bab ii tinjauan pustaka a....
Post on 09-Mar-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemik kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
disertai lesipada membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer, 2001).
Diabetes Mellitus ditandai oleh kadar glukosa yang meningkat secara
kronis. Kadar glukosa darah puasa pada berbagai keadaan adalah sebagai
berikut : diabetes ≥ 7,0 mmol/L, toleransi glukosa terganggu (impaired
glucose tolerance) 6-7 mmol/L, normal < 6 mmol/L ; kadar glukosa 2 jam
setelah pemberian 75 g glukosa ke dalam plasma adalah : diabetes ≥11,1
mmol/L, toleransi glukosa terganggu 7,8-11,1 mmol/L; normal < 7,8 mmol/L
(Davey, 2005).
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (Smeltzer &
Bare, 2001)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Diabetes
Mellitus merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat gangguan hormonal yang dapat
menimbulkan komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
9
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi Pankreas
Gambar 1: pankreas (http://www.google.co.id/image)
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang
dan 12,5 cm dan tebal ± 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai
kelengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua
saluran ke duodenum (usus 12 jari) organ ini dapat diklasifikasikan ke
dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin dan eksokrin (Syaifudin, 2006).
a. Struktur Pankreas terdiri dari :
1) Kepala pankreas
Merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan
rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum dan yang
praktis melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.
10
3) Ekor pankreas
Merupakan bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang
sebenarnya menyentuh limfa.
b. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum :
1) Ductus Wirsung, yang bersatu dengan ductus chole dukus,
kemudian masuk ke dalam duodenum melalui sphincter oddi.
2) Ductus Sartonni, yang lebih kecil langsung masuk ke dalam
duodenum di sebelah atas sphincter oddi.
c. Jaringan pankreas
Ada 2 jaringan utama yang menyusun pankreas :
1) Asim berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam
duodenum
2) Pulau langerhans
d. Pulau-pulau langerhans
1) Hormon-hormon yang dihasilkan
a) Insulin
Adalah suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino
yang dihubungkan oleh gambaran disulfide.
b) Enzim utama yang berperan adalah insulin protease, suatu
enzim dimembran sel yang mengalami internalisasi bersama
insulin.
11
c) Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks.
2) Efek-efek tersebut biasanya dibagi:
a) Efek cepat (detik)
Peningkatan transport glukosa, asam amino dan k+ ke dalam
sel peka insulin.
b) Efek menengah (menit)
Stimulasi sintesis protein, penghambatan pemecahan
protein, pengaktifan glikogen sintesa dan enzim-enzim
glikolitik.
c) Efek lambat (jam) .
3) Peningkatan Massenger Ribonucleic Acid (MRNA) enzim
lipogenik dan enzim lain.
Pengaturan fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar
tergantung dari:
a) Ekstraksi glukosa
b) Sintesis glikogen
c) Glikogenesis
4) Glukagon
Molekul glukagon adalah polipeptida rantai lurus yang
mengandung 29 n residu asam amino dan memiliki 3485
glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai
prinsip aktivitas fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah.
12
a) Somatostatin
Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukagon
dan polipeptida pankreas dan mungkin bekerja di dalam
pulau-pulau pankreas.
b) Polipeptida pankreas
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu
polipeptida linear yang dibentuk oleh sel pulau
langerhans.
2. Fisiologi
a. Fungsi eksokrin pankreas:
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk
pencernaan ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat
dan lemak. la juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah
besar, yang memegang peranan penting dalam menetralkan
timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam
duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin,
karboksi, peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga
enzim pertama memecahkan keseluruhan dan secara parsial
protein yang dicernakan, sedangkan nuclease memecahkan
kedua jenis asam nukleat, asam ribonukleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase
pankreas, yang menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian
13
besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk
karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk pencernaan lemak
adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral
menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang
menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
1) Pancreatic juice
Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin
(7,1 - 8,2) pada pancreatic juice sehingga menghentikan
gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan
yang sesuai dengan enzim-enzim dalam usus halus.
2) Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
a) Pengaturan saraf
b) Pengaturan hormonal
b. Fungsi endokrin pankreas
Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat kelompok-
kelompok sel epithelium yang jelas, terpisah dan nyata.
Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan langerhans
yang bersama-sama membentuk organ endokrin (Price, 2006).
C. Klasifikasi
Klasifikasi terbaru menurut American Diabetes Association (ADA)
(2005) lebih menekankan penggolongan berdasarkan penyebab dan proses
penyakit. Ada 4 jenis diabetes melitus berdasarkan klasifikasi terbaru :
14
1. Diabetes Melitus Tipe 1 : IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas, kombinasi faktor
genetik, imonologi dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan
turut menimbulkan distruksi sel beta.
2. Diabetes Melitus Tipe 2 : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
Disebabkan oleh resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3. Diabetes Melitus Tipe Spesifik Lain
Disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik (kerusakan genetik
sel beta pankreas dan kerja insulin). Penyakit pada pankreas, gangguan
endokrin lain, obat-obatan atau bahan kimia, infeksi (rubela kongenital
dan Cito Megalo Virus (CMV)).
4. Diabetes Melitus Kehamilan
Diabetes Melllitus yang hanya muncul pada kehamilan (Sudoyo,
2006).
D. Etiologi
Penyebab Diabetes Mellitus dibedakan berdasarkan kasifikasi, antara
lain:
1. Diabetes Mellitus tipe 1:IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pada tipe ini insulin tidak diproduksi. Hal ini disebabkan dengan
timbulnya reaksi autoimun oleh karena adanya peradangan pada sel beta
15
insulin. Kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen).
a. Faktor genetik
Penderita diabetes mellitus tidak mewarisi diabetes mellitus tipe 1
itu sendiri, tetapi mewarisi suatu kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes mellitus tipe 1. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu.
b. Faktor imunologi
Respon abnormal dimana Ab terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi dengan jaringan tersebut sebagai jaringan
asing.
c. Faktor lingkungan
Virus/toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan
distruksi sel beta.
2. Diabetes Mellitus tipe 2 : NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes
Melitus)
Etiologi biasanya dikaitkan dengan faktor obesitas, obat-obatan, hereditas
atau lingkungan penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan
resistensi insulin.
16
3. Diabetes Mellitus tipe spesifik lain
Awitan selama kehamilan, disebabkan oleh hormon yang
diekskresikan plasenta dan mengganggu kerja insulin (Smeltzer &
Bare, 2001).
E. Faktor Resiko
Penyakit Diabetes Mellitus bukan merupakan penyakit menular,
namun penyakit yang diturunkan. Namun, bukan berarti mutlak bahwa bila
orang tua terkena Diabetes Mellitus, pasti anaknya terkena penyakit Diabetes
Mellitus juga. Walaupun kedua orang tua terkena Diabetes Mellitus kadang-
kadang anaknya tidak terkena Diabetes Mellitus. Namun, bila dibandingkan
dengan kedua orang tua yang normal (tidak ada riwayat diabetes mellitus),
penderita Diabetes Mellitus lebih cenderung memiliki anak yang akan
menderita Diabetes Mellitus juga. Resiko – resiko bagi seseorang yang
kemungkinan menderita Diabetes Mellitus bila ditemukan kondisi-kondisi
berikut ini :
1. Riwayat kedua orangtua yang mengidap Diabetes Mellitus.
2. Riwayat salah satu orang tua atau saudara kandung terkena penyakit
Diabetes Mellitus.
3. Riwayat salah satu anggota keluarga (nenek, kakek, paman, bibi, sepupu)
mengidap penyakit Diabetes Mellitus.
4. Seorang yang gemuk/obesitas (> 20 %, BB ideal) atau indeks masa tubuh
(IMT) > 27 kg/m2.
