bab ii kajian pustaka 2.1. hakikat pembelajaran...
Post on 18-May-2019
220 Views
Preview:
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Hakikat Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan
yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP
(Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan
membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut
menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual.
Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk
menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Hakikat IPA sebagai
proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih
keterampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Asy’ari, Muslichah (2006: 22) menyatakan bahwa keterampilan proses yang
perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi keterampilan proses dasar
misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan,
mengenal hubungan ruang dan waktu, serta keterampilan proses terintegrasi
misalnya merancang dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun
hipotesis, menentukan variabel, menyusun definisi operasional, menafsirkan data,
menganalisis dan mensintesis data. Poedjiati (2005:78) menyebutkan bahwa
keterampilan dasar dalam pendekatan proses adalah observasi, menghitung,
mengukur, mengklasifikasi, dan membuat hipotesis.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses dalam
pembelajaran IPA di SD meliputi keterampilan dasar dan keterampilan
terintegrasi. Kedua keterampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan
menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA
yaitu fakta, konsep, generalisasi, hukum dan teori-teori baru.
6
Sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat
mendorong siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dengan demikian, pembelajaran
merupakan kegiatan investigasi terhadap permasalahan alam di sekitarnya. Setelah
melakukan investigasi akan terungkap fakta atau diperoleh data. Data yang
diperoleh dari kegiatan investigasi tersebut perlu digeneralisir agar siswa memiliki
pemahaman konsep yang baik. Untuk itu siswa perlu di bimbing berpikir secara
induktif. Selain itu, pada beberapa konsep IPA yang dilakukan, siswa perlu
memverifikasi dan menerapkan suatu hukum atau prinsip. Sehingga siswa juga
perlu dibimbing berpikir secara deduktif. Kegiatan belajar IPA seperti ini, dapat
menumbuhkan sikap ilmiah dalam diri siswa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi beberapa aspek yaitu faktual,
keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan,
berfikir induktif dan deduktif, serta pengembangan sikap ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran IPA seperti diatas dipengaruhi oleh tujuan apa
yang ingin dicapai melalui pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran IPA di
SD telah dirumuskan dalam kurikulum yang sekarang ini berlaku di Indonesia.
Kurikulum yang sekarang berlaku di Indonesia adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum KTSP selain dirumuskan tentang tujuan
pembelajaran IPA juga dirumuskan tentang ruang lingkup pembelajaran IPA,
standar kompetensi, kompetensi dasar, dan arah pengembangan pembelajaran IPA
untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran dan indikator
pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sehingga setiap kegiatan pendidikan
formal di SD harus mengacu pada kurikulum tersebut.
Tujuan pembelajaran IPA di SD menurut Kurikulum KTSP (Depdiknas,
2006) secara terperinci adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran
Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam
ciptaan-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3)
mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat, (4) mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
7
sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan
lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan
(6) memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
Ruang lingkup bahan kajian IPA di SD secara umum meliputi dua aspek
yaitu kerja ilmiah dan pemahaman konsep. Lingkup kerja ilmiah meliputi
kegiatan penyelidikan, berkomunikasi ilmiah, pengembangan kreativitas,
pemecahan masalah, sikap, dan nilai ilmiah. Lingkup pemahaman konsep dalam
Kurikulum KTSP relatif sama jika dibandingkan dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang sebelumnya digunakan. Secara terperinci lingkup materi
yang terdapat dalam Kurikulum KTSP adalah: (1) makhluk hidup dan proses
kehidupannya, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan
lingkungan, serta kesehatan. (2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya
meliputi: cair, padat dan gas.(3) energi dan perubahaannya meliputi: gaya, bunyi,
panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. (4) bumi dan alam semesta
meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Dengan
demikian, dalam pelaksanaan pembelajaran IPA kedua aspek tersebut saling
berhubungan. Aspek kerja ilmiah diperlukan untuk memperoleh pemahaman atau
penemuan konsep IPA.
2.2. Hakikat Belajar
Pengertian belajar dalam arti sehari-hari adalah sebagai penambahan
pengetahuan, namun ada yang mengartikan bahwa belajar sama dengan
menghafal, karena orang belajar bukan hanya membaca dan meghafal tapi juga
penalaran.
