bab ii landasan teori dan pengembangn hipotesis …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5437/3/bab...
Post on 17-Jan-2020
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
13
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Menurut Muhamad (2014) dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Dana Bank Syariah” mengatakan bank islam atau yang
sekarang dikenal dengan bank syariah merupakan bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut
bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan perbankan yang operasional
dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis
Nabi Saw, atau dengan kata lain bank islam adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya
dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariah islam.
Menurut Muhamad (dikutip dari Antonio dan Perwataatmadja, 1997)
membedakan bank syariah ke dalam dua pengertian yaitu bank islam dan
bank yang beroperasi dengan prinsip syariah islam. Bank Islam adalah
bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam,
sedangkan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah islam adalah bank
14
yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah
islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara islam.
Tata cara bermuamalat yang dimaksud adalah
Menurut berbagai pendapat mengenai pengertian bank syariah
yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bank syariah
adalah bank yang tata cara beoperasinya di dasarkan pada tata cara
bermu’amalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan – ketentuan
al-Quran dan al-Hadis.
2.1.2 Karakteristik Bank Syariah
Di dalam prinsip islam, pengelolaan harta harus seimbang antara
kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat. Perbankan syariah
yang dalam kegiatan operasionalnya berdasarkan syariah islam dan tanpa
mengandung unsur riba memanfaatkan dana yang dihimpun dari
masyarakat ke dalam kegiatan yang lebih produktif seperti investasi.
Muhamad (2014) menyebutkan kegiatan bank syariah yang merupakan
implementasi dari prinsip ekonomi islam memiliki karakteristik sebagai
berikut :
a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya.
b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang
c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas.
d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif.
e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang.
15
f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
Bank syariah tidak beroperasi atas dasar konsep bunga melainkan
bagi hasil. Bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai alat untuk
mendapatkan keuntungan maupun pembebanan bunga atas penggunaan
dan peminjaman dana, karena bunga diharamkan dalam islam dan tidak
sesuai dengan prinsip syariah islam. Perbankan syariah dalam menjalankan
kegiatannya tidak membedakan antara sektor moneter dan sektor riil,
sehingga dapat melakukan kegiatannya seperti transaksi jual beli dan
sewa-menyewa. Bank syariah juga menjalankan kegiatan usaha yang
mendapatkan imbalan atas jasa perbankan yang tidak bertentangan dengan
syariah islam. Muhamad (2014) juga menambahkan syarat suatu transaksi
dikatakan sudah sesuai dengan prinsip syariah, syarat-syarat tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Transaksi tidak mengandung unsur kedzaliman.
b. Bukan riba.
c. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain.
d. Tidak ada penipuan (gharar).
e. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan.
f. Tidak mengandung unsur judi (maisyir).
Jadi, dalam setiap bentuk kegiatan maupun transaksi, bank syariah
harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur oleh
syariah atau ajaran islam baik dalam hal jual-beli, sewa-menyewa dan
transaksi lainnya.
16
2.1.3 Fungsi Bank Syariah
Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang fungsinya sebagai
lembaga perantara yakni menghimpun dana dari masyarakat yang
kelebihan dana dan menyalurkannya kepada masyarakat yang
membutuhkan dana telah memberikan kemudahan bagi masyarakat selama
ini. Perbankan syariah tidak hanya berfokus pada keuntungan saja, namun
juga mementingkan kepentingan masyarakat bersama dalam artian
perbankan syariah mencoba untuk meningkatkan pertumbuhan
perekonomian melalui produk pembiayaan yang lebih produktif.
Muhamad (2014) menyebutkan fungsi bank syariah adalah sebagai berikut
:
a. Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat
menjadi fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi
kerakyatan, selain itu bank syariah perlu mencontoh keberhasilan
Sarekat Dagang Islam, kemudian ditarik keberhasilannya untuk
masa kini (nasionalis, demokratis, religious, ekonomis).
b. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan.
Artinya, pengelolaan bank syariah harus didasarkan pada visi
ekonomi kerakyatan dan upaya ini terwujud jika ada mekanisme
operasi yang transparan.
c. Memberikan return ysng lebih baik. Artinya investasi di bank
syariah tidak memberikan janji yang pasti mengenai return
(keuntungan) yang diberikan kepada investor. Bank syariah harus
17
mampu memberikan return yang lebih baik dibandingkan dengan
bank konvensional, di samping itu nasabah pembiayaan akan
memberikan bagi hasil sesuai dengan atas keuntungan yang
diperolehnya. Artinya, pengusaha harus bersedia memberikan
keuntungan yang tinggi kepada bank syariah.
d. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank
syariah mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana
masyarakat, dengan demikian spekulasi dapat ditekan,
e. Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syariah bukan
hanya mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat
mengumpulkan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Dana ZIS
dapat disalurkan melalui pembiayaan Qardul Hasan, sehingga
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada akhirnya terjadi
pemerataan ekonomi.
f. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk al-
mudharabah al-muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk
melakukan investasi atas dana yang diserahkan oleh investor, maka
bank syariah sebagai financial arranger, bank memperoleh komisi
atau bagi hasil, bukan karena spread bunga.
g. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha
bank. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Bank syariah karena sifatnya
sebagai bank berdasarkan prinsip syariah wajib memposisikan diri
18
sebagai uswatun hasanah dalam implementasi moral dan etika
bisnis yang benar atau melaksanakan etika dan moral agama dalam
aktivitas ekonomi.
