bab ii tinjauan teori 1. konsep dasar masa nifas a....
Post on 06-Feb-2018
224 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Teori Medis
1. Konsep Dasar Masa Nifas
a. Definisi
Masa nifas (puerpurium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta lahir
dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum
hamil).Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Selama masa pemulihan
tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik
maupun psikologis (Sulistiyawati,2009).
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.Lama masa nifas ini
6-8 minggu. Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimun) tidak ada batas
waktunya, bahkan bisa jadi waktu dalam yang relatif (Purwanti,2012).
Masa nifas (puerpurium), berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya
bayi dan parous yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan
(Saleha,2009).
Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu(Varney,2009).
b. Tahapan Masa Nifas
1) Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir dengan sampai 24 jam.Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya pendarahan pasca atonia uteri.Oleh karena
itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
pengeluaran lokia,tekanan darah dan suhu.
2) Periode early postpartum(24 jam-1 minggu )
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,tidak ada
pendarahan,lokea berbau busuk,tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3) Periode late postpartum (1 minggu – 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari
serta melakukan konseling KB(Saleha,2009).
c. Asuhan dalam Masa Nifas
1) Meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis bagi ibu dan bayi
Dengan diberikan asuhan,ibu akan mendapatkan fasilitas dan dukungan dalam
upaya untuk menyesuaikan peran barunya sebagai ibu.
2) Pencegahan,diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu
Dengan diberikannya asuhan pada ibu nifas, kemungkinan munculnya
permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat terdeteksi sehingga
penanganannya pun dapat lebih maksimal.
3) Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlu
Meski ibu dan keluarga mengetahui ada permasalahan kesehatan pada ibu nifas
yang memerlukan rujukan, namun tidak semua keputusan yang diambil
tepat,misalnya mereka lebih memilih untuk tidak datang kefasilitas pelayanan
kesehatan karena pertimbangan tertentu.
4) Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu,serta kemungkinan ibu untuk
mampu melaksanakan perannyadalam situasi keluarga dan budaya yang khusus
Pada saat memberikan asuhan nifas,keterampilan seorang bidan sangat dituntut
dalam memberikan pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga.
5) Imunisasi ibu terhadap tetatus
Dengan pemberian asuhan yang maksimal pada ibu nifas.Kejadia tetatus dapat
dihindari,meskipun untuk saat ini angka kejadian tetanus sudah banyak
mengalami penurunan.
6) Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak,serta
peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak saat bidan
memberikan asuhan pada masa nifas,materi dan pemantauan yang diberikan
tidak hanya sebatas pada lingkup permasalahan ibu,tetapi bersifat menyeluruh
terhadap ibu dan anak (Sulistiyawati,2009).
d. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Tujuan dari pemberian asuhan kebidanan pada masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya,baik fisik maupun psikologis
2) Mendeteksi masalah,mengobatidan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun banyinya.
3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri,nutrisi,KB,cara dan manfaat menyusui,imunisasi,serta perawatan bayi
sehati-hari.
4) Memberikan pelayanan KB(Mufdilah,2009).
e. Peran Bidan pada Masa Nifas
Peran dan tangung jawab bidan dalam masa nifas sebagai berikut:
1) Memberi dukungan yang terus-menerus selama masa nifas yang baik dan sesuai
dengan kebutuhan ibu agar mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama
persalinan dan nifas.
2) Sebagai promotor hubungan yang erat antara ibu dan bayi secara fisik maupun
psikologi.
3) Mengkondisikan ibu untuk menyusui bayinya dengan cara meningkatkan rasa
nyaman(Anggraini, 2009).
f. Perubahan-perubahan yang terjadi selama nifas
Perubahan fisiologis
1) Involusi
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan
uterus dan jalan lahir setelah bayi lahir sehingga mencapai keadaan semula
seperti sebelum hamil. Proses involusi terjadi karena adanya:
a) Autolysis
Yaitu penghancuran otot-otot uterus yang tumbuh karena hiperplasi dan
jaringan otot membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima
kali lebih tebaldari sewaktu masa hamil akan susut kembali mencapai
keadaan semula.
b) Aktifitas otot-otot
Yaitu adanya kontraksi dan retraksi dari otot setelah anak lahir yang
diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya
pelepasan plasenta.
c) Ischemia
Yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada jaringan
otot uterus(Saleha,2009).
