bab ii kajian teori 2.1. komunikasi massarepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3839/3/t1... ·...
Post on 13-May-2018
216 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Komunikasi massa
Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa
pada sejumlah orang (Rakhmat 2008: 188). Perlu diketahui bahwa massa yang
dimaksud dalam konteks komunikasi massa disini adalah khalayak luas yang tidak
saling mengenal dan terdiri dari berbagai macam latar belakang sosial, ekonomi dan
budaya. Ciri-ciri komunikasi massa itu sendiri adalah; komunikasi massa berlangsung
satu arah, komunikator komunikasi massa melembaga, pesan pada komunikasi massa
bersifat umum, media komunikasi massa menimbulkan keserempakan, dan
komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.
Harold D. Lasswell (dalam Effendy, 2007:27), berpendapat bahwa fungsi
komunikasi massa adalah :
a) Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan
yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur di dalamnya.
b) Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan.
c) Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik, baik dalam
kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang meneruskan warisan
sosial kepada keturunan berikutnya.
Dua pemain utama yang sangat mempengaruhi proses komunikasi massa
adalah gatekeeper dan regulator. Gatekeeper adalah orang media yang mempengaruhi
pesan. Regulator adalah orang media yang melakukan hal serupa (Vivian, 2008:459).
Setiap orang media yang dapat menghentikan atau mengubah pesan ditengah jalan
menuju audience disebut gatekeeper. Gatekeeper punya tanggungjawab besar karena
mereka membentuk pesan yang sampai ke khalayak. Ketika gatekeeper melakukan
kesalahan, proses dan pesan komunikasi akan terganggu. Produser siaran berita
adalah gatekeeper karena mereka mengambil keputusan, mana yang tidak dan mana
yang lebih ditonjolkan. Orang non-media dan instusi non-media yang mempengaruhi
pesan komunikasi massa sebelum pesan sampai ke tujuan adalah regulator. Regulator
11
di dalam proses komunikasi massa juga mencangkup kelompok penekan (pressure
group). Kelompok komunitas yang mengancam akan memboikot media, juga
termasuk regulator.
2.2. Persepsi
2.2.1. Persepsi secara umum
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga
atensi (perhatian), ekspektasi, motivasi dan memori (Desiderato, 1976:129). Untuk
lebih memahami persepsi, berikut adalah beberapa definisi lain dari persepsi:
Brian Fellows (dalam Mulyana, 2007:252) mendefinisikan bahwa persepsi
adalah proses yang memungkinkan suatu organisasi menerima dan menganalisis
informasi.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken (dalam Mulyana, 2007:252)
mendefinisikan bahwa persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh
kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita.
Philip Goodacre dan Jennifer Follers (dalam Mulyana, 2007:252)
mendefinisikan bahwa persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk
mengenali rangsangan.
Joshep A. DeVito (dalam Mulyana, 2007:252) mendefinisikan bahwa Persepsi
adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang
mempengaruhi indera kita.
Menurut Bimo Walgito (1990:54), persepsi adalah suatu kesan terhadap suatu
obyek yang diperoleh melalui proses penginderaan, pengorganisasian, dan
interpretasi terhadap obyek tersebut yang diterima oleh individu, sehingga merupakan
suatu yang berarti dan merupakan aktivitas integrated dalam diri individu. Pendapat
ini tidak bertentangan dengan pendapat sebelumnya, tetapi justru lebih menjelaskan
proses terjadinya yaitu setelah penyerapan maka gambaran-gambaran yang diperoleh
lewat panca indera itu kemudian diorganisisir, kemudian diinterpretasi (ditafsirkan)
12
sehingga mempunyai arti atau makna bagi individu, sedang proses terjadinya persepsi
tersebut merupakan satu kesatuan aktifitas dalam diri individu.
Pengertian persepsi selanjutnya, dikemukakan oleh Robbins (2003:97) yang
mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh oleh individu
melalui panca indera kemudian di analisa (diorganisir), diintepretasi dan kemudian
dievaluasi, sehingga individu tersebut memperoleh makna.
Menurut peneliti definisi dari para ahli diatas, pada dasarnya tidak
bertentangan satu sama lain. Dari berbagai sumber tersebut, peniliti melihat terdapat
persamaan pemahaman, yaitu :
1. Bahwa persepsi merupakan suatu kesan atau gambaran dari suatu obyek di luar
diri individu.
2. Bahwa proses terjadinya persepsi diperoleh melalui indra.
Berdasarkan bahasan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa, persepsi adalah
tanggapan gambaran atau kesan tentang suatu obyek yang diperoleh oleh individu
melalui panca indera, kemudian diorganisasi, diinterpretasi, dan dievaluasi, sehingga
memperolah makna (arti) tentang suatu obyek, sedang yang menjadi obyek persepsi
dalam penelitian ini adalah organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran
radio komunitas MTA FM.
Menurut Walgito (1990: 54 -55), persepsi memiliki indikator –indikator
sebagai berikut:
1. Penyerapan terhadap rangsangan atau objek dari luar individu.
Rangsangan atau objek tersebut diserap atau diterima oleh panca indera, baik
penglihatan, pendengaran, peraba, pencium, dan pencecap secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Dari hasil penyerapan atau penerimaan oleh alat-alat indera
tersebut akan mendapatkan gambaran, tanggapan, atau kesan di dalam otak.
Gambaran tersebut dapat tunggal maupun jamak, tergantung objek persepsi yang
diamati. Di dalam otak terkumpul gambaran-gambaran atau kesan-kesan, baik yang
lama maupun yang baru saja terbentuk. Jelas tidaknya gambaran tersebut tergantung
13
dari jelas tidaknya rangsang, normalitas alat indera dan waktu, baru saja atau sudah
lama.
