bab ii tinjauan pustaka - sinta.unud.ac.id 2.pdf · secara anatomi, fisiologi, psikologi,...
Post on 16-Mar-2019
242 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
“Ergon” yang berarti kerja dan “Nomos” yang berarti hukum/peraturan. Jadi secara
harafiah istilah ergonomi dapat diartikan sebagai aturan atau norma tentang sikap
kerja.
Terdapat beberapa versi definisi ergonomi dari berbagai ahli, di bawah ini
merupakan beberapa definisi yang berhubungan dengan ergonomi.
Studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau
secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan
desain/perancangan (Nurmianto, 1998)
Disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaannya (Wignjosoebroto, 1995)
Suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi
mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang
suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan
baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan
efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 1979)
Dari banyak definisi yang diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
ergonomi adalah ilmu, seni, dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau
menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas
8
maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun
mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik.
Menurut Tawaka et al. (2004) kualitas hidup secara umum dapat artikan sebagai
berikut :
Work should respect the workers’s life and health.
Work should leave the worker with free time for rest and leisure.
Work should enable the worker to serve society and achieve self-fullfillment by
developing his personal capacities
2.1.1 Tujuan dan Manfaat Ergonomi
Menurut Tawaka et al. (2004) dalam bukunya Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas secara umum tujuan penerapan ergonomi adalah :
Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja
Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan
meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif
maupun setelah tidak produktif
Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek
teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang
dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
9
2.2 Manual Handling
Sama halnya dengan ergonomi, banyak ahli dan organisasi yang
mendefinisikan manual material handling/manual handling. Berikut merupakan
beberapa definisi manual handling :
Manual handling merupakan kegiatan yang mencakup setiap tugas yang
memerlukan seseorang untuk mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik,
menahan, dan membawa setiap objek (Work Safe NB, 2011)
Seizing, holding, grasping, turning, or otherwise working with the hand or
hands. Fingers are involved only to the extent that the are extension of the
hand, such as to turn a switch or to shift automobile gears. handling means
that the worker’s hands move individual containers manual by lifting,
lowering, filling, emptying, or carrying them (Cal/OSHA dan NIOSH, 2007)
Manual handling adalah suatu rangkaian aktivitas yang membutuhkan
penggunaan tenaga manusia untuk mengangkat, menurunkan, mendorong,
menarik, membawa atau memindahkan, memegang, menahan seseorang,
hewan atau benda (National Occupational Health and Safety Commission,
National Standard for Manual Handling, 1990)
Cara pengangkatan yang tidak baik dapat menimbulkan masalah dan keluhan
MSDs. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan yang cukup untuk menangani material
secara manual. Terdapat beberapa langkah sederhana yang dapat digunakan untuk
memindahkan beban sehingga mencegah ketegangan otot punggung antara lain
(Ridley, 2008)
10
Langkah 1
Pikirkan sebelum mengangkat benda, apakah benda tersebut
dapat ditangani sendiri atau tidak. Perkirakan berat beban, dan
tidak mengangkat secara tiba-tiba.
Langkah 2
Posisikan kaki dengan mantap, usahakan posisi yang stabil.
Pijakan kaki akan memengaruhi keseimbangan ketika
memindahkan beban. Pekerja harus mempersiapkan kaki untuk
mengatur kestabilan mereka, gunakan sepatu yang sesuai dan
tidak menyulitkan ketika melakukan pengangkatan.
Langkah 3
Pegang/cengkram beban dengan yakin dan baik. Sebisa
mungkin arahkan beban sedekat mungkin dengan pusat tubuh.
Hal tersebut akan memantapkan pegangan lebih kuat
Langkah 4
Angkat beban secara perlahan dengan menggunakan lengan dan
kaki, naikkan beban secara secara bertahap, letakkan di lutut
atau paha sementara kedudukan punggung diubah.
11
Langkah 5
Jangan mencoba mengangkat dengan punggung
(membungkuk). Jaga pinggang agar tetap lurus dengan cara
menekukkan lutut. Pada posisi ini lutut tetap berjauhan dan
benda ditempatkan diantara lutut (bertumpu pada kaki). Jangan
memutarkan tubuh ketika mengangkat atau membawa beban.
Langkah 6
Setelah tubuh tegak pastikan beban sedekat mungkin dengan
pusat tubuh selama pengangkatan, pindahkan beban secara
perlahan untuk mengurangi risiko MSDs. Pegang bagian
terberat beban dari samping. Gunakan sarung tangan untuk
melindungi tangan dari pecahan, serta gunakan sepatu untuk
melindungi kaki dari tertimpa beban.
