bab ii magang apotek
Post on 25-Jul-2015
901 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Apotek
1. Definisi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, apotek merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan
kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Anonim, 2009).
Sarana dan prasarana di apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, apotek harus memiliki sarana prasarana meliputi yang
meliputi ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, tempat untuk mendisplai
informasi bagi pasien termasuk penempatan brosur atau materi informasi,
ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan
kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien, ruang racikan,
keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien (Anonim, 2004).
2. Tugas dan Fungsi Apotek
Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah rnengucapkan
sumpah jabatan.
4
5
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farrmasi yang harus mendistribusikan obat yang
diper1ukan masyarakat secara meluas dan merata.
d. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya
kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya (Syamsuni, 2006).
3. Visi dan Misi Apotek
Visi adalah sebuah impian atau cita-cita yang akan diperoleh pada masa
depan. Fungsi diperlukannya visi di dalam suatu apotek adalah:
a. Untuk memberikan arah kemana organisasi atau apotek harus menuju.
b. Untuk memberikan landasan motivasi.
c. Untuk menjadi landasan moral dan perilaku bagi setiap karyawan dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya.
Misi adalah tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai impian
pemiliknya. Fungsi diperlukannya misi adalah sebagai landasan utama dalam
membuat rencana bisnis apotek, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang (Umar, 2004).
4. Peran Apotek
Salah satu peranan apotek yaitu sebagai lembaga informasi obat baik
kepada rekan sejawat, tenaga kesehatan, maupun masyarakat umum tentang
efek manfaat dan toksik sediaan tertentu serta cara penggunaan atau
pemanfaatan dari alat kesehatan. Pemberian informasi kepada pasien atau
masyarakat dapat membangun suatu hubungan yang baik sehingga mengurangi
6
dan menghindarkan kemungkinan terjadinya kesalahan penyerahan obat (Umar,
2004).
B. Tenaga Kefarmasian dan Kompetensinya
Dalam menetapkan struktur organisasi sebuah apotek, dapat disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan dan besarnya volume aktivitas apotek, sehingga untuk
apotek yang volume aktivitasnya masih kecil dapat menggunakan bentuk struktur
organisasi yang lebih sederhana dengan melakukan perangkapan fungsi kegiatan,
selama resiko kerugian dapat dihindari dan dapat dikendalikan. (Umar, 2004).
Tenaga kefarmasian yang dimaksud pada PP No. 51 tahun 2009 terdiri atas:
1. Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan atau tenaga
teknis kefarmasian (Anonim, 2009).
Apoteker bertanggung jawab dalam pengelolaan apoetek dan apoteker
dalam pengolaannya harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi
antarprofesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, belajar sepanjang karir dan
membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan (Anonim, 2004).
7
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 yang dimaksud
dengan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi,
dan tenaga menengah farmasi atau asisten apoteker.
Kewajiban asisten apoteker adalah sebagai berikut:
a. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani
penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter.
b. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang
diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman dan
rasional atas permintaan masyarakat.
c. Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan identitas serta data
kesehatan pribadi pasien
d. Melakukan pengelolaan apotek meliputi:
1) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi
lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.
e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
8
C. Pekerjaan Kefarmasian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, menyebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi
a. Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan
yang terjadi di masyarakat, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis obat,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbarui standar obat.
b. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode
yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan. Perencanaan dilakukan dengan pengumpulan data-data obat yang
akan dipesan, dari buku defecta, peracikan maupun gudang, termasuk obat-obat
baru yang ditawarkan oleh supplier. Proses ini dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode sebagai berikut:
1) Metode Morbiditas, adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk
beban kesakitan (morbidity lead) yang harus dilayani.
9
2) Metode Konsumsi, adalah perhitungan kebutuhan obat didasarkan pada
data riil konsumsi obat periode yang lalu. Penyesuaian jumlah kebutuhan
obat dengan alokasi dana dilakukan menggunakan metode sebagai berikut:
a) Sistem VEN, yaitu analisis menggunakan obat berdasarkan dampak
tiap jenis obat terhadap kesehatan, terbagi dalam tiga kelompok:
(1) Kelompok V (vital) adalah obat-obatan yang sangat esensial, antara
lain : obat penyelamat (live saving drug), obat-obatan untuk
pelayanan kesehatan pokok (misal: vaksin) dan obat-obatan untuk
mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian besar.
(2) Kelompok E (essensial) adalah obat-obatan yang bekerja kausal
yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
(3) Kelompok N (non essensial) adalah obat-obatan penunjang, yaitu
obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.
b) Analisis ABC, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara
mengelompokkan jumlah dana yang diserap untuk setiap jenis obat
dalam tiga kelompok:
(1) Klasifikasi A, merupakan butir persediaan yang mewakili 15% dari
total persediaan, tetapi mewakili 70-80% dari total biaya persediaan.