2. Pengertian atau pemahaman
Setelah terjadi gambaran-gambaran atau kesan-kesan di dalam otak, maka
gambaran tersebut diorganisir, digolong-golongkan (diklasifikasi), dibandingkan,
diinterpretasi, sehingga terbentuk pengertian atau pemahaman. Proses terjadinya
pengertian atau pemahaman tersebut sangat unik dan cepat. Pengertian yang
terbentuk tergantung juga pada gambaran-gambaran lama yang telah dimiliki individu
sebelumnya (disebut apersepsi).
3. Penilaian atau evaluasi
Setelah terbentuk pengertian atau pemahaman, terjadilah penilaian dari
individu. Individu membandingkan pengertian atau pemahaman yang baru diperoleh
tersebut dengan kriteria atau norma yang dimiliki individu secara subjektif. Penilaian
individu berbeda-beda meskipun objeknya sama. Oleh karena itu persepsi bersifat
individual.
Menurut Robbins (2003:124-130), indikator-indikator persepsi ada 2 dua
macam, yaitu:
a. Penerimaan.
Proses penerimaan merupakan indikator terjadinya persepsi dalam tahap
fisiologis, yaitu berfungsinya indera untuk menangkap rangsang dari luar.
b. Evaluasi
Rangsang-rangsang (stimulus) dari luar yang telah ditangkap indera,
kemudian dievaluasi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang satu
menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang sulit dan membosankan. Tetapi individu
yang lain menilai rangsang yang sama tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan
menyenangkan.
Peneliti lebih sependapat dengan Bimo Walgito bahwa indikator persepsi ada
3 (tiga) butir, yaitu menyerap, mengerti dan menilai (evaluasi). Alasan peneliti
menggunakan pendapat Bimo Walgito yaitu; lebih lengkap dan memadahi pendapat-
14
pendapat para ahli lainnya, atas pemahamannya tentang persepsi. Selanjutnya
indikator-indikator persepsi tersebut sangat berguna untuk pengembangan
pemahaman persepsi masyarakat Nahdatul Ulama di Kecamatan Susukan terhadap
organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an melalui siaran radio komunitas MTA FM.
Peneliti memilih menggunakan definisi dan pemahaman persepsi dari Bimo
Walgito (1990:54), persepsi adalah suatu kesan terhadap suatu obyek yang diperoleh
melalui proses penginderaan, pengorganisasian, dan interpretasi terhadap obyek
tersebut yang diterima oleh individu, sehingga merupakan suatu yang berarti dan
merupakan aktivitas integrated dalam diri individu. Pendapat ini tidak bertentangan
dengan pendapat sebelumnya, tetapi justru lebih menjelaskan proses terjadinya yaitu
setelah penyerapan maka gambaran-gambaran yang diperoleh lewat panca indera itu
kemudian diorganisisir, kemudian diinterpretasi (ditafsirkan) sehingga mempunyai
arti atau makna bagi individu, sedang proses terjadinya persepsi tersebut merupakan
satu kesatuan aktifitas dalam diri individu.
Berikut adalah indikator-indikator persepsi dalam penelitian ini yang disusun
oleh peneliti:
1. Beberapa pernyataan yang menyangkut indikator pertama, menerima atau
menyerap:
a. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat diterima
dengan jelas.
b. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat diterima
dengan cepat.
c. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat diterima
sebagian saja.
d. Siaran radio komunitas MTA FM, tidak semua progam acaranya didengarkan.
2. Beberapa pernyataan yang menyangkut indikator kedua, mengerti atau
memahami:
a. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat dimengerti
sebagian saja.
15
b. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM dapat dipahami
secara keseluruhan.
c. Siaran dari progam acara Jihad Pagi radio komunitas MTA FM tidak dapat
dipahami dalam penerapan sehari-hari.
3. Beberapa pernyataan yang menyangkut indikator ketiga yaitu menilai:
a. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang
sulit/rumit.
b. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang sangat
menakutkan.
c. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang tidak ada
gunanya.
d. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang
membingungkan.
e. Organisasi massa Majelis Tafsir Al-Qur’an mempunyai ajaran Islam yang
memancing reaksi berlebihan.
Indikator-indikator persepsi diperlukan untuk menyusun instrument. Butir-
butir pertanyaan dalam proses wawancara dan sebagai landasan observasi yang
disusun peneliti, harus sesuai atau sinkron dengan indikator-indikator persepsi diatas.
Dengan demikian butir-butir pertanyaan dalam proses wawancara mendalam dapat
mengungkap dengan teliti atau tepat sesuai dengan apa yang akan diukur, dalam hal
ini adalah persepsi.
Menurut Sutrisno Hadi (2003:17), sebagai ilustrasi proses terjadinya persepsi,
ia bereksperimen tentang kubus dari kayu dengan melalui indera penglihatan:
1. Kubus terkena sinar matahari, dipantulkan mengenai mata.
2. Sinar diteruskan ke kornea (lapisan tanduk bagian depan), dibiaskan ke air
mata bagian depan (humor aques anterior), dibiaskan ke lensa cristalina
dibiaskan ke air mata bagian belakang (humor aques posterior) terus
dibiaskan lagi ke corpus vitreum, diteruskan ke bintik kuning atau retina,
16
sehingga timbul gambaran kubus dalam retina, sampai diterima inilah yang
disebut tahap fisik.
3. Gambaran kubus dalam retina (bintik kuning) dirubah menjadi rangsang
syaraf, yang selanjutnya dibawa ke otak, dimasukkan ke dalam lapisan
(tempat) yang disebut lobus occipitalis. Sampai inilah yang disebut tahap
fisiologis.
4. Selanjutnya gambaran kubus kayu yang ada dalam otak (lobus accipitalis) itu
diolah, diorganisir, dinterpretasi dan dievaluasi, sehingga individu menyadari
bahwa itu kubus kayu, sisi sama, sudut delapan, besar dan bagus, berat, sulit
membuatnya, dan berbagai penilaian lain.
