bab iv hasil penelitian dan pembahasan g...
Post on 03-Mar-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kondisi Desa Hilir Tengah
1. Letak Geografis
Desa Hilir Tengah adalah merupakan satu desa yang termasuk dalam bagian
wilayah Kecamatan Ngabang. Desa Hilir Tengah merupakan gabungan dari dua
Desa yaitu Desa Hilir Tengah dan Desa Pulau Bendu, kemudian kedua Desa
tersebut digabung menjadi satu dan diberi nama Desa Hilir Tengah. Desa Hilir
Tengah Kecamatan Ngabang merupakan salah satu Desa yang berada di wilayah
Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat yang mempunyai perbatasan
wilayah dengan desa adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara Desa Ambarang dan Desa Raja
Sebelah Timur Desa Tebedak
Sebelah Selatan Desa Hilir Kantor
Sebelah Barat Desa Amboyo Utara
Desa Hilir Tengah merupakan Desa yang terletak di dalam ibukota
Kecamatan, jarak antara ibu kota Kecamatan dengan Desa Hilir Tengah ± 1 KM.
Desa Hilir Tengah mempunyai luas wilayah Desa : 98,9 km², terdiri atas 3 Dusun,
27 RT dan 8 RW. Setelah mengalami penggabungan Desa, Desa Hilir Tengah
kemudian terbagi menjadi 3 (tiga) Dusun yaitu:
a) Dusun Hilir Tengah 1
b) Dusun Hilir Tengah II
c) Dusun Pulau Bendu
24
Desa Hilir Tengah yang berada di Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak
Propinsi Kalimantan Barat, dan berdasarkan hasil pemetaan terletak pada
koordinasi 109º55’37 ” BT sampai 109º58’51” BT dan antara 00º21’35 ” LU
sampai 00º23’49” LU. Pada umumnya keadaan alam Desa Hilir Tengah sama
dengan keadaan alam yang terjadi di Kecamatan Ngabang, yaitu keadaan beriklim
tropis. Curah hujan yang sedang, tetapi pada saat bulan-bulan tertentu curah hujan
yang terjadi cukup tinggi dan ditambah lagi terdapat sungai Landak yang
membelah daratan Desa Hilir Tengah yang sewaktu musim hujan sehingga
mengakibatkan ada sebagian dusun yang mengalami banjir. Meskipun
keadaannya tidak terlalu parah, tetapi keadaan ini sangat menggangu aktivitas
masyarakat.
2. Kependudukan
Desa Hilir Tengah adalah salah satu desa yang terletak tepat di ibukota
Kecamatan Ngabang Kabupaten Landak. Dari letak geografis inilah yang
membuat jumlah penduduk Desa Hilir Tengah cukup padat dibandingkan dari
desa lainnya dan juga sarana prasarana yang cukup memadai di desa tersebut.
Berikut adalah uraian kependudukan Desa Hilir Tengah berdasarkan sumber daya
manusia meliputi: struktur jumlah penduduk, sarana prasarana keagamaan, dan
struktur penduduk berdasarkan pendidikan.
25
a. Data jumlah penduduk Desa Hilir Tengah pada tahun 2012 adalah 5742 jiwa
yang terdiri dari 1627 Kepala Keluarga.
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Hilir Tengah
Dusun Hilir
Tengah 1
Dusun Hilir Tengah
II
Dusun Pulau
Bendu
Jumlah Penduduk
Desa Hilir Tengah
Laki – laki 137 Laki – laki 876 Laki – laki 1731 Laki – laki = 3565
Perempuan = 2177
Perempuan 185 Perempuan 985 Perempuan 1855 Jumlah total
penduduk = 5742
jiwa.
Jumlah KK 165 Jumlah KK 519 Jumlah KK 943 Jumlah total KK =
1627 KK
(Sumber Arsip Desa Hilir Tengah)
Dapat disimpulkan dari data di atas bahwa penduduk Desa Hilir Tengah
yang terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun Hilir Tengah 1, Dusun Hilir Tengah 2
dan Dusun Pulau Bendu yang terdiri laki-laki dengan jumlah 3565dan
penduduk perempuan dengan jumlah 2177. Jadi penduduk di Desa Hilir
Tengah lebih didominasi oleh banyaknya jumlah penduduk laki-laki
dibandingkan dengan perempuan di desa tersebut yang terdiri dari 1627
Kepala Keluarga dengan jumlah total penduduk 5742 jiwa.
26
b. Sarana dan prasarana keagamaan di Desa Hilir Tengah dibawah ini:
Tabel 2
Sarana Prasarana Keagamaan
NO Nama Bangunan Jumlah
1 Masjid 3
2 Mushola 6
3 Gereja Protestan 3
4 Klenteng 1
(Sumber Arsip Desa Hilir Tengah)
Dari data di atas bahwa jumlah penduduk Desa Hilir Tengah mayoritas
memeluk agama Islam. Hal ini dikarenakan penduduk Desa Hilir Tengah
mayoritas suku Melayu, dan ditambah lagi letak Desa Hilir Tengah yang tidak
jauh dengan wilayah keraton Landak. Desa Hilir Tengah juga terdapat
beberapa Gereja tempat peribadatan orang Kristiani dan juga di Desa Hilir
Tengah terdapat satu buah Klenteng tempat persembayangan etnis Tionghoa.
c. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Hilir Tengah.
Tabel 3
Presentase kependudukan berdasarkan Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Sekolah Dasar 15%
2 SMP 30%
3 SMA 55%
4 Perguruan Tinggi 10%
(Sumber Arsip Desa Hilir Tengah)
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan yang ada di desa
Hilir Tengah dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Perguruan Tinggi.
