bab ii landasan teori 2.1 malaria 2.1.1 definisi · 7 bab ii landasan teori . 2.1 malaria 2.1.1...
Post on 30-Jul-2020
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi
Istilah Malaria berasal dari bahasa Italia di abad
pertengahan dari kata mal (jelek) dan aria (udara) atau
udara buruk. Hal ini dikarenakan dahulu penyakit ini
banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga
mempunyai beberapa nama lain, seperti demam roma,
demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam
charges, demam kura dan paludisme (Prabowo, 2004).
Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang
disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang
termasuk golongan protozoa, melalui perantaraan
gigitan nyamuk Anopheles spp. Penyebaran penyakit
malaria berhubungan dengan perubahan iklim, baik
musim kemarau maupun penghujan. Pergantian
musim berdampak langsung maupun tidak langsung
terhadap kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi
iklim yang menyangkut temperatur, kelembaban, curah
8
hujan, cahaya dan pola tiupan angin, mempunyai
dampak langsung pada reproduksi vektor,
perkembangannya, lama hidup dan perkembangan
parasit dalam tubuh vektor. Sedangkan dampak tidak
langsung karena pergantian vegetasi dan pola tanam
pertanian yang dapat memengaruhi kepadatan
populasi vektor (Depkes RI, 2001).
Malaria merupakan penyakit menular yang sangat
berbahaya dapat menyebabkan kematian, terutama
pada kelompok-kelompok yang mempunyai risiko
tinggi seperti bayi, anak balita dan ibu hamil, serta
kelompok usia produktif, sehingga secara langsung
dapat menurunkan produktivitas kerja (Hasan, 2006).
2.1.2 Etiologi
Etiologi terjadinya penyakit malaria pada manusia
menurut Prabowo (2004) disebabkan oleh:
2.1.2.1 Parasit
Ada empat spesies plasmodium penyebab
malaria pada manusia, yaitu; Plasmodium vivax
menyebabkan malaria vivax / tertiana;
Plasmodium falciparum menyebabkan malaria
falciparum / tropika; Plasmodium malariae
9
menyebabkan malaria malariae / quartana;
Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Di Indonesia, di daerah Kalimantan, Sulawesi
Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan
Lombok sampai Nusa Tenggara Timur
merupakan daerah endemis malaria karena
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax.
Penderita paling banyak dihinggapi dua jenis
parasit malaria, yakni campuran antara
Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax
atau Plasmodium Ovale.
Ciri utama genus plasmodium adalah dua
siklus hidup, yaitu siklus hidup aseksual dan
siklus seksual.
Pada fase aseksual, siklus dimulai ketika
Anopheles betina menggigit manusia dan
memasukkan sporozoit yang terdapat pada air
liurnya ke dalam tubuh manusia. Sporozoit
langsing dan lincah ini dalam waktu 30 menit -
satu jam memasuki sel parenkim hati dan
berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut
10
fase skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum
masuk ke sel darah merah. Lama fase ini berbeda
untuk tiap spesies plasmodium.
Pada akhir fase skizogoni, skizon di jaringan
parenkim hati pecah dan merozoit keluar, lalu
masuk dalam aliran darah (disebut sporulasi).
Pada Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale,
sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam
hati (atau sporozoit yang “tidur” selama periode
tertentu) sehingga mengakibatkan relaps jangka
panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah
tampak mereda dan rekurens.
Fase eritrosit dimulai saat merozoit dalam
darah menyerang sel darah merah dan
membentuk trofozoit. Proses berlanjut menjadi
trofozoid-skizon-merozoit. Setelah dua sampai
tiga generasi, merozoit terbentuk, lalu sebagian
merozoit berubah menjadi bentuk seksual.
Pada fase seksual, diawali nyamuk
anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, dan parasit bentuk
seksual masuk ke dalam tubuh nyamuk. Bentuk
11
ini mengalami pematangan menjadi mikrometosit
dan makrogametosis dan terjadilah pembuahan
yang disebut zigot (ookinet). Selanjutnya, ookinet
menembus dinding lambung nyamuk dan menjadi
ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit
dilepaskan dan mencapai kelenjar liur nyamuk
dan siap ditularkan jika nyamuk mengigit tubuh
manusia.