Langkan 7
Pastikan kepala tidak menunduk/memandang
pada beban pada saat pengangkatan. Jangan
mengangkat beban secara berlebihan, karena
terdapat perbedaan antara mengangkat dengan
aman dan kemampuan mengangkat. Manusia
dapat mengangkat beban berat namun belum
tentu hal tersebut aman. Minta bantuan jika
beban terlalu berat.
12
Jika memungkinkan hindari mengangkat beban dari lantai, namun jika tidak
memungkinkan lakukan sesuai dengan teknik di atas tanpa bertumpu pada punggung
tapi pada kaki dan lengan, usahakan beban agar dekat dengan pusat tubuh. Pria dan
wanita memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengangkat beban secara manual,
berikut merupakan beban maksimum yang disarankan berdasarkan jarak dari tubuh
(Health and Safety Executive (UK), 2000) :
Gambar 2.1 Rekomendasi Beban Maksimum
2.3 Sikap Kerja/Posisi Kerja
Sikap kerja adalah kesiapan mental dan fisik untuk bekerja dengan cara tertentu.
Sikap kerja akan membentuk posisi kerja seseorang dalam menjalankan aktivitasnya.
Posisi kerja yang baik adalah kondisi tubuh manusia berada dalam keadaan nyaman
dalam melakukan pekerjaan. Terdapat 3 macam sikap/posisi dalam bekerja yaitu:
Posisi duduk
Posisi kerja duduk adalah sikap kerja yang tidak membebani kaki dengan berat
tubuh yang stabil selama bekerja. Posisi duduk mengeluarkan energi lebih
sedikit dibandingkan dengan posisi lainnya. Posisi duduk yang paling baik
height
eit
13
adalah sikap yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap badan dan tulang
belakang. Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh disangga oleh tempat
duduk, dan konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibanding
posisi lain (Yeni, 2010).
Posisi berdiri
Berdiri secara terus-menerus selama bekerja dapat menyebabkan penumpukan
darah dan cairan pada kaki, hal ini akan semakin bertampah apabila pekerja
menggunakan sepatu dengan ukuran yang tidak sesuai. Astuti (2009)
menyatakan terdapat beberapa manfaat posisi kerja berdiri seperti jangkauan
lebih luas dalam posisi berdiri, berat badan dapat digunakan untuk menekan
beban, pekerja yang berdiri membutuhkan ruang yang lebih kecil dibandingkan
pekerja yang duduk, kaki sangat efektif pada damping vibration, bisa terus
terjaga dengan sedikit aktivitas otot dan tidak membutuhkan perhatian,
kekuatan otot punggung dua kali lebih besar pada keadaan berdiri
dibandingkan posisi duduk. Meskipun demikian tidak berarti lingkungan kerja
didesain untuk berdiri secara terus-menerus, melainkan perlu diadakan
pergerakan seperti berjalan-jalan atau bergerak dalam waktu singkat sebagai
relaksasi.
Posisi Berdiri Setengah Duduk
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada pekerja bubut. Pekerja yang telah
terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak dirubah menjadi posisi setengah
duduk tanpa sandaran dan setengah duduk dengan sandaran menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok
(Santoso, 2004)
14
2.4 Gangguan Musculoskeletal Akibat Kerja
Keluhan musculoskeletal merupakan keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang baik keluhan yang ringan sampai keluhan yang sangat
sakit. Keluhan sakit yang dirasakan dapat diakibatkan karena otot menerima beban
statis secara berulang dan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menyebabkan
kerusakan ligamen, tendon, dan sendi atau yang disebut dengan musculoskeletal
disorders (MSDs).
Berdasarkan penelitian Bureau of Labor Statistics, 2015 musculoskeletal
disorders (MSDs) di Amerika menyumbang 32% dari semua kasus cidera dan
penyakit akibat kerja dengan penyumbang terbesar adalah dari pekerja dalam
pengangkutan atau pemindahan material secara manual. Sedangkan di Inggris menurut
laporan Buckley (2015) kombinasi kegiatan menggunakan keyboard, memegang alat
dalam kurun waktu tertentu, mengangkat berban berat, menarik dan mendorong
merupakan penyebab terjadinya MSDs pada tahun 2012-2014. Kegiatan mengangkat
atau memindahkan beban merupakan penyebab paling tinggi dengan persentasi
sebagai berikut:
Gambar 2.2 Gangguan MSDs Berdasarkan Aktivitas
15
Berdasarkan teori Tawaka et al. (2004) Gangguan musculoskeletal dikelompokkan
kedalam dua jenis yaitu keluhan sementara dan keluhan menetap dengan gejala
sebagai berikut:
Keluhan sementara (reversible)
Keluhan sementara (reversible) adalah keluhan yang dirasakan apabila otot
menerima beban statis. Keluhan akan hilang saat beban dihilangkan.