Untuk tamatan Sekolah Dasar yang cukup kecil dengan presentase hanya 15%,
27
tingkat SMP 30%, tingkat SMA 55% dan tingkat perguruan tinggi 10%. Jadi
untuk tingkat pendidikan di Desa Hilir Tengah untuk tingkat pendidikan
Sekolah Menegah Atas cukup tinggi dengan presentase 55%, sedangkan untuk
lulusan Sarjana masih sangat minim dengan 10%.
3. Sistem Kepercayaan atau Religi
Sikap religius orang Dayak bukan pengabdian kepada Tuhan Yang Esa,
melainkan pengabdian kepada suatu pantak yang terdiri dari banyak sekali roh
nenek moyang yang ajaib. Penggunan istilah animisme bagi orang Dayak sungguh
merupakan suatu diskriminasi yang tidak diperbolehkan ada dalam negara yang
berasaskan Pancasila. Namun dalam banyak statistik dan karangan kita banyak
menemukan istilah yang diskriminatif itu. Masyarakat Dayak di Kalimantan
Tengah dengan penggunaan istilah agama Khariangan, supaya mereka dihormati
sebagai keyakinan mereka sebagai agama (Mikhail Coomans, 1987 : 85-87).
Masyarakat Dayak mempunyai pengertian tersendiri tentang ketuhanan
yaitu Jubata, namun bukan dalam arti agama Yahudi, Kristen dan Islam. Orang
Dayak sungguh beragama, namun kepercayaannya terbatas pada lingkungan
sukunya sendiri, berhubung dengan ikatan esensial terhadap nenek moyangnya.
Menurut Koentjaraningrat agama adalah semua sistem religi yang secara resmi
diakui oleh negara kita. Sedangkan religi merupakan bagian dari kebudayaan
(Koentjaraningrat, 1974;144).
Bagi orang Dayak, makna hidup tidak terletak dalam kesejahteraan,
realistis, atau objektivitas seperti yang dipahami oleh manusia modern, tetapi
dalam keseimbangan kosmos. Kehidupan itu baik apabila kosmos tetap berada
28
dalam keseimbangan dan keserasian. Setiap bagian dari kosmos itu, termasuk
manusia dan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban memelihara keseimbangan
semesta (Paulus Florus,1994:15).
Pada jaman dahulu masyarakat Dayak percaya kepada makhluk halus,
seperti orang gaib, orang limonan atau hantu-hantu penunggu kampung. Mereka
tinggal di tempat yang dianggap keramat seperti, panyugu, lembah-lembah yang
dalam batu besar serta pohon-pohon besar. Sistem kepercayaan atau agama bagi
kelompok etnik Dayak hampir tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai budaya
itu dengan etnisitas dalam masyarakat Dayak. Kompleksnya sistem kepercayaan
orang Dayak ditandai juga oleh kemampuan mereka menyerap beberapa unsur
keagamaan atau kepercayaan dari luar, seperti pengaruh Cina dalam penggunaan
barang-barang seperti keramik, mangkok dan tempayan yang dianggap memiliki
kekuatan magis dan dapat mendatangkan keberuntungan, maupun penggunaan
berbagai macam dekorasi naga yang melambangkan secara mitologis Tuhan
tertinggi yang satu sebagai penguasa dunia (Paulus Florus, 1994:22-23).
Dalam pengertian ketuhanan, penilaian yang salah terhadap keyakinan
orang Dayak bukan saja berdasarkan pada prasangka, tetapi sering juga pada
observasi atau survai yang kurang teliti dan kurang dalam. Hal itu terjadi juga
dalam penilaian ketuhanan. Sumber pengetahuan adalah mitos-mitos dan doa-doa
dari upacara ibadat. Orang Bahu dan orang Kayan sendiri mengatakan bahwa
Tamai Tingai adalah Dewa yang tertinggi, tetapi karena tidak ada ibadah khusus
kepada Tamai Tingai, timbul tanggapan bahwa karena pengaruh dari gagasan
29
ketuhanan dalam agama Islam mereka menekankan peran dan kekuasaan satu
Dewa tertentu (Mikhail Coomans, 1987 : 87).
4. Asal Usul Suku Dayak
Mengenai asal mula suku Dayak terdapat beberapa pendapat simpang-
siur, yang sulit dibuktikan. Namun yang pasti adalah bahwa semua suku bangsa
Dayak termasuk pada kelompok-kelompok yang berimigrasi secara besar-
besaran dari daratan Asia. Suku bangsa Dayak merupakan keturunan dari para
imigran yang berasal dari wilayah yang kini disebut Yunnan di Cina Selatan.
Dari tempat itulah kelompok-kelompok kecil mengembara dan sebagian masuk
ke pulau Kalimantan.
Perpindahan ini agaknya tidak begitu sulit, karena pada zaman glasial
(zaman es) permukaan sangat turun atau susut, sehingga dengan perahu-perahu
kecil sekalipun mereka dapat menyeberangi perairan yang memisahkan pulau-
pulau ini. Kelompok-kelompok yang pertama masuk wilayah Kalimantan ialah
kelompok Negrid dan Weddid, yang sekarang sudah tidak ada lagi. Kemudian
disusul kelompok yang lebih besar yang disebut proto-Melayu. Perpindahan
mereka ini mungkin berlangsung selama seribu tahun dan terjadi antara tahun
3000 SM-1500 SM. Kelompok-kelompok yang pindah dari daratan Asia ke
Kalimantan memilih waktu dan jalan yang berbeda-beda (Mikhail Coomans,
1987 : 3).
Kata Dayak berasal dari kata Daya yang artinya hulu, untuk menyebutkan
masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan
Kalimantan Barat. Ada berbagai pendapat tentang asal-usul orang Dayak, tetapi
30
saat ini belum ada yang betul-betul memuaskan. Namun, pendapat yang diterima
umum menyatakan bahawa orang Dayak ialah salah satu kelompok asli terbesar
dan tertua yang mendiami pulau Kalimantan (Stepanus Djuweng, 2010: 4).
