bab ii tinjauan pustaka - uksw · 2019. 6. 27. · 20 bab ii tinjauan pustaka . a. pengertian peran...
Post on 15-Mar-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Peran
Pengertian peran yang dirumuskan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yaitu perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang
yang berkedudukan di masyarakat.1
Teori peran (role theory) mengemukakan bahwa peran adalah
sekumpulan tingkah laku yang dihubungkan dengan suatu posisi tertentu.
Peran yang berbeda membuat jenis tingkah laku yang berbeda pula.
Namun apa yang membuat tingkah laku itu sesuai dalam suatu situasi dan
tidak sesuai dalam situasi lain relatif bebas pada seseorang yang
menjalankan peran tersebut.2
Adapun makna dari kata “peran” dapat dijelaskan sebagai berikut:3
1. Suatu penjelasan historis menyebutkan, konsep peran semula
dipinjam dari kalangan drama atau teater yang hidup subur pada
zaman Yunani kuno atau Romawi. Dalam arti ini, peran
menunjuk pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan
oleh seorang aktor sebuah pentas drama.
2. Suatu penjelasan yang merujuk pada konotasi ilmu sosial, yang
mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan
seseorang ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam
struktur sosial.
3. Suatu penjelasan yang lebih bersifat operasional, menyebutkan
bahwa peran seorang aktor adalah suatu batasan yang dirancang
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm. 1051. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hlm. 221. 3 Edy Suhardono, Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
1994, hlm. 3.
21
oleh aktor lain, yang kebetulan sama-sama berada dalam satu
“penampilan/unuk peran” (role performance).
Hubungan antara pelaku (actor) dan pasangan laku perannya (role
partner) bersifat saling terkait dan saling mengisi; karena dalam konteks
sosial, tak satu peran pun dapat berdiri sendiri tanpa yang lain. Dengan
kata lain, suatu peran akan memenuhi keberadaannya, jika berada dalam
kaitan posisional yang menyertakan dua pelaku peran yang
komplementer.4
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto, peran merupakan
aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh
seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan
hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peranan.5
Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian
perilaku tertentu yang dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu
jabatan tertentu. Syarat peran mencangkup 3 (tiga) hal, yaitu:6
1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi
atau tempat dimana seseorang itu didalam masyarakat. Peran
dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat;
2. Peran adalah suatu konsep perilaku apa yang dapat dilaksanakan
oleh individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu, yang
penting bagi struktur sosial masyarakat;
3. Peran adalah suatu yang ditimbulkan karena suatu jabatan. Peran
merupakan suatu aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang,
apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya
4 Ibid., hlm. 3. 5 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm. 223. 6 Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta, 1997, hlm. 98.
22
sesuai dengan kedudukannya maka orang yang bersangkutan
menjalankan suatu peranan tersebut.
Maka berdasarkan penjelasan beberapa definisi diatas terkait
dengan peran, penulis merumuskan yang dimaksud dengan peran
merupakan suatu prilaku atau tingkah laku sesorang yang meliputi norma-
norma dimana mempunyai kedudukan (jabatan) tertentu. Peran merupakan
aspek dinamis berupa tindakan atau perilaku, yang dilaksanakan oleh
orang atau lembaga/badan hukum yang menduduki suatu posisi dalam
sistem sosial. Seseorang yang memiliki jabatan/posisi tertentu dapat
dikatakan sebagai pemegang “peran”. Oleh karena itu orang atau lembaga
/ badan hukum tersebut diwajibkan untuk melaksanakan tugas dan
wewenangnya sesuai dengan jabatan tersebut. Berdasarkan hal tersebut
lembaga pemerintahan berkewajiban untuk melakukan peranan yang
dipegangnya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Ruang Terbuka Hijau dan Penataan
Ruang Kota
1. Pengertian Penataan Ruang
Pasal 1 ayat (1) Undangan-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, yang dimaksud dengan adalah: “Ruang adalah wadah
yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di
dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.”
Sedangkan menurut D.A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan
23
pengertian ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan
geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan
kegiatan kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak.7 Pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Penataan Ruang, menjelaskan yang dimaksud
dengan tata ruang adalah “wujud struktural ruang dan pola ruang.” Adapun
yang dimaksud dengan struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional (Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Penataan Ruang).
Dalam Undang-Undang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat (5)
dikemukakan “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.”
