bab ii hasil penelitian dan analisis -...
Post on 17-Apr-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
10
merupakan data yang diperoleh dan diolah melalui proses yang rumit dan panjang
mengikuti aturan yang tertuang pada Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2005
tentang Standar Prosedur Operasional Pelayanan Pertanahan (SPOPP). Pembaharuan
data selalu dilakukan apabila terjadi perubahan pada subyek atau objek hak atas
tanah.
Dengan demikian dapat dibayangkan apabila data pertanahan disimpan dalam
suatu database sedangkan pengelolahan dilakukan dengan kecanggihan komputerisasi
maka semua proses pelayanan data pertanahan disetiap Kantor Pertanahan dapat
dilalukan secara cepat dan tepat. Pengelolahan data dan informasi dibidang
pertanahan ditindaklanjuti dengan dibentuknya pusat data dan informasi pertanahan
(Pusdatin) yang tugasnya melaksanakan pengumpulan, pengelolahan, penyajian data
dan informasi pertanahan serta membangun dan mengembangkan sistem informasi
pertanahan nasional.9
Untuk melaksanakan fungsi – fungsi maka aparatur pertanahan diberikan
pedoman kerja untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut yaitu dengan membut
Catur Tertib Pertanahan. Sehingga sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah
terwujudnya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi : 10
1. Tertib Hukum Pertanahan
9Artha Rumondang Siburian, Eksistensi larangan kepemilikan tanah secara
Latifundia dan absentee (guntai) studi di Kantor Pertanahan kabupaten deli serdang,
Thesis, universitas Sumatra utara, 26 februari 2017, h. 112
10 H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I,
(Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2004), hal : 71
11
Masih banyak sekali terjadi penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah
oleh orang-orang/badan hukum yang melanggar ketentuan perundangan agraria
yang berlaku, karenanya perlu diambil langkah-langkah:
a. Mengadakan penyuluhan/penerangan kepada masyarakat mengenai Tertib
Hukum Pertanahan guna tercapainya Kepastian Hukum yang meliputi
penertiban penguasaan dan pemilikan tanah berdasarkan Peraturan
Perundangan Agraria yang berlaku. Dalam pengertian pelaksanaan tertib
hukum pertanahan sudah tercakup pelaksanaan tertib dokumentasi dan
administrasi tanah.
b. Sanksi hukum atas pelanggaran yang terjadi.
c. Melengkapai peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
d. Meningkatkan pengawasan internal di bidang pelaksanaan tugas
keagrariaan.
e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan
penyelewengan.
f. Mengadakan interopeksi terhadap aturan-aturan atau kebijakan yang saling
tumpang tindih.
Dengan usaha-usaha tersebut, maka akan terwujud adanya Tertib Hukum
Pertanahan yang menimbulkan Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta
penggunaannya, yang kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman
dalam masyarakat dan pengayoman masyarakat dari tindakan-tindakan semena-
mena serta meminimalisir sengketa, konflik dan perkara pertanahan.
12
2. Tertib Administrasi Pertanahan.
Upaya memperlancar setiap usaha dari masyarakat yang menyangkut tanah
terutama dengan pembangunan yang memerlukan sumber informasi bagi yang
memerlukan tanah sebagai sumber daya, uang, dan modal. Menciptakan suasana
pelayanan di bidang pertanahan agar lancar, tertib, murah, cepat dan tidak berbelit-
belit dengan berdasarkan pelayanan umum yang adil dan merata Dengan adanya
tertib administrasi pertanahan dimaksud bahwa setiap bidang tanah tercatat dan
diketahui dengan mudah, baik mengenai riwayat, kepemilikan, subyek haknya,
keadaan fisik serta ketertiban prosedur dalam setiap urusan yang menyangkut
tanah.
Kenyataan ini, masih terasa adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang
hal berurusan dengan aparat pertanahan, khususnya dalam hal :
a. Pelayanan urusan yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya
relatif mahal.
b. Masih terjadi adanya pungutan-pungutan tambahan (liar) dalam hal
pembiayaan pelayanan pertanahan.
Dengan demikian maka yang disebut Tertib Administrasi Pertanahanadalah
merupakan keadaan dimana :
a. Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik,
penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola
dalam sistem Informasi Pertanahan yang lengkap.
13
b. Terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang pertanahan
yang sederhana, cepat dan mudah tetapi menjamin kepastian hukum yang
dilaksanakan secara tertib dan konsisten.
c. Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan
pemanfaatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan terjamin
keamanaannya
3. Tertib Penggunaan Tanah
Dengan tertib penggunaan pertanahan dimaksudkan bahwa setiap bidang
tanah telah diusahakan atau dipergunakan sesuai dengan kemampuan dan
peruntukannya sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
Dengan demikian yang disebut Tertib Penggunaan Tanah adalah
merupakan keadaan dimana :
a. Tanah telah digunakan secara lestari, serasi dan seimbang. Sesuai dengan
potensi guna berbagai kegiatan kehidupan dan pengharapan diperlukan
untuk menunjang terwujudnya Tujuan Nasional.
b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat menciptakan suasana aman,
tertib, lancar dan sehat.
c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam peruntukkan
tanah.
4. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
14
Dengan tertib pemeliharan tanah dan lingkungan hidup dimaksudkan
bahwa setiap penguasaan dan penggunaan atas tanah telah memperhatikan dan
melakukan usaha-usaha untuk menunjang terwujudnya kelestarian hidup.11
Dengan demikian, unsur-unsur yang berhubungan dengan azas-azas Tataguna
Tanah dan keselamatan hidup sudah benar-benar ditinggalkan guna mengejar
kebutuhan hidup yang menDesak dan bersifat sementara. Tertib pemeliharaan
tanah ini merupakan kewajiban tiap orang/ Badan Hukum/ Instansi Pemerintah.12
Oleh karena itu, maka yang disebut Tertib Pemeliharaan Tanah dan
Lingkungan Hidup adalah merupakan keadaan di mana :
a. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian hidup
b. Pemberian hak atas tanah dan pengarahan penggunaan telah dapat
menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan bernuansa
lingkungan.
c. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut.
Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan yang
dijadikan “landasan”, sekaligus “sasaran” untuk mengadakan penataan kembali
penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program khusus di bidang agraria
11Rusmandi Murad,, Administrasi Pertanahan (Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam
Praktek), Bandung CV Mandar Maju, 2013, hlm 39
12Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolahan
Lingkungan HidupPasal 5 ayat (2) : “Setiap orang berkewajiban memelihara lingkungan hidup dan
mencegah serta menanggulangi kerusakan dan pencemarannya”.
15
untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-petani yang tidak bertanah atau
mempunyai tanah yang sangat sempit.
Untuk mengelola dan mengembangkan administrasi pertanahan yang
meliputi Pengaturan Penggunaan, Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah
(P4T), penguasaan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-
lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan
aktif dalam mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non
Departemen pembantu Presiden.
