bab ii - untag-sby.ac.id
Post on 29-Oct-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari alternatif perbaikan tanah
ekspansif. Beberapa contoh penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah
Tabel 2.1 Penelitian terdahulu
No. Nama Peneiti Tahun
Penelitian
Judul
Penelitian Hasil Penelitian
1. Lina Rahma
Ubaidillah, dkk
2017 Pengaruh ratio
slurry pada
stabilisasi
tanah lempung
ekspansif untuk
metode DSM.
Tanah yang
distabilisasi dengan
penambahan 8% kapur
serta variasi kadar
slurry air-kapur
berpengaruh terhadap
sifat pada tanah
tersebut. Kadar slurry
air-kapur mampu
meningkatkan nilai qu,
tegangan dan Cu.
Hasil variasi kadar
slurry air-kapur
kekuatan maksimal
yang bisa diperoleh
pada penambahan
sebesar 10%.
2. Duta Cahya
Marga Utama,
dkk
2016 Pengaruh
variasi
diameter soil
cemen column
skala
laboratorium
untuk stabiisasi
tanah lempung
plastisitas
tinggi pada
indeks
likuiditas 1 dan
1,25.
Sebelum distabilisasi
penurunan yang terjadi
pada indeks likuiditas
1 dan 1,25 adalah 7,5
mm dan 8,1 mm,
terjadi peningkatan 0,6
mm. seteah
distabilisasi dengan
diameter 8cm, 11cm
dan 13 cm mengalami
pengurangan
penurunan menjadi 6
mm, 6,5mm dan 7,1
6
Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu
No. Nama Peneiti Tahun
Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
2. Duta Cahya
Marga Utama,
dkk
2016 Pengaruh variasi
diameter soil
cemen column
skala
laboratorium
untuk stabiisasi
tanah lempung
plastisitas tinggi
pada indeks
likuiditas 1 dan
1,25.
mm untuk indeks
likuiditas 1, sedangkan
untuk indeks likuiditas
1,25 penurunan
menjadi 6,5 mm, 7,2
mm dan 7,8 mm.
Terjadi peningkatan
penurunan pada
indeks likuiditas 1 dan
indek likuiditas 1,25
untuk diameter 8 cm,
11 cm, dan 13 cm
sebesar 0,5 mm, 0,7
mm, dan 0,7 mm.
3. Muhammad
Adianto
Sulistyo,dkk
2018 Stabilisasi tanah
ekspansif dengan
kolom kapur,
ditinjau terhadap
potensi
mengembang dan
nilai indeks
pastisitas.
Penambahan kolom
kapur mampu
menurunkan nilai
Indeks Plastisitas (PI)
dari 71,82% menjadi
20,44%, Liquid Limit
(LL)114,05% menjadi
92,29%, undrained
(Cu) dari 3,47 kN/m2
menjadi 9,62 kN/m2,
kuat tekan bebas (qu)
dari 6,94 kN/m2
menjadi 19,24 kN/m2.
Penambahan kolom
kapur pada tanah
ekspansif mampu
mengurangi
perpindahan vertikal
sebesar 7,13%. Kapur
pada tanah ekspansif
dalam model test
7
Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu
No. Nama Peneiti Tahun
Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
3. Muhammad
Adianto
Sulistyo,dkk
2018 Stabilisasi tanah
ekspansif dengan
kolom kapur, ditinjau
terhadap potensi
mengembang dan
nilai indeks pastisitas.
dapat menyebar,
dibuktikan dengan
meningkatnya nilai
senyawa penyusun
kapur CaO pada uji
XRF 10,57%
menjadi 23,25%.
4. Wiliam Nico
Gunawan, dkk
2018 Anaisis stabilisasi
tanah rawa terhadap
embankment jalan tol
manado bitung
dengan menggunakan
semen yang
dipadukan dengan
abu terbang (fly ash).