2.1.2.2 Nyamuk Anopheles
Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000
spesies anopheles, 60 spesies diantaranya
diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia
ada sekitar 80 jenis anopheles, 24 spesies
diantaranya telah terbukti vektor penular malaria.
Sifat masing-masing spesies berbeda-beda
tergantung banyak faktor, seperti penyebaran
geografis, iklim, dan tempat perindukannya.
Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan
kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk
malaria yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
12
(Anopheles aconitus), atau air bersih di
pegunungan (Anopheles maculatus).
Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim
tropis dan subtropis, tetapi juga bisa hidup di
daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih
dari 2.000 - 2.500 meter. Tempat perindukannya
bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi
menjadi tiga kawasan, yaitu pantai, pedalaman
dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles
betina menggigit manusia pada malam hari atau
sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak
lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat perindukannya,
kecuali jika ada tiupan angin kencang bisa
terbawa sejauh 20 - 30 km. Nyamuk anopheles
juga dapat terbawa mobil, pesawat terbang atau
kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah
non-endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa
di alam bebas belum banyak diketahui, tetapi di
laboratorium dapat mencapai 3 - 5 minggu
(Depkes, 2008).
13
Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis
sempurna. Telur yang diletakkan nyamuk betina
di atas permukaan air akan menetas menjadi
larva, melakukan pengelupasan kulit (sebanyak 4
kali), lalu tumbuh menjadi pupa dan menjadi
nyamuk dewasa jantan/betina. Waktu yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan (sejak telur
sampai menjadi bentuk dewasa) bervariasi antara
2 - 5 minggu, tergantung spesies, makanan yang
tersedia dan suhu udara (Prabowo, 2004).
2.1.2.3 Manusia Rentan terhadap Infeksi Malaria
Secara alami, penduduk di suatu daerah
endemis malaria, ada yang mudah dan yang
sukar terinfeksi malaria. Perpindahan penduduk
dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini
masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi
di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di
daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini
terjadi karena pekerja yang datang dari daerah
lain belum mempunyai kekebalan sehingga
rentan terinfeksi (Prabowo, 2004).
14
2.1.2.4 Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh besar
terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah.
Adanya danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, pembukaan hutan, tambak ikan,
dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria, karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2004).
2.1.2.5 Iklim
Suhu dan curah hujan juga berperan penting
dalam penularan penyakit malaria. Biasanya,
penularan malaria lebih tinggi pada musim hujan
dibandingkan kemarau. Air hujan yang
menimbulkan genangan air, merupakan tempat
yang ideal untuk perindukan nyamuk malaria.
Dengan bertambahnya tempat perindukan,
populasi nyamuk malaria juga bertambah
sehingga bertambah pula jumlah penularannya
(Prabowo, 2004).
2.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi
15
Menurut Prabowo (2004), patogenesis penyakit
malaria terdiri atas serangan demam yang disertai oleh
gejala lain dan diselingi oleh periode bebas penyakit.
Ciri khas demam malaria adalah periodisitasnya.
Patogenesis penyakit malaria yang pertama adala
masa tunas intrinsik yaitu waktu antara sporozoit
masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala
demam, biasanya berlangsung antara 8-37 hari,
tergantung pada spesies parasit (terpendek untuk
Plasmodium falciparum dan terpanjang untuk
Plasmodium malariae), pada beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya serta pada derajat resistensi
hospes. Kedua adalah masa tunas pre-paten yang
berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan
parasit malaria dalam darah untuk pertama kali, karena
jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik
(microscopic treshold). Ketiga adalah masa tunas
ekstrinsik yaitu masa dimana parasit malaria yang
ditularkan melalui nyamuk kepada manusia, 12 hari
untuk Plasmodium falciparum, 13 - 17 hari untuk
Plasmodium ovale dan vivax, dan 28 - 30 hari untuk
plasmodium malariae (malaria kuartana).
16
Ada 4 proses patologi yang terjadi pada malaria,
yaitu demam, anemia, imunopatologi, dan anoksia
jaringan, yang disebabkan oleh perlekatan eritrosit
yang terinfeksi pada endotel kapiler. Demam pada
malaria bersifat periodik dan berbeda waktunya,
tergantung dari plasmodium penyebabnya.