Orang Dayak berdasarkan tradisi lisan yang dituturkan secara turun-
temurun oleh mereka memiliki teori sendiri tentang asal-usul mereka, yang
bervariasi dari sub suku satu dengan sub suku lainnya. Menurut sub suku Dayak
simpang di kabupaten Ketapang, manusia pertama diciptakan oleh Nek Duwata
(Jubata dalam bahasa kanayatn yang berarti Tuhan) bersamaan dengan
terciptanya dunia dulu mereka sudah mendiami pulau Borneo sejak dunia
diciptakan. Mengenai asal-usul kata Dayak, juga sama kaburnya. Orang Dayak
pada mulanya tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai Dayak, seperti halnya
orang Indian di Amerika yang memiliki nama masing-masing (Stepanus
Djuweng, 2010: 5)
5. Pelayanan Medis dan Cara Pengobatan Tradisional Suku Dayak
a) Pelayanan Medis
Pada dasawarsa yang terakhir ini pelayanaan medis di pedalaman juga
maju, walaupun masih jauh dari cukup. Pelayanan medis dan pengobatan
modern juga mempengaruhi kehidupan tradisional. Dalam masa lampau orang
Dayak sesuai dengan kepercayaannya mengalami bahwa hidupnya tergantung
dari sesuatu yang lain. Ia yakin bahwa dirinya dapat hidup dalam
hubungannya dengan dunia ilahi. Oleh karena itu ia berdoa membawa
persembahaan, menyelenggarakan upacara lain, dan memperhatikan serta
31
mantaati tabu-tabu, agar dengan jalan demikian itu ia akan memperoleh
keselamatannya, termasuk hidup yang sehat (Mikhail Coomans, 1987 : 145).
b) Cara Pengobatan Tradisional
Orang Dayak mengenal obat tradisional yang kadang-kadang sangat
efektif. Obat itu dibuat dari daun dan akar pohon tertentu. Tetapi kalau obat
itu tidak membawa efek yang diharapkan, maka tinggal saja mengadakan
upacara Belian (upacara pengobatan tradisional). Dalam pengobatan
tradisional mengenal tiga cara, yaitu:
1. Cara rasional : obat yang dibuat dari daun dan akar yang efeknya diketahui
dari pengalaman berabad-abad lamanya.
2. Cara irasional : usaha penyembuhan lewat upacara Belian untuk
menetralisir intensitas tertentu dari dunia ilahi.
3. Cara campuran : cara rasional dicampur dengan cara irasional.
Karena adanya pengobatan rasional dalam tradisi adat, maka orang
Dayak mudah saja menerima pengobatan irasional modern dari ilmu
kedokteran. Tetapi terkaitnya pemikiran kritis pada pemikiran mitologis,
menyebabkan bahwa sampai sekarang ini, keadaan sakit dialami sebagai
gangguan atau hukuman dari dunia ilahi. Sampai sekarang ini masih terdapat
jurang pemisah antara pengetahuan modern dan pengobatan tradisional
(Mikhail Coomans, 1987 :147).
32
B. Sejarah Pengobatan Adat Babore Dayak Kanayatn
Bagi suku Dayak yang berada di pedalaman Kalimantan, penyakit beserta
pengobatannya, sangat erat kaitannya dengan alam religius mereka tentang ajaran
Kaharingan. Masyarakat Dayak cenderung melihat penyebab dari suatu penyakit
dengan cara metafisik. Suku Dayak mempercayai dengan menggunakan adat
seperti adat Babore bisa menyembuhkan mereka dari sakitnya. Masyarakat Dayak
biasanya menggunakan ritual tertentu yang dipimpin oleh seorang Balian
(pemimpin upacara adat atau dukun) dalam pengobatan suatu penyakit. Bagi
orang Dayak keberadaan adat Babore sebagai sarana pengobatan tradisional. Adat
Babore ini mereka kenal sudah turun-temurun atau warisan yang ada sejak zaman
nenek moyang mereka. Seorang pelaksana adat Babore adalah seorang yang
bertugas sebagai mediator dan komunikator antara manusia dengan makhluk lain
yang keberadaannya tidak terlihat secara kasat mata (Wawancara dengan Bapak
Sugio : 26 Agustus 2013).
Upacara adat Babore menduduki tempat yang penting dalam kebudayaan
Dayak khususnya dalam pengobatan tradisional. Masyarakat Dayak percaya
bahwa orang yang memimpin upacara adat Babore memiliki kemampuan yang
tidak dimiliki oleh setiap orang, karena adat Babore mampu mengobati penyakit
terutama penyakit-penyakit yang mereka percaya disebabkan oleh mahluk halus.
Dalam pengobatan adat Babore terbagi menjadi 2 macam, yaitu Babore Masak
dan Babore Manta. Hal yang membedakan dalam pengobatan tersebut tampak
dari penggunaan manok (ayam). Kalau Babore Masak yaitu ayam yang digunakan
sudah direbus setengah matang terlebih dahulu sebelum dimulai prosesi adat.
33
Sedangkan Babore Manta ayam yang digunakan masih dalam keadaan hidup
untuk prosesi adat. Dalam penggunaan adat Babore, baik itu Babore Masak dan
Babore Manta biasanya digabung menjadi satu prosesi dalam pengobatan. Hal ini
tergantung juga dengan Dukun yang memimpin adat, karena setiap Dukun
memiliki ciri khas masing-masing dalam melakukan pengobatan (Wawancara
kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013).