Nilai kohesi dari
tanah rawa seteah
distabilisasi
meningkat secara
drastis, sehingga
menyebabkan tanah
rawa mampu
menahan beban
embankment dan
jalan tol yang besar,
niai CBR terndam
dari tanah rawa
setelah distabilisasi
meningkat secara
drastis. Ha ini
menyebabkan tanah
rawa setelah
distabilisasi
menggunakan
campuran semen dan
abu terbang (fly ash)
menjadi tanah yang
tergolong sangat
kuat. Niai factor
keamanan yang
didapatkan setelah
tanah distabilisasi
menggunakan
8
Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu
No. Nama Peneiti Tahun
Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
4. Wiliam Nico
Gunawan, dkk
2018 Anaisis stabilisasi
tanah rawa terhadap
embankment jalan tol
manado bitung
dengan menggunakan
semen yang
dipadukan dengan abu
terbang (fly ash).
campuran semen dan
abu terbang (fly ash)
pada semua kondisi
campuran adalah lebih
dari satu. Hal ini
menunjukkan
kestabilan ereng
dikatakan aman.
5. Andreas
Gunarso, dkk
2017 Stabilisasi tanah
lempung ekspansif
dengan campuran
NaOH 7,5%.
Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa
indeks propertis tanah
asli dan tanah
stabilisasi mengalami
peningkatan, sedangkan
hasil untuk pengujian
kuat tekan bebas
menunjukkan
penurunan nilai qu dan
Cu.. Pada hasil
pengujian swell
potential dan swell
pressure antara tanah
asli dan tanah
stabilisasi tidak
mengalami perubahan
yang signifikan.
6. Herry
Widiarto, dkk
2015 Stabilisasi tanah
lempung ekspansif
dengan menggunakan
campuran abu sekam
dan kapur.
Nilai indeks plastisitas,
IP, mengalami
penurunan sebesar
59,35 % pada
campuran abusekam
dan kapur sebesar 6%.
Semakin besar
prosentase campuran
9
Tabel 2.1 lanjutan Penelitian terdahulu
No. Nama Peneiti Tahun
Penelitian Judul Penelitian Hasil Penelitian
6. Herry
Widiarto, dkk
2015 Stabilisasi tanah
lempung ekspansif
dengan
menggunakan
campuran abu
sekam dan kapur.
abu-sekam dan kapur,
nilai kepadatan kering,
yd semakin bertambah.
Penurunan swelling
terjadi cukup besar
pada prosentase 4%
campuran abu-sekam
dan kapur
dan pada penambahan
prosentase campuran
(>4%) pengurangan
swelling relatif kecil.
Nilai CBR semakin
meningkat dengan
semakin bertambahnya
prosentase abu-sekam
dan kapur.
Dalam penelitian ini dibahas tentang pengaruh campuran abu batang
tebuterhadap sifat tanah lempung ekspansif yang diambil dari daerah Surabaya
Barat, yang meliputi kekuatan (strength), karakteristik, swelling, dan shrinkage
polential.
2.2. Tanah Lempung Ekspansif
Tanah ekspansif secara umum didefinisikan sebagai tanah yang menyusut dan
mengembang pada kondisi kelembaban yang berubah-ubah. Bila kadar airnya
bertambah maka tanah tersebut akan mengembang (swell) dan bila sebaliknya
maka tanah tersebut cenderung untuk menyusut (shrink). Karakteristik tanah
ekspansif dipengaruhi oleh dua hal, yaitu faktor mikroskopik dan faktor
makroskopik. yang dimaksud dengan faktor mikroskopik mineralogi tanah dan
perilaku kimiawi tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan faktor makroskopik
adalah properti tanah secara fisik, antara lain plastisitas dan berat volume tanah,
Faktor makroskopik tanah ekspansif dipengaruhi oleh perilaku mikroskopiknya
(Chen, 1985).
Ada beberapa hal yang termasuk faktor mikroskopik tanah ekspansif yang
menyebabkan tanah ekspansif mengalami kembang susut, antara lain mineralogy
10
tanahnya, perilaku kimiawi tanah, dan jumlah exchangeable cation (cation
exchange capacity) serta besarnya specific starface dari partikel tanah (Chen,
1985).
