bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan umum mengenai kode ...eprints.umm.ac.id/46188/3/bab ii.pdf14 bab...
Post on 19-Jun-2019
223 Views
Preview:
TRANSCRIPT
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Kode Etik Profesi
A.1 Pengertian Penegakan Kode Etik
A.1.1 Pengertian Penegakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Penegakan
berasal dari kata tegak yang berarti proses, cara, dan perbuatan
menegakkan.8 Penegakan adalah cara atau proses dalam menengakkan
suatu perbuatan atau peraturan yang berlaku.
Menurut pendapat beberapa ahli, tentang pengertian penegakan
hukum antara lain sebagai berikut :
a. Satjipto Rahardjo
“Penegak hukum adalah lembaga pelaksana hukum yang
bertugas untuk mewujudkan dan menegakkan hukum ditengah-
tengah masyarakat dan lingkungan. Dilihat dari aspek
keorganisasian, lembaga hukum tidak statis tetapi dinamis.
Penegakan hukum juga merupakan rangkaian proses untuk
menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi
tujuan hukum. Tujuan hukum memuat nilai-nilai moral seperti
keadilan dan kebenaran.”9
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa Satjipto Rahardjo
mengemukakan mengenai tugas dari Penegak Hukum yang berada
ditengah-tengah masyarakat dan juga mengemukakan mengenai
Penegakan Hukum adalah serangkaian ide untuk mewujudkan cita-
8Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengertian Penegakan, diakses 28 November 2018.
9Admin, Sudut Hukum, Pengertian Penegakan Hukum, diakses 28 November 2018.
15
cita dari hukum itu sendiri dan dalam hal ini tujuan tersebut memuat
nulai-nilai yang ada dalam masyarakat.
b. Soerjono Soekanto
“Secara konseptual inti dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar
untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup. Dengan demikian penegakan
hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut
penyerasikan antara nilai dengan kaidah serta perilaku nyata
manusia. Kegagalan hukum untuk mewujudkan nilai hukum
tersebut merupakan ancaman bahaya yang akan mempengaruhi
keamanan masyarakat, sedangkan keberhasilan penegakan
hukum akan menentukan serta menjadi barometer legitimasi
hukum di tengah-tengah realitas sosialnya sehingga
permasalahan kejahatan dengan kekerasan oleh massa dapat
teratasi secara hukum yang ada.”10
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa Soerjono Soekanto
mengemukakan mengenai Penegakan Hukum yang digunakan untuk
menyelaraskan antara nilai dan kaidah dalam perilaku manusia. Jika
kegagalan hukum itu terjadi maka akan mengancam keamanan dalam
masyarakat. Akan tetapi jika penegakan hukum itu berhasil maka akan
menguntungkan bagi masyarakat itu sendiri yang dalam hal ini jika
terjadinya suatu permasalahan kejahatan, semua itu akan teratasi.
c. Profesor Abdulkadir Muhammad
“Penegakan kode etik adalah usaha melaksanakan kode etik
sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaanya supaya tidak
terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran harus
diadakan upaya untuk memulihkan kode etik yang dilanggar
tersebut supaya tegak kembali. Masalah penegakan hukum
merupakan masalah yang tidak pernah surutnya. Perkataan
penegakan hukum mempunyai konotasi menegakkan,
melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di
10Ibid.
16
dalam masyarakat. Tujuan penegakan hukum adalah untuk
menegakkan hukum yang berlaku sesuai tingkat kesalahan
yang ada.”11
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penegakan kode
etik merupakan suatu upaya untuk melaksanakan kode etik sesuai
dengan semestinya yang dalam hal ini jika terjadi pelanggaran kode
etik itu maka akan dilakukan untuk memulihkan kode etik itu agar
tegak kembali. Dan tujuan penegakan hukum disini adalah untuk
menegakkan kode etik itu sesuai dengan semestinya dan agar tidak
terjadinya pelanggaran kembali.
Dimasukkannya pengertian penegakan dalam tinjuan pustaka
ini adalah ditujukan dengan maksud memberikan gambaran umum
mengenai suatu proses untuk menegakkan peraturan yang telah dibuat
dan harus dijalani sesuai dengan semestinya dan gambaran tersebut
akan dikaji dalam pembahasan pada penelitian ini. Dan Penulis perlu
mengetahui dari pengertian penegakan sebelum membahas dalam
penelitian ini.
A.1.2 Pengertian Etika
Menurut pendapat beberapa ahli, tentang pengertian etika antara lain
sebagai berikut :
a. James J. Spillame SJ
11Abdulkadir Muhammad, 2006, “Etika Profesi Hukum”, Citra Aditya Bakti, Bandung, Hal
120.
17
“Etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku
manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika
mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi
individu dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran”
atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang
lain.”12
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa James J. Spillame
SJ mengemukakan bahwa etika dilakukan dengan mempertimbangkan
dan memperhatikan tingkah laku dalam masyarakat yang dimana etika
disini untuk mengarahkan masyarakat untuk mengerti akan kebenaran
dan kesalahan tingkah laku yang akan dilakukan kepada orang lain.
b. A. Sonny Keraf
“Etika dipahami dalam pengertian yang jauh lebih luas. Etika
dimengerti sebagai refleksi kritis tentang bagaimana manusia
harus hidup dan bertindak dalam sistem, situasi konkret, situasi
khusus tertentu. Etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang
membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan
salah secara moral, tentang bagaimana harus bertindak dalam
situasi konkret.”13
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa A. Sonny Keraf
mengemukakan bahwa etika akan dilakukan sesuai dengan moral
yang ada dalam manusia yang dimana moral tersebut digunakan untuk
bertindak dalam situasi yang akan dihadapi.
Menurut Darji Darmodiharjo fungsi dari etika adalah untuk
memberikan petunjuk untuk tiga hal yang senantiasa kita ajukan.
Dalam konteks ini, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku
12Supriadi, 2010, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum Di Indonesia, Jakarta Sinar
Grafika, Hal.7
13
Ibid, Hal.8
18
manusia agar dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai berujung
tragis.14
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Darji
Darmodiharjo mengemukakan bahwa etika adalah suatu petunjuk
yang digunakan untuk membimbing tingkah laku manusia agar sesuai
dengan semestinya dan bertindak dengan benar.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat Penulis simpulkan
pengertian etika diatas bahwa etika merupakan norma atau nilai-nilai
moral yang terkandung di dalam dari sesorang yang mengatur tingkah
laku, kebiasaan, akhlak tentang hal-hal yang dianggap baik maupun
dianggap buruk. Jika berbicara tentang etika profesi hukum, berarti
kita juga berbicara tentang sistem nilai yang menjadi pegangan suatu
kelompok profesi. Mengenai apa baik dan buruk menurut nilai-nilai
profesi itu. Biasanya nilai-nilai itu dirumuskan dalam suatu norma
tertulis, yang kemudian disebut kode etik. Dimasukkannya pengertian
etika dalam tinjuan pustaka ini adalah ditujukan dengan maksud
memberikan gambaran umum mengenai batasan-batasan perilaku
yang akan dilakukan dalam kehidupan masyarakat dan gambaran
tersebut akan dikaji dalam pembahasan pada penelitian ini.