Selain menjalankan perannya di atas, bank syariah juga menjalankan
kegiatannya. Muhamad (2014) menyebutkan ada empat kegiatan yang
dilakukan oleh perbankan syariah, kegiatan tersebut antara lain :
a. Manajer investasi yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan
menggunakan akad mudharabah atau sebagai agen investasi.
b. Investor yang menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun
dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan menggunakan
alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi
hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan
pemilik dana.
c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti bank
non-syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infaq,
shadaqah serta pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2.1.4 Sumber Dana Bank Syariah
Amir Machmud (2010), bank sebagai suatu lembaga keuangan yang
salah satu fungsinya adalah menghimpun dana masyarakat harus memiliki
suatu sumber penghimpunan dana sebelum disalurkan ke masyarakat
kembali. Dalam bank syariah, sumber dana berasal dari modal inti (core
19
capital)dan dana pihak ketiga, yang terdiri dari dana titipan (wadi’ah) dan
kuasi ekuitas (mudarabah account).Modal inti adalah modal yang berasal
dari para pemilik bank, yang terdiri dari modal yang disetor oleh para
pemegang saham, cadangan, dan laba ditahan. Modal yang distetor hanya
akan ada apabila pemilik menyertakan dananya pada bank melalui
pembelian saham dan dapat dilakukan oleh bank melalui pembelian saham
dan dapat dilakukan oleh bank dengan mengeluarkan dan menjual
tambahan saham baru. Cadangan adalah sebagian laba yang tidak dibagi,
yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugian di kemudian
hari. Laba ditahan adalah sebagian labayang seharusnya dibagikan kepada
para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri melalui
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diputuskan untuk ditanam
kembali dalam bank (Amir Machmud, 2010:26). Sedangkan dana pihak
ketiga tersebut terdiri dari sebagai berikut :
a. Titipan / wadi’ah, yaitu dana titipan masyarakat yang dikelola oleh
bank.
b. Investasi / mudarabah, yaitu dana masyarakat yang diinvestasikan.
2.1.5 Produk Bank Syariah
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan
uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam
rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut
kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misal, modal
20
usaha) dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan (Amir
Machmud, 2010:28). Bank syariah menawarkan jasa-jasa perbankan
kepada masyarakat dalam bentuk berikut :
a. Pembiayaan untuk berbagai kegiatan investasi atas dasar bagi hasil
terdiri dari : (a) pembiayaan investasi bagi hasil al mudarabah, dan (b)
pembiayaan investasi bagi hasil al musyarakah. Dari pembiayaan
investasi tersebut, bank akan memperoleh pendapatan berupa bagi
hasil usaha.
b. Pembiayaan untuk berbagai kegiatan perdagangan terdiri dari : (a)
pembiayaan perdagangan al-mudarabah, dan (b) pembiayaan
perdagangan al-baiu bithaman ajil Dari pembiayaan perdagangan
tersebut, bank akan memperoleh pendapatan berupa mark-up atau
keuntungan.
c. Pembiayaan pengadaan barang untuk disewakan atau untuk
disewabelikan dalam bentuk: (a) sewa guna usaha atau disebut al-
ijarah, (b) sewa beli atau disebut baiu takjiri. Di Indonesia, al ijaroh
dan al baiu takjiri tidak dapat dilakukan oleh bank. Namun demikian,
penyewaan fasilitas tempat penyimpanan harta dapat dikategorikan
sebagai al-ijaroh. Dari kegiatan usaha al-ijaroh, bank akan memperoleh
pendapatan berupa sewa.
d. Pemberian pinjaman tunai untuk kebijakan (al-qardhul hasan)tanpa
dikenakan biaya apapun kecuali biaya administrasi berupa segala biaya
yang diperlukan untuk sahnya perjanjian utang, seperti bea materai,
21
bea akta notaris, bea studi kelayakan dan sebagainya. Dari pemberian
pinjaman al-qardhul hasan, bank akan menerima kembali biaya-biaya
administrasi.
e. Fasilitas-fasilitas perbankan umumnya yang tidak bertentangan dengan
syariah, seperti penitipan dana dalam rekening lancar (current
account), dalam bentuk giro wadi’ah yang diberi bonus dan jasalainnya
untuk memperoleh balas jasa (fee). Dari pemakaian fasilitas-fasilitas
tersebut bank akan memperoleh pendapatan berupa fee.