Karakteristik makro tanah ekspansif adalah yang biasanya menunjukkan
perilaku kembang susut tanah. Batas Atterberg merupakan salah satu parameter
termasuk karakteristik makro tanah yang dapat digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui potensi kembang susut tanah.
Dilihat dari skala makronya, karakteristik tanah ekaspansif yang berpotensi
besar untuk mengalami kembang susut, secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
Mempunyai harga batas cair dan indeks plastisitas tinggi.
Mempunyai kandungan karbon organic, clay, montmorillonite yang
benar.
Arah atau deformasi volume biasanya bersifat isotropic.
Mineralogi tanah dapat dibagi berdasar struktur mineralnya. Untuk tanah
lempung ada 3 kelompok struktur mineral tanah, yaitu:
Kelompok kaolinite, yang umumnya tidak mempunyai sifat ekspensif.
Kelompok Mica-lite, termasuk Illite dan vermiculite, yang sedikit
dapat bersifat ekspansif.
Kelompok Smectite, termasuk Montmonllonite inilah yang disebut
tanah yang ekspensif.
Identifikasi tenah ekspansif pada awal penyelidikan tanah diperlukan untuk
melakukan metode pengujian yang lebih tepat di laboratorium. Klasifikasi yang
berdasarkan pada index properties tanah seperti kandungan lempung dan plastisitas
adalah yang paling umum diterapkan dalam praktek untuk mengidentifikasi tanah
ekspensif. Plasticity index (PI) adalah parameter yang paling sering digunakan
karena karakteristik plastisitas dan sifat perubahan volume tanah berkaitan erat.
Adapun indetifikasi dan klasifikasi dapat dilihat pada table - tabel yang tersedia
dibawah ini.
Salah satunya yang dilakukan oleh Skemptom (1953), dengan mendefinisikan
sebuah parameter yang disebut Aktivitas (A).
A = 𝑃𝐼
% 𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑟𝑖 2 𝜇𝑚 (2.1)
Keterangan : A = Aktivitas
PI = Plasticity indeks
Skempton menggunakan tiga kategori aktivitas, yaitu :
A < 0,75 tidak aktif
0,75< A < 1,25 normal
A > 1,25 aktif
11
Lempung yang aktif mempunyai potensi pengembangan yang besar. Nilai tipikal
aktivitas beberapa mineral lempung dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Aktivitas Mineral Lempung
Mineral Aktivitas
Kaolinite 0.33-0.46
Illite 0.9
Montmorillonite (Ca) 1.5
Montmorillonite (Na) 7.2
(Sumber : Skempton, 1953)
Kaolinite mempunyai potensi pengembangan yang kecil karena lebih kecil dari
0,75 atau berada di kategori tidak aktif, Illite mempunyai potensi pengembangan
yang sedang karena 0,75 < 0,9 (aktivitas table 2.2)< 1,25 atau berada di kategori
normal, Montmorillonite (Ca) dan Montmorillonite (Na) mempunyai potensi
pengembangan yang besar karena 1,5 dan 7,2 (aktivitas table 2.2) > 1,25 atau
berada dikategori normal.
Tabel 2.3 Identifikasi Masalah Tanah Ekspansif
Umumnya tidak
ekspansif
Ada masalah ekspansif
PI < 20 > 32
Batas Susut (SL) > 13 < 10
Free Swell < 50 > 100
(Sumber : Wiscman, 1985)
PI jika lebih kecil dari 20maka tidak ekspansif, bila PI lebih besar dari 32 maka ada
masalah ekspansif. Batas Susut (SL) jika lebih besar dari 13maka tidak ekspansif,
bila Batas Susut (SL) lebih kecil dari 10 maka ada masalah ekspansif. Free Swell
jika lebih kecil dari 50 maka tidak ekspansif, bila Free Swell lebih besar dari 100
maka ada masalah ekspansif.