14Supriadi, Op.cit, Hal.10
19
A.1.3 Pengertian Profesi
Profesi adalah kegiatan fisik dan intelektual yang terintegrasi,
berlangsung secara tetap, terus menerus dan memperoleh penghasilan
atau untuk pengabdian.15
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi disini
suatu pengabdian yang dimana akan memperoleh penghasilan maupun
keuntungan jika dilakukan secara terus menerus.
Sedangkan menurut Dientrial Rueschmenyer, profesi adalah
pelayanan yang menerapkan seperangkat pengetahuan sistematika
ilmu, pada masalah-masalah yang sangat relevan bagi nilai-nilai
utama masyarakat.16
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi merupakan
suatu pelayanan yang digunakan dengan menerapkan ilmu yang telah
ada dan akan menyelesaikan suatu masalah dalam masyarakat.
Dari uraian beberapa pengertian profesi diatas dapat
disimpulkan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang
mengandalkan keahlian dan keterampilan khusus yang tidak
didapatkan pada pekerja-pekerja lainnya dan digunakan dalam lingkup
masyarakat. Dimasukkannya pengertian profesi dalam tinjuan pustaka
ini adalah ditujukan dengan maksud memberikan gambaran umum
mengenai pekerjaan atau keahlian yang akan dilakukan dalam bidang
15Moch Amin, Op.cit
16
Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, Hal
26.
20
yang dikerjakan dan gambaran tersebut akan dikaji dalam pembahasan
pada penelitian ini.
A.1.4 Pengertian Kode Etik Profesi
Dalam buku Liliana Tedjodsputro yang berjudul Etika Profesi
dan Profesi Hukum menjelaskan mengenai pengertian kode etik profesi,
yaitu :
“Kode etik profesi merupakan hasil pengaturan diri profesi yang
bersangkutan, dan ini perwujudan nilai moral yang hakiki, yang
tidak dipaksakan dari luar. Kode etik profesi hanya berlaku
efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup
dalam lingkungan profesi itu sendiri. Kode etik merupakan
rumusan norma manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik
profesi ini yang menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok
profesi dan merupakan upaya pencegahan berbuat yang tidak
etis bagi anggotanya.”17
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Kode Etik Profesi
adalah pengaturan yang digunakan untuk mengemban profesi yang
dijalani dan Kode Etik Profesi juga mengatur mengenai tolak ukur
perbuatan yang akan dilakukan dan untuk mencegah profesi tersebut
agar di jalani sesuai dengan semestinya, yang dimana dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Dan Kode etik ini dijadikan standart
untuk aktivitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus sebagai
pedoman. Masyarakat juga menjadikan kode etik sebagai sarana
kontrol terhadap tindak tanduk anggota profesi.
17Ibid.
21
Sumaryono berpendapat bahwa kode etik profesi memiliki tiga
makna. Pertama, sebagai sarana kontrol sosial. Kedua, sebagai
pencegah campur tangan pihak lain. Ketiga, sebagai pencegah
kesalahpahaman dan konflik.18
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Sumaryono
mengemukakan bahwa kode etik disini yang pertama sebagai sarana
kontrol sosial yang dimana itu merupakan suatu pedoman perilaku
yang akan dilakukan dalam lingkup masyarakat. Yang kedua sebagai
pencegah campur tangan pihak lain yang dimana segala sesuatu yang
berkaitan dengan profesi tersebut akan dilakukan sendiri tanpa adanya
orang lain dan adanya campur tangan orang lain terkadang akan
membuat hal tersebut menjadi kacau. Yang ketiga sebagai pencegah
kesalahpahaman dan konflik, yang dimana jika adanya orang lain
maka akan menyulitkan untuk menyamakan pendapat, karena pada
dasarnya perbedaan pendapat pasti terjadi dan itu bisa saja
menimbulkan konflik jika tidak bisa menemukan jalan tengah untuk
menyelesaikan hal tersebut.
Lebih lanjut Abdul Kadir Muhammad menyatakan bahwa kode
etik profesi, yaitu :
“Kriteria prinsip-prinsip profesional yang telah digariskan
sehingga dapat diketahui kewajiban profesi anggota lama, baru
bahkan calon anggota kelompok profesi. Dengan demikian
dapat dicegah kemungkinan terjadi konflik kepentingan antara
sesama anggota kelompok profesi atau antara anggota
kelompok profesi dan masyarakat. Kode etik profesi telah
18Ibid
22
menentukan standarisasi kewajiban profesi anggota kelompok
profesi. Kode etik profesi merupakan kritalisasi perilaku yang
dianggap benar menurut pendapat umum karena berdasarkan
pertimbangan kepentingan profesi yang bersangkutan.”19
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Abdul Kadir
Muhammad mengemukakan bahwa kode etik profesi adalah suatu
kriteria dari prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai landasan dari
profesi yang dijalani. Dalam hal ini kode etik profesi disini merupakan
suatu standarisasi kewajiban dari anggota yang melakukan suatu
profesi dan bisa menjadi dasar dari perilaku yang dianggap benar dan
akan dijalani sesuai dengan profesinya.
Dari uraian beberapa pengertian Kode Etik Profesi diatas dapat
disimpulkan bahwa kode etik profesi dalam kaitannya dengan profesi,
bahwa kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi
standart kegiatan anggota suatu profesi. Suatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang
diterjemahkan kedalam standar perilaku anggota profesi tersebut.
Dimasukkannya pengertian profesi dalam tinjuan pustaka ini adalah
ditujukan dengan maksud memberikan gambaran umum mengenai
pengaturan yang sudah dibuat dalam lingkup pekerjaan yang dijalani
dan pengaturan tersebut harus taati oleh seseorang yang melakukan
profesi yang sedang dijalani dan gambaran tersebut akan dikaji dalam
pembahasan pada penelitian ini.
19Ibid. Hal 25
23
A.1.5 Pengertian Polisi
Menurut Wikipedia pengertian Polisi, yaitu :
“Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang
mengambil dari bahasa latin politia berasal dari kata yunani
politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata
ini permulanya dipergunakan untuk menyebut “orang yang
menjadi warga negara dari kota “Athena”, kemudian
pengertian itu berkembang menjadi “kota” dan dipakai untuk
menyebut “semua usaha kota”. Oleh karena pada zaman itu
kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang disebut
dengan istilah polisi, Maka politea atau polisi diartikan sebagai
semua usaha dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan
keagamaan.”20
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian Polisi
merupakan suatu profesi yang dijalani untuk keamanan negara yang
dalam hal ini menjadi keamanan masyarakat juga dalam hal terjadinya
suatu tindak pidana.
Dalam ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 terdapat
rumusan mengenai definisi dari berbagai hal yang berkaitan dengan
Polisi, termasuk pengertian Kepolisian. Hanya saja definisi tentang
kepolisian tidak dirumuskan secara lengkap karena hanya menyangkut
soal fungsi dan lembaga polisi yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Selengkapnya Pasal 1 Undang-Undang No 2
Tahun 2002 berbunyi :
a. ”Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
20Wikipedia, Pengertian Polisi, diakses 28 November 2018.
24
c. Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum
Kepolisian.”21
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Penulis mengutip
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 1 karena terdapat rumusan
mengenai definisi dari berbagai hal yang berkaitan tentang pengertian
kepolisian dan gambaran mengenai pengertian Polisi akan dikaji dalam
penelitian ini.