Keluhan menetap (persistent)
Keluhan menetap (persistent) adalah keluhan yang bersifat menetap, dengan
kata lain keluhan akan tetap bahkan terus dirasakan walaupun beban
dihilangkan.
2.4.1 Faktor Penyebab Musculoskeletal Disorders
Tawaka et al. (2004) menjelaskan dalam bukunya Ergonomi Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan keluhan musculoskeletal yaitu:
Peregangan Otot yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan biasanya terjadi pada aktivitas yang
menggunakan otot seperti mendorong, menarik, mengangkat, serta menahan
beban yang berat. Apa bila otot sering menerima beban yang berat maka dapat
menimbulkan keluhan musculoskeletal.
Aktivitas Berulang
Risiko MSDs akan meningkat apabila bagian tubuh digunakan secara terus-
menerus dengan jeda yang relatif singkat. Aktivitas berulang atau gerak
repetitif akan menyebabkan kelelahan otot hingga kerusakan jaringan
16
Sikap Kerja Tidak Alamiah
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian
tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah seperti mengangkat tangan menjauh
dari pusat tubuh, semakin jauh dari pusat tubuh maka postur tubuh akan
semakin janggal sehingga dapat menyebabkan ketegangan pada otot, tendon
dan ligamen di sekitar sendi. Pada umumnya sikap kerja tidak alamiah
disebabkan oleh desain lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan tubuh
manusia.
Durasi
Durasi merupakan lama waktu pajanan eksposure. Durasi dapat dihitung
berdasarkan detik, menit, jam, hari, bulan, bahkan tahun. Semakin lama
pajanan faktor risiko terhadap pekerja maka kemungkinan pekerja untuk
merasakan keluhan MSDs akan semakin besar. Menurut Fuady (2013)
pekerjaan yang berlangsung dalam waktu yang lama tanpa disertai dengan
istirahat dapat menurunkan kemampuan tubuh dan menyebabkan kesakitan
pada anggota tubuh. Durasi pekerjaan digolongkan menjadi durasi singkat (<1
jam/hari), durasi sedang (1-2 jam/hari), durasi lama (>2 jam/hari).
Selain faktor-faktor di atas terdapat faktor sekunder yang dapat menyebabkan keluhan
musculoskeletal yaitu :
Tekanan
Apabila otot terus-menerus tekanan maka dapat menyebabkan rasa nyeri otot
yang menetap.
17
Getaran
Geratan dengan frekuensi yang tinggi dapat menyebabkan kontraksi otot
bertambah sehingga peredaran darah menjadi tidak lancar dan menimbulkan
peningkatan asam laktat. Penimbunan asam laktat menyebabkan rasa nyeri
pada otot. Pengaruh getaran tidak begitu signifikan pada pekerja paving,
getaran tidak memiliki hubungan dengan terjadinya gangguan musculoskeletal.
(Cindyastira et al., 2014)
Mikroklimat
Paparan suhu dingin dan suhu panas dapat menurunkan kepekaan dan kekuatan
sehingga menurunkan kekuatan otot. Untuk menetralkan suhu yang berbeda
dengan suhu tubuh maka tubuh akan menggunakan energi untuk beradaptasi
dengan lingkungan. Jika pasokan energi tidak terpenuhi maka peredaran darah
akan tidak lancar yang berarti pasokan oksigen ke otot akan menurun dan
menyebabkan penimbunan asam laktat yang dapat menyebabkan rasa nyeri
otot.
Kebiasan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi seseorang merokok maka keluhan
otot yang dirasakan akan semakin tinggi pula. Hal ini dapat terjadi karena
rokok akan menurunkan kapasitas paru-paru sehingga supply oksigen akan
berkurang. Kurangnya pasokan oksigen ke otot akan menyebabkan
penimbunan asam laktat yang dapat menyebabkan rasa nyeri otot.
Karakteristik individu juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
kejadian MSDs. Hal ini meliputi umur, Indeks Masa Tubuh (IMT), masa kerja, dan
tingkat pendidikan.
