bab iv pengujian dan analisis - repository.uksw.edu
Post on 01-Oct-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
46
BAB IV
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui dan menunjukkan hasil kerja dari
keseluruhan sistem yang telah dirancang dan direalisasikan. Pengujian alat yang
dilakukan meliputi pengujian modul-modul dan pengujian alat secara keseluruhan.
4.1. Pengujian modul-modul
Pengujian modul-modul dilakukan untuk mengetahui kinerja tiap modul.
Selain itu juga akan mempermudah proses perbaikan apabila terjadi kerusakan.
Adapun yang akan diuji adalah sebagai berikut:
1. Lampu Philips Master LED
2. Modul mikrokontroler ATmega8
3. Modul PIR (Pasive Infra Red) PARADOX PA-465
4. Modul Zero Crossing Detector
5. Modul dimmer lampu
6. Modul catu daya
7. Modul TSOP dan remote kontrol
4.1.1. Lampu Philips Master LED
Pengujian lampu Philips Master LED dilakukan dengan mengukur
intensitas cahaya yang dipancarkan lampu menggunakan light meter.
Dilakukan empat kali pengukuran dengan jarak light meter yang berbeda
47
terhadap lampu, yaitu 30cm, 50cm, 100cm, dan 200cm. Berikut ini adalah
hasil pengukurannya beserta dengan perhitungan nilai duty cycle.
Tabel 4.1. Tabel pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter dan
hasil penghitungan duty cycle dari hasil percobaan
Level
kecerahan
lampu
Intensitas cahaya lampu (lux)
Duty
Cycle (%) Jarak
30cm
Jarak
50cm
Jarak
100cm
Jarak
200cm
0 0 0 0 0 0
1 152 ± 5% 70 ± 5% 20 ± 5% 5 ± 5% 30
2 185 ± 5% 85 ± 5% 24 ± 5% 6 ± 5% 32,5
3 227 ± 5% 102 ± 5% 29 ± 5% 8 ± 5% 35
4 284 ± 5% 129 ± 5% 38 ± 5% 11 ± 5% 37,5
5 348 ± 5% 163 ± 5% 45 ± 5% 14 ± 5% 40
6 401 ± 5% 183 ± 5% 50 ± 5% 19 ± 5% 42,5
7 433 ± 5% 199 ± 5% 54 ± 5% 21 ± 5% 47,5
8 470 ± 5% 216 ± 5% 59 ± 5% 22 ± 5% 52,5
9 502 ± 5% 230 ± 5% 63 ± 5% 24 ± 5% 60
10 529 ± 5% 244 ± 5% 66 ± 5% 26 ± 5% 100
48
Gambar 4.1. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada
jarak 30 cm
Gambar 4.2. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada
jarak 50 cm
49
Gambar 4.3. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada
jarak 100 cm
Gambar 4.4. Pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter pada
jarak 200 cm
50
Gambar 4.5. Pengukuran duty cycle 30 % menggunakan oscilloscope
Gambar 4.6. Pengukuran duty cycle 40 % menggunakan oscilloscope
51
Gambar 4.7. Pengukuran duty cycle 60 % menggunakan oscilloscope
Dengan merubah nilai duty cycle maka level kecerahan lampu akan
berubah. Semakin besar waktu „ON‟ maka akan semakin besar pula tegangan
yang mengalir pada lampu. Sehingga intensitas cahaya yang dipancarkan
lampu meningkat. Dari tabel 4.1 itu juga dapat disimpulkan bahwa pada jarak
30 cm, 50 cm dan 100 cm dapat digunakan semua level kecerahan. Sedangkan
pada jarak 200cm untuk hasil maksimal dapat digunakan level 7 sampai
dengan level 10, karena nilai dibawah 20 lux sangatlah redup.
Percobaan selanjutnya dilakukan dengan memberikan variasi nilai
duty cycle dan mengamati intensitas cahaya yang dipancarkan lampu. Dengan
pemberian nilai duty cycle dibawah 10%, lampu tidak dapat menyala.
Sedangkan pemberian duty cycle antara 10% - 30% lampu menyala redup dan
cenderung berkedip. Sehingga dapat disimpulkan untuk memaksimalkan
kinerja lampu batasan duty cycle yang digunakan sebesar 30%-100%.