Agus Suprijono (2009:2) dalam bukunya mengemukakan pengertian belajar
menurut beberapa pakar pendidikan, sebagai berikut:
8
a. Gagne
Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang
melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari
proses pertumbuhan seseorang secara alamiah.
b. Travers
Belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku.
c. Cronbach
Learning is shown by a change in behavior as a result of experience. (belajar
adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman).
d. Harold Spears
Learnig is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to
listen, to follow direction. (Dengan kata lain, bahwa belajar adalah
mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuaatu, mendengar, dan mengikuti
arah tertentu).
e. Geoch
Learning is change in performance as a result of practice. (Belajar adalah
perubahan performance sebagai hasil latihan).
f. Morgan
Learning is any relatively permanent cahnge in behavior that is result of past
experience. (Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen
sebagai hasil dari pengalaman).
Belajar menurut teori belajar konstruktivisme adalah lebih dari sekedar
mengingat. Siswa memahami dan mampu menerapkan pengetahuan yang telah
dipelajari, mereka harus bisa menyelesaikan masalah, menemukan sesuatu untuk
dirinya, dan berkutat dalam berbagai gagasan.
Guru adalah bukan orang yang mampu memberikan pengetahuan kepada
siswa, sebab siswa yang harus mengontruksikan pengetahuan di dalam
memorinya sendiri. Sebaiknya tugas guru yang utama adalah:
a) Memperlancar siswa dengan cara mengajarkan cara-cara membuat informasi
bermakna dan relevan dengan siswa.
9
b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
gagasannya sendiri.
c) Menanamkan kesadaran belajar dan menggunakan strategi belajarnya sendiri.
Disamping itu guru harus mampu mendorong siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih baik terhadap materi yang dipelajarinya. (Catharina,
2004:2)
2.3. Model Pembelajaran
2.3.1. Pengertian Model Pembelajaran
Istilah model dapat dipahami sebagai suatu kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Menurut
Winataputra (2001) dalam buku Sagala (2010:63) mengemukakan model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan sesuatu kegiatan belajar dan mengajar. Pandangan yang sama
dikemukakan Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan
kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar (Sagala, 2010:63). Menurut Sagala
(2006:175) model pembelajaran merupakan operasionalisasi dari teori yag
melandasinya berfungsi sebagai pedoman bagi perencana pembelajaran yang
diimplementasikan dalam pelaksanaan aktivitas pembelajaran untuk membantu
pebelajar mengembangkan kognitif, emosional, sosial, dan spiritual.
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial (Suprijono, 2009:46).
Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model adalah “each model guides us as we
design instruktion to help students achieve various objectives”. Melalui model
pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide,
keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Model pembelajaran
berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru
dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar (Suprijono, 2009:46).
10
2.3.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Suprijono (2009:54) mengemukakan pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan guru, dimana guru menetapkan
tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi
yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah.
Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa
prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran
kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur
tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan
bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat
kerjasama atau kompetisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun
reward (Suprijono, 2009:61).
Beberapa ciri pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2009:27), yaitu:
a) Setiap anggota memiliki peran.
b) Terjadi hubungan interaksi langsung diantara siswa.
c) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-
teman sekelompoknya.
d) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok.
e) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Tujuan model pembelajaran tersebut menurut Eggen dan Kauchak dalam
Winayati (2010) adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan partisipasi peserta didik.
b) Memfasilitasi peserta didik agar memiliki pengalaman mengembangkan
kemampuan kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok.
c) Memberi kesempatan kepada mereka untuk berinteraksi dan belajar bersama-
sama dengan teman yang seringkali berbeda latar belakangnya.
11
2.3.3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
The Network Scientific inquiry Resources and Connections (2003) melalui
pembahasannya mengungkapkan bahwa:
Group Investigation is an organizational medium for encouraging
and guiding students involvement in learning. Students actively
share in influencing the nature of events in their classroom. By
comunicating freely and cooperating in planning and carrying
out their chosen topic of investigation, they can achieve more
than they would as individuals. The final result of the group’s
work reflects each member’s contribution, but it is intellectually
richer than work done individually by the same student.