Plasmodium Vivax menyebabkan malaria tertiana yang
menimbulkan demam teratur tiap tiga hari.
Plasmodium Malariae menyebabkan malaria quartana
yang menimbulkan demam teratur tiap empat hari dan
Plasmodium Falciparum menyebabkan malaria tropika
dengan demam yang timbul secara tidak teratur tiap 24
- 48 jam (Prabowo, 2004).
Anemia disebabkan oleh destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemolisis autoimun, dan gangguan
eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian
eritrosit pecah saat melalui limpa dan keluarlah parasit.
Splenomegali disebabkan oleh adanya
peningkatan jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit
sehingga terjadi aktivasi sistem RES (Reticulo
Endothelial System) untuk memfagositosis eritrosit
17
baik yang terinfeksi parasit maupun yang tidak.
Kelainan patologi pembuluh darah kapiler disebabkan
karena eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan
lengket, perjalanannya dalam kapiler terganggu,
sehingga melekat pada endotel kapiler, menghambat
aliran kapiler, timbul hipoksia/anoksia jaringan. Juga
terjadi gangguan integritas kapiler sehingga terjadinya
perembesan plasma. Monosit/makrofag merupakan
partisipan seluler terpenting dalam fagositosis eritrosit
yang terinfeksi (Soegijanto, 2004).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh penderita, jenis plasmodium malaria,
serta jumlah parasit yang menginfeksinya (Prabowo,
2004).
Umumnya manifestasi klinis yang disebabkan
Plasmodium Falciparum lebih berat dan lebih akut
dibandingkan dengan jenis plasmodium yang lain,
sedangkan gejala yang disebabkan oleh Plasmodium
Malariae dan Plasmodium Ovale adalah yang paling
ringan
2.1.4.1 Gejala Umum
18
Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai
timbulnya gejala penyakit disebut masa inkubasi,
sedangkan waktu antara terjadinya infeksi
sampai ditemukannya parasit malaria di dalam
darah disebut periode prapaten. Masa inkubasi
maupun periode prapaten ditentukan oleh jenis
plasmodiumnya.
Tabel 2.1 Periode Prapaten dan Masa Inkubasi Plasmodium
(Sumber: Harijanto, 2009).
2.1.4.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit malaria akibat
infeksi Plasmodium Falciparum yang disertai
gangguan berbagai sistem/organ tubuh. Kriteria
Jenis Plasmodium
Periode Prapaten
Masa Inkubasi
Tipe Panas
Manifestasi klinis
Plasmodium Falciparum
11 hari 9 - 14 hari
24-48 jam
Hemolisis; gejala gastrointestinal; anemia; syok; edema paru; hipoglikemi; gagal ginjal; gangguan kehamilan; kematian.
Plasmodium Vivax
12,2 hari 12 - 17 hari
48 jam Anemia kronik; splenomegali, ruptur limpa.
Plasmodium Ovale
12 hari 16 - 18 hari
48 jam Anemia kronik; splenomegali, ruptur limpa.
Plasmodium Malariae
32,7 hari 18 - 40 hari
72 jam
Rekrudensi sampai 50 tahun, slenomegali menetap, limpa jarang ruptur, sindrom nefrotik.
19
diagnosis malaria berat yang ditetapkan WHO
(1990), yaitu adanya satu atau lebih komplikasi,
seperti malaria serebral, anemia berat, gagal
ginjal akut, edema paru, hipoglikemia (kadar gula
<40 mg%), syok, pendarahan spontan dari
hidung, gusi, dan saluran cerna, kejang berulang,
asidemia (pH arteri/vena <7,35;plasma
bicarbonate <15mmol/l atau base excess >10)
dan asidosis (penurunan pH darah karena
gangguan asam-basa di dalam tubuh), serta
hemoglobinuria makroskopik (adanya darah
dalam urine) (Prabowo, 2004).
Infeksi malaria falciparum pada ibu hamil
dapat menyebabkan anemia pada ibu dan
janinnya, dan bayi yang dilahirkannya akan
mempunyai berat badan rendah.
2.1.5 Pemberantasan dan Pencegahan
2.1.5.1 Pemberantasan
Tujuan dari pemberantasan malaria adalah
menurunkan angka kesakitan dan kematian
sedemikian rupa sehingga penyakit ini tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakat.