52
Peningkatan nilai duty cycle tidak bersifat konstan, seperti ditampilkan
pada Tabel 4.1. Hal ini dikarenakan dengan pemberian nilai duty cycle dengan
peningkatan nilai yang konstan tidak dapat meningkatkan intensitas cahaya
lampu secara konstan juga. Sehingga dilakukan variasi nilai duty cycle yang
meningkat tetapi tidak konstan. Berikut ini adalah sebagian hasil pengukuran
yang diambil dari Tabel 4.1.
Tabel 4.2. Tabel pengukuran kecerahan lampu menggunakan light meter dan
hasil penghitungan duty cycle dari hasil percobaan
Level
kecerahan
lampu
Intensitas cahaya lampu (lux)
Duty
Cycle (%) Jarak
30cm
Jarak
50cm
Jarak
100cm
Jarak
200cm
8 470 ± 5% 216 ± 5% 59 ± 5% 22 ± 5% 52,5
9 502 ± 5% 230 ± 5% 63 ± 5% 24 ± 5% 60
10 529 ± 5% 244 ± 5% 66 ± 5% 26 ± 5% 100
Dari Tabel 4.2. tersebut dapat dilihat bahwa peningkatan tingkat
kecerahan dari level 8 ke level 9 terdapat selisih duty cycle sebesar 7,5%
dengan peningkatan intensitas cahaya sebesar 28 lux. Sedangkan pada
peningkatan intensitas cahaya dari level 9 ke level 10 adalah sebesar 27 lux,
tetapi membutuhkan selisih duty cycle sebesar 40%. Hal ini terjadi karena
tegangan masukan ke lampu berupa gelombang sinus yang nilainya berubah
53
terhadap waktu. Sehingga tidak dapat diberikan nilai duty cycle secara
konstan.
4.1.2. Modul mikrokontroler ATmega8
Dilakukan beberapa pengujian pada modul mikrokontroler ATmega8
ini, diantaranya pengujian tegangan keluaran mikrokontroler, pengujian
interupsi eksternal dan pengujian hasil keluaran PORT D4 sebagai pengatur
waktu tunda pada modul dimmer lampu.
Pada pengujian tegangan keluaran diberikan nilai logika „1‟ pada
setiap kaki keluaran pin mikrokontroler (PORT B0 - PORT B7, PORT C0 –
PORT C6, PORT D0 – PORT D7). Kemudian diukur tegangan keluarannya
multimeter, yaitu sebesar 5,06 Volt. Kemudian dengan kaki keluaran pin yang
sama diberikan nilai logika „0‟, tegangan keluarannya adalah 0 Volt. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tegangan keluaran pada kaki
mikrokontoler berfungsi dengan baik.
Ada 2 macam interupsi eksternal yang diuji pada mikrokontroler.
Interupsi eksternal 0 merupakan interupsi dari data yang dikirimkan oleh
remote control. Sedangkan interupsi eksternal 1 merupakan interupsi yang
dilakukan oleh modul zero crossing detector.
Pengujian interupsi eksternal 0 berhubungan dengan data yang
dikirimkan oleh remote control. Pengujiannya dilakukan dengan
menggunakan modul TSOP sebagai penerima data remote control tersebut.
54
Data yang diterima oleh TSOP diteruskan ke mikrokontroler dan diolah
menggunakan program sederhana yang tertera di bawah ini.
interrupt [EXT_INT0] void ext_int0_isr(void)
{
TCCR1B=0x0;
buff[a]=TCNT1;
a++;
if(a==50)
{
for(i=0;i<50;i++)
{
printf(" %x ",buff[i]);
}
a=0;
i=0;
}
TCNT1=0;
TCCR1B=0x01;
}
Dari hasil pengujian tersebut diperoleh data dari komunikasi serial
sebagai berikut.
Gambar 4.8. Hasil pengujian interupsi eksternal 0 yang diperoleh dari
komunikasi serial dengan penekanan tombol angka 1 sebanyak empat kali
55
Dari hasil pengujian tersebut dapat terlihat bahwa interupsi eksternal 0
mikrokontroler dapat menghitung lebar pulsa yang dikirimkan oleh remote
control. Hal ini terbukti dengan angka-angka yang tertampil menunjukkan
hasil yang relatif sama. Dapat dilihat pada setiap kali penekanan, byte ke-3
yang tertampil adalah berkisar antara 80e0-80ff dan byte ke-4 yang tertampil
berkisar antara 33d0-33d7. Demikian seterusnya.
