blok 12 leptospirosis
Post on 24-Oct-2015
37 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Leptospirosis
NAMA : WINDY
NIM : 102009008
KELOMPOK : A2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA 2010
Kata Pengantar
Puji dan syukur saya panjantkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat anugerahNya
saya dapat menyelesaikan makalah kami dengan tepat waktu. Makalah saya kali ini berjudul
“Leptospirosis”.
Pada kesempatan ini, saya juga tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya pada dr. Hartanto yang telah yang membimbing saya dalam proses pembuatan
makalah ini. Serta telah memberi saya kesempatan untuk membuat makalah ini sehingga saya
dapat menambah wawasan dan pengetahuan saya khususnya dalam mata kuliah leptospirosis
Di dalam kamus Indonesia telah dikatakan bahwa “tak ada gading yang tak retak”. Saya sadar
saya dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya sangat
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna pembuatan makalah saya yang berikutnya.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi anda.
Jakarta ,27 November 2010
Windy
Daftar isiDaftar Isi………………………………………………………………………………………..i
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang……………………………………………......…………………….….1
1.2 Tujuan ……………..……………………………………………………………….....1
II. PEMBAHASAN
2.1 Diagnosis………..……….………….…………………………………………….……2
2.2 Diagnosis Banding…………………………………………….…..….…………….….3
2.3 Etiologi …..……………………………………………........……..….………….....….3
2.4 Patogenesis ………………………………………………..…………………….……..5
2.5 Gambaran Klinis…………………………………………………………………….….6
2.6 Pengobatan……………………………………….…………...….…............………….8
2.7 Komplikasi………………………………………………………………………...…...9
2.8 Pencegahan………………………………………………………………………...…10
2.9 Prognosis………………………………………………………………………………10
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………..…….………………….…….….11
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….………….……………...
…..12
i
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leptospira menyebabkan penyakit yang dikarakterisasi oleh stadium klinik
yang disertai remisi dan eksaserbasi. Oraganisme leptospira merupakan bakteri
spirochaeta yang sangat halus, berlilit padat (ketat) dan bersifat obligat aerob, yang
ditandai oleh gerakan bertipe fleksuosa yang unik. Genus ini dibagi menjadi dua spesies,
leptospira interrogans yang patogenik dan leptospira biflexa yang hidup bebas.
Serotipe L. Interrogans merupakan penyebab penyakit leptospirosis, yang merupakan
penyakit Zoonosis. Hospes utama penyakit ini adalah mamalia liar maupun mamalia
peliharaan, dan penyakit. Hospes utama penyakit ini adalah mamalia liar maupun
mamalia peliharaan, dan penyakitnya menyebabkan kerugian ekonomis pada industri
pengolahan daging dan susu. Manusia merupakan hospes aksidental yang penyakitnya
tersebar diseluruh dunia, dab beratnya berbeda-beda, mulai dari subklinik hingga fatal.
Serotipe lainnya adalah L. biflexa yang terdapat didalam air dan tanah sebagai organisme
yang hidup bebas. Meskipun L. biflexa sesekali telah diisolasi dari hospes mamalia, tidak
ditemukan kelainan patologik yang diakibatkannya, dan bakteri ini tidak menginfeksi
hewan percobaan. Karena penyebaran L. biflexa yang luas diair tawar dan kemampuan
bakteri leptospira untuk menembus saringan bakteri, maka bakteri tersebut telah
ditemukan sebagai kontaminan pada media yang disterilkan dengan penyaringan.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaannya , diagnosis, diagnosis banding,
Etiologi, patogenesis, gejala klinis, Terapi, Komplikasi, Pencegahan, Prognosis.
1
II. PEMBAHASAN
Diagnosis
Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit, karena pasien biasanya datang dengan
meningitis, hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak
diketahui asalnya dan diatetesis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang sebagai
pankreatitis.1
a. Pada anamnesis, diketahui tentang riwayat pekerjaan pasien, apakah termasuk kelompok
orang dengan risiko tinggi seperti berpergian di hutan belantara, rawa, sungai, atau petani.
Gejala/keluhan didapati demam yang muncul tiba-tiba, sakit kepala terutama dibagian
frontal, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah. 1
b. Pada pemeriksaan fisik, dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali dan
lain-lain.
c. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai leukositosis, normal atau
sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggi.
Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan torak (cast). Bila organ hati terlibat,
bilirubin direk meningkat tanpa peningkatan transimanase. BUN, ureum dan kreatinin juga
bisa meninggi bila terjadi komplikasi pada ginjal. Trombositopenia terdapat pada 50%
kasus. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari cairan tubuh dan serologi. 2
Kultur : dengan mengambil spesimen dari darah atau CCS segera pada awal gejala.
