bab ii tinjauan pustaka 2.1 geologi regional 2.1.1...
Post on 20-Feb-2018
232 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional
2.1.1 Fisiografi Regional
Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi lima zona fisiografi yaitu
Dataran Rendah Pantai Jakarta, Zona Bandung, Zona Bogor, Pegunungan Bayah
dan Pegunungan Selatan (Gambar 2.1)
Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (Bemmelen,1949)
Martodjodjo (1984) membaginya menjadi empat blok yaitu Banten,
Jakarta-Cirebon, Bogor dan Pegunungan Jawa Barat Selatan. Daerah Penelitian
termasuk Pegunungan Bayah (Bemmelen, 1949, Basuki dkk, 1992), Milesi dkk
5
(1999) atau Blok Banten (Martodjodjo, 1984) yang menempati bagian tengah
barat-Jawa Barat.
Dari sudut pandang Tektonik Lempeng, pada zaman Tersier Jawa Barat
Utara merupakan suatu cekungan belakang busur (foreland basin) dan busur
magmatik (magmatic arcs) di bagian selatannya (Asikin, 1974, dan Hamilton,
1979). Daerah penelitian merupakan bagian dari busur magmatic (magmatic arc).
Busur magmatik telah mengalami migrasi ke arah selatan sejak Zaman
Kapur Atas, Miosen sampai Kuarter (Asikin, 1974).
2.1.2 Stratigrafi Regional
Daerah penelitian termasuk ke dalam bagian Mandala Banten
(Koesoemadinata, 1962), mandala ini sebenarnya tidak terlalu jelas, karena
sedikitnya data yang diketahui. Batas timur Mandala Banten bertepatan dengan
garis yang menghubungkan sisi timur kepulauan Seribu di Laut Jawa, menerus
mengikuti sesar Cidurian di Jasinga serta menerus ke selatan di Pelabuhan ratu.
Batas ini berupa sesar turun sejak Kala Miosen Tengah. Bentuk Pulau Jawa yang
menyiku di Teluk Jakarta dan Pelabuhan ratu kemungkinan disebabkan oleh sesar
Cidurian ini.
Pada dasarnya di daerah ini hanya terdapat dua kelompok batuan yaitu beku
dan batuan sedimen., dari tua ke muda stratigrafi regional adalah sebagai berikut :
6
2.1.2.1 Formasi Bayah
Nama Bayah diberikan terhadap batuan tertua di daerah Banten Selatan.
Formasi Bayah berumur Eosen, terbagi atas tiga anggota, yaitu anggota
konglomerat terendapkan pada lingkungan parilik, bercirikan sedimen klastika
kasar, setempat bersisipan batubara. Anggota batulempung dengan lingkungan
pengendapan neritik dan umumnya berupa batulempung-napal dan anggota
batugamping. Penyebaran singkapan Formasi Bayah di Jawa Barat pada
umumnya tidak menerus. Singkapan terluas di daerah Bayah, memanjang hampir
sekitar 25 km dari kota kecamatan Bayah ke Sungai Cihara, sepanjang pantai
selatan Banten.
2.1.2.2 Formasi Cijengkol
Formasi ini menutupi Formasi Bayah secara tidak selaras yang terbagi atas
tiga anggota yaitu :
- Anggota batupasir berumur Oligosen Awal terendapkan pada lingkungan
parilik, bercirikan sedimen epiklastika kasar dengan alas konglomerat.
- Anggota napal berumur Oligosen Awal-Akhir, bercirikan sedimen klastika
halus dengan sisipan batubara, terendapkan pada lingkungan parilik-neritik.
- Anggota batugamping berumur akhir Oligosen Awal-Oligosen Akhir,
bercirikan batugamping berselingan napal dan batulempung, terendapkan
pada lingkungan neritik.
Formasi ini seumur dan sebanding dengan Formasi Batuasih dan Formasi
Rajamandala di Mandala Cekungan Bogor.
7
2.1.2.3 Formasi Citarete
Formasi Citarete terbagi atas :
- Anggota batugamping dibagian bawah berumur Miosen Awal bercirikan
batugamping terumbu terendapkan pada lingkungan laut.
- Anggota tuf pada bagian atas terendapkan pada lingkungan litoral-darat,
dicirikan oleh batuan epiklastik tufan.
Formasi Citarete tertindih tidak selaras oleh Formasi Cimapag.
2.1.2.4 Formasi Cimapag
Formasi Cimapag berumur akhir Miosen Awal. Formasi ini terdiri atas
breksi atau konglomerat, terendapkan pada lingkungan laut-darat. Anggota
batugamping dicirikan oleh sisipan batugamping pada bagian bawah formasi.
Anggota batulempung dicirikan oleh sisipan tipis sedimen klastika halus tufan di
bagian atas formasi. Menindih ridak selaras satuan batuan yang lebih tua.
2.1.2.5 Formasi Seraweh
Berumur antara Miosen Tengah, terbagi atas anggota batugamping di bagian
bawah, yang terendapkan pada lingkungan laut, dicirikan oleh adanya
batugamping terumbu. Anggota batulempung dibagian atas yang dicirikan oleh
batuan klastika halus. Formasi ini tertindih selaras oleh Formasi Badui pada
sedimentasi Mandala Banten. Mulai dari Formasi Sareweh sedimentasi Mandala
Banten berbeda dengan Mandala Cekungan Bogor (Basuki, dkk 1994) (Gambar
8
2.3). Pada waktu yang sama di cekungan Bogor masih di dominasi oleh endapan
aliran gravitasi dan lingkungan laut dalam.