Pendapat tersebut memberikan penekanan tentang eksistensi investigasi
kelompok sebagai wahana untuk mendorong dan membimbing keterlibatan siswa
di dalam proses pembelajaran. Sebagaimana diketahui bahwa keterlibatan siswa di
dalam proses pembelajaran merupakan hal yang sangat esensial karena siswa
adalah sentral dari keseluruhan kegiatan pembelajaran. Dan oleh sebab itu pula
kebermaknaan pembelajaran sesungguhnya akan sangat tergantung pada
bagaimana kebutuhan-kebutuhan siswa dalam memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan, nilai-nilai, serta pengalaman mereka dapat terpenuhi secara optimal
melalui kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan (Aunurrahman, 2009:150).
Aunurrahman (2009:150) berpendapat bahwa keaktifan siswa melalui
investigasi kelompok ini diwujudkan di dalam aktivitas saling bertukar pikiran
melalui komunikasi yang terbuka dan bebas serta kebersamaan mulai dari
kegiatan merencanakan sampai pada pelaksanaan pemilihan topik-topik
investigasi.
Joyce dan Calhoun (2000:16) mengungkapkan bahwa model investigasi
kelompok menawarkan agar dalam mengembangkan masalah moral dan sosial,
siswa diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama atau
“cooperative inquiry” terhadap masalah-masalah sosial dan moral, maupun
masalah akademis. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para
siswa mendefinisikan masalah, mengeksplor berbagai cakrawala mengenai
masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes
hipotesis (Aunurrahman, 2009:151). Dari pendapat para ahli di atas dapat
12
disimpulkan bahwa model investigasi kelompok atau Group Investigation
merupakan model pembelajaran yang mengorganisasikan siswa secara
berkelompok untuk mendefinisikan masalah, mengeksplor berbagai masalah, dan
mengembangkan atau mencari solusi dari masalah tersebut.
Killen (1998:1460) dalam Aunurrahman (2009:152) memaparkan
beberapa ciri essensial investigasi kelompok sebagai pendekatan pembelajaran
adalah:
a) Para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan memiliki
independensi terhadap guru;
b) Kegiatan-kegiatan siswa terfokus pada upaya menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang telah dirumuskan;
c) Kegiatan belajar siswa akan selalu mempersyaratkan mereka untuk
mengumpulkan sejumlah data, menganalisisnya dan mencapai beberapa
kesimpulan;
d) Siswa akan menggunakan pendekatan yang beragam di dalam belajar;
e) Hasil-hasil dari penelitian siswa dipertukarkan di antara seluruh siswa.
Suprijono (2009:93) memaparkan langkah-langkah pembelajaran Group
Investigation sebagai berikut: pembelajaran dengan metode Group Investigation
dimulai dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta didik memilih
topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat
dikembangkan dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta permasalahannya
disepakati, peserta didik beserta guru menentukan metode penelitian yang
dikembangkan untuk memecahkan masalah.
Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah
mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistemik keilmuan
mulai dari mengumpulkan data, analisis data, sintesis, hingga menarik
kesimpulan.
Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok.
Pada tahap ini diharapkan terjadi intersubjektif dan objektivikasi pengetahuan
yang telah dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat
dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu
13
kelompok. Seyogyanya di akhir pembelajaran dilakukan evaluasi. Evaluasi dapat
memasukkan assesmen individual atau kelompok.
Menurut Herbert Telen dan John Dewey dalam Sagala (2010:70)
memaparkan langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation sebagai
berikut:
a) Peserta didik mengenali masalah yang datang dari luar dirinya.
b) Peserta didik menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan
masalah yang dihadapinya.
c) Menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya, mengumpulkan berbagai
kemungkinan guna memecahkan masalah tersebut.
d) Menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis dengan akibatnya masing-
masing.
e) Mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang
dipandang terbaik, sehingga terbukti betul tidaknya pemecahan masalah itu.
Menurut Sharan & Sharan (2012:172) mengemukakan tahap-tahap
pembelajaran Group Investigation, yaitu:
a) Kelas menentukan subtema dan menyusunnya dalam penelitian kelompok.
b) Kelompok merencanakan penelitian mereka.
c) Kelompok melakukan penelitian.
d) Kelompok merencanakan presentasi.
e) Kelompok melakukan presentasi.
f) Guru dan siswa mengevaluasi proyek mereka.