Dianjurkan untuk melakukan kultur ganda dan mengambil spesimen pada fase
leptospiremia serta belum diberi antbiotik. Kultur urin diambil setelah 2-4 minggu
onset penyakit. Pada spesimen yang terkontaminasi, inokulasi hewan dapat
digunakan.
Serologi : pemeriksaan untuk mendeteksi adanya leptospira dengan cepat adalah pemeriksaan
Polymerase Chain Reaction (PCR), silver stain, atau fluroscent antibody stain, dan
mikroskop lapangan gelap.
2
Diagnosis Banding
Semua penyakit yang memiliki gejala yang mirip leptospirosis tetapi tidak memenuhi
Kriteria WHO 1982 untuk leptospirosis dapat menjadi diagnosis banding untuk penyakit ini.
Secara Spesifik penderita dengan demam dan atau ikterik dan atau azotemia dapat merupakan
diagnosis banding leptospirosis. Penyakit tersebut dapat berupa demam dengue, malaria
berat, demam tifoid, hepatitis akut, bronkopneumonia.3
Etiologi
Penyakit yang terdapat di semua negara dan terbanyak ditemukan di negara beriklim
tropis ini, disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme
spirochaeta. Ciri khas organ ini yakni berbelit, tipis, fleksibel, panjangnya 5-15um, dengan
spiral yang sangat halus, lebarnya 0,1-0,2 um. Salah satu ujung organisme sering
membengkak, membentuk suatu kait. Terdapat gerak rotasi aktif, tetapi tidak ditemukan
adanya flagella. Spirochaeta ini demikian halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap
hanya dapat terlihat sebagai rantai kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapangan redup
pada mikroskop biasa morfologi leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk lebih jelas
melihat gerakan leptospira digunakan mikroskop denga lapangan gelap (darkfield
microscope). Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang khusus untuk tumbuh dan
mungkin membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk membuat kultur yang positif.
Dengan medium fletcher’s sapat tumbuh dengan baik sebagai obligat aerob.3
Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species: Leptospira interrogans yang
patogen dan Leptospira biflexa yang non patogen/saprofit.
3
Leptospira interrogans dengan berbagai subgrup (serogrup) yang masing – masing terbagi
lagi atas serotipe (serovar) menurut komposisi antigennya yang dapat menginfeksi manusia
bisa terdapat pada ginjal atau air kemih binatang piaraan seperti anjing, lembu, babi, kerbau
dan lain – lain, maupun binatang liar seperti tikus, musang, tupai dan sebagainya. Saat ini
telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23 serogrup. Beberapa serovar
L. Interrogans yang dapat menginfeksi manusia adalah: L. Icterohaemorhagiae, L. Canicola,
L. Pomona, L. grippotyphosa, L. javanica, L. celledoni, L. ballum, L. pyrogenes, L.
automnalis, L. hebdomadis, L. bataviae, L. tarassovi, L. panama, L. andamana, L. shermani,
L. ranarum, L. bufonis, L. copenhageni, L. australis, L. cynopteri dan lain-lain.4
Manusia bisa terinfeksi jika terjadi kontak pada kulit atau selaput lendir yang luka/erosi
dengan air, tanah, lumpur dan sebagainya yang telah tercemar oleh air kemih binatang yang
terinfeksi leptospira. Menurut beberapa penelitian, yang tersering menginfeksi manusia ialah
L. icterohaemorhagiae dengan reservoir tikus, L. canicola dengan reservoirnya anjing, dan L.
pomona dengan reservoirnya sapi dan babi. Leptospira yang masuk melalui kulit maupun
selaput lendir yang luka / erosi akan menyebar ke organ – organ dan jaringan tubuh melalui
darah. Sistem imun tubuh akan berespons sehingga jumlah leptospira akan berkurang, kecuali
pada ginjal, yaitu tubulus di mana akan terbentuk koloni – koloni pada dinding lumen yang
mengeluarkan endotoksin dan kemudian dapat masuk ke dalam kemih. 4
4
Gambar 1. Leptospira
Patogenesis
Lepstospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki aliran
darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke organ dan jaringan tubuh. Kemudian
terjadi respon imunologi baik secara selular maupun homoral sehingga infeksi ini dapat
ditekan dan terbentuk antibodi spesifik. Walaupun demikian beberapa organisme ini masih
bertahan pada daerah yang terisolasi secara imunologi seperti didalam ginjal dimana sebagian
mikro organisme akan mencapai convoluted tubules, bertahan disana lalu akan membentuk
koloni-kolonipada dinding lumen dan dilepaskan melalui urin.7
5
Leptospira dapat dijumpai dalam air kemih sekitar 8 hari hingga beberapa minggu
setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira bisa
juga dijumpai dalam tubuh binatang sekalipun tubuh tersebut sero negatif. Pada keadaan
demikian, di ginjal bisa terjadi nefritis yang menetap (permanent nephritis damaage). Dinding
sel L.interrogans mengandung lipopolisakarida (endotoksin). Dengan pemberian terapi anti
mikrobal, akan terlihat reaksi Jarusch-Herxheimer (J-HR) seperti yang terlihat pada penyakit
spirokaeta lainnya. Infeksi leptospira bisa pula menyebabkan gangguan hemostatis. Penelitian
yang dilakukan mengemukakan bahwa infeksi leptospira dapat menyebabkan pemanjangan
protrombin dan menurunnya faktor pembekuan V dan X, yang dalam hal ini mungkin terjadi
akibat consumption coagulopathy maupun gangguan produksi faktor-faktor tersebut akibat
gangguan fungsi hati. Hal lain lagi ialah endotoksin yang dihasilkan leptospira dapat
menyebabkan kerusakan endotel dinding kapiler sehingga memperpanjang masa perdarahan.
Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme homoral kuman ini dapat
cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari,
mikro organisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiruria
berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat dalam patogenese leptospirosis:
invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi imunologi.7
Gambaran Klinis
Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinis
yang sering: demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, myalgia, conjuctival
suffusion, mual, muntah, nyerih abdomen, ikterus, hepatomegali, ruang kulit, dan fotofobia.
Gambaran klinis yang jarang: pneumonitis, hemaptoe, delirium, perdarahan, diare, edema,
splenomegali, atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pankreatitis, parotitis, epididimitis,
hematemesis, asites, miokarditis. Leptospirosis mempunyai dua fase penyakit yang khas
yaitu, fase leptospiremia dan fase imun. 5
6
a. Fase leptospiremia
Fase ini ditandai dengan adanya leptospira didalam darah dan cairan serebrospinal,
berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya difrontal, rasa sakit
pada otot yang hebat terutama pada paha, betis, dan pinggang disertai nyeri tekan. Myalgia
dapat diikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi disertai dengan menggigil, juga
didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus
disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif,
dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat dijumpai dengan adanya conjuntiva suffusion
dan fotofobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk makular, makulopapular atau
urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfa denopati. Fase
ini berlangsung 4-7 hari berakhir dengan menghilangnya seluruh gejala klinis secara
sementara. Jika cepat ditangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah
onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disibet fase kedua
atau fase imun.5
b. Fase imun
Fase ini ditandai dengan peningkatan titer antibodi, dapat timbul demam yang
mencapai suhu 40oC disertai menggigil dan kelemahan umum. Terdapat rasa sakit yang
menyeluruh pada leher, perut dan otot-otot kaki terutama otot betis. Terdapat perdarahan
berupa epistaksis, gejala kerusakan pada ginjal dan hati, uremia, ikterik. Perdarahan paling
jelas pada fase ikterik, purpura, ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi merupakan
manifestasi perdarahan yang paling sering. Conjunctiva injection dan conjungtival
suffusion dengan ikterus merupakan tanda patognomosis untuk leptospirosis. Pada fase ini
bisa dijumpai iridoksilitis, neuritis optik, mielitis, ensefalitis serta neuropati perifer
meskipun hal ini jarang.5
7
Terjadinya meningitis merupakan tanda fase ini, walaupun hanya 50% gejala dan tanda
meningitis. Tetapi pleositosis pada CSS dijumpai pada 50-90% pasien. Tanda-tanda
meningeal dapat menetap dalam beberapa minggu, tetapi biasanya menghilang setelah 1-2
hari. Pada fase ini leptospira dapat dijumpai didalam urin.5
c. Fase penyembuhan (reconvalesence)
Fase ini biasanya terjadi pada minggu ke 2 sampai dengan minggu ke 4.
Patogenesis fase ini masih belum diketahui. Demam serta nyeri otot masih bisa dijumpai
yang kemudian berangsur-angsur hilang.6
PENGOBATAN
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi
keadaan dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada
leptospirosis. Gangguan fungsi ginjal umumnya dengan spontan akan membaik dengan
membaiknya kondisi pasien. Namun pada beberapa pasien membutuhkan tindakan
hemodialisa temporer. Pemberian antibiotic harus dimulai secepat mungkin, biasanya
pemberian dalam 4 hari setelah onset cukup efektif. Berbagai jenis antibiotic pilihan dapat
dilihat pada table 4. Untuk kasus leptospirosis berat, pemberian intra vena penicillin G,
amoxicillin, ampicillin atau eritromisin dapat diberikan. Sedangkan untuk kasus-kasus ringan
dapat diberikan antibiotika oral tetrasiklin, doksisiklin, ampisilin atau amoksisilin maupun
sepalosporin. Sampai saat ini penisilin masih merupakan antibiotika pilihan utama, namun
perludiingat bahwa antibiotika bermanfaat jika leptospira masih di darah (fase
leptospiremia).Pada pemberian penisilin dapat muncul reaksi Jarisch – Herxherimer 4 sampai
6 jamsetelah pemberian intra vena, yang menunjukkan adanaya aktifitas anti
leptospira.Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi
yangtimbul. 7
8
Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diatur sebagaimanaPada penanggulangan
gagal ginjal secara umum. Kalau terjadi azotemia/uremia beratsebaiknya dilakukan dialysis.