Dengan penekanan tombol yang sama sebanyak 10 kali pada jarak
yang sama, data yang diperoleh menunjukkan kesamaan. Berarti dapat
disimpulkan bahwa interupsi eksternal 0 bekerja dengan baik dan dapat
mengolah setiap data yang dikirimkan remote control.
Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap interupsi eksternal 1 yang
berfungsi sebagai penerima pulsa keluaran dari modul zero crossing detector.
Pengujian dilakukan dengan memasukkan keluaran dari zero crossing
detector ke kaki interupsi eksternal 1 mikrokontroler yang berada pada PORT
D3. Kemudian pengukuran dilakukan menggunakan oscilloscope, dengan
posisi probe channel 1 diletakkan pada PORT D4 yang berperan sebagai
pengatur duty cycle driver lampu. Dan probe channel 2 diletakkan pada PORT
D3 yang berperan sebagai keluaran pulsa zero crossing detector. Berikut ini
adalah gambar hasil pengujiannya.
56
Gambar 4.9. Pengamatan hasil keluaran modul zero crossing detector pada
PORT D3 dan keluaran PORT D4
Dari gambar hasil pengujian dapat dilihat bahwa selama selang waktu
20mS modul zero crossing detector memberikan nilai logika „1‟ kepada
interupsi eksternal 1 mikrokontroler setiap kali terdeteksi titik nol. Selang
waktu sebesar 20mS diperoleh dari perhitungan frekuensi jala-jala PLN yang
besarnya 50Hz. Sebuah gelombang sinus yang memiliki 2 titik nol, sehingga
pada dalam selang waktu 20mS didapati dua kali interupsi eksternal pada
mikrokontroler. Dan setiap didapati interupsi eksternal, mikrokontroler
mengeluarkan pulsa untuk diumpankan ke modul driver dimmer lampu.
Selain itu dilakukan juga perhitungan daya yang dibutuhkan
mikrokontroler untuk mengatur keseluruhan sistem. Berikut adalah hasil
pengukuran dayanya:
57
Tabel 4.3. Tabel pengukuran daya pada modul mikrokontroler
Level Kecerahan
Lampu
Tegangan (Volt) Arus (mA) Daya (mW)
0 5,06 15,7 79,442
1 5,06 26,9 136,114
2 5,06 27,7 140,162
3 5,06 28,8 145,728
4 5,06 30,2 152,812
5 5,06 31,7 160,402
6 5,06 33,6 170,016
7 5,06 35,8 181,148
8 5,06 38,1 192,786
9 5,06 40,7 205,942
10 5,06 44,3 224,158
Dari hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa mikrokontroler
berfungsi dengan baik. Mikrokontroler dapat mengeluarkan tegangan pada
setiap pin nya sama dengan tegangan sumber (+Vcc). Mikrokontroler juga
dapat menerima dan mengolah interupsi eksternal baik interupsi eksternal 0
maupun interupsi eksternal 1.
Level kecerahan lampu berhubungan erat dengan nilai duty cycle yang
dikeluarkan oleh mikrokontroler. Semakin besar nilai duty cyclenya, maka
58
semakin besar juga daya yang diperlukan oleh mikrokontroler karena arus
yang mengalir juga semakin besar.
4.1.3. Modul PIR (Passive Infra Red) PARADOX PA-465
PARADOX PA-465 mamiliki 4 pin, dimana masing-masing pin nya
berperan sebagai Vcc, Ground, NC (Normally Close), dan C (Common).
Sensor ini dapat bekerja dengan tegangan masukan sebesar 9-16 Volt. Pada
perancangan kali ini digunakan 10,28 Volt untuk mencatu daya pada sensor
PIR ini. Pada kaki NC (Normally Close) diberikan tegangan sebesar 5,06 Volt
dan kaki C (Common) diberikan kepada PORTD.5 mikrokontroler.
Pengujian dilakukan dengan memberikan tegangan pada kaki NC
sebesar 5,06 Volt, dengan mengukur menggunakan multimeter. Ketika
terdeteksi adanya gerakan manusia dalam daerah kerjanya, tegangan keluaran
pada kaki C akan bernilai „0‟ (ground), saat tidak ada gerakan tegangan
keluaran pada kaki kaki NC bernilai +5,06 Volt. Sehingga sensor ini berfungsi
sebagaimana mestinya, dapat memberikan tegangan keluaran ketika terdeteksi
ada manusia.
Pertama dilakukan pengujian sensor terhadap seekor anjing. Sensor
PIR diberikan tegangan sebesar 9 Volt yang berasal dari batu baterai.