Terjadinya persepsi diawali dengan adanya stimulus yang ditangkap melalui
panca indera. Padahal panca indera individu yang satu dengan yang lain, berbeda
keadaannya misalnya, ketajaman dan normalitasnya. Perbedaan lainnya terletak pada
pengalaman-pengalaman tiap individu yang berbeda-beda, maka hal ini akan
menyebabkan persepsi itu bersifat subjektif, berbeda-beda persepsi tiap individu,
meskipun benda atau peristiwa yang dipersepsi sama.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain adalah faktor
perhatian (attention). Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian
stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran saat stimuli lainnya melemah (Andersen,
1972:46). Perhatian dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal, Berikut ini
adalah penjelasannya :
A. Faktor Eksternal Penarik Perhatian
Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh faktor-faktor situasional dan
personal. Faktor situasional kadang juga disebut sebagai determinan perhatian yang
bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan
karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain; gerakan, intensitas stimuli,
kebaruan, dan perulangan.
a) Gerakan; Seperti organism yang lain, manusia secara visual tertarik pada
objek-objek yang bergerak.
17
b) Intensitas stimuli; manusia akan lebih memperhatikan stimuli yang menonjol
dari stimuli yang lain. Misalnya saja, orang bertubuh jangkung ditengah-
tengah kerumunan orang bertubuh pendek.
c) Kebaruan (Novelity); Hal-hal yang baru yang luar biasa yang berbeda akan
menarik perhatian.
d) Perulangan; Hal-hal yang disajikan berulangkali, bila disertai dengan sedikit
variasi akan menarik perhatian. Disini, unsur “famialarity” (yang sudah kita
kenal) berpadu dengan unsur “novelity” (yang baru kita kenal).
B. Faktor Internal Penaruh Perhatian
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perhatian antara lain; faktor
biologis dan faktor sosiopsikologis. Faktor biologis terjadi misalnya pada saat
keadaan lapar, bagi orang tersebut yang paling menarik adalah makanan. Faktor
sosiopsikologis terdiri dari motif sosiogenis, sikap, kebiasaan, yang nantinya akan
mempengaruhi apa yang kita perhatikan (perhatian yang selektif).
C. Faktor fungsional yang menentukan persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal
lain yang termasuk yang apa kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor-faktor
fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan.
Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang
memberi makna pada pesan yang diterimanya.
2.2.2. Persepsi interpersonal
Persepsi interpersonal tidak jauh berbeda dengan persepsi pada umumnya.
Persepsi interpersonal juga dipengaruhi oleh faktor personal dan situasional, Di
dalam persepsi sosial terdapat persepsi interpersonal dan persepsi objek. Persepsi
interpersonal adalah manusia (bukan benda) sebagai objek persepsi, disini
digunakanlah istilah persepsi interpersonal. Sedangkan persepsi objek adalah persepsi
pada objek selain manusia (Rakhmat, 2008:81).
18
Berikut ini adalah penjelasan dari perbedaan antara persepsi objek dengan
persepsi interpersonal;
1) Persepsi objek: stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda
fisik; gelombang cahaya, suara, temperatur dan sebagainya.
Persepsi interpersonal: stimuli sampai pada kita melalui lambang-lambang
verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
2) Persepsi objek: apabila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-
sifat luar objek itu.
Persepsi interpersonal: kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada
alat indera kita.
3) Persepsi objek: ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi pada kita;
kita pun tidak memberikan reaksi emosional kepadanya.
Persepsi interpersonal: fakor-faktor personal anda, dan karakteristik orang
yang ditanggapi, serta hubungan anda dengan orang tersebut, menyebabkan
persepsi interpersonal cenderung untuk keliru.
4) Objek relatif tetap, manusia berubah-ubah.
Berikut ini merupakan pengaruh faktor-faktor situasional pada persepsi
interpersonal:
A. Deskripsi Verbal
Solomon E. Asch (dalam Rakhmat, 2008:82) berekperimen tentang
bagaimana rangkaian kata sifat menentukan persepsi orang. Apabila X adalah orang
yang digambarkan sebagai orang rajin, lincah, kritis, kepala batu dan dengki maka
banyak orang akan menyimpulkan X adalah orang yang bahagia atau humoris. Akan
tetapi kata sifat tersebut dibalik, dimulai dari dengki dan diakhiri dengan kata rajin
maka banyak orang akan menyimpulkan X adalah orang yang tidak baik, atau tidak
beretika. Menurut Solomon E. Asch, kata yang disebut pertama akan mengarahkan
penilaian selanjutnya.
19
B. petunjuk proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam penyampaian pesan.
Istilah ini dilahirkan oleh antropolog intercultural Edward T. Hall. Hall (dalam
Rakhmat, 2008:83), membagi jarak dalam empat macam; jarak publik, jarak sosial,
jarak personal dan jarak akrab.
C. Petunjuk kinestik
Petunjuk kinesik adalah persepsi yang didasarkan kepada gerakan orang lain
yang ditunjukkan kepada kita. Begitu pentingnya petunjuk kinestik, sehingga bila
petunjuk-petunjuk lainnya seperti ucapan bertentangan dengan petunjuk kinestik,
maka orang akan lebih mempercayai petunjuk kinestik. Semua ini dikarenakan
petunjuk kinestik adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh
orang yang menjadi stimuli (Rakhmat, 2008:86).
D. Petunjuk Wajah
Diantara petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang penting dalam
mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi non-verbal Dale G. Leathers
(1976) menulis;
“Wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi
interpersonal, inilah alat yang penting dalam menyampaikan makna. Dalam
beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakan kita kepuncak keputusan. Kita
menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk perubahan-perubaan halus dan
nuansa makna dan mereka pada gilirannya menelaah kita” (Rakhmat, 2008:87).