2.1.6 Tujuan Didirikannya Bank Syariah
Didirikannya bank syariah menurut Muliawati (dikutip dari
Anshori, 2009) ada beberapa tujuan, tujuan didirikannya bank syariah
adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan lembaga keuangan yang dapat membantu
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Adanya lembaga
keuangan diharapkan memberikan harapan baru bagi masyarakat
dalam memanfaatkan dana, sehingga bisa mengurangi
kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. Berdirinya lembaga
perbankan ini berdampak pada pembangunan ekonomi yang
nantinya membantu meningkatkan kualitas dan kegiatan usaha.
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
khususnya di bidang ekonomi, karena banyak masyarakat yang
belum tahu dan mengenal sistem kerja perbankan, sehingga masih
banyak diantara masyarakat tersebut yang enggan menggunakan
22
jasa perbankan. Banyaknya masyarakat muslim di Indonesia juga
tidak menentukan penggunaan produk perbankan meningkat,
karena masih ada mayarakat yang belum mengetahui bahwa
bunga itu sama dengan riba. Adanya bank berdasarkan prinsip
islam ini membantu masyarakat muslim untuk bersedia
menggunakan jasa layanan perbankan karena tidak melanggar
prinsip-prinsip syariah islam, sehingga akan membantu dalam
proses pembangunan nasional.
c. Berkembangnya lembaga keuangan dan sistem perbankan yang
sehat dan berdasarkan keadilan akan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam menggunakan layanan perbankan, hal ini akan
menggalakkan usaha ekonomi masyarakat dengan memperluas
jaringan lembaga keuangan perbankan ke daerah-daerah terpencil.
d. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir ekonomis
dan berperilaku binis dalam meningkatkan kualitas hidup.
e. Menunjukkan dan membuktikan bahwa bank islam dapat
beroperasi dan berkembang seperti lembaga perbankan
konvensional. Bank Islam bertujuan untuk menyediakan layanan
perbankan yang dalam transaksinya tidak mengandung unsur riba
dan sesuai dengan prinsip syariah islam. Bank syariah
membuktikan eksistensinya sebagai lembaga keuangan dengan
perkembangannya yang baik beberapa tahun belakangan
23
terutama ketika menghadapi krisis keuangan yang terjadi di
Indonesia.
2.1.7 Prinsip – Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah
Perbankan syariah seperti yang diketahui dalam menjalankan
aktivitasnya tidak menggunakan unsur riba, melainkan menggunakan bagi
hasil dalam memperoleh pendapatan. Bank syariah dengan prinsip bagi
hasil menggunakan prinsip kebersamaan dalam menanggung risiko yang
terjadi dan pembagian laba yang didapat berdasarkan nisbah bagi hasilnya.
Pada posisi pemilik dana (shahibul maal) berhak atas bagi hasil dari usaha
sesuai dengan ketentuan dan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya.
Besarnya bagi hasil yang diterima sesuai dengan kondisi dan hasil usaha
yang sedang dijalankan. Pada sisi mudharib (pengelola dana) atau di sini
adalah bank syariah, harus hati-hati dalam mengelola dana yang telah
dihimpun serta mampu menjaga kepercayaan dari masyarakat yang telah
menempatkan dananya di bank syariah. Bank Islam pada dasarnya terbagi
menjadi beberapa jenis pendapatan, yaitu pendapatan bagi hasil, margin
keuntungan, imbalan jasa pelayanan, sewa tempat penyimpanan harta
(khusus pada bank yang telah memenuhi syarat) dan biaya administrasi
(Muhamad, 2014). Prinsip dasar operasional yang membedakan antara
bank syariah dengan bank konvensional adalah terletak pada aqad. Bank
syariah dalam melaksanakan transaksi selalu menggunakan aqad, karena
ini adalah hal yang utama di dalam menjalankan kegiatan transaksi.
24
Adapun konsep dasar aqad menurut Muhamad (2014) dalam menjalankan
kegiatan operasional bank syariah adalah sebagai berikut :
a. Prinsip simpanan murni (al-Wadiah). Prinsip ini memberikan
kesempatan kepada nasabah yang kelebihan dana untuk
menempatkan dananya di bank dengan prinsip al-Wadiah. Prinsip
al-Wadiah ini juga biasa diberikan untuk tujuan investasi guna
mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito.
b. Bagi hasil (Syirkah). Sistem bagi hasil ini merupakan suatu tatacara
pembagian hasil usaha antara pemilik dana dengan pengelola dana.
