bab ii kajian pustaka - repository.uksw.edu · 2.1.3. badan hukum berdasarkan pengelolaan rumah...
Post on 07-Feb-2021
12 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. ASPEK HUKUM PERUMAHSAKITAN
2.1.1. Sejarah
Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan
sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir.
Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada
orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai
kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM
(sebelum masehi) di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama
dengan kepercayaan Yunani.1
Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di
India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada
tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di
Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang
dibiayai anggaran kerajaan. Rumah sakit pertama yang melibatkan pula
konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan
1 Fery K. Indrawanto, “Sejarah Rumah Sakit,” http://prasko17.blogspot.co.id/2011
/04/sejarah-rumah-sakit.html, dikunjungi pada 11 Oktober 2017 pukul 17.10 WIB.
http://prasko17.blogspot.co.id/2011%20/04/sejarah-rumah-sakit.htmlhttp://prasko17.blogspot.co.id/2011%20/04/sejarah-rumah-sakit.html
-
pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan
Persia.
Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak,
Gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut
mempengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325
memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada
orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap
kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama
kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, Bishop
of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja,
dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.2
Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola
tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan
kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah
hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya
bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit
yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.
Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar
pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama
dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staf pengobatan dan
perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah
2 Ibid.
-
sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada
awal abad 10.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada
abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama
dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis.
Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan
di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy.
Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh
Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania
General Hospital di Philadelphia pada 1751. Setelah terkumpul sumbangan
£2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik.
Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di
Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali
didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada
zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta
keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan
pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis. Hal ini
berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok
agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ (Centraal
Burgerlijke Ziekenhuis) di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut
bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan.
Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat
http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/285/Centraal-Burgerlijke-Ziekenhuis-CBZhttp://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/285/Centraal-Burgerlijke-Ziekenhuis-CBZ
-
pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis.
Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang
berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik
bayaran termasuk pegawai VOC. Setelah kemerdekaan perumahsakitan di
Indonesia berkembang pesat sehingga muncul berbagai macam Rumah Sakit
baik milik swasta maupun milik pemerintah. Secara garis besar dapat
dibedakan adanya dua kategori Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit Umum dan
Rumah Sakit Khusus. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b /
MENKES / PER / II / 1998 mencantumkan pengertian tentang Rumah Sakit,
Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus, sebagai berikut:
a) Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan secara merata, dengan mengutamakan upaya penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan
tenaga kesehatan dan penelitian.
b) Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat untuk semua jenis penyakit, mulai dari
pelayanan kesehatan dasar sampai dengan pelayanan subspesialistis sesuai
dengan kemampuannya.
c) Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat untuk jenis penyakit tertentu atau berdasarkan
disiplin ilmu tertentu.
-
2.1.2. Pengertian
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat
(Permenkes No. 147 Tahun 2010). Rumah sakit menurut Anggaran Dasar
Perhimpunan Rumah Sakit seluruh Indonesia (PERSI) Bab I Pasal 1 adalah
suatu lembaga dalam mata rantai Sistem Kesehatan Nasional yang
mengemban tugas pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat. Rumah
sakit adalah suatu saranan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan yang menjalankan rawat inap, rawat jalan, dan rehabiitasi berikut
segala penunjangnya.
Menurut American Hospital Association, rumah sakit adalah suatu
institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien.
Pelayanan tersebut merupakan diagnostik dan terapeutik untuk berbagai
penyakit dan masalah kesehatan baik yang bersifat bedah maupun non
bedah.3
2.1.3. Badan hukum
Berdasarkan pengelolaan rumah sakit, bentuk badan hukum rumah
sakit dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Yayasan
3 Alexandra Indriyanti Dewi, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book Publisher,
Yogyakarta, 2008, hal. 31-32.
-
Bentuk badan hukum yayasan mengacu pada Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Yayasan dan
akte Yayasan dari masing-masing rumah sakit. Pada rumah sakit yang
berbentuk Yayasan yang dimaksud yang mewakili pemilik adalah pengurus
Yayasan. Oleh karena itu komposisi dan keangotaan agar mengacu sesuai
peraturan yayasan tersebut. Sedangkan tanggung jawab selain mengacu
kepada undang-undang Yayasan juga mengacu tanggung jawab pemilik atau
yang mewakili.
2) Perseroan Terbatas
Acuan dari bentuk badan hukum perseroan terbatas mengacu pada Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1995 jo. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan akte perseroan terbatas dari masing-masing
Rumah Sakit. Pada Rumah Sakit perseroan terbatas yang dimaksud pemilik
atau yang mewakili adalah organisasi yang satu level di atas direktur rumah
sakit yang lebih dikenal dengan sebutan “board of director”. Komposisi dan
keanggotaan serta tugas dan tanggung jawab mengacu pada peraturan
perseroan terbatas tersebut di atas.
2.1.4. Manajemen
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal
29 ayat (1) menyatakan bahwa rumah sakit harus menyusun dan
melaksanakan peraturan internal rumah sakit (hospital by laws). Dalam
-
pelaksanaan perizinan rumah sakit hospital by laws (HBL) merupakan salah
satu faktor yang harus dipenuhi. Pada hakikatnya hospital by laws
mempunyai bidang tersendiri dan juga mempunyai fungsi penting di dalam
mengadakan tata tertib dan kepastian hukum dan jalannya rumah sakit. Ia
adalah “aturan main” (rules of the game) dari manajemen Rumah Sakit
dalam melakukan fungsi dan tugasnya. Jika aturan dan disiplin manajemen
sudah dibuat dengan baik dan juga dipatuhi, maka hospital by laws dapat
merupakan alat untuk menjalankan program Manajemen Risiko dan ‘Good
Governance’ dengan baik dan berhasil. Kesemuanya ini tergantung kepada
kemauan dan kepatuhan dari semua pihak-pihak yang terkait.
