bab ii tinjauan pustaka 2.1. definisi ekspor · bab ii tinjauan pustaka 2.1. definisi ekspor...
Post on 12-Mar-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ekspor
Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor,
sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor.
Kegiatan ekspor-impor memiliki banyak manfaat, diantaranya: dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat, pendapatan negara akan bertambah karena adanya devisa,
meningkatkan perekonomian rakyat, dan mendorong berkembangnya kegiatan
industri. Khusus kegiatan ekspor, memiliki peranan yang penting sebagai motor
penggerak perekonomian nasional.
Adanya aliran perdagangan berupa ekspor ke negara-negara tujuan ekspor
dapat dikarenakan penawaran ekspor dari negara eksportir maupun permintaan
ekspor dari negara importir. Penawaran ekspor adalah jumlah komoditas yang
dapat dijual oleh suatu negara. Semakin banyak jumlah yang diproduksi, maka
penawaran ekspor suatu negara akan meningkat. Permintaan ekspor adalah
jumlah suatu komoditas ekspor yang diminta oleh suatu negara tertentu. Dalam
permintaan ekspor terdapat beberapa faktor yang menentukan, seperti rata-rata
pendapatan rumah tangga dan jumlah penduduk. Jika ada kenaikan pendapatan
rata-rata rumah tangga akan menyebabkan jumlah komoditas yang diminta lebih
banyak pada setiap harga tertentu dan jika ada kenaikan jumlah penduduk, maka
permintaan akan suatu komoditas meningkat pada tingkat harga tertentu
(Andelisa, 2011).
2.2. Definisi Produk Makanan dan Minuman Olahan
Menurut Saparinto dan Hidayati (2006), makanan olahan adalah makanan
hasil proses pengolahan dengan cara atau metode tertentu, dengan atau tanpa
bahan tambahan. Makanan olahan bisa dibedakan menjadi makanan olahan siap
saji dan tidak siap saji. Makanan olahan siap saji adalah makanan yang sudah
diolah dan siap disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar
pesanan, contoh: pisang goreng. Sedangkan makanan olahan tidak siap saji adalah
makanan yang sudah mengalami proses pengolahan, akan tetapi masih
8
memerlukan tahapan pengolahan lanjutan untuk dapat dimakan atau diminum,
contoh: makanan kaleng.
Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,
merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung
bahan makanan atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang
dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi (Cahyadi, 2005). Sedangkan
minuman olahan yang mengandung alkohol merupakan minuman yang jika
dikonsumsi dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Dengan demikian, dalam
penelitian ini produk makanan dan minuman olahan yang dimaksud merupakan
makanan siap saji dan tidak siap saji serta minuman yang tidak mengandung
alkohol dalam bentuk bubuk maupun cair.
2.3. Definisi Pasar Non-Tradisional
Pasar non-tradisional adalah pasar yang menjadi tujuan ekspor yang belum
tergolong besar tetapi potensial untuk meningkatkan ekspor Indonesia. Pasar
ekspor yang dikategorikan dalam pengertian non-tradisional ini adalah di luar
tujuan utama ekspor Jepang, Amerika Serikat, Eropa Barat, Singapura, Taiwan,
dan Korea Selatan. Pasar non-tradisional terdiri dari banyak negara yang tumbuh
(emerging market) maupun yang sedang berkembang yang terdiri dari kawasan
Afrika, Asia, Amerika Latin, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini pasar non-tradisonal yang dianalisis hanya pada sepuluh negara
yang berada pada kawasan Asia, seperti Bahrain, Camboja, India, Lebanon,
Macao, Malaysia, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, dan Turki.
2.4. Konsep Daya Saing
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam
artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang
banyak diminati konsumen (Tambunan, 2001).
Pendekatan yang sering digunakan sebagai indikator untuk mengukur daya
saing suatu komoditi, yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.
Keunggulan kompetitif merupakan suatu keunggulan yang dapat dikembangkan
9
sehingga untuk dapat memperolehnya maka keunggulan ini harus dapat
diciptakan. Sementrara itu menurut Simatupang (1991) dalam Oktaviani dan
Novianti (2009), konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing
(keunggulan), potensial. Artinya, daya saing akan dicapai apabila perekonomian
tidak mengalami distorsi. Terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah
kelayakan ekonomi, dan terkait dengan keunggulan kompetitif adalah kelayakan
finansial dari suatu aktivitas. Kelayakan finansial melihat manfaat proyek atau
aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivitas
tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi
masyarakat secara keseluruhan tanpa melihat siapa yang menyumbangkan dan
siapa yang menerima manfaat “Revealed Competitive Advantage” yang
merupakan pengukur daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian
aktual.
