bab ii tinjauan tentang rutinitas membaca al-qur’an dan...
Post on 18-May-2019
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN TENTANG RUTINITAS MEMBACA AL-QUR’AN
DAN KESEHATAN MENTAL
A. Rutinitas Membaca Al-Qur’an
1. Pengertian Membaca Al-Qur’an
Telah diungkapkan di berbagai tulisan bahwasannya kitabullah
yang agung itu merupakan obat bagi ketentraman jiwa manusia. Tentunya
hal ini akan terjadi jika al-Qur’an itu dikaji, dibaca, dipahami serta
direalisasikan dalam tingkah laku.
Membaca al-Qur’an terdiri dari dua kata yaitu “membaca” dan
“al-Qur’an”. Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis yaitu dengan melisankan atau hanya dihati.1 Sedangkan menurut
Henry Guntur membaca adalah suatu proses yang dilakukan sarta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan penulis melalui media kata-kata atau bahasa lisan.2
Soedarsono mendefinisikan membaca adalah aktifitas yang kompleks
dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah, meliputi
orang harus menggunakan pengertian dan khayalan, mengamati dan
mengingat-ingat.3 Mahmud mendefinisikan membaca adalah materi
pertama dalam dustur (undang-undang sistem ajaran) Islam yang sarat
dengan makna, bimbingan dan pengarahan.4 Dari pendapat tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu upaya untuk dapat
mengerti apa yang tertulis.
1 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi I, Jakarta,
Balai pustaka, 1994. hlm. 72 2 Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Ketrampilan Berbahasa, Bandung,
Angkasa, 1985. hlm. 7 3 Soedarso, Sistem Membaca Cepat dan Efektif, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.
hlm. 4 4 Ahmad Halim Mahmud, Tadarus Kehidupan di Bulan Al-Qur’an, Yogyakarta, Mandiri
Pustaka Hikmah, 2000. hlm. 11
12
Adapun pengertian al-Qur’an secara etimologis berarti bacaan
atau yang dibaca. Sedangkan secara terminologis adalah kalam Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan
bahasa Arab melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat sebagai pedoman
hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.5 Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, kata al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam.6
M.A. Fuadi Sya’ban mendefinisikan al-Qur’an adalah kalamullah yang
merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) oleh Allah SWT
kepada Nabi Muhammad SAW dengan lantaran malaikat Jibril sebagai
sumber hukum syara’ dan ajaran agama Islam yang telah dibawa oleh
rosulullah SAW dan membacanya saja adalah termasuk ibadah.7
Istilah al-Qur’an menurut bahasa berarti bacaan, telah
dipaparkan dalam ayat-ayat al-Qur’an. Dalam arti demikian sebagian
tersebut dalam surat al-Qiyamah ayat 17-18 yang berbunyi :
هءانقرو هعما جنلي7إن عهءانقر بعفات اهأنفإذا قر Artinya : ”Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur’an (didalam diri kamu)
dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami, jika kami telah membacakannya hendaklah kamu ikuti bacaannya”
Dari pengertian membaca al-Qur’an, maka dapat dipahami
bahwa yang dimaksud membaca al-Qur’an adalah suatu upaya untuk dapat
mengerti apa yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW
dalam pemakaian sehari-hari membaca al-Qur’an dapat disebut juga
dengan tilawah yang artinya membaca al-Qur’an atau beberapa ayat dari
al-Qur’an, karena al-Qur’an itupun merupakan do’a, bahkan di dalamnya
banyak terdapat ayat-ayat yang tersusun daripada do’a-do’a para Nabi
yang monumental dan dalam arti yang tidak dapat ditiru susunannya.8
5 Muslim Nurudin, dkk, Moral dan Kognisi Islam, Bandung, CV. Al-Fabeta, 1995. hlm. 49 6 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit, hlm. 805 7 M.A. Fuadi Sya’ban, Al-Qur’an Membina Jiwa dan Moral Manusia Seutuhnya, Kudus,
menara Kudus, hlm. 10 8 Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Ilmu Tarekat, Solo, CV. Ramadhani, 1985, hlm. 94
13
2. Dalil Tentang Membaca al-Qur’an
Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi yang
mengajarkan kepada umat manusia untuk membiasakan membaca al-
Qur’an dan mempelajarinya. Di antara ayat-ayat al-Qur’an tentang
membaca al-Qur’an sebagai berikut :
مهل واء الليات الله ءانلون ءايتة ية قائماب أمل الكتأه اء منووا سسلي يسجدون
Artinya : “Mereka itu tidak sama di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah SWT, pada beberapa waktu malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang)”. (QS. Ali Imran : 113).
لرجيمفإذا قرأت القرءان فاستعذ بالله من الشيطان ا
Artinya : “Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlidungan kepada Allah SWT dari syaitan yang terkutuk” (QS. An-Nahl : 98)
ءان كرميلقر هإن Artinya : “Sesungguhnya al-Qur’an itu adalah bacaan yang sangat
mulia” (QS. Waqi’ah : 77)
اقرأ كتابك كفى بنفسك اليوم عليك حسيبا
Artinya : “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu” (QS. Al-Isra’ : 14)
Sedangkan diantara hadits-hadits Nabi tentang membaca al-
Qur’an antara lain :
اقرا : سمعت رسول اهللا صلعم يقول: ع قال.عن ابي امامة ر )رواه مسلم(القران فانه يأتى يوم القيامة شفيعا الصحابه
Artinya : “Dari Abi Ummamah Ra berkata: aku mendengar rasulullah
SAW bersabda : bacalah al-Qur’an karena dia akan datang
14
pada hari kiamat sebagai pembela bagi orang-orang yang membacanya” (HR. Muslim).9
ة القرتالو ا منوه اكثرا فيقرالي الذى تيفان الب تكمويان فى ب )رواه دارقطىن(القران يقل خيره ويكثر شره ويضيق على اهله
Artinya : “Perbanyaklah membaca al-Qur’an dirumahmu, maka
sesungguhnya rumah yang didalamnya tidak dibaca al-Qur’an maka sedikit sekali kebaikannya dan banyak keburukannya” (HR. Daruquthi dari Anas).10
لعم قال انما مثل صاحب عن عبد اهللا ابن عمر ان رسول اهللا صالقران كمثل االبل المعقلة ان عاهد عليها امسكها وان اطلقها
تبرواه مسلم(ذه(
Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan orang yang hafal al-Qur’an (shohibul Qur’an) itu diibaratkan seperti unta yang diikat, apabila hendak menjaga keutuhannya maka pegang teguh dan apabila melepaskannya dia pun akan hilang” (HR. Muslim).11
Jelaslah bahwa membaca al-Qur’an itu merupakan amalan utama
yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Orang yang membaca al-
Qur’an, besok pada hari kiamat akan memperoleh pembelaan dari al-
Qur’an
Al-Qur’an merupakan bacaan yang mulia yang didalamnya
terdapat petunjuk bagi manusia untuk mengarungi hidup, orang tidak akan
dapat mengambil manfaat dari al-Qur’an kecuali dengan membacanya
yang akan dapat memberikan sentuhan terhadap kehidupan dimasa
mendatang.12 Jelaslah bahwa dengan membaca al-Qur’an maka akan dapat
9 Imam Abu Zakariya Yahya An-Nawawy, Riyadush Shalihin, Beirut, Darul Fikr, tth, hlm.
430 10 Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Mahtarul Ahadits An-Nabawiyah, Lebanon, Beirut, Darul Fikr,
tth, hlm. 27 11 Imam Muslim Ibnu Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim, Lebanon, Beirut, Darul Fikr, Juz
I, hlm. 350. 12 Sholeh Abdul Fatah, Kunci Menguak Al-Qur’an, Solo, Pustaka Mantiq, 1991, hlm. 74
15
memetik manfaat darinya, ia akan memperoleh petunjuk untuk hidup baik
di dunia maupun di akhirat.
