bikin makalah
Post on 23-Jan-2016
215 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi di segala bidang dalam kehidupan ini membawa
dampak yang sangat signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup, status kesehatan,
umur harapan hidup dan bertambahnya usia lanjut yang melebihi perkiraan statistik.
Kondisi tersebut akan merubah komposisi dari kasus-kasus penyakit infeksi yang tadinya
menempati urutan pertama sekarang bergeser pada penyakit-penyakit degeneratif dan
metabolik yang menempati urutan pertama. Kasus degeneratif yang diderita oleh kaum
pria yang menempati urutan tersering adalah kasus Benigna Prostat Hipertrofi (BPH)
karena kasus ini menyebabkan tidak lancarnya saluran perkemihan (Smeltser, 2002) .
Benigna Prostate Hipertropi adalah pembesaran granula dan organ seluler kelenjar
prostate yang berhubungan dengan proses perubahan endokrin berkenaan dengan proses
perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan (Tucker, 1998). Kelenjar prostate
melingkari kandung dan uretra sehingga hipertropi prostate sering kali menghalangi
pengosongan kandung kemih (Tucker, 1998) Kejadian BPH pada pria usia 50 tahun
angka kejadiannya sekitar 50 %, pada usia 80 tahun angka kejadiannya adalah 60 %.
Tidak lancarnya dalam pengeluaran urin, kencing terasa panas, kencing menetes dan
lama-lama bisa menyebabkan tidak bisa kencing (Anuria). Tentu hal ini akan
menimbulkan kecemasan kepada kaum pria (Syamsuhidayat, 1998). Hal ini dipengaruhi
karena kebiasaan para pria mengangkat beban berat dalam rentang waktu lama, faktor
penuaan dan faktor hormonal.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat merumuskan apa saja yang akan dibahas
dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa itu penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
2. Apa dan bagaimana etiologi penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
3. Apa dan bagaimana klasifikasi penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
4. Apa dan bagaimana tanda dan gejala penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
5. Apa dan bagaimana patofisiologi penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
6. Apa dan bagaimana pathway penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
8. Bagaimana manisfestasi klinis penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
9. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat)?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat).
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi penyakit BPH (Benigna Hiperplasia
Prostat).
3. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi penyakit BPH (Benigna Hiperplasia
Prostat).
4. Untuk mengetahui dan memahami tanda dan gejala penyakit BPH (Benigna
Hiperplasia Prostat).
5. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi penyakit BPH (Benigna Hiperplasia
Prostat).
6. Untuk mengetahui dan memahami pathway penyakit BPH (Benigna Hiperplasia
Prostat).
7. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik penyakit BPH (Benigna
Hiperplasia Prostat).
8. Untuk mengetahui dan memahami manisfestasi klinis penyakit BPH (Benigna
Hiperplasia Prostat).
2
9. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan penyakit Benigna Hiperplasia
Prostat.
D. Manfaat
1. Bagi dosen :
Untuk bahan ajar kepada mahasiswa.
2. Bagi mahasiswa:
Mampu menjelaskan mengenai apa itu penyakit BPH (Benigna Hiperplasia Prostat).
Dimulai dari klasifikasi, faktor etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, pathway,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, jenis pemeriksaan diagnostic, sampai pada asuhan
keperawatan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1. Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
2. Benigne Prostat Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
3. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa
hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering
menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan
adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)
B. Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benigne Prostat Hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
Benigne Prostat Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena etiologi yang belum
jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga timbulnya Benigne Prostat
Hyperplasia antara lain : (Roger Kirby, 1994 : 38)
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
4
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan
terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
C. Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002
Deraja
t
Colok dubur Sisa volume urine
I
II
III
IV
Penonjolan prostate, batas atas mudah
diraba
Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat
dicapai
Batas atas prostate tidak dapat diraba
Batas atas prostate tidak dapat diraba
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
retansi urine total
D. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala pada penderita Benigna Hyperplasia Prostat, adalah sebagai
berikut:
1. Frekuensi : sering miksi / kencing
2. Sering terbangun untuk miksi pada malam hari
3. Perasaan ingin miksi yang mendesak
4. Nyeri pada saat miksi
5
5. Pancaran urine melemah
6. Rasa tidak puas sehabis miksi
7. Harus mengejan saat miksi
E. Patofisiologi
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang)
sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa bila berlanjut,
maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya
dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et
al, 2000)
Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana
endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia yang
kecil. Reseksi Kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi
mukosa kandung kencing sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, untuk
itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang direseksi
tidak tertutup darah.