A.1.6 Pengertian Kode Etik POLRI
Dalam ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Indonesia dalam Pasal 1 mengenai pengertian
KEPP, yaitu :
“Kode Etik Profesi POLRI yang selanjutnya disingkat KEPP
adalah norma norma atau aturan-aturan yang merupakan
kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan
perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan,
dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh anggota POLRI
dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab
jabatan.”22
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian KEPP
adalah suatu norma atau aturan yang digunakan sebagai acuan atau
landasan untuk berperilaku dengan baik dan mengatur mengenai hal-
21Pasal 1 Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
22
Pasal 1 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia.
25
hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam melaksanakan
tugas dan kewajiban anggota Polri.
Anggota POLRI jika melanggar kode etik profesinya berarti
sama dengan melanggar hukum. Karena pelanggaran tersebut
melanggar profesinya, serta melanggar tugas dan wewenangnya
sebagai pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat. Sedangkan
kode etik sendiri sesuai amanat Undang-Undang telah dirumuskan
dalam Peraturan KAPOLRI sehingga ketika melanggar amanat
Undang-Undang berarti sama dengan melanggar hukum.23
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jika ada anggota
Polri yang melanggar kode etik profesinya maka sama dengan anggota
Polri tersebut melanggar hukum yang dimana pelanggaran hukum itu
berupa tugas dan wewenangnya sebagai anggota Polri dalam hal
melayani dan mengayomi masyarakat.
Dimasukkannya pengertian Kode Etik Polri dalam tinjuan
pustaka ini adalah ditujukan dengan maksud memberikan gambaran
umum mengenai peraturan yang sudah dibuat dalam lingkup polri
yang dimana harus dijalani agar peraturan tersebut berjalan dengan
semestinya karena dalam hal ini profesi Polri disini adalah untuk
menjaga keamanan masyarakat dan gambaran tersebut akan dikaji
dalam pembahasan pada penelitian ini.
23Wawancara dengan Edy Cahyono, Kepala Bagian Sumber Daya Manusia (KABAG
SUMDA) POLRES Lamongan, 28 April 2018
26
A.2 Dasar Hukum Kode Etik Profesi POLRI
Kode etik profesi POLRI diatur dengan Peraturan KAPOLRI No
14 Tahun 2011 menggantikan Peraturan KAPOLRI Nomor 7 Tahun 2006.
Peningkatan pengaturan kode etik profesi POLRI dalam bentuk peraturan
KAPOLRI adalah untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 Tentang pembentukan peraturan perundang undangan.
Menurut pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004,
peraturan perUndang-Undangan lain diakui keberadaanya dan mempunyai
kekuatan hukum secara mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan
perUndang-Undangan yang lebih tinggi. Dalam penjelasan pasal tersebut
dikatakan bahwa salah satu jenis peraturan perUndang-Undangan lain
adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri. KAPOLRI adalah pejabat
setingkat menteri, karena bertanggung jawab langsung kepada Presiden,
sehingga peraturan yang dikeluarkan KAPOLRI mempunyai kekuatan
mengikat.
Dan peningkatan pengaturan Kode Etik Profesi tersebut tidak
hanya mengikat anggota POLRI tetapi juga mengikat pengemban fungsi
kepolisian lainnya dan sekaligus menjadi pedoman perilaku dan sekaligus
menjadi pedoman moral bagi anggota POLRI sebagai upaya pemuliaan
terhadap profesi Kepolisian yang berfungsi sebagai pembimbing,
pengabdian sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota POLRI
agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.
27
Dalam pasal 1 ayat (5) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011
Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
disebutkan bahwa:
“Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah
norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan
landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun
ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut atau
tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri dalam melaksanakan
tugas, wewenang dan tanggung jawab jabatan”24
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Penulis dapat
menyimpulkan bahwa Kode Etik Profesi POLRI tentunya memiliki fungsi
khusus yaitu sebagai pembimbing perilaku POLRI dalam menjalankan
pengabdian profesinya dan sebagai pengawas hati nurani agar anggota
POLRI tidak melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan nilai-
nilai etis dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang atas profesi
kepolisian yang dijalankannya.
Adapun subtansi yang lebih pokok mengenai Kode Etik Profesi
POLRI diatur dalam Peraturan KAPOLRI Nomor 14 Tahun 2011
mengandung empat sikap moral bagi anggota POLRI, yakni berkaitan
dengan etika kepribadian, etika kenegaraan, etika kelembagaan dan etika
kemasyarakatan. Ke empat sikap moral tersebut didefinisinya sebagai
berikut :
a. “Etika Kenegaraan adalah sikap moral anggota POLRI yang
menjunjung tinggi landasan konstitusional Negara Republik
Indonesia yaitu pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, kewajiban anggota POLRI
24Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
28
mengenai Etika Kenegaraan diatur dalam Pasal 6 sedangkan
larangan diatur dalam pasal 12 PERKAP nomor 14 tahun 2011.
b. Etika Kelembagaan adalah sikap moral anggota POLRI terhadap
institusi yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung
tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara
dengan segala martabat dan; kewajiban anggota POLRI
mengenai Etika Kelembagaan diatur dalam Pasal 7 - 9
sedangkan larangan diatur dalam pasal 13 - 14 PERKAP nomor
14 tahun 2011.
c. Etika Kemasyarakatan adalah sikap moral anggota POLRI yang
senantiasa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat;
kewajiban anggota POLRI mengenai Etika Kemasyarakatan
diatur dalam Pasal 10 sedangkan larangan diatur dalam pasal 15
PERKAP nomor 14 tahun 2011.
d. Etika Kepribadian adalah sikap moral anggota POLRI terhadap
profesinya didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat
beragama, kewajiban anggota POLRI mengenai Etika
Kepribadian diatur dalam Pasal 11 sedangkan larangan diatur
dalam pasal 15 PERKAP nomor 16 tahun 2011.”25
Dari keempat sikap moral tersebut di atas, Penulis akan
menjabarkan maksud dari masing-masing sikap moral tersebut. Pertama
adalah “etika Kenegaraan” sebagaimana diatur dalam Peraturan KAPOLRI
Nomor 14 Tahun 2011, maksud sikap ini merupakan prinsip kesadaran
dalam menjaga, mengamankan dan memelihara ideologi dan konstitusi
bangsa dan negara, kepentingan bangsa, kondisi negara dan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, fasilitas negara dan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat. Kedua “etika kelembagaan” sebagaimana diatur
dalam peraturan KAPOLRI Nomor 14 Tahun 2011, maksudnya adalah
selaku pemegang profesi kepolisian, setiap anggota POLRI memiliki
kewajiban moral bagaimana seharusnya dan seyogyanya berperilaku
terhadap lembaga POLRI yang merupakan organisasi profesi tersebut.
25Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
29
Ketiga “etika kemasyarakatan” sebagaimana diatur dalam peraturan
KAPOLRI Nomor 14 Tahun 2011, maksudnya adalah norma ketika dalam
hubungan dengan masyarakat mengandung penjabaran yang digunakan
pedoman berperilaku setiap anggota kepolisian dalam berhubungan
dengan masyarakat baik ketika menjalankan tugas dan wewenangnya
maupun hubungannya ditengah-tengah masyarakat. Keempat “Etika
Kepribadian” sebagaimana diatur dalam Peraturan KAPOLRI Nomor 14
Tahun 2011 bahwa etika kepribadian merupakan sikap moral yang
mengandung komitmen batin pemegang profesi kepolisian. Komitmen
batin yang dimaksud adalah mampu menjaga dan memelihara sikap
pribadinya dengan baik, yang berati segala tindak tanduknya tidak tercela.