Tabel 2.4 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Kadar Koloid,PI dan Shrinkage Limit
Kadar
Koloid PI SH Limit
% Perubahan
Volume Total
Derajat
Ekspansif
> 28 > 35 < 11 > 30 Sangat Tinggi
20-31 25-41 7-12 20-30 Tinggi
13-23 15-28 10-16 10-20 Medium
< 15 < 18 > 15 < 10 Rendah
(Sumber : Holtz dan Gibbs, 1956)
12
Klasifikasi tanah ekspansif berdasarkan kadar koloid, PI, shrinkage limit ialah
menentukan derajat ekspansif, diantaranya adalah “sangat tinggi, tinggi, medium
dan rendah”.
Tabel 2.5 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Shrinkage Limit
Linear Shrinkage SL (%) Swell (%) Derajat Ekspansif
< 5 > 12 < 0.5 Non Kritikal
5-8 10-12 0.5-1.5 Marginal
> 8 < 10 > 1.5 Kritikal
(Sumber : Altmeyer, 1955)
Klasifikasi tanah ekspansif berdasarkan shrinkage limit yang terdiri dari percobaan
linear shrinkage, batas susut, dan swell, untuk mencari derajat ekspansif
diantaranya ialah “non kritikal, marginal, dan kritikal.
Tabel 2.6 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Prosentase Butiran Tanah yang
Lolos Ayakan No.200, LL, dan Standart Penetration Resistance
Prosentase
Butiran
Tanah yang
Lolos Ayakan
no.200
LL (%) Standart
Penetration
Resistance
(Blows/ft)
% Perubahan
Volume Total
Derajat
Ekspansif
> 95 > 60 30 > 10 Sangat Tinggi
60-95 40-60 20-30 3-10 Tinggi
30-60 30-40 10-20 1-5 Medium
< 30 < 30 < 10 < 1 Rendah
(Sumber: Chen, 1965)
Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Prosentase Butiran Tanah yang Lolos
Ayakan No.200, LL, dan Standart Penetration Resistancemenentukan derajat
ekspansif, diantaranya “sangat tinggi, tinggi, medium, dan rendah”.
Tabel 2.7 Klasifikasi Tanah Ekspansif Berdasar Index Plastisitasnya
Swell Potential PI
Rendah 0-15
Medium 10-35
Tinggi 20-55
Sangat Tinggi > 35
(Sumber :Chen, 1988)
13
Jika PI 0-15 maka swell potential rendah, semakin besar PI maka semakin
tinggi swell potentialnya
Tabel 2.8 Derajat Ekspansif Berdasar Indeks Plastisitas dan Batas
Shrinkage
Indeks Plastisitas (%) Indeks Shrinkage (%) Derajat Ekspansif
< 12 < 15 Rendah
12-23 15-30 Medium
23-32 30-40 Tinggi
> 32 > 40 Sangat Tinggi
(Sumber : Roman, 1967)
Derajat ekspansif berdasarkan indeks plastisitas dan indeks shrinkage, semakin
tinggi nilainya semakin tinggi derajat ekspansif.
Tabel 2.9Hubungan Antara Indeks Plastisitas dengan Swelling Potential
Swelling Potential PI (%) Swelling Pressure (KPa)
Lemah 0-15 50
Sedang 15-25 150-250
Tinggi 25-55 250-500
Sangat Tinggi > 55 > 1000
(Sumber : Costet dan Sanglerat, 1981)
Jika PI 0-15 dan swelling pressure 50 maka swelling potentialnya lemah, semakin
tinggi nilai PI dan swelling pressure maka semakin tinggi swelling potentialnya.
Mineral lempung yang tersusun dalam partikel lempung dapat berbentuk
seperti lembaran yang mempunyai permukaan khusus. Umumnya, terdapat kira-
kira 15 macam mineral yang diklasifikasikansebagai mineral lempung (Kerr,
1959). Di antaranya terdiri dari montmorillonite. Susunan kebanyakan tanah
lempung terdiri dari silika tetrahedradan aluminium oktahedra (Gambar 2.1a).
Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam
kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substitusi isomorph. Kombinasi dari
susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng disajikan dalam symbol, dapat
dilihat pada Gambar 2.1b.
Montmorillonite, disebut juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk
oleh dua lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar2.2a).
Lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra
tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk lapisan
tunggal (Gambar 2.2b). Dalam lembaran oktahedra terdapat subsitusi parsial
14
aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der waals yang lemah
diantara ujung lembaran silika dan terhadap kekurangan muatan negatif dalam
lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan
memisahkan lapisannya. Jadi, Kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu
tertentu mempunyai gaya Tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang
mengandung montmorillonite sangat mudahmengembang oleh tambahan kadar air,
yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan
perkerasan jalan.
Gambar 2.1 Mineral-mineral lempung
(sumber : www.tekniksipil.com)
Gambar 2.2 Diagram skematik Struktur Atom
(a) Diagram skematik struktur montmorillonite (Lambe, 1953)
(b) Struktur atom montmorillonite (Grim, 1959)
15
2.3. Teori Pengujian Tanah
2.3.1. Pengujian Kadar Air Tanah
Kadar air merupakan perbandingan antara berat air yang terkandung dalam
tanah dengan berat butiran tanah kering yang dinyatakan dalam persen (%).
Pengujian kadar air dalam praktikum ini menggunakan standar ASTM D2216-92
(1996).
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran mineral-mineral
padat yang tidak tersementasi satu sama lainnya serta terletak diatas batuan batuan
dasar. Ikatan butiran relatif lemah yang disebabkan karena adanya ruang (rongga)
diantara pertikel-pertikel butiran pada tanah. Ruang tersebut berisi air dan udara
malah bisa kedua duanya.
Apabila tanah sudah benar-benar kering maka tidak akan ada air sama sekali
dalam porinya. Keadaan ini jarang ditemukan di tanah yang masih dalam keadaan
asli/tanah dilapangan. Air hanya dapat dihilangkan dari tanah apabila kita ambil
tindakan khusus untuk maksud itu, misalnya dengan memanaskan didalam oven.
Penyelidikan tanah yang memadai merupakan suatu pekerjaan pendahuluan yang
sangat penting pada perencanaan sebuah proyek. Oleh sebab itu perlu dilakukan uji
kadar air pada tanah agar derajat kejenuhan pada tanah jangan sampai dikacaukan
dengan kadar, yaitu perbandingan antara berat air dalam contoh tanah dengan berat
butir.
Segumpal tanah dapat terdiri dari 2 hingga 3 bagian.saat kondisi
kering,.kondisi jenuh air, tanah terdiri dari dua bagian yakni butiran tanah dan air
pori. Pada kondisi natural, tanah terdiri dari tiga bagian, yakni butir tanah, pori
udara dan air pori. Hubungan berat dan volume yang digunakan dalam mekanika
tanah adalah : kadar air, porositas, angka pori, berat volume, berat jenis derajat
kejenuhan dan lain-lain.
Tabel 2.10 Contohhasil Pengujian Kadar Air Tanah
No. Parameter A B
1. Berat Cawan (gram) 5.67 5.22
2. Berat Cawan + Tanah basah (gram) 59.67 58.33
3. Berat Cawan + Tanah Kering (gram) 59.5 58.16
4. Berat Air (gram) 0.17 0.17
5. Berat Tanah Kering (gram) 53.83 52.94
6. Kadar Air (%) 0.3158 0.3211
7. Kadar Air Rata-Rata (%) 0.3184636
Pada pengujian ini didapatkan hasil persentase kadar air sisa yang berada di dalam
sampel tanah rawa yang telah diambil dan dijemur (sumber Wiliam Nico Gunawan,
2018).
16
2.3.2. Pengujian Berat Isi Tanah
Menurut Harjowigeno (1987) Berat isi tanah adalah berat suatu volume tanah
dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram/cm3. Kalau dalam berat jenis tanah
yang dimaksud dalam volume tanah, hanya volume padatan tanah saja, sedangakan
untuk berat isi volume tanah dalam hal ini termasuk dalam bahan padat dan ruang
pori.
