bab ii kajian pustaka 2.1 konversi thermokimiawi dan ... ii.pdf · menghasilkan karbon padatan...
Post on 06-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
2.1 Konver
2.1.1 Konv
Biom
gasifikasi da
tersebut terl
konversi be
setidaknya
memiliki b
memerlukan
Gambar 2.
2.1.2 Gasif
Gasif
definisi yan
rsi Thermok
versi Therm
massa memil
an pembaka
letak pada b
erlangsung.
memiliki pe
batasan AF
n oksigen d
1 Grafik Bata
fikasi
fikasi secara
ng sebenarny
KAJI
kimiawi dan
mokimiawi
liki tiga met
aran (pengara
banyaknya u
Konsumsi o
erbandingan
FR 1,5. Se
dalam prose
asan Konversi
a bahasa dap
ya, gasifikas
6
BAB II
IAN PUSTA
n Pengertia
tode konver
angan). Perb
udara (oksig
oksigen yan
AFR 6,25 a
edangkan u
snya.
i Thermokimia
pat diartikan
si adalah pro
AKA
n Gasifikas
rsi thermokim
bedaan jenis
gen) yang d
ng diperluka
atau lebih. P
untuk piroli
awi Biomassa
n sebagai p
oses konver
si
miawi, yaitu
konversi the
dikonsumsi s
an dalam pe
Pada proses
isis cenderu
a (Sumber : Pu
embuatan g
si thermokim
u pirolisis,
ermokimia
saat proses
embakaran
gasifikasi
ung tidak
utri, 2009)
gas. Secara
miawi dari
7
bahan bakar yang mengandung karbon (padat ataupun cair) menjadi gas yang
disebut syngas (synthesis gas) atau gas sintetis dimana gas tersebut memiliki
nilai bakar dengan cara oksidasi parsial pada temperatur tinggi. Tetapi sejauh ini
teknologi ini umumnyan masih stagnan pada skala penelitian karena konsumsi
energinya yang terlalu besar. Namun ada beberapa negara yang telah menerapkan
teknologi ini pada bidang pembangkit listrik, dimana gas yang dihasilkan oleh
reaktor gasifikasi dipakai untuk menggerakkan generator.
Terdapat berbagai macam tipe gasifier di dunia ini dan beberapanya
dapat dibedakan berdasarkan:
Mode fluidisasi
Arah aliran
Gas yang perlukan untuk proses gasifikasi
Berdasarkan mode fluidisasinya, jenis gasifier dapat dibedakan
menjadi 3 jenis. Gasifier tersebut adalah : gasifikasi unggun tetap (fixed bed
gasification), gasifikasi unggun bergerak (moving bed gasification), gasifikasi
unggun terfluidisasi (fluidized bed gasification), dan entrained bed.
Berdasarkan arah aliran, gasifier dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran
searah (downdraft gasification), gasifikasi aliran berlawanan (updraft
gasification) dan gasifikasi aliran menyilang (crossdraft gasification).
8
a) Updraft Gasifier
Pada tipe ini udara masuk melalui arah bawah dan mengoksidasi arang
secara parsial untuk menghasilkan CO dan H2 (jika digunakan uap) dan
ditambah N2 (jika digunakan udara). Gas ini kemudian bertemu dengan
biomassa.Gas yang sangat panas tersebut mempirolisa biomassa,
menghasilkan karbon padatan (arang), uap air dan 10-20% uap minyak
pada temperatur 100-4000 C, tergantung pada kadar air biomassa.
Selanjutnya arang akan dioksidasi parsial oleh udara dan menghasilkan
gas.
Gambar 2.2. Updraft gasifier (sumber : Tasliman, 2008 diambil dari Turare, 1997)
b) Downdraft Gasifier
Udara masuk menyebabkan pirolisis (flaming pyrolisis) biomassa. Proses
ini mengkonsumsi uap - uap minyak dan menghasilkan gas reduksi partial
CO, CO2, H2 dan H2O, serta sedikit metan sekitar 0,1%. Gas panas
bereaksi dengan arang untuk mereduksi gas lebih lanjut dan
meninggalkan sekitar 2-5% abu arang.
9
Gambar 2.3. Downdraft Gasifier (sumber : Tasliman, 2008 diambil dari Turare, 1997)
c) Crossdraft Gasifier
Mungkin gasifikasi tipe cross-draft lebih menguntungkan dari pada updraft
dan down-draft gasifier. Keuntungannya seperti suhu gas yang keluar
tinggi, reduksi CO2 yang rendah dan kecepatan gas yang tinggi yang
dikarenakan desainnya. Tidak seperti down-draft dan up-drat gasifier,
tempat penyimpanan, pembakaran, dan zona reduksi pada cross-draft
gasifier terpisah. Untuk desain bahan bakar yang terbatas untuk
pengoperasian rendah abu bahan bakar seperti kayu, batu bara, limbah
pertanian. Kemampuan pengoperasiannya sangat bagus, menyebabkan
konsentrasi sebagian zona beroperasi di atas suhu 200oC. Waktu mulai
(start up) 5 - 10 menit jauh lebih cepat dari pada down-draft dan up-draft
gasifier. Pada cross-draft dapat menghasilkan temperatur yang relatif
tinggi, komposisi gas yang dihasilkan kurang baik seperti tingginya gas CO
dan rendahnya gas hidrogen serta gas metana.
10
Gambar 2.4. Crossdraft Gasifier (sumber : Tasliman, 2008 diambil dari Turare, 1997)
Kelebihan dan kekurangan dari ketiga jenis reaktor tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.1.
Berdasarkan gasifying yang diperlukan untuk proses gasifikasi, terdapat
gasifikasi udara dan gasifikasi oksigen/uap. Gasifikasi udara adalah metode
dimana gas yang digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Sedangkan
pada gasifikasi uap, gas yang digunakan pada proses yang terjadi adalah uap.
a) Gasifikasi Udara
Gasifikasi yang paling sederhana adalah menggunakan udara sebagai
agent proses gasifikasi. Kelebihan arang yang dibentuk saat proses
pirolisis dengan gasifier merupakan pembakaran udara dengan jumlah
yang terbatas (biasanya equivalensi ratio 0,25). Hasil yang dihasilkan
adalah energi yang rendah karena mengandung hydrogen dan
karbonmonoksida yang bercampur denga nitrogen yang berasal dari
udara. Dari hasil gasifiksi dengan menggunakan udara mnghasilkan 3,5 –
7,8 MJ/Nm3. Yang mana sangat baik digunakan untuk boiler dan engine
11
akan tetapi tidak baik digunakan untuk bahan bakar transportasi. Udara
yang masuk sangat rendah pada gasifier sehingga gas yang dihasilkan
sangat rendah dan mengadung tar yang sangat tinggi (Groves,1979)
b) Gasifikasi Uap Air
Tidak seperti menggunakan udara sebagi agen, uap air gasifikasi adalah
menggunakan panas eksternal yang bersumber steam sebagai agen
gasifikasi. Dengan menggunakan percampuran udara dan steam tidak
biasa digunakan pada teknologi, tetapi pada kenyataannya banyak yang
melakukan penelitian tentang hal ini. Dari hasil reaksi dengan
carbonmonoksida akan menghasilkan gas hydrogen dan karbondioksida.