Pembagian hasil ini bisa terjadi antara pemilik dana dengan bank,
maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk
produk dalam sistem bagi hasil ini adalah mudharabah dan
musyarakah. Mudharabah biasanya digunakan dalam produk
pendanaan (tabungan dan deposito), sedangkan musyarakah lebih
sering digunakan pada kegiatan pembiayaan.
c. Prinsip jual beli (at-Tijarah). Prinsip ini menerapkan sistem jual
beli di mana bank akan membeli barangnya terlebih dahulu atau
menjadikan nasabah sebagai agen bank yang melakukan pembelian
barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
dengan keuntungan (margin).
d. Prinsip sewa (al-Ijarah). Secara garis besar prinsip ini terbagi
kedalam dua jenis, yakini ijarah sewa murni dan ijarah al
25
muntahiya bit tamlik. Prinsip ijarah sewa murni pada dasarnya
sama dengan prinsip sewa pada umumnya yang dalam bank
syariah digunakan untuk menyewa alat produk. Ijarah al
muntahiya bitttamlik merupakan penggabungan sewa dan beli,
dimana penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa.
e. Prinsip fee/jasa (al-Ajr walumullah). Prinsip ini merupakan layanan
non-pembiayaan yang diberikan oleh bank. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring, inkaso,
jasa transfer dan lain-lain.
2.1.8 Profitabilitas
Tingkat profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan
untuk menghasilkan laba dari aktivitas operasinya yang dihasilkan dari
kegiatan usahanya selama periode tertentu (Pramuka, 2010).
Sofyan Syafri Harahap (2008:219), menyatakan profitabilitas adalah
menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui
semua kemampuan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan, kas,
modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya.
Dari pengertian di atas maka dapat di simpulkan profitabiltas adalah
suatu ukuran dalam persentase yang digunakan untuk menilai sejauh mana
perusahaan mampu menghasilkan laba pada tingkat yang dapat diterima.
Angka profitabilitas dinyatakan antara lain dalam angka laba sebelum atau
sesudah pajak, laba investasi, pendapatan per saham, dan laba penjualan.
26
2.1.9 Pengukuran Profitabilitas
Laba yang dicapai sesuai target dapat memberikan kesejahteraan
bagi stakeholders, dapat meningkatkan mutu produk, serta dapat
digunakan untuk melakukan investasi baru. Oleh karena itu, manajemen
perusahaan dalam praktiknya dituntut harusmampu untuk memenuhi target
yang telah ditetapkan. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu
perusahaan, digunakan rasio profitabilitas (Kasmir, 2014:196).
Kasmir (2014:196) menjelaskan bahwa hasil pengukuran dapat
dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah
mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Kegagalan atau
keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba
ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang
baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena
itu, rasio profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur
kinerja manajemen. Adapun jenis jenis rasio profitabilitas adalah sebagai
berikut :
a. Return On Asset (ROA)
ROA merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara
keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan
aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Menurut Kasmir (2012) ROA
adalah rasio yang menunjukan hasil (return) atas jumlah aktiva yang
digunakan dalam perusahaan. Selain itu, ROA memberikan ukuran yang
lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukan efektivitas
27
manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Dengan mengetahui ROA, kita dapat menilai apakah perusahaan telah
efisien dalam menggunakan aktivanya dalam kegiatan operasi untuk
menghasilkan keuntungan. ROA dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
ROA = 𝐿𝑎𝑏𝑎 Bersih
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 x 100%
Tabel 2.1. Kriteria Penetapan Peringkat ROA
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
Return On Equity (ROE)
ROE adalah rasio yang menunjukkan berapa persen diperoleh laba
bersih bila diukurdari modal pemilik.Rasio ini merupakan ukuran
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham dan merupakanalat
yang paling sering digunakan investor dalam pengambilan keputusan
investasi. Menurut Brigham dan Houston (2006:116), para pemegang
saham melakukan investasi untuk mendapatkan pengembalian atas uang
mereka, dan rasio ini menunjukkan seberapa baik mereka telah melakukan
hal tersebut dari kacamata akuntansi. Menurut Lukman Syamsuddin
(2009:65), Kasmir (2014:204), Gitman (2008:69), dan Brigham dan
Houston (2006:109), ROE dapat dihitung dengan menggunakanrumus
sebagai berikut :
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat ROA ≥ 1,5%
2 Sehat 1,25% < ROA ≤ 1,5 %
3 Cukup sehat 0,5% < ROA ≤ 1,25%
4 Kurang sehat 0% < ROA ≤ 0,5%
5 Tidak sehat ROA ≤ 0%
28
ROE = 𝐿𝑎𝑏𝑎 Bersih Sesudah Pajak
Modal x 100%
Kriteria Penetapan Peringkat ROE
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
Net Profit Margin (NPM)
NPM adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan
setelah memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini
berfungsi untuk mengukur tingkat kembalian keuntungan bersih terhadap
penjualan bersihnya. Hal ini mengindikasikan seberapa baik perusahaan
dalam menggunakan biaya operasional karena menghubungkan laba bersih
dengan penjualan bersih. NPM sering digunakan untuk mengevaluasi
efisiensi perusahaan dalam mengendalikan beban-beban yang berkaitan
dengan penjualan. Jika suatu perusahaan menurunkan beban relatifnya
terhadap penjualan maka perusahaan tentu akan mempuyai lebih banyak
dana untuk kegiatan - kegiatan usaha lainnya (Gitman, 2008:67).Semakin
tinggi NPM, maka semakin baik operasi perusahaan. NPM dihitung
dengan menggunakan rumus:
NPM = 𝐿𝑎𝑏𝑎 Kotor
Penjualan x 100%
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat ROE > 15%
2 Sehat 12,5% < ROE ≤ 15%
3 Cukup sehat 5% < ROE ≤ 12,5%
4 Kurang sehat 0 < ROE ≤ 5%
5 Tidak sehat ROE ≤ 0%
29
Kriteria Penetapan Peringkat NPM
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
2.1.10 Capital Adequancy Ratio (CAR)
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga,
tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank,
disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank,
seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain
(Dendawijaya,2009).