17
5. Umur diatas 40 tahun dengan faktor yang disebutkan diatas.
6. Seseorang dengan tekanan darah tinggi (> 140/90).
7. Seorang dengan kelainan profil lipid darah (dislifidema) yaitu kolesterol
HDL < 35 mg/dl, dan / atau trigliserida > 250 mg/dl.
8. Seseorang yang sebelumnya dinyatakan sebagai toleransi glukosa
terganggu (TGT) atau gula darah puasa (terganggu) (GDPT).
9. Wanita yang sebelumnya mengalami diabetes kehamilan.
10. Wanita yang melahirkan bayi > 4.000 gr.
11. Semua wanita hamil 24 – 28 minggu.
12. Riwayat menggunakan obat-obatan oral atau suntikan dalam jangka
waktu lama, obat golongan kortikosteroid (untuk pengobatan asma, kulit,
rematik dan lainnya.
13. Riwayat terkena infeksi tertentu antara lain virus yang menyerang
kelenjar air liur (penyakit gondongan), virus morbili. Infeksi virus ini
sering dijumpai pada anak-anak dan penderita yang masih hidup harus
setiap hari disuntik insulin (Soegondo, 2005).
F. Patofisiologi
Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan
glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru
(glukoneogenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat.
Kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya
peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonemia (keton
18
dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang
menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi
menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika
hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul
Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)
sehingga terjadi dehidrasi.
Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negatif sehingga
menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polipagi).
Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi
metabolisme energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah.
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang
akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan
oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya
gangguan.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina
menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang,
akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga
terjadi nefropati. Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf
19
otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati (Price,
2006).
G. Manifestasi Klinik`
Tanda dan gejala Diabetes Mellitus antara lain :
1. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin).
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkandehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH dan menimbulkan rasa haus.
3. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai
energi.
4. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang
kronik, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel.
Sering terjadi penurunan berat badan.
5. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di
sekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik (Corwin, 2001).
20
H. Komplikasi
Komplikasi Diabetes Mellitus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut
dan komplikasi kronik:
1. Komplikasi akut
a. Koma Hiperosmolar Nonketotik (KHN)
Koma hiperosmolar non ketotik merupakan keadaan yang
didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran. Salah satu perubahan utamanya dengan
DKA adalah tidak tepatnya ketosik dan asidosis pada KHN.
b. Diabetes Ketoasidosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu pengalaman penyakit Diabetes Mellitus. Diabetik
katoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata.
c. Hipoglikemia
Hipoglikemia(kadar glukosa plasma < 60 mg/dl) terjadi pada pasien
yang mendapatkan insulin atau agen hipoglikemik oral, dimana
terdapat kelebihan insulin yang relatif banyak daripada intake
makanan atau pemakaian energi.
2. Komplikasi kronik
a. Makrovaskuler
21
1) Penyakit jantung koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes maka
terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya
ke seluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang
menumpuk dalam pembuluh darah menyebabkan mengerasnya
arteri (arteriosclerosis) dengan resiko penderita penyakit jantung
koroner atau stroke.
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesis fungsi saraf-saraf
sensorik, keadaan ini menyebabkan gangren infeksi dimulai dari
celah-celah kulit yang mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku
kaki yang menebal dan halus demikian juga pada daerah-daerah
yang terkena trauma.
3) Pembuluh darah ke otak
Pada pembuluh darah otak dapat terjadi penyumbatan
sehingga suplai darah ke otak menurun.
b. Mikrovaskuler
1) Penyakit ginjal ( nefropati)
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal, bila kadar glukosa dalam darah meningkat, maka
mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress yang
menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine.
22
2) Penyakit mata (retinopati)
Penderita Diabetes Mellitus akan mengalami gejala
penglihatan sampai kebutaan, keluhan penglihatan kabur tidak
selalu disebabkan neuropati. Katarak disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjangan, menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem
saraf otonom medulla spinallis atau sistem saraf pusat.