Menurut ketentuan pasal 21 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun
2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan
: Anggota POLRI yang dinyatakan sebagai Pelanggar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP
berupa :
a. “Perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
b. Kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan
dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada
impinan POLRI dan pihak yang dirugikan;
c. Kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental
kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi,
sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu)
bulan;
d. Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi
sekurang-kurangnya 1 (satu) Tahun;
e. Dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi
sekurang-kurangnya 1 (satu) Tahun;
f. Dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi
sekurang-kurangnya 1 (satu) Tahun;
30
g. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) sebagai anggota
POLRI.”26
Menurut penulis, bentuk sanksi moral sebagaimana diatur dalam
pasal 21 Peraturan KAPOLRI Nomor 14 Tahun 2011 tersebut merupakan
bentuk sanksi moral yang bersifat mutlak dan mengikat. Artinya sanksi
moral tersebut terumus pada kadar sanksi yang teringan hingga pada kadar
sanksi yang terberat sesuai dengan pelanggaran perilaku anggota yang
melakukan pelanggaran tersebut yang dapat dibuktikan dalam sidang
komisi kode etik POLRI. Sanksi berupa kewajiban pelanggar untuk
meminta maaf secara terbatas adalah pernyataan meminta maaf secara
terbatas baik lisan maupun tertulis oleh anggota POLRI yang melakukan
pelanggaran kepada pihak yang dirugikan atas perilaku anggota tersebut.
Mengenai bentuk sanksi berupa kewajiban pelanggaran untuk mengikuti
pembinaan ulang profesi biasanya dikenakan kepada anggota POLRI yang
terbukti melanggar Kode Etik Profesi POLRI sebanyak dua kali atau lebih.
Dan selanjutnya apabila tingkat pelanggaran kode etik profesi POLRI
termasuk dalam kualifikasi pelanggaran berat dan dilakukan berulang-
ulang, maka kepada anggota yang melakukan pelanggarab tersebut dapat
dijatuhi sanksi dinyatakan tidak layak untuk mengemban profesi POLRI.
Adapun ketentuan Pasal 21 ayat (2) Peraturan KAPOLRI Nomor
14 Tahun 2011, sanksi tersebut merupakan sanksi administrasi berupa
rekomendasi untuk :
a. “dipindahtugaskan ke jabatan yang berbeda
26Pasal 20 ayat 2 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian
Negara Republik Indonesia
31
b. dipindahtugaskan ke fungsi yang berbeda
c. dipindahtugaskan ke wilayah yang berbeda
d. PTDH.”27
Berdasarkan ketentuan peraturan di atas, menurut penulis sanksi
administrasi (a), (b) dan (c) diatas adalah mutasi kepada anggota yang
terbukti melanggar kode etik profesi POLRI, baik mutasi jabatan, mutasi
fungsi maupun mutasi wilayah kerja, yakni dengan memindah tugaskan ke
daerah lain (biasanya ke daerah terpencil). Sedangkan sanksi administrasi
(d) adalah tindakan pemberhentian terhadap anggota POLRI, berupa
pemberhentian pemberhentian dengan tidak hormat. Anggota POLRI yang
terbukti melanggar dapat direkomendasikan untuk diberhentikan sebagai
anggota POLRI karena dianggap tidak layak menjadi anggora PLRI. Di
sini berarti pelanggar dianggap sudah tidak pantas mengemban tugas
sebagai anggota POLRI sebagaimana ditentukan dalam rumusan tugas dan
wewenang Kepolisian yang diatur dalam pasal 14, 15 dan 16 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Selain itu penulis juga menegaskan bahwa pada Pasal 21 ayat
(3) Peraturan KAPOLRI Nomor 14 Tahun 2011, bagi anggota POLRI
yang diputuskan pidana dengan hukuman pidana 4 (empat) Tahun yang
telah berkekuatan hukum tetap, konsekuensi hukumnya dapat
direkomendasikan oleh anggota sidang komisi kode etik POLRI untuk
PTDH.
27Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
32
Dimasukkannya dasar hukum mengenai Kode Etik Profesi Polri
adalah untuk mengkaji dalam pembahasan pada penelitian ini. Yang dalam
hal ini dasar hukum Kode Etik Profesi Polri sangat penting yang dimana
hal tersebut mengatur segala hal yang berhubungan dengan anggota polri
dan mengatur mengenai sanksi-sanksi yang di dapat jika seorang anggota
Polri yang melakukan pelanggaran.
A.3 Syarat Menjadi Anggota POLRI
Bintara Polri (Polisi Tugas Umum dan Polwan)
Pesyaratan Umum:
1. Warga Negara Indonesia (pria atau wanita)
2. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
3. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
4. Usia minimal 18 tahun (pada saat dilantik menjadi anggota polri)
5. Sehat jasmani dan rohani (surat keterangan sehat dari institusi
kesehatan)
6. Tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan (surat
keterangan catatan kepolisian) dari polres setempat
7. Lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan anggota kepolisian
8. Berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela
33
Persyaratan khusus:
1. Pria/wanita bukan anggota/mantan polri/TNI dan PNS atau pernah
mengikuti pendidikan polri/TNI
2. Berijazah serendah-rendahya:
a. SMA/sederajat
1. Bagi lulusan sebelum tahun 2018 melampirkan nilai ijazah
(gabungan nilai rata-rata rapor ditambah nilai rata-rata ujian
sekolah dibagi dua) minimal 60,00
2. Bagi lulusan tahun 2018 melampirkan nilai ijazah (gabungan nilai
rata-rata rapor ditambah nilai rata-rata USBN dibagi dua) minimal
70,00
b. Lulusan D-III dengan IPK minimal 2,75 dan Akreditasi Prodi
minimal B
3. Usia pada saat pembukaan pendidikan pembentukan Bintara Polri
a. Lulusan SMA/sederajat umur minimal 17 (tujuh belas) tahun 6
(enam) bulan dan maksimal 21 tahun
b. Lulusan D-III umur minimal 17 (tujuh belas) tahun 6 (enam) bulan
dan maksimal 24 tahun
4. Bagi yang masih duduk di kelas XII (lulusan tahun2018) melampirkan
nilai rata-rata rapor semester I minimal 70,00 dan setelah lulus
melampirkan ijazah dengan akhir sesuai pada poin 2
5. Bagi yang memperoleh ijazah dari negara lain harus mendapat
pengesahan dari kemenbuddikdasmen
34
6. Tinggi badan minimal (dengan berat badan seimbang menurut
ketentuan yang berlaku):
a. Pria : 165 cm, khusus etnis Melanesia (Polda Papua dan Papua
Barat) 163 cm
b. Wanita : 160 cm khusus etnis Melanesia (Polda Papua dan
Papua Barat) 158 cm
7. Belum pernah menikah/hamil atau melahirkan bagi casis wanita dan
belum pernah menikah dan atau mempunyai anak kandung/biologis