Pada prinsipnya pada steam gasification dituliskan dengan persamaan :
CO + H2O CO2 + H2………………………………(2.1)
Gas yang dihasilkan pada steam gasification adalah energi yang tinggi,
yang mana ditemukan paling banyak adalah gas hydrogen. Energi yang
dihasilkan dari 11,1 MJ/M3 pada temperature 7000C dan 12,1 MJ/m3.
Energi yang bisa digunakan kembali sekitar 35% - 59 % pada
temperature yang sama (Hoveland et al. 1982)
c) Oxigen Gasification
Dalam proses ini jumlah nitrogen terbatas jumlahnya bahkan tidak
ditemukan sama sekali, gas yang dihasilkan mempunyai energy menengah
( 12 – 21 MJ/Nm3). Dalam hal ini proses gas secara ekonomi disalurkan
12
oleh pipa yang dibuat menjadi suatu system plant dan selanjutnya melalui
proses panas atau mungkin juga gas sintetis untuk menghasilkan chemical
dan bahan bakar (Belie,1979)
d) Hydrogen Gasification
Sampai saat ini banyak penelitian mengarah pada system hydrogen
gasification karena bahan bakar mentah dikonversi menjadi bahan bakar
dalam bentuk gas dengan tekanan masih dibawah tekanan maximum.
Dengan proses ini banyak yang mengkritik karena merupakan proses yang
sangat kuat dimana kondisi harus tetap terjaga dengan baik sejak gas
dalam keadaan normal sampai gas gasifikasi terbentuk. Digunakan
campuran hydrogen yang masuk ke gasifier dengan panas yang
dibutuhkan sebulumnya 4260C sampai 7600C dengan perkembangan
carbonmonoksida dan gas hydrogen berkembang dari 8% sampai 18%
dan 41% samapi 63% ( Weil.1978)
Gambar skematik untuk membandingkan proses gasifikasi yang dibedakan
berdasarkan agen gasifikasi yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.5
13
Tabel 2.1 Kelebihan dan Kelemahan Gasifier
Jenis gasifier Kelebihan Kelemahan
Updraft
Gasifier
a. lebih mudah dioperasikan
b. arang yang dihasilkan lebih
sedikit
a. menghasilkan sedikit
metan
b. tidak dapat beroperasi
secara kontinyu
c. gas yang dihasilkan
tidak kontinyu
Dwondraft
Gasifier
a. dapat beroperasi secara kontinyu
suhu gas tinggi
b. kandungan tar dan abu dalam gas
output sangat kecil
a. produksi asap terlalu
banyak selama operasi
b. membutuhkan sistem
secondary heat recovery
agar tidak merusak
komponen di sekitarnya
Crossdraft
Gasifier
a. suhu gas yang keluar tinggi
b. reduksi CO2 rendah
c. kecepatan gas tinggi
d. tempat penyimpanan,
pembakaran dan zona reduksi
terpisah
e. kemampuan pengoperasiannya
sangat bagus
f. waktu mulai lebih cepat
a. komposisi gas yang
dihasilkan kurang bagus
b. gas CO yang dihasilkan
tinggi, gas H rendah
c. gas metan yang
dihasilkan juga rendah
14
Gambar 2.5. Gasification processes and their products (Sadaka,2002)
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Gasifikasi
Proses gasifikasi memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
proses dan kandungan syngas yang dihasilkkannya. Faktor-faktor tersebut adalah:
15
a) Properties Biomassa
Tidak semua biomassa dapat dikonversikan dengan proses gasifikasi
karena ada beberapa klarifikasi dalam mendefinisikan bahan baku yang
dipakai pada sistem gasifikasi berdasarkan kandungan dan sifat yang
dimilikinya. Pendefinisian bahan baku gasifikasi ini dimaksudkan untuk
membedakan antara bahan baku yang baik dan yang kurang baik. Adapun
beberapa parameter yang dipakai untuk mengklarifikasikannya yaitu :
a. Kandungan energi, semakin tinggi kandungan energi yang dimiliki
biomassa maka syngas hasil gasifikasi biomassa tersebut semakin tinggi
karena energi yang dapat dikonversi juga semakin tinggi.
b. Moisture, bahan baku yang digunakan untuk proses gasifikasi umumnya
ber-moisture rendah. Karena kandungan moisture yang tinggi
menyebabkan heat loss yang tinggi. Selain itu kandungan moisture
yang tinggi juga menyebabkan beban pendinginan semakin tinggi
karena pressure drop yang terjadi meningkat. Idealnya kandungan
moisture yang sesuai untuk bahan baku gasifikasi kurang dari 20 %.
c. Debu, semua bahan baku gasifikasi menghasilkan dust (debu). Adanya
dust ini sangat mengganggukarena berpotensimenyumbat saluran
sehingga membutuhkan maintenance lebih. Desain gasifier yang baik
setidaknya menghasilkan kandungan dust yang tidak lebih dari 2–6
g/m³.
d. Tar, merupakan salah satu kandungan yang paling merugikan dan harus
dihindari karena sifatnya yang korosif. Sesungguhnya tar adalah cairan
16
hitam kental yang terbentuk dari destilasi destruktif pada material
organik. Selain itu, tar memiliki bau yang tajam dan dapat mengganggu
pernapasan. Pada reaktor gasifikasi terbentuknya tar, yang memiliki
bentuk approximate atomic CH1.2O0.5, terjadi pada temperatur pirolisis
yang kemudian terevaporasi dalam bentuk asap, namun pada beberapa
kejadian tar dapat berupa zat cair pada temperatur yang lebih rendah.
Apabila hasil gas yang mengandung tar relatif tinggi dipakai pada
kendaraan bermotor, dapat menimbulkan deposit pada karburator dan
intake valve sehingga menyebabkan gangguan. Desain gasifier yang
baik setidaknya menghasilkan tar tidak lebih dari 1 g/m³.
e. Ash dan Slagging. Ash adalah kandungan mineral yang terdapat pada
bahan baku yang tetap berupa oksida setelah proses pembakaran.
