bab ii kajian pustaka 2.1 tinjauan mutakhir...7 pada jaringan zigbee. pada jurnal ini penulis...
Post on 26-Sep-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Penelitian “ZigBee” ini dikembangkan berdasarkan beberapa referensi
yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian. Penggunaan beberapa
referensi tersebut bertujuan untuk menentukan batasan-batasan masalah dimana
batasan-batasan masalah tersebut akan dikembangkan lebih lanjut pada
penelitian ini. Referensi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
beberapa penelitian serupa, dimana masing-masing penulis dari penelitian
tersebut menggunakan metode penyelesaian yang berbeda untuk menyelesaikan
permasalahan yang mereka kaji. Berikut ini merupakan beberapa uraian singkat
dari referensi tersebut :
1. Performance Evaluation of ZigBee Protocol Using Opnet Modeler for
Mine Safety (Jurnal Rana Mahajan, International Jurnal of Computer
Science and Network, 2013)
Pada jurnal ini untuk metode atau skenario yang digunakan oleh penulis
yaitu dengan menggunakan satu buah koordinator dan empat end devices
yang terhubung dalam konfigurasi star. Kemudian penulis melakukan
setting parameter seperti transmission band, network parameter, paket
interarrival time, packet size, destination, data rate, enable/disable
mekanisme ACK, serta mengatur parameter CSMA/CA, dan mengedit
pada set attributes untuk koordinator dan end devices. Output / hasil dari
penelitian ini adalah menunjukkan adanya end-to-end delay, serta traffic
sent.
2. Improving ZigBee AODV Mesh Routing Algorithm Topology and
Simulation (Al-Gabrie Malek, TELKOMNIKA Indonesian Journal of
Electrical Engineering, 2014)
Pada jurnal ini dilihat dari topologi yang digunakan yaitu topologi mesh,
memiliki tujuan untuk meningkatkan algoritma routing yang efisien
dengan menggunakan routing AODV, serta untuk meningkatkan routing
7
pada jaringan ZigBee. Pada jurnal ini penulis menggunakan simulator
OPNET untuk mensimulasikannya, dan untuk model simulasi dalam
ZigBee dengan menggunakan topologi mesh, fungsi RFD (Reduced
Function Device) yang lengkap dapat saling berkomunikasi satu sama
lain, tetapi dalam topologi bintang RFD hanya dapat melakukan satu hop
ke koordinator FFD (Full Function Device). Untuk skala jaringan besar
topologi tree dapat menggunakan routing protokol AODV. Untuk ZigBee
pada skala kantor dengan daerah persegi 10m x 5m yaitu menggunakan
topologi tree dan mesh. Output / hasil simulasi dilihat dari total events,
average speed, MAC data traffic dan MAC control traffic pada saat
mengirim dan menerima data, throughput, dan end-to-end delay. Hasil
penelitian pada jurnal ini menunjukkan bahwa topologi mesh lebih cocok
digunakan pada WSN dan routing AODV pada end devices yang mobile.
Penulis telah mengimplementasikan dan mensimulasikan secara
sederhana model jaringan ZigBee tersebut untuk mengeksplorasi dan
mengevaluasi kinerja jaringan dengan menggunakan routing AODV
dalam OPNET 14.5.
3. Design and Performance Analysis of Building Monitoring System with
Wireless Sensor Network (Mohammad A.Abdala, Iraqi Journal of
Science, 2012)
Pada jurnal ini akan mensimulasikan dan mengeksplorasi kinerja ZigBee
dengan menggunakan simulator OPNET Modeler 14.5, serta akan
mempelajari dan menganalisis berbagai parameter seperti mengubah
topologi jaringan, throughput. Aplikasi berbasis web dirancang untuk
berinteraksi dengan WSN. Penulis menggunakan ukuran 20m x 20m dan
bangunan tiga lantai, topologi yang berbeda akan diterapkan yaitu
topologi star, mesh, dan tree. Skenario yang digunakan oleh penulis pada
jurnal ini yaitu menggunakan tiga skenario dengan jumlah end devices
yang bervariasi, dimana untuk topologi star menggunakan 1 koordinator
dan 0 router, kemudian topologi tree menggunakan 1 koordinator dan 3
router, untuk topologi mesh menggunakan 1 koordinator dan 3 router.
8
Komunikasi data terjadi dari node ke koordinator, kemudian koordinator
ke node lainnya. End devices secara acak didistribusikan pada kamar
yang ada di setiap lantai dengan menggunakan topologi tree dan topologi
mesh.
4. On The Use of IEEE 802.15.4 To Enable Wireless Sensor Network in
Building Automation (Jose A. Gutierrez, IEEE Comsoc Articles, 2004)
Pada jurnal ini membahas mengenai Wireless Sensor Network dengan
standar IEEE 802.15.4 pada building automation, dimana fokus utama
dari building automation adalah mengurangi konsumsi energi. Tipe khas
sensor dan aktuator digunakan dalam membangun aplikasi kontrol
termasuk lampu, peredupan switch, ballast, termostat, mengontrol
ventilasi, sensor untuk cahaya, mendeteksi gerak, mendeteksi adanya gas
seperti asap, karbon monoksida, dan sebagainya. Heating, ventilation,
dan air conditioning (HVAC) serta sistem pencahayaan menggunakan
konsumsi energi yang cukup besar pada bangunan komersial. Sensor
dipusatkan pada informasi ke sistem kontrol pusat, beberapa jenis sensor
seperti motion sensor untuk menentukan adanya orang disebuah ruangan,
sensor suhu membantu untuk mengontrol sistem HVAC, sensor cahaya
untuk menentukan kebutuhan penerangan di daerah tertentu. Pengenalan
IEEE 802.15.4 di area building automation membawa beberapa
tantangan implementasi pada sisi topologi jaringan, konsumsi energi,
range, coexistence issues, dan wireless security.