Faktor yang mempengaruhi berat isi tanah adalah besarnya ruang pori tanah,
semaki besar ruang pori total tanah akan semakin kecil berat isi tanah. Tanah
berpasir dan lempung berpasir umumnya berkisar antara 1,2 – 1,8 g/cm3.
Sedangakan tanah yang lebih halus antara 1,0 – 1,6 g/cm3.
Berat isi tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang sering ditetapkan
karena berkaitan erat dengan perhitungan penetapan sifat-sifat fisik tanah lainnya,
seperti retensi air (pF), ruang pori total (RPT), coefficient of linier extensibility
(COLE), dan kadar air tanah. Kita perlu mengetahui berat isi tanah dan sifat-sifat
fisik tanah lainnya karen dalam bidang pertanian Data sifat-sifat fisik tanah
tersebut diperlukan dalam beberapa aspek budidaya seperti optimalisasi
pengolahan tanah, perhitungan penambahan kebutuhan air, pupuk, kapur, dan
pembenah tanah pada satuan luas tanah sampai kedalaman tertentu selain itu berat
isi tanah juga erat kaitannya dengan tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar
tanaman menembus tanah.
2.3.3. Pengujian Berat Jenis Tanah
Menurut Christiady,1992 Berat jenis tanah adalah angka perbandingan antara
berat butir tanah dan beratisi air suling dengan isi sama pada suhu 40C. Peralatan
yang digunakan dalam pengujian ini antara lain piknometer atau botol ukur,
saringan, thermometer, oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu, alat pendingin
dll. Prosedur pengujian meliputi tahapan pengeringan benda uji di dalam oven
selama 24 jam dan penimbangan, selanjutnya benda uji dimasukkan kedalam
piknometer lalu timbang lagi dan seterusnya. Berat jenis adalah perbandingan
relative antara massa jenis sebuah zat dengan massa jenis air murni. Air murni
bermassa jenis 1 g/cm³ atau 1000 kg/m³.
2.3.4. Pengujian Atterberg Limit
Atterberg Limit diciptakan oleh Albert Atterberg seorang kimiawan Swedia,
yang kemudian diperbaharui oleh Arthur Casagrande. Limit ini adalah Perhitungan
dasar dari tanah butir halus. Apabila tanah butir halus mengandung mineral
lempung, maka tanah tersebut dapat di remas-remas (remolded) tanpa
menimbulkan retakan. Sifat kohesif ini disebabkan karena adanya air yang terserap
di sekeliling permukaannya.
17
Atterberg mengenbangkan metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah
butir halus pada kadar air yang bervariasi. Berdasaarkan pada jumlah air pada
tanah, tanah dapat dipisahkan dalam 4 keadaan dasar : solid, semi-solid, plastis,
dan cair.
Setiap tingkat mempunyai kepadatan dan tingkah laku tanah berbeda-beda dan
begitu juga properti teknisnya. Batas perbedaan antara setiap bentuk dapat
ditentukan berdasarkan perubahan kebiasaan tanah tersebut. Atterberg dapat
digunakan antara silt dan clay, yang dapat dibedakan lagi menjadi beberapa bagian
pada setiap jenisnya.
Gambar 2.3 contoh pengujian hubungan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan
prosentase abu-sekam dan kapur
(sumber : Herry Widhiarto, 2015)
Dari contoh uji konsistensi (atterberg limit), nilai Indeks Plastisitas (IP) mengalami
penurunan cukup besar pada kadar abu-sekam dan kapur optimum sebesar 6%
seperti terlihat pada gambar 2.3.
2.3.5. Pengujian Pemadatan Tanah
Pemadatan pada tanah adalah proses memperkecil ruangan pori dengan
menggunakan beban dinamis yang dipengaruhi oleh mekanisme pergerakan dari
partikel padatnya. Pada setiap standar pemadatan yang digunakan akan diperoleh
nilai kadar air optimum (optimum moisture content) yang menghasilkan kepadatan
maksimum (berat volume kering maksimum). Pada kadar air lainnya, baik di
daerah kering atau di daerah basah terhadap kadar air optimumnya, akan diperoleh
kepadatan yang lebih kecil dari kepadatan maksimumnya. Makin jauh dari kadar
air optimumnya, maka kepadatan yang akan didapatkan akan semakin kecil pula.