Akumulasi sorbitol dan perubahan-perubahan metabolik lain
dalam sintesa fungsi myalin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf
(Long, 1996).
I. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan Diabetes Mellitus adalah secara konsisten
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Penatalaksanaan
untuk Diabetes Mellitus terdiri dari penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan keperawatan. Penatalaksanaan medis, terdiri dari obat
hipoglikemik oral dan penambah sensitivitas terhadap insulin. Obat
hipoglikemik oral yang gunanya sebagai pemicu sekresi Insulin, yaitu :
golongan sulfonilurea/sulfonyl Ureas, obat ini paling banyak digunakan dan
23
dapat dikombinasikan obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa
glukosidase atau insulin.Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan produksi insulin oleh sel-sel beta pankreas, karena itu menjadi
pilihan utama para penderita diabetes mellitus type 2 dengan berat badan yang
berlebihan. Obat-obat yang beredar dari kelompok ini adalah : Glibenklomida
(5mg/tablet), Glibenklomida micronized (5mg/tablet), Glukoidon
(30mg/tablet).
Glinid, merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama
dengan sulfonylurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivate asam
benzoat) dan Nateglinid (derifat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Sedangkan obat penambah sensitivitas terhadap insulin terdiri dari :
Biguanid, Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga
menurunkan glukosa darah dan juga disangka menghambat absorbsi glukosa
dari usus pada keadaan sesudah makan selain itu dapat menurunkan produksi
glukosa hati.
Tiazolidindion, adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disponsal pada sel dan
mengurangi produksi glukosa di hati.
24
Penghambat glukosidase alfa, obat ini bekerja secara kompetitif
menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga
dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin (Soegondo,
2005).
Insulin, hormon insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau
Langerhans. Hormon ini bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah
postprandial dengan mempermudah pengambilan serta penggunaan lukosa
oleh sel-sel otot, lemak dan hati. Penyuntikan insulin sering dilakukan 2 kali
per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan kadar
glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari (Smeltzer & Bare, 2001)
Penatalaksanaan secara keperawatan, terdiri dari diet, olah raga dan
penyuluhan. Diet, merupakan salah satu pilar utama pengelolaan diabetes
mellitus adalah perencanaan makan. Penderita diabetes mellitus sebaiknya
mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar
68% karbohidrat, 20% lemak dan 12% protein. Diet disesuaikan dengan
keadaan penderita. Prinsip umum : diet dan pengendalian berat badan
merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes dengan cara kurangi kalori,
kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis,
dan perbanyak konsumsi serat. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita
diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini: memberikan semua
unsur makanan esensial (misal : vitamin dan mineral), mencapai dan
25
mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi kebutuhan energy,
mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupanyakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara – cara
yang aman dan praktis, menurunkan makan pada penderita diabetes mellitus
(Smeltzer & Bare, 2001).
Olah raga, selain dapat mengontrol kadar gula darah karena
membuat insulin bekerja lebih efektif juga dapat membantu menurunkan berat
badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stres. Penderita diabetes
sebaiknya berolahraga dengan berjalan,joging, berenang dan bersepeda. Olah
raga sebaiknya dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu dan dengan waktu
sekitar 30-60 menit (Soegondo, 2005).
Penyuluhan tentang diabetes, adalah pendidikan dan pelatihan
mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik
(Soegondo, 2005).
J. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus terkait dengan Diabetes Mellitus meliputi :
1. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan,
26
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek
kesehatan.
2. Pola Nurtisi–Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, mual/muntah.
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri
dll), penggunaan kateter, Karakteristik urin dan feses, pola input
cairan dll.