2) Lochea
Lochea merupakan suatu cairan atau secret yang keluar dari kavum vagina
dimasa nifas.
Macam-macam lochea antara lain:
a) Lochea rubra ataulochea krueta
Berwarna merah segar; terdiri atas darah segar, sisa selaput ketuban, sel
desidua, vernik lanugo dan mekonium; terjadi selama dua hari postpartum.
b) Lochea sanguilenta
Berwarna merah kekuningan berisi cairan dan lendir, terjadi pada hari ke3-7
postpartum.
c) Lochea serosa
Berwarna kuning,kadang tidak berwarna, terjadi pada hari ke7-14 postpartum.
d) Lochea alba
Cairan berwarna putih, terjadi pada lebih dari 6 minggu postpartum.
e) Lochea purulenta
Keluar cairan seperti nanah, berbau busuk, menunjukkan adanya
infeksi(Anggraini,2010).
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasidan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium
2,5mmmempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput
janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan
pada bekas implantasi plasenta.
4) Servik
Perubahan yang terjadi pada servik ialahbentuk servik sedikit menganga seperti
corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang
dapat mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga
seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan servik berbentuk semacam
cincin(Sulistiyawati,2009).
5) Sistem pencernaan
Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam
setelah persalinan. Kalsium amat penting bagi gigi pada kehamilan dan masa
nifas, dimana masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalium karena
meningkatnya kebutuhan kalium pada ibu(Saleha,2009).
6) Sistem perkemihan
Pelvis ginjal dan ureter yang tertegang dan berdilatasi selama kehamilan kembali
normal pada minggu keempat setelah melahirkan. Perkemihankurang lebih 40%
wanita nifas mengalami proteinuria yang non patologis sejak pasca melahirkan
(Sujiatini,2009).
7) Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terhadap perubahan sistem endokrin,
terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut
(Purwanti,2012).
g. Perubahan tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celsius. Sesudah partus
dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celsius dari keadaan normal, namun tidak
akan lebih dari 8 derajat celsius. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya
suhu badan akan kembali normal. Bila suhu 38 derajat celsius, mungkin terjadi
infeksi pada klien(Saleha,2009).
2) Nadi dan pernafasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus dan dapat terjadi
bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada
pendarahan berlebih atau vitium kordis pada penderita. Pada nifas umumnya
denyut nadi stabil dibandingakan dengan suhu tubuh, sedangkan pernafasan
sedikit meningkat setelah partus kemudian akan kembali seperti keadaan
semula(Purwanti,2012).
3) Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang
dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang
menyertainya dalam ½ bulan tanpa pengobatan(Sulistiyawati,2009).
h. Komplikasi pada nifas
Masa nifas merupakan masa yang paling rawan bagi ibu, sekitar terjadi 60%
kematian ibu terjadi setelah melahirkan dan hampir 25% dari kematian ibu pada
masa nifasyang terjadi pada 24jam pertama setelah persalinan (Saleha,2009).
1) Infeksi nifas
Infeksi puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan,
biasanya pada endometrium bekas insersi plasenta.
2) Pendarahan nifas
3) Infeksi saluran kemih
4) Puting susu lecet
5) Payudara bengkak
6) Mastitis
2. Perdarahan postpartum primer
a) Pengertian
1) Perdarahan postpartum merupakan perdarahan yang volumenya melebihi 400-
500 cc, kondisi dalam persalinan menyebabkan sulit untuk menentukan jumlah
perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban dan serapan
pakaian atau kain alas tidur. Pada periode ini pasca persalinan, sulit untuk
menentukan terminologi berdasarkan persalinan yang terdiri dari kala I dan IV
sehingga memerlukan adanya pengawasan yang intensif dan penanganan yang
tepat untuk mencegah terjadinya syok perdarahan (Nugroho,2012).
2) Perdarahan postpartum merupakan perdarahan 500 ml setelah bayi lahir.
Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat
(Prawiroharjo,2009).
b) Klasifikasi klinis
Menurut Anggraini (2010:90), perdarahan pasca persalinan dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Perdarahan postpartum primer (Early Postpartum Hemorrhage) perdarahan
postpartum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
dengan jumlah 500 cc atau lebih setelah kala III.
2) Perdarahan postpartum sekunder (Late postpartum Hemorrhage) perdarahan
postpartum sekunder adalah perdarahan yang terjadi sesudah 24 jam pertama
dengan jumlah 500 cc atau lebih.
c) Etiologi
Penyebab perdarahan postpartumantara lain :
1) Retensio sisa plasenta
Sisa plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam
rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum
(Nugroho,2012).