E. Petunjuk paralinguistik
Paralinguistik adalah cara bagaimana orang mengucapkan lambang-lambang
verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukan apa yang diucapkan, petunjuk
paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini meliputi tinggi
rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (Rakhmat,
2008:87).
20
F. Petunjuk artifaktual
Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak
potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas dan atribut-atribut yang dipakai
lainnya (Rakhmat, 2008:87).
Berikut ini adalah penjelasan tentang pengaruh faktor-faktor personal pada
persepsi interpersonal :
A. Pengalaman
Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu
lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian
peristiwa yang kita hadapi (Rakhmat, 2008:89).
B. Motivasi
Perceptual defence (pembelaan perceptual). Jalaludin Rakhmat (2008:90)
mengatakan bahwa;
“bila anda dihadapkan pada stimuli yang mengancam anda, anda akan
bereaksi begitu rupa sehingga mungkin tidak akan menyadari bahwa stimuli itu ada.
Disini berlaku dalil komunikasi; anda hanya mendengar apa yang mau anda dengar
dan anda tidak akan mendengar apa yang tidak ingin dengar”.
Motif personal lainnya adalah kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil
(need to believe). Menurut Melvin Lerner (dalam Rakhmat, 2008:91), kita perlu
mempercayai bahwa dunia ini diatur secara adil; setiap orang memperoleh apa yang
layak diperoleh, misalnya orang diganjar dan dihukum karena perbuatannya.
C. Kepribadian
Dalam psikoanalis dikenal sebagai proyeksi, sebagai salah satu cara
mempertahankan ego. Proyeksi adalah mengekternalisasikan pengalaman subjektif
secara tidak sadar. Orang melemparkan perasaan bersalahnya pada orang lain.
Kepribadiaan otoriter adalah sindrom kepribadian yang ditandai oleh ketegaran
berpegang pada nilai-nilai konvensional, hasrat berkuasa tinggi, kekakuan dalam
hubungan interpersonal, kecenderungan melemparkan tanggungJawab pada suatu di
21
luar dirinya dan memproyeksikan sebab-sebab dari peristiwa yang tidak
menyenangkan pada kekuatan diluar dirinya.
2.3. Perbedaan Kelompok, Organisasi, Komunitas dan Organisasi
Kemasyarakatan
Kelompok adalah suatu sistem yang diorganisasikan pada dua orang atau
lebih yang dihubungkan satu dengan yang lainnya yang mana sistem tersebut
menunjukan fungsi yang sama, memiliki sekumpulan standar (patokan) peran dalam
berhubungan antar anggotanya dan memiliki sekumpulan norma yang mengatur
fungsi kelompok dan setiap anggotanya (Iskandar,1990:120).
Sheriff dan Sheriff (1957) mengatakan; perbedaan antara kelompok sosial
dengan massa terletak pada struktur. Kelompok sosial telah memiliki struktur
tertentu, sedangkan massa tidak memiliki struktur.
Forsyt (1999) mengatakan; dengan mengesampingkan definisi tentang
kelompok yang sangat variatif, Foryst berpendapat bahwa kelompok pada umummya
mempunyai ciri-ciri interaksi, struktur, tujuan, groupness, atau unity.
Penjelasan diatas membedakan kelompok dan organisasi. Terdapat beberapa
teori dan perspektif mengenai organisasi, ada yang cocok sama satu sama lain, dan
ada pula yang berbeda. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau
wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis,
terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-prasarana, data, dan lain
sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
organisasi1.
Organisasi menurut Evert M. Rogers dan Rekha Argawala Rogers (dalam
Onong U., 2007:114) adalah sebagai berikut:
“ a stable sistem of individuals who work together to achieve, through a
hierarchy of ranks and division of labour, common goals”.
1http://tkampus.blogspot.com/2012/03/definisi-organisasi.html, (diunduh tanggal 01-07-2012)
22
“suatu sistem yang mapan dari mereka yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan bersama, melalui jenjang kepangkatan dan pembagian tugas”.
Definisi Organisasi Kemasyarakatan menurut undang-undang nomer 8 tahun
1985 adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi,
agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila2.
Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada
suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan
mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang
lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi3.
Sukanto (2001) menggunakan istilah masyarakat setempat untuk istilah
komunitas, yang menunjuk kepada warga sebuah Desa, Kota, Suku atau Bangsa yang
hidup sedemikian rupa sehingga merasakan kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan hidup yang utama (Rachmistie, 2007:71).
Gottschalk (dalam Horton dan Hunt, 1975:18) dalam buku sociology,
mengemukakan bahwa; komunitas dapat didefinisikan baik sebagai suatu kelompok
kesatuan manusia (Kota kecil, Kota dan Desa maupun sebagai seperangkat perasaan
(rasa keterikatan, kesetiaan).
Menurut Garna (1999:147) tentang komunitas adalah;
“suatu kelompok manusia yang menempati suatu kawasan geografis, yang
terlibat dalam aktifitas ekonomi, politik, dan juga membentuk suatu satuan sosial
yang memiliki nilai-nilai tertentu, serta rasa kebersamaan”.
Faktor utama yang menjadi dasar suatu komunitas adalah adanya interaksi
yang lebih besar diantara para anggotanya sehingga menumbuhkan rasa keterikatan
2http://www.elsam.or.id/downloads/1337933159_RUU_tentang_Organisasi_Masyarakat.pdf (diunduh
tanggal 01-07-2012) 3 http://id.scribd.com/doc/28335794/BAB-II-PEMBAHASAN-a-Pengertian-Komunitas-Komunitas,
(diunduh tanggal 01-07-2012)
23
dan keakraban yang menimbulkan kenyamanan bagi para anggotanya. Umumnya
mereka memiliki kebiasaan-kebiasaan yang sama, meskipun hanya sebagian yang
menjalankan tradisi yang dimiliki.
