bab ii tinjauan pustakaeprints.mercubuana-yogya.ac.id/3613/3/bab ii.pdfcitra analog adalah citra...
Post on 25-Nov-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam penelitiannya yang berjudul Optimasi Kajian produktivitas dan mutu
tembakau Temanggun berdasarkan Nilai indeks Erodibilitas dan kepadatan tanah.
Penelitian ini menitik beratkan pada kualitas tembakau berdasarkan pada kualitas
tanah daerah temanggung, dan memperhatikan kondisi kesuburan, kepadatan tanah.
Erodibilitas tanah yang mempengaruhi terhadap indeks mutu tembakau. Prasetiyo,
dkk (2016)
Dalam penelitiannya yang berjudul Implementasi Metode Canny Untuk
Deteksi Tepi Mutu Daun Tembakau, Dalam penelitian ini yang telah dilakukan,
maka diperoleh hasil dari deteksi tepi menggunakan metode Canny menghasilkan
titik tepian yang bersambung cukup jelas sehingga mempermudah dalam uji mutu
daun teambakau. Dari hasil pengujian program dengan menggunakan 30 sempel
citra daun tembakau didapat akurasi kebenaranya sebasar 90%. Arief Yudiyanto,
dkk (2014)
Dalam penelitiannya yang berjudul, Analisis Perbandingan Transformasi
Wavelet pada Pengenalan Citra, menyampaikan tentang cara untuk mengetahui
tingkat keberhasilan sistem identifikasi citra menggunakan transformasi wavelet,
mengetahui pengaruh transformasi dengan berbagai metode wavelet citra masukan
terhadap unjuk kerja sistem identifikasi citra. Citra untuk pengujian diambil di
lapangan menggunakan kamera digital. Pada pengujian awal proses transformasi
citra dmasukan menggunakan wavelet Haar hingga level 3. Pada proses pengujian
selanjutnya transformasi citra masukan akan menggunakan keluarga wavelet
Daubechies (db2) dan Coiflets (coif). Sutarno (2010),
Dalam penelitiannya yang berjudul Sistem Pengenalan Citra Jenis – Jenis
Tekstil, mengemukakan tentang cara untuk mengidentifikasi tekstil berbasis
komputer dengan memasukkan informasi dari citra kain ke dalam komputer.
Selanjutnya komputer menterjemahkan serta mengidentifikasi jenis kain tersebut.
Pada pengembangan sistem ini terdiri dari 2 tahap yaitu tahap penentuan pola
standart refrensi pada pengujian. Data yang digunakan sebagai standar refrensi
sebanyak 5 sampel untuk masing – masing jenis kain yaitu blacu, finished dan rajut.
Sedangkan untuk pengujian kerja sistem menggunakan 100 sampel untuk masing –
masing jenis kain. Pengujian unjuk kerja sistem dilakukan dengan melakukan
variasi ukuran citra dan metode matriks jarak. Hasil pengujian sistem identifikasi
citraa kain menunjukkan tingkat akurasi yang tinggi sebesar 93% untuk ukuran citra
4
asli 600x800 dengan metode interaksi ciri histogram dan teknik klasifikasi matriks
jarak Squared Chi Squared. Fadlil (2012),
Dalam penelitiannya yang berjudul Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan Merk
Produk olahan tembakau Kretek Filter yang beredar diwilayah Kabupaten Nganjuk,
yang menitik beratkan penelitiannya pada kandungan tar dan nikotin hasil olahan
tembakau pada sembilan merk olahannya menunjukan kadar nikotin berkisar 1,10-
2,17%b/b, dua merk melebihi (maksimal 2,0%) . Kadar tar berkisar 0,05-
0,175%b/b, semua memenuhi standar. Kusuma, dkk (2012)
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Bahan Tembakau
Tanaman tembakau (nicotianae tabacum L) termasuk genus Nicotinae,
serta familia Solanaceae. Spesies – spesies yang mempunyai nilai ekonomis adalah
Nicotianae Tabacum dan Nicotianae Rustica Nicotiana rustica L biasanya
digunakan untuk membuat alkoloid (sebagai bahan baku obat dan isektisida), jenis
ini banyak berkembang di Rusia dan India. Nicotiana tabacum L jenis ini umumnya
digunakan sebagai bahan baku pembuatan olahan tembakau.
