bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/60243/3/bab ii.pdf · ditempatkan di dalam tabung gelas...
Post on 29-Oct-2020
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikro Power Generator (Microcombustor)
Pembakaran diruang mikro menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk
dikembangkan akhir-akhir ini, untuk diterapkan pada micropower generation,
micropropulsion, dan micro-electro-mechanical system (MEMS). Microcombustor
adalah pembakaran bahan bakar pada skala mikro, tetapi dalam masalah ukuran
dibagi menjadi 2 yaitu microscale dengan besar skala kurang dari 1 mm, mesoscale
dengan besar skala lebih dari 1 mm. Syarat microscale combustion yang digunakan
untuk pembakaran ukurannya lebih kecil dari 1 x10-3 m. Syarat mesocale
combustion yang digunakan untuk pembakaran ukurannya lebih dari 1 mm tetapi
tetap memiliki ciri-ciri karakteristik dari microscale combustion (Ju and Maruta
2011).
Campuran 30% volume etanol dan 70% volume n-heptana digunakan
sebagai bahan bakar cair yang dikabutkan dengan metode electrospray dengan
konfigurasi tunggal-ring extractor-mesh kolektor konfigurasi elektroda
ditempatkan di dalam tabung gelas kuarsa dengan diameter dalam 3,5 mm. Nyala
api yang stabil dibuat di dalam tabung sempit tanpa dinding membasahi dalam
kisaran tertentu rasio kesetaraan untuk laju aliran bahan bakar 1 mL / jam. Studi ini
menegaskan bahwa peran mesh sebagai kolektor sangat penting dalam membangun
nyala api yang stabil di dalam tabung sempit. Jika laju aliran bahan bakar cukup
7
besar, pembasahan dinding terjadi dan akhirnya pembakaran yang stabil berhenti
(Yuliati, Seo et al. 2012).
Beberapa faktor harus dipertimbangkan dalam menggambar proses
pencampuran dalam udara berkecepatan tinggi. Transportasi material dalam aliran
adalah hasil dari difusi eddy. (Difusi molekuler adalah urutan 1% atau kurang difusi
eddy dan dengan demikian dapat diabaikan). Difusi eddy terjadi karena aliran
didalam turbulen yang bervolume gas kecil memiliki gerakan acak terus menerus,
yang ditumpangkan pada waktu kecepatan aliran rata-rata dan bertindak untuk
menyebarkan difusi .
2.2 Penelitian Sebelumnya
(Muhtadi 2016) telah melakukan penelitian tentang pengaruh tipe flame
holder terhadap stabilitas nyala api butana didalam meso-scale combustor. Pada
penelitian ini bahan bakar yang digunakan adalah butana dan udara yang disuplai
dari kompresor digunakan sebagai oksidator. Debit bahan bakar dan udara yang
mengalir ke dalam ruang bakar pada meso-scale diatur oleh 2 flowmeter, yaitu
flowmeter bahan bakar dan flowmeter udara.
Gambar 2.1 Detail meso-scale combustor
Pada penelitian ini menunjukkan visualiasasi nyala api pada kedua
combustor menjadi berwarna biru terang dan bentuknya semakin melebar seiring
8
dengan bertambahnya kecepatan aliran reaktan. Sedangkan visualisasi nyala kedua
combustor pada rasio ekuivalen bervariasi memiliki bentuk yang berbeda, pada
combustor dengan perforated mesh 8 garis warna api menjadi biru muda dan
bentuknya semakin mengecil dan tebal. Adapun penjelasan berupa gambar dari
nyala api yang sibutkan diatas dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Visualisasi nyala api pada meso-scale combustor dengan perforated mesh 8 garis
Sumber : Muhammad Faris Muhtadi, et al (2016)
Gambar 2.3 visualisasi nyala api pada meso-scale combustor dengan perforated mesh 6 garis
Sumber : Muhammad Faris Muhtadi, et al (2016)
Ureaktan = 38 cm/s
ɸ = 0.9
T1= 250.6 C
T2= 192.8 C
T3= 363.3 C
T4= 920.4 C
ɸ = 1.2
T1= 262.6 C
T2= 189.4 C
T3= 404.7 C
T4= 1070 C
ɸ = 1.3
T1= 277.5 C
T2= 197.9 C
T3= 433.3 C
T4= 1040 C
ɸ = 1.5
T1= 251.5 C
T2= 241.1 C
T3= 398.5 C
T4= 1001 C
ɸ = 1.5
T1= 251.5 C
T2= 241.1 C
T3= 398.5 C
T4= 1001 C
Ureaktan = 38 cm/s
ɸ = 0.95
T1= 285.0 C
T2= 383.9 C
T3= 262.3 C
T4= 859.8 C
ɸ = 1.19
T1= 290.0 C
T2= 388.4 C
T3= 295.3 C
T4= 897.7 C
ɸ = 1.31
T1= 287.8 C
T2= 383.4 C
T3= 256.3 C
T4= 905.9 C
ɸ = 1.55
T1= 264.0 C
T2= 353.4 C
T3= 289.1 C
T4= 912.6 C
ɸ = 1.55
T1= 264.0 C
T2= 353.4 C
T3= 289.1 C
T4= 912.6 C
9
Pembakaran skala mikro dipengaruhi oleh jarak pendingan, kehilangan
panas tinggi, difusi pendek, waktu karakteristik, dan aliran laminarisasi. Masalah
yang paling penting untuk pembakaran yaitu laju pemanasan ruang yang tinggi,
kehilangan tekanan rendah dan pembakaran premixed. Pencampuran yang sangat
kaya bahan bakar adalah karena kehilangan panas ke udara disekitar tabung. Batas
padam dikarenakan campuran bahan bakar yang kaya dikarenakan kebocoran bahan
bakar yang tidak terbakar dibawah dasar api (Yuasa, Oshimi et al. 2005).