Mac Iver dan Charles H. Page (1961:293) menjelaskan bahwa dalam
membentuk suatu komunitas harus ada perasaan saling memerlukan diantara
anggotanya. Perasaan ini disebut persaan komunitas (community sentiment). Berikut
ini dijelaskan unsur-unsur perasaan komunitas antara lain:
a. Perasaan altruisme, yakni lebih menekankan perasaan solider
kepada orang lain. Perasaan individu yang diselaraskan dengan
perasaan kelompoknya sehingga mereka merasakan kelompoknya
sebagai bagian dari struktur sosial.
b. Perasaan sepenanggungan, yakni setiap individu sadar akan
peranannya dalam kelompok.
c. Perasaan saling memerlukan, yakni individu yang tergabung dalam
masyarakat setempat merasakan dirinya bergantung pada
komunitasnya, baik kebutuhan fisik maupun psikologis.
Selanjutnya, tujuan membangun sebuah komunitas (communicaty
development), dijelaskan oleh Rubin & Rubin (1992:10) sebagai berikut:
a. Memperbaiki kualitas hidup anggota komunitas melalui resolusi dan berbagai
masalah.
b. Mengurangi ketidakadilan sosial seperti ras, kekerasaan, gender dll.
c. Melatih dan menyebarluaskan nilai-nilai demokratis sebagai proses menuju
keberhasilan pembangunan komunitas.
d. Memberi kesempatan kepada orang-orang untuk meningkatkan potensi
mereka sebagai individu.
e. Menciptakan kebersamaan dalam komunitas sehingga orang-orang merasa
mantap hidup dalam komunitas tersebut.
24
2.4. Radio Secara Umum
2.4.1. Radio Dalam Siaran
Radio sebagai salah satu media elektronik, adalah produk perkembangan dan
dan kemajuan teknologi media informasi. Radio seakan-akan telah memperpendek
jarak dan mempersempit kesenjangan kehidupan masyarakat, serta memberikan
peluang untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan masyarakat. Sebagai audience
dituntut untuk semakin terbuka terhadap perubahan yang terjadi. Hal ini konsekuensi
logis dari berlangsungnya gerakan kebudayaan. Radio saat ini tidak lagi sekedar
sebagai alat komunikasi, tetapi bergerak jauh dan cepat sebagai salah satu alat
kelengkapan hidup terhadap informasi, pendidikan dan hiburan.
Pada kenyataannya radio lebih ampuh dalam hal mempengaruhi, walaupun
titik tekan radio pada fungsi menghibur/hiburan. Tetapi, karena kelahirannya relatif
lebih muda dari pada media cetak, radio hanya menempati the fifth state setelah surat
kabar (Bambang, 2003:8).
2.4.2. Radio Siaran Bersifat Langsung
Makna langsung sebagai sifat radio siaran, ialah bahwa setiap pesan yang
akan disiarkan dapat dilakukan tanpa proses yang rumit. Bandingkan dengan
penyiaran pesan melalui surat kabar, brosur, pamflet, atau media cetak lainnya yang
selain lama dalam memprosesnya, juga tidak mudah menyebarkannya. Penyampaian
pesan propaganda lebih efektif dan efisien melalui radio karena langsung tertuju ke
rumah-rumah, dan langsung pula dapat disampaikan oleh mikrofon (Effendy,
2003:139-140).
2.4.3. Radio Siaran Tidak Mengenal Jarak dan Rintangan
Faktor lain yang menyebabkan radio dianggap memiliki “kekuasaan” ialah
tidak dijumpainya jarak dan rintangan. Bagi radio “tidak ada jarak dan waktu”,
begitu suatu pesan diucapkan oleh seorang penyiar, bagi radio tiada pula jarak dan
ruang, bagaimanapun jauhnya sasaran yang dituju, radio dapat mencapainya.
25
Gunung, Lembah, Padang Pasir, ataupun Samudera tidak menjadi rintangan (Effendy,
2003:142).
2.4.4. Radio Siaran Memiliki Daya Tarik
Radio dijuluki kekuasaan kelima ialah karena daya tarik yang dimilikinya.
Sebelum pesawat televisi muncul sebagai pelengkap rumah tangga sekitar tahun
1950, pada waktu itu hanya terdapat dua jenis media massa, yaitu surat kabar dan
majalah serta radio. Radio memiliki daya tarik yang disebabkan oleh tiga unsur yang
melekat padanya (Effendy, 2003:143-145), yakni :
1. Kata-kata lisan (spoken word)
2. Musik (music)
3. Efek suara (sound effect)
Dengan dihiasi musik dan efek suara, seperti suara binatang, hujan (badai),
mobil atau pesawat terbang dan lain-lainnya, merupakan suatu cara yang disajikan
radio sehingga tampak lebih “hidup”. Meskipun kemudian muncul di rumah-rumah
pesawat televisi yang audial dan visual, pesawat radio tetap tidak tergeser olehnya,
sebab untuk menikmati suatu acara dari pesawat televisi, khalayak tidak dapat
beranjak dari kursi di depan pesawat, sedangkan dari pesawat radio dapat dinikmati
sambil mandi dan bekerja, atau sambil mengemudikan kendaran (Effendy, 2004: 107-
108).