2.5. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan merupakan suatu proses pertukaran barang dan jasa yang
dilakukan atas dasar suka sama suka, untuk memperoleh barang yang dibutuhkan.
Dalam masa globalisasi, perdagangan tidak hanya dilakukan dalam satu negara
saja. Bahkan dunia sudah memasuki perdagangan bebas. Hampir tidak ada satu
negarapun yang tidak melakukan hubungan dengan negara lain (Dumairy,1997).
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu
dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau
pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan
internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan impor suatu negara menjadi
salah satu komponen dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto) dari sisi
pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi faktor
utama untuk meningkatkan PDB suatu negara (Oktaviani dan Novianti, 2009).
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukan. Demikian halnya
dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan perdagangan
10
bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain motif mencari
keuntungan, Krugman (2003) dalam Oktaviani dan Novianti (2009)
mengungkapkan bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:
1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale).
Dalam teori perdagangan internasional, suatu negara (misal negara A)
akan mengekspor suatu komoditi (misal pakaian jadi) ke negara lain (misal negara
B) apabila harga domestik negara A (sebelum terjadinya perdagangan
internasional) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik
negara B (Gambar 2.1). Struktur harga yang terjadi di negara A lebih rendah
karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya
sehingga di negara A telah terjadi excess supply (memiliki kelebihan produksi).
Dengan demikian, negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan
produksinya ke negara lain. Di lain pihak, di negara B terjadi kekurangan supply
karena konsumsi domestiknya lebih besar daripada produksi domestiknya (excess
demand) sehingga harga yang terjadi di negara B lebih tinggi. Dalam hal ini
negara B berkeinginan untuk membeli pakaian jadi dari negara lain yang relatif
lebih murah. Jika kemudian terjadi komunikasi antara negara A dengan negara B,
maka akan terjadi perdagangan antar keduanya dengan harga yang diterima oleh
kedua negara adalah sama.
Kurva pada Gambar 2.1 memperlihatkan sebelum terjadinya perdagangan
internasional harga di negara A sebesar PA, sedangkan di negara B sebesar PB.
Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi
dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga
internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama dengan
PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga
internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES)
sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED akan menentukan harga
yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan
tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi (pakaian jadi) sebesar X
11
O QA O Q* O QB
SB
sedangkan negara B akan mengimpor komoditi (pakaian jadi) sebesar M, dimana
di pasar internasional sebesar X sama dengan M, yaitu Q*.
Ilustrasi terjadinya perdagangan internasional dapat dilihat dari Gambar
2.1 berikut ini:
Negara A Perdagangan Negara B
Sumber: Salvatore, 1997 Gambar 2.1. Kurva Perdagangan Internasional
Keterangan:
PA : Harga domestik di negara A (pengekspor) tanpa perdagangan internasional
OQA : Jumlah produk domestik yang diperdagangkan di negara A (pengekspor)
tanpa perdagangan internasional
A : Kelebihan penawaran (excess supply) di negara A (pengekspor) tanpa
perdagangan internasional
X : Jumlah komoditi yang diekspor oleh negara A
PB : Harga domestik di negara B (pengimpor) tanpa perdangangan internasional
OQB : Jumlah produk domestrik yang diperdagangkan di negara B (pengimpor)
tanpa perdagangan internasional
B : Kelebihan permintaan (excess demand) di negara B (pengimpor) tanpa
perdagangan internasional
M : Jumlah komoditi yang diimpor oleh negara B
P* : Harga keseimbangan antara kedua negara setelah perdangangan internasional
OQ* : Keseimbangan penawaran dan permintaan antar kedua negara dimana jumlah
yang diekspor (X) sama dengan jumlah yang diimpor (M)
PA
X
DA A SA
ES
P*
ED B
M
PB
DB
12
Terbentuknya perdagangan internasional memberikan beberapa manfaat,
diantaranya:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
2. Banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap
negara, seperti: kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan IPTEK dan
lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu
memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
3. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi
oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut
mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
4. Memperluas pasar dan menambah keuntungan.
5. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan cara-cara
manajemen yang lebih modern.