Rumah Sakit adalah sebuah lembaga atau organisasi yang memiliki
karakteristik khas, yaitu padat karya, padat modal, padat teknologi, dan
padat profesi. Di dalam organisasi atau manajemen Rumah Sakit terdapat 3
(tiga) unsur kekuasaan atau pilar utama yang saling menunjang dalam
operasional Rumah Sakit, yaitu:
1) Pemilik (Governing Board);
2) Pengelola;
3) Pemberi pelayanan
Ketiga pilar utama tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi serta
tanggung jawab yang berbeda akan tetapi semua harus bersinergis dengan
baik sehingga mencapai tujuan yang sama dalam menjalankan misi dari
Rumah Sakit. Untuk dapat mengatur pembagian tugas pokok, fungsi,
wewenang dan tanggung jawab masing-masing secara proporsional dan
-
profesional yang disebut sebagai Statuta Rumah Sakit atau Hospital By-
Laws. Ketiga pilar tersebut perlu diatur hubungan di antara ketiganya agar
Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat berjalan aman
dan bermutu. Ketiga pilar utama tersebut harus bekerja sama secara
integratif, saling mendukung, tidak saling mempengaruhi dan tidak saling
menguasai. Yang secara jelas membedakan organisasi Rumah Sakit dengan
organisasi perusahaan lainnya selain Rumah Sakit adalah pada organisasi
perusahaan umumnya hanya memiliki 2 (dua) kekuasaan yaitu pemilik dan
pengelola sedangkan pada organisasi Rumah Sakit terdiri dari 3 (tiga) pilar
kekuasaan yaitu pemilik, pengelola, dan pemberi pelayanan (komite medik),
sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya 3 (tiga) pilar utama
dalam organisasi Rumah Sakit merupakan ciri khas organisasi Rumah Sakit
yang membedakan dengan institusi atau organisasi lain.
2.1.5. Pendirian
Persyaratan Izin Mendirikan Rumah Sakit menurut lampiran
Permenkes Nomor 147 Tahun 2010, untuk memperoleh izin mendirikan,
Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
1. Studi Kelayakan Rumah Sakit pada dasarnya adalah suatu awal kegiatan
perencanaan rumah sakit secara fisik dan non fisik yang berisi tentang:
a) Kajian kebutuhan pelayanan rumah sakit, meliputi:
-
1) Demografi, yang mempertimbangkan luas wilayah dan kepadatan
penduduk, serta karakteristik penduduk yang meliputi umur, jenis
kelamin dan status perkawinan);
2) Sosio-ekonomi, yang mempertimbangkan kultur (kebudayaan),
tingkat pendidikan, angkatan kerja, lapangan pekerjaan, pendapatan
domestik rata-rata bruto;
3) Morbiditas dan mortalitas, yang mempertimbangkan 10 penyakit
utama (Rumah Sakit, Puskesmas & Rawat jalan, Rawat inap), angka
kematian (GDR, NDR), angka persalinan, dan seterusnya;
4) Sarana dan prasarana kesehatan yang mempertimbangkan jumlah,
jenis dan kinerja layanan kesehatan, jumlah spesialisasi dan
kualifikasi tenaga kesehatan, jumlah dan jenis layanan penunjang
(canggih, sederhana dan seterusnya); dan
5) Peraturan perundang-undangan yang mempertimbangkan kebijakan
pengembangan wilayah pembangunan sektor non kesehatan,
kebijakan sektor kesehatan dan perumahsakitan.
b) Kajian kebutuhan sarana/fasilitas dan peralatan medik/non medik, dana
dan tenaga yang dibutuhkan untuk layanan yang akan diberikan,
meliputi:
1) Sarana dan fasilitas fisik yang mempertimbangkan rencana cakupan,
jenis layanan dan fasilitas lain dengan mengacu dari kajian
kebutuhan dan permintaan (program fungsi dan pogram ruang);
-
2) Peralatan medik dan non medik yang mempertimbangkan perkiraan
peralatan yang akan digunakan dalam kegiatan layanan;
3) Tenaga / sumber daya manusia yang mempertimbangkan perkiraan
kebutuhan tenaga dan kualifikasi; dan
4) Pendanaan yang mempertimbangkan perkiraan kebutuhan dana
investasi.
c) Kajian kemampuan pembiayaan yang meliputi:
1) Prakiraan pendapatan yang mempertimbangkan proyeksi pendapatan
yang mengacu dari perkiraan jumlah kunjungan dan pengisian
tempat tidur;
2) Prakiraan biaya yang mempertimbangkan proyeksi biaya tetap dan
biaya tidak tetap dengan mengacu pada perkiraan sumber daya
manusia;
3) Proyeksi Arus Kas (5 -10 tahun);dan
4) Proyeksi Laba/Rugi (5 – 10 tahun).
2. Master plan adalah strategi pengembangan aset untuk sekurang-kurangnya
sepuluh tahun kedepan dalam pemberian pelayanan kesehatan secara
optimal yang meliputi identifikasi proyek perencanaan, demografis, tren
masa depan, fasilitas yang ada, modal dan pembiayaan.
3. Status kepemilikan.
Rumah Sakit dapat didirikan oleh:
-
a) Pemerintah, harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang
bertugas di bidang kesehatan dan instansi tertentu dengan pengelolaan
Badan Layanan Umum;
b) Pemerintah Daerah, harus berbentuk Lembaga Teknis Daerah dengan
pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah, atau;
c) Swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya
bergerak di bidang perumahsakitan:
1) Badan hukum dapat berbentuk Yayasan, Perseroan, perseroan
terbatas, Perkumpulan dan Perusahaan Umum;
2) Badan hukum dalam rangka penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri harus mendapat rekomendasi dari
instansi yang melaksanakan urusan penanaman modal asing atau
penanaman modal dalam negeri.
4. Persyaratan pengolahan limbah meliputi Upaya Kesehatan Lingkungan
(UKL), Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dan atau Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) yang dilaksanakan sesuai jenis dan klasifikasi
Rumah Sakit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Luas tanah untuk Rumah Sakit dengan bangunan tidak bertingkat, minimal
1½ (satu setengah) kali luas bangunan dan untuk bangunan bertingkat
minimal 2 (dua) kali luas bangunan lantai dasar. Luas tanah dibuktikan
dengan akta kepemilikan tanah yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
6. Penamaan Rumah Sakit :
-
a) harus menggunakan bahasa Indonesia, dan
b) tidak boleh menambahkan kata ”internasional”, ”kelas dunia”, ”world
class”, ”global” dan/atau kata lain yang dapat menimbulkan penafsiran
yang menyesatkan bagi masyarakat.