3. Adab atau Tata Cara Membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang agung dan mulia. Oleh
karena itu, dalam membacanya juga sudah barang tentu diperlukan adab
atau tata sopan santun agar hati dan pikiran saat membacanya benar-benar
terpusat pada ayat-ayat al-Qur’an yang dihadapinya.
Diantara adab-adab lahiriyah membaca al-Qur’an sebagaimana
dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Djamaluddin Al-Qosyimiy dalam
terjemahan kitab Mauidhotul Mu’min min Ihya’ Ulumuddin adalah sebagai
berikut :
a. Menyangkut pembacanya yakni hendaklah ia berwudlu terlebih
dahulu.
b. Tartil yakni membaca dengan tertib dan perlahan-lahan.
c. Menangis, ini sangat dianjurkan dalam membaca al-Qur’an
d. Memelihara hak-hak ayat yang akan dibacanya.
e. Pada permulaan membaca hendaklah mengucapkan :
لشيطان الرجيماعوذ باهللا السميع العليم من ا
Artinya : “Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari godaan syaitan yang terkutuk.
f. Merendahkan bacaan adalah lebih menjauhkan dari sikap riya’ dan
dibuat-buat (tidak dibuat-buat)
g. Memperindah bacaan dan menertibkannya.13
Hasbi Ash-Shidieqy menambahkan bahwa dalam membaca al-
Qur’an hendaklah :
a. Ditempat bersih dan mulia, terutama di dalam masjid
b. Membaca al-Qur’an dengan menghadap ke kiblat.
13 Syaikh Muhammad Djamaluddin Al-Qosyimiy (Terj). Abu Ridho, Mauidotul Mukminin
min Ihya’ Ulumuddin, Semarang, CV. Asy-Syifa’, 1993, hlm. 144-146.
16
c. Membersihkan mulut terlebih dahulu.
d. Mentafkhimkan suara yakni membaca dengan suara yang agak keras.14
Selain adab-adab lahiriyah, ada juga yang dinamakan adab batin
dalam membaca al-Qur’an. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh imam
An-Nawawi :
a. Ikhlas ketika membacanya, hanya karena Allah SWT semata.
b. Berpegang teguh dengan memelihara adab terhadap al-Qur’an.
c. Sepenuh hati ia munajat kepada Allah SWT.
d. Ia membaca al-Qur’an dalam keadaan sebagai orang yang memandang
Allah SWT, maka Allah yang selalu memandang kepadanya.
ري نال ملى حا عقرفياهرالى يعفان اهللا ت اهري ان لم هى اهللا فان
Artinya : “Maka membaca al-Qur’an itu dengan cara seakan-akan dalam kondisi melihat Allah, apabila tidak bisa menghadirkannya, maka yakinlah bahwa sesungguhnya Allah itu melihatnya”. 15
4. Manfaat Membaca Al-Qur’an
Tentang manfaat dan kelebihan membaca al-Qur’an, Rosulullah
telah menyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim, yang maksudnya demikian :”Ada dua golongan manusia
yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi
oleh Allah kitab suci al-Qur’an, dibacanya siang dan malam, dan orang
yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu
digunakannya untuk segala sesuatu yang diridloi oleh Allah.
Di dalam hadits yang lain, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
Muslim pula, Rosulullah menyatakan tentang kelebihan martabat dan
keutamaan orang yang membaca al-Qur’an, demikianlah maksudnya :”
14 T.M. Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Dzikir dan Do’a, Jakarta, Bulan Bintang, 1990, hlm. 143
15 muhyidin Abi Zakariya Yahya An-Nawawi, Al-Adzkar, Lebanon, Beirut, Darul Fikr, 1994,
hlm. 106
17
Perumpamaan orang mukmin yang suka membaca al-Qur’an ialah seperti
buah utrujjah, baunya harum dan rasanya lezat, orang mukmin yang tidak
suka membaca al-Qur’an ialah seperti buah kurma, tidak ada baunya akan
tetapi rasanya manis, orang munafik yang membaca al-Qur’an ibarat
sekuntum bunga yang berbau harum tetapi rasanya pahit dan orang
munafik yang tidak membaca al-Qur’an tidak ubahnya seperti buah
hanzhalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.
Dalam sebuah hadits, Rosulullah juga menerangkan bagaimana
besarnya rahmat Allah terhadap orang-orang yang membaca al-Qur’an di
rumah-rumah peribadatan (masjid, musholla, dan lain-lain). Hal ini
dikuatkan oleh sebuah hadits yang masyhur lagi shahih, yang artinya
sebagai berikut :”kepada kaum yang suka berjama’ah di rumah-rumah
peribadatan, membaca al-Qur’an secara bergiliran, dan ajar
mengajarkannya terhadap sesamanya, akan turunlah kepadanya
ketenangan dan ketentraman, akan berlilmpah kepadanya rahmat dan
mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan selalu mengingat
mereka”.(diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah)
Dengan hadits diatas nyatalah, bahwa membaca al-Qur’an, baik
mengetahui artinya ataupun tidak, adalah termasuk ibadah, amal shaleh
dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang melakukannya, memberi
cahaya ke dalam hati yang membacanya hingga terang benderang, juga
memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat al-Qur’an itu
dibaca. Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas
ra.,Rosulullah bersabda:”Hendaklah kamu beri Nur (cahaya) rumah
tanggamu dengan shalat al-Qur’an dan dengan membaca al-Qur’an. Dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Daru Quthni dari Anas ra, Rosulullah
memerintahkan :”Perbanyaklah membaca al-Qur’an di rumahmu,
sesungguhnya di dalam rumah yang tidak ada orang yang membaca al-
Qur’an, akan sedikit sekali dijumpai kebaikan di rumah itu, dan akan
banyak sekali kejahatan, serta penghuninya selalu merasa sempit dan
susah.
18
Di dalam hadits yang lain lagi, yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a:
Rasulullah s.a.w pernah bersabda: Orang yang pandai membaca al-Qur’an
itu akan bersama para Rosul yang mulia di akhirat nanti, adapun orang
yang lemah dan terlekat-lekat ketika membaca al-Qur’an dan dia memang
berkeinginan untuk membaca al-Qur’an, maka dia berhak mendapat dua
pahala.
