pendidikan ikut juga memperkuat kedudukan dan peranan ayah
ditengah-tengah anak istrinya. Namun demikian bukan berarti
bergesernya sistem kekerabatan matrilineal kepada patrilineal.
H. SISTEM KEKERABATAN DALAM ADAT MINANGKABAU :
Berbeda dengan kebanyakan suku di Indonesia, masyarakat
Minangkabau memakai sistem kekerabatan matrilineal. Para ahli
antropologi sependapat bahwa garis-garis keturunan matrilineal
merupakan yang tertua dari bentuk garis keturunan lainnya.
Dalam sistem kekerabatan matrilinial terdapat 3 unsur yang paling
dominan yaitu
Garis keturunan "menurut garis ibu"
Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri yang
sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.
Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, pengamanan
kekayaan dan kesejahteraan keluarga.
Sampai saat ini masyarakat Minangkabau masih bertahan dengan garis
keturunan ibu dan tidak mengalami evolusi. Disamping itu garis
keturunan ibu di Minangkabau erat kaitannya dengan sistem kewarisan
sako dan pusako. Seandainya garis keturunan mengalami perubahan
maka akan terjadi suatu perubahan dari sendi-sendi adat Minangkabau
sendiri. Oleh karena itu, bagi orang Minangkabau garis keturunan bukan
hanya sekedar menentukan garis keturunan anak-anaknya melainkan
erat sekali hubungannya dengan adatnya.
Istilah dalam hubungan kekerabatan di Minangkabau:
Mamak
Kamanaka
n
:
:
saudara laki-laki ibu
anak saudara perempuan dari seorang laki-laki
Sumando
Pasumand
:
:
hubungan seorang laki-laki dengan suami saudara
perempuannya
34
anhubungan urang sumando dengan keluarga istrinya
yang laki-laki
Minantu
Mintuo
:
:
suami/istri dari anak
orang tua dari suami/istri
Induak
bako
Anak
pisang
:
:
ibu dari bapak, ibu dari para bako (saudara perempuan
bapak)
anak saudara laki-laki dari seorang perempuan
Ada dua bentuk kekerabatan di Minangkabau:
1. Kekerabatan dalam suku, terjadi karena sistem matrilineal yang
dianut orang Minangkabau.
Contoh : ibu – anak, mamak – kamanakan, dsb.
2. Kekerabatan luar suku, terjadi karena adanya perkawinan.
Contoh : sumando – pasumandan, minantu – mintuo, induak bako –
anak pisang, dsb.
Masyarakat Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrilineal,
yakni kekerabatan yang menarik garis keturunan menurut garis ibu. Jadi
suku seseorang di Minangkabau mengikuti suku ibunya. Seorang
perempuan memiliki kedudukan istimewa di dalam kaum. Orang sesuku
tidak boleh menikah. Yang menguasai harta pusaka adalah ibu dan yang
mengikat tali kekeluargaan rumah gadang adalah hubungan dengan
harta pusaka dan sako (gelar).
Wanita tertua di kaum dijuluki limpapeh atau amban puruak. Ia
mendapat kehormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum.
Pembagian harta diatur olehnya.
Sedangkan laki-laki tertua di kaum dijuluki tungganai. Ia bertugas
sebagai mamak kapalo warih. Ia hanya berkuasa untuk memelihara,
mengolah, dan mengembangkan harta milik kaum, tapi tidak untuk
menggunakannya.
Perempuan secara alamiah adalah makhluk yang lemah dibanding laki-
laki, namun mereka memiliki kelebihan yakni teliti, hemat, dan pandai
35
menggunakan harta untuk keperluannya. Oleh karena itu, kekerabatan
matrilineal menguasakan penggunaan harta pusaka pada kaum
perempuan. Karena sifat lemah perempuan itu pulalah, dalam
perkawinan, suamilah yang datang ke rumah istrinya. Jadi jika mereka
bercerai, suamilah yang meninggalkan rumah
Dalam keunikan adat Minangkabau, perempuan menempati kedudukan
istimewa. Sistem matrilineal, matrilokal dan sistem kewarisan menjadi
bukti keistimewaan kedudukan kaum perempuan. Sekalipun kaum ibu
memiliki kedudukan yang istimewa dalam rumah tangga dan juga harta
pusaka, akan tetapi dia tidak dapat bertindak sewenang-wenang
terhadap rumah dan harta pusaka itu, karena kaum laki-laki seperti
saudara laki-laki yang disebut mamak mempunyai hak pengawasan,
apalagi dalam melakukan hubungan perdata dengan pihak lain, tidak
dapat terlaksana tanpa seizin mamak. Semua tindakan terhadap harta
pusaka, baik ke dalam maupun ke luar haruslah berdasarkan mufakat
seluruh anggota laki-laki dan perempuan.
I. SISTEM KEMASYARAKATAN
Persukuan
Suku dalam tatanan Masyarakat Minangkabau merupakan basis dari
organisasi sosial, sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang
fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat
bermaksud satu per-empat, sehingga jika dikaitkan dengan pendirian
suatu nagari di Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah
terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut.
Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis
keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu
keturunan nenek moyang yang sama.
Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit
ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta,
dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu dikenal
sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari
seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat
36
diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka
semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum-
keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami
kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil
atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah
sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada
sebuah rumah gadang secara bersama-sama.[34]
Pakaian khas suku Minangkabau di tahun 1900-an.
Nagari
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan
daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada
kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di
sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai
tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang
terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut.
Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN). Dari hasil
musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan
peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau
adalah terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga,
dan individu untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya
setiap kepala kaum akan berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-
keluarganya dengan mencari kekayaan (berdagang) serta
menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling tinggi.
37
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam
istilah pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu
Dari Taratak manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi
Nagari, Nagari ba Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan
di kawasan Minang dimulai dari struktur terendah disebut dengan
Taratak, kemudian berkembang menjadi Dusun, kemudian berkembang
menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi Nagari. Biasanya
setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku.
Penghulu
Penghulu atau biasa yang digelari dengan datuk, merupakan kepala
kaum keluarga yang diangkat oleh anggota keluarga untuk mengatur
semua permasalahan kaum. Penghulu biasanya seorang laki-laki yang
terpilih di antara anggota kaum laki-laki lainnya. Setiap kaum-keluarga
akan memilih seorang laki-laki yang pandai berbicara, bijaksana, dan
memahami adat, untuk menduduki posisi ini. Hal ini dikarenakan ia
bertanggung jawab mengurusi semua harta pusaka kaum, membimbing
kemenakan, serta sebagai wakil kaum dalam masyarakat nagari. Setiap
penghulu berdiri sejajar dengan penghulu lainnya, sehingga dalam rapat-
rapat nagari semua suara penghulu yang mewakili setiap kaum bernilai
sama.
Seiring dengan bertambahnya anggota kaum, serta permasalahan dan
konflik intern yang timbul, maka kadang-kadang dalam sebuah keluarga
posisi kepenghuluan ini dipecah menjadi dua. Atau sebaliknya, anggota
kaum yang semakin sedikit jumlahnya, cenderung akan menggabungkan
gelar kepenghuluannya kepada keluarga lainnya yang sesuku. Hal ini
mengakibatkan berubah-ubahnya jumlah penghulu dalam suatu nagari.
Memiliki penghulu yang mewakili suara kaum dalam rapat nagari,
merupakan suatu prestise dan harga diri. Sehingga setiap kaum akan
berusaha sekuatnya memiliki penghulu sendiri. Kaum-keluarga yang
gelar kepenghuluannya sudah lama terlipat, akan berusaha
membangkitkan kembali posisinya dengan mencari kekayaan untuk
"membeli" gelar penghulunya yang telah lama terbenam. Bertegak
38
penghulu memakan biaya cukup besar, sehingga tekanan untuk
menegakkan penghulu selalu muncul dari keluarga kaya.
Kerajaan
Istana Pagaruyung sebuah legitimasi institusi kerajaan Minangkabau.
Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan
bahwa di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu
kekuasaan pemerintahan terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada
adalah nagari-nagari kecil yang mirip dengan pemerintahan polis-polis
pada masa Yunani kuno. Namun dari beberapa prasasti yang ditemukan
pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari tambo yang ada pada
masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam suatu
sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau
Sumatera dan bahkan sampai semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan
yang ada di wilayah Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya,
Kerajaan Pagaruyung, dan Kerajaan Inderapura.
Garis keturunan dan kelompok-kelompok masyarakat Minangkabau yang
menjadi inti dari sistem kekerabatan matrilineal ini adalah paruik. Setelah
masuk islam di Minangkabau disebut kaum. Kelompok sosial lainnya
yang merupakan pecahan dari paruik adalah jurai.
Interaksi sosial yang terjadi antara seseorang, atau seseorang dengan
kelompoknya, secara umum dapat dilihat pada sebuah kaum. Pada masa
dahulu mereka pada mulanya tinggal dalam sebuah rumah gadang.
39
Bahkan pada masa dahulu didiami oleh berpuluh-puluh orang. Ikatan
batin sesama anggota kaum besar sekali dan hal ini bukan hanya
didasarkan atas pertalian darah saja, tetapi juga di luar faktor tersebut
ikut mendukungnya. Secara garis besar faktor-faktor yang mengikat
kaum ini adalah sebagai berikut :
1. Orang Sekaum Seketurunan
Walaupun di Minangkabau ada anggapan orang yang sesuku juga
bertali darah, bila diperhatikan betul asal usul keturunannya agak
sulit dibuktikan. Lain halnya dengan orang yang sekaum. Walaupun
orang yang sekaum itu sudah puluhan orang dan bahkan sampai
ratusan, membuktikan mereka seketurunan masih bisa dicari. Ini
biasanya dilakukan untuk menguji ranji atau silsilah keturunan
mereka.
2. Orang Yang Sekaum Sehina Semalu
Anggota yang melanggar adat akan mencemarkan nama seluruh
anggota kaum dan yang paling terpukul adalah mamak kaum dan
kepala waris yang diangkat sebagai pemimpin kaumnya. Karena
perasaan sehina semalu-cukup mendalam, seluruh anggota selalu
mengajak agar jangan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dari
anggota kaumnya. Rasa sehina semalu ini, adat mengatakan : “malu
tak dapek dibagi, suku tak dapek dianjak” (malu tak dapat dibagi,
suku tidak dapat dianjak), artinya malu seorang malu bersama.
Mamak atau wanita-wanita yang sudah dewasa selalu mengawasi
rumah gadangnya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diingini.
3. Orang Yang Sekaum Sepandam Sepekuburan
Untuk menunjukkan orang yang sekaum maka sebuah kaum
mempunyai pandam tempat berkubur khusus bagi anggora kaumnya.
Jadi yang dimakamkan di satu pandam adalah orang yang
seketurunan atau sekaum. Untuk mengatakan seseorang itu sekaum,
ia merupakan orang asal dalam kampung itu kemudian kaum
keluarganya dapat menunjukkan pandamnya. Di dalam adat
40
dikatakan orang yang sekaum itu sepandam sepekuburan dengan
pengertian satu pandam tempat berkubur.
4. Orang Yang Sekaum Seberat Seringan
Orang yang sekaum seberat seringan sesakit sesenang sebagaimana
yang dikemukakan dalam adat “kaba baik baimbauan, kaba buruk
bahambauan” (kabar baik dihimbaukan, kabar buruk berhamburan).
Artinya bila ada sesuatu yang baik untuk dilaksanakan seperti
perkawinan, berdoa dan lain-lain maka kepada sanak saudara
hendaklah diberitahukan agar mereka datang untuk menghadiri acara
yang akan dilaksanakan. Tetapi sebaliknya semua sanak famili akan
berdatangan, jika mendengarkan kabar buruk dari salah seorang
anggota keluarganya tanpa dihimbaukan sebagai contohnya seperti
ada kematian atau mala petaka lain yang menimpa.
5. Orang Yang Sekaum Seharta Sepusaka
Adat Minangkabau tidak mengenal harta perseorangan. Harta
merupakan warisan dari anggota kaum secara turun temurun. Harta
pusaka kaum merupakan kunci yang kokoh sebagai alat pemersatu
dan tetap berpegang kepada prinsip “harato salingka kaum, adat
salingka nagari” (harta selingkar kaum, adat selingkar nagari).
Selanjutnya garis kekerabatan yang berkaitan dengan kaum ini adalah
jurai. Sebuah kaum merupakan kumpulan dari jurai dan tiap jurai tidak
sama jumlah anggotanya. Setiap jurai membuat rumah gadang pula,
tetapi rumah gadang asal tetap dipelihara bersama sebagai rumah
pusaka kaum. Pimpinan tiap jurai ini disebut tungganai atau mamak
rumah. Anggota suatu jurai merupakan satu kaum.
Pecahan dari jurai disebut samande (seibu) yaitu ibu dengan anak-
anaknya, sedangkan suami atau orang sumando tidak termasuk orang
samande. Orang yang samande diberi “ganggam bauntuk, pagang
bamasieng” (genggam yang sudah diperuntukan dan masing-masing
sudah diberi pegangan), artinya masing-masing orang yang samande
mempunyai bagian atas harta pusaka milik kaumnya. Tetapi mereka
41
hanya diberi hak untuk memungut hasil dan tidak boleh digadaikan
apalagi untuk menjual bila tidak semufakat anggota kaum.
Masyarakat minangkabau tidak mengenal organisasi masyarakat yang
bersifat adat selain kelompok-kelompok kekerabatan. Demikian instruksi-
instruksi dan aturan pemerintah, soal administratif pedesan, seringkali
disalurkan kepada masyarakat melalui penghulu suku dan penghulu
andiko.
Sebuah suku di samping memiliki seorang penghulu suku juga
mempunyai seorang dulubalang dan manti. Dulubalang bertugas
menjaga keamanan sebuah suku, sedangkan manti mengemban tugas-
tugas keamanan kampeung.
Dalam beberapa masyarakat, seorang penghulu dipilih, sedangkan pada
masyarakat lain penghulu merupakan hak yang hanya dimiliki sebuah
keluarga saja dalam sebuah suku tertentu. Kalau keluarga ini habis, hak
baru dapat pindah ke keluarga lain. Keadaan ini erat kaitannya dengan
ada atau tidaknya stratifikasi sosial di masyarakat itu.
Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial, yang sangat erat dengan kedatangan suatu
keluarga, di masyarakat minangkabau ada tiga macam:
1. Bangsawan
Keluarga yang mula-mula datang di tanah minang
2. Orang biasa
Keluarga yang datang kemudian tetapi tidak ada kaitannya
dengan keluarga asal.
3. Orang yang paling rendah
Keluarga yang datang kemudian dan menumpang pada keluarga
asal dengan jalan menghambakan diri.
Sedangkan menurut pandangan suku minangkabau sendiri terutama
golongan bangsawan (urung asa) ada beberapa istilah untuk
menggambarkan stratifikasi sosial
42
1. Kamanakan tali pariuk
Keturunan langsung dari urung asa
2. Kamanakan tali budi
Keluarga yang datang kemudian, tetapi karena kedudukan mereka
juga tinggi di tempat asal mereka, atau mereka mampu membeli
tanah yang cukup luas di tanah minang.
3. Kamanakan tali ameh
Pendatang baru yang mencari hubungan keluarga dengan urung
asa, tetapi mereka tidak bergantung kepada urung asa.
4. Kamanakan bawah lutuik
Orang yang menghamba kepada keluarga urung asa. Sistem
pelapisan sosial ini boleh dikatakan makin hilang sekarang.
Pola Kepemimpinan
Mengenai pola kepemimpinan dapat dikatakan sulit untuk melihat
pola yang jelas di kehidupan minangkabau. Kita tidak dapat
mengatakan dengan jelas siapa yang menjadi pemimpin di suatu
paruik. Setiap orang dewasa dapat mempunyai pengaruh sebagai
pemimpin tergantung kepada kewibawaannya.