2) Inversio uteri
Merupakan keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun keluar
lewat ostium uteri eksternum, yang bersifat inkomplit sampai komplit (
Nugroho,2012).
3) Laserasi jalan lahir
Merupakan robekan yang terjadi pada perineum, vagina atau uterus dapat
terjadi secara spontan maupun akibat tindakan manipulatif pada pertolongan
persalinan (Taufan,2009)
4) Retensio plasenta
Merupakan keadaan belum lahirnya plasenta hingga atau lebih 30 menit
setelah bayi baru lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus(Prawiroharjo,2009).
5) Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi yang menyebabkan
uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi
plasenta setelah bayi dan plasenta lahir(Prawiroharjo,2009).
3) Atonia uteri
a) Pengertian
Atoni uterus adalah uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan postpartum (Anggraini,2010).
Atonia uterus adalah kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan
tidak mampu menjalankan kemampuan dalam fungsi oklusi pembuluh darah.
Akibat dari atonia uteri adalah terjadinya perdarahan.
Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang
terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas
keseluruhan. Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan yang tengah
merupakan bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan
perdarahan pasca persalinan.
Miometrium lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga tiap buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan.
Setelah partus dengan adanya susunan otot seperti tersebut diatas, jika
otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium
untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.
Atonia uteri merupakan penyebab tersering dari pendarahan pasca
persalinan. Sekitar 50-60% perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia
uteri (Yanti,2009).
b) Faktor predisposisi
Menurut Yanti (2009:226-229), faktor-faktor predisposisi atoni uterus
antara lain:
1) Induksi oksitosin atau augmentasi
2) Persalinan dan pelahiran cepat atau presipitus
3) Kala satu dua persalinan yang memanjang
4) Grande multiparitas
5) Mempunyai riwayat atonia uterus/pendarahan persalinan lalu
6) Kelainan uterus
7) Hipertensi dalam kehamilan
8) Infeksi uterus-anemia berat
9) Penggunaan oksitosin yang berlebih
10) Pimpinan kala III yang salah
c) Tanda dan gejala
1) Uterus tidak berkontraksi
2) Perdarahan segera setelah plasenta lahir
d) Diagnosis
Uterus membesar dan lembek saat dipalpasi
e) Pemeriksaan
1) Pemeriksaan fisik: pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat, ekstremitas dingin serta nampak darah keluar
dari vagina terus menerus.
2) Pemeriksaan obstetri: mungkin kontraksi uterus lembek, uterus membesar
bila ada atonia uteri.
f) Tindakan persiapan.
Antisipasi pendarahan pascapartum segera sebagai akibat atonia uterus
memungkinkan bidan mengambil tindakan persiapan yang paling cepat untuk
mencegah dan mengontrol sebanyak mungkin pendarahan yang hilang. Tindakan
persiapan tersebut mencakup di bawah ini:
1) Buat keputusan tentang dan hati-hati mengenai tempat pelahiran.
2) Wanita memiliki kombinasi dua atau lebih faktor predisposisi, wanita harus
dibawa ke rumah sakit.
3) Ingatkan dokter konselen untuk mewaspadai kemungkinan perdarahan
pascapartum sehingga mereka siap menerima panggilan jika diperlukan.
4) Ingatkan staf keperawatan terhadap kemungkinan perdarahan pascapartum dan
minta mereka sudah mengambil dan siap memberi resep kepada anda untuk
obat-obat oksitosin yang digunakan segera setelah pelahiran plasenta.
5) Pastikan infus intravena dimulai dengan jarum 16guage dan rute vena ini paten
pada saat persalinan. Gunakan dekstrosa 5% dalam larutan RL.
6) Periksa golongan darah dan lakukan silang persiapan unuk mendapatkan darah
jika diperlukan.
7) Pastikan kandung kemih kosong pada saat pelahiran(Prawiroharjo,2009).
g) Langkah penatalaksanaan
Pendarahan harus minimal jika uterus wanita berkontraksi dengan baik
setelah pelahiran plasenta. Tetapi, sebaliknya jika ada aliran menetap(seperti
aliran kecil) atau pancaran kecil darah dari vagina, bidan harus mengambil
langkah berikut untuk menangani kedaruratan ini:
1) Periksa konsentrasi uterus, yang merupakan langkah pertama, karena 80-90%
pendarahan pascapartum segera berhubungan dengan atonia uterus.