2.1.2.6 Formasi Badui
Berumur Miosen tengah, dicirikan oleh sedimen klastika kasar terendapkan
pada lingkungan laut-darat. Formasi ini mempunyai anggota batugamping yang
bercirikan perselingan batugamping dengan batulempung dan napal. Tetindih
selaras oleh Formasi Bojongmanik.
2.1.2.7 Formasi Bojongmanik
Formasi ini berumur Miosen Tengah hingga Miosen Akhir, terbagi atas tiga
anggota yaitu anggota batulempung dicirikan oleh sedimentasi klastika halus
dengan sisipan lignit, anggota batugamping dan anggota batupasir yang dicirikan
sedimen klastika kasar dengan sisipan lignit.
2.1.2.8 Formasi Cimanceuri
Formasi ini berumur Pliosen Awal, dicirikan dengan sedimen klastika
dengan adanya fosil moluska dan terendapkan pada lingkungan laut dangkal-
litoral.
Satuan termuda dari Mandala Banten adalah endapan tuf asam gunungapi
muda. Pengendapan Gunung Pongkor dengan urutan batuan beku berumur
Tersier, terdiri dari breksi tuf, tuf lapili dan intrusi andesit yang terbentuk
9
bersamaan dengan breksi vulkanik secara luas. Diinterpretasikan secara korelasi
stratigrafi dengan daerah Dome Bayah (Banten Selatan).
Breksi tuf abu-abu kehijauan dengan fragmen andesit dan matriks tuf.
Setempat breksi dijumpai dalam bentuk tuf dan tuf lapili. Pada urutan batuan
vulkanik dijumpai batulempung hitam dengan ketebalan lebih dari 15 cm,
memperlihatkan struktur sedimen laminasi bergelombang. Foraminifera yang
terdapat dalam batulempung hitam menunjukan lingkungan laut, satuan ini
terkorelasi dengan Formasi Andesit Tua pada Awal Miosen.
Tuf lapili berwarna coklat sampai hijau, setempat dijumpa pada breksi.
Satuan batuan ini terkorelasi dengan Formasi Cimapag pada Miosen Awal.
Intrusi andesit terlihat pada bagian timur dan bagian barat dari area Gunung
Pongkor. Berdasarkan korelasi intrusi, satuan intrusi andesit ini terkorelasi dengan
Formasi Andesit Tua, Formasi Cimapag dan Formasi Bojongmanik (terdapat
disebelah utara area Gunung Pongkor) dengan umur Miosen Tengah.
Breksi terdapat di bagian timurlaut dari area Gunung Pongkor, terbentuk
pada Plio-Plistosen, secara tidak selaras di atas Formasi Bojongmanik dan Satuan
Andesit.
Stratigrafi daerah Banten Selatan menurut Koesoemadinata (1962) ini dapat
dikorelasikan dengan stratigrafi daerah Gunung Pongkor menurut Basuki (1992)
(Tabel 2.1) seperti tabel berikut :
10
Tabel 2.1 Korelasi Stratigrafi Daerah Gunung Pongkor dengan Daerah Banten Selatan
(Basuki, dkk 1992)
2.1.3 Struktur Geologi Regional
Tektonik Jawa Barat Utara pada Zaman Tersier merupakan suatu cekungan
belakang busur (foreland basin) dan busur magmatic (magmatic arc) di bagian
selatan. Selanjutnya busur magmatik ini mengalami migrasi ke arah selatan
hingga Kuarter (Asikin, 1974). Daerah Bayah sendiri diperkirakan merupakan
pertemuan antara Geoantiklin Jawa dengan Bukit Barisan Sumatera, sehingga
terjadi struktur yang cukup komplit dan kemungkinan menyebabkan terjadinya
deviasi arah struktur.
Pulunggono dan Martodjojo (1994) mengatakan bahwa pada dasarnya di
Pulau Jawa ada 3 arah kelurusan struktur dominan (Gambar 2.2).
(Basuki, dkk 1992)
11
Gambar 2.2 Pola Umum Struktur di Jawa Barat (Pulunggono dan Martodjojo (1994))
a. Arah pertama adalah arah timurlaut-baratdaya (NE-SW) yang dinamakan
dengan arah Meratus, diwakili oleh sesar Cimandiri di Jawa Barat, yang
dapat diikuti ke timurlaut sampai batas timur Cekungan Zaitin dan
Cekungan Biliton. Pola singkapan batuan pra-Tersier di daerah Luk Ulo
(Jawa Tengah) juga menunjukkan arah Meratus. Pola ini merupakan pola
tertua di Pulau Jawa dan sesar-sesar di pola ini diketahui berumur Kapur-
Paleosen. Di Pulau Jawa sesar-sesar ini diaktifkan kembali pada umur-
umur yang lebih muda. Tatanan tektonik kompresif oleh adanya lempeng
samudra India yang menunjam ke bawah benua (paparan) Sunda menjadi
penyebab sesar-sesar pada pola ini adalah pola sesar mendatar.
12
b. Pola struktur kedua yang dominan dijabarkan oleh sesar-sesar yang
berarah utara-selatan dan dinamakan Pola Sunda, umumnya terdapat di
bagian barat wilayah Jawa Barat. Di kawasan sebelah timur dari Pola
Meratus, arah Utara-Selatan ini tidak terlihat. Pulunggono dan Martodjojo
mengatakan bahwa sesar-sesar yang ada pada umumnya berpola regangan
dan dari data seismik di lepas pantai Jawa Barat tepatnya di Cekungan
Zaitun menunjukkan arah Sunda ini mengaktifkan Meratus pada umur
Eosen Akhir-Oligosen Akhir, sehingga disimpulkan Pola Sunda lebih
muda dari Pola Meratus.