Mengenai pahala membaca al-Qur’an, Ali Bin Abi Thalib
mengatakan bahwa, tiap-tiap orang yang membaca al-Qur’an dalam shalat,
akan mendapat lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang
diucapkannya, membaca al-Qur’an di luar shalat dengan berwudlu,
pahalanya dua puluh lima kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang
diucapkannya, dan membaca al-Qur’an di luar shalat dengan tidak
berwudlu, pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang
diucapkannya.16
B. Tinjauan Tentang Kesehatan mental
1. Pengertian Kesehatan Mental
Pengertian kesehatan mental menurut para tokoh psikologi terdapat
banyak pengertian. Menurut Dr. Zakiyah Darajat kesehatan mental adalah
terhindarnya orang dari gejala-gejala gangguan jiwa (neurosis) dan dari
gejala-gejala penyakit jiwa (psikosis). Kemudian ia menambahkan lagi
bahwa kesehatan mental adalah terhindar dari gangguan dan penyakit
kejiwaan, mampu menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-
masalah dan kegoncangan biasa, adanya keserasian fungsi-fungsi jiwa
(tidak ada konflik) dan merasa bahwa dirinya berharga, serta dapat
menggunakan potensi yang ada pada dirinya sendiri seoptimal mungkin.17
Menurut Utsman Najati, mental adalah organisasi dinamis dari peralatan
16 Maimunah Hasan, Al-Qur’an dan Pengobatan Jiwa, Yogyakarta, Bintang Cemerlang,
2001. hlm. 130-132 17 Zakiyah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Jakarta, Gunung Agung, 1982, hlm. 07
19
fisik dalam diri individu yang membentuk karakternya yang unik dalam
penyesuaian dengan lingkungannya.18 Menurut Mursal dan M Tahir,
kesehatan mental adalah identik dengan kepribadian yang merupakan
kebulatan dinamik seseoarang yang tercermin dalam cita-cita sikap dan
perbuatannya.19
Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa mental
adalah keseluruhan dan unsur kejiwaan (psikis) seseorang seperti cara
berfikir, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang kesemuanya itu akan
tercermin dalam tingkah laku atau perbuatannya.
2. Dasar dan Faktor Kesehatan Mental
1. Dasar Kesehatan Mental
- Dasar Agama
Unsur terpenting membantu pertumbuhan dan perkembangan
kejiwaan manusia adalah iman yang direalisasikan dalam bentuk
ajaran agama. Maka dalam Islam prinsip pokok yang menjadi
sumbu kehidupan manusia adalah iman. Karena iman menjadi
pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan, tanpa kendali
tersebut akan mudahlah orang terdorong melakukan hal-hal yang
merugikan dirinya atau orang lain dan akan menimbulkan
penyesalan dan kecemasan yang menyebabkan tergoncangnya
kesehatan jiwa.20 Sebaliknya, jika nilai-nilai yang diterima itu jauh
dari agama, maka unsur-unsur kepribadiannya akan jauh pula dari
kebaikan dan akan menjadi goncang.21
2. Faktor Kesehatan Mental
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan mental
menurut para ahli ada beberapa macam pendapat. Untuk
18 Usman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung, Pustaka Bandung, 1985, hlm. 240 19 H. Mursal dan H.M. Tahir, Ilmu Kalam, Jakarta, Wijaya, hlm. 121 20 Zakiyah Daradjat, Op. Cit. hlm. 11 21 Zakiyah Daradjat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan mental, Jakarta, CV. Mas
Agung, 1982, hlm. 90
20
mempermudah dan sekaligus menyederhanakan, maka disini penulis
akan kemukakan tiga pendapat para ahli, yaitu :
a. Aliran Nativisme
Para ahli yang mengikuti aliran ini berpendapat bahwa
perkembangan individu termasuk perkembangan mentalnya
ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir. Jadi perkembangan
itu semata-mata ditentukan oleh dasar atau bawaan. Tokoh utama
dalam aliran ini adalah Schoupenhaeur. Aliran ini mempertahankan
konsepsi dengan menunjukkan berbagai kesamaan atau kemiripan
antara orang tua dengan anak-anaknya, keistimewaan-
keistimewaan yang dimiliki oleh orang tuanya tersikap dalam
tingkah lakunya yang akan dimiliki oleh anak-anaknya.
b. Empirisme
Para ahli yang mengikuti aliran ini berpendapat bahwa
perkembangan individu termasuk mentalnya ditentukan oleh faktor
lingkungannya, sedangkan faktor dasar tidak memegang peranan
sama sekali. Tokoh utama dalam aliran ini adalah John Lock.
c. konvergensi
Faham atau aliran ini berpendapat berpendapat bahwa di
dalam perkembangan individu, baik dasar atau pembawaan dan
juga peran lingkungan merupakan hal yang penting. jadi dalam
perkembangan individu termasuk mentalnya banyak dipengaruhi
oleh dasar atau pembawaan maupun lingkungan. Tokoh aliran ini
adalah W. Stern. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada
masing-masing individu, akan tetapi bakat atau pembawaan yang
sudah ada perlu ditunjang oleh lingkungan yang sesuai agar dapat
berkembang dengan baik. Di samping bakat sebagai kemungkinan
yang harus dijawab oleh lingkungan yang sesuai, perlu juga
dipertimbangkan soal kematangan.22
22 Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta, CV. Rajawali, 1984, hlm. 177-180
21
Dari ketiga pendapat jelas bahwa pendapat pertama dan kedua
saling bertentangan. Kedua pendapat itu bukan merupakan pilihan penulis.
Dalam pembahasannya kedua pendapat ini mempunyai kekurangan
masing-masing, penulis berpendapat bahwa perkembangan individu tidak
hanya ditentukan atau dipengaruhi oleh salah satu dari kedua faktor
tersebut secara mutlak, akan tetapi perkembangan itu ditentukan oleh
kedua-duanya, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan. Oleh
karena itu penulis cenderung kepada aliran yang mengambil jalan tengah,
yaitu aliran konvergensi yang menyatakan bahwa faktor pembawaan
maupun faktor lingkungan sama-sama berpengaruh, sehingga jika kembali
kepada pokok permasalahan di atas, maka dapat dikaatakan bahwa
perkembangan mental seseorang dipengaruhi oleh kedua faktor yang
dimunculkan oleh aliran konvergensi.
Dengan demikian maka dapatlah dikatakan bahwa dalam
pembentukan mental yang Islami itu dapat dibentuk lewat pendidikan
agama Islam. Sebagai alatnya akan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ;
lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah.
3. Materi Kesehatan Mental
Inti dari kesehatan mental adalah kesemuanya tercantum dalam
materi pendidikan agama Islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Materi
ini diajarkan agaar manusia senantiasa dalam hidupnya akan terbimbing
dan akan terbentuk mental yang islami, yang akan menentukan bentuk
lahir atau akan tercermin tingkah laku yang agamis.