Seorang panghulu suku atau penghulu andiko juga tidak
mempunyai kekuasaan yang jelas. Mereka lebih dianggap sebagai
orang yang dituakan. Karena kekuasaan pada hakekatnya tidak ada
maka pada kehidupan sehari-hari sesuatu biasanya dijalankan dengan
meyakinkan orang yang barsangkutan.
Seseorang tidak akan berani melawan keputusan orang tuanya
bukan karena orang tua mempunyai kekuasaan tertentu, tetapi lebih
kepada ajaran agama islam yang mereka anut. Mereka tidak ingin
berdosa karena durhaka kepada orang tua.
Secara adat, sistem pemerintahan di minangkabau dibedakan
menjadi dua sistem
1. Laras Bodi Caniago
Merupakan sistem demokrasi dan musyawarah dijunjung tinggi.
43
2. Laras Koto Piliang
Merupakan sistem otokrasi, penghulu tetap dipegang oleh
keluarga tertentu.
Harta Pusaka
Harta pusaka juga diturunkan melalui garis keturunan ibu sehingga
yang berhak menerima adalah anggota perempuan dari sebuah keluarga.
Anggota laki-laki keluarga minangkabau tidak berhak mendapat harta
pusaka. Mereka hanya berkewajiban menjaga harta itu sehingga harta itu
tidak hilang dan bermanfaat bagi kerabatnya.
J. Hasil Peninggalan Kebudayaan Minangkabau
a. BAHASA
Bahasa Minangkabau mempunyai perkataan yang serupa dengan bahasa
Melayu tetapi berbeda dari segi sebutan dan juga tata bahasa hingga
menjadikannya unik dari bahasa Melayu. Bahasa yang digunakan dalam
keseharian ialah bahasa daerah yang meliputi :
Bahasa Minangkabau
Bahasa Minangkabau memiliki beberapa dialek, seperti dialek
Bukittinggi, dialek Pariaman, dialek Pesisir Selatan dan dialek
Payakumbuh. Dialek bahasa Minangkabau sangat bervariasi, bahkan
antarkampung yang dipisahkan oleh sungai sekali pun dapat
mempunyai dialek yang berbeda.
Bahasa Batak
Dialek yang digunakan berupa dialek Mandailing, yang biasanya
digunakan suku Batak Mandailing di daerah Pasaman, yaitu daerah di
sekitar perbatasan Sumatera Barat dan Sumatera Utara.
Bahasa Mentawai
Bahasa Mentawai yang digunakan oleh penduduk yang bertempat
tinggal di daerah Mentawai yang berupa kepulauan dan terletak
beberapa puluh kilometer lepas pantai Sumatra Barat.
Berikut ini adalah perbandingan perbedaan antara beberapa dialek:Bahasa Indonesia/ Bahasa Melayu : Apa katanya kepadamu?
44
Bahasa Minangkabau "baku" : A keceknyo jo kau?Mandahiling Kuti Anyie : Apo kecek o kö gau?Padang Panjang : Apo keceknyo ka kau?Pariaman : A kato e bakeh kau?Ludai : A kecek o ka rau?Sungai Batang : Ea janyo ke kau?Kurai : A jano kale gau?Kuranji : Apo kecek e ka kau?Salimpaung Batusangkar : Poh ceknyoh kah khau duh?Rao-Rao Batusangkar : Aa keceknyo ka awu tu?
Untuk komunikasi antar penutur bahasa Minangkabau yang sedemikian beragam ini, akhirnya dipergunakanlah dialek Padang sebagai bahasa baku Minangkabau atau disebut Baso Padang atau Baso Urang Awak. Bahasa Minangkabau dialek Padang inilah yang menjadi acuan baku (standar) dalam menguasai bahasa Minangkabau.
b. KESENIAN
1. Teater Randai Keindahan Orang Minang
Randai adalah perpaduan dari sastra, musik, seni suara, seni tari,
teater dan pencak silat. Selain itu, juga memuat komedi, dan seni
dekorasi. Dalam pesan cerita pastilah ada sejarah, ada kisah dalam
tambo. Pada umumnya lakon randai dipungut dari cerita rakyat
Minangkabau. Rambun Pamenan, sebuah randai dari Sungayang, Tanah
Datar, misalnya, berkisah tentang seorang anak muda yang mencari
ibundanya. Sang ibu ditawan oleh Harimau Tambun Tulang, tukang
samun paling kesohor di Bukit Tambun Tulang. Harimau Tambun Tulang,
perampok yang makan masak mentah, jatuh cinta pada seorang wanita.
Itulah ibu Rambun Pamenan. Kisah akhirnya dapat ditebak, si anak
menemukan ibunya dalam penjara batu dengan tangan dirantai. Tidak
saja bisa membawa ibunya pulang, tapi ia berhasil membunuh Harimau
Tambun Tulang.
Di Padang sendiri, misalnya di Pauh, ada grup randai Tungku Tigo
Sajarangan yang diasuh oleh Rusydi Pandeka Sutan. Sebuah kisah
bertajuk Kasiah Putuih Dandam Tak Sudah, misalnya. Cerita bergulir,
mengisahkan anak gadis (Sari Banilai) menolak keinginan orang tuanya
(Datuk Tumanggung Tuo) yang hendak menikahkannya dengan bako —
45
kemenakan Datuk Tumanggung Tuo — bernama Malendo Alam. Terjadi
konflik hebat di situ. Konflik memang senantiasa tersangkut pada kisah
cinta, sesuatu yang memang mengasyikkan untuk ditonton, sebab
dituturkan dalam bahasa Minang sehari-hari.
Pertunjukan randai dibawakan dengan durasi satu sampai tiga jam.
Bahkan ada yang lima jam. Pola permainannya, para pemain akan
membentuk gerakan melingkar. Mereka bergerak dalam ayunan silat
yang indah. Semua pemain laki-laki. Namun, di antara mereka ada yang
didandani seperti wanita. Ia akan menyanyi dan berdendang, sekaligus
berperan sebagai pemain wanita.
Namun, kemudian pemain wanita tidak lagi diambilalih laki-laki, tapi
diserahkan pada wanita. Irama dalam dendang tidak lagi didominasi oleh
irama tradisi, tapi banyak yang mencomot irama lagu-lagu dangdut,
melayu bahkan pop. “Randai memodernisir dirinya sendiri,” kata
sastrawan Yusrizal KW.
Dalam sebuah randai ada pemain galombang. Pemain ini
melakukan gerak-gerak gelombang yang bersumber dari bunga-bunga
silat. Selain pemain galombang, juga ada pemain naskah, pemain
musik/dendang, tukang dendang. Ada juga pemain pasambahan, orang
yang akan bertindak berbicara atau berdialog dalam petatah-petitih
Minangkabau.
2. Seni Rebab dan Etos Kerja
Di dalam masyarakat Pesisir Selatan ada terdapat beberapa
istilah, seperti rabab, barabab, dan tukang rabab. Rabab adalah alat
musik gesek, seperti biola. Barabab adalah bercerita sambil diiringi musik
biola. Sedangkan tukang rabab adalah orang yang memainkan alat musik
rabab itu sendiri. Jenis kesenian rabab ini awalnya hidup dalam
masyarakat Pesisir Selatan. Setelah itu, barulah berkembang ke daerah
sekitarnya. Oleh sebab itulah, kesenian rabab sering disebut dengan
Rabab Pasisie. Maksudnya adalah rabab yang sering dimainkan
masyarakat Pesisir Selatan.
46
Rabab memiliki fungsi yang sama dengan seni Minangkabau
lainnya. Misalnya memiliki fungsi sebagai hiburan dan pendidikan.
Masyarakat disamping terhibur mendengarkan rebab juga memperoleh
pendidikan langsung terutama melalui amanat cerita yang disampaikan.
Selain itu, kesenian rebab juga memiliki kekuatan untuk mendorong
semangat kerja masyarakat. Contohnya, hal yang sering dilakukan
masyarakat Kecamatan Batang Kapas dalam mengolah lahan
pertaniannya. Mereka selalu bekerja secara bersama-sama dan sering
memutar kaset rebab untuk membangkitkan semangat kerja.