2.4.5. Fungsi Radio
Menurut Bambang, (2003:81) fungsi umum dari media massa radio adalah;
1. Sebagai alat hiburan
2. Sebagai alat penerangan
3. Sebagai sarana pendidikan
4. Sebagi propaganda saat genting
Sifat-sifat penting radio yang perlu dipahami agar efektif dalam pemanfaatannya,
sebagai berikut :
1. Radio siaran (Broadcasting) bersifat langsung dan segar (direct and fresh)
26
2. Siaran radio tidak mengenal jarak dan rintangan, tentunya dalam pengertian
geografis
3. Siaran radio mempunyai daya tarik yang bertumpuan kepada musik, efek suara dan
kata-kata. Siaran radio menggunakan musik untuk menghibur atau untuk pengiring
informasi tertentu, sehingga menimbulkan daya cekam yang cukup ampuh. Siaran
radio karena sifatnya auditif maka lebih tertumpu pada kata-kata jika dibandingkan
dengan media massa lainnya.
2.4.6. Karekteristik Radio
a. Auditori Sound Only, auditif
Radio adalah “suara”, untuk didengar, dikonsumsi telinga atau pendengaran.
Apapun yang disampaikan melalui radio harus berbentuk suara dan hanya suara saja.
b. Transisi
Proses penyebarluasan yang disampaikan kepada pendengar melalui pemancar.
c. Theater Of Mind
Radio menciptakan gambar (makes picture) dalam imajinasi pendengar (memainkan
imajinasi pendengar), dengan kekuatan kata dan suara. Jadi Radio mampu
menggugah imajinasi pendengarnya, dengan suara, musik, vokal atau bunyi-bunyian.
2.4.7. Kekuatan Radio
Kekuatan Radio sebagai media promosi sudah tidak dapat dipungkiri lagi.
Sebelum televisi lahir dan media cetak menerbitkan sebuah pesan layanan, radio lebih
awal menyampaikannya kepada publik. Tiga keunggulan utama yang dimiliki Radio
adalah ketersegeraan, keluasan jangkauan pendengar, dan kedalaman unsur imajinasi
sehingga membuat iklan layanan masyarakat dan komersil menjadi lebih hidup
(Masduki, 2001:68).
2.4.8. Kelemahan Radio
Kelemahan radio hanya suara. Meski suara dalam “butir keunggulan” punya
kharisma besar, dalam beberapa hal kemampuan radio yang hanya mengeluarkan
suara merupakan kelemahan. Suara tidak mampu menjelaskan gambar, grafik data,
atau hal-hal teknis tanpa menimbulkan kesalahpahaman. Bandingkan saja dengan
27
televisi dan media cetak, yang mudah menjelaskan sesuatu dalam bantuan gambar,
data atau petunjuk instruksional. Dalam beberapa hal gambar lebih mampu
mengkomunikasikan sesuatu dari pada rangkaian kata dalam kalimat sebanyak
apapun.
2.4.9. Radio komunitas
Radio komunitas, memiliki karakteristik yang berbeda dengan siaran radio
sosial. Terutama pada aspek kepemilikan, pengawasan, serta tujuan dan fungsinya.
Perbedaan tersebut diantaranya; radio komunitas bersifat independen, tidak
komersial, daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, dan untuk melayani
komunitasnya. Estrada (2001:15) mengemukakan bahwa fokus yang khas dari radio
komunitas adalah membuat audiens/khalayaknya sebagai protagonist (tokoh utama),
melalui keterlibatan mereka dalam seluruh aspek menejemen, dan produksi
progamnya, serta menyajikan progam yang membantu mereka dalam pembangunan
dan kemajuan sosial didalam komunitas mereka. Berikut ini, beberapa pandangan
mengenai radio komunitas.
a. Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran berbentuk
hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen dan
tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas,
serta untuk melayani kepentingan komunitasnya (UU Penyiaran, 2002).
b. Terdapat perbedaan antara lembaga penyiaran publik, komersial, dan
komunitas. Lembaga penyiaran publik dan komersial termasuk kategori
memperlakukan pendengar sebagai subjek dan pesertanya terlibat dalam
penyelenggaraannya (Fraser & Estrada, Unesco, 2001:29).
28
Menurut hasil riset Combine Resources Institution (CRI) pada tahun 2002
(Rachmistie, 2007:79), tipologi radio komunitas, khususnya di Indonesia terdiri dari
empat bentuk, yaitu:
a. Community Based (Radio Berbasis Komunitas)
Radio yang didirikan oleh komunitas yang menempati wilayah geografis
tertentu sehingga basisnya adalah komunitas yang menempati suatu daerah
dengan batasan-batasan tertentu, seperti Kecamatan, Kelurahan dan Desa.
b. Issue/Sector Based (Radio Berbasis masalah atau sektor tertentu)
Radio yang didirikan oleh komunitas yang terikat oleh kepentingan dan minat
yang sama sehingga basisnya adalah komunitas yang terikat oleh kepentingan
yang sama dan terorganisasi, seperti komunitas petani, buruh, dan nelayan.
c. Personal Initiative Based (Radio Berbasis Inisiatif Pribadi)
Radio yang didirikan oleh perorangan karena hobi atau memiliki tujuan
lainnya, seperti hiburan, informasi, dan tetap mengacu pada kepentingan
warga komunitas.
d. Campus Based (Radio Berbasis Kampus)
Radio yang didirikan oleh warga kampus perguruan tinggi dengan berbagai
tujuan, termasuk sebagai sarana laboratorium dan sarana belajar mahasiswa.
2.5. Teori divusi inovasi
2.5.1. Latar Belakang Teori
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya
tahun 1903, ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva
Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion Curve)4. Kurva ini pada dasarnya
menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau sekolompok orang
dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu
menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi
waktu.
4 http://wsmulyana.wordpress.com/2009/01/25/teori-difusi-inovasi/, (diunduh tanggal 20 Januari 2013)
29
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa
menggambarkan kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers
(1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is of current importance
because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu
tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-
penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross,
mempublikasikan hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di
Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan
tentang difusi inovasi model kurva S. Salah satu kesimpulan penelitian Ryan dan
Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation
followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di
mana studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih
kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah
muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya
besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers
menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai
Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981).