Capital Adequacy Ratio (CAR) atau dikenal juga dengan rasio
kecukupan modal merupakan kemampuan bank untuk menutup risiko
kerugian dari aktivitas yang dilakukannya dan kemampuan bank dalam
mendanai kegiatan operasionalnya (Mokoagow dan Fuady, 2015) Dengan
kata lain, CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan
modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan.
CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk
menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank
yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Ketentuan tentang modal
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat NPM > 100%
2 Sehat 81% < NPM ≤ 100%
3 Cukup sehat 66% < NPM ≤ 81%
4 Kurang sehat 51% < NPM ≤ 66%
5 Tidak sehat NPM ≤ 51%
30
minimum bank umum yang berlaku di Indonesia mengikuti standar Bank
for International Settlements (BIS). Sejalan dengan standar tersebut, dalam
kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991 (Pakfeb 91), Bank
Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum
sebesar 8% dari total aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Nilai
CAR dirumuskan sebagai berikut :
CAR = Modal Bank
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko x 100%
Tabel 2.1.8
Kriteria Penetapan Peringkat CAR
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
2.1.11 Non Performing Finance (NPF)
NPF atau dikenal juga dengan risiko pembiayaan adalah risiko
akibat ketidakmampuan nasabah dalam mengembalikan pinjaman yang
telah diberikan oleh bank beserta imbalannya dalam jangka waktu tertentu.
Rasio ini menunjukkan pembiayaan bermasalah yang tergolong dari
pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet (Pramuka, 2010). Rasio
ini membandingkan antara jumlah pembiayaan bermasalah dengan seluruh
pembiayaan yang ada.
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat CAR ≥ 12%
2 Sehat 9% ≤ CAR < 12 %
3 Cukup sehat 8% ≤ CAR < 9 %
4 Kurang sehat 6% CAR <8%
5 Tidak sehat CAR ≤ 6%
31
NPF menunjukkan jumlah kredit atau pembiayaan dalam bank
syariah yang bermasalah. Semakin tinggi nilai NPF, maka semakin banyak
pembiayaan bermasalah yang dialami oleh perbankan. Tingginya nilai
NPF ini akan menurunkan keuntungan yang diperoleh oleh suatu
perbankan. Nilai NPF yang tinggi menunjukkan tingkat pembiayaan
bermasalahnya juga semakin tinggi, hal ini menandakan semakin banyak
nasabah yang tidak bisa mengembalikan pinjamannya atau pembiayaannya
kemungkinan tidak dapat ditagih, hal ini akan menyebabkan kerugian bagi
pihak bank dan dapat menurunkan profitabilitasnya. Semakin tinggi NPF,
maka semakin buruk kinerja perbankan tersebut. Non Performing
Financing (NPF) menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan
investasi serta menjadi pertimbangan nasabah dalam menempatkan
dananya. Ketika NPF suatu perbankan tinggi yang itu artinya semakin
tinggi jumlah pembiayaan bermasalahnya, maka profitabilitas bank akan
menurun dan nasabah akan berpikir ulang dalam menempatkan dananya di
bank tersebut. NPF dapat di rumuskan sebagi berikut :
NPF = Total Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan x 100%
Tabel 2.1.0
KriteriaPenetapan Peringkat NPF
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat NPF ≤ 2%
2 Sehat 2% - 5%
3 Cukup sehat 5% - 8%
4 Kurang sehat 8% - 12%
5 Tidak sehat ≥ 12%
32
2.1.12 Financing to Deposit Ratio (FDR)
Financing to Deposit Ratio (FDR) atau juga dikenal dengan
volume pembiayaan hampir sama dengan Loan to Deposit Ratio (LDR)
dalam perbankan konvensional. LDR menjelaskan tentang perbandingan
antara kredit yang disalurkan dengan dana pihak ketiga, sementara FDR
membandingkan antara pembiayaan yang disalurkan dengan dana pihak
ketiga (DPK). Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan jumlah
pendanaan yang dikeluarkan oleh bank syariah untuk mendukung investasi
yang telah direncanakan selama waktu tertentu dari hasil penghimpunan
dana pihak ketiga (Pramuka, 2010).