Kemudian PIR diarahkan kepada seekor anjing. Dari hasil percobaan tersebut
didapatkan hasil bahwa sensor tidak dapat mendeteksi ada tidaknya anjing dan
lampu indikator PIR tidak menyala.
59
Selain itu, dilakukan dua kali pengujian kepekaan sensor ini terhadap
keberadaan orang disekitarnya. Pengujian ini juga digunakan untuk
mengetahui jangkauan sensor dalam mendeteksi orang dalam suatu ruangan.
Pengujian pertama diukur pada ruangan dengan luas 3 meter x 3 meter dengan
posisi alat berada pada ketinggian 2,8 meter dan berada pada titik 2 meter x 2
meter terukur dari tembok.
Pengujian dilakukan dengan cara beraktivitas di ruang lingkup
tersebut. Setiap kali terdeteksi ada pergerakan orang, sensor ini akan
menyalakan LED berwarna merah yang berada di dalam modul tersebut.
Pengujian pertama dilakukan dengan memberikan subjek manusia
yang sedang berada di meja kerja dan mengetik di depan komputer (Gambar
4.10 angka 1). Dalam selang waktu 5 menit, sensor PIR dapat mendeteksi
keberadaan manusia setiap terjadi pergerakan. Pengujian kedua dilakukan
dengan posisi manusia duduk di lantai sedang memotong kertas (Gambar 4.10
angka 2). Pengujian ini juga dilakukan dalam selang waktu 5 menit, dan
sensor ini dapat mendeteksi keberadaan manusia secara terus menerus.
Pengujian ketiga dilakukan dengan kondisi sedang membaca buku di atas
tempat tidur (Gambar 4.10 angka 3) dengan posisi duduk bersila. Dalam
selang waktu 5 menit, setiap terjadi pergerakan manusia sensor ini dapat
mendeteksi adanya manusia.
60
Gambar 4.10. Pengukuran pada ruangan 3 meter x 3 meter dengan ketinggian
alat 2,8 meter pada posisi 2 meter x 2 meter dari tembok
Pengujian kedua dilakukan di lapangan bulutangkis dengan membuat
ruang batasan sebesar 4 meter x 4 meter. Alat diletakkan tepat di tengah
wilayah pengujian, dengan ketinggian 2,8 meter terukur dari lantai. Pada
pengujian ini dilakukan dengan memberi subjek manusia dengan posisi
berdiri dan menari-nari di 8 titik pengujian. Dan dari kedelapan titik tersebut,
dapat dideteksi oleh sensor PIR adanya manusia dalam ruang lingkup
pengukuran.
61
Gambar 4.11. Pengujian luas daerah yang terdeteksi sensor PIR dalam daerah
4 meter x 4 meter
62
Dari pengujian sensor PIR dalam ruangan sebesar 3 meter x 3 meter
maupun 4 meter x 4 meter pada ketinggian 2,8 meter, sensor PIR dapat
mendeteksi keberadaan setiap terjadi pergerakan manusia dengan baik. Selain
itu didapati juga hasil bahwa PIR membutuhkan waktu sekitar 30 detik untuk
proses persiapan. Setelah melebihi waktu tersebut sensor ini baru dapat
bekerja secara maksimal untuk mendeteksi keberadaan manusia.
Pada saat kondisi terdeteksi keberadaan manusia, sensor ini
membutuhkan arus sebesar 30,4 mA. Sedangkan pada saat sensor ini tidak
mendeteksi keberadaan manusia arus yang dibutuhkan sebesar 14,1 mA.
Dengan tegangan masukan sebesar 10,28 V, didapatkan konsumsi daya yang
diperlukan pada saat sensor mendeteksi keberadaan orang adalah sebesar
312,512 mW. Dan ketika tidak terdeteksi keberadaan orang sensor ini
membutuhkan daya sebesar 144,948 mW.
4.1.4. Modul Zero Crossing Detector
Modul zero crossing detector dapat membangkitkan pulsa setiap kali
terdeteksi titik 0 (nol). Memanfaatkan fungsi transistor sebagai saklar,
transistor dioperasikan hanya pada dua titik kerjanya yaitu pada daerah
saturasi dan pada daerah cut-off. Pada daerah saturasi, transistor bersifat
seperti saklar “on”, dan pada daerah cut-off transistor bersifat seperti saklar
“off”.