20
Antara tahun 1959 dan 1968 Indonesia, sesuai
dengan kebijaksanaan WHO (World Health
Organization) yang diputuskan dalam WHA
(World Health Assembly) tahun 1955,
dilaksanakan program pembasmian malaria di
Jawa-Bali. Program pembasmian ini pada
permulaannya sangat berhasil, namun kemudian
mengalami berbagai hambatan baik yang bersifat
administratif maupun teknis operasional,
sehingga pada tahun 1969 ditinjau kembali oleh
WHA. Meskipun pembasmian tetap menjadi
tujuan akhir, cara-cara yang ditempuh
disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan
masing-masing negara dan wilayah (Harijanto,
2000).
Tabel 2.2 Perbedaan Antara Program Pembasmian dan
Pemberantasan Malaria (Harijanto, 2010).
No Keterangan Pembasmian Pemberantasan
1.
Tujuan Menghentikan transmisi malaria dan menghilangkan reservoir malaria
Menurunkan malaria sehingga tidak menjadi masalah kesehatan
2. Jangkauan Seluruh wilayah yang
mempunyai transmisi malaria
Tidak seluruh wilayah transmisi malaria
3. Waktu Terbatas sekitar 8 tahun Tidak terbatas
4. Biaya Relatif besar namun
tidak terus menerus Relatif kecil namun terus menerus
21
5. Manajemen / standar pengelolaan
Harus sempurna Harus baik
6. Penemuan kasus
Sangat penting/mutlak Perlu
Sesuai kemampuan
7.
Pengelolaan Harus membuktikan tidak adanya kasus indegenous. ACD (Active case detection) mutlak perlu
Harus membuktikan tidak adanya kasus indigenous. ACD mutlak perlu
Untuk pelaksanaan program pembasmian
malaria dibutuhkan suatu organisasi tersendiri
yang disebut KOPEM (Komando Operasi
Pembasmian Malaria) yang mempunyai unit
sampai di desa. Sejak tahun 1968 KOPEM telah
dibubarkan dan program pemberantasan malaria
diintegrasikan ke dalam pelayanan kesehatan
umum yang ada. Program pemberantasan
malaria dapat didefinisikan sebagai usaha
terorganisasi untuk melaksanakan berbagai
upaya menurunkan penyakit dan kematian yang
diakibatkan malaria, sehingga tidak menjadi
masalah kesehatan yang utama (Harijanto,
2000).
Berbagai kegiatan yang dapat dijalankan
untuk menanggulangi malaria (Harijanto, 2000),
adalah :
22
1) Menghindari atau mengurangi kontak/gigitan
nyamuk Anopheles (pemakaian kelambu,
repelen, obat nyamuk).
2) Membunuh nyamuk dewasa (dengan
menggunakan berbagai insektisida).
3) Membunuh jentik (kegiatan antilarva) baik
secara kimiawi (larvisida) maupun biologik
(ikan, tumbuhan, jamur, bakteri).
4) Mengurangi tempat perindukan (source
redution).
5) Pemberian pengobatan pencegahan
(profilaksis).
6) Vaksinasi (masih dalam tahap riset dan
clinical trial).
Para pengelola kesehatan di setiap tingkat
harus menyesuaikan strategi ini pada tingkat lokal
dan para petugas kesehatan harus mendapat
pendidikan tambahan untuk menghadapi malaria
secara efektif. Direktur Jenderal WHO yang baru
Dr. Gro Harlem Bruntland telah mengambil
inisiatif Roll Back Malaria untuk meningkatkan
pembangunan pelayanan kesehatan dan kerja
23
sama intersektoral dalam rangka pemberantasan
malaria (Harijanto, 2000).
2.1.5.2 Pencegahan
Di Indonesia usaha pembasmian penyakit
malaria belum mencapai hasil yang optimal
karena beberapa hambatan, yaitu tempat
perindukan nyamuk malaria yang tersebar luas,
jumlah penderita yang sangat banyak, serta
keterbatasan sumber daya manusia, infastruktur,
dan biaya. Oleh karena itu, usaha yang paling
mungkin di lakukan adalah usaha-usaha
pencegahan dan pemberantasan terhadap
penularan parasit. Beberapa usaha yang dapat
dilakukan untuk mencegah dan memberantas
penularan parasit malaria (Prabowo, 2004).