2) Jika uterus bersifat atonik, masase untuk menstimulasi kontraksi sehingga
pembuluh darah yang mengalami pendarahan pada sisi plasenta akan berligasi.
3) Jika uterus gagal berkontaksi segera setelah masase dilakukan:
a) Masase uterus+ pemberian uterotonika (infus oksitosin 10 IU s/d 100 IU
dalam 500 ml Dextrosa 5%, 1 ampul Ergometrin I.V, yang dapat diulang 4
jam kemudian, suntikan prostaglandin.
b) Lakukan kompresi bimanual sebagai tambahan stimulasi kontraski
uterusyang meligasi pembuluh darah pada sisi plasenta, kompresi bimanual
memberi tekanan kontinus pada vena uterus dan segmen bawah uterus, yang
merupakan tempat lain perdarahan.
c) Pastikan IV paten, atau meminta perawat memulai dengan jarum 16-gauge
dan dektrosa 5% dalam larutan RL yang ditambahkan 10 unit pitocin per
500ml larutan. Jika wanita terpasang IV paten, minta perawat menambahkan
pitocin kelarutan IV dengan proposi yang telah ditulis.
4) Jika pendarahan wanita tidak terkendali:
a) Minta perawat untuk melakukan panggilan ke dokter konsulen anda.
b) Lanjutkan kompresi bimanual.
c) Meminta perawat untuk memantau tekanan darah wanita dan nadi untuk
tanda-tanda syok.
5) Periksa plasenta untuk memastikan jika ada fragmen plasenta atau kotiledon
tertinggal dan untuk menetapkan apakah eksplorasi uterus perlu dilakukan.
6) Jika fragmen plasenta atau koteledon hilang, lakukan eksplorasi uterus. Uterus
harus benar-benar kosong agar dapat berkontraksi secara efektif.
7) Jika uterus kosong dan berkontraksi dengan baik, tetapi perdarahan berlanjut,
periksa wanita untuk mendeteksi laserasi servik, vagina, dan purperium karena
ini mungkin penyebab perdarahan. Ikat sumber perdarahan dan jahit laserasi.
8) Jika wanita mengalami syok(penurunan tekanan darah; peningkatan denyut
nadi; pernafasan cepat dan dangkal; kulit dingin lembab, posisikan wanita pada
posisi syok trendelenbrug, selimuti dengan selimut hangat, beri oksigen dan
programkan darah ke ruangan.
9) Pada kasus ekstrim dan sangat jarang ketika perdarahan semakin berat, nyawa
wanita berada dalam bahaya, dan dokterbelum datang, lakukan kompresi aortik
pada wanita yang relatif kurus. Tindakan ini melibatkan kompresi aorta per
abdomen terhadap tulang belakang(Varney,2009).
10) Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan jika upaya-upaya diatas tidak dapat
menghentikan perdarahan. Tindakan operatif yang dilakukan adalah:
a) Ligasi arteri uterina
b) Ligasi arteri hipogastrika dan uteri uterina, dilakukan untuk yang masih
menginginkan anak
c) Histerektomi
B. Teori Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen adalah membuat pekerjaan selesai (getting thing done). Prinsip
yang mendasari batasan ini adalah “komitmen pencapaian” yakni komitmen untuk
melakukan kegiatan yang bertujuan, bukan semata-mata kegiatan. Manajemen adalah
mengungkapkan apa yang hendak dikerjakan, kemudian
menyelesaikannya(Mufdlilah,2009).
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam
penerapan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisis
data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Menurut Varney (1997), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu
upaya yang digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam
melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara
kritis untuk menegakkan diagnosa atau masalah potensial kebidanan. Selain itu,
diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerja sama. Hal ini dapat digunakan
sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya, proses manajemen kebidanan
diselesaikan melalui tujuh langkah, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap pengumpulan data dasar (langkah I )
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Untuk
memperoleh data dilakukan dengan cara:
1) Anamnesis. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio-
psiko-sosi-spritual, serta pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-tanda vital,
meliputi:
a) Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi)
b) Pemeriksaan penunjang(laboratorium dan catatan terbaru serta catatan
sebelumnya)
Dalam manajemen kolaborasi, bila klien mengalami komplikasi yang
perlu dikonsultasikan kepada dokter, bidan akan melakukan upaya konsultasi.