63
Gambar 4.12. Pulsa keluaran zero crossing detector dengan tegangan
berbentuk sinyal AC hasil penyearahan dioda bridge
Pengujian modul ini dilakukan dengan menggunakan oscilloscope
dengan keadaan probe channel 1 berada pada kaki kolektor transistor BC546
dan probe channel 2 berada pada keluaran dioda bridge. Keluaran diode
bridge tersebut diinputkan ke kaki basis pada transistor.
Dari hasil keluaran oscilloscope tersebut dapat dilihat bahwa pada saat
kondisi tegangan di kaki basis lebih kecil daripada 1 Volt, maka transistor
akan berada pada daerah saturasi. Pada keadaan tersebut pengukuran
tegangan pada VCE sebesar Vcc, yaitu 5 Volt. Sedangkan pada saat tegangan
pada kaki basis lebih besar daripada 1 Volt transistor berada pada daerah cut-
off, yang menyebabkan arus dan tegangan pada kaki kolektor sama dengan 0.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa modul zero crossing detector akan
mengeluarkan tegangan sebesar 5 Volt ± 2% pada kaki kolektor pada saat
terdeteksi tegangan di kaki basis kurang dari 1 Volt. Dan juga modul ini tidak
akan mengeluarkan tegangan (0 Volt) ketika kaki basisnya memperoleh
64
tegangan masukan lebih dari 1 volt. Oleh karena itu, modul ini membutuhkan
ralat sebesar 1 Volt untuk mendeteksi keberadaan titik nol.
Dilakukan juga pengukuran terhadap arus dan tegangan pada modul
ini. Dengan menggunakan multimeter, modul ini mendapat tegangan sebesar
5,06 Volt dan menarik arus sebesar 14,1mA. Sehingga daya yang dikonsumsi
sebesar 71,346 mW.
4.1.5. Modul dimmer lampu
Pengujian modul dimmer lampu dilakukan dengan cara mengubah
nilai duty cycle pada kaki gate TRIAC BT136 dan mengukur tegangan
keluaran pada kaki terminal 1 dan kaki terminal 2 pada TRIAC. Selain itu
juga dilakukan pengukuran tegangan yang mengalir pada lampu Philips
Master LEDbulb. Dilakukan 2 kali pengukuran, yaitu pada pukul 10.30 dan
pukul 22.30. Berikut hasil pengukurannya.
65
Tabel 4.4. Tabel pengukuran daya pada TRIAC BT136 dan Philips Master LEDbulb
Semakin besar nilai duty cycle, semakin besar pula arus yang masuk
ke kaki gate pada TRIAC. Hal ini menyebabkan tegangan brake over TRIAC
akan mengecil, sehingga arus yang dapat dilewatkan semakin besar. Jadi,
semakin kecil tegangan brake over TRIAC, maka tegangan di lampu Philips
Master LEDbulb akan semakin besar, demikian sebaliknya.
Level
Kecerahan
Lampu
Tegangan BT136 pada kaki
MT1 dan MT2 (Volt AC)
Tegangan pada lampu Philips
Master LEDbulb (Volt AC)
Pukul 10.30 Pukul 22.30 Pukul10.30 Pukul 22.30
0 203 205 0 0
1 122 119 100 104
2 118 111 104 112
3 107 102 115 121
4 99 93 124 128
5 90 83 130 137
6 82 74 137 145
7 71 63 150 155
8 54 46 166 171
9 33 26 183 189
10 0 0 203 205
66
Dari hasil pengukuran tersebut dapat diamati bahwa terdapat
perbedaan hasil pengukuran antara siang dan malam. Perbedaan tersebut
terjadi karena adanya perbedaan tegangan sumber dari PLN. Seperti tertera
pada tabel pengukuran 4.4 pada saat siang hari tegangan maksimum bernilai
203 VAC, sedangkan pada saat malam hari tegangan bernilai 205 VAC.
Disamping itu perbedaan hasil pengukuran disebabkan juga terdapat ralat
pada alat ukur.
4.1.6. Modul catu daya
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan catu daya
menanggung beban semua modul dalam sistem. Pengujian dilakukan dengan
mengaktifkan semua modul bersamaan yang dicatu oleh catu daya yang telah
dirancang dan realisasikan lalu mengukur tegangan keluaran catu daya. Dari
proses pengujian diperoleh hasil bahwa tegangan keluaran catu daya pada saat
tidak dibebani sama dengan pada saat dibebani, yaitu 5,06 Volt. Sedangkan
catu daya dengan keluaran sebesar 10,28 Volt. Dari hasil pengukuran tersebut
dapat dilihat bahwa modul catu daya berfungsi dengan baik sesuai dengan
yang diharapkan.