Penataan ruang sebagai suatu sistem tersebut mengandung makna bahwa
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai
dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang
Wilayah) nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota harus dipahami
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Diharapkan tata
ruang/penataan ruang dapat berperan untuk mewujudkan penanfaatan
ruang yang berdaya guna dan berhasil guna serta mampu mendukung
perlindungan dan pengolaan lingkungan hidup (PPLH) secara
berkelanjutan; mencegah atau menghindari pemborosan pemanfaatan
7 Juniarso Ridwan & Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang, Nuansa, Bandung, 2016, hlm. 23.
24
ruang; dan mencegah terjadinya penurunan kualitas ruang.
Tata ruang sebagai wujud penataan ruang yang merupakan sarana
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Adapun pembangunan
yang berkelanjutan adalah pembangunan yang mempertimbangkan
lingkungan hidup dalam kebijaksanaan pembangunan sehingga
pembangunan dapat menjadikan kesejahteraan dalam jangka panjang.
Kriteria tercapainya tujuan penataan ruang tersebut menurut Pasal 3
Undang-Undang Penataan Ruang yaitu:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Agar terwujudnya tujuan tata ruang, diperlukan peran serta
masyarakat dalam melakukan penataan ruang tersebut. Dalam Pasal 65
Undang-Undang Penataan Ruang ditegaskan:
1. Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan
melibatkan peran masyarakat.
2. Peran masyarakat tersebut, antara lain melalui: partisipasi dalam
penyusunan rencana tata ruang; partisipasi dalam pemanfaatan ruang;
dan partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Peran serta masyarakat dalam penataan ruang tersebut diperlukan
untuk memperbaiki mutu perencanaan, membantu terwujudnya
pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan,
dan menaati keputusan-keputusan dalam rangka penertiban pemanfaatan
ruang.
2. Pengertian Ruang Terbuka Hijau
25
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan bagian dari ruang-ruang
terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan,
tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat
langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota
tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan
wilayah perkotaan tersebut.8 Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja ditanam.9 Pada Pasal 1 ayat (31) Undang-
Undang Penataan Ruang jo. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, menyatakan:
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang
terbuka hijau merupakan bagian dari ruang publik perkotaan yang harus
dijaga sehingga memiliki manfaat yaitu keamanan, kenyamanan,
kesejahteraan, dan keindahan pada wilayah perkotaan.
Sedangkan beberapa para ahli tata ruang memberikan definisi RTH
8 Ruang Terbuka Hijau (RTH) wilayah Perkotaan
Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti
Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. 9 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 9 Maret 2018
pukul 18.27.
26
sebagai berikut:10
a. Menurut Trancik, pengertian RTH adalah ruang yang didominasi oleh
lingkungan alami di luar maupun di dalam kota, dalam bentuk taman,
halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau.
b. Menurut Rooden Van FC, pengertian RTH adalah fasilitas yang
memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas
lingkungan pemukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat
penting dalam kegiatan rekreasi.
Berdasarkan teori diatas, maka penyelenggaraan RTH berdasarkan
kepada suatu tujuan bersama yang dapat dicapai dengan memperhatikan
jenis ruang dan tipologi RTH yang dapat dilaksanakan.
Dalam Pasal 29 ayat Undang-Undang Penataan Ruang dijelaskan
bahwa Ruang Terbuka Hijau terdiri dari RTH publik dan RTH privat.
Proporsi RTH di wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota
yang terdiri dari proporsi RTH publik paling sedikit 20% dan RTH privat
l0%. RTH publik terdiri dari taman kota, taman pemakaman umum, dan
jalur hijau sepanjang jalan, hutan kota, hutan lindung, kebun raya, kebun
binatang, sungai, dan pantai. Sedangkan RTH privat terdiri dari kebun atau
halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
RTH publik yang penyediaan dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab
pemerintah kabupaten/kota, sedangkan RTH privat menjadi tanggung
jawab perseorangan/masyarakat dan lembaga swasta yang dikendalikan
10 Sudharto P. Hadi, Bunga Rampai Manajemen Lingkungan, Thafa Media, Yogyakarta, 2014,
hlm. 13.
27
melalui izin pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten/kota.
3. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.11 Dengan
pengertian tersebut kawasan perkotaan merupakan suatu kawasan yang
ruangnya sangat terbatas yang dimana merupakan tempat berproses
seluruh aspek kehidupan para pemangku kepentingan (stakeholders).
Dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
menyatakan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP)
adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya,
ekonomi dan estetika. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Berdasarkan Permendagri No. 1 Tahun 2007 mengklasifikasikan ruang
terbuka hijau berdasarkan pada kepentingan pengelolaannya adalah
sebagai berikut:
11 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
28
a. Kawasan hijau pertamanan kota, berupa sebidang tanah yang
sekelilingnya ditata secara teratur dan artistik, ditanami pohon
pelindung, semak/perdu, tanaman penutup tanah serta memiliki fungsi
relaksasi;
b. Kawasan hijau hutan kota, yaitu ruang terbuka hijau dengan fungsi
utama sebagai hutan raya;
c. Kawasan hijau rekreasi kota, sebagai sarana rekreasi dalam kota yang
memanfaatkan ruang terbuka hijau;
d. Kawasan hijau kegiatan olahraga, tergolong ruang terbuka hijau area
lapangan, yaitu lapangan, lahan datar atau pelataran yang cukup luas.
Bentuk dari ruang terbuka ini yaitu lapangan olahraga, stadion,
lintasan lari atau lapangan golf;
e. Kawasan hijau pemakaman;
f. Kawasan hijau pertanian, tergolong ruang terbuka hijau areal
produktif, yaitu lahan sawah dan tegalan yang masih ada di kota yang
menghasilkan padi, sayuran, palawija, tanaman hias dan buah-buahan;
g. Kawasan jalur hijau, yang terdiri dari jalur hijau sepanjang jalan,
taman di persimpangan jalan, taman pulau jalan dan sejenisnya; dan
h. Kawasan hijau pekarangan, yaitu halaman rumah di kawasan
perumahan, perkantoran, perdagangan dan kawasan industri.
4. Ruang Terbuka Hijau dalam Penataan Ruang Perkotaan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota penyusunannya
mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), pedoman dan petunjuk
pelaksanaan bidang penataan ruang, dan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang daerah. Pada umumnya penataan ruang tersebut menghasilkan
suatu perencanaan tata ruang yang diinginkan dimasa yang akan datang.
Diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota), sebagaimana
diatur dalam Pasal 28 – Pasal 31 UUPR, penyusunan RTRWK
sebagaimana diatur dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 UUPR, dengan
ketentuan ditambahkan:
29
a. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau; dan
c. Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan
pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang
evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah
kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan
wilayah (Pasal 28 UUPR).
Perencanaan tata ruang perkotaan dimulai dari mengidentifikasi
kawasan yang harus dijaga kelestariannya agar tidak rentan terhadap
bencana seperti longsor, banjir, gempa, maupun bencana lainnya.
Perencanaan tata ruang diperkotaan harus mewadahi aktivitas kehidupan
manusia serta kepentingan-kepentingan lingkungan untuk menjamin
keberlanjutan. Perkembangan RTH sebaiknya dilakukan secara terpadu
dengan sistem struktur ruang yang ada diperkotaan. Dengan demikian
keberadaan RTH dalam perencanaan suatu kota merupakan sebagai suatu
pembentuk struktur ruang kota, sehingga kita dapat mengidentifikasi
hierarki struktur ruang kota melalui keberadaan komponen pembentuk
RTH yang ada.
Dalam suatu ruang kota memiliki penyediaan RTH untuk
menjamin ketersediaan ruang yang cukup. Adapun penyediaan ruang
terbuka hijau dikawasan perkotaan sebagai berikut:12
a. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan:
Ruang terbuka hijau diperkotaan terdiri daari RTH publik dan RTH
privat; Proporsi RTH pada wilayah perkotaan minimal 30% yang terdiri
dari RTH publik 20% sedangkan RTH privat 10%; Apabila RTH publik
12 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 17 Juli 2018
pukul 14.48.