Beberapa contoh dari varietas tembakau (Nicotiana tabacum) adalah :
a. Tembakau Temanggung Grade B memiliki keunggulan dibandingkan dengan
grade tembakau lain yaitu terletak pada aroma yang harum dan khas yang
mempunyai sosok ramping, ketinggian tanaman sedang sampai tinggi, daun
berbentuk lonjong yang ujungnya meruncing, warna daun kuning kecoklatan,
daun bertangkai pendek, kedudukannya pada daun kaki, jarak antara daun
satu dengan yang lain cukup lebar sehingga kelihatan kurang rimbun,
tanaman memiliki daya adaptasi yang luas terhadap tanah dan iklim.
Tembakau ini banyak ditanam didataran tinggi. (Menteri Pertanian Republik
Indonesia , 2012).
b. Tembakau Temanggung Grade C berada ketinggian tanaman sedang sampai
tinggi, daun berbentuk lonjong yang ujungnya meruncing, warna daun kuning
kecoklatan, dengan tekstur kepyar dan kurang berminyak, daun bertangkai
pendek, kedudukannya pada bawah tengah, jarak antara daun satu dengan
yang lain cukup rapat sehingga kelihatan rimbun, tanaman memiliki daya
adaptasi yang luas terhadap tanah dan iklim. Tembakau ini banyak ditanam
didataran tinggi. (Menteri Pertanian Republik Indonesia , 2012)
c. Tembakau Temanggung Grade D berada ketinggian tanaman sedang sampai
tinggi, daun berbentuk lonjong yang ujungnya meruncing, warna daun merah
kecoklatan, dengan tekstur kepyar dan antep (berat), daun bertangkai pendek,
kedudukannya pada atas tanaman tembakau, jarak antara daun satu dengan
yang lain cukup rapat sehingga kelihatan sangat rimbun, tanaman memiliki
5
daya adaptasi yang luas terhadap tanah dan iklim. Tembakau ini hanya
ditanam didataran tinggi, terutaman di daerah Temanggung Jawa Tengah.
(Menteri Pertanian Republik Indonesia , 2012)
Ada berbagai macam jenis tembakau yang dinamakan menurut tempat
penghasilnya seperti, Tembakau Deli, penghasil tembakau untuk pembuatan
cerutu. Tembakau temanggung penghasil tembakau srintil untuk sigaret.
Tembakau Vorstenlanden (Yogya-Klaten-Solo), penghasil tembakau untuk
cerutu dan tembakau sigaret (tembakau Virginia). Tembakau Besuki,
penghasil tembakau untuk sigaret. Tembakau Lombok Timur, penghasil
tembakau untuk sigaret (tembakau Virginia).
Ada juga berbagai macam jenis tembakau yang dibedakan berdasarkan iklim
tembakau yang diproduksi di Indonesia diantaranya tembakau musim
kemarau/Voor-Oogst (VO), yaitu bahan untuk membuat sigaret putih mesin
dan sigaret kretek tangan. Tembakau musim penghujan /Na-Oogst (NO),
yaitu jenis tembakau yang dipakai untuk bahan dasar membuat cerutu.
2.2.2 Citra Digital
Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari
suatu objek. Citra terbagi menjadi 2, yaitu citra yang bersifat analog dan citra yang
bersifat digital. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu seperti monitor
televisi, foto sinar x, hasil CT dll. Sedangkan pada citra digital adalah citra yang
dapat diolah (Sutoyo,dkk 2009).
Sebuah citra digital dapat mewakili sebuah matriks yang terdiri dari M
kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (piksel
= Picture Element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel memiliki dua
parameter, yaitu koordinat (x,y) adalah f (x,y) yaitu besar intensitas atau warna dari
piksel dititik itu.
𝑓(𝑥, 𝑦) ⌈
𝑓(0,0) 𝑓(0,1) … 𝑓(0, 𝑀 − 1)𝑓(1,0) 𝑓(1,1) … 𝑓(1, 𝑀 − 1)
: : : :𝑓(𝑁 − 1,0) 𝑓(𝑁 − 1,1) … 𝑓(𝑁 − 1, 𝑀 − 1)
⌉............ (2.1)
N = Jumlah Baris 0 = y = N – 1.
M = Jumlah Kolom 0 = x = M – 1.