A.2.3Wewenang Badan Pertanahan Nasional
Badan Pertanahan Nasional di atur dalam Peraturan Presiden Nomor
20Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional dimana dalam Peraturan
Presiden ini telah ditetapkan Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut
BPN adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden13. Kelembagaan instansi ini dikepalai oleh
Menteri Agraria dan Tata Ruang, lembaga ini telah beberapa kali mengalami
perubahan kelembagaan dari sejak era orde lama, orde baru sampai dengan saat ini
namun tugas dan fungsi tidak mengalami banyak perubahan yang signifikan,
kebijakan politik pertanahan masih menaruh keberpihakan kepada masyarakat
bawah yang antara lain adalah mengenai kebijakan landreform.
13Lihat Pasal 1 Perpres Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Badan Pertanahan Nasional.
16
Program landreform sebagai strategi untuk mencapai keadilan dalam
pemilikan dan pemanfaatan tanah pertanian telah diawali dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 56 tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya, strategi
yang menjadi primadona dari kebijakan ini adalah Redistribusi tanah pertanian
yang berasal dari tanah-tanah kelebihan maksimum, tanah absente, tanah swapraja,
tanah-tanah partikelir dan tanah negara. Menurut Erich Jacoby redistribusi tanah
lebih dikenal dengan landreform. Redistribusi tanah adalah pembagian tanah-tanah
yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang
diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat dan ketentuan
yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961.14
Namun penerapan kebijakan ini sampai dengan saat ini dirasakan belum
berjalan lancar karenakendala bersifat politis, teknis administrasi dan legal serta
perlu mengoptimal aparat pertanahan dalam mensosialisasi manfaat program
(kebijakan) ini kepada masyarakat luas.15
Dalam melaksanakan program landreform di Indonesia Badan Pertanahan
Nasional mempunyai fungsi pengendalian Pemilikan dan penguasaan tanah pertanian,
Dalam tugas dan fungsi pengendalian tersebut aparat pertanahan mempunyai tugas
memberikan pemahaman peraturan pertanahan kepada masyarakat dan aparat
14 https://elkafilah.wordpress.com di unduh pada Tanggal 26 Februari , Waktu 10.04
15 Maria Sumardjono, op.cit, hal. 51
17
Desa/kelurahan danmelakukan pendataan administrasi pemilikan tanah di setiap
Desa/kelurahan.
Pembagian tanah merupakan salah satu dari kewenangan Kantor pertanahan,
pembagian tanah lazim di sebut juga redistribusi dalam rangka landreform adalah
merupakan wewenang Negara yang lahir dari Hak Menguasai Negara yang sehari-
hari dijalankan oleh Pemerintah yang membawa fungsi dan tugas kenegaraan sebagai
suatu kehormatan yang pantas diterima bagi warganegara yang memerlukan tanah
sesuai dengan kedudukan, profesi, dan prestasinya.16
Sehingga dalam peraturan larangan kepemilikan tanah pertanian secara
absenteedapat ditetapkan oleh Pemerintah sebagai tanah negara objek landreform
yang dapat di redistribusikan kepada petani yang memenuhi syarat dan kepada bekas
pemilik diberikan ganti rugi sesuai Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 4 tahun 1992 tentang Penyesuaian Ganti Rugi tanah Objek Landreform
Kelebihan Maximum dan Absente.
A.3 Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat
Hukum dalam kehidupan masyarakat diartikan dengan berbagai macam
sesuai dengan sudut pandang masyarakat tersebut. Robert B. Seidman menyatakan
bahwa bekerjanya hukum merupakan suatu proses yang dipengaruhi oleh
16 Rusmandi Murad, Op.cit, hal 29
18
kekuatan-kekuatan sosial. Kekuatan sosial ini sudah mulai bekerja sejak proses
pembuatan undang-undang, berjalannya penegakan hukum dan perilaku para
pemegang peran (role occupant). Seluruh kekuatan sosial itu selalu ikut bekerja
dalam setiap upaya untuk memfungsikan peraturan-peraturan yang berlaku,
menerapkan sanksi-sanksinya dan dalam seluruh aktivitas lembaga-lembaga
pelaksanaannya.
Dengan demikian, peranan yang pada akhirnya dijalankan oleh lembaga
dan pranata hukum itu merupakan hasil dari bekerjanya berbagai macam faktor.
Melalui pemahaman yang demikian, dapat dipahami bahwa bekerjanya hukum
tidak terjadi karena sebuah peraturan perundang-undangan telah dibuat, tetapi
setiap peraturan akan memberitahu bagaimana seorang pemegang peran, yaitu
subyek hukum yang diaturnya (masyarakat dan aparatur) diharapkan
bertindak/berbuat. Dengan kata lain, bagaimana seorang itu akan bertindak
merupakan respon terhadap peraturan yang ditujukan kepadanya. 17
Bekerjanya hukum dalam masyarakat tersebut, oleh Seidman dirumuskan
beberapa pernyataan teoretis sebagai berikut :18
1) Setiap peraturan hukum itu menunjukkan aturan-aturan tentang bagaimana
seseorang pemegang peran diharapkan untuk bertindak;
17 Satjipto Rahardjo, op.cit, hal: 34.
18Robert B. Seidman & William J. Chambles, Law, Order, and Power, Printed in United
States of America, Pubhlised Stimulant Costly in Canada Library of Congress Catalog Card No.
78-111948 Hal 14
19
2) Tindakan apa yang akan diambil oleh seseorang pemegang peran sebagai
respons terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan
oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dari aktivitas
lembaga pelaksanaannya, serta dari seluruh kompleks kekuatan sosial,
politik, dan lain sebagainya yang bekerja atas dirinya;
3) Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pelaksana sebagai respons
terhadap peraturan-peraturan hukum, sangat tergantung dan dikendalikan
oleh peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-sanksinya, dan dari seluruh
kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain sebagainya yang bekerja atas
dirinya, serta dari umpan balik yang datang dari pemegang peran dan
birokrasi;
Tindakan apa yang akan diambil oleh lembaga pembuat undang-
undang sebagai respons terhadap peraturan hukum, sangat tergantung dan
dikendalikan oleh berfungsinya peraturan hukum yang berlaku, dari sanksi-
saksinya, dan dari seluruh kompleks kekuatan sosial, politik, dan lain sebagainya
yang bekerja atas mereka, serta dari umpan balik yang datang dari pemegang peran
dan birokrasi.