2.6. Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage)
merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam teori ini, Ricardo
menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antarnegara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika
suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya
yang lebih murah daripada negara lainnya. Sebagai contoh, Indonesia dan
Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan timah. Indonesia mampu
memproduksi kopi secara efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak
mampu memproduksi timah secara efisien dan murah. Sebaliknya, Malaysia
mampu dalam memproduksi timah secara efisien dan dengan biaya yang murah,
tetapi tidak mampu memproduksi kopi secara efisien dan murah. Dengan
demikian, Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi kopi
dan Malaysia memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi timah. Untuk
dapat saling menguntungkan dalam melakukan perdagangan, maka kedua negara
tersebut harus bersedia bertukar kopi dan timah.
13
Hukum keunggulan komparatif (law of comparative advantage)
menyatakan bahwa perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki
keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan
spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki
keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif tersebut dibedakan atas cost
comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage
(labor productivity).
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Sementara itu, pada production
comparative advantage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut berproduksi
lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi
relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative
menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja
dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan
production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai
jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu
barang/jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga kerja
yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh jika
negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative
advantage dan production advantage atau dengan mengekspor barang yang
keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan
komparatifnya rendah (Firdaus, 2011).
Dengan kata lain, dalam teori keunggulan komparatif, suatu bangsa dapat
meningkatkan standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut
melakukan spesialisasi produksi barang dan jasa yang memiliki produktivitas dan
efisiensi tinggi.
14
2.7. Teori Revealed Comparative Advantage (RCA)
Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara pangsa ekspor
komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut di dunia.
Menurut Tambunan (2001), RCA merupakan indikator yang dapat menunjukkan
nilai keunggulan komparatif berdasarkan rasio antar perbandingan ekspor suatu
industri (atau komoditas) di suatu negara terhadap total ekspor negara tersebut
dengan perbandingan nilai ekspor dunia industri tersebut terhadap total ekspor
dunia.
Konsep RCA ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965,
yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan atau
terungkap dalam ekspornya. Pada saat itu, konsep RCA banyak digunakan dalam
laporan penelitian dan studi empiris yang dijadikan sebagai indikator keunggulan
komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan spesialisasi
perdagangan internasional.
2.8. Konsep Gravity Model
Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor ekonomi yang mempengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang
dibentuk berdasarkan hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk
menganalisis terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam
aliran perdagangan, model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti
transportasi dan perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah
sukses secara empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar
negara, tetapi alasan yang diterima secara teoritis masih diperdebatkan. Menurut
model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran
ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak
antar negara (Bergstrand, 1985 dalam Setyo, 2009).
Gravity Model pertama kali digunakan oleh Tinberger pada tahun 1962
dan Ponyohen pada tahun 1963 untuk menganalisis aliran perdagangan antara
negara-negara Eropa. Kemudian model ini dikembangkan oleh Bergstrand pada
tahun 1985 yang menerapkan bahwa model gravitasi ini tidak hanya digunakan
15
untuk menganalisis perdagangan secara agregat, tetapi dapat diterapkan terhadap
aliran perdagangan suatu komoditas.
Perumusan gravity model ini diadopsi dari persamaan umum Gravitasi
Newton dalam bidang ilmu fisika yang menyatakan bahwa “Interaksi antara dua
objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak
masing-masing”. Pernyataan tersebut teraplikasi dalam rumus sebagai berikut:
Fij = G x Mi x Mj
Dij
Dimana:
F = volume interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral)
M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara
D = Jarak ekonomi kedua negara
G = Konstanta
Kemudian dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan tersebut
diubah kedalam bentuk linear untuk analisis ekonometrik yang selanjutnya
menjadi bentuk umum dari gravity model. Dalam hal ini, konstanta G diubah
menjadi bagian dari β0 dan digunakan GDP sebagai ukuran ekonomi untuk kedua
negara.