(2) Klasifikasi B, merupakan butir persediaan yang mewakili 30% dari
total persediaan, tetapi mewakili 15-25% dari total biaya persediaan.
10
(3) Klasifikasi C, merupakan butir persediaan yang mewakili 55% dari
total persediaan, tetapi mewakili 5% dari total biaya persediaan
(Anonim, 1990).
c. Pengadaan atau Pembelian
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan
sediaan farmasi dan sumbangan atau hibah. Pengadaan sediaan farmasi harus
dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat sediaan farmasi. Tujuan
pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak,
dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses
berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mengamati
daftar perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-
masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih
metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja,
memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta
menyimpan kemudian mendistribusikan.
Macam-macam cara pengadaan yang dilakukan di apotek antara lain:
1) Pengadaan secara spekulasi, dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari
kebutuhan untuk mengantisipasi akan adanya kenaikan harga dalam waktu
dekat atau karena ada diskon atau bonus untuk pembelian jumlah besar.
11
2) Pengadaan terencana, berkaitan dengan pengendalian persediaan barang
yang dilakukan dengan cara membandingkan jumlah pengadaan dengan
penjualan tiap kurun waktu.
3) Pengadaan secara intuisi, dilakukan pada sediaan farmasi yang
diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan dalam kurun waktu
tertentu, misalnya karena adanya pengaruh wabah suatu penyakit.
4) Konsinyasi, yaitu pemilik barang menitipkan barang kepada apotek.
Apotek hanya membayar barang yang terjual, sedangkan sisanya dapat
diperpanjang masa konsinyasinya. Cara seperti ini biasanya dilakukan pada
produk baru.
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah
untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik
spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan. Pada penerimaan barang
petugas yang menerima harus mencococokkan barang dengan faktur dan Surat
Pesanan (SP). Barang harus diperiksa jumlah, Expired Date (ED), jenis,
bentuk sediaan, nomor batch dan harga satuan (Anonim, 2004).
e. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
12
sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.
Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik
dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang
jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan
tanggal kadaluwarsa. Semua obat harus disimpan pada kondisi sesuai, layak,
dan menjamin kestabilan bahan (Anonim, 2004).
f. Penyaluran
Pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan
farmasi harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan
oleh Mentri dan wajib dicatat oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam
fasilitas distribusi atau penyaluran (Anonim, 2009). Pengeluaran obat memakai
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First In First Out) (Anonim,
2004).
g. Administrasi
Administrasi yang dilakukan apotek antara lain:
1) Administrasi Umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika, dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
13
2) Administrasi Pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan
hasil monitoring penggunaan obat (Anonim, 2004).
h. Pengelolaan Obat Rusak dan Kadaluarsa
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan terhadap
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang :
1) Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.
2) Telah kadaluwarsa.
3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan ayau
kepentingan ilmu pengetahuan.
4) Dicabut ijin edarnya.
5) Berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat
kesehatan.
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh
badan usaha yang memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi dan
alat kesehatan, dan atau orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan
dan atau pemerintah. Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
dilaksanakan dengan memperhatikan dampak tehadap kesehatan manusia
serta upaya pelestarian lingkungan hidup.
Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilaporkan
kepada Menteri. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
sekurang–kurangnya harus memuat keterangan waktu dan tempat
pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, nama
14
penanggung jawab pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan,
nama satu orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
alat kesehatan (Anonim, 1998).
i. Pengelolaan Narkotika
Menurut UU No. 22 tahun 1997 narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetik maupun semi sintetik
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan
rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pengaturan narkotika
menurut pasal 3 bertujuan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau
pengembangan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan
narkotika, serta memberantas peredaran gelap narkotika.
Pengelolaan narkotika meliputi:
1) Pemesanan Narkotika
Apotek mendapatkan obat narkotika dari PBF yaitu Kimia Farma
dengan jalan menulis dan mengirimkan surat pesanan narkotika. Dalam satu
surat pesanan hanya dapat digunakan untuk satu nama obat, narkotika hanya
dapat dipesan pada PBF resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Surat pesanan
ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek kemudian dikirim ke PBF yaitu
Kimia Farma.
15
2) Penyimpanan Narkotika
Narkotika di apotek wajib disimpan secara khusus. Sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam peraturan perundang-
undangan No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang tata cara penyimpanan
narkotika, bahwa :
a) Apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika.
b)Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus dan tidak boleh
menyimpan barang selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri
Kesehatan.
c) Anak kunci lemari khusus dikuasai penanggungjawab atau pegawai lain
yang dikuasakan.
d)Lemari khusus harus ditaruh di tempat aman dan tidak terlihat oleh
umum. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
(1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat dengan
ukuran 40x80x100 cm3.
(2) Harus mempunyai kunci yang kuat.
(3) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian
pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidine dan garam-
garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan
untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
(4) Lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai (Anonim,
1978).