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif
didalamnya mengandung kemampuan daya ingat pasien terhadap
persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan
orientasi pasien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda
yang lain). Tingkat pendidikan, pemakaian alat bantu dengar, melihat,
kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, adakah
27
gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri),
penciuman dan lain-lain
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energi.
Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,
insomnia atau mimpi buruk, mengeluh letih.
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga
diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system
terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka, manusia juga
sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan dalam
pandangan secara holistik.Adanya kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri., dampak sakit terhadap diri, kontak mata,
isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup atau
rileks.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran pasien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal pasien.
28
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,
riwayat penyakit hubungan seksual, pemeriksaan genital.
10. Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress,
interaksi dengan orang terdekat, menangis, metode koping yang biasa
digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
11. Pola Keyakinan Dan Spiritual
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan pasien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya. Agama,
kegiatan keagamaan dan budaya,berbagi dengan orang lain, bukti
melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan
pantangan dalam agama selama sakit (Perry & Potter, 2005) (Asmadi,
2008).
K. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat menyebutkan bahwa pasien menderita
Diabetes Mellitus antara lain :
1. Glukosa darah : Meningkat 200-100mg/dL atau lebih.
2. Aseton plasma : Positif secara mencolok.
29
3. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4. Osmolalitas serum:Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330mOsm/l.
5. Elektrolit :
a. Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
b. Kalium : Normal atau peningkatan semu(perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
c. Fosfor : Lebih sering menurun.
6. Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2-4kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama
hidup SDM) dan karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan DKA
dengan kontrol tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan
insiden (mis ISK baru).
7. Gas darah arteri : Biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8. Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat (dehidrasi) ;
leukositosis, hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau
infeksi.
9. Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal).
10. Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pankreatitis akut sebagai penyebabdari DKA.
11. Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengidentifikasi insufisiensi
30
insulin/ganggguan dalam penggunaannya (endogen / eksogen). Resistensi
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan (antibodi).
12. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13. Urin : Gula dan aseton positif;berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
14. Kultur dan sensivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka (Doenges, 2000).
31
L. Pathway Keperawatan
Obesitas, obat-obatan. penyakit pancreas
Kerusakan pankreas
Defisiensi insulin
Glukagon meningkat
HiperglikemiaGD > 140 mg/mmol
Glukoneogenesis
Ketoagenosis
Ketonemia
pH serum menurun
Asidosis
Glukosa masuk kedalam tubulus ginjal
Glukosa dibuangbersama urine
Glukosuria
Poliuri
Diuresis osmotik
Dehidrasi
Devisit volcairan
Produksi energimetabolik menurun
Kelelahan
BBmenurun
Nutrisi <kebutuhan
Starvasi sel
Rasalapar
Kurangpengetahuan
Polifagi
Hilang proteintubuh
Responperadanganmelambat
Hiperosmolaritas
Koma
Angiopati
Mikrovaskuler Makrovaskuler
Perubahanpembuluh darah
Gangguansirkulasi
Suplai mkn kejar perifer
Luka tidaksembuh
Ganggren
Infeksi
Peredaran pembuluhdarah ke retina
Pandangan kabur
Retinopati
Gg persepsi sensori: penglihatan
- Trombosit beroklusi- Pembuluh drh besar
Aterosklerosis
Neuropati
Sensorik Motorik
Hilangrasa
Vaskulataria
Resti injuri
Atropi otot
Perub dalampergerakan
Gangguankeseimbangan
tubuh
Syok Polidipsi
Mualmuntah
(Price, 2006)
Resiko
penyebaran
infeksi
Infeksi
Terjadi
32
M. Diagnosa Keperawatan, Intervensi dan Rasional
Diagnosa yang muncul dari Diabetes Mellitus antara lain :
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
a. Tujuan : Pemasukan nutrisi adekuat.
b. Kriteria Hasil :
1) Mencerna jumlah kalori atau nutrisi yang tepat.
2) Menunjukkan tingkat energi biasanya.