5. Perancangan Sistem Pengendalian Suhu Pada Gedung Bertingkat Dengan
Teknologi Wireless Sensor Network (Jurnal Bambang Sugiarto, Jurnal
Ilmiah Teknik Mesin Cakra. M Vol. 4 No.1 April 2010)
Pada suatu gedung bertingkat diperlukan suatu sistem untuk
mengendalikan suhu, hal ini dikarenakan banyaknya ruangan sehingga
sangat sulit untuk memantau pemakaian Air Conditioning (AC) setiap
ruangan, oleh karena itu dibuatkan sistem pengendalian suhu pada
gedung bertingkat. Pada jurnal ini penulis menggunakan teknologi
Wireless Sensor Network (WSN) dengan memanfaatkan jaringan
9
nirkabel ZigBee sebagai komunikasi datanya. Pokok permasalahan
perancangan yang akan dibahas pada jurnal ini yaitu mengenai
spesifikasi peralatan perangkat keras yang digunakan dimana harus
sesuai dengan karakteristik WSN, jenis-jenis komunikasi nirkabel yang
digunakan beserta topologinya, dan perangkat lunak sebagai alat bantu
operasi sistem dari sistem WSN. Perancangan sistem pengendalian pada
jurnal ini dibatasi pada satu gedung yang mempunyai dua lantai serta
enam kamar setiap lantainya. Masing-masing kamar memiliki satu sensor
node yang bertugas memantau suhu, di dalam sistem terdapat dua node
sebagai router. Topologi jaringan ZigBee yang digunakan untuk
perancangan dalam jurnal ini adalah topologi tree, serta perancangan
sensor node harus memiliki komponen-komponen seperti pengendali,
sensor suhu, memori, komunikasi ZigBee dan catu daya. Output / hasil
dari penelitian ini adalah dibutuhkan sensor sebanyak 15 node sesuai
dengan perancangan yang telah dibuat, dimana satu node bertugas
sebagai gateaway node, dua node sebagai router node dan sisanya end
device node sebagai pemantau suhu setiap kamar. Sedangkan BSC
berada pada sebuah PC yang dapat memperlihatkan keadaan suhu secara
real time.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Konsep Dasar Wireless Sensor Network
Wireless sensor network merupakan sebuah jaringan komunikasi sensor
yang terhubung secara wireless untuk memonitor kondisi fisik maupun kondisi
lingkungan tertentu pada lokasi yang berbeda antara sensor dan pemrosesan
datanya. Pada prinsipnya jaringan komunikasi wireless sensor ini digunakan
pada industri ataupun aplikasi komersial lainnya yang kesulitan dengan
pemasangan sistem dengan menggunakan kabel. Beberapa karakteristik dari
wireless sensor ini diantaranya :
1. Dapat digunakan pada daya yang terbatas.
2. Dapat ditempatkan pada kondisi lingkungan yang keras.
10
3. Dapat digunakan untuk kondisi dan pemrosesan data secara mobile.
4. Mempunyai topologi jaringan yang dinamis, dengan sistem node yang
heterogen.
5. Dapat dikembangkan untuk skala besar.
Gambar 2.1 Wireless Sensor Network
2.2.2 Teknologi ZigBee
Teknologi tanpa kabel atau wireless telah mengalami perkembangan
yang pesat dan penggunaan teknologi ini sendiri tidak lagi asing bagi
masyarakat. Teknologi wireless yang banyak digunakan oleh masyarakat seperti
contoh bluetooth maupun wifi, karena kedua perangkat tersebut sudah banyak
diaplikasikan pada smartphone, laptop, dan beberapa gadget lainnya. Namun
ZigBee sendiri bukan sebuah komunikasi yang digunakan untuk pengiriman data
yang besar atau transfer rate yang tinggi. ZigBee adalah spesifikasi untuk
protocol komunikasi tingkat tinggi yang mengacu pada standar IEEE 802.15.4.
Teknologi dari ZigBee sendiri dimaksudkan untuk penggunaan pengiriman data
secara wireless yang membutuhkan transmisi data rendah dan juga konsumsi
daya rendah. Standar ZigBee sendiri lebih banyak diaplikasikan kepada system
tertanam (embedded application) seperti pengendalian industri atau pengendali
alat lain secara wireless, data logging, sensor wireless dan lain-lain. ZigBee
memilki transfer rate sekitar 250Kbps, sedangkan jarak atau range kerja dari
ZigBee sendiri sekitar 76m. Dengan konsumsi daya yang rendah, maka sebuah
11
alat yang menggunakan standar ZigBee dapat menggunakan sebuah baterai yang
dapat membuat alat tersbut bertahan selama setengah sampai satu tahun.
Prediksinya bahwa semua smart home akan memilki setidaknya 60 buah ZigBee
dimana tiap ZigBee tersebut akan dapat saling berkomunikasi dan melakukan
pekerjaan mereka secara bebas.
Tabel 2.1 Spesifikasi ZigBee
Transmission Band 868, 915 & 2495 MHz
Transmission Range (meters) ~100
Network size (# of nodes) Maksimum 64.000
Throughput (kb/s) up to 250
End-to-end delay 15-20 ms
Maximum children (# of children) 254
Beberapa keuntungan yang diperoleh pada penggunaan protokol ZigBee
ini antara lain :
1. Low duty cycle – mempunyai umur baterai dengan umur yang cukup
panjang
2. Low latency
3. Mendukung untuk topologi multiple jaringan: static, dynamic, star, dan
mesh.
4. Direct sequence spread spectrum (DSSS)
5. Dapat menangani jaringan dengan jumlah hingga 64.000 node
6. Menggunakan enkripsi 128 bit-AES (Advanced Encryption Standard)
untuk keamanan data
7. Mendukung untuk collision avoidance
8. Dapat mengindikasikan kualitas link
Interferensi dapat dihindari dengan membuat jarak antara ZigBee (802.15.4)
dengan WiFi (802.11b) minimal sejauh 8 meter, sehingga pengaruh interferensi
dapat diabaikan.
12
Tabel 2.2 Perbedaan antara Wi-Fi, Bluetooth, dan ZigBee
(Sumber : Ahamed, 2005)
Standard Bandwidth Power
Consumption
Stronghold Applications
Wi-Fi Up to 54
Mbps
400+mA TX,
standby 20mA
High data rate Internet
browsing, PC
networking, file
transfer
Bluetoot
h
1Mbps 40mA TX,
standby 0,2 mA
Interoperability,
cable
replacement
Wireless USB,
handset, headset
ZigBee 250kbps 30mA TX Long battery
life, low cost
Remote control,
battery-operated
products,
sensors
2.2.3 Aplikasi ZigBee
Teknologi ZigBee sangat cocok untuk berbagai aplikasi otomasi
bangunan, industri, medis, dan kontrol residensiil serta aplikasi monitoring. Pada
dasarnya aplikasi yang membutuhkan interoperabilitas atau karakteristik kinerja
RF dari standar IEEE 802.15.4 dapat memanfaatkan solusi ZigBee.
Gambar 2.2 Aplikasi ZigBee
ZigBee Alliance mengembangkan beberapa aplikasi diantaranya :
1. ZigBee Building Automation
2. ZigBee Health Care
3. ZigBee Home Automation
13
4. ZigBee Input Device
5. ZigBee Light Link
6. ZigBee Network Devices
7. ZigBee Remote Control
8. ZigBee Retail Service
9. ZigBee Smart Energy
10. ZigBee Telecom
11. ZigBee Building Automation
2.2.3.1 ZigBee Smart Building
ZigBee Smart Building menawarkan sebuah global standar untuk
memperkenalkan produk-produk yang mampu mewujudkan sebuah bangunan
masa depan bersifat pintar, dimana mampu mendukung untuk kenyamanan
pribadi orang-orang dan memiliki efisiensi energi dalam bangunan tersebut serta
mampu memberikan informasi-informasi pada saat kondisi darurat. Pemantauan
yang akurat dari bangunan, sistem dan lingkungan biasanya dilakukan oleh
sensor yang tersebar di seluruh bangunan tersebut. Solusi dari smart building
yaitu mampu meningkatkan kenyamanan, efisiensi energi, keamanan dan
produktivitas penghuni di gedung-gedung.