16
3) Pelaporan Narkotika
Menurut Undang-Undang No. 22 pasal 11 ayat 2 tahun 1997, apotek
wajib menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan
dan atau pengeluaran narkotika yang ada di dalam penguasaannya kepada
Kepala Dinkes Daerah Tingkat I setempat dengan tembusan Kepala Dinkes
Tingkat II setempat, Kepala BPOM Provinsi setempat dan sebagai Arsip
(Anonim, 1997).
4) Pelayanan Resep Narkotika
Pelayanan resep yang mengandung narkotika menurut Undang-Undang
No. 22 tahun 1997 Tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika hanya
digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan, narkotika
dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep
dokter, apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan
resep dokter. Resep narkotika harus digaris bawah dengan tinta merah. Resep
tersebut harus dipisahkan dengan resep lainnya dan dicatat di buku khusus
dengan catatan narkotika. Pencatatan meliputi tanggal, nomor resep, tanggal
pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat pasien, nama dan alamat dokter
penulis resep. Resep narkotika tidak boleh ada pengulangan, ditulis nama
pasien (tidak boleh dipakai untuk dokter), alamat pasien dan aturan pakai yang
jelas.
5) Pemusnahan Narkotika
Pemusnahan narkotika di apotek dalam UU RI No. 22 tahun 1997 pasal
60, dilakukan apabila narkotika diproduksi tanpa memenuhi standar dan
17
persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam produksi,
kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta berkaitan dengan tindak
pidana.
Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 9 mengatur tentang
pemusnahan narkotika karena sebab diatas, yaitu : dilaksanakan oleh APA
dengan disaksikan oleh petugas Dinkes Kabupaten atau Kota serta membuat
berita acara pemusnahan yang sekurang-kurangnya memuat nama, jenis, sifat
dan jumlah narkotika yang dimusnahkan kemudian keterangan tempat, jam,
hari, tanggal, bulan, tahun pemusnahan, tanda tangan dan identitas lengkap
pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan. Pemusnahan narkotika
harus dibuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga. Berita acara
tersebut harus dikirim kepada Kantor Dinas Kesehatan atau Kota dengan
tembusan kepada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM dan
sebagai arsip apotek (Anonim, 1978).
j. Pengelolaan Psikotropika
Menurut UU No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika, psikotropika
adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika yang
bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pengelolaan psikotropika meliputi:
18
1) Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997 menggunakan
surat pemesanan khusus, dapat dipesan di apotek melalui PBF atau pabrik
obat. Surat pesanan ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek kemudian
dikirim ke PBF.
2) Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur dalam
perundang-undangan khusus. Obat-obat golongan psikotropika cenderung
lebih banyak disalahgunakan, maka diminta kepada semua sarana distribusi
obat (PBF, apotek, rumah sakit) agar menyimpan obat-obat golongan
psikotropika dalam suatu rak atau lemari khusus dan kartu stok psikotropika.
3) Pelaporan Psikotropika
Penggunaan psikotropika dimonitor dengan mencatat resep-resep yang
berisi psikotropika dalam buku register yang berisi nomor, nama sediaan,
satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa akhir
bulan dan keterangan. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997 apotek wajib
membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang dilakukan
berhubungan dengan psikotropika kemudian dilaporkan kepada Menteri
Kesehatan secara berkala setiap tahun.
4) Pemusnahan Psikotropika
Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997 pemusnahan psikotropika dilakukan
bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar
dan persyaratan yang berlaku, bila sudah kadaluarsa dan tidak memenuhi
19
syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan
disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat
kepastian.
2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi
Pelayanan sediaan farmasi merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai
dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan atau meracik obat, memberikan
etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai
disertai sistem dokumentasi.
Tujuan dari pelayanan sediaan farmasi adalah mendapatkan dosis yang
tepat dan aman, menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan secara oral atau emperal dan menyediakan obat kanker secara efektif,
efisien dan bermutu serta menurunkan total biaya obat. Pelayanan yang harus
diberikan di apotek menurut Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004
adalah:
a. Pelayanan Resep
Pelayanan resep meliputi:
1) Skrining resep, yang terdiri dari persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
a) Persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter,
tanggal penulisan resep, paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur,
jenis kelamin dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis dan
jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.
20
b) Kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c) Pertimbangan klinis meliputi : adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2) Penyiapan obat, meliputi:
a) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,
mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan
peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan
dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang jelas dan benar.
b) Kemasan yang diserahkan harus rapi dan dapat menjaga kualitas obat.
c) Etiket, yaitu penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca.
d) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling
kepada pasien dan tenaga kesehatan.
e) Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan
mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi
21
obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
f) Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,
pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari
bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
perbekalan kesehatan lainnya.
g) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pamantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien
tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis
lainnya (Anonim, 2004).
top related