FDR menunjukkan besarnya pembiayaan yang disalurkan dari
dana pihak ketiga, apabila nilai FDR tinggi maka total pembiayaan yang
disalurkan lebih besar dari pada total dana pihak ketiganya, begitu
sebaliknya apabila nilai FDR rendah, maka total pembiayaan yang
disalurkan lebih kecil dari pada total dana pihak ketiganya. Semakin tinggi
nilai FDR, maka semakin besar dana yang disalurkan ke pembiayaan. Hal
ini akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh oleh bank syariah,
sehingga antara FDR dengan profitabilitas memiliki hubungan yang
positif. Untuk menjaga agar FDR berada pada batas nilai yang ditentukan,
maka bank syariah perlu menyeimbangkan antara jumlah pembiayaan
yang disalurkan dengan total dana pihak ketiganya. Bank syariah idealnya
memiliki FDR 80%-90%. Batas toleransi FDR perbankan syariah sekitar
100%, hal ini dimaksudkan agar likuiditas perbankan tetap terjaga
33
(Mokoagow dan Fuady, 2015). Apabila FDR berada di atas nilai ideal,
maka pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah akan melebihi
batas yang telah ditentukan, hal ini akan memicu meningkatnya
pembiayaan bermasalah. Apabila FDR berada di bawah nilai ideal, maka
dari seluruh dana yang dihimpun tidak dapat sepenuhnya tersalurkan
melalui pembiayaan, hal ini menunjukkan perbankan tidak maksimal
dalam menyalurkan pembiayaannya. Adapun nilai FDR dapat dirumuskan
sebagai berikut :
FDR = Total Pembiayaan
Dana Pihak Ketiga x 100%
Tabel 2.1.9
Kriteria Penetapan Peringkat FDR
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
2.1.13 Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Menurut Riyadi (2006; dalam Zulifiah dan Susilowibowo, 2014)
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) adalah
perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional.
Semakin rendah tingkat rasio BOPO, maka semakin baik kinerja
manajemen bank karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya.
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat FDR ≤ 75%
2 Sehat 75% < FDR ≤ 85 %
3 Cukup sehat 85% < FDR ≤ 100 %
4 Kurang sehat 100% < FDR ≤ 120 %
5 Tidak sehat FDR ≥ 120%
34
Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank
dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya seperti biaya bunga,
biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, dan biaya operasional lainnya
(Mokoagow dan Fuady, 2015). Taswan (2010; dalam Mokoagow dan
Fuady, 2015) menambahkan pendapatan operasional merupakan
pendapatan utama bank yang diperoleh dari penempatan utama bank
dalam bentuk kredit dan pendapatan operasional lainnya.
BOPO merupakan rasio yang digunakan untuk menunjukkan
kinerja suatu perbankan, semakin kecil nilai BOPO maka semakin efisien
kinerja perbankan, namun apabila nilai BOPO semakin besar, maka
perbankan tidak menjalankan kegiatannya secara efisien. Ponco (2008;
dalam Mokoagow dan Fuady, 2015) juga menambahkan apabila rasio
BOPO semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank
dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan
operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang
efisien dalam mengelola usahanya. Dalam menjalankan operasinya,
tingkat efisiensi bank sangat berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas
perbankan syariah. Jika perbankan menjalankan kegiatannya secara
efisien. Adapun nilai BOPO dirumuskan sebagai berikut :
BOPO = Biaya Operasional
Pendapatan Operasional x 100%
35
Tabel 2.1.11
Kriteria Penetapan Peringkat BOPO
Sumber : Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Mawaddah
(2015)
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Profitabilitas
Bank Syariah.
Variabel indpenden
: NIM,NPF dan
dapenden ROA.
Pembiayaan berpengaruh
langsung terhadap Return
On Asset (ROA) sebesar
2.45%, kemudian untuk
NIM juga berpengaruh
langsung terhadap Return
On Asset (ROA) sebesar
6.45%. NPF berpengaruh
langsung terhadap sebesar
4.32%.
Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat sehat BOPO ≤ 94%
2 Sehat 94% < BOPO ≤ 95 %
3 Cukup sehat 95% < BOPO ≤ 96 %
4 Kurang sehat 96% < BOPO ≤ 97 %
5 Tidak sehat BOPO ≥ 97%
36
Badan,
Adeputri,
Annisa,
Yasmine,
dkk (2015)
Lemiyana,
dan Litriani
(2016)
Ubaidillah
Faktor – Faktor
Yang
Mempengaruhi
Profitabilitas
Bank Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
Pengaruh NPF,
FDR, BOPO,
Terhadap Bank
Umum Syariah
variabel dependen :
Return on Assets
(ROA) dan dan
Return on Equity
(ROE)
Variebel
independen :
Asset Size, Credit
Risk, Total
Deposits to Total
Assets, dan Interest
RateVariabel, NPF,
FDR, dan BOPO
sedangkan variabel
dependennya
menggunakan
ROA
asset size berpengaruh
positif, credit risk
berpengaruh negative,
interest rate berpengaruh
positif dan GDP
berpengaruh positif terhadap
ROA.Total deposits,
operating efficiency, total
loan, dan CPI tidak
signifikan pengaruhnya
terhadap ROA.
secara parsial variabel biaya
NPF, dan FDR tidak ada
pengaruh terhadap ROA
sedangkan variabel biaya
BOPO berpengaruh negatif
terhadap ROA. Sedangkan
Secara simultan NPF, FDR,
BOPO, CAR, Inflasi, dan
Nilai Tukar tidak ada
pengaruh signifikan
terhadap ROA.
37
(2016)
Setiani Nur,
Analisis Faktor –
Faktor Yang
mempengaruhi
Profitabilitas
Bank Syariah di
Indonesia
variabel
independen Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Financing
to Deposit Ratio
(FDR), Net
Performing
Financing (NPF),
Penyisihan
Penghapusan
Aktiva Produktif
(PPAP), Biaya
Operasional
perPendapatan
Operasional
(BOPO), Pangsa
Pembiayaan,
Sertifikat Bank
Indonesia Syariah
(SBIS). Dan
variabel
dependennya
adalah (ROA).
berdasarkan teknik
purposive sampling
menunjukkan bahwa hasil
perhitungan statistik dengan
uji t menunjukkan bahwa
CAR berpengaruh negatif
signifikan ROA, lalu FDR
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap ROA,
NPF memiliki pengaruh
tidak signifikan terhadap
profitabilitas (ROA), pada
periode penelitian tingkat
NPF perbankan syariah
masih tergolong rendah,
yaitu di bawah 5%.
kemudian variabel PPAP
tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas (ROA) bank
syariah, dan untuk BOPO
berpengaruh negatif
signifikan terhadap tingkat
profitabilitas (ROA).
38
dkk (2016)
Analysis Of
Effect CAR, NPF,
FDR, And BOPO
On ROA.
Variabel
independen
Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non
Performing
Financing (NPF),
Financing to
Deposit Ratio
(FDR),Biaya
Operasional dan
Pendapatan
Operasional
(BOPO),
variabel dependen
profitabilitas
(ROA)
variabel Capital Adequacy
Ratio (CAR) berpengaruh
positif dan tidak signifikan
terhadap Return On Asset
(ROA), Non Performing
Financing (NPF)
berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap
Return On Asset (ROA),
Financing to Deposit Ratio
(FDR) berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap Return On Asset
(ROA), BOPO berpengaruh
positif dan signifikan
terhadap Return On Asset
(ROA).
39
Yulihapsari,
Rahmatika,
dan Waskito
(2017)
Analisi Pengaruh
Non Performing
Financing (NPF),
Capital Aduquacy
Ratio (CAR),
Financing To
Deposit Ratio
(FDR). Dan
BOPO Terhadap
Profitabilitas
Variabel
independen : NPF,
CAR, FDR dan
BOPO dan variabel
dependen
profitabilitas
(ROA).
berdasarkan hasil pengujian
statistik uji t variabel NPF
berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap ROA,
CAR berpengaruh
signifikan positif terhadap
ROA, FDR berpengaruh
positif tidak signifikan
terhadap ROA dan BOPO
berpengaruh negatif
signifikan terhadap variabel
ROA.
Rizkika,
Refi, dkk
(2017)
Analisis Faktor –
Faktor Yang
mempengaruhi
Profitabilitas
Bank Umum
Syariah di
Indonesia.
Variabel
independen yang di
gunakan dalam
penelitian ini
adalah Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Finance
Deposit Ratio
(FDR), Non
Performing
Finance (NPF) dan
Capital Adequacy Ratio
(CAR), Finance Deposit
Ratio (FDR), Non
Performing Finance (NPF)
dan Biaya Operasional
dibagi Pendapatan
Operasional (BOPO)
berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas.
Sedangkan secara parsial,
CAR tidak berpengaruh
40
Biaya Operasional
dibagi Pendapatan
Operasional
(BOPO) sedangkan
variabel
dependennya
menggunakan
Return On Asset
(ROA).
terhadap profitabilitas, FDR
tidak berpengaruh terhadap
profitabilitas. Sedangkan
NPF berpengaruh terhadap
profitabilitas serta BOPO
berpengaruh terhadap
profitibalitas Berdasarkan
hasil penelitian ini, maka
apabila perbakan syariah
menginginkan untuk
meningkatkan profitabilitas,
maka perbankan syariah
perlu menekan NPF dan
BOPO.