Di daerah yang jumlah penderitaannya
sangat banyak, tindakan untuk menghindari
gigitan nyamuk sangat penting. Di daerah
pedesaan atau pinggiran kota yang banyak
sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan (tempat
ideal untuk perindukan nyamuk malaria),
disarankan untuk memakai baju lengan panjang
24
dan celana panjang saat keluar rumah, terutama
pada malam hari.
Sebaiknya mereka yag tinggal di daerah
endemis malaria memasang kawat kasa di
jendela dan ventilasi rumah, serta menggunakan
kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat
memakai minyak anti nyamuk (mosquito
repellent) saat tidur di malam hari untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria.
Membunuh jentik dan nyamuk malaria
dewasa, dapat dilakukan beberapa tindakan
berikut ini : seperti penyemprotan rumah
Larvaciding dan Biological control.
Pada penyemprotan rumah sebaiknya,
penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis
malaria dengan insektisida dilaksanakan dua kali
dalam setahun dengan interval waktu enam
bulan. Larvaciding merupakan kegiatan
penyemprotan rawa-rawa yang potensial sebagai
tempat perindukan nyamuk malaria. Biological
control adalah kegiatan penebaran ikan kepala
timah (panchax-panchax) dan ikan guppy/wader
25
cetul (Lebistus reticulatus) di genangan-
genanangan air yang mengalir dan persawahan.
Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa
jentik-jentik nyamuk malaria.
Tempat perindukan nyamuk malaria
bermacam-macam, tergantung spesies
nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di
kawasan pantai, rawa-rawa, empang, sawah,
tambak ikan, atau hidup di air bersih pegunungan.
Di daerah endemis malaria, yaitu daerah yang
langganan terjangkit penyakit malaria,
masyarakatnya perlu menjaga kebersihan
lingkungan. Tambak ikan yang kurang dipelihara
harus dibersihkan, parit-parit di sepanjang pantai
bekas galian yang terisi air payau harus ditutup,
persawahan dengan saluran irigasi, airnya harus
dipastikan mengalir dengan lancar, bekas roda
yang tergenang air atau bekas jejak kaki hewan
pada tanah berlumpur yang berair harus segera
ditutup untuk mengurangi tempat
perkembangbiakan larva nyamuk malaria.
26
Pemberian obat pencegahan (profilaksis)
malaria bertujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi, serta timbulnya gejala-gejala penyakit
malaria. Orang yang akan berpergian ke daerah-
daerah endemis malaria harus minum obat
antimalaria sekurang-kurangnya seminggu
sebelum keberangkatannya sampai empat
minggu setelah orang tersebut meninggalkan
daerah endemis malaria. Wanita hamil yang akan
berpergian ke daerah endemis malaria harus
diperingatkan tentang risiko yang mengancam
kehamilannya. Sebelum berpergian, ibu hamil
disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau ke
rumah sakit dan mendapatkan obat antimalaria.
Bayi dan anak-anak yang berusia di bawah empat
tahun dan hidup di daerah endemis malaria harus
mendapat obat antimalaria karena tingkat
kematian pada bayi/anak akibat infeksi malaria
cukup tinggi.
Pemberian vaksin malaria merupakan
tindakan yang diharapkan dapat membantu
mencegah infeksi malaria sehingga dapat
27
menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian akibat infeksi malaria. Sampai saat ini,
usaha untuk menemukan vaksin malaria yang
baik dan efektif masih berjalan dan dalam tahap
penelitian (Prabowo, 2004).
Tabel 2.3 Obat Kemoprofilaksis Malaria (Harijanto, 2009)
Regimen Indikasi Dosis Dewasa Keterangan
Klorokuin
Digunakan di daerah plasmodium falsiparum sensitif klorokuin
500mg basa, per oral, sekali seminggu, dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis
Aman untuk kehamilan
Meflokuin
Digunakan di daerah plasmodium falsiparum resistensi klorokuin
250 mg per oral, sekli seminggu, dimulai 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 minggu setelah pulang
Aman untuk kehamilan. Tidak direkomendasikan untuk pasien dengan kejang, kelainan konduksi jantung, psikosis.