c. Arah ketiga adalah arah barat-timur yang umumnya dominan di Pulau
Jawa dan disebut Pola Jawa. Di Jawa Barat pola ini diwakili sesar-sesar
naik pada Zona Bogor (Bemmelen, 1949). Pola ini merupakan pola
termuda yang mengaktifkan kembali seluruh pola yang ada sebelumnya
dan data seismik di Pulau Jawa Utara menunjukkan bahwa pola ini masih
aktif sampai sekarang. Disebutkan pula bahwa pola ini diakibatkan oleh
tunjaman baru di Selatan Jawa yang mengaktifkan Pulau Jawa dan
mengalami kompresi. Sedangkan menurut Aditya dan Sinambela (1991),
dengan didasarkan pada peta geologi regional, interpretasi foto udara dan
citra landsat, wilayah Jawa Barat bagian barat memperlihatkan pola
struktur patahan dan kelurusan berarah baratlaut-tenggara, timurlaut-
baratdaya, dan timur-barat.
Struktur regional yang terdapat di Jawa Barat (Martodjojo, 1984) berupa
patahan yang terdiri dari empat pola yakni arah Sumatera (N 330o E), Arah
13
Meratus (N 30o E), Arah Bayah (N 360
o E) dan Arah Sumbu Pulau Jawa (N 270
o
E). Secara umum pola struktur tersebut akan mempengaruhi proses dan pola
mineralisasi di daerah Pongkor dan sekitarnya.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Landasan Teori Geologi Struktur
2.2.1.1 Pengertian Geologi Struktur
Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari
tentang bentuk (arsitektur) material penyusun kerak bumi akibat proses deformasi.
Poses deformasi adalah perubahan bentuk (distorsi) dan atau volume (dilatasi)
serta letak awal pada batuan (translasi) akibat gaya (force) yang terjadi di dalam
bumi. Didalam pengertian umum geologi struktur adalah ilmu yang mempelajari
tentang bentuk batuan kerak bumi akibat deformasi serta menjelaskan proses
pembentukannya.
2.2.1.2 Kekar dan Analisis Kekar
Kekar adalah suatu rekahan pada batuan yang sedikit atau tidak sama
sekali mengalami pergeseran (Davis,1996) yang terjadi oleh gejala tektonik
maupun non-tektonik.
Berdasarkan genetiknya (Gambar 2.3), kekar dikelompokkan menjadi dua
jenis utama yaitu :
- Kekar gerus adalah bidang pecah atau rekahan yang terbentuk akibat adanya
geseran dan gesekan pada batuan (shearing), memiliki ciri fisik, antara lain
14
lurus, bentuk permukaan bidang kekarnya relatif datar, rapat dan kadang
dijumpai jejak pergeseran berupa cermin sesar.
- Kekar tarik terbentuk akibat adanya peregangan (tarikan), mempunyai ciri fisik
antara lain relatif tidak lurus, bentuk permukaannya bergelombang, berongga,
sering diisi oleh mineral. Kekar tarik dibagi lagi menjadi dua yaitu :
a. Release joint
Kekar tarik yang terbentuk akibat berkurangnya atau hilangnya gaya yang
bekerja.
b. Tension joint
Kekar tarik yang bidang rekahannya sejajar dengan arah tegasan.
Gambar 2.3 Pola kekar berdasarkan keterjadiannya
Pergerakan sesar akan mengikuti arah rekahan gunting (Conjugate Shear),
pernyataan ini dikemukakan oleh Bott (1959). Analisis kekar bertujuan untuk
menentukan kedudukan atau arah umum kekar yang diukur, serta untuk
15
menentukan arah umum tegasan utama. Dengan analisis kekar dalam penentuan
jenis sesar hal ini dapat diterapkan dengan menggunakan permodelan Anderson
(1951) kaitannya dengan stress ellipsoid yang menyatakan (Gambar 2.4) :
- Ketika tegasan terkecil vertikal (R) (Gambar 2.4 A-B), tegasan menengah (Q)
akan berarah utara-selatan dan tegasan terbesar (P) berarah barat-timur.
Ketika tegasan terbesar terus bertambah maka batuan akan pecah. Fracture
yang terbentuk sejajar dengan Q dan membentuk sudut 300 terhadap P. Arah
rekahan utara-selatan dan satu set dengan dip 300 timur dan set lainnya
dengan dip 300 barat. Apabila fracture ini mengalami perpindahan yang
berarti maka terbentuklah sesar naik.
- Ketika tegasan menengah vertikal (Q) (Gambar 2.4 C-D), tegasan terkecil
(R) akan berarah utara-selatan dan tegasan terbesar (P) tetap berarah barat-
timur. Ketika tegasan utama terus bertambah maka batuan akan pecah. Shear
fracture yang terbentuk adalah vertikal, satu set dengan jurus berarah ENE
dan set lainnya dengan jurus WNW. Apabila fracture ini mengalami
perpindahan yang berarti maka set ENE membentuk sesar mendatar dextral
dan set WNW membentuk sesar sinistral.
- Ketika tegasan terbesar vertikal (P) (Gambar 2.4 E-F), tegasan terkecil (R)
akan berarah barat-timur dan tegasan terkecil (Q) berarah utara-selatan.
Ketika tegasan terbesar terus bertambah maka batuan akan pecah. Fracture
yang terbentuk dengan jurus utara-selatan, set adalah vertikal, satu set
dengan jurus 600 barat dan set lainnya dengan jurus 60
0 timur. Apabila
16
fracture ini mengalami perpindahan yang berarti maka akan membentuk sesar
normal.
Gambar 2.4 Klasifikasi sesar berdasarkan orientasi stress ellipsoid. P=sumbu tegasan
utama, Q=sumbu tegasan kedua, R=sumbu tegasan terkecil. B=sesar naik,
D=sesar mendatar, F=sesar normal (Anderson, 1951).