Dengan demikian, hukum dan politik yang berpengaruh dan tak dapat
dipisahkan dari hukum yang bekerja di dalam masyarakat. Bahwa hukum itu untuk
masyarakat, sebagaimana teori living law. Fungsi-fungsi hukum hanya mungkin
dilaksanakan secara optimal, jika hukum memiliki kekuasaan dan ditunjang oleh
kekuasaan politik. Meskipun kekuasaan politik memiliki karakteristik tidak ingin
20
dibatasi, sebaliknya hukum memiliki karakteristik untuk membatasi segala sesuatu
melalui aturan-aturannya yang demikian agar tidak timbul penyalahgunaan
kekuasaan dan kesewenang-wenangan, sebaliknya kekuasaan politik menunjang
terwujudnya fungsi hukum dengan “menyuntikan’ kekuasaan pada hukum, yaitu
dalam wujud sanksi hukum.19
A.3.1. Faktor-Faktor yang Mendorong Bekerjanya Hukum Dalam
Masyarakat
Di Indonesia fungsi hukum adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat
dan berfungsi sebagai alat untuk ketertiban, keteraturan dalam masyarakat. Dengan
adanya fungsi hukum ini sangat berkaitan dengan sistem hukum yang ada di
Indonesia. Dalam beberapa peraturan atau kebijakan hukum yang dibuat oleh
Pemerintah sering tidak berjalan sesuai dengan keinginan dan tujuan yang ingin
dicapai. Kenyataan yang demikian disebabkan karena hukum tidak akan dapat
berjalan atau berfungsi dengan sendirinya tanpa ditunjang oleh kondisi sosial, politik,
ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.
Sehingga berfungsinya hukum harus melibatkan juga beberapa faktor yaitu:20
1. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri harus sistematis, tidak
bertentangan baik secara vertikal maupun secara horizontal dan dalam
19 Ibid hlm 39 20 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1993), hal : 14
21
pembuatannya harus disesuaikan dengan persyaratan yuridis yang telah
ditentukan ;
2. Penegak hukum haruslah mempunyai pedoman berupa peraturan yang
tertulis yang menyangkut ruang lingkup tugasnya dengan menentukan
batas-batas kewenangan dalam pengambilan kebijaksanaan, yang paling
penting adalah kualitas petugas memainkan peranan penting dalam
berfungsinya hukum ;
3. Adanya fasilitas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan kaidah
hukum yang telah ditetapkan. Fasilitas disini terutama sarana fisik yang
berfungsi sebagai faktor pendukung untuk mencapai tujuan ;
4. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut ;
Bekerjanya hukum dalam masyarakat dapat dipengaruhi juga oleh faktor-
faktor atau kekuatan sosial mulai dari tahap pembuatan sampai dengan pemberlakuan.
Kekuatan sosial akan berusaha masuk dalam setiap proses legislasi secara efektif dan
efesien. Peraturan dikeluarkan diharapkan sesuai dengan keinginan, tetapi efek dari
peraturan tersebut tergantung dari kekuatan social, seperti budaya hukumnya baik,
maka hukum akan bekerja dengan baik pula, tetapi sebaliknya apabila kekuatannya
berkurang atau tidak ada maka hukum tidak akan bisa berkerja.
Melihat bekerjanya hukum sebagai suatu pranata dalam masyarakat, maka
perlu memasukkan satu faktor yang menjadi perantara yang memungkinkan
terjadinya penerapan dari norma hukum itu. Dalam kehidupan masyarakat, maka
regenerasi atau penerapan hukum itu hanya dapat melalui manusia sebagai
22
perantaranya. Masuknya faktor manusia ke dalam hubungan dengan bekerjanya
hukum, akan membawa ke dalam penglihatan mengenai hukum sebagai karya
manusia di dalam masyarakat, sehingga tidak dapat dibatasi masuknya pembicaraan
mengenai faktor-faktor yang memberikan beban pengaruh terhadap hokum.21
Sosiolog William J. Chambliss dan Robert B. Seidman, menyebut anggota
masyarakat yang dikenai peraturan (norma adressat) sebagai pemegang peran, dimana
peranannya diharapkan sesuai dengan tujuan peraturan perundangan.
Secara lebih mudah Chambliss dan Seidman mengemukakan model
bekerjanya hukum dalam masyarakat pada bagan sebagai berikut :
21Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal : 48
23
Faktor-faktor sosial
dan personal lainnya
Norma Umpan Balik
Umpan Norma
balik
Aktivitas
Penerapan
Faktor-faktor sosial dan Faktor-faktor sosial dan
personal lainnya personal lainnya
Lembaga Pembuat
Peraturan
Pemegang
peran
Lembaga Penerapan
Peraturan
24
Dari bagan tersebut di atas dapat diuraikan dalam dalil-dalil sebagai berikut22:
1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang
pemegang peran (role accupant) itu diharapkan bertindak.
2. Bagaimana seorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan
yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-
lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik
dan lainnya mengenai dirinya.
3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai suatu
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-fungsi peraturan
hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan
kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang
mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para
pemegang peran.
4. Bagaimana para pembuat Undang-undang itu akan bertindak merupakan
fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-
sanksinya keseluruhan kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lain
yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang
peran serta birokrasi.
Bahwa dalam tabel di atas berhubungan dengan penegakan hukum Ada 3
elemen penting yang dapat mempengaruhi proses penegakan hukum yaitu :
22Ibid, hal : 27
25
1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan
prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya ;
2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya, dan ;
3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya
maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,
baik hukum materiilnya maupun hukum acaranya.23
Ketiga aspek/elemen ini harus diperhatikan dan dipenuhi agar proses
penegakan hukum dan keadilan dapat diwujudkan secara nyata. Institusi yang
melaksanakan larangan pemilikan tanah pertanian secara absente adalah Badan
Pertanahan Nasional yang dijabarkan dalam Tugas pokok dan fungsi aparaturnya
(Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2006 ) pada Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota tugas dan fungsi ini dilaksanakan oleh seksi pengaturan
dan penataan pertanahan, didalam pelaksanaannya berpedoman pada Peraturan
Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 dan petunjuk kerja lainnya. Sanksi terhadap
aparat pertanahan yang tidak melaksanakan tupoksinya telah diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Apatur Sipil Negara. Bahwa efektifnya
penertiban larangan ini sangat tergantung pada budaya dan hukum adat masyarakat
setempat.24
23 imly Asshiddiqie, Penegakan Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Jurnal
Keadilan, Vol 2, No 2, Jakarta, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, 2002, hal : 18
24 Oloan Sitorus, HM Zaki Sierrad, Hukum Agraria di Indonesia, Konsep Dasar dan
Implementasi, Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2006, hal 13.
26
Sehingga dapat dikatakan bekerjanya hukum dalam masyarakat
dipengaruhi oleh faktor peraturannya, penegakannya, kondisi dan budaya dalam
masyarakat.