Dari pendapat ahli di atas mengenai langkah-langkah model pembelajaran
Group Investigation dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran
menggunakan model Group Investigation sebagai berikut:
a) Tahap Penentuan Topik Masalah
Guru menentukan topik beserta permasalahan yang dibahas.
b) Tahap Pembagian Kelompok
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok sesuai banyak
permasalahan yang dibahas dan setiap kelompok mendapat permasalahan
yang berbeda-beda.
14
c) Tahap Investigasi
Kelompok melakukan penelitian untuk menyelidiki permasalahan tersebut
sehingga mendapatkan alternatif jawabannya.
d) Tahap Pengorganisasian Laporan
Kelompok membuat laporan penelitian.
e) Tahap Presentasi
Setiap kelompok melakukan kegiatan presentasi.
f) Tahap Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi hasil kerja kelompok.
Dalam kajian mendalam tentang model investigasi kelompok ini, Joyce
dan Well (2000:53), menyimpulkan bahwa model investigasi kelompok memiliki
kelebihan dan komprehensivitas, dimana model ini memadukan penelitian
akademik, integrasi sosial, dan proses belajar sosial. Model ini juga dapat
dipergunakan dalam segala areal subyek, dengan seluruh tingkatan usia
(Aunurrahman, 2009:153).
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation juga memiliki
kelebihan dan kekurangan. Menurut Santoso (2011:5) ada 5 kelebihan dan 3
kekurangan model Group Investigation yaitu:
Kelebihan model Group Investigation:
a) Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
b) Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
mempunyai pengaruh positif yaitu, dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
c) Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.
d) Model pembelajaran Group Investigation melatih siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan
pendapatnya.
e) Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari
tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
15
Sedangkan kekurangan model Group Investigation, yaitu:
a) Tidak semua materi dapat disampaikan menggunakan metode ini.
b) Membutuhkan waktu yang lama.
c) Siswa yang malas memiliki kesempatan untuk tetap pasif dalam
kelompoknya dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya
sehingga usaha kelompok tersebut gagal.
2.4. Media Benda Nyata
Sanaky (2009:114) mengemukakan bahwa benda asli adalah benda dalam
keadaan sebenarnya dan seutuhnya. Sanaky (2009:114) juga mengemukakan
bahwa benda asli merupakan alat yang paling efektif untuk mengikutsertakan
berbagai indera dalam belajar. Selain itu benda asli juga efektif digunakan dalam
pembelajaran dikarenakan benda asli lebih terlihat jelas karakteristik dan sifat
bendanya.
Menurut Nyoman kertiasa (1994) benda nyata adalah sebagai media alat
penyampai informasi yang berupa benda atau obyek yang sebenarnya atau asli dan
tidak mengalami perubahan yang berarti. Benda nyata (real thing) merupakan alat
bantu yang mudah penggunaannya karena tidak perlu membuta persiapan selain
langsung penggunaanya.
Widodo (2007:109) media benda konkret adalah benda-benda asli apa
adanya tanpa mengalami perubahan yang dijadikan media dalam kegiatan
pembelajaran. Media benda konkret sering disebut juga media benda nyata atau
realita. Realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya, tanpa
perubahan. Dengan memanfaatkan realita dalam proses belajar siswa lebih aktif
dapat mengamati, menangani, memanipulasi, mendiskusikan, dan akhirnya
menjadi alat untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk menggunakan sumber-
sumber belajar serupa (Wibawa dan Mukti, 1993:55).
Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dalam menggunakan media benda
nyata ini. Ibrahim dan Syaodih (2010:119) menyatakan bahwa keuntungan
menggunakan media ini antara lain (1) dapat memberikan kesempatan
semaksimal mungkin pada siswa untuk mempelajari sesuatu ataupun
16
melaksanakan tugas-tugas dalam situasi nyata dan (2) memberikan kesempatan
pada siswa untuk mengalami sendiri situasi yang sesungguhnya dan melatih
keterampilan mereka dengan menggunakan sebanyak mungkin alat indera.