C. Upacara Adat Suku Dayak Kanayatn
Upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dari
sistem kepercayaan dan religi. Perwujudannya direalisasikan melalui berbagai
ritus atau upacara ritual, agar mereka memperoleh pertolongan roh gaib, roh para
leluhur, dan Jubata (Tuhan). Upacara dalam konsep kepercayaan seperti itu
dimaksudkan sebagai pembuktian keyakinan terhadap Jubata sekaligus
pemantapannya. Berikut upacara yang berkaitan dengan keselamatan:
1) Upacara Adat Nyangahatn
Upacara Nyangahatn adalah upacara sembayang atau berdoa menurut agama
asli orang Dayak Kanayatn. Tujuannya untuk mengucapkan syukur, memohon
bimbingan dan perlindungan atau pemberitahuan kepada Jubata terhadap suatu
kegiatan dalam bekerja. Upacara ini dipimpin oleh seorang Imam Panyangahatn
atau seorang tokoh adat. Nyangahatn biasanya dilakukan sebelum melakukan
sesuatu atau pada awal melakukan suatu upacara agar selamat dan terhindar dari
gangguan makhluk halus. Nyangahatn juga digunakan untuk memanggil makhluk
halus yang akan dimintai bantuannya dalam ritual pengobatan tradisional, seperti
34
pengobatan dalam upacara adat Babore (Wawancara dengan Bapak Ambay: 20
Agustus 2013).
Nyangahatn juga merupakan inti kegiatan ritual dalam masyarakat Dayak
Kanayatn. Pada intinya isi doa tergantung pada wujudnya, di lain waktu tata
kelakuan dan tata krama masyarakat menjadi acuan dalam susunan nyangahatn
(doa). Misalnya pernyataan tobat (mohon pengampunan Jubata), muang sangar
dosa (membuang dosa), berbeda dengan doa nyaru Jubata ngaranto (memanggil
Jubata) atau doa-doa lainnya. Jubata merupakan sebutan Tuhan untuk orang
Dayak Kanayatn (Mikhail Coomans, 1987 : 147).
2) Upacara Adat Totokng
Upacara Totokng, yaitu upacara penghormatan kepada kepala kayau (kepala
hasil mengayau) agar jangan sampai terkena kutuk kepala tersebut. Upacara ini
dapat pula dikatakan untuk membuang sangar (dosa) atas kesalahan yang
dilakukan saat mengayau (memotong kepala) zaman dahulu. Adat Totokng ini
biasanya dilakukan oleh keluarga yang masih mempunyai turunan untuk menjaga
kepala hasil kayau, dan keluarga pun harus melaksanakan adat Totokng tersebut
supaya terhindar dari kesialan dan malapetaka. Upacara adat Totokng untuk
penerimaan dan pemeliharaan kepala manusia hasil ngayau, dan upacara ini
sekarang sebagai peringatan seperti Gawai (pesta adat) yang biasanya
berlangsung selama 7 hari 7 malam. Upacara ini biasanya dipimpin oleh seorang
yang sangat mengetahui mengenai adat Totokng (Wawancara kepada Bapak
Petrus : 28 Agustus 2013).
35
D. Pengobatan Tradisional Suku Dayak Kanayatn
Tradisi adat pengobatan dimasyarakat Dayak Kanayatn ini sudah lama
dilakukan dan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Dayak, didalam upacara adat
pengobatan tradisional suku Dayak memiliki beberapa macam atau cara
pengobatan, yaitu:
1. Adat Babore
Adat Babore adalah sebagai sarana dalam pengobatan tradisional, dan
sebagai upacara penyembuhan dari keluarga atau kampokng (kampung) yang
mengalami sakit. Pengobatan adat Babore ini menggunakan beberapa ekor ayam
untuk keperluan dukun dalam mengobati pasien. Berikut adalah alat dan bahan
yang biasanya digunakan dalam adat Babore: manok (ayam) sesuai dengan
keperluan dukun, darah ayam, tumpi (cucur),pigo (perlengkapan Dukun), poe
(terbuat dari beras ketan) yang keduanya merupakan makanan khas suku Dayak,
pabayo (tempat penyembahan), mata palantaratn (seperti koin/uang, telur,
jarum), lilin merah, batu Dukun, tujuh macam bunga, mayang pinang (pucuk
pinang muda), ai katongkor (air dalam tempayan), ai tujuh sunge (air yang berasal
dari tujuh sungai yang berbeda), nasi tujuh macam tumpang (nasi yang diberi
warna), lato barateh (padi yang di goreng tanpa menggunakan minyak), lilin
merah, ai untuk ba jampi (air jampian), karimabo dan rinyuakng (bahan
penjampian), baliungk (terbuat dari besi), ceper (tempat sesajian) pambaraan
(bara api), parapuh topokng (terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang) dan
tumpang (terbuat dari daun kelapa). Di dalam adat Babore juga dikenal dengan
mengambil sumangat (semangat).
36
Kalau sumangatnya lalakng (hilang) maka diperlukan alat dan bahan dalam
pengobatan seperti: ceper (tempat menaruh perlengkapan adat), tumpi (cucur), poe
(terbuat dari beras ketan), manok (ayam), baliungk (besi), mangkok (mangkuk),
lilin merah, semua itu diletakan di dalam ceper (tempat perlengkapan adat
(Wawancara dengan Bapak Ambay: 20 Agustus 2013).
2. Adat Balenggang
Balenggang atau Lenggang adalah suatu upacara atau usaha penyembuhan
seseorang atau keluarga dari penyakit. Adat Balenggang merupakan ritual
perdukunan tradisi Dayak Kanayatn yang bersifat magis dan mendapat pengaruh
budaya Melayu dan Cina. Tujuan upacara ini biasanya menyesuaikan niat orang
atau keluarga yang melaksanakan upacara tersebut. Dalam pelaksanaan adat
Balenggang biasanya dilakukan selama dua hari satu malam dan biasanya
penyakit yang sudah parah menggunakan adat ini. Berikut bahan dan alat peraga
yang digunakan dalam adat Balenggang: poe (dari beras ketan) cucur (tumpi),
nanas, rangakang (tempat sesajian), Kaikng putih, itapm (kain puti dan hitam),
mayang pinang (pucuk pinang muda), akar kulit pisang. Manok (ayam) (sesuai
dengan keperluan ), pambaraan (bara), tujuh macam nasi, lilin merah, talo (telur),
lato barateh (padi yang digoreng tanpa menggunakan minyak), parapuh topokng
(terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang), caramin (cermin kaca), sisir, poe
tujuh roas batakng taman (beras ketan yang dimasak di dalam bambu dengan
jumlah 7 buah), iso (pisau), 12 nasi, semua bahan tersebut diletakan di depan
rumah (Wawancara kepada Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013).