18
Umur
Menurut Mushthofa et al. (2014) pada umumnya keluhan otot skeletal akan
mulai dirasakan pada usia produktif yaitu 25-65 tahun. Pada awalnya keluhan
akan dirasakan sejak umur 35 tahun dan terus meningkat seiring bertambahnya
umur. Makin bertambahnya umur menyebabkan ketahanan otot semakin
menurun dan meningkatkan risiko cidera.
Antrhropometri
Anthropometri adalah suatu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh
manusia, terutama seluk beluk dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia.
Ukuran tersebut kemudian akan digunakan untuk merancang sarana kerja yang
sesuai dengan keadaan tubuhnya. Dalam hal ini anthropometri akan diukur
menggunakan Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT merupakan salah satu faktor
yang berisiko memengaruhi kejadian musculoskeletal disorders (MSDs)
meskipun pengaruh yang diberikan sangat kecil. Pekerja yang tergolong
obsesitas memiliki potensi untuk terkena MSDs. Indeks Masa Tubuh (IMT)
dikategorikan menjadi 4 yaitu:
Tabel 2.1 Kategori Indeks Masa Tubuh (IMT)
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27,0
Sumber: Depkes (2011).
Masa Kerja
Masa kerja berhubungan dengan jangka waktu seseorang bekerja di suatu
perusahaan. MSDs adalah penyakit yang terjadi setelah jangka waktu tertentu.
Menurut Cindyastira et al. (2014) semakin lama masa kerja seseorang maka
19
semakin lama pula keterpaparan terhadap waktu dan jenis pekerjaan yang
dilakukan oleh pekerja sehingga akan menimbulkan berbagai keluhan fisik
akibat pekerjaan.
Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, dan Riwayat Pelatihan
Berdasarkan penelitian yang terdahulu, pekerja dengan pendidikan
yang rendah akan memengaruhi nilai risiko karena pengetahuan seseorang
tentang segala sesuatu yang dihadapi tidak lepas dari status pendidikan.
Tingkat pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang untuk menerima
informasi khususnya terhadap kesehatan dan keselamatan kerja (Setyaningsih
et al., 2010).
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu melalui panca indra
manusia. Dengan kata lain pengetahuan adalah hasil mengingat sesuatu yang
pernah masuk. Tidak adanya pelatihan tentang bagaimana bekerja secara
ergonomis dapat meningkatkan risiko karena kurangnya pemahaman
pengteahuan dasar pekerja pada saat melakukan pekerjaan (Utomo, 2012)
2.5 Penilaian Sikap Kerja
Penilaian sikap kerja dapat dilakukan dengan berbagai cara. Terdapat berbagai
metode dan alat bantu untuk memudahkan dalam melakukan penilalian Masing-
masing metode penilaian risiko memiliki karakteristik dan kelebihan yang harus
disesuaikan dengan keadaan pekerjaan yang akan dinilai.
2.5.1 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah salah satu metode yang
dikembangkan oleh Dr. Lynn McAtamney dan Professor E. Nogel Corlet pada tahun
20
1993. Metode ini dirancang untuk menganalisis postur tubuh pekerja pada saat
melakukan pekerjaannya (Singh et al., 2012). Tujuan utama RULA adalah untuk
melihat tingkat risiko MSDs yang disebabkan oleh pekerjaan khususnya pada tubuh
bagian atas seperti lengan, pergelangan tangan siku, bahu serta leher dan punggung
(Musculoskeletal Disorders Prevention, 2008).
RULA sangat cocok untuk menilai risiko pekerja yang biasanya bekerja secara
duduk atau berdiri tanpa banyak gerakan tambahan pada saat melakukan tugasnya.
Hasil akhir dari RULA adalah tingkat risiko ergonomi pada suatu kegiatan. Menurut
Nugraha et al. (2006) analisis postur kerja dengan metode RULA terdiri atas tiga tahap
yaitu :
1. Pengembangan metode untuk merekam postur kerja
2. Pengembangan sistem penilaian dengan skor
3. Pengembagnan dari skala tindakan risiko dan kebutuhan tindakan untuk penilaian
lebih lanjut.