L = Maksimal Warna Intensitas 0 = f (x,y) = L – 1. (gray level / derajat keabuan)
Berdasarkan gambaran tersebut, secara sistematis citra digital dapat
dituliskan sebagai fungsi intensitas f(x,y), dimana harga x (baris) dan y (kolom)
6
merupakan koordinat posisi dan f(x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y)
yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel
ditiitik tersebut. Pada proses digitalisasi (sampling dan kuantitas) diperoleh besar
baris M dan kolom N hingga citra membentuk matriks M x N dan jumlah tingkat
keabuan piksel G (Sutoyo,2009).
Pengolahan citra digital merupakan ilmu yang mempelajari hal hal yang
berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar (peningkatan kontras, transformasi
warna, restorasi citra), transformasi gambar (rotasi, translasi, skala, transformasi
geometrik), melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang optimal untuk
tujuan analisis,melakukan penarikan informasi atau deskripsi objek atau
pengenalan objek terkandung pada citra, melakukan kompresi atau reduksi data
untuk bertujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waku proses input data.
Input dari pengolahan citra adalah citra sedangkan outputnya adalah citra hasil
pengolahan (Sutoyo, 2009).
2.2.3 Pra Proses
Pengolahan citra (image procesing) merupakan suatu sistem di mana
proses dilakukan dengan memasukan berupa citra dan hasilnya juga berupa citra.
( Yudiyanto & Murinto, 2014)
Cropping adalah proses pemotongan citra pada koordinat tertentu pada
area citra. Proses ini dilakukan untuk mengambil bagian yang dirasa pentng atau
bagian yang mempunyai paling banyak informasi untuk diolah menggunakan
jaringan syaraf tiruan. Selain itu proses ini juga dapat mengubah ukuran citra
menjadi kecil, sehingga akan mempercepat proses komputasi (Sutoyo, 2009).
Selain dengan menggunakan cropping, untuk mempercepat proses
komputasi dapat melakukan proses grayscale. Grayscale adalah warna warna piksel
yang berada pada rentang gradasi hitam dan putih yang akan menghasilkan efek
warna abu – abu. Pada citra ini warna dinyatakan dengan intensitas, dimana
intensitas berkisar antara 0 sampai dengan 225, dimana 0 dinyatakan warna hitam
dan 225 dinyatakan warna putih (Kadir & Sutanto, 2012).
Citra digital black and white (grayscale) setiap pikselnya mempunyai
warna gradasi mulai dari putih sampai hitam. Rentang tersebut berarti bahwa setiap
piksel dapat diwakili oleh 8 bit, atau 1 byte (Kusumanto & Tompunu, 2011)
Proses grayscale dilakukan dengan mengubah citra 3 layer citra red, green
dan blue (R,G,B) menjadi citra 1 layer gray. Untuk memperbaiki kualitas dan
memperhalus citra dapat dilakukan beberapa cara, salah satunya adalah dengan
menggunakan filter median. Pada filter median, Suatu “jendela” (windows) memuat
sejumlah piksel (ganjil). Jendela digeser titik demi titik pada seluruh daerah citra.
7
Pada setiap pergeseran dibuat jendela baru. Titik tengah dari jendela ini diubah
dengan nilai median dari jendela tersebut (Munir, 2004).
2.2.4 Edge Detection
Tepi atau sisi dari sebuah obyek adalah daerah dimana terdapat perubahan
intensitas warna yang cukup tinggi. Proses deteksi tepi (edge detection) akan
melakukan konversi terhadap daerah ini menjadi dua macam nilai yaitu intesitas
warna rendah atau tinggi, contoh bernilai nol atau satu. Deteksi tepi akan
mnghasilkan nilai tinggi apabila ditemukan tepi dan nilai rendah jika sebaliknya
(Lusiana, 2013).
Deteksi tepi banyak dipakai untuk mengidentifikasi suatu obyek dalam
sebuah gambar. Tujuan dari deteksi tepi adalah untuk menandai bagian yang
menjadi detail citra dan memperbaiki detail citra yang kabur karena adanya
kerusakan atau efek akuisisi data. Dalam citra, sebagian besar informasi terletak
pada batas antara dua daerah yang berbeda (Yulianto dkk, 2009).
Pelacakan tepi merupakan operasi untuk menemukan perubahan intesita
lokal yang berbada dalam sebuah citra. Gradien adalah hasil pengukuran perubahan
dalam sebuah fungsi intesitas kontinu sebuah citra. Perubahan mendadak pada nilai
intesitas dalam suatu citra dapat dilacak menggunakan perkiraan diskrit pada
gradien. Gradien disini adalah kesamaan dua dimensi dari turunan pertama dan
didefinisikan sebagai vektor (Lusiana, 2013).