37
3. Adat Badendo
Badendo adalah suatu upacara penyembuhan penyakit yang tidak terlalu
parah yang dilakukan berdasarkan kesepakatan keluarga. Berikut adalah bahan
dan alat yang digunakan dalam pengobatan adat Badendo: Gong, manok (ayam)
jumlahnya tergantung dukun yang memimpin adat, darah ayam, tankin (senjata
dukun yang biasa digunakan dalam pengobatan), Penyampang (orang yang
membantu dukun), tumpi (cucur), poe (terbuat dari beras ketan), lilin merah,
cermin, lato barateh (padi yang digoreng tanpa menggunakan minyak), ceper
(tempat menaruh perlengkapan adat), talo (telur), koin atau uang, beras pulut, dan
mayang pinang (kelopak pinang muda) (Wawancara kepada Bapak Suro 28
Agustus 2013).
4. Adat Babuis
Babuis adalah suatu upacara adat menyembuhkan orang dari penyaki, dimana
dalam pengobatan adat Babuis dilakukan ditempat dimana seseorang tersebut
mendapatkan penyakitnya. Tujuannya adalah supaya ditempat tersebut tidak lagi
memakan korban yang lain dan untuk mohon pengampunan kepada setan yang
dianggap menggangu korban dengan membawa persembahan dengan harapan
agar penyakit yang diderita dapat diberi kesembuhan oleh setan tersebut atau oleh
penunggu tempat tersebut. Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan dalam
adat Babuis: Satu ekor ayam jantan merah kurang lebih 1 kg, tumpi (cucur), poe
(terbuat dari beras ketan), bontokng (makanan yang dibungkus dari daun), botol,
paku, telur 1 buah, timpurukng (tempurung), kapur sirih, karake (daun sirih), labu,
altar, (tempat sesajian). Dalam pengobatan adat Babuis biasanya menggunakan
38
tempayan dan jika tidak ada tempayan biasanya menggunakan labu. Pada
dasarnya barang-barang tersebut diatas diadakan sebagai pembayar atau penukar
kesalahan. Babuis setelah diadakan di luar rumah dan tidak jarang pula diadakan
ditempat dimana dia mendapat awal penyakitnya yang disesuaikan dengan
tanungan. Selesai Babuis, segala sesuatu perlengkapan dan sajian tidak dibawa
pulang kecuali sirih masak yang ada di atas buis. Sebelum naik ke rumah pasien,
dukun harus menyampaikan ucapan ringakng (mantra). Setelah itu, sirih yang
sudah masak dikunyah oleh dukun tersebut dan diludahkan kebelakang tangkok,
kemudian dioleskan oleh dukun dibagian yang sakit (Wawancara kepada Bapak
Hero : 28 Agustus 2013)
5. Adat Batitik
Batitik adalah suatu upacara pengobatan tradisional oleh suku Dayak
Kanayatn untuk mencari suatu titik penyakit. Dalam pengobatan adat Batitik
biasanya seorang dukun menggunakan media batu dalam penyembuhan penyakit.
Biasaya batu ditempelkan pada bagian yang sakit, dan dukun akan melihat
penyakitnya dengan melihat ke cahaya lilin. Berikut adalah alat dan bahan yang
digunakan dalam adat Batitik: 1 ekor manok (ayam), poe (terbuat dari beras
ketan), tumpi (cucur), talo (telur), batu dukun dan bahan penjampian. Dalam
pengobatan adat Batitik tidak menggunakan tankin, dan tidak memakai rangkang
(tempat persembahan) (Wawancara kepada Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013).
39
6. Adat Baliatn
Baliatn adalah suatu upacara adat yang diyakini masyarakat Dayak secara
turun-temurun yang dipakai atau digunakan untuk menyembuhkan orang sakit.
Untuk perobatan biasanya satu malam atau dua malam sedangkan untuk bayar
niat perobatannya selama tiga hari tiga malam. Alat yang dipergunakan: Gong,
mayang pinang (pinang muda), uwa (dari tali tarap atau tali tingkalakng), ranjak
(tampat alat-alat baliatn), tumpi (cucur), poe (terbuat dari beras ketan), babotn
(babi), manok (ayam) sesuai permintaan dukun, talo (telur), bahan penjampian,
palantaratn talu tingkat (tempat sesajian 3 tingkat) melihat waktunya atau pada
keperluan). Dalam proses pelaksanaan adatnya setelah tiga hari tiga malam ada
yang dinamakan basaru sumangat (ambil semangat). Basaru sumangat ini
menggunakan manok seko (satu ekor ayam) dan parapuh topokng (terdiri dari
daun sirih, kapur sirih dan pinang) (Wawancara kepada Bapak Sugio : 26 Agustus
2013).
7. Adat Batajok
Sebelum makan atau minum tajok kalau patah tulang terlebih dulu diobati
yang bagian luar. Pamabat patah tulang membuat bentuk dari pamali untuk
membalut bagian yang patah seperti paha atau tangan. Jenis ramuan yang
disediakan daukng tarok mamah dan daukng tarok budin, buah sare (serai),
daukng tarok korongan merah, buah lahia merah (liak merah), daun tarok abuatn
semua bahan tersebut harus ditumbuk halus sampai lumat atau hancur. Kemudian
dicampur seko rega (anak ayam ) ditetek (dicincang) halus-halus di tuup di atas
api dicampur semua ramuan diatas di bungkus dengan daun abuatn tiga lapis,
40
apabila sudah di dicampur arak dan babatan di bagian patah tulang. Babatan
harus diganti satu kali sehari,tiga hari kemudian dilihat hasilnya memuaskan atau
tidak. Selama masih diobati ada pantangannya tidak boleh makan: rebung, cabe
dan keladi. Tajok yang diminum tergantung keahlian Tukang Tajok masing-
masing dan tergantung jenis penyakit yang mau di Tajok (Wawancara kepada
Bapak Suro : 26 Agustus 2013).