Gambar 2.3 Smart Building
(Sumber: sustainablecitynetwork.com)
14
Mereka menggunakan sistem kontrol yang terdistribusi seperti komputerisasi,
intelligent network dimana berfungsi untuk memantau dan mengendalikan suatu
sistem dalam bangunan. Building Automation and Control (BAC) yang
dirancang dapat diprogram untuk mengelola maupun mengontrol ruangan dalam
bangunan, seperti mengubah lampu dalam ruangan mati secara otomatis ketika
ruang kosong, menyalakan HVAC ketika suhu ruangan mencapai batas tertentu,
dan lain sebagainya.
2.2.4 Hubungan Antara ZigBee dan IEEE 802.15
ZigBee adalah jaringan area rumah yang didesain secara khusus untuk
menggantikan perkembangan kendali remote invididu. ZigBee adalah standar
teknologi yang mengalamatkan kebutuhan paling banyak terhadap monitoring
remote, pengendalian dan penginderaan aplikasi jaringan. Sedangkan IEEE
802.15.4 adalah standar baru yang mendefinisikan untuk LR WPAN yang
menyediakan biaya murah dan solusi yang sangat lengkap. Target aplikasi
adalah Wireless Sensor Network (WSN), mainan interaktif, otomasi rumah dan
pengendalian remote. Zigbee adalah satu teknologi yang paling baru yang
dikembangkan oleh Zigbee Alliance, memungkinkan untuk WPAN. Zigbee
adalah nama spesifikasi untuk protocol komunikasi tingkat tinggi menggunakan
radio digital kecil berdaya rendah didasarkan standar IEEE 802.15.4. Menurut
model referensi standar Open System Interconnection (OSI), stack protocol
ZigBee disusun dalam layer-layer. Pertama kedua layernya, physical (PHY) dan
Media Access (MAC) didefinisikan oleh standar IEEE 802.15.4. Layer-layer
diatas didefinisikan oleh Zigbee Alliances. Zigbee Alliances membangun dasar
ini dengan menyediakan layer network (NWK) dan framework untuk layer
aplikasi.
2.2.5 ZigBee Layers
Aliansi ZigBee memberikan spesifikasi untuk aplikasi dan lapisan
jaringan, namun standar IEEE 802.15.4 memberikan spesifikasi untuk dua layer
bagian bawah yaitu Medium Access Control (MAC) dan Physical. MAC dan
15
physical layer disediakan oleh standar IEEE 802.15.4 untuk menjamin eksistensi
dengan protokol nirkabel lainnya seperti bluetooth dan Wi-Fi. Gambar 2.4
menggambarkan empat lapisan protokol ZigBee, serta diberikan gambaran
singkat dari masing-masing empat lapisan tersebut.
Gambar 2.4 Lapisan Protokol ZigBee
ZigBee pada awalnya didesain untuk sebuah jaringan yang kecil dimana
mengandalkan dalam penyebaran data dari setiap device masing-masing. ZigBee
dibuat sesuai dengan permintaan pasar yang membutuhkan sebuah jaringan yang
mampu mengkonsumsi daya rendah, dengan andal dan aman. Untuk itu aliansi
ZigBee bekerja sama dengan IEEE untuk membuat sebuah jaringan yang
dinginkan pasar. Contoh dari kerjasama kedua grup tersebut adalah ZigBee
software layer. Selain itu aliansi ZigBee juga menyediakan pengetesan dan
sertifikasi terhadap alat yang menggunakan ZigBee. Bedasarkan standar dari OSI
layer yang telah ada, maka stack dari protocol ZigBee dibuat dalam struktur
layer. Pada layer bagian MAC dan PHY dibuat oleh IEEE sedangkan sisa layer
keatasnya dibuat oleh aliansi ZigBee.
16
2.2.5.1 Application Layer
Application layer adalah lapisan tingkat tertinggi yang didefinisikan oleh
spesifikasi ZigBee. Application layer ini berisi aplikasi yang berjalan pada
jaringan ZigBee dan dengan demikian menyediakan antar muka yang efektif
kepada pengguna (user). Sebuah node tunggal dapat mendukung 240 aplikasi,
dimana aplikasi angka 0 sebagai cadangan untuk ZigBee Device Object. Aplikasi
pada lapisan ini dapat memberikan layanan seperti bulding automation, kontrol
suhu, kontrol industri, dan wireless sensor monitoring.
2.2.5.2 ZigBee Device Object
ZigBee Device Object merupakan tipe perangkat node ZigBee yang
mendefinisikan peran node pada jaringan. ZigBee Device Object menyediakan
fungsi-fungsi yang mendefinisikan tipe dari peralatan ZigBee seperti end device,
router, dan coordinator yang berfungsi untuk menerangkan sebuah node. ZigBee
Device Object berperan untuk :
1. Menentukan peranan dari perangkat ke jaringan seperti sebagai
koordinator ZigBee atau hanya perangkat akhir
2. Melakukan inisiatif atau merespon permintaan binding
3. Memastikan koneksi yang aman diantara salah satu perangkat keamanan
ZigBee seperti public key, symmetric key, dan lain sebagainya.
2.2.5.3 Network Layer
Network layer menangani manajemen jaringan, manajemen routing,
network message broker dan manajemen keamanan jaringan. Network layer
ditetapkan oleh ZigBee Alliance, yang merupakan suatu organisasi bekerja untuk
standar ZigBee yang lebih baik.
17
Gambar 2.5 ZigBee Layer
2.2.5.4 Medium Access Control Layer
Lapisan Media Access Control ini didefinisikan oleh standar IEEE
802.15.4 yang berfungsi untuk pengaksesan saluran. Ada dua mekanisme untuk
mengakses saluran yaitu mode beacon (beacon mode) dan mode non beacon
(non beacon mode). Mode beacon menggunakan teknik Carrier Sense Multiple
Access with Collision Avoidance (CSMA/CA), sedangkan mode non beacon
menggunakan teknik non-CSMA/CA. Media Access Control juga berfungsi
untuk mendukung jaringan dimana memiliki alamat 64 bit dan setiap node
memiliki alamat yang unik, jumlah node bisa mencapai 254 untuk sebuah
koordinator (untuk teknik Master-Slave), sedangkan jumlah node bisa mencapai
65534 jika menggunakan topologi jaringaan peer-to-peer (mesh). Lapisan Media
Access Control menggunakan frame acknowledgement, dengan verifikasi data
menggunakan CRC 16 bit dan untuk keamanan data menggunakan pilihan
enkripsi serta autentifikasi 128 bit AES.
18
CSMA-CA
Slotted?
NB = 0, CW = 2
Battery Life Extension?
BE = macMinBE
Locate Backoff Period Boundary
Delay for random (255 -1) unit
backoff periods
Perform CCA on backoff period
boundary
Channel idle?
NB > mac MaxCSMABack
offs?
Failure
BE = Lesser of (2 macMinBE)
Yes
No
CW = CW -1
CW = 07
Success
No
Yes
Yes
Yes
No
NB = 0BE = macMinBE
Delay for random (2BE -1) unit
backoff periods
Perform CCA
Channel Idle?
NB > macMaxCSMA
Backoffs?