Ada beberapa metode yang terkenal dan banyak digunakan untuk
pendeteksi tepi didalam citra, yaitu operator robert, operator Prewitt dan operator
Sobel. Metode Sobel paling banyak digunakan sebagai pelacak tepi karena
kesederhanaan dan keampuhannya (Munir, 2004). Kelebihan dari metode ini adalah
kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.
Masing-masing metode deteksi memiliki sub metode yang cukup banyak, tetapi
metode deteksi citra yang baik adalah metode yang dapat mengeliminasi derau
(noise) yang semaksimal mungkin (Ballard dkk, 1982).
Deteksi tepi (edge detection) adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-
tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah untuk memperbaiki detail dari citra
yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra.
Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut
mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya (Ramdhani dan Murinto,
2013).
Deteksi tepi operator Sobel diperkenalkan oleh Irwin Sobel pada tahun
1970. Operator ini identik dengan bentuk matriks 3x3 atau jendela ukuran 3x3piksel
(Lusiana, 2013). Operator Sobel melakukan perhitungan secara 2D terhadap suatu
ruang didalam sebuah citra. Operator ini biasanya digunakan untuk mencari gardien
8
dari masing-masing piksel citra input yang telah dikonversi ke grayscale
sebelumnya.
Operator Sobel terdiri dari matriks 3x3 masing-masing adalah Gx dan Gy.
Matriks mask tersebut dirancang untuk memberikan respon secara maksimal
terhadap tepi obyek baik horizontal maupun vertikal. Mask dapat diaplikasikan
secara terpisah terhadap input citra. Operator Sobel menggunakan kernel operator
gradien 3 x 3, dengan koefisien yang telah ditentukan. Gx dan Gy dapat dinyatakan
sebagai berikut (Munir, 2004):
𝐺𝑥 = [−1 0 1−2 0 2−1 0 1
] 𝑑𝑎𝑛 𝐺𝑦
= [1 2 10 0 0
−1 −2 −1]
………………(2.1)
Kernel diatas dirancang untuk menyelesaikan permasalahan deteksi tepi
baik secara vertikal maupun horizontal. Penggunaan kernel-kernel ini dapat
digunakan bersamaan ataupun secara terpisah (Purnomo & Muntasa, 2010)
Untuk mendapatkan nilai maksimum dari operator sobel, proses
selanjutnya adalah dengan menghitung kekuatan tepi citra terhadap warna
kecerahannya dengan cara mencari nilai magnitude yang dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut (Munir, 2004):
𝑀 = √𝐺𝑥2 + 𝐺𝑦2………………………………...(2.2)
Karena menghitung akar adalah persoalaan rumit dan menghasilkan nilai
real, maka dalam mencari kekuatan tepi (magnitude) dapat disederhanakan
perhitungannya. Besarnya magnitude gradien dapat dihitung lebih cepat lagi
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Munir, 2004):
𝑀 = |𝐺𝑥| + |𝐺𝑦|………………………………….(2.3)
Operasi konvolusi bekerja dengan menggeser kernel piksel per piksel,
yang hasilnya kemudian disimpan dalam matriks baru. Konvolusi pertama
9
dilakukan terhadap piksel yang bernilai 1 (di titik pusat mask). Deteksi tepi dengan
operator sobel dapat ditunjukkan pada Gambar2.1.
Gambar 2. 1 Deteksi Tepi dengan Operator Sobel (Munir, 2004)
Keterangan:
(A) = Citra asli
(B) = Gx
(C) = Gy
(D) = Hasil Konvolusi
Dalam konvolusi terdapat dua kemungkinan yang jika ditemukan, diselesaikan
dengan cara berikut, yaitu (Munir, 2004):
1. Untuk hasil konvolusi menghasilkan nilai negativ, maka nilai tersebut dijadikan
0.
2. Jika hasil konvolusi menghasilkan nilai piksel lebih besar daripada nilai keabuan
maksimum, maka nilai tersebut dijadikan nilai keabuan maksimum.