Jika mental seseorang sudah tertanam, mental atau jiwa yang
agamis sudah terisi dengan aqidah Islamiyah yang kuat maka ia akan
bertindak sesuai dengan ajaran agama tersebut.
a. Materi Aqidah (keimanan)
Penanaman aqidah ke dalam jiwa manusia merupakan prioritas
yang pertama kali ditanamkan oleh para rosul dalam menyiarkan
agama Islam sekaligus Aqidah (iman) juga sebagai dasar agama Islam.
22
Dalam aplikasinya penanaman materi aqidah sangat determinan bagi
kehidupan manusia, yang mana mereka harus mampu memahami
unsur ajaran agama Islam secara keseluruhan meliputi materi aqidah,
syari’ah, dan akhlak. Dan yang paling fundamental adalah keimanan.
Sayyid Abul A’la Maududi mengemukakan sembilan pengaruh
keimanan terhadap mental seseorang, yaitu sebagai berikut :
1. Orang yang percaya kepada kalimat atau pernyataan ini “percaya
kepada Allah SWT, tidak mempunyai pandangan yang sempit dan
picik”.
2. Kepercayaan ini menimbulkan sifat penghargaan dan
penghormatan pada diri sendiri.
3. Bersamaan dengan hormat kepada diri sendiri, pernyataan ini juga
menimbulkan rasa rendah diri dan kesederhanaan.
4. Kepercayaan (keimanan) ini membuat manusia menjadi baik
(shahih) dan adil (jujur).
5. Orang yang percaaya (beriman) tidak menjadi murung atau patah
hati dalam segala hal/keadaan.
6. kepercayaan (tauhid) menimbulkan keimanan tingkat tinggi,
ketabahan hati dan kepercayaan kepada Tuhan.
7. Pernyataan ini akan menimbulkan keberanian pada diri sendiri
seseorang.
8. Kepercayaan kepada “La Ilaha Ilallah” menimbulakan sikap damai
dan puas hati, membersihkan sikap hasud dan cemburu, sakit hati
dan tamak serta menjauhkan diri dari memuja jalan yang hina,
jalan yang tidak lurus atau tidak layak untuk mencapai
kemenangan. Efek atau kesan terpenting dari kalimat “La Ilaha
Ilallah” ialah membuat manusia patuh dan waspada terhadap
peraturan-peraturan atau hukum-hukum Tuhan.23
b. Materi Akhlak
23 Sayyid Abul A’la Al Maududi, Toward Understanding Islam, Kuwait, Al Faisal Press,
1992, hlm. 74-78
23
Materi akhlak Meskipun pengaruhnya tidak seperti aqidah, tetapi
mempunyai urgensi yang banyak juga. Sebagaimana yang telah
dijelaskan Ahamd Amin yang dikutip oleh Ismail Thaib bahwa urgensi
ilmu akhlak itu banyak sekali, antara lain meliputi :
1. Ilmu akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan masalah
yang dihadapi manusia yaitu kesulitan-kesulitan rutin dalam hidup
sehari-hari.
2. Dapat menjelaskan kepada orang sebab untuk memilih perbuatan
yang baik dan lebih bermanfaat.
3. Dapat membendung dan mencegah secara kontinyu untuk tidak
terperangkap kepada keinginan-keinginan hawa nafsu dan
mengarahkannya kepada yang positif dengan menguatkan unsur
irodah.
4. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan sebab-
sebab melakukan sesuatu perbuatan yang nilai kebaikannya lebih
besar.
5. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan
menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemajuan.
6. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam menvonis
perilaku orang banyak dan tidak akan mengekor dan mengikuti
sesuatu tanpa pertimbangan yang matang terlebih dahulu.24
4. Permasalahan Kesehatan Mental.
Jika seseorang mendapatkan masalah batin, mengalami
maladjusment (tidak mampu mengontrol daan menyesuaikan diri),25
konflik-konflik dalam diri sendiri yang serius atau mengidap bentuk-
bentuk kekalutan mental lainnya, atau kurang sehat mentalnya maka ada
beberapa prinsip atau metode yang harus diberikan.
24 Ismail Thaib, Risalah Akhlak, Yogyakarta, CV. Bina Usaha, 1984, hlm. 19 25 M. Dimyati Mahmud, Psikologi Suatu Pengantar, Yogyakarta, BPI E, 1990, hlm. 212
24
a. Berusaha Memahami Pribadi Individu.
Setiap peribadi itu merupakan satu unitas multi-pleks (totalitas
kepribadian yang rumit dan kompleks dengan ciri-cirinya yang khas).
Masing-mssing mempunyai cara dan respons khusus dalam menggapai
kesulitan hidupnya. Karena itu selidikilah pribadi itu, apakah ia normal
atau sebagai orang yang lemah ingatannya atau seorang yang aneh
(eksentrik). Berusaha menemukan motif-motif perjuangannya, prinsip-
prinsip hidupnya kemudian berusaha mendapatkan kepercayaan
daripadanya agar dia menceritakan segala kesulitan daan tekanan
batinnya, diusahakan memahami dan ikut merasakan segala
ekspresinya (ada proses tepo sliro).
b. Mencari sebab-sebab timbulnya frustasi
Apaila ada seorang dewasa atau anak yang mempunyai cacat
jasmaniah dan menimbulkan frustasi, maka harus ditolong dengan
jalan menumbuhkan harga diri dan rasa kepercayaan diri yang besar
dan bahwa cacatnya itu merupakan ujian hidup serta bentuk rahmat
Illahi yang tetap harus dimanfaatkan.
Pada saat dihadapkan dengan realitas dan konteks yang harus
dihadapi pemuda atau remaja, maka mereka dalam perkembangan dan
pertumbuhan mentalnya banyak terdapat ketegangan-ketegangan dan
konflik-konflik batin dalam usaha untuk menemukan diri pribadi
(internal) dan menemukan norma-norma kedewasaan.26 Jika terjadi
konflilk antara anak-anak muda dengan orang tua hendaklah
diusahakan menemukan satu jalan keluar. Solusi konflik ini sebaiknya
saling adanya sikap saling menghargai satu sama lain sehingga ada
suasana harmonis di antara keduanya.27
c. Membuat rencana kerja untuk mendapatkan pengalaman positif
Hendaknya dikurangi persaingan-persaingan secara
perorangan, sebagai gantinya menyibukkan diri secara positif dengan
26 Kartini kartono dan Jenny Andari, Hygiene Mental dan Kesehatan mental, Bandung, CV. Mandar Maju, 1989, hlm. 251-252
27 Ibid, hlm. 253
25
kerja sama dan kegiatan yang bisa menimbulkan persaingan secara
kelompok. Semua peristiwa tadi untuk menumbuhkan rasa solidaritas
daan kegotong royongan yang terasa amat kurang dalam zaman
modern yang serba materialistis dan individulistis. Oleh karena itu,
orang tua, guru dan para pembimbing harus mampu menjadi contoh
yang baik bagi siapapun juga. Susunlah rencana kerja untuk
memberikan kesibukan positif agar bisa menjadi kanalisasi sosial yang
baik.28
d. Memberikan cinta kasih dan simpati secukupnya
Penyelidikan dan eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa
anak-anak yang sejak kecil memperoleh pemeliharaan berdasarkan
cinta kassih dan kemesraan akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih
stabil dari pada anak-anak yang tidak pernah merasakan cinta kasih itu
menjadi steril kehidupan afeksinya (emosional) dan menjadi asosial.29
e. Menggunakan mekanisme penyelesaian positif
Jika seseoraang mengalami kekalutan mental usahakanlah agar
bisa menyelesaikan konflik dengan menggunakan mekanisme
pemecahan (solving mechanism) yang positif yaitu dengan resignasi,
bekerja lebih giat dan berusaha lebih tekun dan mau sikap rela,
legowo, dan nerimo (ikhlas).30
f. Menanamkan nilai-nilai spiritual dan keagamaan.