Sedangkan slag adalah kumpulan ash yang lebih tebal. Pengaruh adanya
ash dan slag pada gasifier adalah :
Menimbulkan penyumbatan pada gasifier
Pada titik tertentu mengurangi respon pereaksian bahan baku
b) Desain Reaktor
Terdapat berbagai macam bentuk gasifier yang pernah dibuat untuk proses
gasifikasi. Untuk gasifier bertipe imbert yang memiliki neck di dalam
reaktornya, ukuran dan dimensi neck amat mempengaruhi proses pirolisis,
percampuran, heatloss dan nantinya akan mempengaruhi kandungan gas
yang dihasilkannya.
17
a. Jenis Gasifying Agent
Jenis gasifying agent yang digunakan dalam gasifikasi umumnya
adalah udara dan kombinasi oksigen dan uap. Penggunaan jenis
gasifying agent mempengaruhi kandungan gas yang dimiliki oleh
syngas. Berdasarkan penelitian, perbedaan kandungan syngas terlihat
pada kandungan nitrogen pada syngas dan mempengaruhi besar nilai
kalor yang dikandungnya. Penggunaan udara bebas menghasilkan
senyawa nitrogen yang pekat di dalam syngas, berlawanan dengan
penggunaan oksigen/uap yang memiliki kandungan nitrogen yang relatif
sedikit. Sehingga penggunaan gasifying agent oksigen/uap memiliki
nilai kalor syngas yang lebih baik dibandingkan gasifying agent udara.
b. Rasio Bahan Bakar dan Udara (AFR)
Perbandingan bahan bakar dan udara dalam proses gasifikasi
mempengaruhi reaksi yang terjadi dan tentu saja pada kandungan
syngas yang dihasilkan. Kebutuhan udara pada proses gasifikasi berada
diantara batas konversi energi pirolisis dan pembakaran. Karena itu
dibutuhkan rasio yang tepat jika menginginkan hasil syngas yang
maksimal. Pada gasifikasi biomassa AFR yang tepat untuk proses
gasifikasi berkisar pada angka 1,25 - 1,5.
2.1.4 Dasar Proses Gasifikasi pada Downdraft Gasifier
Pada proses gasifikasi ada beberapa tahapan berdasarkan perbedaan
rentang kondisi temperatur, yaitu pengeringan (200-300 °C), pirolisis (300-
18
700°C), oksidasi (700-1500 °C), dan reduksi (400-1000 °C) yang dilalui oleh
biomassa sebelum pada akhirnya menjadi gas yang flammable pada output
reaktor. Proses pengeringan, pirolisis, dan reduksi bersifat menyerap panas
(endotermik), sedangkan proses oksidasi bersifat melepas panas (eksotermik).
Panas yang dihasilkan dalam proses oksidasi digunakan dalam proses
pengeringan, pirolisis dan reduksi. Zona-zona proses dan reaksi yang terjadi
pada suatu reaktor gasifikasi downdraft ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Skema Tahapan Proses Gasifikasi Downdraft (Sumber : Hidayat, 2013)
19
a) Drying Zone
Bahan bakar padat dimasukkan ke dalam gasifier. Hal ini tidak perlu
menggunakan peralatan pengumpanan bahan bakar yang kompleks, karena
sejumlah kecil kebocoran udara dapat ditoleransi di tempat ini. Sebagai
akibat dari perpindahan panas dari bagian bawah gasifier, pengeringan
bahan bakar biomassa terjadi dibagian bungker. Uap air akan mengalir ke
bawah dan menambah uap air yang terbentuk di zona oksidasi. Bagian dari
itu dapat direduksi menjadi hidrogen dan sisanya akan berakhir sebagai
kelembaban dalam gas.
b) Pyrolisis Zone
Tidak seperti pembakaran, pyrolisis terjadi pada tempat yang tidak terdapat
oksigen, kecuali dalam kasus dimana oksidasi parsial diperbolehkan untuk
menyediakan energi termal yang dibutuhkan untuk proses gasifikasi.
Terdapat tiga variasi pirolisis yaitu :
a. mild pyrolysis
b. slow pyrolysis
c. fast pyrolysis
Pada pirolisis melokel besar hydrocarbon dipecah menjadi partikel
kecil hydrocarbon. Fast pyrolysis hasil utamanya adalah bahan bakar cair,
slow pyrolysis menghasilkan gas dan arang. Mild pyrolysis yang saat ini
sedang dipertimbangkan untuk pemanfaatan biomassa yang efektif. Pada
proses ini biomassa dipanaskan 300-700 0C tanpa kontak dengan oksigen.
20
Struktur kimia dari biomassa diubah, dimana menghasilkan carbon
dioksida, carbon monoksida, air, asam asetat, dan methanol.Mildpyrolysis
meningkatkan densitas energi dari biomassa.
Pada suhu di atas 500°C, bahan bakar biomassa dimulai pyrolysing.
Rincian pyrolisis ini reaksi yang tidak dikenal, tetapi orang bisa menduga
bahwa molekul-molekul besar ( seperti selulosa, hemi-selulosa dan lignin )
terurai menjadi molekul berukuran sedang dan karbon (char) selama
pemanasan bahan baku. Produk pyrolisis mengalir ke bawah ke zona
pemanasan pada gasifier. Beberapa akan dibakar di zona oksidasi, dan
sisanya akan memecah bahkan molekul yang lebih kecil dari hidrogen,
metana, karbon monoksida, etana, etilena, dll jika tetap berada di zona
panas cukup lama. Jika waktu tinggal di zona panas terlalu pendek atau
suhu terlalu rendah, maka molekul berukuran menengah dapat melarikan
diri dan akan mengembun sebagai tar dan minyak, dalam suhu rendah
bagian dari sistem. Secara umum reaksi yang terjadi pada pirolisis beserta
produknya adalah:
biomassa char + tar + gases (CO2; CO; H2O; H2; CH4; CxHy)… 2.2
c) Zona Oksidasi
Zona pembakaran (oksidasi) dibentuk pada tingkat dimana oksigen (udara)
dimasukkan. Reaksi dengan oksigen sangat eksotermik dan mengakibatkan
kenaikan tajam suhu sampai 700-1500°C. Sebagaimana disebutkan di atas,
fungsi penting dari zona oksidasi, selain penghasil panas, adalah untuk
21
mengkonversi dan mengoksidasi hampir semua produk terkondensasi dari
zona pirolisis. Untuk menghindari titik-titik dingin di zona oksidasi,
kecepatan udara masuk dan geometri reaktor harus dipilih dengan baik.