Tabel 2.2 RULA Action Level
Sumber : Singh et al., 2012
RULA memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
Hanya memungkinkan untuk meneliti sisi kanan atau kiri tubuh, tidak seluruh
tubuh
Skor RULA Level Risiko Tindakan
1-2 Rendah Tidak perlu perbaikan
3-4 Menengah Investigasi lebih lanjut,
perbaikan mungkin diutuhkan
5-6 Tinggi Investigasi lebih lanjut, perlu
perbaikan segera
7
Sangat Tinggi Investigasi lebih lanjut, butuh
perbaikan saat ini ijuga
21
Hanya dapat melihat satu titik waktu yaitu pada saat postur tubuh terburuk saat
diamati
Tidak mempertimbangkan durasi pekerjaan
Tidak menilai perbedaan karakteristik pekerja seperti usia, jenis kelamin, dan
riwayat kesehatan
2.5.2 Quick Exposure Check (QEC)
Quick exposure check (QEC) adalah salah satu metode pengukuran beban
postur yang diperkenalkan oleh Dr. Guanyang Li dan Peter Buckle. Tujuan QEC
adalah menilai pada empat area tubuh yang terpapar risiko untuk terjadinya WMSDs.
Selain itu QEC juga dapat memberikan evaluasi tempat kerja dan desain peralatan
yang memfasilitasi desain ulang. Menurut Ilman dan Helianty (2013) QEC
dikembangkan untuk beberapa tugas antara lain :
Menilai perubahan paparan pada tubuh yang berisiko terjadi MSDs sebelum dan
sesudah intervensi ergonomi
Melibatkan pengamat dan juga pekerja dalam melakukan penilaian dan
mengidentifikasi kemungkinan untuk perubahan pada sistem kerja
Membandingkan paparan risiko cedera diantara dua orang atau lebih yang
melakukan pekerjaan yang berbeda
Meningkatkan kesadaran di antara manajer, engineer, desainer, praktisi K3
mengenai faktor risiko MSDs pada stasiun kerja
Hasil analisis kemudian akan dibandingkan dengan tabel skor paparan seperti pada
tabel di bawah ini :
22
Tabel 2.3 Skor Paparan QEC
Score Skore Paparan
Rendah Medium Tinggi Sangat Tinggi
Punggung (statis) 8 – 15 16 - 22 23- 29 29 – 42
Punggung
(bergerak)
10 – 20 21 - 30 31 – 40 41 – 46
Bahu/lengan 10 – 20 21 - 30 31 – 40 41 – 46
Pergelangan tangan 10 – 20 21 - 30 31 – 40 41 – 46
Leher 4 – 6 8 - 10 12 - 14 16 – 18
Sumber : Ilman dan Helianty 2013
Kekurangan QEC :
Metode hanya fokus pada tempat kerja fisik
Perlu adanya validasi eksposur hipotesis dengan tingkat tindakan
Perlu pelatihan tambahan dan praktik untuk penegguna pemula
2.5.3 BRIEF Survei
Baseline Risk Identificaion of Ergonomic Factors Survey ( BRIEF Survei) atau
yang dalam bahasa indonesianya adalah Survei Identifikasi Data Dasar Faktor-Faktor
Risiko Ergonomi (SIDFRE) adalah alat skrining awal yang menggunakan sistem
rating untuk mengidentifikasi faktor risiko ergonomi yang diterima pada aktivitas
pekerjaan yang dilakukan. Metode BRIEF menganalisis sembilan bagian tubuh
(tangan kanan dan kiri, pergelangan tangan, siku, bahu, leher, punggung, dan kaki)
sebagai alat untuk menentukan faktor risiko secara fisik. Metode ini mengidentifikasi
risiko yang berhubungan dengan tenaga, durasi, postur tubuh, dan frekuensi ketika
mengamati bagian tubuh tersebut.
Metode BRIEF Survey memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
Tidak dapat mengetahui tingkat risiko ergonomi secara keseluruhan dari suatu
pekerjaan.
23
Postur janggal yang terdapat pada BRIEF Survei terbatas.