Failure Success
No
Yes
No
Yes
No
CW = 2, NB = NB +1
BE = min(BE+1, aMaxBE)
NB = NB +1BE =
min(BE+1, aMaxBE)
Gambar 2.6 Algoritma CSMA-CA
(Sumber : ZigBee/IEEE 802.15.4 Summary)
19
2.2.5.5 Physical Layer
Physical layer disediakan oleh standar IEEE 802.15.4, physical layer
bertanggung jawab untuk menyediakan layanan transmisi data. Physical layer
mengelola physical RF transceiver, dimana RF transceiver melakukan pilihan
saluran serta energi dan manajemen rutinitas sinyal. Selain hal tersebut, terdapat
pertukaran lapisan data dengan MAC layer. Transmisi fisik gelombang radio
terjadi pada band frekuensi yang berbeda, untuk menghindari gangguan radio
dan mendukung koeksistensi dengan teknologi nirkabel lainnya.
Tabel 2.3 Frequency Band IEEE 802.15.4
(Sumber: IEEE 802.15.4)
2.2.6 Perangkat Zigbee
Jaringan Zigbee terdiri dari tiga komponen. Tiga komponen tersebut
adalah koordinator ZigBee, router dan end devices. Setiap perangkat
bertanggung jawab untuk peran tertentu dalam jaringan. Gambar 2.7
menunjukkan model OPNET untuk setiap komponen ZigBee.
Coordinator Router End Devices
Gambar 2.7 OPNET ZigBee Model
Frequency
Band Modulation Bit Rate Symbol Rate Symbols
(MHz) (kb/s) (ksymbol/s)
868 - 869.6 BPSK 20 20 Binary
902 - 928 BPSK 40 40 Binary
868 - 868.6 ASK 250 12.5 20-bit PSSS
902 - 928 ASK 250 50 5-bit PSSS
868 - 868.6 O-QPSK 100 25 16-ary Orthogonal
902 - 928 O-QPSK 250 62.5 16-ary Orthogonal
2400 - 2483.5 O-QPSK 250 62.5 16-ary Orthogonal
20
2.2.6.1 Coordinator
Untuk setiap jaringan ZigBee harus ada satu dan hanya satu koordinator.
Koordinator bertanggung jawab untuk menginisialisasi jaringan, memilih
saluran transmisi dan memungkinkan node ZigBee lain dapat terhubung ke
jaringan. Seorang koordinator ZigBee juga dapat merutekan lalu lintas dalam
jaringan.
2.2.6.2 Router
Sebuah router pada ZigBee bertanggung jawab atas pesan routing dalam
jaringan. Tidak semua jaringan membutuhkan router karena traffic dapat
melakukan perjalanan langsung dari end devices menuju koordinator atau
bahkan dari end devices satu ke end devices yang lain dengan menggunakan fitur
koordinator routing. Perangkat routing juga dapat bertindak sebagai end devices,
tetapi kemampuan routing akan tidak aktif. Jadi fungsi router selain dari
menjalankan fungsi aplikasi, router juga dapat bertindak sebagai perantara, yang
dapat menyampaikan data dari perangkat satu ke perangkat yang lain.
2.2.6.3 End Device
End devices pada ZigBee terhubung ke router atau koordinator dalam
jaringan tetapi perangkat lain tidak dapat terhubung ke jaringan ZigBee. End
devices adalah titik akhir dari jaringan ZigBee dan memiliki fungsi yang terbatas
untuk berkomunikasi dengan parent node (koordinator atau router). End devices
memiliki baterai yang cukup besar. End devices pada ZigBee hanya
membutuhkan memory dalam jumlah kecil, oleh karena itu produksinya lebih
murah dibandingkan dengan coordinator dan router.
2.2.7 Topologi Jaringan
Jaringan ZigBee beroperasi pada topologi star, tree, dan mesh. Pemilihan
topologi jaringan tergantung pada aplikasi jaringan ZigBee, topologi dapat
mempengaruhi perilaku jaringan, oleh karena itu pemilihan topologi yang tepat
sangat penting.
21
2.2.7.1 Topologi Star
Topologi star adalah yang paling sederhana dari tiga topologi yang
digunakan pada jaringan ZigBee. Dengan memiliki tampilan yang sederhana
tetapi topologi star memiliki kelemahan tertentu. Pada topologi star sebuah
koordinator dikelilingi oleh sebuah node baik berupa end device maupun router.
Pada saat koordinator tidak berfungsi, maka jaringan tidak akan berfungsi karena
semua trafik harus melewati center dari topologi star.
Gambar 2.8 Topologi Star
2.2.7.2 Topologi Mesh
Topologi mesh menawarkan beberapa jalur untuk pesan dalam jaringan,
topologi mesh cocok untuk fleksibilitas yang lebih besar dibandingkan dengan
topologi lainnya. Jika sebuah router tertentu gagal, maka jaringan dapat
merekonstruksi jalur alternatif melalui router lain dalam jaringan. Gambar 2.9
menggambarkan jaringan ZigBee dengan menggunakan topologi mesh.
Gambar 2.9 Topologi Mesh
22
2.2.7.3 Topologi Tree
Cluster tree merupakan sebuah model khusus dari jaringan peer to peer
dimana sebagian besar perangkatnya adalah FFD dan sebuah RFD mungkin
terhubung ke jaringan cluster tree sebagai node tersendiri di akhir dari
percabangan. Salah satu dari FFD dapat berlaku sebagai koordinator dan
memberikan layanan sinkronisasi ke perangkat lain dan koordinator lain. Hanya
satu dari koordinator ini adalah koordinator PAN. Koordinator PAN membentuk
cluster pertama dengan membentuk Cluster head (CLH) dengan sebuah cluster
identifier (CID) nol, memilih sebuah pengenal PAN yang tidak terpakai dan
memancarkan frame-frame beacon ke perangkat sekitarnya. Sebuah perangkat
menerima frame beacon mungkin meminta untuk bergabung ke network CLH.
Jika koordinator PAN mengijinkan untuk bergabung, maka akan menambahkan
perangkat baru ini sebagai perangkat turunannya dalam daftar perangkat
disekitarnya. Proses ini berlanjut dilakukan oleh perangkat yang baru itu ke
perangkat sekitarnya. Keuntungan dari struktur cluster adalah peningkatan
daerah jangkauan seiring dengan peningkatan biaya untuk latency pesan.
Gambar 2.10 Topologi Tree
2.2.8 Protocol Routing ZigBee Network
2.2.8.1 Protocol Routing AODV
AODV adalah algoritma akusisi rute on-demand murni, dimana node-
node yang tidak bergantung pada jalur aktif, serta tidak menjaga setiap informasi
rute, dan tidak berpartisipasi dalam setiap periodik perutean perubahan tabel.
Selanjutnya node tidak harus mencari dan mempertahankan rute untuk node lain
sampai dua node perlu untuk berkomunikasi, kecuali kalau node terdahulu
23
sedang menawarkan layanan sebagai stasiun pengirim lanjutan untuk menjaga
hubungan antara dua node lainnya. AODV menentukan rute hanya untuk tempat
tujuan ketika node ingin mengirimkan paket ke tempat tujuan.