Doksisiklin
Alternatif terhadap meflokuin, digunakan di daerah resistensi klorokuin.
100mg per oral sekali sehari, dimulai 2 hari sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah pulang.
Kontraindikasi pada kehamilan, wanita menyusui, anak kurang dari 8 tahun. Diberikan bersama makanan.
Atovakuon -
Proguanulin
Alternatif terhadap meflokuin dan Doksisiklin, untuk daerah dengan Plasmodium resistensi klorokuin
1 tablet dewasa (250mg atovakuon / 100mg proguanulin) per oral,sekali sehari, dimulai 1 atau 2 hari sebelum berngkat dilanjutkan sampai 1 minggu setelah pulang
Kontra indikasi pada kehamilan, gagal ginjal berat atau bersihan kreatinin kurang dari 30 ml/menit. Diberikan bersama makanan
Primakuin
Profilaksis terminal untuk P.vivax dan P. Ovale
30 mg basa (2 tablet), per oral, sekali sehari, diberikan sesegera mungkin sesudah terpapar nyamuk sampai total 14 hari, atau jika
Kontraindikasi pada kehamilan, defisiensi G6PD, harus diberikan bersama atau sesudah mkan,
28
paparan tidak jelas dapat diberikan selama 14hari setelah meninggalkan daerah endemis vivax
dapat timbul methemoglobinemia.
2.1.6 Pengobatan Malaria
Cara mengetahui dengan pasti seseorang telah
terinfeksi malaria, yaitu dengan menemukan parasit
malaria di dalam darahnya saat dilakukan pemeriksaan
mikroskop. Pada darah penderita, akan tampak bentuk
parasit malaria serta perubahan pada sel-sel darah
merah yang terinfeksi (berbeda-beda bentuknya
sesuai dengan jenis plasmodium yang menginfeksi).
Pemeriksaan ini harus dilakukan pada orang yang
tinggal di daerah endemis malaria atau orang yang
pernah berpergian ke daerah endemis malaria dalam
jangka waktu satu tahun. Dengan melakukan
pemeriksaan darah, jenis plasmodium malaria yang
menginfeksi penderita dapat teridentifikasi sehingga
dapat digunakan sebagai dasar dalam pemilihan obat
malaria secara tepat.
Ada 3 cara pengobatan malaria berdasarkan
kebutuhan yaitu pengobatan untuk mencegah
(profilaksis) yaitu, pemberian obat antimalaria yang
bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi atau
29
gejala-gejala penyakit malaria. Pengobatan terapeutik
(kuratif) yaitu pemberian obat antimalaria, yang
digunakan untuk penyembuhan infeksi malaria yang
telah diderita, penanggulangan serangan malaria akut,
serta pengobatan radikal. Pengobatan untuk
mencegah terjadinya penularan yaitu pengobatan yang
bertujuan untuk mencegah infeksi nyamuk atau
mempengaruhi perkembangan sporogoni pada
nyamuk.
2.1.6.1 Obat Anti Malaria
Hampir semua obat antimalaria (OAM) yang
dikembangkan bekerja dengan menghambat
atau mematikan bentuk aseksual parasit yang
berada dalam eritrosit manusia (skizontosida
darah) dan menimbulkan gejala klinis. Obat
antimalaria yang efektif dan bekerja cepat di
antaranya adalah klorokuin, kina, kinidin,
meflokuin, atovakun, derivat artemisinin. Obat-
obat lain seperti proguanil, pirimetamin,
sulfonamid, sulfon, dan antibiotik yang berkhasiat
sebagai OAM (tetrasiklin, doksisiklin, dan lain-
30
lain) bekerja lambat dan kurang efektif.
Sedangkan primakuin merupakan satu-satunya
obat yang dapat mengeradikasi parasit laten
dalam jaringan yang menyebabkan relaps pada
infeksi Plasmodium Vivax dan Plasmodium Ovale
(Gunawan, 2009).