Permodelan Anderson kaitannya dengan strain ellipsoid (Billing, 1960) :
- Ketika sesar normal dengan dip menghadap ke timur (Gambar 2.5 A), sumbu
strain menengah adalah tegak lurus bidang kertas ini, sumbu strain terkecil
adalah C yang membentuk sudut 300 terhadap dip sesar karena sumbu C
vertikal dan sumbu strain terbesar A adalah horizontal. Tension aktif sejajar
dengan A dan kompresi sejajar dengan C. F adalah bidang sesar.
- Pada sesar yang vertikal (Gambar 2.5 B), sumbu strain kedua adalah tegak
lurus bidang kertas ini, sumbu strain terkecil adalah C yang membentuk sudut
300 terhadap sesar. Apabila besar dip sesar 89
0E maka dapat dikategorikan
sebagai sesar normal, namun jika dip sesar 890W maka di kategorikan sebagai
17
sesar naik. Tension aktif sejajar dengan A dan kompresi sejajar dengan C. F
adalah bidang sesar.
- Pada sesar horizontal (Gambar 2.5 C), tension aktif sejajar dengan A dan
kompresi sejajar dengan C. F adalah bidang sesar.
Gambar 2.5 Kaitan sesar dengan strain ellipsoid. Diagram bagian atas merupakan sesar
dan diagram bagian bawah adalah strain ellipsoid (Billings, 1960)
2.2.1.3 Proyeksi Stereografi
Proyeksi stereografi adalah gambaran dua dimensi atau proyeksi dari
permukaan sebuah bola sebagai tempat orientasi geometri bidang dan garis
(Ragan, 1985).
Proyeksi ini hanya menggambarkan geometri kedudukan atau orientasi
bidang dan garis, sehingga hanya memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan geometri (besaran arah dan sudut) saja. Analisis
geometri struktur geologi atau bidang-bidang diskontinu menerapkan prinsip-
prinsip proyeksi stereografi menggunakan bantuan stereonet, berupa Wulf Net,
Schmidt Net, Equal Area Net, Polar Net dan Kalsbeek Counting Net.
18
Proyeksi stereografi merupakan proyeksi yang didasarkan pada
perpotongan bidang atau garis dengan suatu bidang proyeksi yang berupa bidang
horizontal yang melalui sebuah bola. Bidang ini akan berbentuk lingkaran, disebut
lingkaran primitif.
Lingkaran primitif merupakan proyeksi yang kedudukannya (dip = 0).
Oleh sebab itu, penentuan proyeksi dip untuk bidang dimulai pada lingkaran luar,
dan dip 90o terletak pada pusat lingkaran. Untuk menentukan kemiringan bidang
yang dip-nya antara 0 – 90o, maka proyeksinya akan berbentuk busur yang jari-
jarinya lebih besar dari jari-jari lingkaran primitif, sehingga disebut lingkaran
besar atau great circle, atau stereogram. Untuk struktur bidang yang vertikal,
maka proyeksinya akan berupa garis lurus yang melalui pusat lingkaran primitif.
Disamping lingkaran primitif dan lingkaran besar, terdapat juga lingkaran
kecil yang merupakan perpotongan antara bidang permukaan bola dengan bidang
yang tidak melalui pusat bola. Lingkaran kecil ini berfungsi untuk memplot arah
jurus bidang, atau bearing suatu garis.
Suatu struktur garis dalam proyeksi stereografi akan digambarkan sebagai
suatu garis yang berasal dari pusat lingkaran primitive dan titik ujungnya
merupakan proyeksi titik tembus struktur garis tersebut dengan bagian bawah bola
ke bidang permukaan (horisontal) bola, oleh karena itu maka proyeksi struktur
garis yang kedudukannya horizontal (plunge = 00), titik ujung garis proyeksinya
akan terletak di lingkaran primitif. Dengan demikian penentuan proyeksi besarnya
“plunge” pada stereonet sama caranya dengan untuk “dip” (untuk struktur bidang),
19
yakni 00 dimulai dari lingkaran primitive dan 90
0 terletak dipusat lingkaran
(Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Komponen proyeksi stereogrfi
2.2.1.4 Diagram Roset
Analisis kekar dengan diagram roset digunakan bila kemiringan kekar-
kekar yang diukur relative tegak (vertikal).
Diagram roset terdiri dari lingkaran luas, lingkaran kelas interval per 5
atau 10 sesuai dengan jumlah data, dan garis orientasi kekar per 100. Untuk
pengeplotan data pada digram roset, pertama-tama kelompokkan data berdasarkan
orientasi kekar menjadi per 100, kemudian plot ke dalam diagram roset sesuai arah
perkelompok data. Jumlah data tiap kelompok orientasi tersebut diplot sesuai
dengan lingkaran kelas interval (Gambar 2.7).
20
Gambar 2.7 Diagram roset
2.2.1.5 Vein
Vein adalah kekar tensional yang terisi mineral. Selagi kita memetakan
dan menganalisis jalur penggerusan, sering kita menemukan vein dalam jumlah
yang banyak. Umumnya vein yang berhubungan dengan jalur penggerusan terisi
kuarsa dan kalsit. Vein dapat pula terisi oleh feldspar, mika, oksida besi dan
gipsum pada jenis batuan tertentu. Mineral-mineral tersebut diendapkan dari
cairan hidrotermal yang menerobos rekahan.
Vein dapat menjadi indikator yang dapat di percaya untuk mengetahui
karakteristik jalur penggerusan. Umumnya arah vein tegak lurus dengan
perpanjangan sumbu regang maksimum 2 karena vein ini merupakan arah kekar
tensional, akan tetapi bila vein tersebut merupakan release joints maka arah vein
tegak lurus dengan tegasan utama 1. pada daerah simple shear atau riedel shear
vein akan terbenuk ±450 dari arah jalur penggerusan.