4.1.7. Modul TSOP dan Remote Control
Data yang dikirimkan oleh remote diterima oleh TSOP kemudian
dikirimkan ke mikrokontroler untuk diolah datanya. Semua paket data yang
dikeluarkan remote kontrol telah mengandung frekuensi carrier dan
67
dimodulasi dengan teknik PWM (Pulse Width Modulation). Pada perancangan
kali ini digunakan Timer 1 untuk menghitung lebar pulsa yang dikirimkan
remote. Lebar pulsa tersebut dihitung oleh mikrokontroler dengan ukuran 2
byte untuk tiap pulsa yang diterima. Kemudian byte tersebut diolah sehingga
dapat menjadi sebuah bit data yang nantinya digunakan untuk diproses
sebagai data remote.
Ada berbagai macam standar yang dapat digunakan untuk mendeteksi
paket datanya, diantaranya yang terkenal adalah protokol RC5 dan protokol
SIRC. Protokol RC5 digunakan oleh Philips, sedangkan protokol SIRC
(SONY TV Infrared Remote Control) digunakan oleh pabrikan Sony. Pada
modul TSOP ini digunakan pembacaan data remote dengan SIRC.
Sebuah paket data lengkap SIRC terdiri atas sebuah start bit dan 12 bit
data dan sebuah frame space yang memisahkan sebuah frame dengan frame
berikutnya. Dimana 12 bit data tersebut terbagi atas 7 bit command code (C6
– C0) dan 5 bit device code (D4 – D0). Protokol SIRC ini mengirimkan data
LSB terlebih dahulu, sehingga C0 adalah data pertama yang diterima setelah
start bit.
Untuk mengidentifikasi start bit, pulsa yang dikirimkan sebesar 2,4
ms. Data „0‟ diwakili dengan 0,6 ms tidak ada pulsa, dan 0,6 ms ada pulsa,
sehingga total waktu untuk mendeteksi data „0‟ sebesar 1,2 ms. Sedangkan
data „1‟ diwakili dengan 0,6 ms tidak ada pulsa, dan 1,2 ms ada pulsa,
sehingga total waktu yang dibutuhkan sebesar 1,8ms.
68
0,6ms 0,6ms 0,6ms 1,2ms
data ‘0’ data ‘1’
Gambar 4.13. Data „0‟ dan data „1‟ pada protokol SIRC
Data yang dikirim remote dan diterima TSOP akan dikirimkan menuju
mikrokontroler. Kemudian data berbentuk bilangan heksa tersebut diolah
menggunakan Timer 1. Lalu bilangan heksa dalam ukuran 2 byte tersebut
diolah menjadi 1bit data. Berikut adalah hasil perhitungan yang dilakukan
Timer 1.
Gambar 4.14. Hasil perhitungan Timer 1 untuk penekanan tombol 1 pada
remote sebanyak empat kali
69
Gambar 4.15. Hasil perhitungan Timer 1 untuk penekanan tombol 1 sampai 4
secara berurutan
Byte yang diberi kotak berwarna hijau merupakan starting byte dari
remote. Sedangkan yang diberi kotak berwarna biru merupakan command
code, sedangkan yang diberi kotak berwarna merah merupakan device code.
Dari perhitungan timer 1 tersebut, dapat dihitung dan dikonversikan ke satuan
waktu.
Untuk nilai starting byte diperoleh hasil perhitungan sebesar 8000h
sampai dengan 80ffh. Sehingga dapat dilakukan perhitungan ke dalam satuan
waktu sebagai berikut:
t1 = 8000h x 1
11059200
= 32768 x 90,422 ns
= 2,962 ms
t2 = 80ffh x 1
11059200
= 33023 x 90,422 ns
70
= 2,986 ms
Sedangkan untuk data dengan nilai heksa 3300h – 34ffh diperoleh
perhitungan:
t1 = 3300h x 1
11059200
= 13056 x 90,422 ns
= 1,18 ms
t2 = 34ffh x 1
11059200
= 13567 x 90,422 ns
= 1,227 ms
Untuk data data pada nilai heksa 4d00h – 4f00h diperoleh perhitungan:
t1 = 4d00h x 1
11059200
= 19712 x 90,422 ns
= 1,782 ms
t2 = 4f00h x 1
11059200
= 20224 x 90,422 ns
= 1,828 ms
Dari hasil perhitungan tersebut, dapat diketahui bahwa data dengan
lebar 3300h – 34ffh memiliki lebar pulsa diantara 1,18 ms sampai dengan
1,227 ms. Sesuai dengan pembahasan yang telah dilakukan diatas, data ini
teridentifikasi sebagai data „0‟ yang pada standarnya berukuran 1,2 ms.
