bab ii penelitian
Post on 09-Dec-2015
14 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tempurung Kelapa
Pohon kelapa atau sering disebut pohon nyiur biasanya tumbuh pada daerah
atau kawasan tepi pantai. Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung,
kulit daging (testa), daging buah, air kelapa dan lembaga. Buah kelapa yang sudah
tua memiliki bobot sabut (35%), tempurung (12%), endosperm (28%) dan air
(25%) (Setyamidjaja, D., 1995). Tempurung kelapa adalah salah satu bahan
karbon aktif yang kualitasnya cukup baik dijadikan arang aktif. Bentuk, ukuran
dan kualitas tempurung kelapa merupakan hal yang harus diperhatikan dalam
pembuatan arang aktif. Kualitas tempurung kelapa dan proses pembakaran sangat
menentukan rendemen karbon aktif yang dihasilkan.
Secara fisologis, bagian tempurung merupakan bagian yang paling keras
dibandingkan dengan bagian kelapa lainnya. Struktur yang keras disebabkan oleh
silikat (SiO2) yang cukup tinggi kadarnya pada tempurung kelapa tersebut. Berat
dan tebal tempurung kelapa sangat ditentukan oleh jenis tanaman kelapa. Berat
tempurung kelapa ini sekitar (15 – 19) % dari berat keseluruhan buah kelapa,
sedangkan tebalnya sekitar (3 – 5) mm.
Gambar 2.1. Tempurung Kelapa
Dari segi kualitas, tempurung kelapa yang memenuhi syarat untuk dijadikan
bahan arang aktif adalah kelapa yang benar-benar tua, keras, masih utuh dan
dalam keadaan kering. Untuk membuat arang aktif yang benar-benar berkualitas,
tempurung kelapa harus bersih dan terpisah dari sabutnya. Sedangkan untuk
mengetahui kualitas yang baik dari arang tempurung kelapa, pembakarannya
menghasilkan arang yang tampak hitam, mengkilap, utuh, keras dan mudah
dipatahkan. (Mecoho, 2009).
Komposisi atau kandungan zat yang terdapat dalam tempurung kelapa dapat
dilihat pada tabel berikut ini: Tempurung kelapa memiliki kadar air mencapai ± 8,
jika dihitung berdasarkan berat kering atau setara dengan 12% dari berat kelapa.
Sedangkan abu merupakan komposisi terendah yang terdapat pada tempurung
kelapa.
Tabel 1. Komposisi Tempurung Kelapa No. Komposisi Presentase (%)1 Lignin 29,402 Pentosan 27,703 Selulosa 26,604 Air 8,005 Solvent Ekstraktif 4,206 Uronat Anhidrat 3,507 Abu 0,608 Nitrogen 0,10
(Sumber : Ibnusantoso, G., 2001)
B. Asap Cair (LVM)
Asap cair merupakan salah satu hasil pirolisis tanaman atau kayu pada suhu
sekitar 400ºC (Soldera, 2008). Penggunaan asap cair mempunyai banyak
keuntungan dibandingkan metode pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah
diaplikasikan, proses lebih cepat, memberikan karakteristik yang khas pada
produk akhir berupa aroma, warna, dan rasa, serta penggunaannya tidak
mencemar lingkungan (Pszczola 1995). Selain itu, beberapa senyawa toksik,
terutama Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH) yang dihasilkan dari proses
pembakaran lebih mudah dikontrol (Guillen, dkk. 2000; Hattula, dkk. 2001;
Simko, 2002).
Pirolisis tanaman atau kayu dapat menghasilkan senyawa kimia yang
kompleks. Senyawa kimia yang kompleks tersebut mengandung berbagai
kelompok senyawa dan beberapa metode pemisahan telah banyak dilakukan untuk
memisahkan komponen senyawa tersebut berdasarkan polaritas, tingkat
keasaman, dan volatilitas (Putnam, dkk. 1999).