27
B. HASIL PENELITIAN
B.1 Gambaran Umum Lokasi Desa Paslaten
Desa Paslaten adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tatapaan
Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara. Secara geografis,
DesaPaslatenmemiliki luas wilayahnya sekitar 1.880.00 Ha, yang berbatasan
langsung di sebelah utara berbatasan dengan Sungai Manembo-Nembo; sebelah
selatan berbatasan dengan Teluk Amurang; sebelah Timur berbatasan dengan Desa
Sulu; serta sebelah barat berbatasan langsung dengan DesaPaslaten Satu
Desa Paslaten mempunyai tanah pertanian yang cukup luas dan sangat
potensial untuk dikembangkan. Namun, dalam kenyataannya, tanah-tanah pertanian
tersebut tidak diolah sesuai dengan peruntukkannya.
28
a. Gambaran Penggunaan Tanah.
Dari luas Wilayah Desa Paslaten penggunaan tanah di Desa Paslaten sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Penggunaan Tanah di DesaPaslaten
Penggunaan Tanah Luas Areal
1. Tanah Pertanian
terdiri dari :
a. Tanah Sawah :
- Irigasi
- Non irigasi
b. Tanah Perkebunan.
1.627,50 Ha
188 Ha
135 Ha
1.304,5 Ha
2. Tanah rawah 65,00 Ha
3. Fasilitas Umum/Pemukiman 47,50 Ha
4. Tanah Hutan 140 Ha
Total Luas 1.880,00
Sumber: Buku Desa Paslaten 2016
Dari data tersebut diatas penggunaan tanah paling adalah tanah
pertanian seluas 1.627,50 Ha yang terbagi yaitu tanah sawah irigasi dan non
irigasi seluas 323,00 Ha dan tanah perkebunan seluas 1.304,5 Ha. Sedangkan
luas dari tanah non pertanian adalah seluas 252,5 Ha, yang terbagi yaitu tanah
rawa seluas 65,00 Ha, tanah fasilitas umum seluas 47,50 Ha dan tanah hutan
seluas 140 Ha.
29
b. Jumlah Penduduk
Menurut data pertumbuhan penduduk tahun 2016 Desa Paslaten penduduknya
berjumlah 1208 orang penduduk, yang terdiri dari 573 penduduk laki-laki dan
635 orang penduduk perempuan. Data jumlah penduduk menurut usia
selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk di Desa Paslaten
Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0-6 74 79 153
7-12 44 69 113
13-18 91 69 160
19-24 55 70 125
25-38 158 148 306
39-55 119 189 308
56-75 48 60 108
75 th ke atas 6 9 15
Total 573 635 1,208 orang
Sumber: Buku Desa Paslaten 2016.
30
Berdasarkan Tabel 2.2 terlihat bahwa Di Desa Paslaten memiliki
angka usia produktif yaitu dari umur 19 – 55 tahun sejumlah 739 orang yang
produktif kerja, usia sekolah dari umur 7 – 18 tahun sejumlah 273. Dari
jumlah usia produktif tersebut terdapat 25 % (180 orang) yang belum
mendapatkan pekerjaan dan 75% (559 orang) sudah mendaptkan pekerjaan
dengan profesi sebagai petani, nelayan, Pegawai Negeri dan wiraswasta.
Di Desa Paslaten untuk mendapatkan pekerjaan cukup mudah
dikarenakan jarak ke kota cukup dekat, sehingga memudahkan dalam mencari
pekerjaan. Usia produktif dengan profesi sebagai petani merupakan profesi
yang dominan.
c. Mata Pencarian Penduduk
Penduduk di Desa Paslaten ini rata-rata memiliki mata pencarian sebagai
petani, terbukti dari data tabel di bawah ini :
31
Tabel 2.3 Mata Pencarian Penduduk di DesaPaslaten.
Mata Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
Petani 383 orang 5 orang 388 orang
Buruh tani 49 orang 8 orang 57 orang
Buruh migrant 0 orang 1 orang 1
Pegawai negeri sipil 10 orang 21 orang 31
Montir 11 orang 0 orang 11
Pengusaha kecil, menengah dan besar 3 orang 2 orang 5
Pembantu rumah tangga 0 orang 2 orang 2
Karyawan perusahan swasta 14 orang 13 orang 25
Karyawan perusahaan pemerintah 4 orang 3 orang 7
Wiraswasta 23 orang 9 orang 32
Pelajar 135 orang 116 orang 251
Ibu rumah tangga 0 orang 314 orang 314
Purnawirawan/pensiunan 7 orang 13 orang 20
Pengrajin industri rumah tangga lainnya 0 orang 2 orang 2
Jumlah Mata Pencarian Penduduk 1.148 orang
Sumber: Buku Desa Paslaten 2016.
Dari data tabel 2.3 diatas membuktikan bahwa sebagian besar
penduduk DesaPaslaten lebih menggantungkan hidupnya pada alam sekitar
terutama bagi para petani dan buruh tani sejumlah 445 orang, sedangkan
32
masyarakat yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri sipil, Karyawan swasta,
wirausaha lainnya merupakan profesi dengan presentase kecil.
d. Pemilikan Tanah Pertanian
Luas tanah pertanian di DesaPaslaten sejumlah 1.692,5 Ha dan jumlah
yang memiliki tanah pertanian sejumlah 236 orang dan yang tidak memiliki
tanah pertanian 127 orang dengan luas pemilikan rata-rata masing-masing
keluarga 0,5 s/d 2 Ha.
Dari 236 orang yang memiliki tanah pertanian yang berdomisili di
DesaPaslaten 191 orang dan diluar DesaPaslaten sejumlah sejumlah 45 orang
dengan berdomisili sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pemilikan Tanah Pertanian di Desa Paslaten.
Jumlah orang Berdomisili
18 Kalimantan
11 Pulau Jawa
4 Papua
12 Manado dan sekitarnya
Sumber: Buku Desa Paslaten 2016.