bagi casis pria serta sanggup tidak menikah selama dalam pendidikan
pembentukan Bintra Polri, ditambah 2 (dua) tahun setelah lulus,
dibuktikan dengan surat keterangan Lurah/Kades
8. Tidak bertato/bekas tato dan tidak ditindik/bekas tindik telinga atau
anggota badan lainnya, kecuali yang disebabkan oleh ketentuan
agama/adat
9. Dinyatakan bebas narkoba dengan menyerahkan surat keterangan bebas
narkoba dari instansi kesehatan pemerintahan (RS pemerintah atau
klinik BNN/BNP/BNK)
10. Berdomisili minimal 2 tahun pada saat buka pendidikan diwilayah
polda tempat mendaftar dengan melampirkan Kartu Tanda Penduduk
/Kartu Keluarga kecuali calon peserta Bintara Kompetensi Khusus tidak
berlaku ketentuan domisili, apabila terbukti melakukan
duplikasi/pemalsuan/rekayasa akan ditindak sesuai dengan hukum yang
berlaku
35
11. Bagi calon/peserta yang berusaha menggunakan
sponsor/koneksi/katabelece dengan cara menghubungi lewat
telepon/surat atau dalam bentuk apapun kepada panitia/pejabat yang
berwenang melalui orang tua/wali/keluarga atau pihak lain akan
didiskualifikasi
12. Bagi calon Bintara yang dinyatakan lulus terpilih agar melampirkan
kartu BPJS
13. Bagi yang sudah bekerja secara tetap seebagai pegawai/karyawan
a. Mendapat persetujusn/rekomendasi dari kepala instansi yang
bersangkutan
b. Bersedia diberhentikan dari status pegawai/karyawan, bila diterima
dan mengikuti pendidikan pembentukan Bintara Polri
14. Pendaftaran calon peserta dilaksanakan di tiap-tiap polres/pabanrim
atau subpanda sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)/Kartu
Keluarga (KK)
15. Membuat surat pernyataan bermaterai bersedia ditempatkan di seluruh
wilayah NKRI dan ditugaskan pada semuan bidang tugas Kepolisan
yang di tandatangani oleh calon peserta, orang tua dan wali
Pesyaratan Lainnya:
1. Berijazah:
a. Lulusan SMA/MA jurusan IPA/IPS/Bahasa (bukan lulusan paket A
dan B) atau SMK sesuai dengan kopetensi tugas pokok [polri
(kecuali Tata Busana dan Tata Kecantikan)
36
b. Lulusan D-III keperawatan dengan IPK minimal 2,75 dan Akreditasi
Prodi minimal B kecuali yang berasal dari Polda Gorontalo, NTT,
Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat dengan Akreditasi
minimal C dengan IPK minimal 2,80
2. Tinggi badan minimal (dengan berat badan seimbang menurut
ketentuan yang berlaku)
a. Pria : 165 cm
b. Wanita : 160 cm
3. Tinggi badan khusus etnis Melanesia (Polda Papua dan Papua barat)
a. Daerah Pesisir:
1. Pria : 163 cm
2. Wanita : 158 cm
b. Daerah Pegunungan:
1. Pria : 160 cm
2. Wanita : 155 cm
4. Pendaftaran dan seleksi dilaksanakan di masing-masing Polda sesuai
domisili
Mengikuti dan lulus pemeriksaan/pengujian yang meliputi materai
dan urutan kegiatan sebagai berikut:
1. Sistem gugur
a. Pemeriksaan administrasi awal dengan penilaian secara kualitatif
(MS/TMS)
37
b. Pemeriksaan dan pengujian psikologi tahap I dengan penilaian
secara kuantitatif
c. Pemeriksaan kesehatan tahap I dengan penilaian secara kualitatif
(MS/TMS)
d. Pemeriksaan kesehatan jasmani dengan penilaian secara kuantitatif
e. Pemeriksaan antropometri dengan penilaian secara kualitatif
(MS/TMS)
f. Pemeriksaan kesehatan tahap II (termasuk Keswa) dengan penilaian
secara kualitatif (MS/TMS)
g. Pemeriksaan psikologi tahap II (wawancara) dengan penilaian secara
kualitatif (MS/TMS)
h. Pendalaman PMK dengan penilaian secara kualitatif (MS/TMS)
i. Pemeriksaan administrasi akhir dengan penilaian secara kualitatif
(MS/TMS)
2. Sistem rangking
Pengujian akademik penilaian secara kuantitatif dengan materi sebagai
berikut:
a. Pengetahuan umumu
b. Bahasa Indonesia
c. Bahasa inggris
3. Sidang terbuka penetapan kelulusan sementara dan kelulusan akhir.28
28Pendaftaran Maba, Persyaratan Pendaftaran Polri-Polisi 2018-2019, diakses 28 November
2018.
38
Dimasukkannya syarat menjadi anggota Polri adalah dalam hal ini
memuat mengenai hal-hal yang wajib dilakukan untuk menjadi seorang
anggota Polri dan jika hal tersebut tidak terpenuhi satu point saja maka
akan gugur untuk menjadi seorang anggota Polri.
B. Tinjauan Umum Mengenai POLRI
B.1 Hukum Kepolisian
Bill Drewsdan Gerhard Wacke berpendapat mengenai pengertian
hukum dan kepolisian, bahwa :
“Secara etimologis hukum kepolisian berasal dari bahasa Belanda
“Politie Recht”, Jerman “PolizeiRechts” dan Inggris “Police
Law”, yang kemudian di Indonesia disinonimkan menjadi “Hukum
Kepolisian”. Istilah Hukum Kepolisian terdiri dari dua suku kata
“hukum” dan “kepolisian” yang masing-masing kata dapat diberi
makna secara terpisah. Jika berpijak pada istilah hukum adalah
suatu norma atau kaidah yang berisi larangan dan perintah yang
mengatur kehidupan manusia, dan kepolisian adalah suatu lembaga
dan fungsi pemerintahan bidang pemeliharaan keamanan dan
ketertiban masyarakat.”29
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Bill Drewsdan
Gerhard Wacke mengemukakan bahwa pengertian dari Hukum adalah
kaidah atau norma yang dapat dijadikan suatu aturan dalam masyarakat
sedangkan kepolisian adalah suatu lembaga yang berguna untuk
melindungi masyarakat.
Menurut Bill Drewsdan Gerhard Wacke, mengartikan “polizei
recht” adalah hukum yang mengatur hakekat polisi, dasar-dasar hukum
secara umum untuk memberi kewenangan, kewajiban dan kekuasaan
29Momo Kelana, Hukum Kepolisian, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 1972, hal.26.
39
kepada polisi, juga untuk memberi kewenangan secara khusus baik
terhadap orang maupun terhadap benda.30
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Bill Drewsdan
Gerhard Wacke mengemukakan bahwa Hukum Kepolisian tersebut telah
menyentuh pada suatu nilai yang dalam, yakni tentang hakekat polisi yang
telah masuk pada tataran dan ranah filsafati tentang eksistensi lembaga dan
fungsi polisi.
Dimasukkannya mengenai hukum kepolisian adalah untuk
mengkaji dalam pembahasan pada penelitian ini. Yang dalam hal ini
hukum kepolisian mengatur mengenai norma-norma yang harus dilakukan
Polri dalam lingkup kepolisian dan hukum tersebut harus dijalani dengan
taat agar hukum tersebut berjalan sesuai dengan semstinya.
B.2 Lingkup Hukum Kepolisian
Menurut Bill Drews dan Gerhard Wacke dalam mengartikan
“polizei recht” dapat dipetakan lingkup kajian hukum kepolisian,
meliputi:
a. “Hakekat polisi;
b. Dasar-dasar hukum umum yang mengatur kewenangan,
kewajiban dan kekuasaan kepolisian;
c. Dasar-dasar hukum yang mengatur kewenangan secara khusus.