Sedangkan untuk data dengan 4d00h – 4f00h memiliki lebar pulsa sebesar
71
1,782 ms sampai dengan 1,828 ms. Data ini teridentifikasi sebagai data „1‟,
dimana pada standar nya adalah sebesar 1,8 ms. Lebar pulsa yang dihasilkan
tidak selalu menghasilkan hasil yang presisi, hal ini dipengaruhi berbagai
macam hal, salah satunya adalah baterai. Kemudian untuk start byte
didapatkan hasil sebesar 2,962 ms sampai dengan 2,986 ms, padahal pada
standarnya hanya sebesar 2,4 ms. Hal ini terjadi karena perhitungan yang
dilakukan oleh mikrokontroler untuk setiap interupsi.
Gambar 4.16. Pendeteksian data „0‟ dan data „1‟ yang seharusnya
Gambar 4.17. Pendeteksian data „0‟ dan data „1‟ yang terjadi
Pada dasarnya data „0‟ diperoleh dengan cara 0,6 ms tidak ada pulsa
dan 0,6 ms ada pulsa, sedangkan data „1‟ diperoleh 0,6 ms tidak ada pulsa dan
1,2 ms ada pulsa, seperti terlihat pada gambar 4.16. Pada penerapannya,
72
perhitungan waktu dilakukan ketika terjadi interupsi dari luar terhadap
mikrokontroler, seperti terlihat pada Gambar 4.17. Sehingga yang terjadi
adalah perhitungan lebar pulsa untuk data „0‟ menjadi 0,6 ms ada pulsa dan
0,6 ms tidak ada pulsa. Begitu juga dengan data „1‟, 1,2 ms ada pulsa dan 0,6
ms tidak ada pulsa. Jadi pada perhitungan waktu starting byte yang
seharusnya 2,4 ms menjadi 2,986 ms itu dikarenakan adanya penambahan 0,6
ms yang seharusnya milik data selanjutnya.
Berikut adalah hasil pengolahan byte data hasil pencacahan timer 1
menjadi bit-bit data, dimana bit-bit data tersebut akan diolah untuk menjadi
bilangan heksa yang nantinya untuk inisialisasi tiap tombol.
Tabel 4.5. Hasil pengolahan byte data dari timer 1 menjadi bit-bit data
73
Dengan memberikan tegangan masukan sebesar 5,06 Volt, modul
TSOP ini memerlukan arus sebesar 1,1 mA, sehingga membutuhkan daya
sebesar 5,566 mW.
4.2. Pengujian alat secara keseluruhan
Dari hasil pengukuran arus dan tegangan pada tiap-tiap modul, dapat
diperoleh konsumsi daya yang diperlukan sistem. Berikut konsumsi daya total yang
diperlukan oleh sistem.
Tabel 4.6. Tabel perhitungan daya pada modul TSOP, zero crossing detector, dan
mikrokontroler
Level Kecerahan
Lampu
Tegangan Arus (mA) Daya
(Volt) TSOP ZCD Mikro-
kontroler Total (mW)
0 5.06 1.1 14.1 15.7 30.9 156.354
1 5.06 1.1 14.1 26.9 42.1 213.026
2 5.06 1.1 14.1 27.7 42.9 217.074
3 5.06 1.1 14.1 28.8 44 222.64
4 5.06 1.1 14.1 30.2 45.4 229.724
5 5.06 1.1 14.1 31.7 46.9 237.314
6 5.06 1.1 14.1 33.6 48.8 246.928
7 5.06 1.1 14.1 35.8 51 258.06
8 5.06 1.1 14.1 38.1 53.3 269.698
9 5.06 1.1 14.1 40.7 55.9 282.854
10 5.06 1.1 14.1 44.3 59.5 301.07
Tabel 4.7. Tabel perhitungan daya pada sensor PIR
Level Kecerahan
Lampu
Tegangan Arus (mA) Daya (mW)
(Volt) Off PIR On PIR Off PIR On PIR
0-10 10.28 14.1 30.4 144.948 312.512
74
Tabel 4.8. Tabel perhitungan daya keseluruhan modul
Level Kecerahan
Lampu
Daya Total (mW)
Off PIR On PIR
0 301.302 468.866 1 357.974 525.538 2 362.022 529.586 3 367.588 535.152 4 374.672 542.236 5 382.262 549.826 6 391.876 559.44 7 403.008 570.572 8 414.646 582.21 9 427.802 595.366
10 446.018 613.582
Kondisi „on‟ adalah ketika terdeteksi manusia dalam suatu ruangan,
sedangkan kondisi „off‟ adalah kondisi ketika sensor PIR tidak mendeteksi
keberadaan manusia dalam ruangan tersebut. Dapat dilihat bahwa ketika tidak
dideteksi manusia dalam ruangan tersebut, lampu akan mati (level 0) dan sensor PIR
juga berada pada kondisi „off‟. Hal ini menyebabkan konsumsi daya yang diperlukan
adalah sebesar 301,302 mW. Sedangkan ketika terdeteksi manusia dalam ruangan
tersebut, daya yang dibutuhkan bervariasi sesuai level yang digunakan.