7. Memiliki Izin undang-undang gangguan (HO), Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Surat Izin Tempat Usaha
(SITU) yang dikeluarkan oleh instansi berwenang sesuai ketentuan yang
berlaku.
Persyaratan Izin Operasional Rumah Sakit:
Untuk mendapatkan izin operasional RS harus memiliki persyaratan:
1. Memiliki izin mendirikan.
2. Sarana prasarana
Tersedia dan berfungsinya sarana dan prasarana pada rawat jalan, rawat
inap, gawat darurat, operasi/bedah, tenaga kesehatan, radiologi, ruang
laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan latihan,
ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang
penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit; ruang menyusui, ruang
mekanik, ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah,
dan pelataran parkir yang mencukupi sesuai dengan jenis dan klasifikasinya.
3. Peralatan
a) Tersedia dan berfungsinya peralatan/perlengkapan medik dan non medik
untuk penyelenggaraan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan,
-
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai sesuai dengan
jenis dan klasifikasinya.
b) Memiliki izin pemanfaatan dari instansi berwenang sesuai ketentuan
yang berlaku untuk peralatan tertentu, misalnya; penggunaan peralatan
radiologi harus mendapatkan izin dari Bapeten.
4. Sumberdaya Manusia
Tersedianya tenaga medis, dan keperawatan yang purna waktu, tenaga
kesehatan lain dan tenaga non kesehatan telah terpenuhi sesuai dengan
jumlah, jenis dan klasifikasinya.
5. Administrasi manajemen
a) Memiliki organisasi paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau
Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta
administrasi umum dan keuangan.
1) Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai
kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
2) Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus
berkewarganegaraan Indonesia.
b) membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
c) Memiliki dan menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah
Sakit (hospital by laws dan medical staf by laws).
d) Memilik standar prosedur operasional pelayanan Rumah Sakit.
-
2.2. ASPEK HUKUM YAYASAN
2.2.1. Sejarah
Lembaga Yayasan sudah dikenal sejak zaman Hindia Belanda dan
sudah dikenal banyak dalam masyarakat. Hal ini berlaku terus sampai
Indonesia menjadi negara merdeka dan berdaulat. Karena bentuknya yang
sudah melekat pada masyarakat luas di Indonesia, maka bentuk Yayasan
tumbuh, hidup dan berkembang sehingga setiap kegiatan non profit yang
dilembagakan akan memakai lembaga bentuk Yayasan.4
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan, kedudukan Yayasan sebagai badan hukum (rechtprsoon) sudah
diakui, dan diberlakukan sebagai badan hukum, namun status Yayasan
sebagai Badan Hukum dipandang masih lemah karena tunduk pada aturan-
aturan yang bersumber dari kebiasaan dalam masyarakat atau yurisprudensi.
Istilah Yayasan pada mulanya adalah terjemahan dari
istilah“stichting” dalam bahasa Belanda dan “foundation” dalam bahasa
Inggris.5 Oleh karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang
mengatur secara khusus tentang Yayasan, maka dalam menjalankan
kegiatannya Yayasan-Yayasan tersebut menggunakan Kitab Undang-Undang
4 Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia, Abadi, Jakarta,
2003, hal. 1.
5 Chatamarrasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Citra Aditya
Bhakti, Bandung, 2000, hal. 3.
-
Hukum Perdata sebagai dasar pengaturannya antara lain yaitu Pasal 365,
Pasal 900 dan Pasal 1680 KUH Perdata.6
Pasal 365 KUH Perdata menyebutkan bahwa dalam segala hal,
bilamana Hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh
diperintahkan kepada suatu perhimpunan berbadan hukum yang bertempat
kedudukan disini pula, yang mana menurut anggaran dasarnya, akta-akta
pendiriannya atau reglemen-reglemennya berusaha memelihara anak-anak
belum dewasa untuk waktu yang lama.
Sementara dalam Pasal 900 KUH Perdata menyebutkan bahwa tiap-
tiap pemberian hibah dengan surat wasiat untuk keuntungan badan-badan
amal, lembaga keagamaan, gereja-gereja atau rumah-rumah sakit, tak akan
mempunyai akibatnya, melainkan kepada pengurus badan-badan tersebut,
oleh Presiden atau oleh suatu penguasa yang ditunjuk Presiden telah diberi
kekuasaan untuk menerimanya.
Sedangkan Pasal 1680 KUH Perdata pun tidak jauh berbeda, yaitu
menentukan tentang penghibahan yang dilakukan kepada lembaga-lembaga
umum atau lembaga-lembaga keagamaan, tidak punya akibat kecuali
ditegaskan melalui kewenangan yang diberikan oleh Presiden atau penguasa
lainnya terhadap para pengurus lembaga tersebut. Dalam Pasal-Pasal KUH
Perdata yang sudah disebutkan, tidak diatur secara lebih tegas mengenai
definisi Yayasan, status Yayasan sebagai badan hukum atau bukan,
6 Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbtas, Yayasan dan Wakaf, Eresco Bandung, 1993,
hal. 165.
-
bagaimana organ atau struktur organisasi Yayasan, sehingga Yayasan yang
ada pada saat itu dianggap sebagai organisasi yang tertutup dan
dikecualikan dari Undang-Undang terutama undang-undang perpajakan,
bahkan ada juga yang menganggap bahwa Yayasan adalah salah satu
alternatif badan usaha setelah Perseroan Terbatas (PT), CV dan Firma.
Dengan ketidakpastian hukum ini Yayasan sering digunakan untuk
menampung kekayaan para pendiri atau pihak lain. Bahkan yayasan sering
dijadikan tempat untuk memperkaya para pengelola Yayasan. Sehingga,
Yayasan tidak lagi bersifat nirlaba, sebab digunakan untuk usaha-usaha
bisnis dan komersial dengan segala aspeknya. Dengan tidak adanya
kepastian hukum ini, maka semakin berkembang dan bertumbuhanlah
Yayasan-Yayasan di Indonesia dengan cepat, namun pertumbuhan Yayasan
tidak diimbangi dengan adanya peraturan perundang-undangan Yayasan
yang memadai, sehingga masing-masing pihak yang berkepentingan
menafsirkan sendiri peraturan-peraturan yang ada sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan mereka. Sejalan dengan hal tersebut timbul pula berbagai
masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar,
sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya
dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal
dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan
hukum.