2.2 Penyebaran Malaria
Malaria merupakan penyakit endemis yang menyerang
negara-negara dengan penduduk yang padat. Batas
penyebaran malaria adalah 64 Lintang Utara (Rusia) dan 32
Lintang Selatan (Argentina). Ketinggian yang
memungkinkan parasit malaria hidup adalah 400m di bawah
permukaan laut (Laut Mati) sampai 2.600 meter di atas
permukaan laut (Bolivia). Plasmodium Vivax mempunyai
distribusi geografis yang luas, mulai dari daerah yang
beriklim dingin, subtropis, sampai ke daerah tropis.
Plasmodium Falciparum terutama menyebabkan malaria di
benua Afrika dan daerah tropis lainnya (Hiswani, 2004).
Di Indonesia malaria dapat berjangkit di daerah dengan
ketinggian sampai 1.800 m di atas permukaan laut. Spesies
yang paling banyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum
31
dan Plasmodium vivax. Plasmodium malariae dijumpai di
Indonesia bagian Timur, sedangkan Plasmodium ovale
pernah ditemukan di Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Secara umum, setiap orang dapat terinfeksi malaria,
tetapi ada beberapa orang yang memiliki kekebalan
terhadap parasit malaria, baik yang bersifat bawaan/alamiah
maupun didapat. Orang yang paling beresiko terinfeksi
malaria adalah anak balita, wanita hamil, serta penduduk
nonimun yang mengunjungi daerah endemis malaria, serta
para pengungsi, transmigran dan wisatawan (Prabowo,
2009).
Penyakit malaria ditularkan melalui dua cara, yaitu
alamiah dan nonalamiah. Penularan secara alamiah adalah
melalui gigitan nyamuk Anopheles yang mengandung
parasit malaria dan nonalamiah melalui jalur lain seperti;
Malaria bawaan (kongenital), yaitu malaria pada bayi yang
baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria.
Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada sawar
plasenta (selaput yang melindungi plasenta) sehingga tidak
ada penghalang infeksi dari ibu kepada janinnya. Selain
melalui plasenta, penularan dari ibu kepada bayinya juga
dapat melalui tali pusat. Gejala pada bayi yang baru lahir
32
berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang sehingga
sering menangis/rewel), pembesaran hati dan limpa,
anemia, tidak mau makan/minum, serta kuning pada kulit
dan selaput lendir. Keadaan ini harus dibedakan dengan
infeksi kongenital lainnya, seperti toxoplasmosis, rubella,
sifilis kongenital dan anemia hemolitik. Pembuktian pasti
dilakukan dengan deteksi parasit malaria pada darah bayi.
Penularan mekanik (transfusion malaria) yaitu infeksi
malaria yang ditularkan melalui transfusi darah dari donor
yang terinfeksi malaria, pemakaian jarum suntik secara
bersama-sama pada pecandu narkoba, atau melalui
transplantasi organ. Penularan melalui jarum suntik banyak
terjadi pada para pecandu obat bius yang menggunakan
jarum suntik yang tidak steril. Parasit malaria dapat hidup
selama tujuh hari dalam darah donor. Biasanya, masa
inkubasi transfusion malaria lebih singkat dibanding infeksi
malaria secara alamiah (Prabowo, 2009).
2.3 Masyarakat Kabupaten Intan Jaya
2.3.1 Kondisi Masyarakat kabupaten Intan Jaya
Dari data Badan Pusat Statistik Provinsi Papua
(BPSPP) dan Badan Perencanaan Pembangunan
33
Daerah Provinsi Papua (BPPDPP) tahun 2011 (Papua
dalam Angka, 2011)
2.3.1.1 Kondisi Fisik
Kabupaten Intan Jaya, adalah kabupaten
yang baru berdiri pada tahun 2009, dan
merupakan kabupaten pemekaran dari
kabupaten sebelumnya yaitu Nabire Kabupaten
Intan Jaya sendiri adalah kabupaten yang berada
di dataran tinggi dengan banyak pegunungan.
Ketinggiannya mencapai 2.000 meter dari
permukaan laut. Suhu normal di Intan Jaya
sendiri berkisar 19-25⁰C. Kabupaten Intan Jaya
memiliki 6 kecamatan yaitu Kecamatan Homeyo,
Sugapa, Hitadipa, Agisiga, Biandoga, dan
Wandai. Pemerintah Kabupaten Intan Jaya
berpusat dan beribukota di Distrik Sugapa. Dari
Masing-masing distrik memiliki beberapa desa,
yaitu Kecamatan Homeyo 10 desa, Kecamatan
Sugapa 9 desa, Kecamatan Hitadipa 5 desa,
Kecamatan Agisiga 6 desa, Kecamatan Biandoga
6 desa, dan Kecamatan Wandai 1 desa.