Log (Aliran perdagangan bilateral) = β0 + β1 log (GDP negara 1) + β2 log (GDP
negara 2) + β3 log (Jarak) + ε
Dengan demikian, rumus umum dari gravity model menurut Bergstrand
(1985), Koo, et al (1994) dalam Oktaviani (2000) sebagai berikut:
Tij = f (Yi, Yj, Fij)
Keterangan:
Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j
Yi = Gross Domestic Product negara i
Yj = Gross Domestic Product negara j
Fij = Faktor-faktor lain yang mempengarhi perdagangan antara negara i dengan
negara j
16
Pada dasarnya, model gravitasi ini menjelaskan perdagangan berdasarkan
jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian (GDP dan
populasi) antar negara. Aliran perdagangan antar negara ditentukan oleh:
1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensi negara
pengimpor.
2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor.
3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara
negara pengimpor dan negara pengekspor.
Pada penerapan konsep gravity model ini, variabel yang mewakili total
permintaan potensial negara pengimpor dapat digambarkan dengan GDP negara
importir sedangkan variabel indikator total penawaran potensial negara
pengekspor dapat digambarkan dengan GDP negara pengekspor. Akan tetapi,
dapat pula digunakan GDP per kapita sebagai pengganti variabel GDP. Sementara
itu, variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara
pengimpor dan negara pengekspor adalah adanya variabel jarak, harga ekspor
komoditi dan nilai tukar (exchange rate) antar dua negara.
1. GDP Per Kapita
GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan
setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan daya beli
negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel GDP per
kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari
harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak
memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian, tingkat konsumsi
atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari
pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per kapita suatu negara
dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar
potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu.
2. Populasi
Pertambahan populasi atau penduduk dapat mempengaruhi ekspor melalui
dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Pada sisi penawaran,
pertambahan penduduk dapat menyebabkan terjadinya penambahan tenaga kerja
17
untuk melakukan proses produksi suatu komoditi/produk yang akan diekspor.
Sedangkan pada sisi permintaan, pertambahan penduduk akan menyebabkan
bertambah besarnya permintaan akan komoditi/produk yang diekspor.
3. Jarak Ekonomi
Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity
model untuk analisis aliran perdagangan bilateral. Variabel jarak ini merupakan
indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan
ekspor. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi dan semakin rendah
nilai ekspornya. Jika biaya transportasi terlalu mahal maka nilai perdagangan akan
menurun bersamaan dengan penurunan keuntungan. Adapun jarak yang
digunakan adalah jarak ekonomi dengan perhitungan sebagai berikut:
Jarak Ekonomi = Jarak geografis antar negara X ∑ GDP negara jn
1 GDP negara j
4. Nilai Tukar
Nilai tukar (exchange rate) atau kurs diantara dua negara adalah harga
dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Nilai tukar yang
digunakan pada pemodelan gravity model ini adalah nilai tukar riil yang
merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu
harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x IHK AS
IHK negara tujuan ekspor
Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara
tujuan ekspor terhadap Dollar Amerika membuat harga suatu produk relatif lebih
murah. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan nilai impor dari negara tujuan
karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor.
5. Harga Ekspor Relatif Komoditi
Harga ekspor relatif komoditi yang rendah atau lebih murah merupakan
harga yang diinginkan oleh setiap negara. Dengan harga yang murah, mampu
meningkatkan permintaan komoditi/produk yang diekspor ke negara tujuan.
18
2.9. Teori Model Data Panel
Metode data panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan
informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Penggunaan
data panel ini memiliki dua keuntungan (Firdaus, 2011), diantaranya:
1. Jumlah observasi menjadi lebih besar. Marginal effect dari peubah penjelas
dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang
diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis
menurut Hsiao (2004), data panel dapat memberikan data yang informatif,
mengurangi kolinearitas antarpeubah serta meningkatkan derajat kebebasan
yang artinya meningkatkan efisiensi.
2. Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah
mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam
mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat
diatasi dalam data cross section saja atau time series saja. Data panel mampu
mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang
dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini
berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang,
sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.
Dalam analisis data panel, terdapat tiga pendekatan yang terdiri dari
pendekatan kuadrat terkecil (pooled least squre), model efek tetap (fixed effects
model), dan model efek acak (random effects model). Pada pendekatan Fixed
Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM) dibedakan berdasarkan
ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas
(regresor).
Misalkan: yit = αi + Xitβ + εit
Pada one way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk: εit = λi + uit
Untuk two way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk: εit = λi +µt + uit
19
Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error
yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way, dimasukkan efek dari
waktu (µt) ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM
terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi dan µt dengan Xit.
1. Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data
(pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah unit
cross section dan T menunjukkan jumlah time series yang digunakan.
Model yang digunakan yaitu :
yit = αi + Xitβ + uit
Dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series, dapat
meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang
lebih efisien. Akan tetapi, pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan
parameter β akan bias. Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan PLS yang tidak
sejajar dengan garis regresi dari masing-masing individu. Parameter yang bias ini
disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada
periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada
periode yang berbeda.
2. Fixed Effects Model (FEM)
FEM muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki
korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini
membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari
intersep, yaitu:
Untuk one way komponen error : yit = αi + λi + Xitβ + uit
Untuk two way komponen error : yit = αi + λi + µt + Xitβ + uit
Penduga pada FEM dapat dihitung dengan teknik : Pooled Least Square
(PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), Two Way
Error Components Fixed Effect Model.
20
3. Random Effects Model (REM)
REM muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi.
Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan
ke dalam error.
Untuk one way error component : yit = αi + Xit β + uit+ λi
Untuk two way error component : yit = αi + Xit β + uit+ λi + μt
Terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung
estimator REM, yaitu between estimator dan Generalized Least Square (GLS).
2.10. Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.10.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai Analisis Daya Saing dan Aliran Ekspor Produk
Crude Coconut Oil (CCO) Indonesia oleh Andelisa (2011) menggunakan metode
analisis Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic
(EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) untuk meneliti daya saing selama periode
2005-2009. Selain itu, metode data panel dengan gravity model digunakan untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor produk tersebut di
negara-negara tujuan ekspor selama periode 2001-2009.
Penelitian yang dilakukan oleh Hafni (2011) mengenai Analisis Daya
Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Ekspor Pisang Indonesia
menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA), Export Product
Dynamic (EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) untuk menganalisis daya saing
komoditi selama periode 2005-2009 dan pendekatan gravity model untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor pisang Indonesia ke
negara tujuan dengan data panel berupa time series tahun 2001-2009 dan cross
section enam negara tujuan ekspor: Jepang, Hongkong, Singapura, Malaysia, Arab
Saudi, dan Amerika Serikat serta menggunakan analisis fixed effect.
Penelitian yang dilakukan oleh Saptanto dan Soetjitpto (2009) mengenai
Analisis Model Ekspor Komoditas Perikanan Indonesia dengan Pendekatan
Gravity Model menggunakan data panel dengan analisis fixed effect dengan data
21
cross section 28 negara mitra dagang dan data time series selama 12 tahun yaitu
(1996-2007). Variabel-variabel yang digunakan adalah nilai ekspor riil, GDP
nominal, jumlah penduduk, jarak relatif, nilai tukar riil efektif dan interaksi antara
tarif dengan dummy integrasi ekonomi.
Penelitian yang dilakukan oleh Saptanto (2011) mengenai Daya Saing
Ekspor Produk Perikanan Indonesia di Lingkup ASEAN dan ASEAN-China
menggunakan metode analisis Revealed Comparatif Advantage (RCA). Data yang
digunakan adalaha data dari tahun 2000 hingga 2008. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat ASEAN maupun ASEAN-China, produk Indonesia
yang memiliki daya saing adalah produk dengan kode HS 03 (ikan, udang-
udangan, hewan lunak, invertebrata perairan), HS 710110 (mutiara dari alam yang
belum diolah), HS 710121 (mutiara budidaya yang belum diolah), dan HS 121220
(rumput laut dan alga lainnya). Dari hasil dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa Indonesia masih lemah dalam hal ekspor produk yang memiliki nilai
tambah.
Penelitian mengenai Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Beberapa
Negara Importir Utama dan Dunia oleh Ramadhan (2011) menggunakan metode
Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan
komparatif dan metode Export Product Dynamic (EPD) untuk menganalisis posisi
daya saing pada setiap produk perikanan Indonesia. Penelitian yang dilakukan
oleh Gumilar (2010) mengenai Daya Saing Komoditi Sayuran Utama Indonesia di
Pasar Internasional menggunakan metode Revealed Comparative Advantage
(RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Constant Market Share Analysis
(CMSA).