Sehingga dari tabel 4 di atas dapat di ketahui jumlah orang pemilikan
tanah pertanian secara absentee yang berdomisili di luar pulau ada 33 orang
dan yang berada di Manado sekitarnya ada 12 orang. Pemilik tanah yang di
luar pulau mereka mendapatkan tanah pertanian di Desa Paslaten, dikarena
33
dulu mereka pernah tinggal di Desa Paslaten dan mereka ada yang
mendapatkan tanah tersebut karena warisan.25
e. Keberadaan Tanah Absentee/Guntai Di Desa Paslaten Kecamatan
Tatapaan
Kepemilikan Tanah Absentee sangat umum dijumpai di seluruh
Indonesia. Termaksud juga di Desa Paslaten, walaupun masih terdapat
kepemilikan tanah absentee tetapi menurut keterangan Bapak Steven
Lintjewas Mantan Sekertaris Desa, tanah-tanah pertanian tersebut sangat
produktif dan aktif di kerjakan oleh petani penggarapnya sehingga sampai
sejauh ini tidak ada tanah pertanian yang terlantar dan tidak diurus meskipun
pemilik tanah tersebut tidak tinggal di Desanya. Kebiasaan pengelohan tanah
di Desa Paslaten dilakukan dengan sistem bagi hasil apabila pemilik tanah
tidak berdomisili didesa tersebut. System bagi hasil ini tanah dikerjakan oleh
petani penggarap dengan hasil dibagi dengan pemilik tanah dengan
berbandingan 40 % : 60 % yaitu pemilik tanah 40 % sedangkan 60 % petani
penggarap. Bagi pemilik tanah hal itu tidak menjadi masalah karena bagi
dirinya yang terpenting tanah tersebut tidak di terlantar (tidak dimanfaatkan
sesuai peruntukannya) karena ada yang mengurusnya. Setelah itu secara
berkala setiap musim panen atau setidaknya setahun sekali si penggarap akan
melaporkan keadaan tanah tersebut dan memberikan hasil panennya kepada
pemilik tanah sesuai kesepakatan. Bapak Steven juga mengatakan bahwa,
25 Wawancara dengan Bapak Stevan Lintjewas, Mantan Sekertaris Desa, Tanggal 22
Desember 2016
34
pemilik tanah yang berdomisili di luar provinsi memiliki Surat Keterangan
Domisili penggati KTP untuk bisa memiliki tanah tersebut, hal-hal seperti ini
yang menyebabkan pemilik tanah secara absentee di Desa Paslaten.26
Berdasarkan dari hasil penelitian, cara perolehan tanah absentee di
lakukan dengan jalan ialah:
1. Jual Beli Dibawah Tangan.
- Dari keterangan ibu Vivi Sumajow 27 seorang PNS yang berdomisili di
Manado, beliau memiliki tanah absentee melalui jual beli di bawah
tangan. Dalam proses jual beli tersebut hanya antara pembeli dan penjual
(pemilik Tanah) di depan Kepala Desa Paslaten dengan di hadiri oleh para
saksi yaitu tetangga dan kerabat keluarga. Peralihan hak atas tanah di
bawah tangan, ini dilakukan di atas kertas dengan materai atau kertas
segel yang didalamnya dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah
pihak yang harus ditandatangani oleh para pihak dan saksi-saksi.
Disamping itu biasanya juga dilakukan dengan hanya memberikan
kwitansi pembayaran dengan membubuhkan tujuan penyerahan uang
tersebut, jadi tidak dengan perjanjian yang di tuangkan di atas kertas. ibu
26 Wawancara dengan Bapak Stevan Lintjewas, Mantan Sekertaris Desa, Tanggal 22
Desember 2016.
27Wawancara dengan Ibu Vivi Sumajow, Pegawai Negeri Sipil, Pemilik Tanah Absentee,
Tanggal 23 Desember 2016.
35
Vivi Sumajow memiliki tanah sawah 2800 m2 dan memperoleh tanah
tersebut yaitu dengan jalan jual beli dibawah tangan pada tahun 1980.
Beliau adalah penduduk asli Desa tetapi sudah migrasi ke Manado.
Sesuai dari keterangan Ibu Vivi lahan pertaniannya yang terletak di Desa
Paslaten, di kelola oleh penggarap dengan perjanjian bagi hasil dengan
pembagian 60 % di berikan kepada ibu Vivi dan 40 % kepada petani
penggarap. Bisa di katakan bahwa walaupun ibu Vivi tidak mengelola
tanah yang bersangkutan, akan tetapi beliau mendapatkan 60 % dari hasil
bersih yang diserahkan oleh penggarap. Diperoleh informasi dari Ibu Vivi
bahwa alasanya untuk melakukan jual beli di bawah tangan adalah :
karena mudah pelaksanannya dan biaya lebih murah dibandingkan dengan
jual beli yang dilakukan di depan PPAT.
Lebih lanjut ibu Vivi juga mengatakan bahwa dengan terjadinya
jual beli di bawah tangan maka terhindar dari kewajiban untuk membayar
pajak kepada Negara yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan
(BPHTB) dan Pajak Penghasilan (Pph), Berkaitan dengan peraturan
tentang larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee, beliau
mengatakan tidak mengetahui bahwa pemilikan tanah secara absente itu di
larang, karena Kantor Pertanahan sendiri pun tidak pernah mengadakan
sosialisasi kepada pemilik tanah absentee. Sehingga tanah tersebut
dijadikan investasi untuk memperoleh keuntungan sendiri dan mungkin
akan di jual kembali jika harga tanahnya sudah tinggi.
36
2. Melalui Pelelangan Negara
Ada dua bidang tanah absentee yang diperoleh melalui pelelangan
Negara yakni tanah yang dimiliki oleh Bapak Yoko Ferry dan Ibu Sandra
Johannis. Tentang proses perolehan tanah absentee dapat di jelaskan
sebagai berikut:
a. Dari keterangan Bapak Ferry Yoko, seorang wiraswasta, yang merupakan
pemilik tanah absentee di Desa Paslaten yang berdomisili di Kota Manado
dan beliau bukan penduduk asli Desa Paslaten. Diperoleh informasi bahwa
Bapak Ferry Yoko memiliki tanah sawah 1800 m2 dan memperoleh tanah
tersebut yaitu dengan lelang negara pada tahun 1990. Beliau mengatakan
bahwa perolehan tanah pertanian di Desa Paslaten diperoleh melalui
lembaga lelang negara dan proses pelelangan tersebut tidak
mempersyaratkan bahwa beliau harus berdomisili di Kecamatan Tatapaan.
Keterangan lebih lanjut di jelaskan dari bapak Yoko bahwa pemilikan
tanahnya diperoleh dengan cara yang sah yaitu melalui lelang Negara
sehingga proses untuk memiliki tanah tersebut sudah di akui oleh
pemerintah. Selanjutnya, beliau berharap bahwa peraturan tanah absentee
harus di sesuaikan dengan kondisi saat ini.28
b. Menurut keterangan Ibu Sandra Johannis seorang Wiraswasta, yang
merupakan pemilik tanah absentee yang berdomisili di Kota Tomohon.
28Wawancara dengan Bapak Ferry Yoko, Wiraswasta, Pemilik Tanah Absentee, Tanggal 22
Desember 2016.
37
Ibu Sandra Johannis memiliki tanah sawah sekitar 1500 m2 dan
memperoleh tanah absentee melalui lelang Negara juga pada tahun 1988.
Beliau bukan penduduk asli Desa Paslaten. Seperti halnya yang
diinformasikan oleh Bapak Ferry Yoko, beliau juga mengatakan bahwa
waktu memperoleh tanah tersebut tidak ada usaha dari Kantor Pertanahan
untuk mencegah. Beliau juga mengatakan bahwa sewaktu mendapatkan
tanah tersebut tidak ada larangan dari pihak Kantor Pertanahan dan juga
belum ada penyuluhan dari Kantor Pertanahan. Menurut keterangannya
cara memiliki tanah tersebut dengan mendaftarkan akta lelang di Kantor
Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan dan diproses peraalihan haknya.
Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan tidak mempermasalahkan
domisili sesuai dengan KTP Kota Tomohon, sehingga ibu Sandra merasa
yakin bahwa pemilikannya adalah sesuai dengan prosedur. 29
3. Karena Warisan
- Menurut Bapak Larry Katiandhago, seorang PNS yang berdomisili di Kota
Manado, beliau memperoleh tanah pertanian seluas 2500 m2 melalui
pewarisan 1992 tahun yang lalu. Beliau bukan penduduk asli Desa
Paslaten. Dari keterangan beliau dimana pembagian warisan tersebut
dilakukan 1 tahun setelah kematian pewaris. Ahli waris adalah anak dari
pewaris yang sudah meninggal. Tanahnya saat ini dikelolah dengan sistem
29Wawancara dengan Ibu Sandra Johannis , Wiraswasta, Pemilik Tanah Absentee, Tanggal
22 Desember 2016
38
bagi hasil kepada sanak saudara yang berdomisili di Desa Paslaten. Bapak
Larry masih berkunjung di kebun tersebut selama 3 kali dalam 1 tahun.
Dari segi pengolahan tanah bagi dirinya tidak menjadi masalah karena
dengan adanya kemudahan transportasi membuat jarak antara Manado-
Paslaten dapat ditempuh beberapa jam saja sehingga dia dapat dengan
mudah melakukan pengawasan, mengingat dia bukan penduduk daerah
tersebut dan berdomisili di luar kota sehingga membutuhkan proses yang
cepat dalam pengalihan hak atas tanah tersebut. Dari keterangan beliau,
pemerintah harus merevisi aturan tentang kepemilikan tanah absentee bagi
tanah-tanah yang dimiliki secara turun-temurun. karena tanah tersebut
adalah pemberian dari orangtuanya untuk dijaga dan dikeloah.30
Dari hasil wawancara tersebut diatas yang dilakukan kepada 4 subjek
hak kepemilikan tanah yaitu Bapak Ferry dan Ibu Sandra , yang keduanya
berprosesi sebagai wiraswata, Bapak Larry dan Ibu Vivi yang berprofesi
sebagai Pegawai Negeri, diperoleh informasi bahwa para subyek hak pemilk
tanah absentee, memperoleh haknya melalui jual beli dibawah tangan,
warisan dan melalui lelang Negara. Dalam memperoleh hak atas tanah
tersebut menunjukkan bahwa pemilikan tanah pertanian secara absentee di
Desa Paslaten terjadi karena melalui jual beli dibawah tangan merupakan
pelanggaran yang di lakukan oleh pihak penjual dan pembeli yang di legalkan
30Wawancara dengan Bapak Larry Katiandhago, Pegawai Negeri Sipil, Pemilik Tanah
Absentee, Tanggal 8 January 2017.
39
oleh aparat desa. Sedangkan peralihan hak atas tanah yang di peroleh memalui
lembaga lelang Negara merupakan kelemahan hukum karena larangan
pemilikan tanah secara absentee belum di atur lebih lajut oleh ketentuan
lelang Negara. Selain itu, pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan
Nasional Khususnya Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum
maksimal dalam melakukan penyuluhan hokum pertanahan. Bagi masyarakat
Desa Paslaten masih kurang pemahaman mengenai larangan ini dan Kantor
Pertanahan ternyata belum melakukan sosialisasi tentang larangan ini.
Sejauh ini Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum
maksimal dalam melakukan tugas penyuluhan/sosialisasi hukum pertanahan
kepada masyarakat dan belum juga melakukan hal yang konkrit untuk
menunjang terlaksananya efektivitas larangan pemilikan tanah
absentee/guntai tersebut. Hal itu terbukti adanya tanah-tanah absentee Di
Desa Paslaten berdasarkan 4 orang sampel penelitian yang ada.
Menurut keterangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa
Selatan Bapak Tjatur Wahyudi, SE pada Tahun 2012 pernah dilaksanakan
soasialisasi tentang larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee di
Desa Paslaten kecamatan Tatapaan bersamaan dengan soasialisasi tentang
pelaksaanann kegiatan Prona di Desa tersebut pada bulan Juni dan Oktober.
40
Setelah itu tidak pernah ada penyuluhan lagi dari Kantor Pertanahan berkaitan
dengan tanah absentee. 31
Beliau juga mengatakan bahwa pihaknya sudah maksimal dalam
melakukan tertib administrasi khususnya dalam hal peralihan hak dan
penerbitan sertifikat tanah. Upaya yang selama ini telah dilakukan selain
penyuluhan/sosialisasi adalah dengan meningkatkan pengawasan dalam hal
meneliti dokumen kependudukan (KTP) yang kaitannya dengan domisili pada
setiap permohonan hak atas tanah pertanian dan peralihan hak. Hal ini untuk
memastikan pemilik tanah berdomisili didesa dimana letak tanahnya, dan
apabila pemilik tanah berdomisili di luar kecamatan maka wajib membuat
pernyataan dalam jangka waktu enam (6) bulan setelah mendapatkan hak atas
tanah pertanian maka yang bersangkutan memilih berdomisili didesa letak
tanahnya (sesuai Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun
1961).
Selain itu menurutnya Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa
Selatan dalam rencana kegiatan tahun anggaran 2018 mendatang akan
mengadakan kegiatan Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah (IP4T) bahwa dengan kegiatan ini dapat di pantau/ di
ketahui penguasaan pemilikan tanah oleh orang perorangan atau badan hukum
31 Wawancara Dengan Bapak Tjatur Wahyudi S.E, Kepala Kantor Pertanahan Minahasa
Selatan Pada Tanggal 25 Oktober 2016
41
sehingga dapat di tindak lanjuti dengan penertiban pemilikan penguasaan
tanah yang terindikasi absentee tersebut.
Dengan adanya data IP4T tersebut para pejabat Kantor Pertanahan
dapat melakukan upaya peringatan dan penindakan kepada subyek
hak/pemilik tanah secara objektif dan transparan. Di samping itu dapat
menerapkan sanksi pidana bagi pemilik tanah yang memperoleh atau dengan
sengaja menghalang-halangi pengambilan tanah oleh Pemerintah dan
pembagianya sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961 Pasal 19 yaitu :
(1) Pemilik tanah yang menolak atau dengan sengaja
menghalanghalangipengambilan tanah oleh Pemerintah
dan pembagiannya,sebagai yang dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2), di pidana denganhukuman kurungan selama-
lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 10.000,- sedang tanahnya diambil olehPemerintah
tanpa pemberian ganti rugi
(2) Barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi
terlaksananyaPeraturan Pemerintah ini dipidana dengan
hukuman kurunganselama-lamanya 3 bulan dan/atau
denda sebanyak-banyaknyaRp. 10.000,-
(3) Tindak pidana yang dimaksudkan dalam ayat (1) dan
(2). Pasal ini adalah pelanggaran Berdasarkan hasil
penelitian di lapangan, bahwa di Kantor Pertanahan
Minahasa Selatan belum pernah adanya penerapan
sanksi pidana tersebut.