Tujuan dari pemadatan tanah adalah:
18
1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas)
3. Mengurangi permeabilitas
4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan
lain-lain.
Gambar 2.4 Contoh pengujian Hubungan antara kepadatan kering, yd dengan
prosentase abu-sekam dan kapur
(sumber : Herry Widhiarto, 2015)
Pada uji pemadatan (proctor test), seperti terlihat pada gambar 2.5, semakin besar
prosentase campuran (abu-sekam dan kapur) semakin besar nilai berat volume
kering, yd yang dihasilkan.
2.3.6. Pengujian CBR
CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang
dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip pengujian ini
adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji. Dengan
cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan
untuk membuat perkerasan.
Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-1989. Nilai
kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi
setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.
Pengujian CBR adalah perbandingan antara beban penetrasi suatu bahan
terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama.
Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1 inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci
dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI
03-1744-1989 diambil hasil terbesar.
19
Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang diperlukan
untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas 3 inch2 dengan
kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan untuk menembus
bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR ini adalah untuk
mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan. Untuk menentukan
kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR diperoleh nilai yang
kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan yang diperlukan di atas
lapisan yang nilai CBRnya tertentu (Wesley,1977) Dalam menguji nilai CBR tanah
dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada kontruksi jalan baru
merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian yang sudah dipadatkan
sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan maksimum. Dengan demikian
daya dukung tanah dasar tersebut merupakan nilai kemampuan lapisan tanah
memikul beban setelah tersebut tanah dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana
titik dan karena disiapkan di laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin
tinggi nilai CBR tanah (subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin
tipis dan semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin
tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap
penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).Nilai CBR =
(PI/70,37) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 )
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm
(0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi).
Nilai CBR =PI/105,56) x 100 % ( PI dalam kg / cm2 ).Dari kedua
hitungan tersebut digunakan nilai terbesar.
CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :
a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)
b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)
Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih
sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar
dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.Sedang dari hasil
pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu
menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.
20
Gambar 2.5 Contoh pengujian Hubungan antara nilai CBR dengan prosentase
abu-sekam dan kapur
(sumber : Herry Widhiarto, 2015)
Dari uji CBR, seperti terlihat pada gambar 2.6, nilai CBR semakin naik seiring
denganbertambahnya prosentase campuran abu-sekam dan kapur.
2.4. Abu Ampas Tebu
Industri pembuatan gula yang menggunakan tanaman tebu sebagai bahan
utamanya menghasilkan limbah yang disebut ampas tebu. Ampas tebu kering
banyak digunakan sebagai bahan bakar pada proses produksi gula. Pembakaran
ampas tebu tersebut menyisakan abu ampas tebu. Abu ampas tebu ini mengandung
silika yang cukup tinggi sehingga sangat menguntungkan karena pada kondisi yang
sesuai dapat bereaksi dengan kapur membentuk calsium silika hidrat.
Abu ampas tebu adalah abu yang diperoleh dari ampas tebu yang telah diperas
niranya dan telah melalui proses pembakaran. Adapun proses terjadinya abu ampas
tebu adalah sebagai berikut :
Batang-batang tebu tersebut digiling untuk dikeluarkan air gulanya
sehingga tersisa ampas tebu yang dalam keadaan kering.
Ampas tebu ini kemudian diangkut ke dapur pembakaran.
Apabila ampas tebu tersebut telah terbakar halus/ habis abu tersebut
dikeluarkan dari dapur pembakaran untuk kemudian dibuang. Abu inilah
yang merupakan limbah yang akan dimanfaatkan sebagai substitusi parsial
semen dalam campuran tanah lempung ekspansif.
top related