3) Mendemostrasikan berat badan stabil atau penambahan
kearah rentang yang diinginkan dengan nilai laboratorium
normal.
c. Intervensi
1) Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti : perubahan
tingkat kesadaran, kulit lembab / dingin, derajat nadi
cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing,
sempoyongan.
Rasional : karena metabolisme karbohidrat mulai
terjadi (gula darah berkurang, sementara
tetap diberikan insulin maka hipoglikemi
dapat terjadi).
33
2) Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan
indikasi.
Rasional :mengkaji pemasukan makanan yang
adekuat.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdoment /
perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum
sempat dicerna.
Rasional : hiperglikemia dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dapat menurunkan
mobilitas / fungsi lambung.
4) Tentukan program diit dan pola makan pasien dan
bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
pasien.
Rasional :mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpanan dari kebutuhan therapeutik.
5) Indikasi makanan yang disukai / dikehendaki termasuk
kebutuhan etnik.
Rasional :jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan.
34
6) Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai
indikasi.
Rasional :meningkatkan rasa keterlibatan,
memberikan informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi pasien.
7) Kolaborasi
a) Lakukan pemeriksaan gula darah dengan
menggunakan “Finger stick”.
Rasional : analisa ditempat tidur terhadap GD lebih
kuat.
b) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa
darah, aseton, PH dan HCO3.
Rasional :gula darah akan menurun perlahan dengan
penggantian cairan dan therapi insulin
terkontrol.
c) Berikan insulin secara teratur.
Rasional :insulin reguler memiliki awitan cepat dan
karenanya dengan pula dapat membantu
memindahkan glukosa ke dalam sel.
2. Gangguan persepsi-sensori (penglihatan) berhubungan dengan
perubahan kimia endogen, ketidakseimbangan glukosa atau insulin
dan atau elektrolit.
a. Tujuan : tidak terjadi gangguan persepsi-sensori
35
b. Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan tingkat mental biasanya
2) Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori
c. Intervensi
1) Pantau tanda-tanda vital dan status mental
Rasional :sebagai dasar untuk membandingkan
temuan abnormal seperti suhuyang
meningkat dapatdapat mempengaruhi
fungsi mental
2) Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai
dengan kebutuhannya, misalnya terhadap tempat, orang
dan waktu. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara
perlahan dan jelas
Rasional :menurunkan kebingungan dan membantu
untuk mempertahankankontak dengan
realitas
3) Pelihara aktivitas rutin klien sekonsisten mungkin, dorong
untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai
kemampuannya
Rasional : membantu memelihara klien tetap berhubungan
dengan realitas dan mempertahankan orientasi
pada lingkungannya
36
4) Lindungi klien dari cedera (gunakan pengikat) ketika
tingkat kesadaran klien terganggu. Berikan bantalan lunak
pada pagar tempat tidur dan berikan jalan napas buatan
yang lunak jika klien kemungkinan mengalami kejang
Rasional : pasien mengalami disorientasi merupakan
awal kemungkinan timbulnya cedera,
terutama malam hari dan perlu pencegahan
sesuai indikasi.munculnya kejang perlu
diantisipasi untuk mencegah trauma fisik
5) Berikan tempat tidur yang lembut, pelihara kehangatan
kaki atau tangan, hindari terpajan terhadap air panas,
dingin dan penggunaan bantalan
Rasional : meningatkan rasa nyaman dan menurunkan
kemungkinan kerusakan kulit karena panas.
Munculnya dingin yang tiba-tiba pada
tangan atau kaki menunjukan adanya
hipoglikemi, yang perlu untuk melakukan
pemeriksaan terhadap kadar gula darah
6) Kolaborasi
a) Berikan pengobatan sesuai dengan obat yang
ditentukan untuk mengatasi DKA seuai indikasi
Rasional : gangguan dalam proses pikir terhadap
aktivitas kejang biasanya hilang bila
37
keadaan hiperosmolalitas teratasi
b) Pantau hasil laboratorium, seperti glukosa darah,
osmolalitas darah, hemoglobin, hematokrit, reum,
creatinin
Rasional : ketidakseimbangan laboratorium ini dapat
menurunkan status mental
3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolik, insufisiensi insulin.
a. Tujuan : Pasien dapat mengungkapkan peningkatan
tingkat energi.
b. Kriteria hasil : Pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas
yang diinginkan.
c. Intervensi
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas.