Berdasarkan realitas yang ditemukan ternyata pemutaran kaset rebab
dalam aktifitas tersebut mampu membangkitkan semangat bekerja
mereka. Mereka dengan gelak dan senang hati melakukan pekerjaannya.
Dengan demikian rasa letih bekerja sedikit hilang. Segala pekerjaan
dapat diselesaikan dengan baik. Pekerjaan berat menjadi ringan. Hal ini
juga secara tidak langsung akan memacu peningkatan perekonomian
masyarakat, terutama masyarakat Pesisir Selatan.
3. Silek-Seni Beladiri Minangkabau
Silek adalah nama Minangkabau buat seni
beladiri yang ditempat lain dikenal dengan
Silat. Sistem matrilineal yang dianut
membuat anak laki-laki setelah akil balik
harus tinggal di surau dan silat adalah salah
satu dasar pendidikan penting yang harus
dipelajari oleh anak laki-laki disamping pendidikan agama islam. Silek
merupakan unsur penting dalam tradisi dan adat masyarakat
Minangkabau yang merupakan ekspersi etnis Minang.
Silek sudah merasuk dalam setiap kehidupan sehari-hari dan muncul
sebagai unsur penting dalam cerita rakyat, legenda, pepatah dan tradisi
lisan di Minangkabau. Ada banyak jenis aliran beladiri silek di Sumatera
Barat dan dapat dikatagorikan dalam beberapa aliran silek yang berhasil
didata antara lain :
Silek Tuo
Silek Sitaralak
47
Silek Harimau
Silek Pauh
Silek Sungai Patai
Silek Luncua
Silek Gulo-Gulo Tareh
Silek Baru
Silek Ulu Ambek
Silek biasanya dilakukan ditempat yang disebut sasaran, sebuah tempat
terbuka atau kosong dan luas yang dekat dengan rumah guru silek.
Latihan beladiri silek dilaksanakan pada saat menjelang malam setelah
sholat magrib dan berlangsung selama 2-3 jam meskipun kadang sampai
tengah malam. Latihan beladiri silek juga dilakukan dengan pencahayaan
seadanya seperti cahaya bulan, obor atau lampu minyak tanah. Hal ini
dilakukan untuk melatih ketajaman penglihatan dan juga sebagai latihan
intuisi. Kadang-kadang latihan silek ini juga dihadiri oleh penghulu desa
dan diiringi oleh nyanyian, talempong ataupun saluang. Pakaian silek
adalah galembong (celana hitam), taluak balango dan destar.
4.Tari Piring
Tari Piring termasuk salah satu tari tradisional khas Minangkabau
yang berumur ratusan tahun. Tarian tersebut berasal dari Solok, Sumatra
Barat. Awalnya, tari ini dilakukan sebagai ritual guna mengucapkan rasa
syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa karena mendapatkan
hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan oleh beberapa gadis
cantik dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang diletakkan
di dalam piring. Para gadis tersebut didandani dengan pakaian yang
bagus lalu mereka membawa makanan dalam piring sembari melangkah
dengan gerakan yang dinamis. Setelah Islam masuk ke Minangkabau,
tradisi Tari Piring tetap dilangsungkan. Akan tetapi, tari tersebut hanya
ditampilkan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak pada acara-
48
acara keramaian (pesta), seperti: pesta adat, pesta pernikahan, dan lain-
lain.
Tari Piring merupakan tarian yang istimewa. Tarian ini dimainkan
dengan menggunakan piring sebagai media utama. Para penari Tari
Piring memainkan piring dengan cekatan tanpa terlepas dari genggaman
sembari bergoyang dengan gerakan yang mengalir lembut dan teratur.
Di samping itu, para penari juga sering melakukan tarian di atas pecahan
kaca. Mereka menari, melompat-lompat, dan berguling-guling sembari
membawa piring di atas pecahan kaca. Uniknya, para penari tersebut
tidak terluka sedikitpun dan piring yang mereka bawa tidak jatuh.
Selama pementasan, Tari Piring diiringi oleh musik tradisional
Minangkabau, seperti talempong, bansi, dan lain-lain.
5. Pandai Sikek
Bila kita menyebut Pandai Sikek, biasanya yang
teringat adalah songket. Betul, tempat ini memang
sudah identik dengan songket. Padahal, orang
Pandai Sikek sendiri tak menyebutnya songket tetapi tenun. Pasalnya,
yang dimaksud adalah benang katun dan benang emas yang ditenun
dengan tangan, di atas alat yang bernama panta sehingga menjadi kain,
kain balapak atau kain bacatua yang dipakai pai baralek, yaitu pada
pesta perkawinan.
Hampir semua pelosok Minangkabau, dari Luhak sampai ke rantau,
mempunyai pusat-pusat kerajinan tenun, suji dan sulaman. Masing-masih
mengembangkan corak dan ciri-cirinya sendiri, hal yang sangat dikuasai
oleh para pedagang barang antik dan kolektor. Beberapa nagari yang
terkenal sekali dengan kain tenunnya dan sangat produktif pada masa itu
adalah Koto Gadang, Sungayang, dan Pitalah di Batipuh, dan nagari yang
melanjutkan tradisi warisan menenun hari ini adalah nagari yang
termasuk Batipuh Sapuluh Koto juga yaitu Pandai Sikek.
Motif-motif tenun Pandai Sikek diyakini sebagai motif asli pada kain-
kain tenunan perempuan-perempuan Pandai Sikek pada zaman lampau,
yang namanya sebagian masih diingat oleh beberapa orang tua yang
hidup sekarang.
49
6.Alat Musik
Rebana Saluang Talempong
Minangkabau memiliki alat musik khas. Alat musik ini biasanya
digunakan untuk mengiringi tari-tarian.
Alat musik tiup: saluang, bansi, pupuk batang padi, sarunai, pupuk
tanduak.
Alat musik pukul: talempong, canang, tambur, rabano, indang,
gandang, adok.
Alat musik gesek: rabab.
7. Karya Sastra Minangkabau
Karya sastra Minangkabau adalah karya seni yang menggunakan bahasa
Minangkabau sebagai mediumnya. Isinya membicarakan tentang
manusia dan kemanusiaan, tentang hidup dan kehidupan masyarakat
dan budaya Minangkabau.
Ciri umum karya sastra Minangkabau:
- Menggunakan bahasa Minangkabau.
- Berlatarbelakang budaya Minangkabau.
- Berbicara tentang manusia dan kemanusiaan Minangkabau.
- Berbicara tentang hidup dan kehidupan masyarakat Minangkabau.
- Diwarnai oleh kesenian Minangkabau.
Di dalam berbagai karya sastra Minangkabau akan sangat banyak
ditemukan kata-kata adat. Ragam kata-kata adat itu misalnya:
Kato petatah
Yaitu kata-kata yang mengandung patokan hukum atau norma-norma
yang bisa menjadi tuntunan kehidupan.
50
Contoh : hiduik dikanduang adat
Kato petiti
Yaitu kata-kata yang bisa menjadi jembatan atau jalan yang bisa
ditempuh dengan lebih baik untuk menjalani kehidupan sehari-hari.
Kato petiti digunakan untuk menjelaskan kato petatah.
Contoh :
adaik hiduik tolongmanolong,adaik mati janguak-manjanguak
adaik lai bari-mambari, adaik tidak basalang tenggang
karajo baiak baimbauan, karajo buruak bahambauan
- Mamangan
Yaitu kalimat yang mengandung arti sebagai pegangan hidup,
sebagai anjuran ataupun larangan.
Contoh :
anak dipangku, kamanakan dibimbiang (anjuran)
gadang jan malendo, cadiak jan manjua (larangan)
- Pituah
Yaitu kalimat yang mengandung ajaran nasihat yang bijaksana.
Contoh :
bakato marandah-randah,mandi di ilia-ilia
lamak dek awak, katuju dek urang
- Pameo
Yaitu kalimat yang jika dilihat artinya tampak berlawanan, bahkan
tidak mungkin terjadi.