30
maupun privat telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau
perundangan yang telah dimiliki maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaanya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan
keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
b. Penyediaan RTH Berdasarkann Jumlah Penduduk:
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk,
dilakukan dengan mengalihkan antara jumlah penduduk yang dilayani
dengan standar luas RTH perkapita sesuai peraturan yang berlaku.
c. Penyediaan RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian
sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan
pengunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu. RTH kategori ini
meliputi: jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan
perlindungan setempat berupa RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
5. Tujuan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, dalam
muatan RTRW kota tujuan penataan ruang wilayah kota merupakan
arahan perwujudan ruang wilayah kota yang ingin dicapai pada masa yang
31
akan datang. Tujuan penataan ruang wilayah kota memiliki fungsi sebagai
dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataan ruang
wilayah kota; memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama
dalam RTRW kota; dan sebagai dasar dalam penetapan ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Tujuan ini dirumuskan
berdasarkan visi dan misi pembangunan wilayah kota; karakteristik
wilayah kota; dan isu strategis dan kondisi objektif yang diinginkan.13
Tujuan penataan RTHKP terdapat dalam Pasal 2 Permendagri No.
1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
adalah untuk menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan
perkotaan; mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan yang berguna untuk kepentingan masyarakat;
meningkatkan kualitas lingungan perkotaan yang sehat, bersih, dan
nyaman; dan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air.
6. Fungsi Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Fungsi utama (intrinsik) yaitu ekologis, untuk menjamin
keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik. Fungsi ekologis yaitu:14
Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem
sirkulasi udara (paru-paru kota);
Pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat berlangsung lancar;
Sebagai peneduh;
Produsen oksigen;
Penyerap air hujan;
Penyedia habitat satwa;
13 Bab II Ketentuan Teknis Muatan RTRW Kota, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, hlm. 9. 14 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 18 Maret
2018 pukul 13.42.
32
Penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta;
Penahan angin.
Sedangkan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi sosial dan
budaya, fungsi ekonomi, dan fungsi estetika yaitu:15
1. Fungsi sosial dan budaya:
Menggambarkan ekspresi budaya lokal;
Merupakan media komunikasi warga kota;
Tempat rekreasi, wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan
pelatihan dalam mempelajari alam.
2. Fungsi ekonomi:
Sumber produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah,
daun, sayur mayur;
Bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan
dan lain-lain.
3. Fungsi estetika:
Meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik
dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
Menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
Membentuk faktor keindahan arsitektural;
Menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun
dan tidak terbangun.
Fungsi RTH pada kawasan perkotaan ini memiliki klasifikasi
menurut kegunaannya masing-masing, yaitu fungsi ekologi (perlindungan
dan pelestarian) terdapat pada RTH wilayah dan RTH berupa koridor
sepanjang (bantaran sungai, danau/waduk, dan jalur pesisir pantai); fungsi
sosial-budaya-ekonomi terdapat pada hutan lindung, taman hutan kota,
taman wisata alam, taman rekreasi, dan edukatif; serta fungsi sebagai
sarana dan prasarana terdapat pada jalur hijau transportasi, jalur hijau di
jalur listrik tegangan tinggi, dan jalur pengamanan fasilitas hijau lain.
Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat
15 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 17 Juli 2018
pukul 18.40.
33
dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan
kota.
7. Manfaat Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung
dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung yaitu membentuk keindahan
dan kenyamanan (memberikan kesegaran teduh, sejuk), memberikan
lingkungan yang bersih dan sehat, dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual
(kayu, daun, bunga, dan buah). Sedangkan manfaat tidak langsung yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan
fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman hayati).
Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009,
dalam muatan RTRW kota manfaat RTRW Kota adalah untuk:16
1. Mewujudkan keterpaduan pembangunan dalam wilayah kota;
2. Mewujudkan keserasian pembangunan wilayah kota dengan wilayah
sekitarnya; dan
3. Menjamin terwujudnya tata ruang wilayah kota yang berkualitas.
Mengenai “manfaat” RTHKP, diperinci dalam penjelasan Pasal 4
Permendagri No. 1 Tahun 2007 sebagai berikut:
a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
b. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial;
d. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan;
e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
f. Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
16 Bab I Pendahuluan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, Op.Cit., hlm. 8.
34
h. Memperbaiki iklim mikro; dan
i. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
8. Dasar Pengaturan Ruang Terbuka Hijau
Di dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dimana
peraturan tentang struktur ruang dan prasarana wilayah kabupaten/kota
yang memuat rencana pola ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Provisi yang terkait
dengan wilayah kabupaten/kota tersebut. Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota merupakan pedoman dasar bagi pemerintah daerah dalam
mengembangkan pembangunan keberlanjutan salah satunya adalah bagi
penataan RTH dikawasan perkotaan. Dalam UUPR secara khusus
mengarahkan dalam penyediaan dan pemanfaatan RTH yang proporsi
luasannya ditetapkan paling sedikit 30% penyelenggaraan RTH pada
setiap kabupaten/kota harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan tersebut. Proporsi RTH pada wilayah kota
paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dibagi antara RTH publik pada
wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota dan RTH privat
pada wilayah kota 10%.