2.5.2. Esensi Teori
Rogers (dalam Effendy, 2003:284) mendefinisikan difusi sebagai suatu proses
dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu
tertentu diantara para anggota suatu sistem sosial (the process by which an innovation
is communicated through certain channels over time among the members of a sosial
system). Difusi adalah suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan
penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan
sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan informasi dan saling bertukaran
informasi tersebut untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam isi pesan itu
terdapat ketermasaan (newnees) yang memberikan kepada difusi ciri khusus yang
30
menyangkut ketidakpastian (uncertainty). Ketidakpastian adalah suatu derajat dimana
sejumlah alternatif dirasakannya berkaitan dengan suatu peristiwa beserta
kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut. Derajat ketidakpastian oleh
seseorang akan dapat dikurangi dengan jalan memperoleh informasi.
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4
(empat) elemen pokok, yaitu:
1. Inovasi
Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh
seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut
pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang
maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ”baru” dalam ide yang inovatif tidak
harus baru sama sekali.
2. Saluran komunikasi
Saluran komunikasi adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi
dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling
tidak perlu memperhatikan; tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik
penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih
tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan
untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran
komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
3. Jangka waktu
Jangka waktu adalah proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang
mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan
terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi
waktu terlihat dalam proses pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang:
relatif lebih awal atau lebih lambat dalam menerima inovasi, dan kecepatan
pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
31
4. Sistem sosial
Sistem sosial adalah kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Ciri-ciri inovasi yang dirasakan oleh para anggota sistem sosial menentukan
tingkatan adopsi. Lima ciri inovasi menurut Rogers (Rogers, 1983:35) adalah Relatif
Advantage (keuntungan relatif), Combatibility (kesesuaian), Complexity (kerumitan),
Trialability (kemungkinan dicoba), Observability (kemungkinan diamati).
Relatif Advantage adalah suatu derajat dengan mana inovasi dirasakan lebih
baik daripada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan relatif tersebut
dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestasi sosial, kenyamanan dan kepuasan
juga merupakan unsur penting.
Combatibility adalah suatu derajat dengan mana inovasi dirasakan ”ajeg” atau
konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman dan kebutuhan mereka yang
melakukan adopsi.
Complexity adalah mutu derajat dengan mana inovasi dirasakan sukar untuk
dimengerti dan dipergunakan.
Trialability adalah mutu derajat dengan mana inovasi dapat
dieksperimentasikan pada landasan yang terbatas.
Observability adalah suatu derajat dengan mana inovasi dapat disaksikan oleh
orang lain.
Mengenai saluran komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi.
Rogers menyatakan bahwa media massa lebih efektif untuk menciptakan pengetahuan
tentang inovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif dalam pembentukan dan
percobaan sikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan untuk
melakukan adopsi atau menolak ide baru.
Aspek lain dalam kegiatan difusi adalah apa yang dalam komunikasi dikenal
sebagai heterophily dan homophily. Homophily adalah suatu istilah yang
menggambarkan derajat pasangan perorangan yang berinteraksi yang memiliki
kesamaan dalam sifatnya (attribute), seperti kepercayaan, nilai, pendidikan, status
32
sosial, dan sebagainya. Heterophily, sebagai kebalikan dari homophily, didefinisikan
sebagai derajat pasangan orang-orang yang berinteraksi yang berada dalam sifat-sifat
tertentu (Effendy, 2003:64). Dalam situasi bebas memilih, dimana komunikator dapat
berinteraksi dengan seseorang dari jumlah komunikan yang satu sama lain berbeda, di
situ terdapat kecenderungan yang kuat untuk memilih komunikan yang menyamai
komunikator. Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan
komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, bahasa, maka komunikasi
diantara mereka itu akan lebih efektif. Kesamaan orang-orang itu menimbulkan
kemungkinan untuk berkomunikasi, dan pada gilirannya lebih besar kemungkinan
komunikasi lebih berarti. Kebanyakan orang menyenangi interaksi dengan orang
yang benar-benar sama dalam status sosial, pendidikan, kepercayaan dan sebagainya.
Mengenai waktu sebagai salah satu unsur utama dari difusi ide baru itu
meliputi 3 hal, yakni sebagai berikut :
1. Innovations-decision process (proses inovasi keputusan).
2. Innovativeness (keinovatifan).
3. Innovation’s rate of adoption (tingkat inovasi dari adopsi).
Innovations-decision process adalah proses mental dimana seseorang berlalu
dari pengetahuan pertama mengenai inovasi ke pembentukan sikap terhadap inovasi,
ke keputusan menerima atau menolak, ke pelaksanaan ide baru, dan ke peneguhan
keputusan itu. Ada lima langkah yang dikonseptualisasikan dalam proses ini, yaitu :
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau
unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan
keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi.
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil
keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik.
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada
pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
33
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit
pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan
penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya.
Innovativeness adalah derajat dengan mana seseorang relatif dini dalam
mengadopsi ide-ide baru ketimbang anggota-anggota lain dalam suatu sistem sosial.
Pengadopsi tersebut dikategorikan sebagai berikut :
1) Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi.
Cirinya: petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan
ekonomi tinggi
2) Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang
dihormati, akses di dalam tinggi
3) Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal.
Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
4) Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan
ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati.
5) Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum
kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan
opinion leaders, sumberdaya terbatas.
Innovation’s rate of adoption adalah kecepatan relatif dengan mana suatu
inovasi di adopsi oleh anggota-anggota suatu Rate of adoption atau tingkat adopsi
biasanya diukur dengan waktu yang diperlukan untuk prosentase tertentu dari para
anggota sistem untuk mengadopsi suatu inovasi. Sistem sosial adalah tatanan
kesatuan yang terhubungkan satu sama lain dalam upaya pemecahan masalah dalam
rangka mencapai tujuan tertentu (Rogers 1938: 37).