Umumnya dua metode yang digunakan untuk mendapatkan suhu
bahkandistribusi:
a. Mengurangi luas penampang pada ketinggian tertentu dari reaktor.
b. Penyebaran nozel inlet udara di atas lingkar mengurangi cross-
sectional area, atau alternatif menggunakan inlet udara sentral dengan
perangkat penyemprotan.
Adapun reaksi kimia yang terjadi pada proses oksidasi ini adalah sebagai
berikut :
C + O2 CO2 + 406 (MJ/kmol) ………………………………… . 2.3
H2 + ½ O2 H2O +242 (MJ/kmol) ……………………………… 2.4
d) Zona Reduksi
Produk reaksi dari zona oksidasi (gas panas dan bara arang )
bergerak turun ke zona reduksi. Di zona ini masuk panas sensible dari gas
dan arang dikonversi sebanyak mungkin menjadi energi kimia dari gas
produser. Produk akhir dari reaksi kimia yang terjadi di zona reduksi
adalah gas mudah terbakar yang dapat digunakan sebagai bahan bakar gas
dalam pembakar motor bakar dalam dan sedikit abu.
Abu yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa kadang – kadang
harus dibuang dari gasifier. Karena biasanya timbul perapian di dasar
22
peralatan.dan dengan demikian membantu untuk mencegah penyumbatan
yang dapat menyebabkan obstruksi aliran gas. Berikut adalah reaksi kimia
yang terjadi pada zona tersebut :
Bourdouar reaction:
C + CO2 2 CO – 172 (MJ/kmol) ………………………………………… . 2.5
Steam-carbon reaction :
C + H2O CO + H2 – 131 (MJ/kmol) …………………………………… . 2.6
Water-gas shift reaction:
CO + H2O CO2 + H2 + 41 (MJ/kmol) ………………………………… . . 2.7
CO methanation :
CO + 3 H2 – 206 (MJ/kmol) CH4 + H2O …………………………… .… 2.8
2.1.5 Parameter – Parameter Penting dalam Proses Gasifikasi
Parameter – parameter penting yang harus dipertimbangkan dalam proses
gasifikasi, yaitu :
a) Temperatur Gasifikasi
Temperatur gasfikasi harus tinggi karena dalam tahap pertama
gasifikasi adalah pengeringan untuk menguapkan kandungan air dalam
sekam padi dan serbuk kayu agar menghasilkan gas yang bersih.
Temperatur yang tinggi juga dapat berpengaruh dalam menghasilkan gas
yang mudah terbakar.Untuk mempertahankan temperatur, maka tangki
23
reaktor diisolasi dengan bata tahan api agar tidak ada panas yang keluar ke
lingkungan sehingga efisiensi reaktor menjadi baik.
b) Spesific Gasification Rate (SGR)
SGR mengidikasikan banyaknya biomassa rata-rata yang
dapattergasifikasi dalam gasifier. Jika SGR semakin besar maka proses
gasifikasi tidak berjalan secara sempurna, sebaliknya jika SGR semakin
kecil maka proses gasifikasi berjalan lambat. SGR dapat dihitung dengan
cara :
SGR berat biomassa berat arang
luas x waktukg
m . dt …………………… 2.9
c) Fuel Consumtion Rate (FCR)
Energi input ini mengacu pada jumlah energi yang diperlukan dalam
hal bahan bakar yang akan dimasukkan ke dalam gasifier. Dlam
menentukan energi input kita harus tau terlebih dahulu energi yang
dibutuhkan. Hal ini mengacu pada jumlah panas yang harus dipasok oleh
kompor. Hal ini dapat ditentukan berdasarkan jumlah makanan untuk
dimasak atau air harus direbus. Jumlah energi yang diperlukan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :
Qn =
… … … … … … … … … … …… … …… …… … … … … …… … 2.10
24
Dimana :
Qn = energi yang dibutuhkan (kcal/hr)
Mf = massa (kg)
Es = energy spesifik (kcal/kg)
T = waktu proses (hr)
Untuk memperoleh energi yang dibutuhkan perlu adanya
perhitungan mengenai laju konsumsi bahan bakar agar kebutuhan energi
tersebut dapat dipenuhi. Laju bahan bakar biomassa yang dibutuhkan pada
proses gasifikasi dapat dihitung menggunakan rumus:
FCR = … …… … … … … … … … …… …… …… … … …… …… … 2.11
Atau untuk hasil yang telah diketahui :
FCRberat biomassa
waktu oprasionalkg
dt …………………………… .…………… 2.12
Dimana :
FCR = fuel consumption rate (kg/hr)
Qn = heat energy needed, Kcal/hr
HVf = heating value of fuel, Kcal/kg
= efisiensi gasifier
25
d) Gas Fuel Ratio (GFR).
GFR (Gas Fuel Ratio) dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
GFR laju aliran gas producer
FCR…………………………………………… 2.13
e) % Char
% Char adalah perbandingan banyaknya arang yang dihasilkan
dengan banyaknya biomassa yang dibutuhkan. % char dapat dihitung
menggunakan rumus :
% arang
berat biomassa100%………………………………………… 2.14
f) Waktu Konsumsi Bahan Bakar
Hal ini mengacu pada total waktu yang dibutuhkan untuk benar-
benar mengubah menjadi gas dari bahan bakar padat di dalam reaktor. Ini
termasuk waktu untuk menyalakan bahan bakar dan waktu untuk
menghasilkan gas, ditambah waktu untuk benar-benar membakar semua
bahan bakar dalam reaktor. Kepadatan dari bahan bakar padat (ρ), volume
reaktor (Vr), dan konsumsi bahan bakar tingkat (FCR) adalah faktor yang
digunakan dalam menentukan total waktu untuk mengkonsumsi bahan
bakar padat dalam reaktor. Seperti ditunjukkan di bawah, ini dapat
dihitung menggunakan rumus :
t =
… … … … … … …… … … … … …… …… … … … … … … … …… … 2.15
26
Dimana :
FCR = Fuel Consumption Rate (kg/hr)
t = Waktu konsumsi bahan baku (hr)
= Massa jenis Bahan baku (kg/m3)
Vr = Volume reaktor (m3)
g) Oxygen Fuel Rate (OFR)
OFR adalah jumlah laju aliran massa oksigen yang dibutuhkan
dalam proses gasifikasi. Sebelum menentukan OFR maka terlebih dahulu
kita harus mengetahui begaimana caranya menghitung Air Fuel Ratio
(AFR).