2.2.2 Kerangka Pemikiran
a. Capital Adequacy Ratio (CAR) Terhadap Profitabilitas (ROA)
Capital Adequacy Ratio (CAR) dalam menghasilkan laba dengan
mencerminkan modal sendiri perusahaan. Semakin besar CAR maka
semakin besar kesempatan bank dalam menghasilkan laba karena dengan
modal yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan
dananya kedalam aktivitas investasi yang menguntungkan. Rendahnya
41
CAR dikarenakan peningkatan ekspansi asset berisiko yang tidak
diimbangi dengan penambahan modal dengan demikian dapat menurunkan
kesempatan bank untuk berinvestasi dan dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat kepada bank sehingga berpengaruh pada profitabilitas
(Wibowo dan Syaichu ,2013). CAR mencerminkan modal sendiri
perusahaan untuk mengahasilkan laba. Semakin besar CAR maka semakin
besar kesempatan bank dalam menghasilkan laba karena dengan modal
yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan dananya
kedalam aktivitas investasi yang menguntungkan. Rendahnya CAR
dikarenakan peningkatan ekspansi aset beresiko yang tidak diimbangi
dengan penambahan modal menurunkan kesempatan bank untuk
berinvestasi dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank
sehingga berpengaruh pada profitabilitas (Werdaningtyas, 2002)
b. Net Performing Finance (NPF) Terhadap Profitabilitas (ROA)
Non Performing Financing (NPF) merupakan pembiayaan macet
dimana hal tersebut mempengaruhi laba bank syariah. Pembiayaan macet
mencerminkan pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah kepada
nasabah yang tidak memenuhi syarat yang diperjanjikan. Menurut
Mahardika (2015:179) semakin tinggi NPF mengindikasikan tingginya
tingkat pembiayaan bermasalah dan juga mengindikasikan rendahnya
kualitas proses penyaluran pembiayaan bank syariah. Oleh karenanya
Kasmir (2012:76) mengatakan semakin tinggi rasio ini maka akan semakin
42
buruk kuallitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah
semakin besar, dan oleh karena itu bank harus menanggung kerugian
dalam kegiatan operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan
laba (profitabilitas) yang diperoleh bank. NPF mencerminkan risiko
pembiayaan, semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan
bank syariah semakin buruk. Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan
oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan
terbesar bagi bank syariah. Tingkat kesehatan pembiayaan (NPF) ikut
mempengaruhi pencapaian laba bank.
c. Finance Deposit Ratio (FDR) Terhadap Profitabilitas (ROA)
Menurut Mahardika (2015:180), Financing to Deposit Ratio (FDR)
adalah perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan di sisi lending
dengan dana yang yang dihimpun di sisi funding. Rasio ini mengukur
tingkat penyaluran dana di sisi lending dengan menggunakan dana yang
dihimpun di sisi funding. Menurut Mulyono (1995:101) dalam Wardiah
[2013:298] rasio FDR yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank
meminjamkan seluruh dananya (loan-up). Sehingga, dengan penyaluran
dana yang tinggi memungkinkan BUS untuk dapat memperoleh
profitabilitas yang lebih tinggi yang berasal dari keuntungan dari
penyaluran dana.
43
d. Biaya Operasional Pendapatan Operasional Terhadap Profitabilitas
(ROA)
Menurut Dendawijaya (2005) rasio biaya operasional adalah
perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio
biaya operasional digunuakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat
kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara,
yaitu menghimpung dana (misalnya dana masyarakat), maka biaya dan
pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga
Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang
dikeluarkan bank yang bersangkutan (Almilia dan Herdiningtyas,
2005:138). Rasio BOPO menunjukkan efisiensi bank dalam menjalankan
usaha pokoknya terutama kredit, dimana bunga kredit menjadi pendapatan
terbesar perbankan. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien
bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Bank yang sehat rasio BOPO
nya kurang dari 1 sebaliknya bank yang kurang sehat rasio BOPO-nya
lebih dari 1 Semakin tinggi biaya pendapatan bank berarti kegiatan
operasionalnya semakin tidak efisien sehingga pendapatanya juga semakin
kecil. Dengan kata lain BOPO berhubungan positif terhadap profitabilitas
bank. Teori ini didukung oleh Mahardian (2008).
44
2.2.3
2.2.3 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori
dan kerangka pikir penelitian, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
H1 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap profitabilitas (ROA).
H2 : Non Performing Financing (NPF) berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap profitabilitas (ROA).
H3 : Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap profitabilitas (ROA).
H4 : Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA).
CAR H1
NPF H2
FDR H3
BOPO H4
Profitabilitas (ROA)
Y
45
top related