21
Pembentukan vein dapat juga berupa jog dan horsetail (Gambar 2.8),
kedua jenis struktur ini terbentuk di daerah dengan kondisi geologi oblique
convergence.
a. Jog menghubungkan echelon sesar yang bercabang (Sibson, 1989, 1992)
dengan adanya fracture ke samping (Crowell, 1974), disebut sebagai tension
fracture (Segall dan Pollard, 1980). Jog yang menghubungkan dua diskrit
sesar mendatar dapat berupa dilational atau anti dilatonal fault jog.
- Dilational jog
Pull-apart basin terbentuk jika jog adalah dilational, akibat extensional
yang dibatasi dengan bentukan depresi jajargenjang. Jajargenjang ini diisi
oleh sedimen epiklastik dan terawetkan pada surficial sampai menengah
pada kerak. Pull apart basin ini berasosiasi dengan urat epitermal emas-
silver karena bentukan jajargenjang ini yang mengandung sedimen
epiklastik permeable untuk dilalui larutan hidrotermal. Di tempat lain
sistem urat epitermal dapat terbentuk berdekatan dengan pull apart basin
jika hostrock memngungkinkan. Dilational jog ini akan terbentuk apabila
sesar mendatar dextral membelok ke kanan atau sesar mendatar sinistral
membelok ke kiri.
- Compressional atau Antidilational jog terbentuk akibat friksi dari dua sisi
sehingga menghasilkan breccias. Jog yang menghubungkan dua sesar
mendatar. Jog ini terbentuk akibat adanya sesar mendatar dextral yang
22
membelok ke kiri dan adanya sesar mendatar sinistral yang membelok ke
kanan.
b. Horsetail
Horsetail atau splay merupakan fracture melengkung , biasanya beberapa set
horsetail dan membentuk sudut yang berhubungan dengan satu sesar
mendatar yang membentuk horsetail tersebut dan merupakan bagian dari
sigmoid loop (McKinstry, 1948). Horsetail adalah penghentian sistem sesar
dan sebagai indikasi kehilangan energi. Splay pada sesar mendatar regional
dapat menjadi lokasi untuk terbentuknya intrusi porfiri.
Gambar 2.8 Struktur pada daerah oblique convergence (Sibson, 1989)
23
2.2.1.6 Pemodelan Patahan Mendatar
Teori Model Struktur Riedel Shear
Model Riedel Shear muncul di dalam sepasang sesar mendatar yang saling
sejajar. Di dalam zona sesar tersebut akan berkembang struktur–struktur geologi
sebagai berikut :
1. Sesar mendatar Riedel ditandai dengan adanya sepasang Riedel Shear ( R dan
R1 ) yang berarah 300 terhadap tegasan maksimum (σ1). Pergerakan dalam
Riedel Shear terhadap R di sebut sebagai synthetic faults yang relatif sejajar
dengan Major Faults. R1 merupakan arah berikutnya setelah terjadi R yang
disebut sebagai antithetic faults dengan pergerakan memotong major faults.
Dalam suatu sistem yang lain akan timbul pula synthetic P dan X sebagai
antithetic faults.
2. Tegasan utama σ1 membentuk sudut 450 terhadap major faults.
3. Sesar mendatar synthetic dan antithetic muncul dan berkembang selama
Riedel Shear dan dapat pula menentukan pola patahan lainnya.
24
Gambar 2.9 Pemodelan Riedel Shear (Riedel,1929)
2.2.2. Endapan Mineral
2.2.2.1 Endapan Hidrotermal
Endapan hidrotermal, terjadi disebabkan oleh proses pengendapan larutan
sisa magma yang temperaturnya cukup rendah, dibawah temperatur kritik air (±
372o C). Larutan ini antara lain mengandung oksida - oksida dan atau sulfida -
sulfida logam Au, Ag, Pb, Zn, Sb, Hg, dan Fe. Mineral kuarsa sangat lazim
terdapat bersama-sama dengan endapan mineral lain dengan warna keruh hingga
bening, kompak dengan bentuk yang cukup baik sampai sempurna, kadang –
25
kadang berupa mineral peusedomorf dari mineral flourit dan barit. Bentuk –
bentuk jebakan hidrotermal sering mengikuti bentuk rongga atau rekahan yang
diisinya, kadang-kadang diikuti oleh proses replacement. Pada jebakan cavity
filling bisa terjadi dua proses, yaitu : pembentukan rongga dan pengisian larutan
mineral, dimana proses tersebut bisa terjadi bersamaan atau dipisahkan oleh
interval waktu.
Lowell – Guilbert (1970) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam empat
zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul
pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH (Gambar 2.10), sebagai
berikut :
1. Argillik: (Clay Minerals)
Alterasi Argillik memperkenalkan beberapa variasi dari mineral lempung
seperti kaolinit, smektit and illit. Alterasi Argillik umumnya pada low
temperature (1000-300
0C), fluida asam hingga netral, kondisi pH 4-6, salinitas
rendah dan sebagian mungkin terajadi pada kondisi atmospheric. Tanda-tanda
awal alterasi argillik adalah bleaching out (pemutihan) feldspar.
2. Filik
Terbentuk pada pH yang hampir sama dengan pH ubahan argilik, namun
temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik yaitu sekitar
2300-400
0C dan salinitas yang beragam. Dicirikan dengan kehadiran mineral
serisit atau muskovit. Pada zona filik dapat juga hadir kelompok mineral
kaolin temperatur tinggi yaitu pirofilit dan andalusit dan juga mineral klorit.