Kelemahan dalam menggunakan objek nyata ini antara lain (1) membawa murid-
murid ke berbagai tempat di luar sekolah kadang-kadang mengandung resiko
dalam bentuk kecelakaan dan sejenisnya; (2) biaya yang diperlukan untuk
mengadakan berbagai objek nyata kadang-kadang tidak sedikit, apalagi ditambah
dengan kemungkinan kerusakan dalam menggunakannya; dan (3) tidak selalu
dapat memberikan semua gambaran dari objek yang sebenarnya, seperti
pembesaran, pemotongan, dan gambar bagian demi bagian, sehingga pengajaran
harus didukung pula dengan media lain.
2.5. Hasil Belajar
A. Tabrani Rusyan (2000:65) berpendapat: "Hasil belajar merupakan hasil
yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar
tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat”.
Sedangkan menurut Nana Sudjana (2000:28) menyatakan “hasil belajar pada
dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar”. Pendapat aliran psikologi
kognitif seperti yang dikutip oleh Dede Rosyada (2004:92) mengemukakan hasil
belajar adalah “Mengembangkan berbagai strategi untuk mencatat dan
memperoleh informasi, siswa harus aktif menemukan informasi-informasi
tersebut dan guru menjadi partner siswa dalam proses penemuan berbagai
informasi dan makna-makna dari informasi yang diperolehnya dalam pelajaran
yang dibahas dan dikaji bersama.”
Menurut Salim (2000:190) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
penguasaan pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan
melalui hasil tes. Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa, setelah ia
menerima pengalaman belajarnya.
Benyamin S. Bloom (dalam Anni 2005:9) mengusulkan hasil belajar
dikelompokkan ke dalam tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu
17
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan
dengan hasil belajar berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual.
Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
dan penilaian (evaluation). Kategori tujuan pembelajaran ranah afektif meliputi
penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian(evaluing),
pengorganisasian (organization), dan pembentukan pola hidup (organization by a
value complex). Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya
kemampuan fisik seperti kemampuan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan
koordinasi syaraf. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut
Elizabeth Simpson (Anni 2005: 9) meliputi persepsi (perseption), kesiapan (set),
gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan
kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas
(creativity).
Aunurrahman (2009:37) berpendapat bahwa hasil belajar ditandai dengan
perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah laku
merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai perubahan
tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan sesuatu
perubahan yang dapat diamati (observable). Akan tetapi juga tidak selalu
perubahan tingkah laku yang dimaksud sebagai hasil belajar tersebut dapat
diamati. Perubahan-perubahan yang dapat diamati kebanyakan berkenaan dengan
perubahan aspek-aspek motorik.
Penetapan angka kemampuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan
berbagai cara atau teknik yang sistematis, baik berhubungan dengan proses belajar
maupun hasil belajar. Teknik penetapan angka tersebut pada prinsipnya adalah
cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan
berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain
kognitif, afektif, maupun psikomotor (Balitbang Depdiknas, 2006).
18
Teknik penilaian dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik tes dan
nontes.
a. Tes
Tes bisa terdiri atas tes lisan, tes tulisan, dan tes tindakan. Tes lisan
menuntut jawaban secara lisan, tes tulisan menuntut jawaban secara tulisan,
dan tes tindakan menuntut jawaban dalam bentuk perbuatan. Soal-soal tes ada
yang disusun dalam bentuk (a) objektif, ada juga yang disusun dalam bentuk
(b) esai atau uraian.
b. Nontes
Alat penilaian nontes mencakup observasi atau pengamatan, angket,
kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian, sosiometri, studi kasus,
work sample analysis (analisa sampel kerja), task analysis (analisis tugas),
checklists dan rating scales dan portofolio.