-
Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena
belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis
penyelesaiannya. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kepastian dan
ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan
tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada
masyarakat, maka pada tanggal 6 Agustus Tahun 2001 dibentuklah Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang mulai berlaku 1 (satu)
tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkan yaitu tanggal 6
Agustus 2002, dan kemudian pada tanggal 4 Oktober 2004 melalui
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 disahkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan Undang-Undang Nomor
16 tahun 2001 tentang Yayasan. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 ini
tidak mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001. Perubahan hanya
mengubah sebagian Pasal-Pasal dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001. Dinamika perkembangan peraturan tentang Yayasan yang cepat ini
menunjukkan bahwa masalah Yayasan tidak sesederhana yang dibayangkan
banyak orang, dimana undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin
kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan
sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang
sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.
Tujuan dari Undang-Undang ini, memberikan pemisahan antara
peran Yayasan dan peran suatu badan usaha yang didirikan, dalam hal ini
-
Yayasan sebagai pemegang saham dalam suatu badan usaha tersebut karena
adanya penyertaan modal maksimal 25% dari kekayaan yayasan, agar tidak
terjadi benturan kepentingan dan tumpang tindih kepentingan, terlebih bila
terjadi masalah yang timbul jika ada larangan terhadap organ yayasan.7
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan jelas menegaskan
bahwa Yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Pada
Pasal 3, Pasal 7 dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
memperkenankan yayasan untuk melakukan kegiatan usaha ataupun
mendirikan suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16
tahun 2001 menyebutkan : ” Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk
menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan
badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.” Pada Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2004 ketentuan pada Pasal (3) ini tidak diubah
tetapi penjelasan Pasal ini mempertegas bahwa yayasan tidak dapat
digunakan sebagai wadah usaha. Dengan perkataan lain yayasan tidak dapat
langsung melakukan kegiatan usaha, tetapi harus melalui badan usaha yang
didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana yayasan mengikut
sertakan kekayaannya.
Pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan
bahwa :” Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai
7 L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan Antara Fungsi Kariatif atau
Fungsi Sosial, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001, hal. 8.
-
dengan maksud dan tujuan yayasan.” Dari Pasal tersebut dapat disimpulkan
bahwa yayasan harus bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, dimana
yayasan boleh melakukan kegiatan usaha asalkan laba yang diperoleh dari
hasil usaha tersebut dipergunakan dan diperuntukkan untuk tujuan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan. Usaha yang memperoleh laba ini diperlukan
agar Yayasan tidak tergantung selamanya pada bantuan dan sumbangan
pihak lain.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 200 jo. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 menyebutkan bahwa :”Kegiatan usaha dari badan
usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan
maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban
umum, kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Dalam penjelasan Pasal ini, dijelaskan bahwa cakupan kegiatan usaha
yayasan menyangkut Hak Azasi Manusia, kesenian, olahraga, perlindungan
konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu
pengetahuan.
Dari penjelasan itu, jelas bahwa tujuan dari sebuah Yayasan adalah
meningkatkan derajat hidup orang banyak atau mensejahterakan masyarakat.
Mengentaskan kemiskinan, memajukan kesehatan, dan memajukan
pendidikan merupakan kegiatan usaha yang harus menjadi prioritas
bagi yayasan. Semua tujuan yayasan diharapkan berakhir pada aspek
kepentingan umum kemanfaatan publik sebagaimana maksud dan tujuan
Yayasan yang seharusnya.
-
2.2.2. Pengertian
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, istilah Yayasan adalah badan
atau organisasi yang bergerak di bidang sosial, keagamaan dan pendidikan
yang bertujuan tidak mencari keuntungan. Menurut Blacks Law Dictionary,
Yayasan adalah
Permanent fund established and maintained by contribution for
charitable, educational, religius, research or other benevolent
purposes. In institution or association given to rendering
financial aid to collages, school, hospital, and charities and
generally supported by gifts for such purposes. The founding or
building of a college or hospital. The incorporation or
endowment of a college or hospital is the foundation; and he
who endows it with land or other property is thefounder.
Beberapa pakar hukum juga memberikan definisi tentang Yayasan
diantaranya menurut Utrecht, yang di maksud dengan Yayasan ialah: “Tiap-
tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan
dan yang diberi tujuan tertentu.” Sementara menurut Paul Scholten, yang di
maksud dengan Yayasan adalah: “Suatu badan hukum yang dilahirkan oleh
suatu pernyataan sepihak. Pernyataan itu harus berisikan pemisahan suatu
kekayaan untuk suatu tujuan tertentu, dengan penunjukan bagaimanakah
kekayaan itu diurus dan digunakan.8 Yayasan dalam bahasa Belanda disebut
Stichting, sebagaimana terdapat dalam dalam Buku Ketiga KUH Perdata,
8 Chidir Ali, Bada Hukum, Cetakan Ke-3, Alumni, Bandung, 2005, hal. 86.
-
dalam Pasal 285 ayat 1 menyebutkan bahwa:9 “Een stichting is een door
rechts handeling in let leven geropean rechtspersoon, welke geen leden kent
en be orgt met behulp van een da artoe bestemd vermogen een in de
statuden vermeld doel te verwezenlijken” (Yayasan adalah badan hukum
yang lahir karena suatu perbuatan hukum, yang tidak mempunyai anggota
dan bertujuan untuk melaksanakan tujuan yang tertera dalam statistik
yayasan dengan dana yang dibutuhkan untuk itu). Sementara menurut F.
Emerson Andrews, yang di maksud Yayasan adalah:10
“A non governmental
non profit organization having a principal fund of it’s own, managed by it’s
trundes or director and established to maintain or aid social, educationnal,
charitable, religius or other activities serving the common welfare.”
Pengertian Yayasan menurut Pasal 1 ayat(1) dalam Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan adalah: “Badan Hukum yang terdiri
atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak
mempunyai anggota.” Berdasarkan pengertian Yayasan ini, Yayasan
diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat dapat memahami
bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut, sehingga tidak terjadi
kekeliruan persepsi tentang Yayasan dan tujuan diberikannya Yayasan yang
9 Chatama Rasjid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Cetakan ke-
1, Bandung, Citra Ditya Bakti, 2001, hal. 6.