Pengujian selanjutnya dilakukan melakukan pengujian alat secara
keseluruhan. Alat dipasang pada ketinggian 2,8 meter dengan luas ruangan sebesar 3
meter x 3 meter. Pengujian dilakukan dengan mengatur waktu mati lampu selama 3
menit (terhitung sejak tidak terdeteksi orang di dalam ruangan).
Pengujian modul keseluruhan sama dengan pengujian sensor PIR, hanya saja
pada pengujian ini digunakan waktu untuk mematikan lampu dan juga lampu Philips
75
Master LEDbulb yang terpasang pada modul. Pengujian pertama dilakukan dengan
memberikan subjek manusia yang sedang berada di meja kerja dan mengetik di depan
komputer (Gambar 4.10 angka 1). Dalam selang waktu 5 menit, sensor PIR dapat
mendeteksi keberadaan manusia setiap terjadi pergerakan dan lampu tetap menyala.
Intensitas kecerahan lampu juga dapat diatur dari posisi subjek tanpa berpindah
tempat.
Pengujian kedua dilakukan dengan cara duduk di lantai dan sedang memotong
kertas (Gambar 4.10 angka 2). Pengujian ini juga dilakukan dalam selang waktu 5
menit, lampu tetap menyala dalam selang waktu tersebut. Intensitas kecerahan lampu
juga dapat diatur dari posisi subjek tanpa berpindah tempat. Pengujian ketiga
dilakukan dengan kondisi membaca buku di atas tempat tidur (Gambar 4.10 angka 3)
dengan posisi duduk bersila. Intensitas kecerahan lampu dapat diubah dari posisi
subjek dan lampu tetap menyala selama selang waktu 5 menit tersebut.
Ketika ruangan ditinggalkan, diletakkan sebuah kamera untuk merekam
keadaan lampu selama 5 menit. Setelah 3 menit 6 detik berlangsung, yang terhitung
sejak sensor PIR tidak mendeteksi keberadaan orang dalam ruangan lampu mati.
Ketika kembali ke ruangan lampu kembali menyala sesuai tingkat kecerahan sebelum
ruangan ditinggalkan. Kemudian tingkat kecerahan lampu diganti-ganti dan ruangan
ditinggalkan lagi. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali dan dari hasil pengujian
tersebut sistem dapat berfungsi dengan baik tanpa ada kesalahan.
Pada saat terdeteksi orang di dalam ruangan, sensor PIR memberikan sinyal
ke mikrokontroler dan menyebabkan mikrokontroler mengatur dimmer agar lampu
tetap menyala. Ketika tidak terdeteksi orang dalam ruangan tersebut dalam waktu 3
76
menit, maka mikrokontroler akan mengatur dimmer untuk mematikan lampu. Saat
ada orang memasuki ruangan tersebut, lampu kembali menyala sesuai dengan kondisi
terakhir sebelum mati, begitu seterusnya.
Pengujian keseluruhan modul ini berlangsung dengan baik dan memenuhi
hasil yang diinginkan, yaitu bisa diatur tingkat kecerahan menggunakan remote
control dan dapat secara otomatis mati ketika tidak terdeteksi keberadaan orang
dalam ruangan tersebut. Kemudian akan menyalakan kembali lampu sesuai tingkat
kecerahan terakhir yang diberikan pengguna.
top related