AFR adalah tingkat aliran udara primer yang masuk ke reaktor. Hal
ini mengacu pada laju aliran udara yang diperlukan untuk mengubah bahan
bakar padat menjadi gas . Hal ini sangat penting dalam menentukan ukuran
kipas angin atau blower yang dibutuhkan untuk reaktor. Ini dapat
ditentukan dengan menggunakan tingkat konsumsi bahan bakar (FCR),
udara stoikiometri dari bahan bakar (SA), dan rasio ekuevalensi (Ɛ) untuk
gasifying 0,3 sampai 0,4. Seperti ditunjukkan, ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus :
AFR ε x FCR x SA
ρ…………………………………………………………… 2.16
Dimana:
AFR = Air fuel rate (tingkat aliran udara), (m3/jam)
27
FCR = fuel consumption rate (kg/jam)
ρa = massa jenis udara = 1,25 (kg/m3)
εu = rasio ekuivalensi (0,3 - 0,4) = 0,35
SA = udara stoikiometri dari bahan bakar padat
Udara bebas terdiri dari 78% Nitrogen, 21% Oksigen, dan 1% Uap Air.
Berdasarkan kandungan oksigen pada udara bebas maka kita dapat
menyimpulkan rumus untuk menentukan OFR adalah sebagai berikut.
OFR ε x FCR x SA
ρ…………………………………………………………… 2.17
Dimana:
OFR = Oxygen fuel rate (tingkat aliran udara), (m3/jam)
FCR = fuel consumption rate (kg/jam)
ρo = massa jenis oksigen = 1,43 (kg/m3)
ε ratio ekuivalensi udara x kandungan oksigen di dalam udara
0,35 x 0,21 0,0735
SA = udara stoikiometri dari bahan bakar padat pada proses gasifikasi
2.2 Pembakaran Bahan Bakar
2.2.1. Perinsip Pembakaran Bahan Bakar
Prinsip pembakaran bahan bakar sejatinya adalah reaksi kimia bahan bakar
dengan oksigen (O). Kebanyakan bahan bakar mengandung unsur Karbon (C),
Hidrogen (H) dan Belerang (S). Akan tetapi yang memiliki kontribusi yang
28
penting terhadap energi yang dilepaskan adalah C dan H. Masing-masing bahan
bakar mempunyai kandungan unsur C dan H yang berbeda-beda.
Proses pembakaran terdiri dari dua jenis yaitu pembakaran lengkap
(complete combustion) dan pembakaran tidak lengkap (incomplete combustion).
Pembakaran sempurna terjadi apabila seluruh unsur C yang bereaksi dengan
oksigen hanya akan menghasilkan CO2, seluruh unsur H menghasilkan H2O dan
seluruh S menghasilkan SO2. Sedangkan pembakaran tak sempurna terjadi
apabila seluruh unsur C yang dikandung dalam bahan bakar bereaksi dengan
oksigen dan gas yang dihasilkan tidak seluruhnya CO2. Keberadaan CO pada
hasil pembakaran menunjukkan bahwa pembakaran berlangsung secara tidak
lengkap.
Jumlah energi yang dilepaskan pada proses pembakaran dinyatakan
sebagai entalpi pembakaran yang merupakan beda entalpi antara produk dan
reaktan dari proses pembakaran sempurna. Entalpi pembakaran ini dapat
dinyatakan sebagai Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating Value
(LHV). HHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam wujud cair
sedangkan LHV diperoleh ketika seluruh air hasil pembakaran dalam bentuk uap.
Pada umumnya pembakaran tidak menggunakan oksigen murni melainkan
memanfaatkan oksigen yang ada di udara. Jumlah udara minimum yang
diperlukan untuk menghasilkan pembakaran lengkap disebut sebagai jumlah
udara teoritis (atau stoikiometrik). Akan tetapi pada kenyataannya untuk
pembakaran lengkap udara yang dibutuhkan melebihi jumlah udara
teoritis. Kelebihan udara dari jumlah udara teoritis disebut sebagai excess air
29
yang umumnya dinyatakan dalam persen. Parameter yang sering digunakan untuk
mengkuantifikasi jumlah udara dan bahan bakar pada proses pembakaran tertentu
adalah rasio udara-bahan bakar. Apabila pembakaran lengkap terjadi ketika
jumlah udara sama dengan jumlah udara teoritis maka pembakaran disebut
sebagai pembakaran sempurna. Umumnya excess air diambil 30 % dari
kebutuhan udara stoikiometri.
2.2.2. Nilai Pembakaran
Bila di dalam 1 kg bahan bakar yang terdiri dari C kg karbon, H kg
Hidrogen, O kg Oksigen, S kg Belerang, N kg Nitrogen, A kg abu, W kg air
maka dapat dihitung nilai pembakaran atau heating value dari bahan bakar
tersebut, yaitu jumlah panas yang dihasilkan dari pembakaran yang sempurna
dari 1kg bahan bakar yang dimaksud, berdasarkan rumus-rumus berikut:
Qhigh = 33915 C + 144033 ( H - O/8 ) + 10648 S (kilojoule/kg) ……………(2.18)
Qlow = 33915 C + 121423 ( H - O/8 ) + 10648 S – 2512(W + 9 x O/8)
(kilojoule/kg) ……………………………………………………………………(2.19)
Qhigh = nilai pembakaran tertinggi atau highest heating value, yang dalam
hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran dicairkan terlebih dahulu,
sehingga panas pengembunannya turut dihitung serta dinilai sebagai panas
pembakaran yang terbentuk.
30
Qlow = nilai pembakaran terrendah atau lowest heating value, yang dalam
hal ini uap air yang terbentuk dari hasil pembakaran tidak perlu dicairkan terlebih
dahulu, sehingga panas pengembunannya tidak turut dihitung serta tidak dinilai
sebagai panas pembakaran yang terbentuk.
2.2.3. Jumlah Udara Pembakaran
Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah
kebutuhan udara pembakaran untuk pembakaran sempurna. Sebelum
menghintung kebutuhan udara pembakaran terlebih dahulu menghitung oksigen
yang diperlukan untuk setiap kandunagn C, O dan H yang mengikat oksigen
dalam pembakaran. Berikut persamaan – persamaannya.