10
Hayati Soeroedjo, Status Hukum Yayasan Dalam Kaitanya Dengan Penataan Badan-badan
Usaha di Indonesia, Makalah pada Temu Kerja Yayasan: Status Badan Hukum dan Sifat Wadahnya, Jakarta,
15 Desember 1981, hal. 4.
-
bergeraknya terbatas di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan sehingga
tidak dipakai sebagai kendaraan untuk mencari keuntungan.
2.2.3. Badan hukum
Menurut Prof Subekti, pengertian badan hukum adalah suatu badan
atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan
seperti menerima serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat dan
menggugat di muka hakim.11
Menurut Scholten, Yayasan adalah badan
hukum yang mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu
perbuatan pemisahan, mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai organ
Yayasan.12
Menurutnya, yayasan adalah badan hukum yang memenuhi
unsur-unsur:
a) Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari perbuatan hukum
pemisahan;
b) Mempunyai tujuan sendiri (tertentu);
c) Mempunyai alat perlengkapan (organisasi).
Hukum di Indonesia mengenal Yayasan (stichting, foundation) yaitu
organisasi dengan tujuan tertentu. Subjek hukum yang baru dan berdiri
sendiri itu merupakan badan hukum. Badan hukum Yayasan dapat didirikan
dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa dan dari kebiasaan dan
yurisprudensi bersama-sama menetapkan aturan itu. Dengan demikian
11
Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal.18.
12
Ibid.
-
kedudukan badan hukum itu diperoleh dengan bersama-sama saat berdirinya
Yayasan tersebut.
2.2.4. Manajemen
Manajemen dalam suatu Yayasan adalah suatu proses atau cara
melakukan tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan
penyimpanan berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku. Dalam
hal ini, pengelolaan Yayasan dapat diartikan dalam hal kekayaan Yayasan
oleh organ Yayasan. Sedangkan yang dimaksud dengan kekayaan diartikan
sebagai barang-barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum
baik yang berwujud dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.
Maka pengertian dari management harta kekayaan dapat diartikan sebagai
tindakan penguasaan, pengurusan, pemeliharaan dan penyimpanan barang-
barang yang menjadi kekayaan seseorang atau badan hukum yang berwujud
dan tidak berwujud yang dapat dinilai dengan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.13
Sebagaimana diuraikan dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 2
yang menyebutkan bahwa Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas
Pembina, pengurus dan pengawas. Organ Yayasan tersebutlah yang menjadi
alat Yayasan untuk dapat mengelola Yayasan hal ini diatur dalam Pasal 3
13
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan (Menurut Sistematika KUH Perdata
dan Perkembangannya), Bandung, PT Refika Aditama, 2012, hal. 87
-
ayat (1). Khususnya pengelolaan Yayasan secara langsung dilakukan baik di
dalam maupun di luar dilakukan oleh salah satu organ yaitu pengurus.
Hakikatnya antara Yayasan dengan organ Yayasan terdapat hubungan yang
sangat erat.
2.2.5. Pendirian
Menyangkut bidang hukum kekayaan (dalam hal ini Yayasan),
yayasan sebagai suatu badan hukum mempunyai kedudukan hukum yang
sama dengan seorang manusia atau orang perorangan (person recht).14
Badan hukum (Legal Entity) adalah subjek hukum secara mandiri yang
memiliki hak dan kewajiban tidak berbeda dari hak dan kewajiban yang
dimiliki seorang manusia. Badan hukum juga mempunyai kekayaan yang
terpisah dan ia secara mandiri dapat melakukan perbuatan hukum yang oleh
karena itu hanya dapat dipertanggungjawabkan terhadap badan hukum yang
bersangkutan. Terhadap badan hukum Yayasan misalnya, para organ
perseroan juga ikut bertanggungjawab untuk perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Yayasan.
Undang-Undang Yayasan yang berlaku saat ini member pengaturan
bahwa pendirian Yayasan di Indonesia harus dilakukan dengan akta notaris
dan dibuat dalam bahasa Indonesia berdasarkan pengaturan Pasal 9 ayat
(2).pembuatan akta pendirian dimaksud, pendiri dapat diwakili oleh orang
14
L. Boedi Wahyono dan Suyud Margono, Hukum Yayasan antara Fungsi Karitatif atau
Komersial, CV Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, hal. 24.
-
lain berdasarkan surat kuasa. Akta pendirian Yayasan tersebut memuat
anggaran dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. Anggaran dasar
tersebut sekurang-kurangnya memuat:
i. nama dan tenpat kedudukan Yayasan;
ii. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan
Yayasan;
iii. jangka waktu pendirian;
iv. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam
bentuk uang dan benda;
v. cara memperoleh kekayaan dan penggunaan kekayaan;
vi. tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian anggota Pembina,
pengurus dan pengawas;
vii. hak dan kewajiban Pembina, pengurus dan pengawas;
viii. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
ix. penggabungan dan pembubaran Yayasan;
x. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan
setelah pembubaran.
Sedangkan keterangan lain, memuat sekurang-kurangnya nama,
alamat, tempat dan tanggal lahir serta kewarganegaraan pendiri, Pembina,
pengurus dan pengawas.
Untuk selanjutnya akta pendirian diajukan ke permohonan
pengesahan Menteri agar memperoleh pengesahan sebagai badan hukum
sesuai Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Yayasan. Pendiri dan kuasanya
-
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri Hukum dan HAM
melalui notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut. Adapun
permohonan pengesahan sebagaimana diatur dalam PP Nomor 63 Tahun
2008, yang juga diatur dalam Pengumuman Nomor AHU-10.OT.03.01.
Tahun 2008, yang dilampiri antara lain:
i. surat permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan;
ii. salinan akta pendirian Yayasan;
iii. fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan dilegalisir notaris;
iv. surat pernyataan kedudukan atau domisili diserta alamat Yayasan
ditandatangani pengurus diketahui Kepala Desa;
v. bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama Yayasan, atau pernyataan
tertulis pendiri tentang kekayaan yang dipisahkan sebagai kekayaan awal
Yayasan;
vi. surat pernyataan pendiri tentang keabsahan kekayaan;
vii. bukti pembayaran penerimaan Negara bukan pajak;
viii. bukti penyetoran biaya pengumuman dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia.