2.6. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan Vera Sandria dengan judul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Mata Pelajaran IPA di Kelas IV SD
Negeri 147 Palembang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah diterapkan
model pembelajaran Group Investigation, hasil belajar siswa meningkat. Subjek
Penelitian ini adalah siswa kelas IVA SD Negeri 147 Palembang semester genap
tahun pelajaran 2011/2012 yang berjumlah 40 orang siswa, terdiri dari 19 siswa
laki-laki dan 21 siswi perempuan. Keberhasilan penelitian ini diamati berdasarkan
persentase ketuntasan hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai ujian setiap
akhir siklus. Siswa dinyatakan tuntas belajar bila mencapai nilai 60 dan suatu
kelas dinyatakan tuntas belajar apabila telah mencapai angka 85% siswa yang
mendapat nilai 60 atau lebih. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya
peningkatan nilai rata-rata hasil ujian setiap akhir siklus dan ketuntasan hasil
belajar siswa secara berturut-turut sebelum diberi tindakan, setelah diberi tindakan
siklus 1 dan siklus 2 adalah 41,02%, 80%, dan 92,5%. Nilai rata-rata hasil ujian
akhir siklus secara berturut-turut yaitu 43,58; 70,25; dan 79,5,. Setelah
19
melaksanakan penelitian tindakan kelas, disimpulkan bahwa Model Pembelajaran
Group Investigation, dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Erna Hidayah (2012), dengan judul
“Peningkatan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Group Investigation Pada Siswa Kelas IVB SD Negeri Gamol”. Disimpulkan
bahwa Hasil Penelitian ini menunjukkan hasil belajar tersebut berupa perolehan
nilai kognitif dengan rata-rata pada pra tindakan sebesar 66,38 untuk nilai
ketuntasan 7 siswa atau 43,75% selanjutnya meningkat pada siklus I menjadi
73,43 untuk nilai ketuntasan 11 siswa atau 68,75% dan meningkat menjadi 87,5
untuk nilai ketuntasan 15 siswa atau 93,75% pada siklus II. Ranah afektif
mencapai keberhasilan rata-rata kelas 72,34 pada siklus I dan mengalami
peningkatan menjadi 78,44 pada siklus II atau mengalami peningkatan sebesar
6,11. Ranah psikomotor mencapai keberhasilan kelas 62,03 pada siklus I dan
mengalami peningkatan menjadi 77,34 pada siklus II atau mengalami peningkatan
sebesar 15,31. Dengan demikian, hasil belajar IPS dengan materi perkembangan
teknologi pada siswa kelas IVB SD Negeri Gamol dapat ditingkatkan dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation.
Iswandi (2010) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Metode
Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Mata Pelajaran IPA Tentang Tumbuhan Hijau Kelas V SDN
Temenggungan 02 Kecamatan Udanawu Kabupaten Blitar”. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa: (1) pembelajaran dengan model group investigation diawali
dengan kegiatan inti pada pertemuan pertama yaitu pembentukan kelompok,
kesepakatan siswa dalam pembagian tugas, kegiatan pemantapan dan
pengembangan melalui presentasi pada pertemuan pertama dan kedua yang mana
siklus II siswa lebih aktif daripada siswa pada siklus I; (2) terdapat 2 hal yang
menjadi penghambat dalam penelitian yaitu minimnya sarana yang dimiliki dan
motivasi siswa yang menurun, dan terdapat 2 hal yang menjadi pendukung
penelitian yaitu adanya penambahan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan
kerjasama guru yang baik; (3) tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran
kooperatif model Group Investigation secara umum positif yaitu antara lain siswa
20
merasa bahwa metode Group Investigation menyenangkan dan bisa dijadikan
variasi kegiatan pembelajaran sehingga pembelajaran tidak monoton, hanya
beberapa siswa yang merasa terbebani dengan penerapan pembelajaran ini; (4)
tanggapan guru terhadap penerapan pembelajaran kooperatif model Group
Investigation cukup positif, guru beranggapan bahwa metode tersebut dapat
membuat siswa aktif bekerja dalam mengemukakan pendapat dalam diskusi; (5)
hasil belajar siswa dilihat dari nilai yang diperoleh pada post test siklus I dan
siklus II menunjukkan peningkatan di mana dari siklus I sampai siklus II terjadi
kenaikan hal ini dapat dilihat bahwa hampir 78 % nilai siswa telah memenuhi
standart kelulusan yang telah ditentukan yaitu 75.
Penelitian yang dilakukan oleh Rusminah, Min (2012) yang bertujuan
untuk mengetahui : Apakah alat – alat peraga benda – benda nyata dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas 1 semester 1 tahun pelajaran 2011/2012 di
SD Negeri 3 Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Jenis penelitian
yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yang terdiri 2 siklus.