Nilai-nilai spiritual dan renungan-renungan tentang hakikat
abadi atau Ilahi (hidup beragama) itu bisa memberikan kekuatan dan
stabilitas bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai metafisik ini
memberikan kemampuan atau daya tahan dan transendental yang
tersembunyi di balik atau jauh di belakang nilai-nilai materiil dan sifat
inderawi pada hakikatnya selalu mengandung unsur kebenaran serta
keabadian sejati kepada segenap umat manusia.
28 Ibid, hlm. 254 29 Ibid, hlm 256 30 Ibid, hlm. 255
26
Barang siapa bisa menangkap nilai-nilai serta arti abadi
tersebut pasti akan menemukan kebahagiaan dan kesenangan sejati,
imannya akan teguh dan kokoh sentosa menghadapi segala cobaan
hidup serta macam-macam kesulitan karena ia bersifat pasrah
menerima segala cobaan hidup dan penuh keyakinan pada kekuasaan
ilahi .Ia akan selalu tawakal kepada kehendak yang maha kuasa dalam
memberikan amal dan beribadah setiap hari sehingga sehatlah lahir
batin.31
a. Ciri Mental Yang Sehat
Kalau diperhatikan kehidupan orang sehari-hari, bermacam-
macam yang dapat terlihat. Ada yang kelihatannya selalu gembira dan
bahagia, serta selalu disenangi orang, tidak ada yang membencinya atau
menyakiti. Sebaliknya ada juga yang selalu mengeluh dan bersedih hati,
tidak cocok dengan orang lain dalam pekerjaan, tidak bersemangat serta
tidak dapat memikul tanggung jawab, hidupnya dipenuhi kegelisahan,
kecemasan dan ketidakpuasan, mudah terserang penyakit yang sulit
disembuhkan. Mereka tidak pernah merasakan kebahagiaan di samping itu
ada pula yang dalam hidupnya suka menganggu dan melanggar hak
ketenangan orang lain, megadu domba, menfitnah dan menyeleweng,
menipu, menganiaya serta melakukan tindakan yang lainnya. Berkaitan
dengan ciri mental yang sehat ada beberapa hal yang mendukung mental
seseorang menjadi baik dan sehat. Adapun karakteristik mental yang sehat
adalah sebagai berikut :
a. Kondisi mental yang didasari dengan keyakinan yang kuat.
b. Kondisi mental yang didasari dengan akhlak yang baik.
c. Kondisi mental yang tenang dan jauh dari kecemasan-kecemasan.
Untuk memperjelas pendapat penulis di atas, penulis mengutip
pendapat dari maslow dan Mittelmen dalam bukunya “Principles of
31 Ibid, hlm. 257-258
27
Abnormal psychology” yang mengatakan bahwa karakteristik mental yang
terbina adalah :
1. Memiliki rasa aman (sense of security) yang tepat, mampu berkontak
dengan orang lain dalam bidang kerja, di tengah pergaulan dan dalam
lingkungan keluarga.
2. Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan wawasan diri yang
raional, dengan rasa harga diri yang sedang, cukup, tidak berlebihan,
memiliki rasa sehat secara moril dan tidak dihinggapi rasa dosa dan
bersalah.
3. Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang sehat.
4. Mempunyai kontak relaitas secara efisien tanpa ada fantasi dan angan-
angan yang berlebihan.
5. Memiliki dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniyah yang sehat dan
mampu memuaskannya dengan cara yang sehat pula.
6. mempunyai pengetahuan diri yang cukup dengan motif-motif hidup
yang sehat dan kesadaran yang tinggi.
7. Memiliki tujuan hidup yang tepat dan bisa dicapai dengan kemampuan
sendiri, sebab sifatnya yang wajar dan realistis.
8. Dapat memiliki kemampuan belajar dari pengalaman hidupnya yaitu :
mengolah dan menerima pengalamannya dengan sikap yang luwes.
9. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan
dari kelompoknya.
10. Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kebudayaan namun dia
memiliki originilitas dan individualitas yang khas, sebab mampu
membedakan yang baik dari yang buruk.
11. Ada integritas dalam kepribadiannya, yaitu kebulatan unsur
jasmaniyah dan rohaniyah.32
32 Kartini Kartono, Patologi Sosial 3 : Gangguan-gangguan Kejiwaan, Jakarta, Rajawali
Press, 1986, hlm. 8-10
28
Selanjutnya mental yang sehat selalu memperhatikan reaksi-reaksi
personal yang cocok, tepat terhadap stimulasi eksternal karena itu reaksi
kenormalan pada tingkat psikologis dan sosial biasanya diukur dengan
kelakuan individu daan kelompok daari tempat hidupnya, reaksi tersebut
normal, bila tepat dan sesuai dengan ide dan pada tingkah laku kelompok, dan
cocok dengan kesejahteraan umum dan kemajuan.
Dari pendapat Maslow di atas dapat penulis simpulkan bahwa mental
yang sehat ditandai oleh beberapa hal :
a. Integrasi kejiwaan (keserasian, kesesuaian antaara fungsi-fungsi jiwa)
b. Kesesuaian tingkah laku sendiri dengan tingkah laku sosial.
c. Adanya kesanggupan melaksanakan tugas-tugas hidup dan tanggung
jawab sosial.
d. Efisiensi dalam menanggapi realitas hidup dalam segala bidang yang
berupa tantangan-tantangan.
C. MANFAAT AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN
AL-QUR’AN MERUPAKAN KITAB TERAKHIR YANG DITURUNKAN OLEH
ALLAH KE BUMI UNTUK MEMBAHAGIAKAN MANUSIA. SEHINGA TIDAK HERAN
KALAU AL-QUR’AN MENAMAKAN DIRINYA SEBAGAI HUDA AN LINNAS (PETUNJUK
BAGI MANUSIA), TAPI TOH SEMUA ITU TERGANTUNG PADA MANUSIA ITU
SENDIRI, APAKAH MANUSIA MAU MEMPELAJARINYA DAN MENGAMALKAN ATAU
TIDAK. OLEH KAREANA ITU BANYAK SEKALI UPAYA UNTUK MEMPELAJARI
KANDUNGAN AL-QUR’AN DAN JUGA CARA MELAKSANAKANNYA, SALAH SATU
CONTOH ADALAH SEPERTI YANG DILAKUKAN DI PONDOK PESANTREN. OLEH
KARENA ITU DARI HASIL PENELITIAN PENULIS, MAKA PENULIS DAPAT
MENGELOMPOKKAN MENGENAI PENTINGNYA AL-QUR’AN DALAM KEHIDUPAN.