Beberapa penelitian telah melaporkan potensi mutagenik senyawa kimia
hasil pirolisa (Braun, dkk. 1987) melaporkan bahwa senyawa kimia dalam ekstrak
asap kayu bersifat mutagenik pada kelenjar limpa manusia, tetapi tidak
mempunyai potensi mutagenik dalam pengujian menggunakan bakteri (Putnam,
dkk. 1999) melaporkan bahwa asap kayu bersifat mutagenik terhadap Salmonella.
Potensi mutagenik dari senyawa kimia hasil pirolisis sangat dipengaruhi oleh
bahan atau jenis kayu yang digunakan dan metode yang digunakan untuk
menghasilkan senyawa kimia tersebut.
Meskipun potensi mutagenik dari asap kayu telah dilaporkan, tetapi belum
ada studi tentang toksisitas dari asap cair, terutama asap cair yang berasal dari
hasil pirolisis tempurung kelapa. Penelitian mengenai toksisitas dari asap cair ini
sangat penting mengingat saat ini asap cair telah digunakan secara komersial oleh
industri pangan (Guillen, dkk. 1995; Guillen dan Manzanos, 1997; Guillen dan
Ibargoitia, 1998; Soldera, dkk. 2008).
Asap cair tempurung kelapa merupakan hasil kondensasi asap tempurung
kelapa melalui proses pirolisis pada suhu sekitar 400ºC. Asap cair mengandung
berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam organik, alkohol dan
ester (Guillen, dkk. 1995; Guillen, dkk. 2000; Guillen, dkk. 2001). Berbagai
komponen kimia tersebut dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba
serta memberikan efek warna dan citarasa khas asap pada produk pangan
(Karseno, dkk. 2002). Namun, salah satu komponen kimia lain yang dapat
terbentuk pada pembuatan asap cair tempurung kelapa adalah Polycyclic
Aromatic Hydrocarbons (PAH) dan turunannya. Beberapa diantara komponen
tersebut bersifat karsinogenik (Stolyhwo dan Sikorski, 2005). Benzo[a]pyrene
merupakan salah satu senyawa PAH yang diketahui bersifat karsinogenik dan
biasa ditemukan pada produk pengasapan (Guillen, dkk. 1995; Guillen, dkk. 2000;
Kazerouni, dkk. 2001; Stolyhwo dan Sikorski, 2005).
Kandungan benzo[a]pyrene pada asap cair juga sangat rendah, bahkan
menurut (Guillen, dkk. 2000) penggunaan asap cair memungkinkan untuk
menghasilkan produk asap yang tidak mengandung benzo[a]pyrene dan senyawa
karsinogenik lainnya. Faktor yang menyebabkan terbentuknya senyawa PAH
adalah suhu pengasapan dan benzo[a]pyrene tidak terbentuk jika suhu pirolisis
dibawah 425ºC (Guillen, dkk. 2000; Stolyhwo & Sikorski, 2005).
Selain studi tentang toksisitas, keamanan dari asap cair tersebut tidak
terlepas dari komposisi senyawa kimia yang terkandung di dalamnya. Asap cair
yang berasal dari bahan baku berbeda dan metode pirolisis yang berbeda, akan
menghasilkan komponen kimia yang berbeda (Guillen, dkk. 1995; Guillen dan
Ibargoitia, 1998; Guillen, dkk. 2001). Komposisi dari asap cair sangat kompleks
dan terdiri dari komponen yang berasal dari kelompok senyawa kimia yang
berbeda, seperti aldehid, keton, alkohol, asam, ester, turunan furan dan pyran,
turunan fenolik, hidrokarbon, dan nitrogen (Soldera, dkk. 2008).