26
3. Propilitik
Terbentuk pada temperatur 2000-300
0C, salinitas beragam dan kondisi pH
mendekati netral dengan kehadiran mineral epidot dan / atau klorit (Corbett
dan Leach, 1998). Pada zona ini dapat juga ditemukan mineral k-feldspar dan
albit sekunder. Alterasi propilitik mengubah batuan menjadi hijau, karena
mineral baru terbentuk berwarna hijau. Mineral tersebut adalah klorit, aktinolit
dan epidot. Mineral tersebut terbentuk dari dekomposisi Fe-Mg seperti biotit,
amfibol atau piroksen walaupun bisa tergantikan oleh feldspar.
4. Potasik
Terbentuk pada temperatur tinggi (>3000C), salinitas tinggi, kondisi netral,
dicirikan dengan kehadiran mineral biotit dan / atau k-feldspar + magnetit +
aktinolit + klinopiroksen. Merupakan hasil pengayaan potassium, terbentuk
sebelum kristalisasi magma selesai biasanya berbentuk kusutan dan agak
terputus – putus oleh pola vein. Alterasi potasik bisa terjadi lingkungan
plutonik dalam, dimana ortoklas akan terbentuk, atau daerah dangkal,
lingkungan vulkanik dimana adularia terbentuk.
27
Gambar 2.10 Model zona alterasi hidrotermal pada Porphyry Copper menurut Lowell –
Guilbert, 1970
Secara garis besar pembagian jenis endapan hidrotermal dapat dibedakan
ke dalam 3 tipe menurut Lindgren (1933), yaitu :
1. Endapan Hypothermal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tekanan dan temperatur pembentukan relatif tinggi ;. >400oC
b. Endapan berupa urat – urat dan korok atau dike yang berasosiasi dengan
intrusi yang sangat dalam.
c. Wall rock alteration dicirikan oleh proses replacement yang kuat.
d. Asosiasi mineralnya berupa sulfida, misalnya pirit, kalkopirit, galena, dan
sfalerit serta oksida besi.
e. Pada intrusi granit sering berupa endapan mineral logam Au, Pb, Sn, W,
dan Zn.
2. Endapan Mesothermal, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tekanan dan temperatur yang berpengaruh lebih rendah dari pada endapan
hypothermal., sekitar 3000 – 400
oC
Propilitik
Arglik
Filik
Potasik
28
b. Endapan berasosiasi dengan batuan beku asam – basa dan dekat dengan
permukaan bumi.
c. Tekstur akibat cavity filling jelas terlihat, sekalipun sering mengalami
proses replacement, antara lain berupa crustification atau banding.
d. Asosiasi mineralnya berupa sulfida : Au, Cu, Ag, As, Sb dan oksida Sn.
e. Proses pengayaan ( Supergene-enrichment“) sering terjadi.
3. Endapan Ephithermal
Endapan mineral yang terdapat di daerah penelitian berupa epitermal low
sulphidation. Endapan epitermal didefinisikan sebagai salah satu endapan dari
sistem hidrotermal yang terbentuk pada kedalaman dangkal yang umumnya pada
busur vulkanik yang dekat dengan permukaan (Simmons et al, 2005 dalam
Sibarani, 2008).
Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933
dalam Sibarani,2008)):
- Suhu relatif rendah (500-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.%
- Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)
- Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan
beku, terutama yang berasosiasi dengan batuan intrusif dekat permukaan atau
ekstrusif, biasanya disertai oleh sesar turun dan kekar.
- Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan
pembentukan kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan
stockwork. Jarang terbentuk sepanjang permukaan lapisan, dan sedikit
kenampakan replacement (penggantian).
29
- Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
- Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit,
galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby
silvers, argentite, selenides, tellurides.
- Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-
Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite,
zeolit.
- Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi,
piritisasi, dolomitisasi, kloritisasi
- Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang
sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
2.2.2.2 Endapan Epitermal
Pada lingkungan epitermal terdapat 2 (dua) kondisi sistem hidrotermal yang
dapat dibedakan berdasarkan reaksi yang terjadi dan keterdapatan mineral-mineral
alterasi dan mineral bijihnya yaitu epitermal low sulfidasi dan high sulfidasi
(Hedenquist et al .,1996; 2000 dalam Sibarani, 2008). Model endapan emas
sulfidasi tinggi dan rendah (Corbett and Leach, 1998) (Gambar 2.11). Dari
gambar tersebut dapat dilihat bahwa daerah penelitian berupa endapan ephitermal
sulfidasi rendah berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat pembentukan
yang relatif dekat permukaan serta larutan yang berperan dalam proses
pembentukannya berasal dari campuran air magmatik dengan air meteorit.
30
2.2.2.2.1 Karakteristik Endapan Emas Epitermal
Tabel 2.2 Karakteristik tipe endapan emas epitermal sulfidasi rendah dan epitermal
sulfidasi tinggi (berdasarkan Hayba, dkk 1986, Heald dkk, 1987, White &
Hedenquist 1990, Henley 1991 dalam White & Hedenquist, 1995)
Karakteristik Sulfidasi Rendah Sulfidasi Tinggi
Tatanan
tektonik
Keduanya terbentukpada lingkungan subduksi, terutama di cekungan belakang
busur
Kontrol
struktur
regional
Kaldera dan lingkungan volkanik yang
lain
Kaldera, kubah silisifikasi
Kontrol
struktur lokal
Patahan dan kekar tertutupi aktivitas
vulkanik
Patahan regional utama dan rekahan
yang di bentuk pada beberapa generasi
(episode) atau subvulkanik intrusi.