ADAPUN ANALISA TERSEBUT MELIPUTI SEGI-SEGI ANTARA LAIN :
1. KEBUTUHAN PSIKOLOGIS
a. KEIMANAN
SEBELUM DATANGNYA NABI MUHAMMAD SAW MEMBACA
AJARAN AL-QUR’AN MAYORITAS MASYARAKAT ARAB BANYAK
29
BERKEPERCAYAAN DINAMISME DAN ANIMISME YANG MENYEMBAH PADA
BENDA-BENDA DAN ARCA-ARCA. MAKA PADA ZAMAN INI SERING
DISEBUT JAMAN JAHILIYAH BAIK DIBIDANG AQIDAH, IBADAH DAN
AKHLAQ.
- BIDANG AQIDAH MEREKA PERCAYA BAHWA BENDA-BENDA ITU
ADALAH YANG MEMBERI KEKUATAN/MEMPUNYAI KEKUATAN GHAIB
YANG LUAR BIASA.
- BIDANG IBADAH, MEREKA MENYEMBAH ARCA-ARCA DAN
MENUHANKAN BENDA-BENDA.
- BIDANG AKHLAQ, KARENA MEROSOTNYA AKHLAQ MEREKA YANG
KALAH DITINDAS YANG MENANG, SIAPA YANG KUAT ITU YANG
MENANG, ADANYA ANAK PEREMPUAN YANG DITANAM HIDUP-HIDUP
JADI ORANG PEREMPUAN TIDAK ADA GANYANYA.
DEMIKIAN PULA DI PONDOK PESANTREN AL-ASY’ARIYAH DALAM
RANGKA MEMASYARAKATKAN AL-QUR’AN INI ADALAH UNTUK
MENANAMKAN KEIMANAN, AQIDAH SERTA MEMBINA AKHLAQ KARENA
BANYAK DI INDONESIA AJARAN ISLAM YANG BERCAMPUR DENGAN ADAT
ISTIADAT, MEMUJA ROH HALUS, DAN SEBAGAINYA. UNTUK
MELURUSKAN MENTAL MUSLIM YANG MASIH MENYIMPANG DARI
AJARAN UMAT ISLAM.
LAWAN ADALAH TITIK TOLAK DARI PERMULAAN MUSLIM UNTUK
MENGABDIKAN DIRI PADA ALLAH SEBAB TIDAK MUNGKIN SEORANG ITU
AKAN MENYEMBAH/MENGABDI KEPADA ALLAH TANPA DIDASARI RASA
PERCAYA ATAU JUGA DIKATAKAN AQIDAH. JADI SEORANG ITU AKAN
MENGABDI PADA ALLAH SETELAH MEREKA BENAR-BENAR PERCAYA
ADANYA ALLAH SEBAGAI PENCIPTA MANUSIA DAN DUNIA SEISINYA.
FIRMAN ALLAH :
الر نونءاممنؤالمه وبر ه منزل إليا أنول بمس
30
ARTINYA : ROSUL TELAH BERIMAN KEPADA AL-QUR’AN YANG DITURUNKAN KEPADANYA DARI TUHANNYA, DEMIKIAN PULA ORANG-ORANG BERIMAN. (Q.S. AL-BAQARAH : 285)
b. IBADAH
DI PONDOK PESANTREN AL-ASY’ARIYAH DI SAMPING SANTRI
MENDAPATKAN PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN TENTANG KEIMANAN DAN
AQIDAH MEREKA JUGA MENDAPATKAN PELAJARAN TENTANG IBADAH.
KARENA IBADHA MERUPAKAN REALISASI DARIPADA IMAN, SEBAB IMAN
ITU TIDAK HANYA CUKUP DENGAN PERCAYA ATAU MEMBENARKAN
DALAM HATI SAJA AKAN TETAPI IMAN HARUS DIUCAPKAN DENGAN
LISAN DAN MEMBENARKAN DALAM HATI SAJA AKAN TETAPI IMAN
HARUS DIUCAPKAN DENGAN LISAN DAN MEMBENARKAN DALAM HATI
SERTA MENGAMALKAN ATAU MELAKUKAN DENGAN ANGGOTA BADAN,
OLEH KARENA ITU SANTRI YANG ADA DI PONDOK PESANTREN AL-
ASY’ARIYAH DIDIDIK DAN DIBINA TENTANG HUBUNGAN ANTARA
AKHLAQ DENGAN KHALIQ-NYA YANG ASLINYA DISEBUT DENGAN
IBADAH.
2. SOSIAL KEMASYARAKATAN.
DALAM MASALAH KEBUTUHAN SOSIOLOGIS KEMASYARAKATAN INI
DIBAGI MENJADI DUA HAL, YAITU :
a. MORAL
SEBAGAIMANA DIURAIKAN DI ATAS BAHWA AL-QUR’AN MEMBINA
MANUSIA KE JALAN YANG DIRIDLOI OLEH ALLAH SWT DAN
MENGAJARKAN KEPADA MANUSIA UNTUK BERAKHALAQ YANG MULIA
DAN BERBUDI LUHUR. SEHUBUNGAN DENGAN ADANYA PONDOK
PESANTREN AL-ASY’ARIYAH YANG MENGKAJI MASALAH AGAMA
TERUTAMA ADALAH MASALAH PELAJARAN TENTANG AL-QUR’AN DAN
MAYORITAS ADALAH MENGHAPAL AL-QUR’AN, MAKA DITUNTUT UNTUK
MENGAMALKAN AJARAN-AJARAN AGAMA (SYARIAT ISLAM) YANG
DIDALAMNYA MENYANGKUT MASALAH AKHLAQ DAN BUDI PEKERTI
YANG BERSUMBER PADA AL-QUR’AN. KARENA MASALAH AKHLAQ
31
ADALAH MASALAH YANG MENJADI PERHATIAN DIMANA SAJA, BAIK
PADA MASYARAKAT YANG SUDAH OTOMATIS DIJADIKAN CERMIN
MASYARAKAT TERUTAMA DALAM HAL TINGKAH LAKU (MORAL).
DENGAN DEMIKIAN SEORANG SANTRI HARUS BENAR-BENAR
MENGAMALKAN ILMUNYA UNTUK PRIBADI MAUPUN MASYARAKAT.