2.2.8.2 Tree Routing
Mekanisme routing ini berdasarkan pada skema short addressing,
dimana awalnya diperkenalkan oleh Motorola. Pada masing-masing device,
ketika sebuah data frame datang, maka masing-masing device akan membaca
informasi routing dan mengecek address dari destination. Jika destination-nya
adalah child dari device tersebut maka device akan menyampaikan paket menuju
address tersebut. Tetapi jika destination address bukan child dari device tersebut
maka device harus mengecek dimana A merupakan network address tersebut, D
merupakan address tujuan dan d adalah dept device pada network (Ricardo,
2008).
A<D<A+Cskip(d-1)…………………………………….......................(2.1)
Address next hope (N) pada saat routing dapat menggunakan rumus dibawah ini:
N = A + 1 + x Cskip(d)………………………………………………(2.2)
Jika address destination-nya bukan berada dalam satu turunan, maka device
akan mengirim packet tersebut menuju parent-nya.
Tabel 2.4 Jumlah Cskip(Depth) dari masing-masing Depth
(Sumber: Augusto, 2008)
Depth Cskip(Depth)
0 31
1 7
2 1
Gambar 2.11 menunjukkan contoh addressing yang digunakan pada tree
routing dengan masing-masing nilai Cskipnya.
24
Gambar 2.11 Contoh Skema Addressing Tree Routing
(Sumber: Augusto, 2008)
Jika ZR 0x0002 mengirimkan sebuah message menuju ke ZR 0x0028, maka
protokol tree routing akan melakukan hal sebagai berikut:
1. ZR 0x0002 membangun suatu data frame dan mengirimkan data frame
tersebut menuju parentnya (0x00001). Isi dari data frame tersebut
adalah:
a. MAC destination address, yaitu 0x0001
b. MAC source address, yaitu 0x0002
c. Network Layer Routing Destination Address, yaitu 0x0028
d. Network Layer Routing Source Address, yaitu 0x0002
2. ZR 0x0001 menerima data frame yang dikirimkan oleh ZR 0x0002,
kemudian merealisasikan bahwa message tersebut bukan untuknya dan
selanjutnya harus dikirim ke address tujuan. Device mengecek tabel
neighbour untuk mengetahui routing destinationnya. Kemudian device
akan mengecek jika routing dari address destination adalah turunannya
dengan menggunakan persamaan 2.1 ZR 0x0001 termasuk depth 1 dari
network, dimana setelah ditemukan bahwa destination bukanlah
turunannya maka ZR 0x0001 meneruskan data frame tersebut menuju
parentnya yaitu ZC 0x0000. Data frame yang dibentuk adalah sebagai
berikut:
a. MAC destination address, yaitu 0x0000
b. MAC source address, yaitu 0x0001
c. Network Layer Routing Destination Address, yaitu 0x0028
25
d. Network Layer Routing Source Address, yaitu 0x0002
3. ZC 0x0000 menerima data frame yang dikirim oleh ZR 0x0001 dan
memeriksa apakah address destinationnya terdapat pada neighbour tabel
routing. Setelah diperiksa dan ditemukan bahwa device tujuannya bukan
neighbournya dan karena ZC merupakan akar dari tree network dan tidak
bisa dilakukan routing keatas lagi, maka dilakukan perhitungan untuk
mendapatkan jumlah next hop address, dimana perhitungan tersebut
adalah sebagai berikut:
N = 0x0000 + 1 + x31………………………..(2.3)
Hasil next hop address adalah N = 32(decimal) = 0x0020. Maka
dibentuklah data frame sebagai berikut:
a. MAC destination address, yaitu 0x0020
b. MAC source address, yaitu 0x0000
c. Network Layer Routing Destination Address, yaitu 0x0028
d. Network Layer Routing Source Address, yaitu 0x0002
4. ZR 0x0020 menerima data frame yang dikirim oleh ZC 0x0000 dan
mengecek tabel routing untuk mengetahui routing address destination.
Setelah ditemukan bahwa address tujuannya adalah neighbournya, maka
message akan diteruskan kepadanya. Data frame yang dibentuk adalah
sebagai berikut:
a. MAC destination address, yaitu 0x0028
b. MAC source address, yaitu 0x0020
c. Network Layer Routing Destination Address, yaitu 0x0028
d. Network Layer Routing Source Address, yaitu 0x0002
2.2.9 Carrier Sense Multiple Access with Collision Avoidance (CSMA/CA)
Pada ZigBee
IEEE 802.11 menggunakan CSMA/CA (Carrier Sense Multiple Access
with Collision Avoidance) untuk mengakses media. Pada metoda ini apabila
suatu station atau MH ingin mengirimkan data, mula-mula ia akan melakukan
pengecekan terhadap media. Apabila media yang akan digunakan sibuk, maka ia
26
akan menunda proses transmisi datanya. Tapi jika sebaliknya, maka ia dapat
menggunakan media tersebut untuk mengirimkan datanya. Apabila terdapat dua
node yang mencoba untuk mengakses node yang sama dalam waktu yang
bersamaan, maka tabrakan dapat terjadi. Namun demikian, untuk menghindari
tabrakan terdapat mekanisme RTS/CTS (Ready To Send/Clear To Send). Ketika
sebuah station memiliki kesempatan untuk mengirimkan data, maka sebelumnya
ia akan mengirimkan short message yang disebut dengan RTS. Kemudian node
tujuan akan membalas message ini dengan mengirimkan CTS. Setelah itu station
pengirim dapat mulai mengirimkan datanya. Karena tabrakan tidak dapat
dideteksi oleh pengirim, maka penerima akan mengirimkan ACK untuk setiap
paket yang diterimanya. Secara lengkap mekanisme CSMA/CA dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Ketika paket akan dikirim, terminal terlebih dahulu mendeteksi kanal.
Jika kanal tidak sibuk selama periode DIFS (Distributed Coordination
Function Interframe Space) maka terminal segera mengirimkan paket.
b. Jika kanal sibuk sebelum periode DIFS berakhir, maka terminal akan
menunggu sampai kondisi tidak sibuk.
c. Setelah kanal tidak sibuk maka terminal mengeset nilai random back off
time. Setelah itu terminal kembali mendeteksi kanal. Bila kanal tidak
sibuk selama periode DIFS maka terminal akan melakukan decrement
back off time pada saat kanal tetap dalam keadaan tidak sibuk. Bila kanal
sibuk, proses decrement akan berhenti dan akan mulai lagi setelah kanal
tidak sibuk selama periode DIFS.
d. Ketika nilai back off time bernilai 0, maka terminal mulai mengirimkan
data. Jika terminal mendeteksi bahwa proses pengiriman gagal, maka
terminal akan melakukan meknisme pengiriman ulang yaitu dengan
membangkitkan random back off time dan menuggu kanal tidak sibuk
selama periode DIFS.
e. Setelah proses pengiriman berhasil, ada beberapa hal yang harus
dilakukan oleh terminal, yaitu :
Mengembalikan nilai CW (Content Window) menjadi CW minimum.
27
Status terminal kembali pada keadaan awal.
Siap untuk melakukan proses pengiriman data.