Contoh :
duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang
- Kieh
Yaitu kata-kata kiasan yang berisi sindiran.
Contoh :
ndeh, kuciang ko, banyak bana makan,
manangkok mancik indak amuah!
- Puisi
Pasambahan adat yaitu teks pidato yang menggunakan gaya bahasa
sastra.
Pantun yaitu terdiri dari sampiran dan isi
Talibun yaitu pantun yang terdiri dari 12 baris
Seloka yaitu pantun 4 baris yang terdiri dari beberapa untai
51
Gurindam yaitu saripati kata yang tersusun dalam 2 dan 4 baris
- Prosa
Tambo yaitu sejarah yang dituangkan dalam bahasa sastra
Minangkabau
Kaba yaitu cerita-cerita yang mengandung nilai moral
Selain terkenal sebagai orang pedagang, masyarakat Minang juga
berjaya melahirkan beberapa penyair, penulis, negarawan, ahli fikir dan
para ulama. Ini mungkin terjadi karena budaya mereka yang
memberatkan penimbaan ilmu pengetahuan.
c. MAKANAN KHAS
- Rendang
- Sambal Balado
- Samba Lado Tanak
- Palai
- Es Tebak
- Gulai Itik
- Gulai Kepala Ikan Kakap Merah
- Sate Padang
- Keripik Balado
- Soto Padang
- Keripik Sanjai
- Dakak-dakak
d. UPACARA-UPACARA ADAT MINANGKABAU
1) Batagak Panghulu
Batagak panghulu adalah upacara pengangkatan panghulu. Sebelum
upacara peresmiannya,
syarat-syarat berikut harus dipenuhi:
Baniah, yaitu menentukan calon penghulu baru.
Dituah cilakoi, yaitu diperbincangkan baik buruknya calon dalam
sebuah rapat.
Panyarahan baniah, yaitu penyerahan calon penghulu baru.
52
Manakok ari, yaitu perencanaan kapan acara peresmiannya akan
dilangsungkan.
Peresmian pengangkatan panghulu dilaksanakan dengan upacara adat.
Upacara ini disebut malewakan gala. Hari pertama adalah batagak
gadang, yakni upacara peresmian di rumah gadang yang dihadiri urang
nan ampek jinih dan pemuka masyarakat. Panghulu baru menyampaikan
pidato. Lalu panghulu tertua memasangkan deta dan menyisipkan
sebilah keris tanda serah terima jabatan. Akhirnya panghulu baru diambil
sumpahnya, dan ditutup dengan doa. Hari kedua adalah hari perjamuan.
Hari berikutnya panghulu baru diarak ke rumah bakonya diringi bunyi-
bunyian.
2) Batagak Rumah
Batagak rumah adalah upacara mendirikan rumah gadang. Kegiatannya
sebagai berikut.
a. Mufakat Awal
Upacara batagak rumah dimulai dengan permufakatan orang sekaum,
membicarakan letak rumah yang tepat, ukurannya, serta kapan waktu
mengerjakannya. Hasil mufakat disampaikan pada panghulu suku,
lalu panghulu suku ini menyampaikan rencana mereka pada panghulu
suku-suku yang lain.
Maelo Kayu
Maelo kayu yaitu kegiatan untuk menyiapkan bahan-bahan yang
diperlukan, umumnya kayu-kayu. Penebangan dan pemotongan kayu
dilakukan secara gotong royong. Kayu yang dijadikan tiang utama
direndam dulu dalam lumpur atau air yang terus berganti. Tujuannya
agar kayu-kayu itu awet dan sulit dimakan rayap.
Mancatat Tiang Tuo
Mancatak tiang tuo yaitu pekerjaan pertama dalam membuat rumah.
Bahan-bahan yang akan digunakan diolah lebih lanjut.
Batagak Tiang
Acara ini dilakukan setelah bahan-bahan siap diolah. Pertama, tiang-
tiang ditegakkan dengan bergotong royong. Tiang rumah gadang
tidak ditanamkan di tanah, tetapi hanya diletakkan di atas batu layah
(gepeng). Karena itulah rumah gadang jarang rusak bila terjadi
gempa atau angin badai.
53
Manaiakkan kudo-kudo
Ini adalah melanjutkan pembangunan rumah setelah tiang-tiang
didirikan.
Manaiak-I Rumah
Manaiak-i rumah adalah acara terakhir dari upacara batagak rumah,
dilakukan setelah rumah selesai. Pada acara ini diadakan perjamuan
tanda terima kasih pada semua pihak dan doa syukur pada Allah SWT.
3) Upacara Perkawinan
4) Upacara Turun Mandi
5) Upacara Kekah
6) Upacara Sunat Rasul
Sunat Rasul juga merupakan syariat Islam, tanda pendewasaan bagi
seorang anak. Upacara biasanya diselenggarakan waktu si anak
berumur 8 sampai 12 tahun, bertempat di rumah ibu si anak atau
rumah keluarga terdekat ibu si anak. Acara dimulai dengan
pembukaan, lalu si anak disunat, selanjutnya doa.
7) Upacara Tamaik Kaji
Tamaik kaji (khatam Quran) diadakan bila seorang anak yang telah
mengaji di surau sebelumnya tamat membaca Al-Quran. Acara
diadakan di rumah ibu si anak atau di surau/masjid tempat anak itu
mengaji. Si anak disuruh membaca Al-Quran di hadapan seluruh
orang yang hadir, dilanjutkan dengan makan bersama. Acara ini biasa
pula dilakukan beramai-ramai.
8) Upacara Kematian
Pergi melayat (ta’ziah) ke rumah orang yang meninggal merupakan
adat bagi orang Minangkabau. Pada acara ini juga diiringi
pidato/pasambahan adat. Selanjutnya ada pula acara peringatan,
seperti peringatan tujuh hari (manujuah hari), peringatan duo puluah
satu hari, peringatan hari ke-40, lalu peringatan pada hari yang ke-
100 (manyaratuih hari).
e. OBJEK WISATA
Di propinsi ini bisa kita temui hampir semua jenis objek wisata
alam seperti laut, pantai, danau, gunung dan ngarai, selain objek wisata
budaya. Akomodasi hotel sudah mulai banyak mulai dari kelas melati
54
sampai bintang empat. Agen tour & travel di bawah keanggotaan ASITA
Sumatera Barat sudah lebih dari 100 buah. Untuk melengkapi fasilitas
penunjang pariwisata, pemerintah juga menyediakan kereta wisata yang
beroperasi pada jam-jam tertentu. Objek-objek wisata yang menarik dan
banyak dikunjungi wisatawan ialah:
- Danau Maninjau
- Danau Singkarak
- Danau Diatas dan Dibawah
- Lembah Anai , Padang Panjang
- Panorama Ngarai Sianok, Bukittinggi
- Benteng Fort de Kock, Bukittinggi
- Jam Gadang , Bukittinggi
- Pantai Air Manis, Padang
- Pantai Muaro, Padang
- Pantai Caroline, Padang
- Istana Pagarruyung, Batusangkar
- Harau, Payakumbuh
- Gunuang Merah Putih, Sulit Air
f. RUMAH ADAT
Rumah adat Sumatra Barat disebut Rumah Gadang. Rumah adat
asli setiap tiangnya tidaklah tegak lurus atau horizontal tapi
mempunyai kemiringan. Ini disebabkan oleh orang dahulu yang
datang dari laut hanya tahu bagai mana membuat kapal. Rancangan
kapal inilah yang ditiru dalam membuat rumah. Rumah adat jugat
tidak memakai paku tapi memakai pasak kayu. Ini disebabkan daerah
Sumatera Barat rawan terhadap gempa, baik vulkanik maupun
tektonik. Jika dipasak dengan kayu setiap ada gempa akan semakin
kuat mengikatnya.
g. SENJATA TRADISIONAL
Senjata tradisional Sumatra Barat adalah Keris. Keris biasanya
dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, saat
sekarang hanya dipakai bagi mempelai pria. Berbagai jenis tombak,
55
pedang panjang, sumpit juga dipakai oleh raja-raja Minangkabau
dalam menjaga diri mereka.