SESUAI DENGAN HARAPAN PENGASUH PONDOK PESANTREN AL-
ASY’ARIYAH BAHWA SANTRI YANG MASIH TINGGAL DI PONDOK MAUPUN
YANG SUDAH PULANG KERUMAH (SELESAI) HARUS BENAR-BENAR
MENJADI SURI TAULADAN BAGI MASYARAKAT DAN MENGAMALKAN
ILMU PENGETAHUAN YANG DIPEROLEH DARI PONDOK PESANTREN DI
MASYARAKAT SEMAMPUNYA.
b. SOSIAL KEMASAYARAKATAN
PARA SANTRI YANG DISAMPING MENDAPATKAN PENDIDIKAN MENGENAI
MASALAH BERHUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH (IBADAH) JUGA
DIDIDIK UNTUK SALING KENAL MENGENAL, TOLONG MENOLONG DAN
SALING BANTU MEMBANTU SERTA BERBUAT BAIK BAIK PADA MANUSIA.
DENGAN ADANYA PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN MENTAL
SPIRITUAL DAN SOSIAL KEMASYARAKATAN, AGAR SANTRI YANG MASIH
BERADA DI PONDOK PESANTREN AL-ASY’ARIYAH MAUPUN YANG SUDAH
SELESAI SESUAI DENGAN APA YANG DIHARAPKAN OLEH PENGASUH,
USTADZ YAITU UNTUK KEPENTINGAN MASYARAKAT, AGAMA DAN
NEGARA.
c. KESEHATAN MENTAL
Menurut Kartini Kartono kata mental hygiene atau kesehatan
mental berasal dari kata mental dan hygeia. Hygeia adalah dewi
kesehatan Yunani. Sedangkan mental (dari kata Latin mens, mentis)
artinya jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat. Adapun mental
hygiene/kesehatan mental sentralnya adalah bagaimana caranya orang
memecahkan segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh
macam-macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapatkan
kebersihan jiwa; dalam pengertian tidak tergangu oleh bermacam-
32
macam ketegangan, ketakutan dan konflik terbuka, serta konflik batin.
Jadi secara bahasa kesehatan mental berarti ilmu yang mempelajari
tentang kesehatan jiwa/mental.
Menurut pandangan ahli psikoanalisis, kesehatan mental yang
wajar itu terletak pada kesanggupan Aku Yang Agung (ego) dalam
memadukan antara berbagai alat-alat pribadi (naluri-naluri dan
dorongan-dorongan) dan tuntutan masyarakat, atau untuk sampai
kepada penyelesaian terhadap pertarungan yang timbul di antara
berbagai alat-alat pribadi. Dengan membaca Al qur'an problematika
yang muncul di dalam diri atau emosi seseorang dapat dikendalikan.
Kesehatan mental itu berhubungan dengan kemampuan orang
untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan dengan
masyarakat lingkungannya, hal ini membawanya kepada kehidupan
yang sunyi dari kegoncangan, penuh vitalitas. Dia dapat menerima
dirinya dan tidak terdapat padanya tanda-tanda yang menunjukkan
ketidak serasian sosial, dia juga tidak berkelakukan wajar yang
menunjukkan kestabilan jiwa, emosi dan pikiran dalam berbagai
lapangan dan di bawah pengaruh semua keadaan.
Secara singkat, menurut penulis kurang lebih ada tujuh
macam manfaat tilawah Al-Qur'an.
Pertama manfaat konsultatif yakni; tilawah Al-Qur'an
merupakan media komunikasi antara hamba (pentilawah) dengan Sang
Kholik.
Dengan demikian penderita dapat merasa lega karena sikap
dan perasaannya yang menekan terungkap keluar, serta keadaannya
diketahui, diperhatikan dan diterima konsultan. Demikian halnya
dengan membaca Al-Qur’an. Pembaca dapat merasakan ketenangan
33
batin karena ia merasa Allah mendengar, mengetahui, memperhatikan
bacaan-bacaannya, dan mengetahui perasaannya.
Dengan manfaat konsultatif dalam tilawah Al-Qur'an ini
maka manfaat ini dapat dikatakan mempunyai relevansi dengan semua
ciri-ciri kesehatan mental, dan juga relevansi dengan semua tolak ukur
kesehatan mental.
Kedua, manfaat kontrol yakni, dengan adanya manfaat
konsultatif, individu senantiasa merasa diawasi dan dikontrol oleh
Allah , dan selalu merasakan kehadiran Allah dan selalu merasa
diawasi oleh-Nya, membuat pembaca merasa dekat, dilihat, dan
diperhatikan oleh Allah, sehingga akan membuat pembaca
mengadakan perhitungan dan kritik terhadap amal shaleh yang sudah,
sedang, dan akan dilakukannya agar sejalan dengan syari’ah. Keadaan
demikian akan mendorong pembaca untuk berlaku taat dan
mendekatkan diri kepada Allah dalam setiap amalnya.
Merasakan kehadiran Allah menurut Amin akan berimplikasi
pada jiwa seseorang yakni tidak akan merasa kesepian, dimana merasa
kesepian adalah merupakan salah satu penyakit yang dialami oleh
manusia modern.33 Disamping itu dalam perawatan kejiwaan
menghendaki agar manusia dapat mengadakan kontrol dan kritik diri
yang sehat terhadap dirinya karena hal itu merupakan prinsip dari
kesehatan mental. Seseorang yang tidak mampu mengadakan kontrol
terhadap tingkah laku dan kritik terhadap kekurangan dirinya
merupakan gejala dari gangguan jiwanya. Orang yang tidak memiliki
pengawasan dan perhitungan diri dalam hidupnya akan mengalami
penyesalan dan penderitaan batin karena ia tidak memikirkan dan
tidak memperhitungkan diri dan tingkah laku yang diwujudkannya.
33 M.Rusli Amin, MA, Pencerahan Spiritual Sukses Membangun Hidup Damai dan
Bahagia, Al-mawardi Prima, Jakarta, 2002, hlm. 38.
34
Dengan mengadakan kontrol dan kritik diri dalam hidup, seseorang
dapat memperoleh kesehatan mental. 34
Dengan demikian, menurut penulis manfaat kontrol
mempunyai relevansi dengan semua tolak ukur kesehatan mental, dan
mempunyai relevansi dengan ciri-ciri kesehatan mental terutama pada
(a) terhindar dari gangguan kejiwaan; (b) mampu menyesuaikan diri;
(d) adanya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan; (e) dapat
merasakan kebahagiaan; (f) memiliki ketahanan mental yang kuat dan
tabah dalam menghadapi cobaan; (g) dapat menjawab tantangan
hidupnya; (h) beriman dan bertaqwa.
Ketiga, manfaat fragmatis yakni; dengan adanya manfaat
kontrol pembaca akan senantiasa menyelesaikan problematikanya
berdasarkan petunjuk Ilahi.
Untuk pembinaan dan pengembangan kesehatan mental
manusia membutuhkan agama, seperangkat cita-cita yang konsisten
dan pandangan hidup yang kukuh. Dengan petunjuk Ilahi (agama)
manusia dapat terbantu dalam mengatasi persoalan hidup yang berada
diluar kesanggupan dirinya sebagai manusia yang lemah. Dengan cita-
cita manusia dapat bersemangat dan bergairah dalam perjuangan hidup
yang berorientasi ke masa depan., membentuk kehidupan secara tertib,
dan mengadakan perwujudan diri dengan baik.