Menurut Peraturan Menteri PU No. 17/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, rencana pola
ruang wilayah kota dirumuskan dengan kriteria:17
a. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRWN beserta
rencana rincinya;
17 Kententuan Teknis Muatan RTRW Kota, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, hlm. 21.
35
b. Merujuk rencana pola ruang yang ditetapkan dalam RTRW provinsi
beserta rencana rincinya;
c. Memperhatikan rencana pola ruang wilayah kabupaten/kota yang
berbatasan;
d. Memperhatikan mitigasi bencana pada wilayah kota;
e. Memperhatikan kepentingan pertahanan dan keamanan dalam wilayah
kota;
f. Menyediakan ruang terbuka hijau minimal 30 % dari luas wilayah
kota;
g. Menyediakan ruang untuk kegiatan sektor informal;
h. Menyediakan ruang terbuka non hijau untuk menampung kegiatan
sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kota; dan jelas, realistis, dan
dapat diimplementasikan dalam jangka waktu perencanaan pada
wilayah kota bersangkutan;
i. Mengacu pada klasifikasi pola ruang wilayah kota yang terdiri atas
kawasan lindung dan kawasan budi daya.
Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Bab IV Penataan RTHKP,
menjelaskan bahwa RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Luas ideal
RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan. Luas RTHKP yang
penyediaannya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota yang
dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing
daerah.
Perencanaan pembangunan RTHKP dijabarkan lebih lanjut dalam
bentuk rencana pembangunan RTHKP, ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota dan dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).
36
C. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun 2011 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030.
Berkaitan dengan penataan ruang kota maka Pemerintah kota
Salatiga mengeluarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 4 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 -
2030. Berhubungan dengan RTH yang berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang jo. Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 Pedoman Penyediaan dan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan.
Kota Salatiga kebutuhan RTH dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dalam Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030 sebesar 30% dari
luas wilayah. Sementara kondisi eksistingnya hanya mencapai 11,01% dari
luas wilayah dengan perincian 260 hektar atau 4,6% RTH publik dan
365,50 hektar atau 6,44% RTH privat. RTH publik eksisting seluas ± 260
hektar atau ± 4,6% dari luas wilayah, meliputi:18
a. Hutan kota seluas kurang lebih 29 (dua puluh sembilan) hektar
terdapat di Kelurahan Salatiga, Kelurahan Sidorejo Lor, Kelurahan
Tegalrejo, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Kumpulrejo, dan
Kelurahan Dukuh;
b. Taman RT, taman RW dan taman kota seluas kurang lebih 26 (dua
puluh enam) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga;
c. Pemakaman seluas kurang lebih 52 (lima puluh dua) hektar yang
tersebar di wilayah Kota Salatiga;
d. Kawasan lindung bawahannya seluas kurang lebih 50 (lima puluh)
hektar di Kelurahan Bugel, Kelurahan Blotongan, Kelurahan Sidorejo
Kidul, Kelurahan Kutowinangun;
18 Pasal 40 ayat (2) Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Salatiga Tahun 2010 - 2030.
37
e. Jalur hijau seluas kurang lebih 24 (dua puluh empat) hektar tersebar di
wilayah Kota Salatiga; dan
f. Taman wisata seluas kurang lebih 79 (tujuh puluh sembilan) hektar di
Kelurahan Kumpulrejo.
RTH privat eksisting seluas 365 hektar atau ± 6,4% dari luas
wilayah, meliputi:19
a. RTH pekarangan rumah seluas kurang lebih 340 (tiga ratus empat
puluh) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga; dan
b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha seluas kurang
lebih 25 (dua puluh lima) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga.