Menurut Memo Kelana mengemukakan obyek hukum kepolisian,
meliputi:
a. Tugas Polisi;
b. Organ Polisi;
c. Hubungan antara organ polisi dan tugasnya.
30Ibid.
40
Beranjak dari beberapa definisi tentang hukum kepolisian
dan analisa konsep dasar hukum administrasi serta arti dari
pemerintahan, maka wilayah dan obyek kajian hukum kepolisian
dapat dibedakan menjadi dua, yakni lingkup hukum kepolisian
secara luas dan secara sempit. Lingkup hukum kepolisian secara
luas meliputi:
a. Hakekat kepolisian;
b. Lembaga atau organisasi kepolisian yang mencakup:
a) kedudukan,
b) struktur,
c) hubungan organisasi, dan
d) personil kepolisian.
c. Fungsi kepolisian dan kekuasaan kepolisian;
d. Landasan yuridis yang mengatur tentang eksistensi, kedudukan
fungsi dan kekuasaan kepolisian (tugas dan wewenang);
e. Pengawasan dalam penyelenggaraan kepolisian;
f. Tanggunggugat penyelenggaraan fungsi, dan kekuasaan
kepolisian. Sedangkan lingkup hukum kepolisian secara
sempit, hanya mencakup tentang landasan yuridis yang
mengatur tentang eksistensi, kedudukan, fungsi, dan kekuasaan
kepolisian atau tugas dan wewenang kepolisian.”31
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lingkup hukum
kepolisian memuat mengenai hakekat polisi, lembaga kepolisian,
kewenangan polisi, kewajiban dan kekuasaan polisi, tugas polisi,
kedudukan polisi, struktur polisi dan juga fungsi kepolisian. Dan
dimasukkannya lingkup hukum kepolisian adalah untuk mengkaji dalam
pembahasan pada penelitian ini.
B.3 Daerah Hukum Polri
Setiap kepolisian memiliki tugas. Dalam pelaksanaan tugas pokok
Polri, kepolisian melaksanakan tugas di daerah hukumnya masing-masing.
Adapun daerah hukum kepolisian dalam Pasal 4 ayat 1 Peraturan
31Ibid, hlm 29.
41
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian
Negara Republik Indonesia, antara lain:
1. Daerah hukum Kepolisian Markas Besar (Mabes), untuk wilayah
Negara Republik Indonesia.
Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa unsur pimpinan Mabes
Polri adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Kapolri adalah Pimpinan Polri yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Kapolri berpangkat Jenderal Polisi.
2. Daerah hukum Kepolisian Daerah (Polda), untuk wilayah provinsi.
Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Kepolisian Negara
Republik Indonesia Daerah (Polda) merupakan satuan pelaksana utama
kewilayahan yang berada di bawah Kapolri. Polda bertugas
menyelenggarakan tugas Polri pada tingkat kewilayahan. Polda
dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah
(Kapolda), yang bertanggungjawab kepada Kapolri. Kapolda dibantu
oleh Wakil Kapolda (Wakapolda). Polda membawahi Kepolisian
Negara Rebuplik Indonesia Resor (Polres). Ada tiga tipe Polda, yakni
Tipe A-K, Tipe A dan Tipe B. Poda Tipe A-K saat ini hanya terdapat 1
Polda, yaitu Polda Metro Jaya. Polda Tipe A-K dan Tipe A dipimpin
seorang perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi (Irjen),
sedangkan Tipe B dipimpin perwira tinggi berpangkat Brigadir
Jenderal Polisi (Brigjen).
42
3. Daerah hukum Kepolisian Resort (Polres), untuk wilayah
kabupaten/kota.
Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Polres membawahi
Kepolisian Negara Republik Indonesia Sektor. Untuk kota-kota besar,
Polres dinamai Kepolisian Resor Kota Besar. POlres memiliki satuan
tugas kepolisian yang lengkap, layaknya Polda, dan dipimpin oleh
seorang Komisaris Besar Polisi (Kombes) (untuk Polrestabes) atau
Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (Untuk Polres).
4. Daerah hukum Kepolisian Sektor (Polsek), untuk wilayah
kecamatan.32
Dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Polsek maupun Polsekta
dipimin oleh seorang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) (khusus untuk
Polda Metro Jaya) atau Komisaris Polisi (Kompol) (untuk tipe urban),
sedangkan di Polda lainnya, Polsek atau Polsekta dipimpin oleh perwira
berpangkat Ajun KOmisaris Polisi (AKP) (tipe rural). Disejumlah daerah
di Papua sebuah Polsek dapat dipimpin oleh Inspektur Polisi Dua (Irda).
Dimasukkannya daerah hukum Polri adalah untuk mengkaji dalam
pembahasan pada penelitian ini. Yang dalam hal ini meskipun daerah
hukum Polri terdiri dari 4 (empat) wilayah tetapi jika adanya pelanggaran
yang terjadi tetap saja menggunakan peraturan mengenai Kode Etik
Profesi Polri yang sudah ditetapkan.
32POLRI Kepolisian Negara Republik Indonesia, Struktur Organisasi Polri, diakses 27
November 2018.
43
B.4 Tugas Polri
Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah :
a. “Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.”33
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tugas polri disini
intinya adalah untuk mengayomi masyarakat dan memberikan keamanan
bagi negara dan keamanan bagi masyarakat yang dimana dalam
pengamanan tindak pidana dan bencana alam.
Untuk mendukung tugas pokok tersebut di atas, polisi juga
memiliki tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 ayat
(1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1) “Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan patroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan.
2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.
3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan
warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-
undangan.
4) Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum :
melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
33Pasal 13 Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
44
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipildan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
7) Melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-
undangan lainnya.
8) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran
kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian
untuk kepentingan tugas kepolisian.
9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat
dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau
bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara
sebelum ditangani oleh instansi/ atau pihak berwenang.
11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.
12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundangundangan.”34
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tugas
polisi ada dua yaitu tugas untuk memelihara keamanan, ketertiban,
menjamin dan memelihara keselamatan negara, orang, benda dan
masyarakat serta mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat
terhadap peraturan negara. Tugas ini dikategorikan sebagai tugas preventif
dan tugas yang kedua adalah tugas represif. Tugas ini untuk menindak
segala hal yang dapat mengacaukan keamanan masyarakat, bangsa, dan
negara. Berdasarkan uraian tersebut maka dalam penanggulangan kasus
tindak pidana judi togel polisi melakukan tindakan preventif dan represif.
Dimasukkannya tugas Polri adalah untuk mengkaji dalam pembahasan
pada penelitian ini. Yang dalam hal ini tugas polri sudah tertera dalam
34Pasal 14 ayat (1) Undang – Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
45
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan tugas tersebut harus dilaksanakan sesuai peraturan yang ada.
B.5 Wewenang Polri
Disamping memiliki tugas-tugas tersebut di atas, polisi memiliki
wewenang secara umum yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang–
Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,
yaitu sebagai berikut:
a. “Menerima laporan dan/atau pengaduan;
b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat mengganggu ketertiban umum;
c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancampersatuan dan kesatuan bangsa;
e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian;
f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang;
i. Mencari keterangan dan barang bukti;
j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;
k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta
kegiatan masyarakat;
m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu.”35
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wewenang polri disini
intinya adalah menerima aduan yang dilaporkan oleh masyarakat sekitar
mengenai pelanggaran yang telah terjadi ataupun pelanggaran yang telah
35Pasal 15 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
46
dilakukan oleh anggota polri, yang dimana setelah menerima aduan
tersebut anggota polri berusaha mencari jalan tengah untuk menyelesaikan
pelanggaran tersebut. Yang dimana polri disini juga berusaha untuk
mencegah terjadinya pelanggaran yang telah terjadi. Dan tata cara umum
dalam wewenang polri untuk menyelesaikan suatu pelanggaran telah
disebutkan diatas.