Pada matriks sobel dengan kernel 3 x 3, terlihat bahwa tidak semua piksel
dikenai konvolusi yaitu baris dan kolom yang terletak di tepi citra (border). Hal ini
disebabkan karena piksel yang berada pada tepi citra tidak memiliki tetangga yang
lengkap sehingga rumus konvolusi tidak berlaku pada piksel seperti itu. Sebagai
contoh, konvolusi tidak mungkin dilakukan pada posisi A dan B. Untuk lebih
jelasnya dapat ditunjukkan pada Gambar 2.2.
10
Gambar 2. 2 Masalah pada Konvolusi (Kadir dan Susanto, 2013)
Masalah konvolusi pada piksel yang tidak mempunyai tetangga selalu
terjadi pada piksel-piksel pinggir kanan, kiri, atas, dan bawah. Solusi untuk masalah
ini adalah :
a. Abaikan piksel pada bagian tepi.
Oleh karena pada bagian tepi citra tetangga tidak lengkap, sehingga piksel pada
posisi tersebut tidak dikenai konvolusi. Sebagai konsekuensinya, citra yang tidak
mengalami konvolusi akan diisi nol atau diisi sesuai ada citra asal. Alternatif
lain, bagian yang tidak diikutkan dalam citra hasil. Akibatnya, ukuran citra hasil
mengecil.
b. Buat baris dan kolom tambahan pada bagian tepi.
Baris dan kolom ditambahkan pada bagian tepi sehingga proses konvolusi dapat
dilaksanakan. Dalam hal ini, baris dan kolom baru diisi dengan nol.
2.2.4.1 Ekstraksi Ciri
Ekstraksi ciri merupakan suatu pengambilan ciri / feature dari suatu objek,
kemudian digunakan sebagai parameter untuk membedakan antara objek satu
dengan lainnya pada tahapan identifikasi citra. Proses ini berkaitan dengan
kuantisasi karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang sesuai. Sehingga
mendapatkan informasi kuantitatif dari ciri yang dapat membedakan kelas-kelas
suatu objek. Dalam penelitian ini menggunakan 3 ciri yaitu mean (rerata), varian,
dan standar deviasi (std). (Ningrum , Kurniawan, & Hendiyanto , 2017).
11
1.2.4.2 Mean
Nilai rata-rata dari intesitas di dalam citra atau yang disebut dengan mean
merupakan fitur yang sangat umum dalam statistika sebagai nilai yang diharapkan
untuk mencirikan suatu citra dan perhitungannya tidak memputhukan pembentukan
matriks co-occurrence terlebih dahulu. Mean atau nilai rata-rata dari intesitas dapat
didefinisikan dengan Standar deviasi (Bustomi & Dzulfikar, 2014).
2.2.4.3 Varian
Varian dalah ukuran seberapa tersebarnya data. Varian yang rendah
menandakan data yang berkelompok dekat satu sama lain. Varian yang tinggi
menandakan data yang lebih tersebar. Rumus untuk mencari varian seperti pada
persamaan 2.5. (Bustomi & Dzulfikar, 2014)
𝑆2 =∑ (𝑋𝑖−�̅�)𝑛
𝑖=12
𝑛−1 ......................................................................................(2.5)
Keterangan:
𝑆2 : varian
Xi : nilai x ke-i
�̅� : rata-rata (mean)
n : jumlah data
2.2.4.4 Standart Deviasi
Standar deviasi dapat didefinisikan dengan pengukuran untuk pemyimpangan
standar yang konsisten untuk semua distribusi normal atau cerminan dari rata-rata
penyimpangan data dari mean (Bustomi & Dzulfikar, 2014).
2.2.4.4 Fitur Vector
Setelah melakukan ekstraksi ciri dari tembakau temanggung akan diperoleh
sebuah ciri dalam bentuk vektor. Ciri tersebut kemudian disimpan dalam database
yang digunakan sebagai acuan untuk proses pelatihan. Dari proses pelatihan akan
diperoleh bobot akhir. Pengenalan data uji dilakukan dengan membandingkan
bobot akhir dengan ciri data uji, kemudian mencari jarak terdekat untuk
menentukan kelasnya. ( Nilogiri, 2016).
2.2.5 Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan (artifical neural network) adalah sistem komputasi
yang arsitektur dan operasinya diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis
di dalam otak. Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari
otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak
12
manusia tersebut. Jaringan syaraf tiruan dapat digambarkan sebagai model
matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data
cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model jaringan
syaraf biologi (Sudarsono, 2016).