K. MINANGKABAU PERANTAUAN
Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk orang Minang
yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Merantau
merupakan proses interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar.
Kegiatan ini merupakan sebuah petualangan pengalaman dan geografis,
dengan meninggalkan kampung halaman untuk mengadu nasib di negeri
orang. Keluarga yang telah lama memiliki tradisi merantau, biasanya
mempunyai saudara di hampir semua kota utama di Indonesia dan
Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi
merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan
penuntut ilmu agama.
Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun,
baik sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar
masyarakat Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal
untuk mencapai kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak
hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga
prestise dan kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.
Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan
sebagian hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan
dalam usaha keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah,
memegang kendali pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah
yang tergadai. Uang dari para perantau biasanya juga dipergunakan
untuk memperbaiki sarana-sarana nagari, seperti mesjid, jalan, ataupun
pematang sawah.
Jumlah perantau
Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan
tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh
Mochtar Naim, pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang
yang berdomisili di luar Sumatera Barat. Kemudian pada tahun 1971
jumlah itu meningkat menjadi 44 %.[41] Berdasarkan sensus tahun 2010,
56
etnis Minang yang tinggal di Sumatera Barat berjumlah 4,2 juta jiwa,
dengan perkiraan hampir separuh orang Minang berada di perantauan.
Mobilitas migrasi orang Minangkabau dengan proporsi besar terjadi
dalam rentang antara tahun 1958 sampai tahun 1978, dimana lebih 80 %
perantau yang tinggal di kawasan rantau telah meninggalkan kampung
halamannya setelah masa kolonial Belanda.[42] Melihat data tersebut,
maka terdapat perubahan cukup besar pada etos merantau orang
Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus
tahun 1930, perantau Minangkabau hanya sebesar 10,5 % dibawah
orang Bawean (35,9 %), Batak (14,3 %), dan Banjar (14,2 %).
Namun tidak terdapat angka pasti mengenai jumlah orang Minang di
perantauan. Angka-angka yang ditampilkan dalam perhitungan, biasanya
hanya memasukkan para perantau kelahiran Sumatera Barat. Namun
belum mencakup keturunan-keturunan Minang yang telah beberapa
generasi menetap di perantauan.
Para perantau Minang, hampir keseluruhannya berada di kota-kota besar
Indonesia dan Malaysia. Di beberapa perkotaan, jumlah mereka cukup
signifikan dan bahkan menjadi pihak mayoritas. Di Pekanbaru, perantau
Minang berjumlah 37,7% dari seluruh penduduk kota, dan menjadi etnis
terbesar di kota tersebut.[43] Jumlah ini telah mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 1971 yang mencapai 65%.[44] Di kota-kota
lainnya, dimana jumlah orang Minangkabau mencapai 10% atau lebih
dari keseluruhan penduduk kota tersebut ialah Takengon (25,9%), Sigli
(25,4%), Tanjung Pinang (20%), Binjai (16,6), Sibolga (16,6%), Sabang
(15,9%), Gunungsitoli (14,5%), Tanjung Balai (13,9%), Medan (13,5%),
Padang Sidempuan (13,3%), Palembang (10%), dan Jakarta (10%).
Gelombang rantau
Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Sejarah
mencatat migrasi pertama terjadi pada abad ke-7, di mana banyak
pedagang-pedagang emas yang berasal dari pedalaman Minangkabau
melakukan perdagangan di muara Jambi, dan terlibat dalam
pembentukan Kerajaan Malayu.[46] Migrasi besar-besaran terjadi pada
abad ke-14, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke pesisir
timur Sumatera. Mereka mendirikan koloni-koloni dagang di Batubara,
57
Pelalawan, hingga melintasi selat ke Penang dan Negeri Sembilan,
Malaysia. Bersamaan dengan gelombang migrasi ke arah timur, juga
terjadi perpindahan masyarakat Minang ke pesisir barat Sumatera. Di
sepanjang pesisir ini perantau Minang banyak bermukim di Meulaboh,
Aceh tempat keturunan Minang dikenal dengan sebutan Aneuk Jamee;
Barus, Natal, hingga Bengkulu.[47] Setelah Kesultanan Malaka jatuh ke
tangan Portugis pada tahun 1511, banyak keluarga Minangkabau yang
berpindah ke Sulawesi Selatan. Mereka menjadi pendukung kerajaan
Gowa, sebagai pedagang dan administratur kerajaan. Datuk Makotta
bersama istrinya Tuan Sitti, sebagai cikal bakal keluarga Minangkabau di
Sulawesi.[48] Gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-18, yaitu
ketika Minangkabau mendapatkan hak istimewa untuk mendiami
kawasan Kerajaan Siak.
Pada masa penjajahan Hindia-Belanda, migrasi besar-besaran kembali
terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli Serdang,
Sumatera Timur mulai dibuka. Pada masa kemerdekaan, Minang
perantauan banyak mendiami kota-kota besar di Jawa, pada tahun 1961
jumlah perantau Minang terutama di kota Jakarta meningkat 18,7 kali
dibandingkan dengan tingkat pertambahan penduduk kota itu yang
hanya 3,7 kali,[49] dan pada tahun 1971 etnis ini diperkirakan telah
berjumlah sekitar 10 % dari jumlah penduduk Jakarta waktu itu. Kini
Minang perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.
Perantauan intelektual
Pada akhir abad ke-18, banyak pelajar Minang yang merantau ke Mekkah
untuk mendalami agama Islam, di antaranya Haji Miskin, Haji Piobang,
dan Haji Sumanik. Setibanya di tanah air, mereka menjadi penyokong
kuat gerakan Paderi dan menyebarluaskan pemikiran Islam yang murni di
seluruh Minangkabau dan Mandailing. Gelombang kedua perantauan ke
Timur Tengah terjadi pada awal abad ke-20, yang dimotori oleh Abdul
Karim Amrullah, Tahir Jalaluddin, Muhammad Jamil Jambek, dan Ahmad
Khatib Al-Minangkabawi.
Selain ke Timur Tengah, pelajar Minangkabau juga banyak yang
merantau ke Eropa. Mereka antara lain Abdoel Rivai, Mohammad Hatta,
Sutan Syahrir, Roestam Effendi, dan Nazir Pamuntjak. Intelektual lain,
58
Tan Malaka, hidup mengembara di delapan negara Eropa dan Asia,
membangun jaringan pergerakan kemerdekaan Asia. Semua pelajar
Minang tersebut, yang merantau ke Eropa sejak akhir abad ke-19,
menjadi pejuang kemerdekaan dan pendiri Republik Indonesia.
SEBAB MERANTAU
Faktor budaya
Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya
ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan
harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria
dalam hal ini cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh para
pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah orang tuanya, karena rumah
hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta suaminya, dan
anak-anak.
Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan
menceritakan pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya
tarik kehidupan para perantau inilah yang sangat berpengaruh di
kalangan masyarakat Minangkabau sedari kecil. Siapa pun yang tidak
pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan selalu diperolok-olok oleh
teman-temannya.[36] Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang
memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim
merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin
berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.
Menurut Rudolf Mrazek, sosiolog Belanda, dua tipologi budaya Minang,
yakni dinamisme dan anti-parokialisme melahirkan jiwa merdeka,
kosmopolitan, egaliter, dan berpandangan luas, hal ini menyebabkan
tertanamnya budaya merantau pada masyarakat Minangkabau.[52]
Semangat untuk mengubah nasib dengan mengejar ilmu dan kekayaan,
serta pepatah Minang yang mengatakan Karatau madang dahulu,
babuah babungo alun, marantau bujang dahulu, di rumah paguno balun
(lebih baik pergi merantau karena dikampung belum berguna)
mengakibatkan pemuda Minang untuk pergi merantau sedari muda.
59
Faktor ekonomi
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan
bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil
pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat
menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi
penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk
memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa
keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan
dibukanya daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah
yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib
di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah rantau,
biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah dunsanak
yang dianggap sebagai induk semang. Para perantau baru ini biasanya
berprofesi sebagai pedagang kecil.