Pada penelitian ini menggunakan model 2 variasi jarak 1.5 cm 2 cm antara
saluran udara dan butana yang dibandingkan dengan combustor dengan tipe normal.
Hal ini guna untuk memberi waktu agar campuran bahan bakar dan udara berada
pada kondisi steady state.
2.3 Jenis Aliran Fluida
Fluida adalah suatu zat yang bisa mengalami perubahan-perubahan
bentuknya secara terus menerus bila terkena tekanan atau gaya geser walaupun
relatif kecil. Fluida mencakup zat cair, gas, air, dan udara. Ada 2 jenis aliran yaitu
2.3.1 Laminar Flow
Laminar adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan-
lapisan yang membentuk garis-garis alir dan tidak berpotongan satu sama lain.
Alirannya relatief mempunyai kecepatan rendah dan fluidanya bergerak sejajar
(laminae) & mempunyai batasan-batasan yang berisi aliran fluida.
10
Gambar 2.3.1 laminar flow
Sumber : Nakayama and Bucher (1999)
2.3.2 Turbulence Flow
Aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak
stabil dengan kecepatan berfluktuasi yang saling interaksi. Akibat dari hal
tersebut garis alir antar partikel fluidanya saling berpotongan. Model
turbulensi memainkan peran penting dalam pemodelan simulasi pembakaran.
Model scamlet DLR dengan tonjolan lingkaran mampu meningkatkan
efisiensi pencampuran bahan bakar dengan penurunan keterlambatan
pengapian (Kummitha 2017).
Gambar 2.3.2 Turbulence Flow
Sumber : Nakayama and Bucher (1999)
11
2.4 Pembakaran
Gambar 2.4 Pembakaran
Pembakaran adalah suatu runutan reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan
suatu oksidian disertai dengan produksi panas yang disertai cahaya dalam bentuk
pendar atau api. Secara umum bahan bakar melepaskan panas ketika oksidasi dan
mengandung unsur-unsur karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N),
dan sulfur (S). Reaksi pembakaran sempurna terjadi ketika bahan bakar bereaksi
secara cepat dengan oksigen dan menghasilkan karbon dioksida dan air. Oksigen
yang perlukan untuk proses pembakaran diperoleh dari udara kering, yang mana
udara kering terdiri dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, maka reaksi stoikiometrik
pembakan hidrokarbon murni CxHy dapat dituliskan dengan persamaan :
𝐶𝑥𝐻𝑦 + 𝑥 + 𝑦
4 𝑂2 + 3.76 𝑥 +
𝑦
4 𝑁2 → 𝑥𝐶𝑂2 +
𝑦
2 𝐻2 𝑂 + 3.76 𝑥 +
𝑦
4 𝑁2 (2.2)
Persamaan reaksi pembakaran hidrokarbon dapat disederhanakan karena
untuk memastikan proses pembakaran yang terjadi secara sempurna cukup sulit
dengan rasio ekuivalen yang tepat dari udara. Hasil persamaan 𝐶𝑂2 dan 𝐻2 𝑂 tidak
akan terjadi jika pembakaran yang terjadi adalah pembakaran tidak sempurna, akan
tetapi terbentuk hasil oksidasi 𝐶𝑂, 𝐶𝑂2 dan 𝐻2 𝑂.