Gambar 2. Pengobatan
Komplikasi
Gagal ginjal mengalami anuria sering teradapat pada penyakit Weil Namun berlangsung
singkat,
Miokarditis biasanya timbul diawal dengan aritmia,
ARDS dan DIC dengan progresi fulminan menjadi penyakit multisystem ; kebanyakan
kematian terjadi sekitar 14 hari,
Uveitis kronik,dan
Relaps. 6
9
Pencegahan
Pengendalian penyakit dilakukan dengan mencegah kontak dengan air yang secara
potensial terkontaminasi dan dengan mengurangi kontaminasi melalui pengendalian rodensia.
Leptospirosis pada manusia pada manusia dapat dikendalikan dengan mengurangi
prevalensinya pada hewan liar maupun hewan peliharaan. Meskipun tidak banyak yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan leptospirosis pada hewan liar, penyakit ini pada hewan
peliharaan dapat dikendalikan melalui vaksinasi dengan sel bakteri utuh yang dilemahkan
atau dengan sediaan membran luar. Bila vaksin tidak memiliki masa imunogenik yang
memadai, respon imun yang timbul akan melindungi hospes terhadap penyakit klinis, tetapi
tidak melindungi terhadap timbulnya pengeluaran bakteri melalui ginjal.3
Karena kemungkinan terdapatnya berbagai serotipe pada suatu wilayah geografik
tertentu, sedangkan perlindungan yang diberikan oleh vaksin bakteri yang dilemahkan
bersifat spesifik untuk serotipe, maka dianjurkan untuk menggunakan vaksin polivalen.
Vaksin untuk digunakan pada manusia belum tersedia di Amerika Serikat. Struktur selular
pada Leptospira menyebabkan bakteri ini mudah dimatikan oleh keadaan buruk, misalnya
dehidrasi, pemaparan terhadap detergen, dan suhu diatas 500C. 3
Pencegahan leptospirosis pada manusia sangat sulit karena tidak mungkin
menghilangkan reservoir infeksi yang besar pada hewan. Vaksinasi hewan ternak dan hewan
peliharaan dilakukan secara luas di Amerika Serikat dan telah banyak mengurangi insidensi
infeksi pada beberapa spesies. Infeksi pada ginjal masih tetap dapat terjadi pada anjing yang
divaksinasi, dan manusia dapat terinfeksi dengan anjing yang telah diimunisasi secara
adekuat. 3
Prognosis
Prognosis bergantung pada dua faktor utama : virulensi organisme yang menginfeksi
dan usia pasien. Pada leptospirosis yang tidak ikterus, kematian belum diketahui pasti, tetapi
pada penyakit Weil yang klasik dengan ikterus, kasus kematian sebesar 5% pada umur
dibawah 30 tahun, dan pada usia lanjut mencapi 30-40%. Kematian cenderung lebih tinggi
pada kelompok usia lanjut dan paling rendah pada anak. 6
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembelajaran yang dikaji, dapat disimpulkan bahwa hasil
hipotesis yang disepakati, yaitu “panas tinggi disertai menggigil sejak 4 hari yang lalu secara
terus-menerus, mylgia hebat dibetis, mata terlihat kuning disebabkan oleh leptospira .” Dapat
diterima. Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisa terhadap diagnosis,diagnosis
banding,etiologi, patogenesis, gambaran klinis, pengobatan, komplikasi, pencegahan,
prognosis .
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Burnside,Glynn MC. Diagnosis Fisik. Edisi ke-17. Jakarta:EGC;2000.h.101-3.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan analisis klinis. Jakarta: EGC;2009.h.101-4.
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi
ke-4. Jakarta: Internal Publishing;2009.h.2807-11.
4. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, White RTM. Penyakit infeksi. Edisi ke 6.
Jakarta:Erlangga ; 2006.h.280-1.
5. Rudolp AM, Hoffman JIE, Rudolp CD. Buku ajar pediatric rudolp. Volume ke-1. Jakarta:
EGC;2006.h.650-1.
6. Muliawan SY. Bakteri spiral pathogen. Jakarta: Erlangga; 2008.h.63-79.
7. Price SA, Wilson LM. Patofisologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC ; 2005.h.351-6.
12
top related