Membutuhkan waktu pengamatan yang cukup lama
2.5.4 Ovaco Work Posture Analysis System (OWAS)
OWAS adalah salah satu metode dengan hasil akhir atau output berupa sikap
kerja yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja khususnya pada bagian
musculoskeletal. Metode ini mengklasifikasikan sikap kerja berdasarkan bagian
punggung (lurus, membungkuk, memutar atau miring ke samping, membunguk dan
memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping,), tangan (kedua lengan berada
di bahu, satu lengan berada pada atau di atas bahu, kedua lengan pada atau di atas
bahu), kaki (duduk, berdiri bertumpu pada dua kaki, bertumpu pada satu kaki, berdiri
pada kedua kaki dengan lutut ditekuk, berjalan), dan berat beban (<10 kg, 10 – 20 kg,
>20 kg) (Susihono dan Prasetyo, 2012). Prinsip pengukuran metode OWAS adalah
keseluruhan aktivitas kerja yang direkapitulasi dan dibagi kebeberapa interval waktu
(detik atau menit) sehingga diperoleh sampling dari siklus kerja tersebut. Menurut
Selvianti (2014) terdapat beberapa keterbatasan metode OWAS antara lain :
Kategoti postur untuk trunk dan bahu kurang spesifik
Tidak menilai faktor durasi dari postur
Tidak memisahkan bagian tangan/kaki menjadi sebelah kanan atau kiri
Tidak menilai postur pada bagian siku dan pinggang
Tidak menilai faktor risiko ergonomi dari lingkungan
Analisis postur tubuh pada akhirnya akan menunjukkan kategori level bahaya pada
pekerja seperti tergambar pada tabel berikut:
24
Tabel 2.4 Skala OWAS
Kategori Level Risiko Tindakan
I Tidak ada masalah MSDs Tidak perlu perbaikan
II Postur kerja mengakibatkan
ketegangan
Perlu perbaikan di masa
mendatang
III Postur kerja mengakibatkan
ketegangan sangat signifikan
Perlu perbaikan
secepatnya
IV Sangat berbahaya Perlu perbaikan saat ini
juga
Sumber : Pramana, 2015
2.5.5 Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah sebuah metode yang
dikembangkan oleh Hignett, S. dan McAtamney yang didesain untuk menganalisis
keseluruhan aktivitas postur tubuh, serta aktivitas statis dan dinamis. Pada dasarnya
REBA memiliki desain yang serupa dengan metode RULA, bertujuan untuk
menyajikan nilai risiko musculoskeletal disorders (MSDs) yang disebabkan oleh
pekerjaan.
REBA merupakan suatu metode untuk mengidentifikasi dan mengukur posisi
kerja ergonomis yang memberikan kontribusi terhadap kejadian musculoskeletal
disorders (MSDs) dan menyelidiki penyebabnya (Singh dan Singh, 2014). REBA
sangat cocok untuk menilai risiko ergonomi dari aktivitas yang bersifat statis, dinamis,
dan melibatkan perubahan postur tubuh secara cepat/mendadak (sedentary). Metode
ini telah secara umum digunakan dalam melakukan penilaian tingkat risiko
berdasarkan postur tubuh pekerja seperti yang ditunjukkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Tati (2009) untuk menganalisis tingkat risiko pekerja buruh angkut
pada stasiun Jatinegara.
Untuk menilai tingkat risiko ergonomi, REBA mengklasifikasikan postur
tubuh ke dalam beberapa bagian yaitu posisi leher, posisi tulang belakang, posisi kaki,
25
posisi lengan atas, posisi lengan bawah, dan posisi pergelangan tangan, dengan
tambahan penilaian berdasarkan beban yang diangkut oleh pekerja,
keberadaan/keadaan pegangan (coupling) pada alat kerja, serta aktivitas yang bersifat
statis, gerak berulang, dan menimbulkan perubahan yang cepat/mendadak pada postur
tubuh. Input dari REBA adalah pengambilan data postur pekerja baik berupa video
maupun foto, menentukan sudut pada batang tubuh, dan kemudian skor akan
dibandingkan dengan tabel REBA action level (Qutubuddin et al., 2013).