8. Adat Nyampunt Sukat
Suatu upacara adat Nyampunt ukuran kemudian menurut paneleannan
urakng pane (menurut orang pintar) penyakit yang biasanya disembukan adalah
seperti: Pancah dongo (sering demam), tubuh kurus, bai aya aya (badan tidak
mau besar), makatn sabul (tidak nafsu makan), hal ini diderita anak tanpa sebab
yang jelas. Sebagai tenaga pelaksana, urakng pane atau dukun dengan alat dan
bahan yang digunakan dalam perobatan: lato barateh (padi yang digoreng tanpa
menggunakan minyak), manok seko (ayam satu ekor), bunga salaseh, sare (serai),
dan parapuh topokng (terdiri dari daun sirih, kapur sirih dan pinang) (Wawancara
dengan Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013)
9.Adat Balilik
Balilik adalah suatu upacara pengobatan tradisional yang bertujuan untuk
menyembuhkan suatu penyakit yang telah dibuat orang. Dalam pengobtan adat
Balilik menggunakan tujuh ekor ayam yang telah direbus, fungsinya untuk
mengembalikan penyakit dari orang yang membuat sakit tersebut. Pengobatan
adat Balilik dilakukan dengan sederhana, dikarnakan dalam adat Balilik tidak
menggunakan alat seperti gong dan rangkang (tempat persembahan). Cara dalam
41
penyembuhan adat Balilik hanya menggunakan batu-batu dari dukun dan juga
cara pengelihatan penyakitnya melalui batu dukun tersebut. Berikut alat dan
bahan yang digunakan dalam adat Balilik seperti: 1 ekor manok (ayam), poe
(terbuat dari beras ketan), tumpi (cucur), talo (telur), batu dukun dan bahan
penjampian (Wawancara kepada Bapak Agustinus : 26 Agustus 2013).
E. Prosesi Tradisi Upacara Adat Babore
1. Tahap pertama dalam upacara pengobatan Babore di teras rumah.
Bahan-bahan seperti daun porang, daun mentawak, telur, beras, tumpang
(terbuat dari daun kelapa), tempayan ditutup mangkuk, besi sebagai pangkaras
dan tempurung kelapa yang berisi bara api yang fungsinya untuk membakar
kemenyan. Semua bahan-bahan tersebut diletakan di atas tiga kayu yang disebut
pabayo (tempat persembahan). Bilal (teman Dukun) membacakan mantra-mantra
untuk memanggil roh-roh yang nantinya untuk mengetahui penyakit dan
mengobati penyakit. Orang yang akan diobati duduk di sebelah Bilal dan Dukun
yang memimpin adat. Sedangkan untuk warga dan tamu yang datang bisa berada
di dalam rumah dan diteras rumah untuk duduk bersama melihat prosesi
pengobatan adat Babore yang dilakukan oleh Dukun dan Bilal (orang yang
membantu Dukun). Dalam prosesi ini di lakukan di teras rumah dan sang Dukun
berteriak untuk memanggil Epe (kawan Dukun dari alam lain). Pada sesi ini
menggunakan ayam yang masih hidup dan diakhiri dengan mengipaskan sayap
ayam dengan tujuan membuang penyakit untuk penyembuhan. Selanjutnya dalam
melakukan pengobatan, Dukun dan Bilal (teman Dukun) menaburkan beras
kuning yang fungsinya untuk meminta keselamatan kepada sang Jubata (sebutan
42
Tuhan untuk orang Dayak). Setelah melakukan pembacaan mantra dan
menaburkan beras kuning, ayam yang sudah disiapkan dipotong sebagai syarat
pengobatan. Dari ayam tersebut, secara khusus dengan pembacaan mantra darah
ayam lalu diambil dan kemudian Dukun mengolesi dahi orang yang akan diobati
dengan darah ayam tersebut, dan juga orang-orang atau masyarakat setempat yang
ikut hadir dalam pengobatan. Hal ini bertujuan untuk keselamatan semua orang
yang ikut dalam acara pengobatan dan ayam yang sudah dipotong dibersihkan lalu
direbus dengan setengah matang.
2. Tahap kedua dengan melihat rasi (pertanda) untuk pengobatan
Dalam tahap kedua ini Dukun dan Bilal melakukan pengobatan dan
selanjutnya Dukun memeriksa tumpang yang digantung di atas pintu rumah, yang
bertujuan untuk melihat rasi (pertanda) baik atau buruknya dalam pengobatan
yang dilakukan serta hal yang akan terjadi kepada yang akan diobati. Ayam yang
sudah direbus setengah matang, lalu ditaruh di atas piring dan kemudian di dada
ayam tersebut diletakan satu ruas lemang dan tumpi. Peralatan dan bahan yang
digunakn sebelumnya untuk pengobatan dimasukan di dalam rumah, selanjutnya
Dukun dan Bilal memulai proses pengobatan. Tahap ini Bilal mulai membacakan
mantra–mantra sambil membunyikan besi dengan cara memukulkan besi. Setelah
Bilal selesai membacakan mantra-mantra, giliran sang Dukun yang melanjutkan
membaca mantra-mantra dan Dukun tersebut memberikan makanan dan minuman
kepada Epe (teman Dukun dari alam lain) yang akan dipanggil. Sambil
membacakan mantra Bilal membakar kemenyan untuk memanggil Epe (teman
Dukun).