Asap merupakan dipersi uap dalam udara yang dihasilkan dari proses
distilasi kering atau pirolisa biosama seperti kayu, kulit kayu, tempurung, sabut,
bambu, daun, dan lain sebagainya. Proses pirolisa ini berjalan secara bertahap
diawali dari tahap pertama penghilangan asap cair biosama pada suhu 120 º-150ºC,
diikuti tahap kedua pirolisa hemiselulosa pada suhu 150º-200ºC, kemudian tahap
ketiga proses pirolisa selulosa pada suhu 250º-300ºC, dilanjutkan tahap keempat
proses pirolisa tignin pada suhu 400ºC. Pada tahap lebih lanjut proses pirolisa
akan menghasilkan senyawa-senyawa baru hasil pirolisa produk kondensasi
seperti fenol, tar, dan senyawa Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) yang
terjadi pada suhu >500ºC (Girrard, 1992; Young Hun-Park, dkk., 2008).
C. Komponen dan Senyawa Penyusun Liquid Volatile Matter
Asap cair memiliki banyak manfaat, sebenarnya ada kandungan apa dalam
asap cair tersebut. berikut komponen-komponen penyusun asap cair yang
meliputi:
1. Senyawa-Senyawa Fenol
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam
asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992),
kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa
jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan
siringol. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya
hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus
hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-
gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987).
2. Senyawa-Senyawa Karbonil
Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan
dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma
karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara
lain adalah vanilin dan siringaldehida.
3. Senyawa-Senyawa Asam
Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan
membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam
asetat, propionat, butirat dan valerat.
4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses
pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan
senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard,
1992).
Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA
selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis,
waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara
dalam kayu.
Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya
partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses
tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.
5. Senyawa benzo(a)pirena
Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310oC dan dapat menyebabkan
kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses
yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).
Hemiselulosa tersususn dari pentosan (C5H8O4) dan heksosan (C6H10O5).
Pirolisa pentosan akan menghasilkan furfural, furan, dan derivatnya bersama-
sama dengan rantai yang panjang asam karboksilat sedangkan pirolisa heksosan
bersama-sama dengan selulosa membentuk asam asctat dan homolognya (Girrard,
1992; Young Hun-Park, dkk., 2008).
Selulosa merupakan rantai panjang lurus molekul gula atau polisakarida
yang tersusun dari unit glukosa sebagai polimer selulosa. Pirolisa selulosa tahap
pertama menghasilkan glukosa, dan reaksi kedua adalah pembentukan asam asetat
dan homolognya bersama-sama dengan air dan kadang-kadang bersama-sama
lignin membentuk furan dan fenol.
Lignin terdiri dari sistem aromatik tang tersusun atas unit-unit fenilpropana.
Pirolisa lignin cikup penting karena menghasilkan flavor yang dihasilkan oleh
adanya senyawa-senyawa derivat yang termasuk fenol dan ester fenolik seperti
guaikol dan siringol bersama-sama dengan homolog dan derivatnya.
Dari hasil pirolisa hemiselulosa, selulosa dan lignin tersebut didapatkan
lebih dari 400 senyawa, diantara senyawa-senyawa tersebut terdapat 48 jenis
asam, 21 jenis alcohol, 131 jenis karbonil, 22 jenis ester, 46 jenis furan, 16 jenis
keton, dan 71 jenis fenol (Maga, 1988).
D. Pirolisis
Pirolisis adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses pirolisis dimulai
pada temperatur sekitar 230 °C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal,
dan volatile matters pada sampah akan pecah dan menguap bersamaan dengan
komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan polyaromatic
hydrocarbon. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu gas (H2, CO,
CO2, H2O, dan CH4), tar (pyrolitic oil), dan arang. Parameter yang berpengaruh
pada kecepatan reaksi pirolisis mempunyai hubungan yang sangat kompleks,
sehingga model matematis persamaan kecepatan reaksi pirolisis yang
diformulasikan oleh setiap peneliti selalu menunjukkan rumusan empiris yang
berbeda (Trianna dan Rochimoellah, 2002). Selain itu, plastik merupakan polimer
yang berat molekulnya tidak bisa ditentukan, ataupun dihitung. Karena itu,
kecepatan reaksi dekomposisi didasarkan pada perubahan massa atau fraksi massa
per satuan waktu. Produk pirolisis selain dipengaruhi oleh suhu dan waktu, juga
oleh laju pemanasan.