2.10.2. Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan mengenai Analisis Potensi Ekspor Produk
Makanan dan Minuman Olahan Indonesia Di Pasar Non-Tradisional Asia ini
mempunyai beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Pertama,
produk yang dianalisis adalah produk makanan dan minuman olahan yang
mencakup lima produk, yaitu produk roti, kue, biskuit, dan produk lainnya yang
sejenis; kembang gula; saus, bumbu campuran, dan penyedap campuran; jus buah
22
dan jus sayuran; dan teh. Kedua, negara yang diteliti adalah negara-negara non-
tradisional Asia yang mencakup sepuluh negara Asia, yaitu Bahrain, India,
Kamboja, Lebanon, Sri Lanka, Macao, Malaysia, Pakistan, Thailand, dan Turki.
Ketiga, periode waktu analisis adalah tahun 2003-2010.
2.11. Kerangka Pemikiran
Kondisi ekspor produk makanan dan minuman olahan yang mengalami
penurunan di sejumlah negara tradisional (sebagai tujuan utama ekspor)
menyebabkan industri makanan dan minuman dalam negeri perlu melakukan
pengembangan di sejumlah negara non-tradisional (sebagai negara tujuan ekspor
alternatif) untuk dapat terus meningkatkan ekspornya dan tetap memberikan
kontribusi terhadap ekspor non migas.
Pasar non-tradisional Asia merupakan salah satu pasar potensial dimana
jarak yang dekat dan kebutuhan masyarakat non-tradisional Asia yang tidak jauh
berbeda dengan masyarakat Indonesia dapat mempermudah para pengusaha
makanan dan minuman olahan Indonesia dalam memproduksi dan mengekspor
produk makanan dan minuman olahan ke pasar non-tradisional Asia tersebut.
Namun, untuk melakukan pengembangan ekspor ke pasar non-tradisional Asia
perlu dilakukan suatu analisis terhadap potensi pasar non-tradisional Asia dan
terhadap produk makanan dan minuman olahan yang diekspor.
Untuk mengetahui potensi ekspor produk makanan dan minuman olahan
Indonesia di pasar non-tradisional Asia digunakan tiga metode analisis, yaitu:
metode Export Product Dynamic (EPD) untuk menganalisis negara-negara non-
tradisional Asia yang berpotensi sebagai tujuan ekspor produk makanan dan
minuman olahan Indonesia, metode Revealed Comparative Advantage (RCA)
untuk mengukur daya saing yang dihadapi dalam mengembangkan produk
makanan dan minuman olahan di negara-negara tersebut, dan Gravity Model
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ekspor produk
makanan dan minuman olahan di pasar non-tradisional Asia.
Dari hasil analisis ini diharapkan diperoleh implikasi kebijakan yang
cocok dan bermanfaat bagi pengembangan ekspor produk makanan dan minuman
olahan Indonesia di pasar non-tradisional Asia. Untuk memperjelas rangkaian
23
analisis yang dilakukan, maka disajikan dalam bentuk kerangka pemikiran
penelitian seperti pada Gambar 2.2.
Keterangan: mamin = makanan dan minuman
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Ekspor Produk Makanan dan Minuman Olahan
Potensi negara-negara non-
tradisional Asia
Gravity model: - GDP per kapita riil negara
tujuan ekspor - Populasi negara tujuan ekspor - Jarak ekonomi - Nilai tukar riil - Harga ekspor relatif produk i - Nilai ekspor tahun ke-(t-1)
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan
ekspor produk mamin olahan
Daya saing produk makanan dan
minuman olahan
Metode RCA
Metode EPD
Implikasi Kebijakan
Pasar Tradisional
Pasar Non-Tradisional Asia
24
2.12. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada teori-teori yang ada dan
beberapa penelitian terdahulu. Hipotesis tersebut diantaranya:
1. GDP per kapita riil negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap
permintaan ekspor produk makanan dan minuman olahan Indonesia.
2. Populasi penduduk negara tujuan ekspor berpengaruh positif terhadap
permintaan ekspor produk makanan dan minuman olahan Indonesia.
3. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor produk
makanan dan minuman olahan Indonesia.
4. Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat
berpengaruh positif.
5. Harga ekspor relatif produk makanan dan minuman olahan berpengaruh
negatif terhadap permintaan ekspor produk makanan dan minuman olahan
Indonesia.
6. Nilai ekspor tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap permintaan
ekspor produk makanan dan minuman olahan Indonesia.
top related