Tekstur
Pada permukaan mungkin membentuk
vein, stockwork, jarang sekali
terbentuk disseminated (bergantung
pada permeabilitas batuan) dan
replacement. Crustiform banding,
colloform banding, comb, vein breksi,
dan lattice-textured bladed calcite.
Biasanya membentuk disseminated
dan replacement. Vuggy silika (kuarsa
berbutir halus)
Masif silika
Dimensi
endapan
12-190 km, perbandingan pj:lb = 3:1,
panjang bisa beberapa km, lebar
vertikal 100-700 m
Lebih kecil dari adularia-serisit. Lebar
vertikal umumnya <500 m, sering
ekuidimensional
Batuan induk
(host rock)
Asam sampai menengah pada subareal
vulkanik, riolit hingga andesit serta
berasosiasi dengan intrusi dan batuan
sedimen.
Asam sampai menengah pada subareal
vulkanik umumnya riodasit (juga riolit,
trakiandesit, yang membentuk kubah
dan aliran debu).
Hubungan
waktu
Terdapat perbedaan umur yang lama
>1juta tahun.
Bijih + host umurnya hampir <0,5 juta
tahun
Mineral bijih
Galena, sfalerit, kalkopirit, pirit,
arsenopirit, achanthite, tetrahedrit,
native Au, Ag, Elektrum, barit,
tellurides, tidak ada bismuthinite.
Enargit-luzonit, tenantit, pirit, kovelit,
native Au, elektrum, barit, sulphosalts,
tellurides terkadang bismuthinite.
Kedalaman
formasi
±0 sampai 1000 m ±500 sampai 2000 m
Asosiasi
geokimia,
Anomali tinggi
Au, Ag, As, Sb, Hg, Zn, Pb, Se, K,
Ag/Au
Au, Ag, As, Cu, Sb, Bi, Hg, Te, Sn,
Pb, Mo, Te/Se
Asosiasi
geokimia,
Anomali
rendah
Cu, Te/Se K, Zn, Ag/Au
…Berlanjut
31
Logam yang
diproduksi
Endapan Au dan Ag
Produksi logam dasar bervariasi
Endapan Au dan Ag
Produksi Cu cukup berarti
Asosiasi
mineral
ubahan
Serisit, adularia, klorit, silika, illit,
epidot.
Alunit dan pirofilit supergen.
Pirofilit, alunit, diaspor, kaolinit,
kristobalit, serisit, silika.
Tidak ada adularia, sedikit klorit.
Ubahan batu
samping
Serisit (filik) hingga argilik menengah.
Bagian luar merupakan zona propilitik.
Advanced argiliic
Bagian luar (atas) merupakan zona
argilik menengah + seritisasi maupun
zona propilitik.
Temperatur
pembentukan
bijih
Bijih : 1500-300
0C
Gangue 1400C, pada kasus tertentu
terjadi boiling
1000C sampai 320
0C
Karakter
Fluida
- - Salinitas rendah, biasanya <3 wt %
NaCL equiv.
- - Meteoric water (dominan)
berinteraksi dengan fluida magmatik
- - pH mendekati netral
- - Reduksi
- - Kandungan S rendah
- - Pada umumnya salinitas rendah 1-6
wt% NaCL equiv.
- - Fluida magma bercampur dengan
sedikit meteoric water
- - pH 0-2 (asam)
- - Oksidasi
- - Kandungan S tinggi
-
Kedalaman
pembentukan
100-1400 m sebagian besar 300-600 m 300-600 m dapat mencapai >1200 m
Sumber sulfida
lumpur
Magmatik atau batu samping vulkanik. Sedikit data, mungkin magmatik.
Tabel 2.2 lanjutan
32
33
2.2.2.2.2 Tekstur Kuarsa
Tiga belas tekstur kuarsa dibedakan berdasarkan dari relasi geometrik
diantara kristal individu, atau agregat kristal, dan/atau ciri internal dari kristal
individu tersebut. Beberapa tekstur hanya bisa diamati dibawah mikroskop. Pada
klasifikasi ini, mayoritas hubungan tekstur tersebut diadopsi dari terminologi yang
sudah ada dengan beberapa modifikasi.
Berdasarkan ukuran dari kristal individu, dapat dibagi menjadi :
(makro)kritalin, mikrokristalin, dan kriptokristalin (Bates dan Jackson, 1987).
Kalsedon merupakan kuarsa jenis kriptokristalin, baik dengan bentuk fibrous atau
kristal (Phillips dan Griffen, 1981).
- Massive
Istilah untuk menunjukkan urat kuarsa yang memililki lebih banyak atau
lebih sedikit kenampakan homogen pada area yang luas dan menunjukkan
ketidakhadiran banding, shear fracture, atau sifat yang mirip lainnya.
- Crustiform
Istilah crustiforn dianalogikan sebagai crustiform-banding dideskripsi oleh
Adams (1920) dan Lindgren (1993). Tekstur ini berurutan, tipis (sampai beberapa
sentimeter), dan subparalel-band yang dibedakan oleh tekstur, proporsi mineral,
dan/atau warna. Umumnya, banding terbentuk dari dua dinding yang retak.
- Cockade
Merupakan bagian dari tektur crustiform seperti yang telah dideskripsi
sebelumnya oleh Taber dalam Adams (1920) dan Spurr (1926). Pada breksi,
34
konsentrik crustiform-band terdiri dari fragmen asing dari dinding batuan atau
material urat awal sehingga menghasilkan tekstur cockade.
- Colloform
Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Rogers (1917). Pada umunya,
permukaan luar dari mineral atau agregat mineral yang menunjukkan kombinasi
bentuk spherical, botryodal, reniform, dan mammillary disebut colloform. Untuk
mineral silika, tekstur ini mengkarakteristikan agregat kalsedon dalam band yang
halus. Dibawah mikroskop, kalsedon dengan tekstur colloform berbentuk seperti
serat-serat yang tipis.