1. Turp mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)
a. Lama operasi lebih singkat
b. Tidak menimbulkan sayatan sehingga resiko infeksi akibat luka dapat
diminimalkan
2. Penyulit Turp (Doengoes, 2000)
a. Selama operasi = perdarahan sindroma turp
b. Pasca bedah = perdarahan, infeksi local atau sistemik
6
F. Pathway
7
G. Pemeriksaan Diagnostik (marilyn E. Doenges dan Mary FrancMoushouse, 2000)
Adapun beberapa jenis pemeriksaan diagnostik, adalah sebagai berikut:
1. IVP
Menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat
obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostate, divertikuli kandung
kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
2. Sistourretrografi
Digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra
karena ini menggunakan bahan kontras lokal.
3. Sistouretroskopi
Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding
kandung kemih.
H. Manisfestasi Klinis
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu
disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan sistitis.
3. Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi :
a. Retensi urin
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c. Miksi yang tidak puas
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
e. Pada malam hari miksi harus mengejan
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
g. Massa pada abdomen bagian bawah
8
h. Hematuria. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
i. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi dan sistitis
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (Menurut Doegoes (2000)
a. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat
b. Eliminasi
1) Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, urine menetes
2) Adanya keragu-raguan pada awal berkemih
3) Tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemiih secara tuntas adanya
dorongan dan peningkatan frekuensi untuk berkemih
4) Nokturia, disuria, hematuri
5) Bila untuk duduk ada keinginan untuk berkemih
6) Nyeri tekan kandung kemih
c. Makanan/cairan
1. Anoreksia : mual, muntah
2. Penurunan berat badan
d. Nyeri/kenyamanan
1) Nyeri suprapubik, pinggul, punggung, sifat nyeri tajam dan kuat.
2) Nyeri punggung bawah
e. Keamanan
1) Demam
f. Seksualitas
1) Takut inkontensia/menetes selama melakukan hubungan intim
2) Adanya penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Retensi urine b/d obstrtuksi skd terhadap BPH (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi retensi setelah dilakukan tindakan keperawatan
9
KH :
- klien akan berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi vesika
urinaria
- Klien akan menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml.
dengan tidak ada tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
1) Dorongan klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2) Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
3) Dikaji dan dicatat waktu dan jumlah tiap berkemih
4) Perkusi / palpast area suprapublik
5) Ajarkan teknik relaksasi saat berkemih
6) Kolaborasi untuk pemasangan kateter
b. Cemas b/d kurangnya informasi terhadap tindakan pembedahan. (Nanda, 2002)
Tujuan : kecemasan klien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
a. Menghubungkan peningkatan kenyamanan
b. Menggunakan mekanisme koping yang efektif
Intervensi
1) Kaji tingkat kecemasan
2) Berikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
3) Dorong pasien untuk menyatakan perasaannya
4) Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
c. Nyeri akut b/d agen injuri mekanik. (Nanda, 2002)
Tujuan : nyeri dapat ditoleransi klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
10
- Klien rileks
- Mengungkapkan nyeri hilang atau terkontrol
- Skala nyeri 1-2
Intervensi
1) Kaji skala nyeri klien
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
3) Berikan tindakan kenyamanan seperti Pijat punggung, membantu klien
melakukan tirah baring yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi
atau latihan nafas.
4) Berikan terapi analgetik
d. Resiko infeksi b/d sisi masuknya mikroorganisme skd terhadap prosedur dan
alat invasive. (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Perhatikan sistem kateter steril
2) Awasi tanda vital
3) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
e. Resiko perdarahan. (Lynda Juall Carpenito, 2001)
Tujuan : meminimalkan terjadinya perdarahan
KH :
- Urine jenih
- TTV dalam batas normal
- Hb dalam batas normal
Intervensi :
11
1) kaji TTV
2) Kaji dan monitor perdarahan
3) Kolaborasi dengan dr untuk irigasi NaCl
4) Kolaborasi dengan dr untuk permeriksaan Hb
12
top related