34
2.6. Teori Stimulasi
Teori stimulasi memandang manusia sebagai mahluk yang lapar “stimuli”,
yang senantiasa mencari pengalaman-pengalaman baru, yang selalu berusaha
memperoleh hal-hal yang memperkaya pemikirannya. Hasrat ingin tahu, kebutuhan
untuk mendapatkan rangsangan emosional, dan keinginan untuk menghindari
kebosanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Rakhmat, 2008:212). Komunikasi
massa menyajikan hal-hal yang baru, yang aneh, yang spektakuler, yang menjangkau
pengalaman-pengalaman yang tidak terdapat peda pengalaman individu sehari-hari.
2.7. Teori Disonansi Kognitif
Istilah disonansi kognitif dari teori yang ditampilkan oleh Leon Festinger
(dalam Effendy, 2003:262), ini berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek
sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Orang yang mengalami
disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Jika
seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju kearah menjadi
perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi dengan perilaku.
Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya menguranginya dengan
jalan merubah perilakunya, kepercayaan atau opininya.
2.8. Teori inokulasi
Teori inokulasi atau teori suntikan yang pada mulanya ditampilkan oleh
MCGuire ini mengambil analogi dari peristiwa medis. Orang yang secara fisik tidak
siap untuk menahan penyakit infeksi, seperti cacar dan polio, memerlukan inokulasi
(suntikan) vaksin untuk merangsang mekanisme daya tahan tubuhnya supaya dapat
melawan penyakit tersebut. Teori inokulasi (suntikan) menyatakan bahwa lebih baik
mempersenjatai terbujuk (persuadee) dengan counterarguments daripada
membiarkan tidak siap menyangkal perspektif lawan. Orang yang tidak memiliki
informasi mengenai suatu hal atau tidak menyadari posisi mengenai hal tersebut,
maka ia akan lebih mudah untuk dipersuasi atau dibujuk, oleh karena ia tidak siap
untuk menolak argumentasi si persuader atau pembujuk. Suatu cara untuk
35
membuatnya agar tidak terkena pengaruh adalah menyuntiknya dengan argumentasi
balasan (counterarguments) (Effendy, 2003:263).
2.9. Teori Kategori Sosial
Teori kategori sosial menyatakan adanya perkumpulan-perkumpulan,
kebersamaan-kebersamaan atau kategori sosial pada masyarakat urban-industrial
yang perilakunya ketika diterpa perangsang-perangsang tertentu hampir seragam
(Effendy, 2003:276). Asumsi dasar dari teori kategori sosial adalah teori sosiologis
yang menyatakan bahwa meskipun masyarakat modern sifatnya heterogen, penduduk
yang memiliki sejumlah ciri yang sama akan mempunyai pola hidup tradisional yang
sama. Persamaan gaya, orientasi dan perilaku akan berkaitan dengan suatu gejala
seperti pada media massa dalam perilaku yang seragam. Anggota-anggota dari
kategori tertentu akan memilih pesan komunikasi yang kira-kira sama, dan
menanggapinya dengan cara yang hampir sama pula.
36
2.10. Kerangka Pikir
ORMAS
MTA
PERSEPSI
KHALAYAK;
KOMUNITAS
NAHDATUL
ULAMA
KECAMATAN
SUSUKAN
RADIO
KOMUNITAS
MTA FM
PROGAM ACARA
JIHAD PAGI MTA
FM
Teori Divusi
Inovasi & Teori
Kategori Sosial
INDIKATOR
PERSEPSI
-Menyerap
-Mengerti
-Menilai
T
O
K
O
H
&
A
N
G
G
O
T
A
Teori Stimuli
Teori Disonansi Kognitif
Teori Inokulasi
Teori Divusi Inovasi
37
Penjelasan :
Islam merupakan agama yang paling banyak penganutnya di Indonesia,
demikian juga yang terjadi di wilayah Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah. Mayoritas masyarakat Islam di wilayah tersebut adalah penganut Islam
dibawah kepemimpinan Ormas Islam Nahdatul Ulama (NU). Kemudian dapat
diceritakan secara singkat, muncul Ormas Islam di Kota Solo (Surakarta) yang
bernama Majelis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Antara Ormas NU dan MTA ini terdapat
berbagai macam perbedaan pemahaman tentang Islam yang harus ditaati oleh
pengikutnya masing-masing, hal ini dapat diketahui dari progam acara Jihad Pagi
MTA FM, radio (milik Ormas MTA) yang kualitas dan jangkauan siarannya dapat
diterima dengan baik di wilayah Kecamatan Susukan. Melalui media tersebutlah
menjadi sumber informasi yang dominan yang dapat diakses oleh komunitas
Nahdatul Ulama mengenai Ormas MTA beserta ajarannya. Oleh karena itu peneliti
ingin mengetahui persepsi dari komunitas NU di Kacamatan Susukan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah terhadap Ormas Islam MTA melalui pesan pada progam
acara Jihad Pagi MTA FM yang diterima masyarakat NU di daerah tersebut. Peneliti
menggunakan teori divusi inovasi dari Everett Rogers untuk mendalami dan
menganalisa khalayak NU tentang persepsinya terhadap Ormas Islam MTA.
Mengenai persepsi itu sendiri, oleh peneliti akan dikaji menggunakan teori persepsi
dari Bimo Walgito. Disamping itu, peneliti juga menggunakan teori-teori lainnya
seperti teori stimuli, teori disonansi kognitif, teori inokulasi, teori divusi inovasi dan
teori kategori sosial untuk menganalisa penelitian ini.
top related