Rasional :pendidikan dapat memberikan motivasi
untuk meningkatkan tingkat aktivitas
meskipun pasien mungkin sangat lemah.
2) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang
cukup.
Rasional :mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Pantau nadi, frekuensi pernapasan dan tekanan darah
sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
38
Rasional :mengindikasikan tingkat aktivitas yang
dapat ditoleransi secara fisiologis.
4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
Rasional :meningkatkan kepercayaan diri/harga diri
yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
pasien.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai prognosis penyakit.
a. Tujuan : Pasien menyatakan pemahaman tentang
penyakit.
b. Kriteria Hasil :
1) Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala dengan proses
penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor
penyebab.
2) Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan
menjelaskan rasional tindakan.
3) Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
program pengobatan.
c. Intervensi
1) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan
mendengarkan penuh perhatian dan selalu ada untuk
pasien.
39
Rasional :menanggapi dan memperhatikan perlu
diciptakan sebelum pasien bersedia
mengambil bagian dalam proses belajar.
2) Diskusikan topik-topik utama seperti apakah kaar glukosa
normal ibu dan bagaimana hal tersebut dibandingkan
kekurangan insulin dengan kadar gula darah yang tinggi.
Rasional :memberikan pengetahuan dasar dimana
pasien dapat membuat pertimbangan dalam
memilih gaya hidup.
3) Menganjurkan klien untuk rutin melakukan pemeriksaan
gula darah dan instruksikan pasien untuk pemeriksaan
keton urinenya jika glukosa darah lebih tinggi dari 250
mg/dl.
Rasional :Melakukan pemeriksaan darah secara
teratur dapat meningkatkan kontrol gula
darah dengan lebih ketat (misal 60 – 150
mg/dl).
4) Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan
tinggi serat dan cara untuk melakukan makan di luar
rumah.
Rasional :keadaan tentang pentingnya kontrol obat
akan membantu pasien dalam merencanakan
makan / mentaati program.
40
5) Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam
kontrol DM seperti latihan stres, pembedahan dan
penyakit tertentu.
Rasional :informasi ini akan meningkatkan
pengendalian terhadap DM dan dapat
menurunkan berulangnya kejadian
ketoasidosis.
6) Buat jadwal latihan aktivitas yang teratur dan identifikasi
hubungan dengan penggunaan insulin yang perlu menjadi
perhatian.
Rasional :waktu latihan tidak boleh bersamaan
waktunya kerja puncak insulin untuk
mencegah percepatan ambilan insulin
7) Identifikasi gejala hipoglikemia (misal lemah, pusing,
letargi, lapar, peka rangsang, diaforesis, pucat, takikardia,
tremor, sakit kepala, dan perubahan mental).
Rasional :dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan
lebih awal dan mencegah / mengurangi kejadiannya.
5. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan adanya diuresis
osmotik.
a. Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan.
41
b. Kriteria Hasil : Mendemostrasikan hidrasi adekuat yang
dibuktikan oleh tanda vital stabil, haluaran urine secara
individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
c. Intervensi
1) Pantau tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik.
Rasional : hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh
hipotensi dan takikardia.
2) Pantau suhu, warna kulit atau kelembabannya.
Rasional :demam dengan kulit kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
3) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan
membran mukosa.
Rasional :merupakan indicator dari tingkat dehidrasi,
atau volume sirkulasi yang adekuat.
4) Pantau masukan dan pengeluaran, catat Bj urine.
Rasional :memberikan perkiraan kebutuhan atau
cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dan terapi yang diberikan.