Adapun wewenang yang dimiliki kepolisian untuk
menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana menurut Pasal 16
Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia adalah :
a. “Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan.
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan.
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan.
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri.
e. Melakukan pemeriksaan – pemeriksaan surat.
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi.
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara.
h. Mengadakan penghentian penyidikan.
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat
imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam
keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau
menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana.
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik
pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum.
l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.”36
36Pasal 16 ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
47
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa wewenang polri disini
intinya adalah melakukan setelah terjadinya laporan dan aduan dari
masyarakat, polri akan menindak lanjuti pelanggaran tersebut yang dimana
melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan
mengenai barang hasil curian yang telah diambil oleh pelaku kejahatan.
Dan akan di tindak lanjuti kembali sesuai dengan tata cara diatas.
Dimasukkannya wewenang Polri disini adalah untuk mengkaji
dalam pembahasan pada penelitian ini. Yang dalam hal ini wewenang
Polri sudah jelas tertera dalam Pasal 15 dan Pasal 16 Undang– Undang No.
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
B.6 Fungsi Kepolisian
Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, menyatakan bahwa fungsi kepolisian, yaitu :
“Fungsi kepolisian adalah menjalankan salah satu fungsi
Pemerintahan negara dalam tugas penegakan Hukum, selain
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”.37
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi kepolisian
disini intinya adalah melakukan tugas dalam penegakan hukum atau pun
keamanan dalam lingkup masyarakat. Dan tugas itu dijalankan sesuai
dengan aturan yang sudah tertera dan tidak boleh melanggar atau keluar
dari aturan yang telah ditetapkan.
37Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
48
Menurut Sadjijono dalam menjalankan fungsinya sebagai aparat
penegak hukum polisi wajib memahami asas-asas hukum yang digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas yaitu:
1. “Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak
hukum wajib tunduk pada hukum.
2. Asas Kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani
permasalahan dalam masyarakat yang bersifat diskresi, karna
belum diatur dalam hukum.
3. Asas Partisipasi, Dalam rangka mengamankan lingkungan
masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan swakarsa
untuk mewujudkan kekuatan hukum dikalangan masyarakat.
4. Asas Preventif selalu mengedepankan tindakan pencegahan dari
pada penindakan kepada masyarakat.
5. Asas Subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak
menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum di tangani
oleh institusi yang membidangi.”38
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan asas-asas
tersebut diatas maka fungsi polisi yang terdapat dalam Undang-Undang
No. 22 Tahun 2002 telah mengalami perubahan citra, maka fungsi polisi
menjadi fleksibel dalam artian saat mereka harus tegas menangani suatu
peristiwa, namun dalam situasi tertentu mereka harus sangat dekat dengan
masyarakat guna menjalakan asas preventif. Oleh karenanya harus mampu
dan memahami perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, serta
kebutuhan mereka, dalam mendapatkan perlindungan keamanan. Keadaan
ini menuntut polisi untuk mengetahui kapan dan saat seperti apa mereka
harus bertindak jika terjadi pelanggaran besar dalam masyarakat.
Dimasukkannya fungsi kepolisian adalah untuk mengkaji dalam
pembahasan pada penelitian ini. Yang dalam hal ini fungsi dari kepolisian
38Sadjijono, Memahami hukum Kepolisian, cetakan I, P.T Laksbang Presindo, Yogyakarta,
2010, op. cit. hlm 17.
49
sudah tertera dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
B.7 Fungsi Kode Etik Polri
Fungsi kode etik Polri adalah sebagai pembimbing perilaku
anggota Polri dalam menjalankan pengabdian profesinya dan sebagai
pengawas hati nurani agar anggota Polri tidak melakukan perbuatan tercela
yang bertentangan dengan nilai-nilai etis dan tidak melakukan
penyalahgunaan wewenang atas profesi kepolisian yang dijalankannya.39
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi kode etik Polri
adalah cerminan dari nilai-nilai tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh
pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Polri dalam wujud
komitmen moral yang meliputi etika kepribadian, etika kenegaraan, etika
kelembagaan, dan etika dalam hubungan dengan masyarakat, dan pada
peraturan sebelumnya etika profesi polri hanya meliputi etika pengabdian,
etika kelembagaan dan etika kenegaraan. Dimasukkannya fungsi kode etik
polri adalah untuk mengkaji dalam pembahasan pada penelitian ini.
C. Tinjauan Umum Mengenai Kedudukan POLRI
C.1 Kedudukan POLRI Sebagai Penegak Hukum
Menurut Soerjono Soekanto arti dari penegak hukum, ialah :
“Ruang lingkup dan istilah “penegak hukum” adalah luas sekali,
oleh karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara
39Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian, Laskbang Mediatama, Surabaya, 2007, hlm.149.
50
tidak langsung berkecimpung di bidang penegakan hukum. Secara
sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (status)
merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang
mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan
tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah
hak-hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tadi merupakan peranan atau role.”40
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Soerjono Soekanto
mengemukakan mengenai ruang lingkup penegak hukum yang dalam hal
ini sangat luas yang mencakup secara langsung dan tidak langsung dalam
bidang penegakan hukum. Yang dalam hal ini penegakan hukum
mempunyai kedudukan dan peranan dalam struktur kemasyarakatan maka
penegakan hukum disini mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dilakukan di dalam lingkup masyarakat tersebut.
Dalam buku Soerjono Soekanto yang berjudul factor-faktor yang
mempengaruhi Penegakan Hukum mengemukakan, bahwa :
“Pasca reformasi, POLRI dipisahkan dari militer. Sebagai bagian
dari masyarakat sipil, POLRI dituntut untuk memiliki paradigma
baru. Sementara di sisi lain, POLRI tetap diberikan beban amanah
untuk menjaga ketentraman dan ketertiban di tengah-tengah
masyarakat. Dua kenyataan yang sebelumnya menjadi sesuatu
yang sangat paradok, karena peran militer dalam menjaga
keamanan dan ketertiban masih sangat dominan. Membangun
paradigma baru di tubuh POLRI saja tidak cukup untuk
menjalankan peran baru sebagai bagian dari masyarakat sipil.
Butuh pendekatan, keahlian bahkan membangun image tidak hanya
kalangan internal institusi tetapi juga menyosialisasikannya di
tengah-tengan masyarakat yang terlanjur mengidentifikasi POLRI
sebagai bagian dari institusi militer. Problem ini seringkali menjadi
kendala dalam menjalankan tugas-tugas baru sebagai kekuatan sipil
(yang dipersenjatai).”41
40Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,
Rajawali Press, Hal 19-20.
41
Ibid, hal 18
51
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tuntutan yang
diberikan kepada Polri disini dalam menjalankan tugasnya tidak cukup
untuk melakukan perannya saja tetapi harus mempunyai keahlian yang
digunakan dalam menjalankan perannya dan itu sebagai image yang baik
di dalam tengah-tengah masyarakat agar Polri dalam menjalankan
profesinya lebih mudah dan tidak mengalami kendala.