Selain itu, perekonomian masyarakat Minangkabau sejak dahulunya telah
ditopang oleh kemampuan berdagang, terutama untuk mendistribusikan
hasil bumi mereka. Kawasan pedalaman Minangkabau, secara geologis
memiliki cadangan bahan baku terutama emas, tembaga, timah, seng,
merkuri, dan besi, semua bahan tersebut telah mampu diolah oleh
mereka. Sehingga julukan suvarnadvipa (pulau emas) yang muncul pada
cerita legenda di India sebelum Masehi, kemungkinan dirujuk untuk pulau
Sumatera karena hal ini.
Pedagang dari Arab pada abad ke-9, telah melaporkan bahwa
masyarakat di pulau Sumatera telah menggunakan sejumlah emas dalam
perdagangannya. Kemudian dilanjutkan pada abad ke-13 diketahui ada
raja di Sumatera yang menggunakan mahkota dari emas. Tomé Pires
sekitar abad ke-16 menyebutkan, bahwa emas yang diperdagangangkan
di Malaka, Panchur (Barus), Tico (Tiku) dan Priaman (Pariaman), berasal
dari kawasan pedalaman Minangkabau. Disebutkan juga kawasan
Indragiri pada sehiliran Batang Kuantan di pesisir timur Sumatera,
merupakan pusat pelabuhan dari raja Minangkabau.
Dalam prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman disebut bahwa dia
adalah penguasa bumi emas. Hal inilah menjadi salah satu penyebab,
mendorong Belanda membangun pelabuhan di Padang dan sampai pada
60
abad ke-17 Belanda masih menyebut yang menguasai emas kepada raja
Pagaruyung. Kemudian meminta Thomas Diaz untuk menyelidiki hal
tersebut, dari laporannya dia memasuki pedalaman Minangkabau dari
pesisir timur Sumatera dan dia berhasil menjumpai salah seorang raja
Minangkabau waktu itu (Rajo Buo), dan raja itu menyebutkan bahwa
salah satu pekerjaan masyarakatnya adalah pendulang emas.[58]
Sementara itu dari catatan para geologi Belanda, pada sehiliran
Batanghari dijumpai 42 tempat bekas penambangan emas dengan
kedalaman mencapai 60 m serta di Kerinci waktu itu, mereka masih
menjumpai para pendulang emas. Sampai abad ke-19, legenda akan
kandungan emas pedalaman Minangkabau, masih mendorong Raffles
untuk membuktikannya, sehingga dia tercatat sebagai orang Eropa
pertama yang berhasil mencapai Pagaruyung melalui pesisir barat
Sumatera.
Faktor perang
Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan
masyarakat Minangkabau terutama dari daerah konflik, setelah perang
Padri, muncul pemberontakan di Batipuh menentang tanam paksa
Belanda, disusul pemberontakan Siti Manggopoh menentang Belasting
dan pemberontakan komunis tahun 1926-1927. Setelah kemerdekaan
muncul PRRI yang juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-besaran
masyarakat Minangkabau ke daerah lain. Dari beberapa perlawanan dan
peperangan ini, memperlihatkan karakter masyarakat Minang yang tidak
menyukai penindasan. Mereka akan melakukan perlawanan dengan
kekuatan fisik, namun jika tidak mampu mereka lebih memilih pergi
meninggalkan kampung halaman (merantau). Orang Sakai berdasarkan
cerita turun temurun dari para tetuanya menyebutkan bahwa mereka
berasal dari Pagaruyung. Orang Kubu menyebut bahwa orang dari
Pagaruyung adalah saudara mereka. Kemungkinan masyarakat terasing
ini termasuk masyarakat Minang yang melakukan resistansi dengan
meninggalkan kampung halaman mereka karena tidak mau menerima
perubahan yang terjadi di negeri mereka. De Stuers sebelumnya juga
melaporkan bahwa masyarakat Padangsche Bovenlanden sangat
berbeda dengan masyarakat di Jawa, di Pagaruyung ia menyaksikan
61
masyarakat setempat begitu percaya diri dan tidak minder dengan orang
Eropa. Ia merasakan sendiri, penduduk lokal lalu lalang begitu saja
dihadapannya tanpa ia mendapatkan perlakuan istimewa, malah ada
penduduk lokal meminta rokoknya, serta meminta ia menyulutkan api
untuk rokok tersebut.
Merantau dalam sastra
Fenomena merantau dalam masyarakat Minangkabau, ternyata sering
menjadi sumber inspirasi bagi para pekerja seni, terutama sastrawan.
Hamka, dalam novelnya Merantau ke Deli, bercerita tentang pengalaman
hidup perantau Minang yang pergi ke Deli dan menikah dengan
perempuan Jawa. Novelnya yang lain Tenggelamnya Kapal Van der Wijck
juga bercerita tentang kisah anak perantau Minang yang pulang
kampung. Di kampung, ia menghadapi kendala oleh masyarakat adat
Minang yang merupakan induk bakonya sendiri. Selain novel karya
Hamka, novel karya Marah Rusli, Siti Nurbaya dan Salah Asuhannya
Abdul Muis juga menceritakan kisah perantau Minang. Dalam novel-novel
tersebut, dikisahkan mengenai persinggungan pemuda perantau Minang
dengan adat budaya Barat. Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi,
mengisahkan perantau Minang yang belajar di pesantren Jawa dan
akhirnya menjadi orang yang berhasil. Dalam bentuk yang berbeda,
lewat karyanya yang berjudul Kemarau, A.A Navis mengajak masyarakat
Minang untuk membangun kampung halamannya yang banyak di tinggal
pergi merantau.
Novel yang bercerita tentang perantau Minang tersebut, biasanya berisi
kritik sosial dari penulis kepada adat budaya Minang yang kolot dan
tertinggal. Selain dalam bentuk novel, kisah perantau Minang juga
dikisahkan dalam film Merantau karya sutradara Inggris, Gareth Evans.
L. Orang Minangkabau dan kiprahnya
Orang Minang terkenal sebagai kelompok yang terpelajar, oleh sebab itu
pula mereka menyebar di seluruh Indonesia bahkan manca-negara dalam
berbagai macam profesi dan keahlian, antara lain sebagai politisi,
penulis, ulama, pengajar, jurnalis, dan pedagang. Berdasarkan jumlah
populasi yang relatif kecil (2,7% dari penduduk Indonesia), Minangkabau
62
merupakan salah satu suku tersukses dengan banyak pencapaian.[42]
Majalah Tempo dalam edisi khusus tahun 2000 mencatat bahwa 6 dari 10
tokoh penting Indonesia di abad ke-20 merupakan orang Minang.[63] 3
dari 4 orang pendiri Republik Indonesia adalah putra-putra Minangkabau.
Keberhasilan dan kesuksesan orang Minang banyak diraih ketika berada
di perantauan. Sejak dulu mereka telah pergi merantau ke berbagai
daerah di Jawa, Sulawesi, semenanjung Malaysia, Thailand, Brunei,
hingga Philipina. Di tahun 1390, Raja Bagindo mendirikan Kesultanan
Sulu di Filipina selatan.[66] Pada abad ke-14 orang Minang melakukan
migrasi ke Negeri Sembilan, Malaysia dan mengangkat raja untuk negeri
baru tersebut dari kalangan mereka. Raja Melewar merupakan raja
pertama Negeri Sembilan yang diangkat pada tahun 1773. Di akhir abad
ke-16, ulama Minangkabau Dato Ri Bandang, Dato Ri Patimang, dan Dato
Ri Tiro, menyebarkan Islam di Indonesia timur dan mengislamkan
kerajaan Gowa. Setelah huru-hara pada Kesultanan Johor, pada tahun
1723 putra Pagaruyung yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I
yang sebelumnya juga merupakan Sultan Johor mendirikan Kerajaan Siak
di daratan Riau.[67]
Kedatangan reformis Muslim yang menuntut ilmu di Kairo dan Mekkah
memengaruhi sistem pendidikan di Minangkabau. Sekolah Islam modern
Sumatera Thawalib dan Diniyah Putri banyak melahirkan aktivis yang
banyak berperan dalam proses kemerdekaan, antara lain A.R Sutan
Mansur, Siradjuddin Abbas, dan Djamaluddin Tamin.