Tahap ini merupakan langkah awal yang akan menentukan langkah berikutnya
sehingga kelengkapan data sesuai kasus yang dihadapi akan menentukan tidak
benarnya proses interprestasi pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, pendekatan
ini harus komprehensif. Mencakup data subyektif, data obyektif, dan hasil
pemeriksaan sehingga dapat mengambarkan kondisi pasien yang sebenarnya serta
valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan
akurat.
b. Interprestasi Data Dasar(langkah II)
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interprestasi yang benar-benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasi sehingga dapat
dirumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosa atau
masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun, masalah tidak dapat ditarik
sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan.
Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita
yang diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah yang
sering menyertai diagnosis.
Contoh:
Data: Ibu hamil 8 bulan, anak pertama, hasil pemeriksaan menunjukan tinggi
fundus uteri 31 cm, DJA (+), puki, presentasi kepala, penurunan 5/5, nafsu makan
baik, penambahan berat badan selama hamil 8kg, ibu sering buang air kecil pada
malam hari.
Diagnosa: G1P0A0, hamil 32 minggu, preskep, janin tunggal hidup intra
uterin, ibu mengalami gangguan fisiologis pada hamil tua.
Perasaan takut tidak termasuk katagori”nomenklatur standar diagnosis”.
Tetapi tentu akan menciptakan suatu masalah yang membutuhkan pengkajian
lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk mengatasinya.
Diagnosa kebidanan merupakan diagnosa yang ditegakkan dan dalam
lingkup praktik kebidanan dan mememuhi standar nomenklatur diagnosa
kebidanan.
c. IdentifikasiDiagnosis/Masalah Potensial dan Antisipasi
Penanganannya(Langkah III)
Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasikan.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan.
Bidan diharapkan waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa/masalah
potensial ini menjadi kenyataan. Langkah ini penting sekali dalam melakukan
asuhan yang aman.
Pada langkah ini bidan dituntut untuk mengantisipasi masalah potensial
tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi, tetapi juga
merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa tersebut tidak terjadi.
Langkah ini bersifat antisipasi yang rasional/logis.
d. Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi Segera dengan Tenaga
Kesehatan Lain(Langkah IV)
Bidan mengidentifikasikan perlunya bidan atau dokter melakukan
konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai
dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan proses kesinambugan proses
manajemen kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung selama asuhan
primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita tersebut
dalam pendampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam
persalinan.
Dalam kondisi tertentu, seorang bidan juga perlu untuk berkonsultasi atau
kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti, pekerja sosial, ahli gizi
atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus
mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa
sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa melakukan tindakan harus
disesuaikan dengan prioritas masalah/kondisi keseluruhan yang dihadapi klien.
Setelah bidan merumuskan hal-hal yang telah dilakukan untuk mengantisipasi
diagnosa/masalah pada langkah sebelumnya bidan juga harus merumuskan
tindakan darurat yang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi.
Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri,
kolaborasi atau bersifat rujukan.
e. Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh(Langkah V)
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan
berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen untuk masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi. Pada langkah ini informasi yang tidak lengkap dapat dilengkapi.
f. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efesien dan Aman(Langkah VI)
Pelaksanaan ini biasanya dilakukan oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh klien
atau anggota tim kesehatan lainya. Walaupun bidan tidak melakukannya sendiri,
namun ia tetap bertanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaanya.
g. Evaluasi(Langkah VII)
Pada langkah keenam dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah
diberikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan:apakah benar-benar telah
terpenuhi sebagaimana diidentifikasi dalam diagnosa atau masalah. Rencana
tersebut dapat dianggap benar jika efektif melakukanya.
2. Manajemen kebidanan dengan metode SOAP
Menurut Helen Varney(2009), alur berfikir bidan saat menghadapi klien
meliputi 7 langkah. Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan oleh seorang bidan
melalui proses berfikir sistematis, didokumentasikan berbentuk SOAP, yaitu:
S (subjektif), Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai Langkah Varney I.
O (objektif ), menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium juga uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk
mendukung sebagai asuhan Langkah Varney II
A (assessment), menggambarkan pendokumentasian tentang analisis dan interprestasi
data subyektif dan obyektif dalam satu identifikasi:
1) Diagnosis/masalah
2) Antisipasi diagnosis/masalah potensial
3) Perlu tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi/ kolaborasi dan rujukan
sebagai Langkah 2,3 dan 4 Varney.