43
3. Tahap ketiga dengan pemanggilan Epe dalam pengobatan Babore.
Dalam pembacaan mantra-mantra dengan menggunakan bahasa Dayak kuno
dan pembakaran kemenyan yang dilakukan untuk pemanggilan Epe oleh Dukun
dan Bilal (teman Dukun). Setelah Epe (teman Dukun dari alam lain) dipanggil,
sang Dukun menggangkat Tankin (senjata Dukun) untuk proses pengobatan,dan
Dukun menumpangkan tangannya kepada yang akan diobati dan Dukun tersebut
menari dengan mengitari sambil mengibaskan daun-daun yang telah di ikat
menjadi satu dengan membacakan mantra-mantra untuk pengobatan. Setelah itu
Dukun mengambil mayang pinang (pucuk pinang muda) yang telah dibungkus
dengan kain putih, serta memukulkan mayang pinang tersebut ke segujur tubuh
mulai dari kepala sampai kaki orang yang diobati. Proses selanjutnya mayang
pinang dibuka oleh Dukun di atas kepala orang yang diobati dan mengambil
penyakit yang telah masuk ke dalam tubuh.
4. Proses pengambilan penyakit
Dalam tahap terakhir ini Dukun dan orang yang diobati berdiri di depan pintu
sambil membelakangi dan Dukun menolak semua penyakit sambil membaca
mantra-mantra dengan menggunakan bahasa Dayak kuno. Selanjutnya untuk
orang yang diobati masuk ke dalam rumah dengan syarat tidak boleh menoleh ke
belakang, sambil membawa satu ruas poe (lemang) dan Dukun melemparkan
semua penyakitnya ke tanah, setelah orang yang diobati berada di dalam rumah.
Alat dan bahan-bahan dalam perobatan dimasukan ke dalam rumah, kecuali alat
dan bahan yang ada diatas pabayo. Setelah itu Bilal (teman Dukun) pun
bapamang dan Dukun mulai masuk ke alam bawah sadarnya sambil memegang
44
tankin (senjata Dukun), Bilal menjelaskan maksud mereka memanggil Epe (teman
Dukun dari alam lain) yang telah masuk ke dalam raga Dukun. Dari pemanggilan
Epe tersebur sang Dukun yang telah masuk kealam bawah sadarnya mulai
bertingkah yang aneh-aneh, dan setelah dijelaskan oleh Bilal maksud dan
tujuannya, Dukun pun mulai mengambil batu peruam yang ada di dalam piring,
dan Dukun mulai meminta bantuan dengan roh-roh yang lain untuk melakukan
pengobatan. Dalam prosesi pengobatan, Dukun mulai mengigit bagian tubuh
orang yang diobati dan Dukun mulai meminum darah ayam yang tersedia di
dalam mangkuk tersebut. Selanjutnya bagian yang terakhir Dukun mulai
mengambil baskom yang berisi air dan daun-daunan yang telah di ikat menjadi
satu, serta mengibaskan keseluruh tubuh orang yang akan diobati untuk kedua
kalinya.
5. Prosesi akhir dalam pengobatan Babore.
Setelah pengobatan selesai Dukun melepaskan Epe (teman Dukun dari alam
lain), setelah itu Dukun istirahat dan memberi tahu kepada keluarga yang diobati
tentang pantangan yang tidak boleh dilakukan. Setelah tiga hari berlangsungnya
pengobatan, pabayo dan alatnya serta tumpang dibuang ke sungai, kecuali
tempayan, mangkuk dan besi yang tidak dibuang ke sungai (Wawancara kepada
Bapak Ambay : 20 Agustus 2013).
F. Persyaratan dan MaknaTradisi Adat Babore.
Sebelum melaksanakan tradisi adat Babore pemimpin adat dan Bilal
memberitahukan kepada keluarga untuk mempersiapkan persyaratan yang harus
dilengkapi dalam prosesi acara adat Babore yaitu sebagai berikut ini : Beras ketan,
45
beras biasa, 1 buah telur ayam, mata uang logam, pangkaras jarum, 1 daun
tengkawang, kapur dan daun sirih, 1 batang rokok, pigo, kerum Dukun, topokng
pangpinang, beras banyu, piring putih, tumpi, 3 macam air (air putih, kopi pahit,
dan arak) masing-masing 1 cawan, air biasa yang terdiri dari 7 sungai, daun
kalimabo, daun mentawak, daun porang, beras kuning, tankin, ayam tempayan,
mangkuk, darah ayam, daun keladi hutan, daun renjuang merah, pinang,
tempurung kelapa dan mayang pinang. Dari semua persyaratan tersebut
merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi dalam upacara pengobatan adat
Babore.
Tradisi adat Babore memiliki makna sebagai pengobatan dimasyarakat
Dayak untuk penyembuhan penyakit. Adapun makna dari semua persyaratan yang
telah dilengkapi tersebut seperti yang telah dijelaskan diatas dapat dilihat dalam
tabel berikut ini (Wawancara kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013).
Berikut makna bahan dan alat dalam adat Babore:
Persyaratan Makna
Tankin Merupakan senjata Dukun untuk
melawan Setan
Darah Ayam Untuk Keselamatan
Tempurung berisi arang Untuk membakar kemenyan,
supaya Dukun bisa masuk ke alam
lain
Rokok, kopi, dan arak Minuman untuk saudara Epe
(teman Dukun dari alam lain
46
lato barateh Untuk memanggil setan dan
mengusir setan
Nyiru Merupakan suatu wadah atau
tempat yang berfungsi untuk
menyimpan semua sesaji yang telah
dilengkapi yang biasanya terbuat
dari rotan atau bambu.
Baras atau Beras
Melambangkan suatu hubungan
yang terikat antara masyarakat
Bontok Merupakan makanan tradisional
yang dibungkus dari daun yang
telah dimasak. Bontok
melambangkan perdamaian antar
suku bangsa
Pigo Merupakan perhiasan yang biasa
digunakan dalam upacara adat.