Tabel 2.5 REBA Action Level
Action
Level
Skor
REBA
Risk Level Action (Including Further Assessment)
0
1
2
3
4
1
2-3
4-7
8-10
11-15
Dapat Diabaikan
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Tidak perlu perbaikan
Perubahan mungkin dibutuhkan
Investigasi lebih lanjut, perlu perbaikan
Investigasi lebih lanjut, perlu perbaikan segera
Investigasi lebih lanjut, perlu perbaikan saat itu juga
Sumber : Qutubuddin et al., 2013
Langkah-langkah penggunaan lembar kerja REBA :
1. Memberi nilai pada grup A yaitu leher punggung, dan kaki. Kemudian nilai
tersebut dimasukkan ke tabel A
2. Nilai yang diperoleh dari tabel A akan dijumlahkan dengan berat beban yang
diangkat pekerja dengan pengklasifikasian skor sebagai berikut :
a. Skor 0 = berat < 5 kg
b. Skor +1 = berat 5-10 kg
c. Skor +2 = berat >10 kg
d. Skor +1 jika disertai dengan perubahan gerakan yang cepat/tiba-tiba
3. Memberi nilai pada grup B yaitu lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
tangan. Kemudian nilai masing-masing bagian dimasukkan ke tabel B
26
4. Nilai yang diperoleh dari tabel B akan dijumlahkan dengan skor pegangan
(coupling) dengan pengklasifikasian skor sebagai berikut :
a. Terdapat pegangan pada beban, pegangan baik = 0
b. Pengangkatan dapat dilakukan tanpa adanya pegangan, dibantu dengan
mendekatkan beban ke pusat tubuh = +1
c. Pegangan tidak ada namun masih memungkinkan, pegangan buruk =
+2
d. Tidak terdapat pegangan, disertai dengan penyesuaian tubuh yang
janggal, tidak aman bagi tubuh = +3
5. Nilai dari tabel A dan Tabel B dimasukkan dalam tabel C
6. Untuk mendapatkan skor akhir, nilai tabel C akan dijumlahkan dengan skor
aktivitas pekerja
REBA memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
Hanya memungkinkan untuk meneliti sisi kanan atau kiri tubuh, tidak seluruh
tubuh
Hanya dapat melihat satu titik waktu yaitu pada saat postur tubuh terburuk saat
diamati
Tidak mempertimbangkan durasi pekerjaan
Tidak mempertimbangkan durasi aktivitas, periode pemulihan dan getaran
Tidak menilai perbedaan karakteristik pekerja seperti usia, jenis kelamin, dan
riwayat kesehatan
2.5.6 Nordic Body Map Questionnaire
Nordic Body Map Questionnaire adalah metode atau alat yang digunakan
untuk melihat gambaran musculoskeletal disorders (MSDs). Nordic Body Map
27
berisikan gambaran atau peta tubuh yang berisikan data bagian tubuh yang mungkin
dikeluhkan oleh pekerja. (Setyanto et al., 2015). Nordic Body Map berisikan 28 bagian
tubuh dan level sakit yang dirasakan oleh pekerja sebelum mulai bekerja dan setelah
selesai bekerja minimal dirasakan mulai dari 7 hari yang lalu (Savitri et al., 2012).
Pengisian Nordic Body Map dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Gambar 2.3 Nordic Body Map
Tabel 2.6 Total Score Nordic Body Map
Score Individual Sum
Score
Degree of
Risk
Improvement
1 28 – 49 Low Doesn’t need Improvement
2 50 – 70 Medium Maybe need Improvement
3 71 – 91 High Need Improvement
4 92 – 112 Very High Need Improvement as soon as
possible
Sumber : Setyanto et al., 2015
2.6 Kegiatan Drum Handling di Perusahaan “V” Kalimantan Timur
Drum Handling merupakan suatu kegiatan yang bersangkutan dengan kegiatan
penanganan drum yang ada di lingkungan kerja. Perusahaan “V” Kalimantan Timur
terdiri dari 5 Major Plant yaitu Badak Plant, Semberah Plant, Mutiara Plant, Pamaguan
35
28
Plant, dan Nilam Plant yang merupakam penyumbang penggunaan drum yang berisi
inhibitor korosi yang berfungsi untuk mencegah laju korosi dalam pipa sebagai media
untuk mendistribusikan minyak dan gas dari satu tempat ke tempat lain.
Kegiatan penanganan drum meliputi kegiatan pemindahan drum dari warehouse
(gudang) menuju ke departemen operation yaitu injection point yang tersebar di 5 area
kerja di atas. Sisa drum dari injection point akan didistribusikan menuju tempat
penghancuran drum yang terletak di Nilam Pipe Yard.
Tahapan kegiatan yang dilakukan pekerja drum handling antara lain :
1. Tahap awal adalah tahap persiapan pendistribusian dari gudang menuju
injection point yang terdiri dari proses undloading (pembongkaran) dan
dilanjutkan dengan proses loading/lifting. Drum akan diangkut menggunakan
pick up untuk menuju tempat injection point.
2. Dari injection point drum akan didistribusikan menuju tempat penghancuran
drum, lalu dilakukan Drum unloading, yaitu kegiatan membongkar muatan
dalam hal ini drum baik yang kosong maupun yang berisi cairan.
3. Drum stacking horizontally yaitu kegiatan menumpuk drum. Sebelum di
hancurkan, drum harus ditata terlebih dahulu agar tidak memenuhi tempat.