Pada periode 1920 - 1960, banyak politisi Indonesia berpengaruh lahir
dari ranah Minangkabau. Menjadi salah satu motor perjuangan
kemerdekaan Asia, pada tahun 1923 Tan Malaka terpilih menjadi wakil
Komunis Internasional untuk wilayah Asia Tenggara. Politisi Minang
lainnya Muhammad Yamin, menjadi pelopor Sumpah Pemuda yang
mempersatukan seluruh rakyat Hindia-Belanda. Di dalam Volksraad,
politisi asal Minang-lah yang paling vokal. Mereka antara lain Jahja
Datoek Kajo, Agus Salim, dan Abdul Muis. Tokoh Minang lainnya
Mohammad Hatta, menjadi ko-proklamator kemerdekaan Indonesia.
Setelah kemerdekaan, empat orang Minangkabau duduk sebagai
perdana menteri (Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, Abdul Halim,
63
Muhammad Natsir), seorang sebagai presiden (Assaat), seorang sebagai
wakil presiden (Mohammad Hatta), seorang menjadi pimpinan parlemen
(Chaerul Saleh), dan puluhan yang menjadi menteri, di antara yang
cukup terkenal ialah Azwar Anas, Fahmi Idris, dan Emil Salim. Emil
bahkan menjadi orang Indonesia terlama yang duduk di kementerian RI.
Minangkabau, salah satu dari dua etnis selain etnis Jawa, yang selalu
memiliki wakil dalam setiap kabinet pemerintahan Indonesia. Selain di
pemerintahan, di masa Demokrasi liberal parlemen Indonesia didominasi
oleh politisi Minang. Mereka tergabung kedalam aneka macam partai dan
ideologi, islamis, nasionalis, komunis, dan sosialis.
Di samping menjabat gubernur provinsi Sumatera Tengah/Sumatera
Barat, orang-orang Minangkabau juga duduk sebagai gubernur provinsi
lain di Indonesia. Mereka adalah Datuk Djamin (Jawa Barat), Daan Jahja
(Jakarta), Muhammad Djosan dan Muhammad Padang (Maluku), Anwar
Datuk Madjo Basa Nan Kuniang dan Moenafri (Sulawesi Tengah), Adenan
Kapau Gani (Sumatera Selatan), Eni Karim (Sumatera Utara), serta
Djamin Datuk Bagindo (Jambi).
Beberapa partai politik Indonesia didirikan oleh politisi Minang. PARI dan
Murba didirikan oleh Tan Malaka, Partai Sosialis Indonesia oleh Sutan
Sjahrir, PNI Baru oleh Mohammad Hatta, Masyumi oleh Mohammad
Natsir, Perti oleh Sulaiman ar-Rasuli, dan Permi oleh Rasuna Said. Selain
mendirikan partai politik, politisi Minang juga banyak menghasilkan buku-
buku yang menjadi bacaan wajib para aktifis pergerakan. Buku-buku
bacaan utama itu antara lain, Naar de Republiek Indonesia, Madilog, dan
Massa Actie karya Tan Malaka, Alam Pikiran Yunani dan Demokrasi Kita
karya Hatta, Fiqhud Dakwah dan Capita Selecta karya Natsir, serta
Perjuangan Kita karya Sutan Sjahrir.
Penulis Minang banyak memengaruhi perkembangan bahasa dan sastra
Indonesia. Mereka mengembangkan bahasa melalui berbagai macam
karya tulis dan keahlian. Marah Rusli, Abdul Muis, Idrus, Hamka, dan A.A
Navis berkarya melalui penulisan novel. Nur Sutan Iskandar novelis
Minang lainnya, tercatat sebagai penulis novel Indonesia yang paling
produktif. Chairil Anwar dan Taufik Ismail berkarya lewat penulisan puisi.
Serta Sutan Takdir Alisjahbana, novelis sekaligus ahli tata bahasa,
64
melakukan modernisasi bahasa Indonesia sehingga bisa menjadi bahasa
persatuan nasional. Novel-novel karya sastrawan Minang seperti Siti
Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Layar
Terkembang, dan Robohnya Surau Kami telah menjadi bahan bacaan
wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia.
Selain melalui karya sastra, pengembangan bahasa Indonesia banyak
pula dilakukan oleh jurnalis Minang. Mereka antara lain Djamaluddin
Adinegoro, Rosihan Anwar, dan Ani Idrus. Di samping Abdul Rivai yang
dijuluki sebagai Perintis Pers Indonesia, Rohana Kudus yang
menerbitakan Sunting Melayu, menjadi wartawan sekaligus pemilik koran
wanita pertama di Indonesia.
Tuanku Abdul Rahman, salah seorang tokoh Minang yang berpengaruh di
kawasan rantau.
Di Indonesia dan Malaysia, disamping orang Tionghoa, orang Minang juga
terkenal sebagai pengusaha ulung. Banyak pengusaha Minang sukses
berbisnis di bidang perdagangan tekstil, rumah makan, perhotelan,
pendidikan, dan rumah sakit. Di antara figur pengusaha sukses adalah,
Abdul Latief (pemilik TV One), Basrizal Koto (pemilik peternakan sapi
terbesar di Asia Tenggara), Hasyim Ning (pengusaha perakitan mobil
pertama di Indonesia), dan Tunku Tan Sri Abdullah (pemilik Melewar
Corporation Malaysia).
Banyak pula orang Minang yang sukses di dunia hiburan, baik sebagai
sutradara, produser, penyanyi, maupun artis. Sebagai sutradara dan
produser ada Usmar Ismail, Asrul Sani, Djamaludin Malik, dan Arizal.
Arizal bahkan menjadi sutradara dan produser film yang paling banyak
menghasilkan karya. Sekurang-kurangnya 52 film dan 8 sinetron dalam
1.196 episode telah dihasilkannya. Film-film karya sineas Minang, seperti
Lewat Djam Malam, Gita Cinta dari SMA, Naga Bonar, Pintar Pintar Bodoh,
dan Maju Kena Mundur Kena, menjadi film terbaik yang banyak digemari
penonton.
Pemeran dan penyanyi Minang yang terkenal beberapa di antaranya
adalah Ade Irawan, Dorce Gamalama, Eva Arnaz, Nirina Zubir, dan Titi
Sjuman. Pekerja seni lainnya, ratu kuis Ani Sumadi, menjadi pelopor
65
dunia perkuisan di Indonesia. Karya-karya beliau seperti kuis Berpacu
Dalam Melodi, Gita Remaja, Siapa Dia, dan Tak Tik Boom menjadi salah
satu acara favorit keluarga Indonesia. Di samping mereka, Soekarno M.
Noer beserta putranya Rano Karno, mungkin menjadi pekerja hiburan
paling sukses di Indonesia, baik sebagai aktor maupun sutradara film.
Pada tahun 1993, Karno's Film perusahaan film milik keluarga Soekarno,
memproduksi film seri dengan peringkat tertinggi sepanjang sejarah
perfilman Indonesia, Si Doel Anak Sekolahan.
Di luar negeri, orang Minangkabau juga dikenal kontribusinya. Di
Malaysia dan Singapura, antara lain Tuanku Abdul Rahman (Yang
Dipertuan Agung pertama Malaysia), Yusof bin Ishak (presiden pertama
Singapura), Zubir Said (komposer lagu kebangsaan Singapura Majulah
Singapura), Sheikh Muszaphar Shukor (astronot pertama Malaysia), Tahir
Jalaluddin Al-Azhari, dan Adnan bin Saidi. Di negeri Belanda, Roestam
Effendi yang mewakili Partai Komunis Belanda, menjadi satu-satunya
orang Indonesia yang pernah duduk sebagai anggota parlemen. Di Arab
Saudi, hanya Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, orang non-Arab yang
pernah menjadi imam besar Masjidil Haram, Mekkah.
66
top related