P (plan), menggambarkan pendokumentasian dan tindakan (I) dan evaluasi
perencanaan (E) berdasarkan assessment sebagai Langkah 5,6 dan 7 Varney.
3. Teori Hukum Kewenangan Bidan
Dengan berjalannya waktu kewenangan bidan di Indonesia dari tahun ke
tahun selalu berkembang. Kewenangan bidan yang sesuai dengan permenkes RI
No.1464/2010, tentang perizin dan penyelengaraan praktik bidan mandiri dalam
melakukan asuhan kebidanan meliputi:
1. Peraturan Menteri Kesehatan menurut Permenkes RI No.1464/2010 ( BAB III ),
tentang perizin dan penyelengaraan praktik bidan mandiri yaitu:
a. Pada pasal 2, yang berbunyi:
1) Bidan dapat melakukan praktik mandiri dan atau bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan.
2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal
Diploma III Kebidanan.
3) Bidan yang menjalankan praktik harus mempunyai SIPB.
Analisa :
Pada ayat di atas dapat dianalisa bahwa bidan yang akan menyelengarakan
praktik bidan mandiri harus berpendidikan minimal Dilpoma III Kebidanan
dan mempunyai SIPB
b. Pada pasal 9, yang berbunyi:
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi:
1) Pelayanan kesehatan ibu.
2) Pelayanan kesehatan anak; dan
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
c. Pada pasal 10, yang berbunyi:
1) Pelayanan kesehatan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf
a diberikan pada masa pra hamil, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan
2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana yang dimaksud pada ayat(1) meliputi:
a) Pelayanan konseling pada pra hamil
b) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c) Pelayanan persalinan normal
d) Pelayanan ibu nifas normal
e) Pelayanan ibu menyusui; dan
f) Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana yang dimaksud ayat(2)
berwenang untuk:
a) Episiotomi
b) Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d) Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e) Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
f) Fasilitas/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
eksklusif
g) Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
h) Penyuluhan dan konseling
i) Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j) Pemberian surat keterangan kematian; dan
k) Pemberian surat keterangan cuti bersalin
d. Pada pasal 18, yang berbunyi:
Bidan dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang dimaksut dalam pasal
16 berwenang untuk:
a) Memberikan imunisasi
b) Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan
dan nifas
c) Mengeluarkan plasenta secara manual
d) Bimbingan senam hamil
e) Pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f) Episiotomi
g) Penjahitan luka episotomi dan luka jalan lahir sampai
tinggkat II
h) Amniotomi pada pembukaan servik lebih dari 4cm
i) Pemberian infus
j) Pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotik,
dan sedativa
k) Kompresi bimanual
Analisa :
Pada ayat di atas dapat dianalisa bahwa dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada ibu, bidan hanya berwenang dalam memberikan pelayanan
pada ibu bersalin dengan episiotomi, penjahitan luka jalan lahir tingkat I
dan II, pemberian infus, pemberian suntikan uterotonika pada managemen
aktif kala tiga, kompresi bimanual, Penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan.
C. Penatalaksanaan
Bagan Pathways 2.1 Sumber Yanti(2009)
Atonia Uteri
Tanda dan Gejala
1. Uterus lembek
2. Perdarahanberlangsung
Faktor Presdiposisi
1. Kelainan uterus
2. Uterus terlalu regang
3. Partus lama
4. Grande multipara
Penatalaksanaan
1. Masase uterus
2. Bersihkan bekuan darah/selaput
ketuban
3. Pastikan kandung kemih kosong
4. Lakukan KBI selama 5menit
Uterus
Berkontraksi
1. Ajarkan keluarga untuk
melakukan KBE
2. Berikan ergometrin 0,2 mg IV
3. Pasang infus dengan ukuran
jarum 16/18 dan berikan 500 ml
RL+ 20 unit oksitosin. Habiskan
secepat mungkin
4. Ulangi KBI selama 2menit
1. Lanjutkan KBI selama 2
menit
2. Pantau kala IV dengan
ketat
Tindakan Operatif
1. Ligasi arteri uterina
2. Ligasi arteri
hipogastrika untuk yang
masih menginginkan
anak.
3. Histerektomi
Yatidak
tidak Ya
Uterus
Berkontraksi
1. Rawat lanjut
2. Observasi ketat
top related