Pada sistem penataan ruang di Indonesia, RTRW kota Salatiga
dalam melakukan pengendalian dan pemanfaatan ruang dan sumber daya
sehingga RTRW kota Salatiga diharapkan dapat menyelesaikan berbagai
macam permasalahan pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan
lingkungan. Mengingat pentingntya aspek keberlanjutan fungsi ekologis
menjadi salah satu pertimbangan penting dalam penyusunan RTRW kota
Salatiga.
Melihat Pasal 11 Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030,
adanya kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi:20
a. Peningkatan fungsi kawasan lindung;
b. Penyediaan RTH kota yang proposional;
c. Perwujudan pengembangan kegiatan budi daya yang optimal dan
efisien; dan
d. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
19 Pasal 40 ayat (3) Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Salatiga Tahun 2010 – 2030. 20 Pasal 11 Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Salatiga Tahun 2010 – 2030.
38
Rencana pengembangan luasan RTH meliputi:21
a. RTH minimal sebesar 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah atau
kurang lebih seluas 1,721 (seribu tujuh ratus dua puluh satu) hektar;
b. RTH publik minimal sebesar 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah
atau kurang lebih seluas 1,136 (seribu seratus tiga puluh enam) hektar;
dan
c. RTH privat minimal sebesar 10 (sepuluh) persen dari luas wilayah
atau kurang lebih seluas 585 (lima ratus delapan puluh lima) hektar.
Maka demikian, Pemerintah daerah mencanangkan pemenuhan
RTH publik agar mencapai 20% atau seluas ± 1,136 hektar. Berdasarkan
Pasal 40 ayat (5) Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030
Pemerintah Daerah melakukan rencana pemenuhan RTH publik meliputi:
a. Pembangunan hutan kota seluas kurang lebih 402 (empat ratus dua)
hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga;
b. Pembangunan taman RT, taman RW dan taman kota seluas kurang
lebih 112 (seratus dua belas) hektar tersebar di wilayah Kota Salatiga;
c. Pembangunan pemakaman terpadu seluas kurang lebih 21 (dua puluh
satu) hektar di masing–masing kecamatan;
d. Pengadaan tanah kawasan lindung bawahannya seluas kurang lebih 46
(empat puluh enam) hektar di Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan
Kutowinangun dan di ruas Jalan Lingkar Salatiga di Kelurahan
Kumpulrejo dan Kelurahan Dukuh;
e. Pengadaan tanah di sempadan sungai seluas kurang lebih 220 (dua
ratus dua puluh) hektar di Kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan
Tingkir Lor, Kelurahan Sidorejo Kidul, Kelurahan Kutowinangun,
Kelurahan Kauman Kidul, Kelurahan Cebongan, Kelurahan Ledok,
Kelurahan Kumpulrejo, Kelurahan Randuacir, Kelurahan Tegalrejo,
Kelurahan Gendongan, Kelurahan Mangunsari, Kelurahan Dukuh, dan
Kelurahan Kecandran;
f. Pengadaan tanah di sempadan SUTET seluas kurang lebih 55 (lima
puluh lima) hektar terdapat di Kelurahan Tingkir Tengah, Kelurahan
Tingkir Lor, Kelurahan Sidorejo Kidul, dan Kelurahan Kauman Kidul;
g. Pembangunan jalur hijau seluas kurang lebih 4 (empat) hektar di ruas
ruas Jalan Lingkar Salatiga; dan
h. Pembangunan taman wisata seluas kurang lebih 16 (enam belas)
hektar di Kelurahan Bugel.
21 Pasal 40 ayat (4) Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Salatiga Tahun 2010 – 2030.
39
Indikasi program utama perwujudan pola ruang kota Salatiga,
Dinas Lingkungan Hidup melakukan perannya dalam pengembangan RTH
publik dan pengendalian pemanfaatan ruang. Namun yang menjadi
persoalan adalah pembangunan ruang publik tersebut ada beberapa
bangunan yang dibangun menggeser fungsi dari RTH publik yang dahulu
daerah Tamansari Salatiga merupakan wilayah kebun binatang, tempat lalu
lintas dan adanya lapangan tenis menjadi ruang terbangun yang kemudian
diatasnya dibangun pertokoaan pada daerah Tamansari serta merupakan
terminal akunta umum. Dengan demikian RTH publik belum memenuhi
standar minimum yaitu 20% dari ketentuan perundang-undangan yang
berlaku yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang jo. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota yang memiliki fungsi ekologis.
top related