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan bahwa akta
pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan
anggaran dasar yang disetujui atau diberitahukan, wajib diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman tersebut
dilakukan oleh Menteri yang membidangi hukum. Maka pengumuman ini
-
sebagai pemenuhan syarat publisitas yang dimaksudkan untuk diketahui
oleh masyarakat atau pihak ketiga.
2.3. ASPEK HUKUM PERSEROAN TERBATAS (PT)
2.3.1. Sejarah
Pada masa penjajahan Belanda dikenal VOC yang merupakan
perusahaan dagang sebagai perseroan dalam bentuk primitif di Indonesia.
Lamanya VOC memonopoli perdagangan di Indonesia menunjukkan bahwa
VOC sebagai sebuah perusahaan memiliki sendi-sendi bisnis dan korporat.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, KUHD semula diberlakukan bagi
golongan Eropa saja, sedangkan bagi penduduk asli dan penduduk timur
asing diberlakukan hukum adat masing-masing. Akan tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, KUHD diberlakukan bagi golongan timur asing
Cina, sedangkan untuk golongan timur asing lainnya seperti Arab dan India
diberlakukan hukum adatnya masing-masing. Namun, khusus untuk hukum
yang berkaitan dengan bisnis, timbul kesulitan jika hukum adat masing-
masing yang diterapkan, hal ini disebabkan:15
a) Hukum adat masing-masing golongan sangat beragam;
b) Hukum adat masing-masing golongan sangat tidak jelas; dan
15
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,
hal. 37.
-
c) Dalam kehidupan berbisnis sering terjadi interaksi bisnis tanpa melihat
golongan penduduk, sehingga menimbulkan hukum antar golongan yang
tentu saja dirasa rumit bagi golongan bisnis
Oleh karena permasalahan tersebut, maka dirancang suatu pranata
hukum yang disebut dengan “penundukan diri” dimana satu golongan
penduduk tunduk pada hukum dari golongan penduduk lain. Atas hal
tersebut kemudian menjadi bebas untuk mendirikan perseroan terbatas yang
dahulu disebut dengan “Naamloze Vennotschap” atau NV (persekutuan
tanpa nama). Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya perseroan terbatas
di Indonesia. Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia menerapkan
KUHD berdasarkan azas konkordansi.16
PT pertama kali diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56
KUHD yang berlaku di Indonesia sejak tahun 1848 dan aturan tersebut
sekaligus membuktikan bahwa bentuk perseroan terbatas sudah lama
dikenal di Indonesia. Pengaturan lain juga terdapat pada Pasal 1233 sampai
dengan Pasal 1356 dan Pasal 1618 sampai dengan Pasal 1652
KUHPerdata.17
Pada masa orde baru, kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, yang menjadi lex specialis dari
pengaturan perseroan dalam KUHD dan KUHPerdata. Konsekuensinya,
16
Mulhadi, Hukum Perusahaan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010, hal. 11.
17
M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, Iblam, Jakarta, 2005, hal. 7.
-
Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD yang menjadi dasar hukum NV
tidak lagi menjadi dasar hukum PT (sebenarnya NV tidak selalu sama
dengan PT). Meskipun demikian, bagi PT yang telah disahkan sebelum
berlakunya undang-undang ini, sepanjang tidak bertentangan dengan
anggaran dasarnya, dapat tetap berlaku. Sementara itu, perusahaan yang
telah didirikan dan disahkan (menurut KUHD) harus menyesuaikan diri
dalam 2 tahun sejak tanggal berlakunya undang-undang ini. Selain itu,
Ordonansi MAI (Maskapai Andil Indonesia) 1939 juga tidak berlaku lagi,
perusahaan tersebut harus menyesuaikan diri dalam waktu 3 tahun.
Walaupun diundangkan pada 7 Maret 1995, Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1995 ini baru berlaku satu tahun kemudian, yaitu pada 7 Maret 1996.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 ini juga memperkenalkan bentuk-
bentuk perseroan seperti BUMN dan BUMD yang sebagian atau seluruh
sahamnya dimiliki oleh pemerintah.
Pada era reformasi kemudian disahkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Undang-
Undang Perseroan Terbatas). Hal-hal baru yang diatur dalam Undang-
Undang ini antara lain: Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)
yang merupakan penerapan konsep Corporate Social Responsibility (CSR),
perubahan modal perseroan, penegasan tentang tanggung jawab pengurus
perseroan dan pendaftaran perseroan yang sudah memanfaatkan teknologi
informasi (IT) sehingga pendaftaran perseroan sudah dapat dilakukan secara
online. Lahirnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ini sekaligus
-
mencabut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan
Terbatas. Aktifitas usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
berkembang sangat cepat, seperti Penggabungan dan Peleburan PT,
pengambilalihan dan Pemisahan PT, kemudian Pembubaran dan likuidasi
PT. Aktifitas-aktifitas Perseroan Terbatas (PT) tersebut tidak diatur dalam
undang-undang yang lama yaitu KUHD ataupun dalam KUHPer,
sedangkan aktifitas-aktifitas tersebut sering dipraktekkan sehari-hari. Oleh
karena itu pengaturan yang berkenaan dengan aktifitas Perseroan Terbatas
(PT) tersebut sangat penting demi kelancaran aktifitas perusahaan yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Karena apabila pengaturan tentang
praktek-praktek Perseroan Terbatas (PT) tidak diatur secara jelas akan
menimbulkan masalah terhadap iklim usaha di Indonesia, seperti yang
sering terjadi terhadap penggabungan, peleburan perusahaan Perseroan
Terbatas (PT), dan pengambilalihan (akuisisi).