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:
C + O2 =CO2
12 kg C + 32 kg O2 = 44 kg CO2
1kg C + 32/12 O2 = 44/12 CO2
1kg C + 2,67 O2 = 3,67 CO2……………………………………………(2.20)
Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan:
2H2 + O2 2H2O
4 kg H2 + 32 kg O2 36 kg H2O
1kg H2 + 8kg O2 9 kg H2O…………………………………………(2.21)
Belerang (S) terbakar berdasarakan persamaan:
31
S + O2 SO2
32 kg S + 32 kg O2 64 kg SO2
1 kg S + 1 kg O2 2 kg SO2……………………………………………(2.22)
Dari perhitungan di atas kemudian dijumlahkan jumlah kebutuhan oksigennya
maka kebutuhan udara stoikiometri (SA) dri bahan bakar padat dapat dihitung
dengan persamaan :
Kebutuhan oksigen Stoikiometri (SA) = kebutuhan oksigen H +
kebutuhan oksigen C + Kebutuhan oksigen S – kandungan O… .……(2.23)
Untuk mendapatkan pembakaran yang sempurna, kebutuhan oksigen
pembakaran ditambah 30 % dari dari kebutuhan oksigen teoritis (excess air).
Excess air antara 20 – 30 %. Maka Kebutuhan oksigen untuk pembakaran
sempurna dapat dihitung :
Kebutuhan oksigen total
kebutuhan oksigen ………………………(2.24)
Kemudian kebutuhan udara pembakaran dapat dihitung. Dalam udara,
umumnya kadar Oksigen yang terkandung antara 21 – 23 % maka dari
perbadingan udara dan bahan bakar didapat kebutuhan udara sebesar :
Kebutuhan udara Pembakaran
%
% x Kebutuhan oksigen total ………………………………………………(2.25)
32
Tetapi untuk proses gasifikasi kebutuhan oksigen yang digunakan adalah
kebutuhan oksigen stoikiometri (SA).
2.3. Biomassa
2.3.1. Pengertian Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses
fotosintetis, baik berupa produk maupun buangan (sisa/limbah). Melalui
fotosintesis, karbondioksida di udara ditransformasi menjadi molekul karbon lain
(misalnya gula dan selulosa) dalam tumbuhan. Energi kimia yang tersimpan
dalam tanaman dan hewan (akibat memakan tumbuhan atau hewan lain) atau
dalam kotorannya dikenal dengan nama bio-energi. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, limbah
perkebunan, tinja dan kotoran ternak.
Pada prinsipnya biomassa sudah mengandung energi yang dapat diubah
menjadi berbagai macam energi lain, misalnya menjadi energi panas. Contoh
pemanfaatannya adalah biomassa dibakar, maka energi akan terlepas, umumnya
dalam bentuk energi panas. Karbon pada biomassa bereaksi dengan oksigen di
udara sehingga membentuk karbondioksida. Apabila dibakar sempurna, jumlah
karbondioksida yang dihasilkan akan sama dengan jumlah yang diserap dari
udara ketika tanaman tersebut tumbuh.
Umumnya biomassa yang digunakan untuk diambil energinya adalah
biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah setelah diambil
produk primernya. Energi yang telah diambil biasanya berupa bahan bakar.
Sumber ene
sumber ener
sumber ener
2.3.2. Kom
Kand
ditunjukkan
komposisi d
CxHyOz nila
Table 2.2. An
dalam Badeau
2.3.3. Pema
Agar
teknologi un
ergi biomass
rgi yang dap
rgi secara be
mposisi Biom
dungan utam
n pada tabel
dari 13 biom
ai koefisien d
nalisis Ultima
u Pierre, 2009
anfaatan En
biomassa
ntuk mengk
sa mempuny
pat diperbah
erkesinambu
massa
ma biomassa
l ultimate a
massa. Rumu
dari x, y dan
ate dari Biom
9)
nergi Bioma
bisa diguna
konversinya.
yai beberapa
arui (renewa
ungan (suista
adalah carbo
analysis. Pad
s kimia dari
z ditentukan
assa (Sumber
assa.
akan sebaga
Terdapat b
kelebihan
able) sehing
ainable).
on, oksigen,
da tabel ters
biomassa u
n oleh masin
r : Raveendra
ai bahan ba
beberapa tekn
antara lain m
gga dapat me
, dan hidrog
sebut memp
mumnya diw
ng-masing bi
an dkk. 1995,
akar maka
knologi untuk
33
merupakan
enyediakan
en. Hal ini
perlihatkan
wakili oleh
iomassa.
Tercantum
diperlukan
k konversi
biomassa, d
membutuhk
biomassa da
G
Secar
dibedakan m
konversi bi
sederhana k
Beberapa b
kepraktisan
dijelaskan pa
kan perbedaa
an menghasi
Gambar 2.7. Te
ra umum te
menjadi tiga
okimiawi. P
karena pad
biomassa per
dalam pen
ada Gambar
an pada al
ilkan perbed
eknologi Konv
eknologi kon
a yaitu pemb
Pembakaran
a umumnya
rlu dikering
nggunaan. K
r 2.1. Tekno
lat yang d
aan bahan b
versi Biomass
nversi biom
bakaran lang
n langsung m
a biomassa
gkan terlebih
Konversi ter
ologi konver
digunakan
akar yang di
a (Sumber : A
massa menja
gsung, konve
merupakan t
telah dapa
h dahulu da
rmokimiawi
rsi biomassa
untuk men
ihasilkan.
Anonim, 2006)
di bahan ba
ersi termoki
teknologi ya
at langsung
an didensifik
merupakan
34
tentu saja
ngkonversi
)
akar dapat
miawi dan
ang paling
g dibakar.
kasi untuk
n teknologi
35
yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi
konversi yang menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Berikut adalah proses yang biasanya dipakai untuk memanfaatkan biomassa.
a) Biobriket.
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber
energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan
sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah
briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa dibuat menjadi
briket. Biomassa lain seperti sekam padi, arang sekam, serbuk kayu, dan
limbah-limbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit,
alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit.
b) Gasifikasi.
Secara sederhana, gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses
konversi bahan selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi
bahan bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk
menggerakan generator pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah
satu alternatif dalam rangka program penghematan dan diversifikasi
energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah
penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan
kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat gasifikasi, yaitu : (a) unit
36
pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi
atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.
c) Pirolisa.
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu
yang lebih dari 150oC. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan
proses, yaitu pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah
pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa
sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil
pirolisa primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena
panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan
memicu reaksi pembakaran.
d) Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan
dengan proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan
dari padat ke cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau
penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan
ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi pada batubara dan gas
menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan
dalam pemanfaatan.
37
e) Biokimia
Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses
biokimia. Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah
hidrolisis, fermentasi dananaerobic digestion. Anaerobic digestionadalah
penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui
proses biokimia. Adapun tahapan proses anaerobik digestion adalah
diperlihatkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.8. Skema Pembentukan Biogas
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa
tergolong dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan
karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi sehingga terurai menjadi
etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian
(hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada
umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk
38
pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus
didestilasi untuk mencapai kadar etanol di atas 99.5%.