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas 1 SD Negeri 3 Tambirejo Kecamatan
Toroh Kabupaten Grobogan, sebanyak 29 siswa (12 siswa perempuan dan 17
siswa laki – laki), pada mata pelajaran matematika tentang pengukuran panjang
dengan alat peraga benda – benda nyata. Analisis data menggunakan teknik
analisis diskriptif kuantitatif dengan mean, skor tertinggi, skor terendah disajikan
dalam bentuk tabel kemudian dideskripsikan berdasarkan data yang telah
dianalisis dan ditarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui
pemanfaatan alat peraga benda – benda nyata dapat meningkatkan hasil belajar
siswa kelas 1 dalam pembelajaran matematika tentang pengukuran panjang
dengan satuan tak baku semester I tahun pelajaran 2011/2012 di SD Negeri 3
Tambirejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Hal ini terlihat bahwa pada
nilai rata – rata pra siklus yang mencapai 60,34 naik menjadi 83,10 pada siklus 2.
Hartono, Imanuel Nugroho Puji (2012) dengan judul penelitian “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Media Benda Konkret
pada Materi Pokok Menentukan Jaring-jaring Berbagai Bangun Ruang Sederhana
Kelas V SD Negeri Ngijo 01”. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua siklus
21
yang setiap siklusnya terdiri dari dua kali pertemuan. kelas V yang diteliti
memiliki siswa yang berjumlah 29 anak terdiri dari 15 anak laki-laki dan 14 anak
perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh siswa pada
Siklus I dan II mengalami peningkatan dalam hasil belajar siswa. KKM yang
ditentukan adalah 65, pada kondisi awal hanya 6 dari 29 siswa yang mendapat
nilai di atas KKM. Kemudian setelah pelaksanaan Siklus I didapatkan 20 dari 29
siswa tuntas dengan persentase ketuntasan 68,96%. Untuk Siklus I diperoleh 29
siswa tuntas dengan persentase ketuntasan 100%. Nilai rata-rata hasil belajar
Matematika siswa kelas V semula sebelum ada tindakan 50,75 kemudian pada
Siklus I adalah 70,34 siswa masih ada 9 siswa yang mendapatkan nilai di bawah
KKM. Pada Siklus II seluruh siswa yaitu 29 siswa memperoleh nilai di atas KKM,
dengan nilai rata-rata hasil belajar Matematika adalah 87,76.
Dari penelitian di atas ada persamaan dengan apa yang dilakukan peneliti
yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan
pemanfaatan media benda nyata dalam kegiatan pembelajaran. Dan perbedaannya
adalah variabel yang diteliti dan kelas yang diteliti tidak sama.
2.7. Kerangka Berpikir
Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif. Suatu
pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri
secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan
sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan
mengalami langsung.
Dengan guru mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation dalam pembelajaran diharapkan siswa mampu menguasai dan
menerapkan konsep tersebut. Adapun langkah-langkah model pembelajaran
Group Investigation, yaitu guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil
terdiri dari 5-6 orang, guru memberi masalah kepada setiap kelompok, setiap
kelompok memiliki masalah yang berbeda-beda untuk diinvestigasi secara
berkelompok, siswa menginvestigasi permasalahannya melalui interaksi dengan
kelompoknya, siswa menyimpulkan investigasi kelompoknya, setiap kelompok
22
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, dan guru dan siswa mengevaluasi
hasil kerja setiap kelompok.
Dengan Group Investigation dipandang akan meningkatkan hasil belajar
IPA pada siswa karena dengan model ini:
a) Memungkinkan siswa mencari penyelesaian masalahnya secara berkelompok
dengan pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung aktif dalam
pembelajaran maka siswa akan menyimpan konsep yang diterima lebih lama
dan bermakna.
b) Siswa akan terlatih berpikir kritis dalam mencari solusi dari suatu masalah.
c) Siswa akan belajar berinteraksi sosial dan menghargai setiap pendapat dari
anggota kelompoknya.
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Guru mengajar dengan
Model Pembelajaran
Group Investigation dan
pemanfaatan media benda
nyata
Hasil Belajar Siswa
Rendah
Kondisi Awal Guru menggunakan
pembelajaran yang
konvensional
Tindakan
Hasil Akhir Hasil Belajar Siswa
Meningkat
Siswa termotivasi
untuk aktif dalam
pembelajaran dan
berinteraksi dengan
kelompoknya
23
2.8. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation dan pemanfaatan media benda nyata diduga dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri Sidorejo Lor 01 Kecamatan
Sidorejo Kota Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014”.
top related