4. Rolling tahap ini adalah tahap untuk memindahkan drum dengan tujuan untuk
menuangkan sisa cairan dalam drum.
5. Tahap selanjutnya adalah tahap draining yaitu menuangkan sisa cairan ke
tempat khusus yang telah disediakan. Sebelum di hancurkan drum berisi bahan
kimia harus dikeringkan terlebih dahulu.
29
6. Setelah drum kosong maka drum akan dihancurkan dengan bantuan mesin
yang disebut drum crusher.
7. Tahap selanjutnya adalah rolling the crushed drum. Tahapan ini dilakukan
untuk mengurangi risiko ergonomi yaitu untuk meminimalkan berat beban jika
diangkat.
8. Drum yang telah dihancurkan kemudian akan ditumpuk hingga menunggu truk
pihak berwenang untuk menanganinya. Drum hancur ditumpuk pada palet
dengan tinggi drum maksimal 8 tumpuk.
Perusahaan “V” Kalimantan Timur telah membuat beberapa peraturan baik
berbentuk SOP maupun RWP (Routine Work Practice) yang bertujuan untuk
melindungi pekerja dan lingkungan kerjanya dari risiko kecelakaan ataupun bahaya
yang dapat memengaruhi produktivitas. Berikut merupakan beberapa bagian dari
prosedur dalam penanganan dan pengoperasian manual HSE-SAF-Pro-0021, 5 Januari
2015 yang disusun oleh tim departemen Heath, Safety, Environtment and Oprational
Integrity yang diterapkan bagi seluruh pekerja dan mitra kerja perusahaan “V”
Kalimantan Timur :
Pengoperasian manual yaitu mengoperasikan alat, mesin, atau perangkat
elektronik supaya aktif, bergerak, atau berhenti yang memerlukan bantuan
tenaga manusia secara manual dengan menggunakan tangan atau anggota
tubuh lainnya untuk mengendalikan alat kontrolnya.
Departemen terkait perlu memastikan pekerja telah mendapatkan pengenalan
mengenai penanganan dan pengoperasian manual sebagai pelatihan wajib,
memastikan area berbahaya terutama titik potensi terjepit teridentifikasi dan
30
mudah dikenali, memastikan semua alat pelindung diri yang diperlukan
tersedia dan didistribusikan kepada pekerja sesuai dengan penilaian risiko.
Temuan yang signifikan dari penilaian risiko harus dicatat dan disimpan,
mudah diakses, selama masih relevan. Perlunya pengertian pekerja akan
informasi atau tanda bahaya untuk penanganan dan pengoperasian manual.
Setiap area harus melakukan identifikasi dan pendataan setiap pinch point di
area masing-masing dan harus selalu diperbaharui jika ada yang baru dengan
cara pemberian kode warna kuning hitam untuk area pinch point, warna hijau
untuk area handle, dan pemberian stiker hand injury.
Penanganan oleh dua orang atau lebih dapat memungkinkan operasi yang
dilakukan melebihi kemampuan satu orang. Kemampuan tim dari dua orang
adalah dua pertiga jumlah kemampuan individu dan kemampuan tim terdiri
dari tiga orang adalah setengah jumlah kemampuan individu. Suatu
komunikasi yang jelas harus dilakukan antara tim mengenai waktu
pengangkatan dan arah. Pada saat memindahkan usahakan bergerak perlahan
dan dikomando oleh satu orang. Pertimbangkan beban memiliki pegangan
yang cukup. Jika membutuhkan ketepatan untuk penempatan beban, letakkan
beban lebih dahulu lalu geser ke posisi yang diinginkan. Berat maksimum
materi yang diangkat adalah 1/3 berat orang yang mengangkat. Membawa
beban saat duduk maksimal 3 kg untuk wanita dan 5 kg untuk laki-laki dan
sebisa mungkin beban berada di dekat badan.
Pastikan semua pekerja menggunakan APD sesuai yang diwajibkan. Penentuan
jenis APD yang sesuai dilakukan untuk mengendalikan risiko yang mungkin
muncul.
31
Setiap karyawan dan mitra kerja yang bekerja di area perusahaan “V”
Kalimantan Timur baik di lapangan maupun di kantor wajib mendapatkan
pelatihan penanganan dan pengoperasian manual oleh pelatih yang ditunjuk.
Pelatihan, praktik langsung, atau sosialisasi prosedur terkait penggunaan alat
bantu penanganan material mungkin diperlukan untuk mengurangi risiko
kecelakaan.
top related