2.3.4. Produk Biomassa
Terdapat tiga tipe bahan bakar yang dihasikan dari biomassa yang bias
digunakan untuk berbagi macam kebutuhan, yaitu :
1. Cairan (ethanol, biodiesel, dan methanol)
2. Biogas (CH4, CO2), producer gas (CO, H2, CH4, CO2), syngas (CO, H2)
3. Padat (Arang)
Penggunaan etanol dan biodiesel sebagai bahan bakar kendaraan
tranportasi dapat mengurangi emisi gas CO2. Oleh karena itu biomassa bukan
hanya energi terbarukan tapi juga bersih atau ramah lingkungan, dan dapat
digunakan sebagai sumber energi secara global.
Biomassa merupakan sumber energi tertua yang dikenal oleh manusia,
kontribusinya terhadap total pemanfaatan energi di Indonesia bahkan di dunia
masih sangat kecil. Pemahaman akan keterbatasan cadangan sumber energi fosil
dan kepedulian terhadap keberlangsungan penyediaan sumber energi tersebut
menyebabkan munculnya ketertarikan peneliti terhadap pemanfaatan biomassa
pada tahun 1970an. Akan tetapi harga energi yang terus menurun saat itu
menyebabkan perkembangan teknologi biomassa tidak begitu pesat. Hingga pada
tahun 1980an kepedulian terhadap emisi CO2 yang disebabkan oleh penggunaan
energi fosil mengakibatkan dikeluarkannya Kyoto Protocol yang membatasi
emisi CO2 yang boleh dilepas ke udara.
39
a) Massa Jenis Biomassa
Massa jenis biomassa adalah spesifik massa suatu biomassa per
volumenya. Massa jenis dapat dihitung dengan persamaan :
ρ m v⁄kg
m ……………………………………………………………(2.26)
Dimana :
= massa jenis (kg/m3)
m = massa bahan/biomassa (kg)
v = volume bahan/biomassa (m3)
b) Karakteristik Nyala Api
Dalam proses pembakaran, bahan bakar dan udara bercampur dan
terbakar dan pembakarannya dapat terjadi baik dalam mode nyala api
ataupun tanpa mode nyala api. Berdasarkan buku an introduction to
combustion concept and application, definisi api adalah pengembangan
yang bertahan pada suatu daerah pembakaran yang dialokasikan pada
kecepatan subsonic. Warna api dipengaruhi oleh 2 hal yaitu kandungan
bahan bakar dan campuran udara yang ikut terbakar. Ketika api memiliki
warna cenderung merah hal tersebut dapat diartikan bahwa bahan terbakar
api tersebut memiliki nilai kalor yang relative rendah, atau udara yang
mencampuri proses pembakaran hanya sedikit sehingga campuran kaya.
Saat api berwarna kebiruan adalah sebaliknya yang merepresentasikan
nilai kalor bahan bakar yang tinggi, atau campuran miskin.
40
Api hidrokarbon dikarakteristikkan oleh radiasinya yang tampak.
Dengan excess air, daerah reaksi akan terlihat biru. Radiasi biru berasal
dari eksitasi CH radikal di dalam daerah bertemperatur tinggi. Saat udara
berkurang yang menyebabkan stoichiometrinya berkurang, daerah api akan
brwarna biru-hijau yang berasal dari eksitasi C2. Dalam kedua jenis apai
OH radikal memberikan kontribusi terhadap radiasi yang tampak. Jika
campuran api kaya jelaga akan terbentuk akibat radiasi hitam. Meskipun
radiasi jelaga memiliki intensitas maksimal dalam infra merah, kepekaan
spectrum mata manusia menyebabkan kita melihat cahaya kuning terang
(mendekati putih) akibat pudarnya emisi oranye,tergantung temperatur
api.
Terdapat dua tipe mode nyala api, yaitu :
a. Premixed Flame
Premixed flame adalah api yang dihasilkan ketika bahan bakar bercampur
dengan oksigen yang telah tercampur sempurna sebelum pemberian
sumber api. Umumnya indikasi premixed flame dapat dilihat dari warna
api yang berwarna biru. Laju pertumbuhan api tergantung dari komposisi
kimia bahan bakar yang digunakan.
b. Diffusion Flame (Non-premixed)
Diffusion Flame adalah api yang dihasilkan ketika bahan bakar dan
oksigen bercampur dan penyalaan dilakukan secara bersamaan. Laju
41
difusi reaktan bisa dipengaruhi oleh energi yang dimiliki oleh bahan
bakar.
Gambar 2.9. Nyala api (a) Premix, (b) Difusi (Putri, 2009)
Selain itu kedua tipe di atas nyala api juga dibedakan berdasarkan jenis
aliran yang terjadi, yaitu :
a. Api Laminer
Visualisasi api yang terlihat pada api tipe ini berbentuk secara laminar
atau teratur. Api jenis ini memiliki bentuk mengikuti streamline aliran
tanpa membentuk turbulensi atau gerakan tidak beraturan.
b. Api Turbulen
Api turbulen menunjukan pola aliran nyala api yang tidak beraturan atau
acak yang member indikasi aliran yang bergerak sangat aktif. Pada
pem
pro
juga
aka
Kua
dala
kan
ting
Gambar 2.10
2.4. Seruta
Serut
ketersediaan
telah terma
mbakaran ga
duksi yang
a mengalam
an direaksik
alitas dari n
am syngas y
ndungan za
ggi.
0. Perubahan A
n Kayu
tan kayu m
n serutan ka
anfaatkan, s
as hasil gasif
cenderung
mi hambatan
an bersama
nyala api jug
yang dihasi
at yang flam
Api Laminar
merupakan li
ayu banyak
ehingga bil
fikasi menun
tidak kons
dalam pertu
oksigen be
ga tak lepas
lkan oleh p
mmable mak
dan Turbulen
imbah indu
namun tida
la tidak dita
njukan indik
stan membu
umbuhannya
ersamaan de
dari nilai k
proses gasifi
a kualitas a
n Terhadap Fl
ustri pengge
ak semua se
angani deng
kasi diskontin
uat api yang
a. Gas sebag
engan saat p
kalor yang t
kasi. Semak
api juga aka
low Velocity (P
rgajian kay
erutan kayu
gan baik m
42
nuitas atau
g terbentuk
gai reaktan
penyalaan.
terkandung
kin tinggi
an semakin
Putri, 2009)
yu. Jumlah
u yang ada
maka dapat
43
menjadi masalah lingkungan yang serius. Kayu pada umumnya terdiri dari
selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil
bahan-bahan anorganik lainnya (Angga, 2005). Di Indonesia rata-rata kadar hara
serbuk kayu adalah 50% C, 6% H, 0.04%-0.1% N, dan abu sebesar 0.2-0.5%
(Aprita, 2014).