2.3.2. Pengertian
Menurut Sri Redjeki Hartono, Perseroan Terbatas adalah sebuah
persekutuan untuk menjalankan perusahaan tertentu dengan menggunakan
suatu modal dasar yang dibagi dalam sejumlah saham atau sero tertentu,
masing-masing berisikan jumlah uang tertentu pula ialah jumlah nominal,
sebagai ditetapkan dalam akta notaris pendirian Perseroan Terbatas, akta
mana wajib dimintakan pengesahannya oleh Menteri Kehakiman, sedangkan
-
untuk jadi sekutu diwajibkan menempatkan penuh dan menyetor jumlah
nominal dari sehelai saham atau lebih.18
Dasar pemikiran bahwa modal PT itu terdiri dari “sero-sero” atau
“saham-saham” dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 yakni: “Perseroan Terbatas yang selanjutnya
disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
Penunjukan “terbatasnya tanggungjawab” pemegang saham tersebut dapat
dilihat dari Pasal 3 Undang-undang PT yang berbunyi : “Pemegang saham
perseroan tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama perseroan dan tidak bertanggungjawab atas kerugian perseroan
melebihi nilai saham yang telah dimilikinya”
Di dalam hukum Inggris PT dikenal dengan istilah Limited
Company. Company artinya bahwa lembaga usaha yang diselenggarakan itu
tidak seorang diri, tetapi terdiri atas beberapa orang yang tergabung dalam
suatu badan. Limited menunjukkan terbatasnya tanggungjawab pemegang
saham, dalam arti bertanggungjawab tidak lebih dari dan semata-mata
18
Sri Redjeki Hartono, Bentuk-Bentuk Kerjasama Dalam Dunia Niaga, Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Semarang, 1985, hal. 47.
-
dengan harta kekayaan yang terhimpun dalam badan tersebut. Dengan kata
lain, hukum Inggris lebih menampilkan segi tanggungjawabnya.19
Berbeda dengan hukum di Jerman, PT dikenal dengan istilah Aktien
Gesellschaft. Aktien adalah saham. Gesellschaft adalah himpunan. Ini berarti
hukum Jerman lebih menampilkan segi saham yang merupakan ciri bentuk
usaha ini. Menurut Rudhi Prasetya, istilah PT yang digunakan Indonesia
sebenarnya mengawinkan antara sebutan yang digunakan hukum Inggris dan
hukum Jerman. Di satu pihak ditampilkan segi sero atau sahamnya, tetapi
sekaligus disisi lain juga ditampilkan segi tanggungjawabnya yang
terbatas.20
2.3.3. Badan hukum
Badan Hukum, dalam bahasa Belanda “Rechtspersoon” adalah
suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak serta kewajiban
seperti orang-orang pribadi.21
Oleh karena badan hukum adalah subyek,
maka ia merupakan badan yang independen atau mandiri dari pendiri,
anggota atau penanam modal badan tersebut. Badan ini dapat melakukan
kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri-nya seperti manusia. Bisnis yang
19
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996, hal. 43.
20
Ibid., hal. 43.
21
Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Eresco, Bandung,
1993, hal. 10.
-
dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat semua atas badan
itu sendiri.
Secara teoretik, dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi
landasan teoretik keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka
tentang personalitas badan hukum (legal personality):22
a) Legal Personality as Legal Person
Menurut konsep ini, badan hukum adalah ciptaan atau rekayasa manusia.
Kapasitas hukum badan ini didasarkan hukum positif, sehingga negara
mengakui dan menjamin personalitas hukum badan tersebut.
b) Corporate Realism
Menurut konsep ini personalitas hukum suatu badan hukum berasal dari
suatu kenyataan dan tidak diciptakan oleh proses inkorporasi, yakni
pendirian badan hukum yang didasarkan pada peraturan perundang-
undangan.
c) Theory of the Zweckvermogen
Menurut konsep ini suatu badan hukum terdiri atas sejumlah kekayaan yang
digunakan untuk tujuan tertentu.
d) Aggregation Theory
Menurut konsep personalitas korporasi, badan hukum ini adalah semata-
mata suatu nama bersama, suatu symbol bagi para anggota korporasi.
22
Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis,
Volume 26, No. 3, 2007, hal. 6.
-
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum yang oleh hukum
diakui secara tegas sebagai badan hukum, yang cakap melakukan perbuatan
hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak layaknya
seperti manusia. Badan hukum sendiri pada dasarnya adalah suatu badan
yang dapat memiliki hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan
perbuatan seperti manusia, memiliki kekayaan sendiri, dan digugat dan
menggugat di depan pengadilan.23
Selama perseroan belum memperoleh status badan hukum, semua
pendiri, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab
secara tanggung renteng atas perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu
Direksi perseroan hanya boleh melakukan perbuatan hukum atas nama
perseroan yang belum memperoleh status badan hukum dengan persetujuan
semua pendiri, anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris.
Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum, tidak dapat
diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dimana keputusan
diambil berdasarkan suara setuju mayoritas. Oleh karena itu setiap
perubahan akta pendirian perseroan hanya dapat dibuat apabila disetujui
oleh semua pendiri dan perubahan tersebut harus dituangkan dalam akta
notaris yang ditandatangani oleh semua pendiri atau kuasa mereka yang sah.
Sesuai Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Perseroan Terbatas, status
badan hukum diperoleh sejak akta pendirian disahkan oleh Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Ini berarti secara prinsipnya
23
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hal. 19.
-
pemegang saham tidak bertanggungjawab secara pribadi atas seluruh
perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga,
dan oleh karenanya tidak bertanggungjawab atas setiap kerugian yang
diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya
bertanggungjawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah
diambil bagian olehnya.
2.3.4. Manajemen
Dalam perseroan terbatas selain kekayaan perusahaan dan kekayaan
pemilik modal terpisah juga ada pemisahan antara pemilik perusahaan dan
pengelola perusahaan. Pengelolaan perusahaan dapat diserahkan kepada
tenaga-tenaga ahli dalam bidangnya (profesional). Struktur organisasi
perseroan terbatas terdiri dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.
Dalam PT, para pemegang saham melimpahkan wewenangnya
kepada direksi untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan sesuai
dengan tujuan dan bidang usaha perusahaan. Dalam kaitan dengan tugas
tersebut, direksi berwenang untuk mewakili perusahaan, mengadakan
perjanjian dan kontrak, dan sebagainya. Apabila terjadi kerugian yang amat
besar (diatas 50 %) maka direksi harus melaporkannya ke para pemegang
saham dan pihak ketiga, untuk kemudian dirapatkan.
Komisaris memiliki fungsi sebagai pengawas kinerja jajaran direksi
perusahaan. Komisaris bisa memeriksa pembukuan, menegur direksi,
memberi petunjuk, bahkan bila perlu memberhentikan direksi dengan
http://perusahaan.web.id/bank/fungsi-bank/
-
menyelenggarakan RUPS untuk mengambil keputusan apakah direksi akan
diberhentikan atau tidak.
Dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), semua pemegang
saham sebesar atau sekecil apapun sahamnya memiliki hak untuk
mengeluarkan suaranya. Dalam RUPS sendiri dibahas masalah-masalah
yang berkaitan dengan evaluasi kinerja dan kebijakan perusahaan yang harus
dilaksanakan segera. Bila pemegang saham berhalangan, dia bisa melempar
suara miliknya ke pemegang lain yang disebut proxy. Hasil RUPS biasanya
dilimpahkan ke komisaris untuk diteruskan ke direksi untuk dijalankan. Isi
RUPS :
a) Menentukan direksi dan pengangkatan komisaris;
b) Memberhentikan direksi atau komisaris;
c) Menetapkan besar gaji direksi dan komisaris;
d) Mengevaluasi kinerja perusahaan;
e) Memutuskan rencana penambahan / pengurangan saham perusahaan;
f) Menentukan kebijakan perusahaan;
g) Mengumumkan pembagian laba (dividen).
2.3.5. Pendirian
Dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas
ditegaskan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau “lebih”
dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam definisi
atau persyaratan ini terdapat unsur-unsur pokok: “oleh dua orang”, “akta
-
notaris” dan “bahasa Indonesia”.24
Sekurang-kurangnya harus 2 (dua) orang
karena dalam mendirikan Perseroan harus didasarkan pada perjanjian, atau
yang disebut asas kontraktual sesuai Pasal 1313 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dimana suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih, sehingga tidak mungkin dalam pendirian Perseroan Terbatas hanya
dibuat oleh satu orang saja. Yang dimaksud “orang” disini adalah orang
perseorangan atau badan hukum.
Dalam perjanjian pendirian Perseroan Terbatas diperlukan akta
notaris karena akta yang demikian merupakan akta otentik. Dalam hukum
pembuktian, akta otentik dipandang sebagai suatu alat bukti yang mengikat
dan sempurna.25
Artinya bahwa apa yang ditulis di dalam akta tersebut
harus dipercaya kebenarannya dan tidak memerlukan tambahan alat bukti
lain. Jika yang diajukan bukan akta notaris maka permohonan pengesahan
akta pendirian Perseroan terbatas dapat ditolak oleh Menteri Kehakiman,
sehingga akan berakibat Perseroan Terbatas tidak berbadan hukum.
Perjanjian pendirian Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh para
pendiri tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan
“Akta Pendirian”. Akta Pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai
macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam
24
I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoint Divisi dari Kesaint Blanc, Bekasi
Indonesia, 2006, hal. 153.
25
R. Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1978, hal. 27.
-
mengelola dan menjalankan Perseroan Terbatas tersebut. Hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya
disebut dengan “Anggaran Dasar” perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas.
Pasal tersebut menegaskan bahwa akta pendirian memuat anggaran
dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan. Dalam
Pasal 8 ayat (2) “keterangan lain” tersebut memuat sekurang-kurangnya :
a) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan
kewarganegaraan pendiri perseroan, atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri perseroan;
b) nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali
diangkat; dan
c) nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah
saham dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Undang-undang Perseroan Terbatas juga mengatur tentang hal-hal
yang tidak boleh dimuat di dalam akta pendirian. Adapun hal-hal yang tidak
boleh dimuat dalam akta pendirian sebagaimana ditetapkan Pasal 15 ayat
(3) UUPT yaitu :
1) ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham;
2) ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
-
Dalam mendirikan Perseroan Terbatas tidak cukup dengan cara
membuat akta pendirian yang dilakukan dengan akta otentik. Merupakan
suatu keharusan setelah akta pendirian Perseroan Terbatas selesai dibuat,
mendapat pengesahan dari Menteri agar Perseroan Terbatas memperoleh
status badan hukum. Selanjutnya untuk dapat memperoleh pengesahan
tersebut, menurut Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas
prosedur yang harus ditempuh adalah para pendiri Perseroan Terbatas
tersebut secara bersama-sama atau melalui kuasanya mengajukan
permohonan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan
hukum secara elektronik kepada Menteri dengan mengisi format isian yang
memuat sekurang-kurangnya:
a) nama dan tempat kedudukan perseroan;
b) jangka waktu berdirinya perseroan;
c) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
d) jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e) alamat lengkap perseroan.
Terhadap permohonan ini Pasal 10 ayat (1) Undang-undang
Perseroan Terbatas menetapkan jangka waktu prosesnya dalam waktu paling
lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai “dokumen pendukung”.
Apabila “dokumen pendukung” telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas
permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Maksudnya adalah
-
bahwa permohonan yang diajukan tersebut sudah memenuhi syarat dan
kelengkapan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebaliknya apabila dokumen pendukung tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, Menteri langsung memberitahukan
penolakan beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik.
Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pernyataan “tidak keberatan” Menteri, pemohon yang
bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang
dilampiri “dokumen pendukung”. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi
secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri menerbitkan
keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan yang ditandatangani
secara elektronik.
Dengan diperolehnya pengesahan dari Menteri yang berarti
berlakunya Anggaran Dasar perseroan secara menyeluruh terhadap semua
pihak, baik pihak pendiri maupun pihak ketiga lainnya yang berkepentingan
dengan perseroan, maka praktis Anggaran Dasar perseroan telah menjadi
“Undang-undang” bagi semua pihak.26
Status badan hukum Perseroan Terbatas tersebut mempengaruhi
tanggungjawab Perseroan Terbatas dalam tindakannya. Terhadap kerugian
yang diderita Perseroan Terbatas berakibat para pemegang saham
bertanggungjawab terbatas sebesar saham yang dimasukkan. Seperti halnya
26
Ahmad Yani & Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo
Widjaja, Jakarta, 1999, hal. 30.
-
ketentuan sebelumnya dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang,
Undang-undang Perseroan Terbatas juga mewajibkan dilaksanakannya
pendaftaran dan pengumuman perseroan. Kewajiban pendaftaran dan
pengumuman tersebut diselenggarakan oleh Menteri, sesuai Pasal 29 dan
Pasal 30 Undang-Undang Perseroan Terbatas.
Adapun yang wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia adalah :
a) akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri;
b) akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri;
c) akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh
Menteri.
Pengumuman oleh Menteri dilakukan dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri
atau sejak diterimanya pemberitahuan.
top related