Pyrolisis dapat juga di bedakan berdasarkan presentase produk yang di
hasilkan, yang di tunjukkan pada tabel 4 berikut.
Tabel 2. Presentase produk dari jenis pyrolisis (Stefan Kzernick, 2002)Jenis pyrolisis Produk
Liquid (%) Tar (%) Gas (%)Fast pyrolisis 75 12 13Karbonasi 30 35 35Gasifikasi 5 10 85
Prinsip dasar dari proses fast-pyrolisis ini adalah degradasi ikatan kimia
pada umpan yang terjadi akibat pemanasan yang cepat (dengan temperatur tinggi)
tanpa kehadiran oksigen. Struktur asli dari umpan akan mengalami
perengkahansehingga terbentuk beberapa fragmen yang terdapat pada fasa cair,
gas atau padat.
Perengkahan struktur tersebut dapat di lihat pada gambar 2.3 berikut :
Gambar 2.2 Perengkahan struktur bahan pada pyrolisis (Wolter Prins, 2009)
Dari hasil perengkahan stuktur umpan tersebut, maka dihasilkan senyawa-
senyawa tertentu pada biooil (fenol, air, levoglucosan, hidrosiaksetaldehida), gas
(metana, hidrogen, karbonmonoksida), dan arang (cincin aromatik dan lain-lain).
Parameter-parameter yang mempengaruhi produk pyrolisis adalah
temperatur, laju alir gas inert, dan ukuran partikel umpan masuk (AV Bridgwater,
1999). Selain itu, komposisi kandungan kimia penyusun biomassa (seperti
kandungan lignin, selulosa, kandungan air, dan kandungan abu) juga akan
menghasilkan produk yang bervariasi. Misalnya, jika biomassa mengandung
banyak lignin, maka produk yang dihasilkan mengandung banyak unsur fenol.
Apabila banyak mengandung banyak selulosa maka akan semakin tinggi
kemungkinan di hasilkannya biooil. Kandungan air umpan biomassa akan
mempengaruhi nilai kalor dari biooil dimana semakin tinggi kandungan airnya
maka akan semakin rendah nilai kalor yang di hasilkan. Sementara itu apabila
semakin tinggi kadar abunya maka akan produksi arang akan tinggi pula.
Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya berdasarkan tabel 2.4 pyrolisis
merupakan salah satu teknologi yang dipakai untuk mendapatkan LVM (biooil).
Pyrolisis ini akan menghasilkan biooil hingga 80% (Kzernick, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pirolisis adalah :
a. Waktu
Waktu berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan. Karena, semakin
lama waktu proses pirolisis berlangsung. produk yang dihasilkannya (residu
padat, tar, dan gas) makin naik. Kenaikan itu sebatas sampai dengan waktu tak
hingga yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan hasil padatan residu, tar, dan
gas mencapai konstan.
b. Suhu
Suhu sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan, suhu makin tinggi
nilainya konstanta dekomposisi termal makin besar akibatnya laju pirolisis
bertambah dan konversi naik. Pada proses pirolisis suhu rendah (<700) dimulai
pada suhu antara 225-2750C (Bilbao and Salvador, 1995). Untuk itu, variasi
percobaan agar reaksi pirolisis benar - benar telah terjadi maka diambil kisaran
suhu yaitu 400-700oC.
Gambar 2.3 gambar skema alat pirolisis
Keterangan:
1. Tabung gas
2. Nozzle tabung
3. Pengukur berat bahan
4. Reaktor pirolisis
5. Pemanas reaktor
6. Wadah penampung arang
7. Termocouple
8. Kondensor
9. Kipas pengisap
10. Wadah penampung asap cair
Berdasarkan gambar 2.3 diatas, proses pirolisis biomassa secara ringkas di
mulai dengan memasukkan sampel kedalam reaktor pirolisis dan di tutup rapat.