Adapun hasil dari proximate analysis dan ultimate analysis kayu dapat
ditunjukka pada tabel di bawah ini:
Table 2.3. Proximate analysis & Ultimate Analysis dari Kayu (Sumber : D.A. Tilman , 2000)
2.5. Efisiensi Aktual Gasifikasi
Parameter-parameter yang mempengaruhi efisiensi gasifier antara lain,
kandungan moisture, temperatur udara masuk, dan heat loss. Dapat disimpulkan
bahwa kandungan moisture bahan bakar semakin tinggi,nilai kalor syngas
semakin rendah, dengan kata lain efisiensi gasifikasi semakin kecil dengan
44
tingginya kandungan moisture bahan bakar. Untuk pengaruh temperatur udara
masuk, semakin tinggi temperatur udara masuk gasifier akan menaikkan efisiensi
gasifikasi. Sedangkan pengaruh besarnya heat loss, semakin kecil heat loss
semakin besar pengaruhnya terhadap efisiensi gasifikasi.
Efisiensi gas hasil gasifikasi dapat dihitung dengan cara dan persamaan
berikut:
Mencari N2 yang disupply dari udara yang mana mengandung sekitar
78%:
Supply N2 Udara = 0,769 x SA ……………………………………(2.26)
Mencari N2 yang disupply dengan menggunakan agen gasifikasi oksigen,
kandungannya berdasarkan perbandingan nilai abudance dari hasil yang
ditunjukkan oleh gas analyser
Supply N2 oksigen =
SA……(2.27)
Mencari total nitrogen yang diproduksi udara dan bahan bakar :
Total N =
…...(2.28)
Mencari jumlah gas nitrogen yang diproduksi:
Produksi N =
…………………….(2.29)
Mencari energi dari gas mampu bakar (syngas) yang dihasilkan:
Energi syngas = Produksi N x syngas pada hasil gasifikasi x HHV syngas.(2.30)
45
Mencari total energi dari gas mampu bakar/syngas (CO, H2 dan CH4)
Energi syngas = e. syngas CO + e. syngas H2 + e. syngas CH4…………….(2.31)
Mencari total energi input dari bahan bakar yang digunakan:
Energi Input = nilai kalor bahan bakar ………………………….(2.32)
Mencari effisiensi gas hasil gasifikasi (ηg )
ηg =
x 100% ………………………………………..(2.33)
Tabel 2.4 Higher Heating Value (HHV) dan Lower Heating Value (LHV) Gas mampu Bakar
Gas Higher Heating Value (MJ/kg mol) Lower Heating Value (MJ/kg mol)
CO 282,99 282,99
H2 285,84 241,83
CH4 890,36 802,34
Sumber: Basu, 2006
2.6. Perhitungan Kandungan Gas Hasil Gasifikasi
Untuk mengetahui kandungan gas, sampel gas diproses melalui alat GCxGC
kemudian mendapat hasil berdasarkan berat molekul unsur penyusun gas
tersebut.Persamaan–persamaan dibawah dapat digunakan untuk mengetahui
persentase kandungan gas hasil gasifikasi. Terlebih dahulu perlu mencari nilai
abundance dari N2pada gas hasil gasifikasi, dengan persamaan:
46
Nilai abundance N Nilai abundance N2 udara
Nilai abundance Ar udara Nilai abundance Ar gas….(2.34)
Setelah memperoleh nilai abundance N2, kemudian menghitung nilai
abundance dari CO, dengan persamaan:
Nilai Abundance CO Nilai abundance berat molekul 28 nilai abundance N gas…(2.35)
Setelah memperoleh nilai abundance N2 dan CO, dapat dilanjutkan
perhitungan pada persentase kandungan gas yang ingin diinginkan, dengan
menggunakan persamaan:
% Kandungan Gas yang dicariNilai abundance gas yang dicariTotal abundance gas keseluruhan
100%...........(2.36)
Kemudian dilakukan penjumlah terhadap keseluruhan persentase
kandungan gas untuk memperoleh persentase kandungan dari H2, dengan
persamaan:
% 100% % % % % % % …….(2.37)
2.7. Penelitian Terdahulu
Sebelumnya Prabowo sudah pernah melakukan penelitian tentang pengaruh
variasi Air Fuel Ratio terhadap proses gasifikasi. Dalam penelitiannya tersebut
menggunakan metode eksperimental untuk mengetahui gas hasil dari proses
gasifikasi dengan model reaktor gasifikasi downdraft yang terdapat di Research
Center ITS.
47
Penelitian dimulai dengan melakukan pengujian terhadap propertis ampas
tebu secara proximate dan nilai kalor (Low Heating Value). Pada penelitian
digunakan sistem batch, artinya 1 kali pemasukan biomassa dari awal sampai
biomassa habis sebesar 5,5 kg. Akan dilakukan 4 variasi rasio udara-bahan bakar
(Air Fuel Ratio) yaitu 0,79 : 0,96 : 1,11 : 1,25 dan ukuran biomassa 10-30 mm
dan 1-7 mm. Identifikasi zona tahapan proses gasifikasi dilakukan dengan
pemasangan 5 titik pengukuran temperatur sepanjang reaktor gasifikasi untuk
mendapatkan drying zone, pyrolisis, oksidasi parsial serta reduksi. Dan yang
terakhir dilakukan pengujian visualisasi nyala api gas hasil gasifikasi
menggunakan burner serta pengujian terhadap nilai kalor dan komposisi gas.
Kandungan energi terbaik ditinjau dari LHV (Lower Heating Value) syn-gas
dihasilkan pada variasi AFR 0,96 untuk ukuran ampas tebu 1-7 mm dengan
efisiensi reaktor gasifikasi sebesar 61,98 %. Pada variasi AFR tersebut dihasilkan
komposisi flammable gas sebagai berikut : CO = 21,63%, H2 = 5,61%, dan CH4
= 3,42%. Untuk variasi ini prosentase kandungan syn-gas dan laju alir massa syn-
gas selama proses memiliki komposisi yang tepat sehingga visualisasi nyala api
yang dihasilkan berwarna biru.
Dari penelitiannya tersebut dapat disimpulkan untuk mendapatkan hasil gas
gasifikasi yang paling baik diperlukan Air Fuel Ratio yang tepat.
top related