2.2.10 Konfigurasi ZigBee Network
Ukuran efektif dan konfigurasi dari sebuah ZigBee network didefinisikan
saat melakukan inisialisasi oleh coordinator. Hal ini akan mendefinisikan
banyaknya node yang bisa dikoneksikan ke router, maksimum jumlah router
child yang bisa dikoneksikan ke router head-nya dalam artian maksimum
jumlah router pada network, dan number of hops dari point terjauh dalam sebuah
network menuju coordinator. Selanjutnya, hal ini akan menunjukkan maksimum
jumlah node yang dapat disupport pada network. Berikut ini adalah konsep yang
penting dalam sebuah konfigurasi network :
1. Depth
Depth pada sebuah device adalah jumlah node dari root pada tree
network yaitu coordinator menuju device. Network depth maksimum kemudian
akan menjadi maksimum number of hops dari point terjauh dalam sebuah
network menuju coordinator. Hal ini di setting pada konfigurasi waktu dan
menentukan keseluruhan diameter untuk network, misalkan bahwa star network
memiliki network depth 1.
2. Number of Children
Masing-masing router pada network dapat memiliki sebuah child device
yang terkoneksi dengannya, baik sebuah router maupun end device. Coordinator
menspesifikasikan jumlah child device yang memungkinkan setiap router dan
jumlah router yang memungkinkan untuk setiap router.
3. Network Address Allocation
Network address dialokasikan selama melakukan inialisasi dari network.
Coordinator mengalokasikan masing-masing child router sebuah block address
untuk mengalokasikan child node-nya. Address ini menyediakan masing-masing
router dengan address yang cukup untuk mengalokasikan sebuah child node
28
yang terdefinisi sebagai maksimum router, maksimum children dan maksimum
parameter depth.
2.2.11 Forming, Joining dan Rejoining ZigBee Networks
Sebelum node ZigBee dapat berkomunikasi pada jaringan, maka terlebih
dahulu harus membentuk jaringan baru atau bergabung dengan jaringan yang
sudah ada. Hanya Coordinator ZigBee yang dapat membentuk sebuah jaringan
dan hanya ZigBee Router serta ZigBee End-Device yang dapat bergabung
dengan jaringan. Banyak vendor stack menawarkan kemampuan untuk memiliki
node yang ditunjuk sebagai ZC (ZigBee Coordinator), ZR (ZigBee Router), atau
Zed (ZigBee End-Device) pada waktu kompilasi (untuk menyimpan kode dan
RAM) atau pada saat run-time (untuk mengurangi bagian-bagian OEM-
diproduksi). Setiap node memulai dengan 64-bit alamat IEEE yang ditugaskan
oleh OEM selama manufaktur. Selama proses bergabung dengan jaringan,
masing-masing node diberi alamat pendek 16-bit (NwkAddr) untuk digunakan
saat berkomunikasi ke node lain di dalam sebuah jaringan. Alamat 16-bit
digunakan untuk hampir semua komunikasi, mengurangi protokol over-the-air
dan meninggalkan lebih banyak ruang untuk aplikasi payload.
2.2.11.1 Forming Networks
Proses pembentukan jaringan adalah tentang bagaimana cara
menentukan sebuah pengenal yang khusus untuk setiap jaringan, disebut PAN
ID (Personal Area Network). Selain itu proses pembentukan jaringan juga
memilih salah satu dari enam belas saluran 802.15.4 yang berfungsi untuk
mengoperasikan jaringan. Pada saat ZC (ZigBee Coordinator) telah membentuk
jaringan, maka jaringan langsung terbentuk. Selama proses pembentukan, satu
paket dikirim over-the-air pada masing-masing saluran. Jika tidak ada jaringan
ZigBee lainya yang berada di saluran, maka paket data hanya terlihat oleh
ZigBee sniffer :
29
Sebuah Koordinator ZigBee memiliki tugas sebagai berikut :
1. Membentuk jaringan.
2. Menetapkan saluran 802.15.4 pada jaringan yang akan beroperasi.
3. Mendirikan Extended and Short PAN ID untuk jaringan.
4. Memutuskan di stack profile mana yang akan digunakan (mengkompilasi
atau pilihan run-time).
5. Bertindak sebagai Trust Center untuk Secure Applications and Network.
6. Bertindak sebagai penengah untuk End-Device-Bind (pilihan
commissioning option).
7. Bertindak sebagai router untuk mesh routing.
8. Bertindak sebagai puncak pohon (tree), jika pohon routing diaktifkan.
Koordinator node ZigBee yang benar-benar sudah memutuskan kapan
waktunya untuk membentuk sebuah jaringan dari yang mengatur saluran dan
dari yang mengatur PAN ID. Aplikasi yang dijalankan di ZC bisa apa saja
termasuk gateway yang terhubung ke internet, kotak controller, termostat,
lampu, atau meteran listrik. Kemungkinannya tak terbatas, serta ketika
kekuasaan diterapkan ke perangkat yang berisi ZigBee Coordinator, segera
mungkin akan langsung membentuk jaringan, atau mungkin menunggu untuk
beberapa saat (seperti tekan-tombol atau perintah dari prosesor host) sebelum
membentuk jaringan. Bahkan mungkin memeriksa untuk melihat apakah
jaringan di luar sana sudah siap, dan memutuskan untuk menjadi Router ZigBee
daripada Coordinator jika node lain telah membentuk jaringan yang
dikehendaki. Namun saat aplikasi diimplementasikan, pada beberapa waktu
ZigBee Koordinator akan membentuk jaringan. Proses ini ditunjukkan pada
Gambar 2.12
30
Gambar 2.12 ZigBee Forming a Network
2.2.11.2 Joining Networks
ZigBee Router (ZRs) dan ZigBee End-Devices (ZEDs) membentuk
sebuah jaringan. ZRs biasanya mmbutuhkan listrik, dan listening paket ke rute.
ZEDs biasanya mengunakan baterai. ZigBee Router bertanggung jawab untuk :
1. Mencari dan bergabung dengan jaringan yang benar.
2. Ikut serta dalam proses routing, termasuk menemukan dan
mempertahankan rute.
3. Membiarkan perangkat lain untuk bergabung dengan jaringan (jika
memungkinkan, penggabungan diaktifkan).
ZigBee End-Devices bertanggung jawab untuk :
1. Menemukan dan bergabung dengan jaringan yang benar.
2. Parents melihat apakah ada pesan yang dikirim saat keadaan sleep.
3. Mencari parent baru jika link ke parent lama hilang (NWK bergabung)
4. Sebagian besar waktu sleep untuk menghemat baterai jika tidak
digunakan oleh aplikasi.
Joining a network adalah proses menemukan jaringan dan node apa yang
ada di sekitarnya, dan kemudian memilih salah satu dari mereka untuk
bergabung. Asosiasi ini diterima oleh jaringan yang akan bergabung dan node
yang telah bergabung akan memiliki alamat pada jaringan yang baru tersebut.