Reaktor kemudian di panaskan. Setelah reaktor di panaskan, maka akan ada
destilat yang keluar dari reaktor yang ditampung dalam dua wadah. Wadah
pertama yaitu untuk fraksi berat (tar) dan wadah kedua untuk menanpung fraksi
ringan (LVM). Fraksi ringan ini diperoleh setelah di lewatkan pada kondensor.
Kondensor digunakan pada proses kondensasi uap untuk menghasilkan produk
cair. Pendinginan yang cepat juga akan mempengaruhi kualitas produk cair yang
di peroleh.
Untuk kondisi operasi proses pyrolisis, pada temperatur dibawah 300oC,
maka reaksi yang dominan adalah dehidrasi. Disini akan banyak di hasilkan gas
CO2 air, dan CO. Produk utama ynag dihasilkan adalah arang. Pada temperatur
diatas 400oC, terjadi depolimerisasi yang menghasilkan levoglucosan. Pemanasan
yang tinggi mengakibatkan reaksi dehidrasi sangat kecil terjadi sehingga hasil
utamanya berupa cair.
Mekanisme reaksi pada proses pyrolisis ini berbeda pada setiap
komponennya untuk menghasilkan produk yang beragam. Prinsip kerja dari
pirolisis adalah mengubah komponen zat kimia yang terkandung pada bahan
melalui proses pemanasan dengan menggunakan sedikit oksigen. Apabila jumlah
oksigen terlalu banyak pada saat pirolisis maka akan terjadi pembakaran
sempurna. Prinsip fisika yang terjadi pada proses pirolisis adalah konversi panas
pada reaktor pirolisis yang tertutup yang menyebabkan adanya uap air.
E. Transfer Panas
Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran
kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur
lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas
ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.
Dalam industri pangan ada proses yang dapat dimasukkan ke dalam industri
proses yang berkelanjutan (steady state) dan proses unsteady state atau yang
sering disebut sebagai batch system. Dalam proses steady state tersebut kondisi
disetiap titik selalu tetap, meskipun dalam waktu yang berbeda. Contohnya proses
dalam bejana atau tangki dan lain sebagainya (Winarno, 2007).
Mekanisme panas sangat tergantung dengan sifat bahan pangan secara alami
dan hal itu tunduk pada fenomena energi. Dengan peningkatan pemberian energi
pemasakan menyebabkan pergerakan molekul akan terjadi lebih cepat.
Mekanisme molekuler, energi knetik molekul sesuai dengan energi yang diserap.
Panas ditransfer bila molekul yang bergerak cepat menabrak molekul lain yang
lebih lambat. Pada kondisi tersebut dua peristiwa yang secara serentak terjadi
sekaligus, yaitu molekul bergerak cepat saat menabrak molekul lain akan
kehilangan energi dan molekul lain yang bergerak lambat setelah tertabrak akan
menerima tambahan energi. Jadi mekanisme heat transfer molekuler merupakan
manifestasi energi panas dalam sekelompok molekul (kern 1950)
(http://yanuwarti.blogspot.com).
Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke
tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut.
Perpindahan panas dapat berlangsung dengan beberapa cara seperti:
1. Konduksi
Merupakan proses transpor panas dari daerah bersuhu tinggi ke daerah
bersuhu rendah di dalam medium (padat, cair, gas) atau antara medium yang
bersinggungan langsung.
2. Konveksi
Merupakan proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi
panas, penyimpan energi dan proses mencampur. Proses ini terjadi pada
permukaan padat, cair dan gas.
3. Radiasi
Merupakan proses transport panas dari benda bersuhu tinggi ke benda
bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam suatu ruangan bahkan bila
terdapat suatu ruang hampa diantara benda-benda tersebut.
(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-syamsudinr-5219-2-
bab2.pdf).
F. Kondensasi
Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud
yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika
uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap
dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami
kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari
uap disebut kondensat.
Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan (evaporasi)
dan merupakan proses eksothermik (melepas panas). Air yang terlihat di luar
gelas air yang dingin di hari yang panas adalah kondensasi.