- Moss
Tekstur ini memiliki kemiripan dengan „micro-botryodal gel structure”
yang dideskripsi oleh Adams (1920). Pada sampel megaskopis, agregat silika
menunjukkan kenampakan turbit yang heterogen, sama dengan vegetasi lumut.
Dibawah mikroskop, kelompok sphere (biasanya berdiameter 0,1 – 1 mm)
ditunjukkan oleh distribusi agregat mineral silika yang sudah tidak murni.
Beberapa spherical yang tidak murni juga menunjukkan internal concentric atau
bentuk radiasi. Tekstur moss berubah menjadi tekstur colloform jika sphere saling
berhubungan.
- Comb
Tekstur comb merupakan kelompok kristal kuarsa baik paralel maupun
subparalel yang berorientasi perpendicular pada dinding urat, jadi bentuknya
35
seperti sisir gerigi. Umumnya kristal menunjukkan ukuran butir yang seragam dan
berbentuk euhedral pada ujungnya.
- Zonal
Tekstur zonal menunjukkan alterasi yang jelas dan zona milky dengan
kristal kuarsa individu. Zona Milky diisi penuh oleh fluida atau inklusi padat dan
biasanya paralel pada pertumbuhan kristal.
- Mosaic
Agregat kristal kuarsa baik yang mikrokristalin maupun kriptokristalin
memiliki bentuk irreguler dan batas butir yang tidak jelas. Pada sampel
megaskopis, biasanya memiliki gelas dan sangat padat. Tekstur ini berbentuk
seperti jigsaw dimana kebanyakan mikroteksturnya berupa jasperoid
(Lovering,1972) dan juga dicirikan pada beberapa deposit epitermal (Saunders,
1990).
- Feathery
Dibawah mikroskop dengan polar pada posisi nicol silang, kristal kuarsa
menunjukkan kenampakan splintery dan feathery, hanya terlihat sedikit perbedaan
sifat optik pada posisi sudut pamadaman maksimum. Tekstur ini biasanya
berkembang baik pada kuarsa bagian tepi dengan bagian dalamnya berbentuk
euhedral atau terlihat seperti potongan-potongan kecil kristal kuarsa. Istilah
“feathery” diadopsi dari Adams (1920), dan tekstur yang sama yang dideskripsi
oleh Sander dan Black (1988), sebagai “plumnose”.
- Flamboyant
36
Tekstur ini dijelaskan oleh Adams (1920) dan Sander dan Black (1988).
Kareakteristik utama tekstur ini adalah berbentuk radial atau flamboyant dengan
bentuk kristal yang kurang lebih membundar. Sama dengan tekstur feathery,
kristal kuarsa dapat berkembang pada bagian tepinya atau seluruhnya berbentuk
euhedral.
- Ghost sphere
Tekstur ini umumnya terdapat besama mikrokristalin kuarsa seperti cloudy
sphere yang ditunjukkan oleh penyebaran kristal kuarsa yang tidak murni. Tekstur
ghost-sphere bisa digantikan sebagai tekstur moss, karena kedua tekstur tersebut
memiliki kesamaan sifat, tekstur ghost-sphere digunakan untuk
mengkarakteristikan sifat internal dari kristal kuarsa. Tekstur ghost-sphere bisa
berubah menjadi tekstur mosaic dimana pengotor secara bertahap tereliminasi dan
batas-batas kristal yang saling meresap. Beberapa kristal kuarsa dengan tekstur
ghost-sphere menunjukkan pemadaman radial dan memberikan sifat dari tekstur
flamboyan.
- Pseudobladed
Lattice bladed : menampilkan suatu network intersecting silica bladed
dengan rongga polihedral, sebagian diisi dengan comb quartz. Pada sayatan tipis,
setiap bladed terdiri dari serangkaian lipatan paralel yang dipisahkan oleh kristal
kuarsa atau kristal yang telah tumbuh secara simetris disekitar lipatan dan tegak
lurus terhadap lipatan paralel tersebut.
37
- Ghost bladed :
Blades diidentifikasi pada permukaan hand spesimen yang dipoles melalui
konsentrasi pengotor. Blades umumnya tersebar secara acak di dalam agregat
kuarsa dan rongga kecil diantara blades. Di bawah mikroskop, blades dibedakan
oleh matriks berdasarkan perbedaan ukuran butir, bentuk/pengotor. Biasanya,
silica blades memiliki bentuk yang kasar.
- Paralel bladed :
Silica blades paralel dengan suatu kelompok namun kelompok-kelompok
yang berdekatan mungkin memiliki orientasi yang berbeda. Ciri mikroskop dari
tekstur paralel pada dasarnya sama dengan tekstur lattice-bladed: masing-masing
kelompok terdiri dari satu set lipatan paralel, dipisahkan baik oleh kristal kuarsa
persegi panjang atau dengan kristal prismatik dan / atau kristalit yang tumbuh
tegak lurus dengan lipatan.
- Pseudoacicular
Pada sampel megaskopis, agregat mineral silika biasanya berasosiasi
dengan adularia atau hasil lapukannya (serisit atau kaolinit), menunjukkan
kenampakan radial acicular. Dibawah mikroskop, dicirikan oleh penyusunan
butiran halus secara liniar, kadang-kadang rectangular.
- Saccharoidal
Pada sampel megaskopis, tekstur ini terlihat seperti butiran gula. Dibawah
mikroskop, berlimpah kristal yang memanjang dengan bentuk subhedral, secara
acak yang terdistribusi dalam matriks yang lebih kecil yang berbentuk anhedral.
38
top related