Respon sinyal dikeluarkan oleh semua Router ZigBee dan koordinator pada
31
saluran di mana permintaan sinyal dikeluarkan, terlepas dari PAN ID. Jadi,
misalnya, jika sebuah sinyal permintaan dikirim pada channel 15, semua node
router (termasuk ZigBee Koordinator) pada channel 15 menanggapi saluran
dengan respon sinyal, seperti yang terlihat dalam penangkapan parsial di bawah
ini. Pemberitahuan PAN beberapa ID dan alamat singkat :
2.2.12 Parameter Kinerja Jaringan ZigBee
Penetapan parameter kinerja jaringan pada ZigBee bertujuan untuk
mengetahui kemampuan dalam menyediakan tingkatan layanan untuk transmisi
data pada suatu jaringan. Parameter kinerja jaringan pada ZigBee yaitu berupa
throughput, delay, packet delivery ratio.
1. Throughput
Throughput merupakan suatu istilah yang mendefinisikan banyaknya bit
yang diterima dalam selang waktu tertentu dengan satuan bit per second yang
merupakan kondisi data rate sebenarnya dalam suatu jaringan.
2. End-to-End Delay
End-to-end delay adalah waktu yang diperlukan oleh suatu paket data
yang berasal dari source node hingga mencapai destination node. End-to-end
delay secara tidak langsung berhubungan dengan kecepatan transfer data suatu
jaringan.
3. Media Access Delay
Media access delay menunjukkan nilai total delay akibat antrian dan
contention paket data yang diterima oleh MAC dari layer yang lebih tinggi.
Delay dari media akes dihitung untuk tiap paket ketika paket dikirimkan ke
physical layer pada waktu tertentu.
32
2.2.13 Modulasi Yang Digunakan Pada ZigBee
Modulasi dapat didefinisikan sebagai proses pengubahan parameter dari
gelombang pembawa (amplitudo, frekuensi, dan fasa) oleh sinyal informasi.
Pada IEEE 802.15.4 teknik modulasi yang digunakan adalah Binary Phase Shift
Keying (BPSK) dan Offset Quadrature Phase Shift Keying (OQPSK), namun
dalam penelitian ini digunakan 3 teknik modulasi yaitu BPSK, QPSK, dan 8-
PSK. Berikut penjelasan mengenai masing-masing modulasi tersebut :
1. Binary Phase Shift Keying (BPSK)
BPSK adalah modulasi digital dengan format yang lebih sederhana dari
PSK. Menggunakan dua tahap yang dipisahkan sebesar 180° dan sering juga
disebut 2-PSK. Modulasi ini paling sempurna dari semua bentuk modulasi PSK.
Akan tetapi bentuk modulasi ini hanya mampu memodulasi 1 bit/simbol dan
dengan demikian maka modulasi ini tidak cocok untuk aplikasi data-rate yang
tinggi dimana bandwidthnya dibatasi. Sinyal termodulasi secara BPSK
didefenisikan mempunyai bentuk sebagai berikut :
Gambar 2.13 Sinyal BPSK
Gambar 2.14 Modulator BPSK
33
2. Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)
QPSK adalah Bentuk lain dari modulasi digital selubung konstan
termodulasi sudut. QPSK adalah teknik pengkodean M-ary dimana M=4
(karenanya dinamakan “Quatenary“ yang berarti 4). M-ary adalah suatu bentuk
turunan dari binary. M berarti digit yang mewakili banyaknya kondisi yang
mungkin. Dalam QPSK ada 4 phase output yang berbeda, maka harus ada 4
kondisi input yang berbeda. Karena input digital ke modulator QPSK adalah
sinyal biner, maka untuk menghasilkan 4 kondisi input yang berbeda harus
dipakai bit input lebih dari 1 bit tunggal. Pengiriman data yang cepat dan efisien
menyebabkan sistem-sistem transmsi digital mendapat tempat yang semakin
penting dalam bidang komunikasi. Sistem modulasi QPSK (Quadrature Phase
Sihft Keying) merupakan salah satu sistem modulasi digital untuk mengirimkan
data yang lebih cepat.
Gambar 2.15 Sinyal Termodulasi QPSK
2.2.14 Perhitungan Model Propagasi Free Space Loss
FSL (Free Space Loss) merupakan model propagasi yang digunakan
dengan mengkondisikan transmitter dan receiver berada pada lingkungan tanpa
bangunan ataupun halangan lain yang dapat menimbulkan difraksi, reflaksi,
absorsi maupun blocking. Model propagasi tersebut baik apabila digunakan
untuk perancangan tahap awal suatu jaringan sehingga dapat diketahui
34
karakteristik jaringan sesuai standar yang diterapkan. Besar redaman ruang
bebas secara matematis dapat dihitung dengan persamaan:
Lfs = ……………………………………………………………………….(2.4)
Dengan keterangan sebagai berikut :
Lfs = Free space loss (dB)
Pt = Daya pancar di transmitter (dBm)
Pr = Daya terima di receiver (dBm)
Dari persamaan FSL diatas maka dapat diturunkan lagi sehingga dapat
diketahui parameter khusus yang mempengaruhi parameter tersebut. Besar rapat
daya yang memiliki simbol F dengan jarak (d) dari suatu antena isotropis
transmitter dengan daya pancar (Pt) adalah:
…………………………………………………………………...(2.5)
Pada sisi receiver dengan luas lengkap (aperture) antena isotropis
bernilai, maka untuk besar daya yang ditangkap (Pt) adalah :
Pr = F = = Pt ( ……………………………………………...(2.6)
Sehingga untuk persamaan 2.1 akan didapat persamaan yang diturunkan
sebagai berikut :
Lfs = = 2 =2…………………………………………………...(2.7)
Karena λ= dengan c adalah cepat rambat gelombang cahaya di ruang
hampa sebesar 3x108 m/dt, maka besarnya redaman ruang bebas menjadi :
Lfs = 10 log
= 20log + 20 log d + 20 log f
= 32,5 + 20 log dkm + 20 log fMhz ……………………………………(2.8)
Lfs = 92,4 + 20 log dkm + 20 log fGHz …………………………………….…(2.9)
35
2.2.15 Simulator OPNET Modeler
Opnet Modeler merupakan suatu software untuk semua fase penelitian,
termasuk model desain, simulasi, pengumpulan data, dan analisis data. Opnet
medeler menyediakan suatu lingkungan pengembangan yang komprehensif
untuk mendukung model jaringan komunikasi dan sistem terdistribusi. Kedua
perilaku dan kinerja dari suatu model jaringan dapat dianalisis dengan
melakukan simulasi kejadian diskrit. Sebuah Graphical User Interface (GUI)
mendukung konfigurasi skenario dan pengembangan model jaringan. Hasil
simulasi dapat dibuat dalam beberapa skenario sehingga dapat dijadikan dasar di
dalam perencanaan suatu jaringan berbasis paket. Simulasi dapat juga dilakukan
untuk memprediksi kebutuhan di dalam suatu jaringan berbasis paket untuk
beberapa tahun ke depan berdasarkan prediksi permintaan (demand), layanan
ataupun teknologi yang mungkin dipergunakan pada masa mendatang.
Gambar 2.16 Opnet Modeler 14.5 – Educational Version
Di dalam Opnet Modeler ada beberapa hal yang perlu kita ketahui, yaitu :
1. Hirarki Pemodelan di OPNET Modeler
Opnet Modeler dapat dipergunakan untuk simulasi jaringan paket
berbasis Internet Protocol (IP), Asynchronous Transfer Mode (ATM), Frame
Relay ataupun TDM. Jenis layanan yang disimulasikan juga beragam, baik
internet, VoIP, file transfer, video conference, video streaming, dan lain
36
sebagainya yang dapat diatur berdasarkan kebutuhan dari pengguna simulasi.