Molekul air mengambil sebagian panas dari udara. Akibatnya, temperatur
atmosfer akan sedikit turun. Di atmosfer, kondensasi uap airlah yang
menyebabkan terjadinya awan. Molekul kecil air dalam jumlah banyak akan
menjadi butiran air karena pengaruh suhu, dan tapat turun ke bumi menjadi hujan.
Inilah yang disebut siklus air.
Gambar 2.4. Gambar siklus air
Uap air di udara yang terkondensasi secara alami pada permukaan yang
dingin dinamakan embun. Uap air hanya akan terkondensasi pada suatu
permukaan ketika permukaan tersebut lebih dingin dari titik embunnya, atau uap
air telah mencapai kesetimbangan di udara, seperti kelembapan jenuh. Titik
embun udara adalah temperature yang harus dicapai agar mulai terjadi kondensasi
di udara. (http://versesofuniverse.blogspot.com).
F. Gas Kromatografi
Kromatografi gas (GC) adalah jenis umum dari kromatografi yang
digunakan dalam kimia analitik untuk memisahkan dan menganalisis senyawa
yang dapat menguap tanpa dekomposisi. GC dapat digunakan untuk pengujian
kemurnian zat tertentu, atau memisahkan komponen yang berbeda dari campuran
(jumlah relatif komponen tersebut juga dapat ditentukan). GC dapat digunakan
dalam mengidentifikasi suatu senyawa.
Kromatografi gas, berdasarkan fasa gerak dan fasa diamnya merupakan
kromatografi gas-cair. Dimana fasa geraknya berupa gas yang bersifat inert,
sedangkan fasa diamnya berupa cairan yang inert pula, dapat berupa polimer
ataupun larutan. Adapun gambaran umum dari GC adalah sebagai berikut :
Gambar 2.5. Skema Peralatan Kromatografi Gas
Cara kerja alat:
1. Sebelum dioperasikan, instrument diperiksa; apakah kolomnya sudah sesuai
yang diinginkan. Apakah septum di injection port masih baik atau tidak
bocor. Apakah detector sudah terpasang sesuai yang dikehendaki, dll.
2. Aliran gas dimulai dengan kecepatan alir yang rendah dengan membuka
katup utama dan sekunder pada tangki gas pembawa hingga menunjukkan
jarum 15 psi, ini memungkinkan aliran gas pembawa 2-5 ml/menit untuk
kolom paking atau 0,5 ml/menit untuk kolom kapiler. Selanjutnya diperiksa
ada tidaknya kebocoran gas pada sambungan ke kolom dan keluar kolom
menggunakan semprotan sabun.
3. Kolom dipanaskan hingga suhu awal yang dikehendaki, suhu detector diatur
10-25ºC lebih tinggi dari suhu kolom, demikian juga injection port.
4. Kecepatan (laju) aliran gas kemudian dinaikkan hingga 25-30 ml/menit
kolom paking kolom hingga dicapai kecepatan alir gas optimum.
5. Bila digunakan detector ionisasi nyala perlu diperhatikan adanya gas hidrogen
dan udara yang mengalir ke detector tersebut.
6. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap, volume sampel yang
diinjeksikan tergantung jenis detector yang digunakan. (TCD≥ 10 μl, FID = 1-
10μ l, BCD = 0,1-5 μl, dengan micro syringe). Selama elusi yaitu selama
perjalanan sampel dari injection port hingga detector, jika suhu kolom
dipertahankan tetap, maka elusi demikian disebut Elusi isothermal.
Sedangkan Elusi dengan suhu terprogram (temperature programming) adalah
senyawa elusi suhu kolom diatur naik bertahap dengan kecepatan tertentu,
atau diatur naik pada suhu tertentu kemudian dan ditahan suhunya (linear dan
kenaikkan divariasikan).
7. Signal dari detector ini akan direkam sebagai kromatogram pada rekorder
sederhana atau yang diolah mikroprosesor ditampilkan pada layar monitor.
Pada kromatogram yang ditampilkan oleh mikroprosesor sekaligus dapat
diketahui tiap komponen.
(http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/05/gas-chromatography-gc.html)
top related