Dengan demikian, dapat dikatakan manfaat pragmatis ini
mempunyai relevansi dengan semua ciri-ciri dan tolak ukur kesehatan
mental.
Keempat, manfaat preventif, yaitu; dengan adanya petunjuk
Ilahi pembaca dapat menyelesaikan permasalahan hidupnya, sehingga
ia akan terhindar dari problematika hidup yang dapat menyebabkan
gangguan mental.
34 Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Bulan Bintang,
Jakarta, 1982, hlm. 74-79.
35
Kelima, manfaat kuratif yakni; tilawah Al-Qur'an merupakan
media tazkiyatun nafs atas segala penyakit- penyakit hati. Yang
dimaksud sarana tazkiyah adalah berbagai amal perbuatan yang
mempengaruhi jiwa secara langsung dengan menyembuhkannya dari
penyakit, membebaskannya dari “tawanan“ atau merealisasikan
akhlak padanya. Artinya buah dari tazkiyah adalah munculnya
akhlaq-akhlaq yang terpuji dan terkendalinya lidah.35 Sifat-sifat yang
terpuji inilah yang merupakan obat atau kebutuhan jiwa yang dapat
membantu mewujudkan keharmonisan dan penyesuaian terhadap diri
sendiri, orang lain lingkungan dan Allah. Dapat pula dikatakan bahwa
tilawah Al-Qur'an merupakan ibadah yang bertujuan membersihkan
kesucian dan penyakit-penyakit jiwa manusia, yang dengannya
manusia akan mampu mencapai kehidupan abadi dan sejahtera di
kemudian hari.
Menurut penulis, manfaat kontrol lebih mempunyai relevansi
dengan ciri-ciri kesehatan mental pada: (a) terhindar dari gangguan
kejiwaan; (b) mampu menyesuaikan diri; (c) adanya keserasian antara
fungsi-fungsi kejiwaan; (d) dapat merasakan kebahagiaan; (e)
memiliki ketahanan mental; (f) dapat menjawab tantangan hidup.
Sedangkan pada tolak ukur kesehatan mental, lebih pada point; (2)
terhindar dari perbuatan tercela; (4) mampu mengembangkan potensi-
potensi sifat yang terpuji.
Keenam, manfaat evaluasi yakni; Dengan tilawah Al-Qur'an
pentilawah dapat melihat dirinya sendiri sebagai sosok yang baik atau
yang buruk. Dalam hal ini berarti ada proses introspeksi terhadap
perbuatan sendiri, tingkah laku, kehidupan batin, pikiran, perasaan
sendiri, keinginan dan segenap unsur kejiwaan lainnya merupakan
pemahaman primer yang diperlukan dalam upaya pencegahan
35 Ibid, hlm. 459.
36
gangguan kejiwaan.36 Juga menurut Ahmad Amin bahwa, orang yang
telah mengetahui dirinya baik harga diri/kelemahannya dalam
masyarakat dapat mengubah seseorang dari penyakit mental.37
Ketujuh, manfaat eskatologis yakni, tilawah Al-Qur'an dapat
menghasilkan pahala. Setiap mukmin yakin, bahwa membaca Al-
Qur'an saja, sudah termasuk amal yang sangat mulia dan akan
mendapat pahala yang berlipat ganda, sebab yang dibacanya itu adalah
kitab suci Ilahi. Disamping itu, membacanya merupakan amal ibadah
sunnah yang besar pengaruhnya pada jiwa. Karena Qur’an firman
Allah dan sebagai hasilnya cinta Allah akan tumbuh dalam jiwa.
Mengingat Allah ini tercapai meskipun orang tidak paham arti Al-
Qur'an itu.
Dengan keimanan seseorang akan merasa aman dan merasa tidak
ada gangguan dalam dirinya (sesuai dengan arti dari kata A–m–n), dan
dengan iman seseorang akan merasa lega dan puas (sesuai dengan makna
mutmain).38
Dari penjelasan di atas, nampak ada korelasi positif antara
terhindarnya gangguan mental dengan keimanan seseorang. Faktor
keimanan inilah yang mendorong seseorang untuk merealisasikan ajaran-
ajaran Islam sehingga akan membantu pertumbuhan dan perkembangan
jiwanya. Dengan memenuhi dan merealisasikan nilai-nilai itu diharapkan
seseorang akan menemukan dan mengembangkan makna hidupnya,
sehingga mengalami hidup secara bermakna (The meaning full life) yang
merupakan pintu terbuka ke arah kebahagiaan (happiness).39
Tidak hanya itu, menurut Zakiyah Darajat, dalam psiko–terapi
(perawatan jiwa) ternyata bahwa, yang menjadi pengendali utama dalam
36 Kartini Kartono, Patologi Sosial 3; Gangguan-gangguan Kejiwaan, CV. Rajawali,
Jakarta, 1981, hlm. 4. 37 Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 76. 38 Tafsir Dkk, Moralitas Al-Qur'an dan Tantangan Modernitas, Gema Media,
Yogyakarta, Cet. I, 2002, hlm. 116. 39 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
Islami, Pusaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hlm. 31.
37
sikap, tindakan dan perbuatan seseorang bukanlah akal (pikiran) semata-
mata, akan tetapi yang lebih penting dan kadang-kadang sangat
menentukan adalah perasaan.40 Untuk menciptakan keserasian
(keharmonisan) antara pikiran, perasaan, dan perbuatan dibutuhkan
keimanan. Keimanan di sini yang akan mengontrol pikiran, perasaan, dan
perbuatan, sehingga akan terciptalah rasa aman dan tenteram.41 Dalam
agama Islam, terkenal enam macam pokok keimanan (arkanul iman).
Menurut Zakiah Darajat, semua rukun iman tersebut mempunyai fungsi
yang menentukan dalam kesehatan mental seseorang.42 Ini, dikarenakan,
keimanan merupakan proses kejiwaan yang tercakup di dalamnya semua
fungsi jiwa, perasaan dan pikiran sama-sama menyakinkannya. Apabila
iman tidak sempurna, maka manfaatnya bagi kesehatan mental pun kurang
sempurna pula.43 Keimanan (rukun iman) juga mengajarkan seseorang
untuk bersifat menerima (positive thinking), terhadap Allah, sehingga akan
membebaskan orang dari segala macam ketegangan jiwa.44
Jadi, untuk terhindar dari gangguan mental, diperlukan perangkat
keimanan untuk mewujudkannya. Faktor keimanan ini bisa diperoleh dari
membaca Al-Qur'an, karena pembaca Al-Qur'an sendiri merupakan
rangkaian iman dalam Islam.
40 Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm.
12-13. 41 Ibid. 42 Ibid, hlm. 14. 43 Ibid, hlm. 15. 44 Kelompok Studi Mahasiswa Psikologi Surakarta, Melihat S. Freud dari Jendela Lain,
Studi, Solo, Cet. III, 1991, hlm. 65.
top related