Tumpi Merupakan makanan tradisional
suku dayak yang biasa disebut
cucur.
Telur Telur yang berbentuk bulat
melambangkan suatu kebulatan
tekat yang telah disepakati.
47
Uang Uang untuk melambangkan suatu
penghormatan dan penghargaan
terhadap sesorang karena uang
merupakan suatu ungkapan
pembayaran adat yang berarti
bahwa semuanya telah terbayar.
Batu Dukun Untuk melihat penyakit
Nasi campur darah ayam Untuk makanan setan
Mayang Pinang Untuk mengambil penyakit
Daun Penyuak, Daun Sembalit,
Daun Peringan, Daun Kenyake.
Daun karimabo danDaun
rinyuakng
Sebagai pembersihan diri terhadap
segala macam kesialan, sakit
penyakit dan malapetaka dan juga
sebagai penjampian
Tempayan Pelengkap adat yang di isi air
penjampian
Ayam Lambang kehidupan
Air dari tujuh sungai Air dari tujuh sungai memilik
kekuatan yang berbeda-beda
48
Pabayo Melambangkan suatu permohonan
ijin akan diadakannya pesta adat
yang besar. Permohonan tersebut
ditujukan kepada para penguasa
dunia roh yang berdiam di air,
tanah, bukit, kayu yang besar, batu
dan api.
Tumpang
Terbuat dari daun kelapa muda,
yang fungsinya Untuk memberi
makan roh yang terdiri dari sesajian
Beras Kuning Merupakan lambang untuk meminta
ijin kepada penguasa tertinggi yaitu
Jubata yang merupakan sumber
kehidupan.
Topokng pangpinang Pembuka bahasa oleh dukun
Ceper Tempat perlengkapan adat
Lilin merah sebagai penerangan dan untuk
melihat penyakit
49
G. Pantangan Adat Babore Setelah Pengobatan
1. Pantangan utama dalam adat Babore
a) Waktu makan harus tutup pintu : Ini dianggap supaya sewaktu kita makan
tidak ada orang masuk yang membawa penyakit.
b) Setelah makan harus buka pintu : Ini dimaksudkan pintu dibuka untuk
membuka rejeki karena pintu adalah badan kita.
c) Jangan kelai : supaya tidak merusak atau mencederai bagian tubuh yang telah
diobati.
d) Jangan makan sisa kita sendiri : Karena makanan yang sudah kita tinggal atau
makanan sisa kita, dianggap sudah dimakan oleh makhluk yang tidak kita
lihat dan tidak baik untuk tubuh yang telah diobati.
e) Tidak boleh menebang pohon atau kayu : Ini dimaksudkan bisa memotong
semangat (jiwa) orang yangdiobati.
f) Jangan masuk rumah kosong : Supaya semangatnya (jiwanya) tidak tinggal
atau hilang.
g) Jangan lewat simpang kuburan : Supaya semangatnya (jiwanya) tidak hilang,
karena teguran makhluk yang tidak kita lihat.
2. Pantangan Makanan
a) Barang sial, seperti : anjing, rusa, kera, dan kijang. Ini merupakan hewan yang
dianggap bisa menjangkitkan atau mendatangkan penyakit itu kembali.
b) Pantangan makan ikan, yaitu ikan yang bersifat berduri atau yang mempunyai
duri, Seperti : ikan lele, ikan betok, baung dan lainnya.
50
Jika pantangan dilanggar maka penyakit yang sudah disembuhkan akan
terulang lagi, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Jadi setelah melakukan
pengobatan harus mentaati pantangan atau larangan yang sudah diberi tahu oleh
dukun atau pemimpin adat (Wawancara kepada Bapak Ambay : 20 Agustus 2013)
Salah satu kasus melanggar pantangan adat yang pernah terjadi disalah
satu desa di Kabupaten Landak, dimana dalam kasus ini, orang tersebut setelah
melakukan pengobatan adat Balenggang. Setelah selesai dalam pengobatan sudah
ada larangan atau pantangan yaitu tidak boleh dilakukan seperti yang sudah
diberitahukan oleh dukun atau pemimpinan adat. Akhirnya setelah orang itu
melanggar pantangan, beberapa hari kemudian dia mengalami sakit yang lebih
parah lagi dari sebelumnya dan orang tersebut pun akhirnya meninggal dunia
(Wawancara kepada Bapak Sugio : 26 Agustus 2013).
H. Nilai-Nilai Budaya Dalam Upacara Adat Babore
Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara tradisi adat Babore diantaranya sebagai
berkut :
a) Sikap gotong royong dapat dilihat dari kebersamaan masyarakat yaitu pemuda
sampai orang tua yang secara bersama-sama membantu dalam menyiapkan
perlengkapan adat Babore.Kepedulian masyarakat setempat muncul dari
inisiatif sendiri tanpa adanya panggilan dari penyelanggara adat. Gotong
royong ini dilakukan sampai upacara adat selesai.
b) Toleransi beragama terlihat dari jalannya upacara adat Babore yang selalu
diikuti oleh masyarakat tanpa melihat perbedaan agama yang ada. Jadi baik
51
yang beragama Kristen atau yang lainnya berkumpul menjadi satu untuk
mempersiapkan segala perlengkapan adat dan mengikuti upacara tersebut.
c) Nilai kebersamaan nampak pada persiapan dan pelaksanaan upacara adat
Babore, masyarakat bersama-sama dan bersatu untuk dapat mewujudkan
supaya upacara tersebut dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan.
d) Nilai kesetiaan nampak pada kecintaan masyarakat Desa Hilir Tengah untuk
tetap melestarikan budaya daerah setempat yang sudah ada sejak dahulu dan
dapat dilihat di masa sekarang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tradisi
upacara adat Babore mengandung nilai-nilai budaya yang sangat tinggi,
dimana membawa dampak kerukunan bagi masyarakat Desa Hilir Tengah.
top related