Secara umum OPNET Modeler sudah cukup sebagai simulator berbasis paket
yang handal dan dapat dikembangkan oleh penggunanya (TELKOM Research
and Development Centre, 2008). Ada beberapa proses yang dapat diikuti dalam
melakukan simulasi menggunakan OPNET Modeler. Urutan dari proses dalam
menampilkan simulasi dengan OPNET Modeler adalah sebagai berikut:
a. Pemodelan dan Siklus Simulasi
OPNET Modeler menyediakan media yang sangat mendukung untuk
membantu pengguna dalam membuat sebuah siklus perancangan (design
cycle)
b. Pemodelan Hirarkis
OPNET Modeler menggunakan sebuah struktur hirarkis (hierarchical
structure) dalam pembuatan model. Setiap level dari struktur hirarkis
mendeskripsikan aspek yang berbeda untuk melengkapi model yang akan
disimulasikan. Urutannya adalah:
Network Editor – network topology models
Node Editor – data flow models define
Process Editor – control flow models
c. Specialized in communication networks
Library model menyediakan protocol yang sudah ada, yang dapat diubah
oleh pengguna dalam mengembangkan model yang akan dibuatnya.
d. Automatic simulation generation
OPNET Modeler dapat dikompilasi menggunakan kode. Dimana dengan
melakukan eksekusi maka akan tampak output data dari kode yang telah
dibuat, kita dapat melihat urutannya sebagai berikut :
Running Simulations yang terdapat simulation tool dan debugging
tool.
Analyzing results yang terdapat probe editor dan analysis tool,
filter tool serta animation viewer.
37
2. Notasi Yang Digunakan OPNET Modeler
Dalam pemodelan hirarkis tersebut diatas, OPNET Modeler
menggunakan beberapa notasi untuk memodelkan sebuah jaringan, node ataupun
proses. Notasi-notasi ini digunakan untuk menunjukkan beberapa hal dalam
pemodelan, seperti modul-modul yang berada di dalam sebuah node.
a. Node Model
Sebuah node adalah sebuah representasi dari peralatan jaringan (network
device) dari sebuah jaringan komputer yang akan dimodelkan. Salah satu
node model pada Opnet Modeler adalah node model ZigBee seperti pada
Gambar 2.17
Gambar 2.17 Node Model pada ZigBee Station
b. Proses Model
OPNET Modeler proses model digambarkan dengan menggunakan
sebuah State Transtition Diagram (STD). Dimana STD ini dapat dilihat
dengan double click sebuah modul pada node model. Hanya dua jenis
modul yang memiliki proses model, yakni modul Processor dan modul
Queue. Implementasi dari sebuah STD adalah sebuah coding dalam
bahasa Proto-C, yakni sebuah bahasa mirip Bahasa C yang
dikembangkan oleh OPNET Modeler.
38
Gambar 2.18 Process Model ZigBee
2.2.15.1 ZigBee Model
Pemodelan pada ZigBee pada simulator Opnet Modeler yang diperlukan
diantaranya:
1. ZigBee Object Palette
Gambar 2.18 menunjukkan ZigBee object palette pada simulator Opnet
Modeler
Gambar 2.19 ZigBee Object Palette
Dari ZigBee object palette pada Gambar 2.19, untuk masing-masing model
dapat dideskripsikan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 ZigBee Node Model
Node Model Deskripsi
Zigbee_coordinator Zigbee coordinator node model
Zigbee_end_device Zigbee end device node model
Zigbee_router Zigbee router node model
39
2. ZigBee Model Attributes
Attributes yang terdapat pada ZigBee model dalam simulator Opnet
Modeler, yaitu:
a. Local Attributes
Berikut adalah attributes yang terdapat untuk konfigurasi ZigBee device
model yang ditunjukkan pada Gambar 2.20:
Application Traffic Attributes, dimana terdiri dari:
- Destination
- Packet Interarrival Time
- Packet Size
- Start Time
- Stop Time
Gambar 2.20 ZigBee Device Model Attributes
b. Global Attributes
ZigBee model terdiri dari global attributes yang diakses dari dialog box
Configure/Run Simulation:
Network Formation Threshold
Report Snapsot Time
40
2.2.15.2 Tools Pada Opnet Modeler
Simulasi menggunakan Opnet Modeler dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu membuat sebuah skenario jaringan yang direncanakan. Berikut ini
merupakan langkah untuk membuat sebuah skenario melalui project editor
Opnet Modeler.
1. Mulai.
2. Buka pada menu bar Opnet Modeler, kemudian File-New-Project.
3. Masukkan Project Name dan Scenario Name.
4. Pilih topologi awal yang ingin digunakan, namun untuk membuat
skenario baru maka pilih Create Empty Scenario.
5. Pilih tipe skala jaringan yang akan disimulasikan, dimana untuk tipe
skala jaringan terdiri dari Word/Enterprise/Campus/Office/Choose from
maps.
6. Masukkan nilai skala skenario yang ingin disimulasikan, yaitu dengan
mengisi X span, Y span dan unit satuan jarak.
7. Pilih teknologi yang akan digunakan pada simulasi.
8. Selesai.
Skenario jaringan yang akan disimulasikan dapat dibuat dengan
menggunakan tools yang ada pada Opnet Modeler dan tersedia di project editor.
Beberapa tools yang umumnya digunakan dalam mensimulasikan skenario
jaringan antara lain:
1. Object Palette
Object palette pada Gambar 2.21 merupakan tools untuk menampilkan
perangkat atau objek sesuai dengan teknologi yang telah dipilih pada langkah
saat membuat skenario melalui project editor Opnet Modeler.
41
Gambar 2.21 Object Palette
2. Choose Individual DES Statistic
DES (Discrate Event Simulation) statistic pada Gambar 2.22 merupakan
parameter yang digunakan untuk menganalisa simulasi jaringan. Parameter yang
dapat diamati tergantung dengan teknologi yang digunakan. Pemilihan
parameter didasari oleh kebutuhan pengguna akan analisis hasil simulasi.
Gambar 2.22 Individual DES Statistic Pada ZigBee
42
3. Configure/Run Discrete Event Simulation (DES)
Konfigurasi Discrete Event Simulation (DES) pada Gambar 2.23
dilakukan pada durasi yang diatur sesuai dengan waktu simulasi akan dijalankan
sehingga sistem stabil. Pengguna dapat menjalankan simulasi dengan memilih
Run.
Gambar 2.23 Configure/Run Discrete Event Simulation (DES)
4. Results
Contoh dari hasil simulasi berdasarkan Discrete Event Simulation (DES)
statistic seperti pada Gambar 2.24 yang telah dipilih sebelumnya dapat dilihat
setelah simulasi dijalankan dari View Results pada menu bar DES, dimana hasil
simulasi berupa grafik dan data statistik.
Gambar 2.24 Result Browser
top related