Pendekatan baru yang revolusioner menjadi syarat mutlak untuk
mempertegas status sekaligus peran yang akan dilaksanakan oleh POLRI
saat ini. Sementara pendekatan yang dilakukan tentu membutuhkan
keahlian tersendiri yang secara simultan harus dididik, diarahkan dan
diawasi untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam menjalankan tugas.42
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan baru yang
diberikan ini harus menggunakan upaya yang cukup berat karena harus
didik secara benar, diarahkan dan juga harus diawasi agar mencapai hal
yang maksimal dan tidak menyimpang dengan tujuan yang telah
ditetapkan.
Dalam buku Soerjono Soekanto yang berjudul factor-faktor yang
mempengaruhi Penegakan Hukum mengemukakan pula mengenai seorang
penegak hukum, bahwa :
“Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga-
warga masyarakat lainnya, lazimnya mempunyai beberapa
kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah
mustahil, bahwa antara berbagai kedudukan dan peranan timbul
konflik (status conflict dan conflict of roles). Kalau di dalam
kenyataanya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang
42Ibid
52
seharusnya dengan peranan yang sebenarmya dilakukan atau
peranan aktual, maka terjadi suatu kesenjangan peranan (role
distance).”43
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang penegak
hukum harus mengetahui kedudukan dan peranan yang akan dilakukan di
tengah-tengah masyarakat agar tidak terjadinya konflik yang
berkepanjangan. Dan menghindari kesenjangan yang terjadi antara
peranan yang harus dilakukan dengan peranan yang tidak seharusnya
dilakukan. Dimasukkannya fungsi kepolisian adalah untuk mengkaji
dalam pembahasan pada penelitian ini.
C.2 Divisi Profesi dan Pengamanan Polri
Dalam Buku Bagus Ekodanto yang berjudul pemaknaan tribata
mengemukakan mengenai divisi profesi dan pengamanan Polri, bahwa :
“Divisi profesi dan pengamanan Polri dibentuk sejak Polri
dikeluarkan dari status Abri untuk dikembalikan sebagai Polisi sipil.
Organisasi propam dibentuk dalam bentuk divisi yang dipimpin oleh
seorang kepala devisi yang dikenal dengan sebutan Kepala Divisi
(Kadiv) yang berpangkat bintang dua dengan sebutan Inspektur
Jendral Polisi (Irjen Pol). Propam mempunyai tugas dan fungsi
sebagai pelindung dan pengayom masyarakat serta bertanggung
jawab terhadap penegakan disiplin dan ketrtiban dilingkungan Polri
dan senantiasa bersemangat serta berani dan tegas dalam
menegakkan kebenaran dan hukum tanpa dapat dipengaruhi oleh
pihak manapun.”44
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tugas divisi propam
adalah membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban
profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan
43Soerjono Soekanto, Op.cit, Hal 21.
44
Bagus Ekodanto, Pemaknaan Tribata, Ratra Samara, Jayapura, 2009, hal 10
53
ketertiban dilingkungan Polri dan pelayanan pengaduan masyarakat
tentang adanya penyimpangan tindakan anggota maupun Pns Polri yang
dalam struktur organisasi dan tatacara kerjanya propam terdiri dari tiga
bidang fungsi dalam bentuk sub organisasi disebut Pus Paminal, Pus Bin
Prof dan Pus Provost. Fungsi pertanggungjawaban profesi dipertanggung
jawabkan kepada Pus Paminal dan dalam penegakan disiplin dan
ketertiban dilingkungan Polri dipertanggung jawabkan kepada Pus
Provost.
Setiap anggota propam senantiasa menjunjung tinggi pedoman
hidup Polri yaitu tribata dan catur prasetya dan dalam pelaksanakan tugas
harus memiliki ketajaman dalam mencari dan menemukan fakta hukum
untuk mengungkap kebenaran yang nyata namun disisi lain harus
memberikan rasa keadilan yang senantiasa menjadi pedoman bagi anggota
Polri dalam menjaga objektifitas dalam menangani setiap pelanggaran
yang dilakukan oleh anggota Polri. Setiap anggota propam juga harus
mampu mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan dalam menegakkan
hukum demi mewujudkan Polri yang professional dan selalu dicintai oleh
masyarakat dengan melandaskan hukum sebagai dasar dari pelaksanaan
tugas dan dalam bertindak harus berdasarkan norma-norma yang ada, baik
norma hukum, agama maupun norma-norma lain yang berkembang di
masyarakat. Propam Polri mempunyai semboyan yang berbunyi
“profesional, disiplin, akurat dan beretika”.
54
Berhubungan dengan pelaksanaan tugas Polri, maka setiap insan
bhayangkara harus menunjung tinggi etika profesi Polri yang merupakan
cerminan dari nilai-nilai tribata yang dilandasi dan dijiwai oleh pancasila
serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian,
kelembagaan dan kenegaraan, selanjutnya disusun kedalam kode etik
profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Profesi Kepolisian adalah
profesi yang berkaitan dengan tugas kepolisian baik dibidang operasional
maupun dibidang pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.Kode etik profesi kepolisian meningkat secara moral, sikap dan
prilaku setiap anggota Polri. Dimasukkannya fungsi kepolisian adalah
untuk mengkaji dalam pembahasan pada penelitian ini yang dimana
pelanggaran terhadap kode etik profesi kepolisian harus di pertanggung
jawabkan di hadapan sidang komisi kode etik Polri guna pemuliaan profesi
Polri.
C.3 Prosedur Penegakan Kode Etik Polri
Dilakukan pemeriksaan dan pemberkasan pelanggaran kode etik
profesi Polri dalam tingkat pusat pembinaan profesi :
- Penunjukan personil yang akan dilibatkan.
- Melakukan proses pemeriksaan.
- Penentuan sarana dan prasarana Polri yang digunakan.
- Menentukan larangan dan kewajiban.
- Melakukan pengawasan dari tingkat Mabes hingga kewilayahan.
- Melakukan proses administrasi dan penentuan anggaran.
55
Audit investigasi pelanggaran kode etik profesi Polri dalam pusat
pembinaan profesi :
- Penunjukan personil yang akan dilibatkan.
- Melakukan proses audit investigasi.
- Penentuan sarana dan prasarana Polri yang digunakan.
- Menentukan larangan dan kewajiban.
- Melakukan pengawasan.
- Melakukan proses administrasi dan penentuan anggaran.45
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prosedur penegakan kode
etik itu tetap dilakukan oleh anggota Polri yang lain atau yang biasa di
sebut Propam dan sidang kode etik profesi Polri tetapk dilakukan di Polres
sesuai dengan tempat si pelaku dan pengawasan pun dilakukan oleh
Paminal. Dimasukkannya fungsi kepolisian adalah untuk mengkaji dalam
pembahasan pada penelitian ini dan dalam hal ini Penulisan Hukum
Penulis merupakan Penegakan Kode Etik Profesi Polri maka Penulis disini
harus mengetahui apa saja prosedur Penegakan Kode Etik Profesi Polri
yang dimana jika Polri melakukan pelanggaran ataupun kejahatan maka
akan dilakukan sesuai prosedur diatas.
45Divisi Profesi Dan Pengaman Porli Pusar Pembinaan Profesi, Standar Operasional Prosedur
(SOP) Tentang Pemeriksaan Dan Pemberkasan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, diakses 18
Desember 2018.
top related