5) Pertahankan untuk memberi cairan paling sedikit 2500
ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung jika
pemasukan melalui oral sudah dapat diberikan.
Rasional : mempertahankan hidrasi / volume sirkulasi.
6) Pasang/pertahankan kateter urin tetap terpasang.
42
Rasional :memberi ukuran yang tepat/akurat
terhadap pengukuran haluaran urine.
7) Kolaborasi
a) Berikan therapy cairan sesuai dengan indikasi Normal
salin atau ½ NS atau tanpa dekstrose.
Rasional :tipe dan jumlah cairan tergantung pada
derajat kekurangan cairan.
b) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti :
(2) Hematokrit : mengkaji tingkat hidrasi dan sering kali
meningkat akibat hemokonsentrasi yang terjadi
setelah diuresis osmotik.
(3) BUN/kreatinin : peningkatan nilai dapat
mencerminkan kerusakan sel karena dehidrasi atau
tanda akibat kegagalan ginjal.
(4) Osmolalitas : meningkat dengan adanya
hiperglikemia dan dehidrasi.
(5) Natrium : menurun yang mencerminkan diuresis
osmotik, meningkat mencerminkan kehilangan
cairan / dehidrasi berat.
6. Resti injury berhubungan dengan kelemahan umum
a. Tujuan : tidak terjadi injury
b. Kriteria Hasil : Mendemostrasikan tidak ada cedera
demham komplikasi minimal/ terkontrol.
43
c. Intervensi
1) Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu
tubuh, takikardia (140-200/mnt).
Rasional :untuk mengetahui keadaan umum pasien
yang dapat menentukan tindakan yang
diberikan.
2) Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang / diberi
bantalan.
Rasional :untuk menentukan kemungkinan adanya
trauma.
3) Kolaborasi
a) Pantau kadar kalsium darah : pasien dengan kadar
kalsium kurang dari 7,5/100 ml secara umum
membutuhkan terapi pengganti.
b) Berikan obat sesuai indikasi.
(1) Kalsium (glukosa, laktat) : untuk memperbaiki
kekurangan yang biasanya sementara.
(2) Sedatif : meningkatkan istirahat, menurunkan
stimulasi dari luar.
7. Resiko tinggi penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, perubahan pada sirkulasi
a. Tujuan :
1) Tidak terjadi infeksi.
44
2) Tidak ada tanda-tanda terjadinya infeksi.
b. Kriteria Hasil :
1) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan
resiko infeksi.
2) Mendemostrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk
mencegah terjadinya infeksi.
c. Intervensi
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam,
kemerahan, adanya pus pada luka, sputum purulent, urine
warna merah keruh atau berkabut.
Rasional :pasien mungkin masuk dengan infeksi yang
biasanya lebih lebih mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang yang berhubungan denga pasien
termasuk pasien sendiri.
Rasional : mencegah timbulnya infeksi silang (infeksi
nsokomial).
3) Lakukan perawatan luka (ganti balut tiap hari) dengan menjaga
tehnik septik dan aseptik.
Rasional : untuk mencegah terjadinya infeksi dan penyebaran
infeksi lebih lanjut.
45
4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh,
masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering,
lumen kering dan tetap kencang (tidak berkerut).
Rasional : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan
pasien pada resiko terjadinya kerusakan pada kulit /
iritasi kulit dan infeksi.
5) Bantu pasien untuk melakukan higiene oral.
Rasional : menurunkan resiko terjadinya penyakit kulit /gusi
6) Kolaborasi
a) Pemeriksaan kultur dan sensitivitas sesuai dengan indikasi.
Rasional :untuk mengidentifikasi organisme sehingga
dapat memilih/memberikan therapy
antibiotik yang terbaik.
b) Berikan antibiotik sesuai advise.
Rasional :penanganan awal dapat membantu
mencegah timbulnya sepsis (Doenges,
2000).
top related