Model jaringan syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi,
analisis, prediksi dan asosiasi. Kemampuan yang dimiliki jaringan syaraf tiruan
dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa
contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan
output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik input yang diberikan
kepada jaringan syaraf tiruan.
Jaringan Syaraf Tiruan mampu mengenali dan meniru pola pemetaan dari
pasangan sinyal input dan output yang diberikan. Proses memberikan pasangan
input dan output pada sistem Jaringan Syaraf Tiruan (Neural network) disebut
sebagai proses pembelajaran. Umumnya, jika menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan
(Neural network), hubungan antara input dan output harus diketahui secara pasti
dan jika hubungan tersebut telah diketahui maka dapat dibuat suatu model. Hal lain
yang penting adalah proses belajar hubungan input/output dilakukan dengan
pembelajaran (Purnama, 2012)
JST telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematika dari aspek
kognitif manusia atau syaraf biologis, yaitu didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa:
a. Pemrosesan informasi terjadi pada elemen-elemen yang disebut neuron.
b. Sinyal-sinyal merambat di antara neuron melalui interkoneksi.
c. Setiap interkoneksi memiliki bobot yang bersesuaian yang pada kebanyakan
jaringan syaraf berfungsi untuk mengalikan sinyal yang dikirim.
d. Setiap neuron menerapkan fungsi aktifasi (biasanya tidak linear) pada masukan
jaringan untuk menentukan sinyal keluarannya.
2.2.6 Metode Learning Vector Quantiztion
Learning Vector Quantization (LVQ) adalah metode dalam Jaringan Syaraf
Tiruan untuk melakukan pembelajaran terhadap layer yang supervised. Metode
klasifikasi pola dengan setiap unit-keluaran mewakili satu kelas tertentu atau satu
kategori tertentu. Digunakan vektor acuan (Vector Reference/Codebook). Vektor
bobot dari satu unit keluaran yang menjadi acuan bagi kelas/kategori yang diwakili
oleh keluaran tersebut. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan
mengelompokkan vektor input berdasarkan kedekatan jarak vektor input terhadap
bobot (metode kuadrat jarak Euclidean minimum).
13
Learning Vector Quantization (LVQ) merupakan suatu metode untuk
melakukan pembelajaran pada lapisan kompetitif yang terawasi. Suatu lapisan
kompetitif akan secara otomatis belajar untuk mengklasifikasikan vektor-vektor
input. Kelas-kelas yang didapatkan sebagai hasil dari lapisan kompetitif ini hanya
tergantung pada jarak antara vektor-vektor input. Jika dua vektor input mendekati
sama, maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor input tersebut ke
dalam kelas yang sama. Tujuan dari algoritma ini adalah untuk mendekati distribusi
kelas vektor untuk meminimalkan kesalahan dalam pengklasifikasian.
(Kusumadewi, 2003).
Adapun arsitektur algotitma Learning Vector Quantization dapat dilihat
pada Gambar 2.3 Arsitektur Learning Vector Quantization
Gambar 2. 3 Arsitektur Learning Vector Quantization (Kusumadewi, 2003)
14
Algoritma diusulkan oleh Kohonen pada tahun 1986 sebagai perbaikan dari
Vector Quantization. Model pembelajaran LVQ dilatih secara signifikan agar lebih
cepat dibandingkan algoritma lain seperti Back Propagation Neural Network. Hal
ini dapat meringkas atau mengurangi dataset besar untuk sejumlah kecil vektor.
berikut ini adalah algoritma dari Learning Vector Quantizarion (LVQ).
1. Tetapkan bobot (W) dan maksimum epoch, learning rate, error yang diharapkan
2. Masukan input yang terdiri dari data input x(m,n) dan targetT(1,n)
3. Tetapkan kondisi awal (epoch=0), error yang diharapkan=1
4. Bisa dilanjutkan apabila (epocheps)
- epoch=epoch +1
- kerjakan untuk i=1 sampai n
- tentukan j sedemikian rupa sehingga ||x-wj|| minimum sebut dengan Ci
- Perbaiki wj dengan ketentuan
- jika T=C maka
wj(baru)=wj(lama)+learningrate(x-wj(lama)) .............. (2.5)
- jika T!=C maka
wj(baru)=wj(lama)-learningrate(x-wj(lama)) ............... (2.6)
- mengurangi learning rate
top related