12
2.4.1 Pembakaran Skala Meso
(Ju and Maruta 2011) mengemukakan salah satu pembanding
adalah dengan mengetahui ukuran diameter dalam combustor pada proses
pembakaran tersebut. Pada skala meso ukuran fisik dari diameter dalam
combustor antara 1 mm – 10 mm dan untuk skala mikro ukuran disik
diameter dalam combustor > 1 mm. Combustor terdiri dari dua komponen
input dan komponen output dimana kedua komponen tersebut
disambungkan menggunakan lem tahan panas (lem keramik). Material
untuk combustor dapat dibuat tergantung variabel bebas yang akan kita uji.
Combustor dengan bahan quartz glass (pipet kaca) sering dipakai beberapa
peneliti karena strukturnya yang transparan memudahkan peneliti untuk
mengamati visualisasi nyala api didalam meso-scale combustor. Transfer
panas di dinding luar yang luas nilainya lebih tinggi akan berpengaruh pada
proses pembakaran (Zarvandi, Tabejamaat et al. 2012).
Batas blow-off yang lebih besar dikaitkan dengan perubahan bidang
aliran hilir dari ruang bakar. Ketika tidak ada bluf-body nyala api akan kecil
dan tingkat regangan akan lebih besar disisi kanan ruang bakar yang
menyebabkan pemisah api pada batas blow-off yang lebih kecil.(Li, Yuan
et al. 2018)
13
2.5 Campuran Udara dan Bahan Bakar
Sebelum melakukan proses pembakaran ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan antara lain bahan bakar, udara, reaksi kimia dan kalor. Perbandingan
jumlah campuran bahan bakar (butana) dan udara juga faktor yang penting untuk
mendapatkan nyala api yang sempurna. Metode yang digunakan untuk menghitung
rasio campuran bahan bakar (butana) dan udara antara lain AFR ( Air Fuel Ratio)
dan Rasio Ekuivalen (ϕ ). Posisi lubang injeksi dapat meningkatkan atau
mengurangi pencampuran bahan bakar di dalam combustor (Bluemner, Bohon et
al. 2018).
2.5.1 Air Fuel Ratio (AFR)
Air Fuel Ratio adalah faktor yang mempengaruhi kesempurnaan
proses pembakaran didalam ruang bakar atau ruas penguapan. Untuk
mengetahui komposisi dari campuran bahan bakar dan udara dengan
menggunakan rumus AFR. AFR dapat dihitung dengan persamaan :
AFRstoic = (𝑁𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
𝑁𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟)
(K.K. Kenneth, 2005 : 39)
Keterangan :
AFRstoic : Perbandingan udara dan bahan bakar dalam keadaan
stoikiometri
N𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 : Banyaknya mol udara
N𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 : Banyaknya mol bahan bakar
M𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 : Massa udara
N𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑎𝑟 : Massa bahan bakar
14
2.5.2 Rasio Ekuivalen (ϕ)
Pengertian dari rasio ekuivalen (ϕ) adalah perbandingan dari nilai
AFR stoikiometri dengan AFR aktual, rumus rasio ekuivalen dituliskan
sebagai berikut :
Φ = (AFR)𝑠𝑡𝑜𝑖𝑐
(AFR)𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
(wardana, 2008)
Keterangan :
Φ = Rasio ekuivalen
AFR𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑐 = Rasio udara dan bahan bakar dalam kondisi stoikiometrik
AFR𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 = Rasio udara dan bahan bakar dalam kondisi aktual
Rasio ekuivalen menentukan jenis campuran dan bahan bakar yang
terjadi pada reaksi pembakaran. Jika Φ > 1 disebut campuran kaya akan
bahan bakar yang mengakibatkan jumlah mol bahan bakar yang terkandung
didalam campuran melebihi jumlah mol yang dapat diikat oleh udara secara
keseluruhan yang akan mengakibatkan nyala api menjadi merah. Φ < 1
disebut campuran miskin bahan bakar dikarenakan jumlah udara yang
melimpah namun tidak ada cukup bahan bakar. Φ = 1 ini merupakan kondisi
yang sempurna dimana jumlah udara dan bahan bakar berada pada porsi
yang tepat untuk berikatan. Efisiensi pembakaran dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan panjang ruang pembakaran (E, Peng et al. 2016).