34
Jumlah penduduk Kabupaten Intan Jaya
sebanyak 40.490 jiwa. Terdiri dari 20.745 orang
laki-laki dan 19.745 orang perempuan. Untuk
mencapai Kabupaten Intan Jaya sendiri
sangatlah sulit, hal ini dikarenakan transportasi
yang ada di Intan Jaya satu-satunya adalah lewat
udara dan tidak memiliki transportasi darat juga
tranportasi air.
2.3.1.2 Kondisi Ekonomi
Kondisi Ekonomi di Kabupaten Intan Jaya
masih tergolong menengah ke bawah, dan
penghasilan sehari-hari masyarakat di
Kabupaten Intan Jaya lebih banyak dari hasil
hutan dan berkebun. Hutan sangat luas, dan
banyak yang belum tersentuh. Luas hutan yang
digunakan sebagai hutan produksi adalah 20.787
hektar dan luas hutan lindung adalah 209.893
hektar. Hasil hutan yang paling sering ditemui
adalah ubi jalar, kacang tanah, wortel, kentang,
buah merah, dan sayuran yang bisa hidup di suhu
dingin.
35
Struktur pemerintahan Kabupaten Intan Jaya,
terdapat 203 Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang
terdiri dari 145 laki-laki, dan 58 perempuan.
2.3.1.3 Kondisi Pendidikan
Kondisi pendidikan di Intan Jaya Jaya masih
tergolong minim. Kabupaten Intan Jaya belum
memiliki Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),
Sekolah Tinggi (ST) ataupun Perguruan Tinggi.
Tabel 2.4 Jumlah Sekolah di Kabupaten Intan Jaya.
No Jenis Sekolah Jumlah Sekolah
Jumlah Guru Jumlah Murid
L P L P
1. TK (Taman Kanak-Kanak)
2 30 20 2 5
2.
SD ( Sekolah Dasar)
29
2.65
1
1.45
9
48
4
3. SMP ( Sekolah Menengah Pertama)
5 357 175 6 2
4. SMA ( Sekolah Menengah Atas)
1 67 18 3 -
2.3.1.3 Kondisi Kesehatan
Kondisi kesehatan di Kabupaten Intan Jaya
masih sangat minim. Hal ini berkaitan dengan
sarana tranportasi menuju Kabupaten Intan Jaya
yang tergolong minim, namun upaya pelayanan
kesehatan di sini sudah mulai berkembang.
Walaupun belum ada rumah sakit, namun sudah
36
ada 6 puskesmas, 3 pustu, 89 posyandu dan 4
klinik KB.
Tenaga kesehatan di Kabupaten Intan Jaya
masih sangat sedikit juga. Hanya terdapat 1
dokter umum, 4 bidan, 4 perawat, 1 gizi, 1 laboran
dan 11 ahli kesehatan masyarakat.
Penyakit yang sering diderita oleh
masyarakat adalah ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) dan Malaria.
2.3.2 Malaria pada Masyarakat Kabupaten Intan Jaya
Malaria banyak diderita oleh masyarakat. Dengan
adanya 142 kasus malaria dan 36 orang meninggal
pada bulan Mei Tahun 2010 membuktikan jika malaria
adalah masalah yang serius. Sementara itu
penanganan dari pihak pemerintah setempat belum
maksimal karena minimnya stok obat-obatan, serta
terkendala transportasi karena hanya bisa dijangkau
dengan pesawat.
Kondisi lingkungan masyarakat Kabupaten Intan
Jaya sangat memicu tingginya angka kejadian malaria
hal ini dikarenakan sekitar rumah warga berada di
antara hutan. Selain itu kurangnya pengetahuan
37
masyarakat juga mempengaruhi tingginya malaria,
karena tingkat pendidikan masyarakatnya masih
rendah. Demikian juga kurangnya kesadaran dari
warga untuk menjaga lingkungan yang bebas nyamuk.
(Dinas Kesehatan dan Sosial Kab. Intan Jaya 2010).
top related