15
2.6 Butana
Rumus kimia : C4H10
Massa molar : 58,12 g·mol−1
Penampilan : Gas tidak berwarna
Densitas : 2.48 kg/m3, gas (15 °C, 1 atm) 600 kg/m3,
cairan (0 °C, 1 atm)
Titik Lebur : −138.4 °C (135.4 K)
Titik Didih : −0.5 °C (272.6 K)
Kelarutan dalam air : 6.1 mg/100 ml (20 °C)
Kecepatan pembakaran lamiar yang lebih besar dari butana dikaitkan dengan
produksi atom H yang mudah di dekomposisi dan didominasi reaksi kimia C2 (Li,
Wang et al. 2018).
2.7 Flame Holder
Mikami et al. (2013) melakukan eksperimen tentang pembakaran
menggunakan bahan bakar gas pada mesoscale – combustor. Nyala api mampu
stabil di dekat mesh akibat perbedaan dari kecepatan aliran dan rasio ekuivalen pada
combustor. Mesh tidak akan terbakar akibat pemanasan langsung dari nyala api
maupun konduksi yang terjadi pada dinding. Sehingga mesh berperan sebagai
enhancher untuk meningkatkan heat recirculation.
Fauzan Baananto (2018) juga melakukan penelitian menggunakan plate
flame holder dengan diameter 4,9 mm dan tebal 1 mm. Hasil dari penelitian ini
pembakaran dapat terjadi dengan stabil didalam combustor pada kecepatan reaktan
yang lebih tinggi. Selain itu juga menghasikan temperatur api yang lebih tinggi.
16
Gambar 2.5 Flame holder
Sumber : Fauzan baananto (2018)
2.8 Aliran Fluida
Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda
padat karena kemampuannya untuk dapat mengalir. Fase cair dan gas memiliki
karakter tidak mempertahankan suatu bentuk yang tetap, maka keduanya memiliki
kemampuan untuk mengalir. Analis suhu menunjukkan bahwa kehilangan panas di
dinding mampu mengurangi temperatur di daerah resirkulasi luar (See and Ihme
2014).
Kebanyakan bahan bisa disebut entah sebagai zat padat, zat cair, atau gas.
Walaupun sebagian diantaranya mempunyai sifat-sifat yang memungkinkan
diperolehnya sebutan ganda. Sebuah zat padat umumnya mempunyai bentuk yang
tertentu, sedangkan zat cair dan gas mempunyai bentuk yang ditetapkan oleh
wadahnya sendiri (masing-masing). Perbedaan dasar antara zat cair dan gas
(keduanya digolongkan sebagai fluida) adalah bahwa gas akan menyebar dan
mengisi seluruh wadah yang ditempatinya. Defenisi yang lebih tepat untuk
membedakan zat padat dengan fluida adalah dari krateristik deformasi bahan
tersebut. Zat padat dianggap sebagai bahan yang menunjukkan reaksi deformasi
yang terbatas ketika menerima suatu gaya geser (shear). Fluida dapat didefenisikan
17
sebagai suatu zat yang terus menerus berubah bentuk apabila mengalami tegangan
gesar fluida tidak mampu menahan tegangan geser tanpa berubah bentuk.
Kendatipun demikian ada bahan-bahan seperti oli, cat, ter dan larutan polimer yang
menunjukkan karakteristik entah zat padat atau fluida tergantung dari tegangan geser
yang dialami. (White, M.Frank, 1988)
2.8.1 Laju Aliran Reaktan
Pada proses pembakaran didalam meso-scale combustor terdapat
laju kecepatan aliran reaktan yang dapat mempengaruhi stabilitas nyala api
dan bentuk visualisasi nyala api. Laju aliran tersebut merupakan hasil dari
campuran antara bahan bakar dengan udara yang diinjeksikan pada saluran
masuk meso-scale combustor. Laju kecepatan aliran reaktan pada meso-
scale combustor dapat dihitung menggunakan rumus :
𝑈 = 𝑄
𝐴= (
𝑄1 + 𝑄2
𝐴 ) = (
𝑄𝑓 + 𝑄2
𝐴 )
𝑈 = (𝑄𝑓 (𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)+ 𝑄𝑎)
(𝜋 𝑥 𝑟2) =
(𝑄𝑓 (𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)+ 𝑄𝑎)
60(𝜋 𝑥 𝑟2)
100
Keterangan :
- U = Kecepatan“100” = Merubah satuan dari 𝑚𝑚2 ke 𝑐𝑚2
- Q = Debit bahan bakar + udara
- A = Luas penampang (A = 𝜋𝑟2)
- “60” = Merubah satuan dari menit ke detik
- “100” = Merubah satuan dari 𝑚𝑚2 ke 𝑐𝑚2
top related