Dari hasil wawancara tersebut diatas, upaya mengendalikan,
meminimalisir dan penertiban Pemilikan Tanah pertanian secara absente oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan sudah mulai dilakukan
meskipun agak terlambat.
42
B.2 ANALISIS
Dalam analisis ini penulis menganalisis memakai Teori Robert B. Seidman,
dapat dilihat dari tiga elemen, yaitu: 1). Lembaga pembuat peraturan 2). Lembaga
pelaksana peraturan (Kantor pertanahan) dan 3). Pemegang peran (Masyarakat).
Secara lengkap dalam dilihat pada uraian bagan di bawah ini:
Aktivitas Penerapan
Sehingga umpan balik kepada
pembuat peraturan belum ada
karena peraturan tersebut
belum terlaksanakan dengan
baik di Desa Paslaten.
Melaksanakan penerapan
peraturan kepada masyarakat
dan memaksimalakan tugas
BPN agar teralokasi ke desa
dan kabupaten/kota dengan
baik.
Lembaga Pembuat
Peraturan ( Badan
Pertanahan Nasional )
norma
dan umpan balik norma
dan umpan balik
Pemegang peran
(masyarakat
Desa Paslaten)
Sehingga Badan Pertanahan Nasional
membut peraturan mengenai tanah-tanah
bermasalah yang terjadi dimasyarakat.
Lembaga Penerapan
Peraturan (Kantor
Pertanahan
Kabupaten
Minahasa Selatan)
1. Faktor Masyarakat, masyarakat kurang
mendapatkan informasi tentang hak dan
kewajiban serta larangan mengenai hukum
pertanahan.
2. Faktor Budaya, pemilikan tanah secara
turun-temurun merupakan budaya hukum
didalam masyarakat Minahasa pada
umumnya sehingga hak waris merupakan
sala satu faktor penyebab pemilikan tanah
pertanian secara absenti hal ini terjadi juga
di desa paslaten dimana penerima waris
memiliki profesi sebagai pekerja formal
(PNS dan lannya) dan berdomisili di luar
desa.
3. Faktor Ekonomi, tanah mempunyai nilai
ekonomi yang cendrung meningkat dari
tahun ketahun sehingga oleh beberapa
kalangan masyarakat yang bermodal tanah
di jadikan sebagai investasi dan sebagai
modal jaminan bank dalam menjalankan
usahanya, pemilikan tersebut diatas
dilakukan dengan cara jual beli dibawah
tangan dan melalui lelang Negara.
- Dalam penerapan peraturan tersebut
di masyarakat Kantor Pertanahan
Kabupaten Minahasa Selatan belum
maksimal.
- Sebagian besar masyarakat Desa
Paslaten ternyata belum mengetahui
adanya peraturan larangan absentee
karena kantor pertanahan, belum
pernah melakukan penyuluhan atau
soasialisasi mengenai larangan
dalam pemilikan tanah seperti tanah
absentee.
- Penegakan hukum, jual beli tanah di
bawah tangan, mahalnya biaya
pembuatan akta jual-beli oleh camat
sebagai pejabat pembuat akta tanah
sementara, mudahnya mendapatkan
surat keterangan berdomisili oleh
aparat desa, kurangnya pemahaman
peraturan pertanahan oleh aparat
desa hal ini merupakan faktor
lemahnya penegakan hukum
pertanahan khususnya pengendalian
pemilikan tanah pertanian secara
absentee
Kantor pertanahan Minahasa Selatan yang
melaksanakan penerapan peraturan kepada
masyarakat di Desa Paslaten, tugasnya ialah
melaksanakan pengawasan dan penyuluhan
aturan yang mengenai pertanahan kepada
masyarakat. melalui Kepala Desa agar masalah-
masalah tanah yang terjadi di Desa Paslaten
dapat terealisasikan dengan baik terkhusunya
mengenai peraturan larangan kepemilikan tanah
pertanian secara absentee.
Kepala
Desa
Paslate
n
43
Pada bagan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Badan Pertanahan Nasional di bentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
10 Tahun 2006. Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk
Kantor Wilayah BPN di tingkat provinsi dan Kantor Pertanahan di tingkat
kabupaten/kota berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4
Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Provinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Dalam Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006, pada Pasal 70 angka 2 ditegaskan
bahwa Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan fungsi
melaksanakan sosialisasi tentang ketentuan Landreform, menyiapkan bahan usulan
penetapan/penegasan Tanah objek Landreform (yang antara lain Tanah objek
landreform karena Absente), penerbitan Surat Keputusan Redistribusi dan
mengusulkan ganti rugi.
Selain kewenangan dalam Pasal 2 (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
ada kewenangan lain yang telah dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah melalui
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang
Pertanahan dan di pertegas dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 12 (dan di dalam Lampirannya). Bahwa mengenai
pembagian urusan Pemerintah dibidang Pertanahan dimana ada sembilan 9
kewenangan pemerintah yang diserahkan ke pemerintah daerah antara lain adalah
Penetapan Subyek dan Obyek Redistribusi Tanah, serta Ganti Kerugian Tanah
Kelebihan Maksimum dan Tanah Absentee yaitu:
44
1. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee lintas Daerah provinsi
(posisi lokasi objek terletak diantara 2 Provinsi) menjadi kewenangan
pemerintah pusat.
2. Penetapan subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian
tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee lintas Daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. (posisi lokasi objek
terletak diantara 2 Kabupaten atau Kota).
3. Kewenangan kabupaten/kota, sebaliknya apabila letak tanahnya itu di
dalam kabupaten/kota tidak berbatasan tapi mutlak di dalam
Kota/Kabupaten itu merupakan kewenangan dari Kabupaten/Kota.
Ketentuan tersebut merupakan landasan hukum bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota seluruh Indonesia untuk mengelolah dan mengatur tanah objek
landreform. Namun sampai dengan saat ini pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan
dan Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan belum menindak lanjuti
kebijakan tersebut (Keputusan Presiden Nomor 34 tahun 2003 tentang Kebijakan
Nasional di Bidang Pertanahan dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah).32
Menjadi dasar pelaksanaan larangan pemilikan tanah pertanian secara
absentee terdapat dalam Pasal 10 angka 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 yang
32 Wawancara dengan Bapak Stevan Lintjewas, Mantan Sekertaris Desa, Tanggal 22
Desember 2016
45
berbunyi “ Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas
tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya
sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan ”, yang lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan
Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Rugi serta tugas pokok dan fungsinya dan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tentang Perubahannya dan Tambahan
Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
Dan Pemberian Ganti Kerugian. Ada beberapa hal penting yang diatur dalam
peraturan-peraturan tersebut diatas sebagai berikut :33
1. Pemilik tanah pertanian wajib mengerjakan tanahnya secara aktif.
2. Pemilik tanah pertanian wajib bertempat tinggal di kecamatan tempat
letak tanahnya.
3. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan
tempat letak tanahnya, wajib mengalihkan hak atas tanahnya atau
pindah ke kecamatan letak tanah tersebut.
4. Dilarang memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah pertanian
kepada orang atau badan hukum yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar kecamatan tempat letak tanahnya.
5. Larangan pemilikan tanah secara absentee hanya mengenai tanah
pertanian.
6. Sanksi pidana terhadap larangan tersebut.
33 https://denbagusrasjid.wordpress.com Diundu Pada Tanggal 5 Maret 2017, Jam 00:26
WIB
46
Dengan berlakunya peraturan tentang larangan pemilikan tanah pertanian
secara absentee dapat dipastikan bahwa setiap masyarakat yang bukan petani dan
berdomisili di luar wilayah kecamatan dilarang memiliki tanah pertanian. Larangan
ini mempunyai maksud dan tujuan yang mulia sesuai dengan tujuan dari Undang-
Undang Pokok Agraria yaitu, sebagai sarana membawakan kemakmuran, keadilan
dalam pemilikan dan penguasaan tanah pertanian kepada masyarakat terutama
masyarakat yang penghidupannya bergantung pengolahan tanah atau berprofesi
sebagai petani. Namun bagi masyarakat yang memiliki tanah pertanian dan bukan
petani dan berdomisili diluar wilayah kecamatan letak tanah merupakan cara-cara
perampasan hak atas tanah mereka.
Hal-hal seperti terjadi di Desa Paslaten dimana perubahan tingkah laku
masyarakat dan pola hidup masyarakat yang sudah mengenal pendidikan
mengakibatkan berubahnya gaya hidup dari profesi awal sebagai petani menjadi
pekerja formal. Perubahan ini mengakibatkan banyaknya migrasi orang ke kota untuk
memperbaiki pola hidupnya, sehingga banyak menimbulkan terjadinya pemilikan
tanah pertanian secara absentee yang terjadi di mana-mana, mengakibatkan pemilik
tanah absentee kebanyakan berprofesi sebagai pegawai swasta, pegawai negeri bukan
petani dan tempat tinggal pemilik tanah berada diluar kecamatan, kabupaten dan
mungkin juga di luar pulau.34 Namun, hasil penelitian menunjukan bahwa hal ini
tidak mempengaruhi pengolahan/ pemanfaatan tanah tersebut karena dapat dilakukan
oleh pihak lain dengan sistim bagi hasil. Semestinya pemilik tanah juga dapat
mengolah tanahnya sendiri walaupun letak tanah di luar kecamatan tempat tinggalnya
34 Lihat Hal 53 Tentang Hasil Wawancara Kepada Pemilik Tanah Pertanian Secara Absentee.
47
karena adanya kemudahan alat transportasi itulah yang terjadi di Desa Paslaten. Ada
beberapa faktor penyebab maraknya pemilikan tanah pertanian secara absente di Desa
Paslaten yaitu jual beli dibawah tangan, Warisan, Lelang Negara.
Pada umumnya cara-cara/terjadinya pemilikan tanah yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Paslaten adalah jual beli dibawah tangan. Alasanya bahwa biayanya
lebih murah dibandingkan dengan jual beli yang dilakukan didepan PPAT dan mudah
pelaksanaanya. Lain halnya dengan Pemilikan tanah secara turun-temurun (waris)
merupakan sesuatu yang lumrah terjadi di setiap keluarga. Biasanya ahli waris dalam
melakukan pembagian warisan terikat dengan kebiasaan masyarakat yang ada bahwa
dapat dilakukan dengan tegang waktu satu tahun sejak kematian pewarisnya. hal itu
disebabkan karena adat kebiasaan masyarakat, yaitu adanya hal-hal yang tidak pantas
dilakukan yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat Desa Paslaten bila ada
kehendak untuk segera membagikan-bagikan harta warisan sebelum 100 hari
kematian pewaris, hal ini merupakan kebiasaan-kebiasaan peralihan hak atas tanah
yang telah berlangsung lama didalam masyarakat Desa Paslaten. Faktor personal lain
yang mempengaruhi dalam masyarakat tidak menjual tanah absentee yaitu tanah
tersebut dapat memberikan keuntungan apabila di investasi ataupun dapat dijadikan
warisan kelurga keapada anak cucu mereka mendatang.
Sedangkan pemilikan tanah pertanian secara absentee di Desa Paslaten yang
terjadi karena diperoleh melalui Lelang Negara merupakan suatu cara yang aturanya
ada tentang lelang Negara. Tetapi sebetulnya ketidak cermatan oleh petugas pada saat
melakukan pelelangan yaitu petugas tidak melihat subyek calon pemegang haknya
dan mengakibatkan adanya 2 orang yang membeli secara lelang dan menimbulkan
48
absentee. Peralihan hak lelang itu harus di perhatikan subyeknya dan objeknya,
apakah sebagai subyek pemegang atas tanah atau tidak. Nampaknya ini yang tidak di
perhatikan oleh petugas, jadi petugas beranggapan siapa yang berani membeli dia
yang sebagai pemenang lelang. Seharusnya petugas lelang memperhatikan bahwa hal
tersebut bukan subyek hak pemegang atas tanah karena melanggar ketentuan
absentee. Hal ini dapat dijelaskan dengan Teori Seidman bahwa elemen penting yang
dapat mempengaruhi proses penegakan hukum yaitu : Institusi penegak hukum
beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja
kelembagaannya; Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya, dan Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja
kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja,
baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Hal ini terlihat jelas dalam kasus
diatas bahwa jika seorang petugas tidak memahami mekanisme kerja kelembagaan,
tidak memahami dengan baik materil dan standar kerja serta budaya kerja yang
kurang baik dengan semestinya mengakibatkan adanya kesalahan yang berimbas pada
kepemilikan tanah absentee.
Oleh sebab itu, terjadinya pemilikan tanah pertanian secara absentee di Desa
Paslaten telah berlangsung lama dan hal tersebut di legalkan oleh aparat pemeritahan
dalam hal ini Kepala Desa dan perangkatnya. Selain itu Kantor Pertanahan
Kabupaten Minahasa Selatan dalam melakukan penyuluhan hukum tentang
pertanahan, tidak konsisten dalam menginformasikan tentang adanya larangan
pemilikan tanah pertanian secara absentee karena hanya pada tahun 2012 saja dan
sampai sekarang belum pernah melakukan penyuluhan lagi. Kantor Pertanahn
49
Minahasa Selatan belum pernah membagikan brosur yang menginformasikan
mengenai layanan pertanahan serta larangan-larangan yang menyangkut pemilikan
tanah kepada masyarkat di Desa Paslaten maupun di Kabupaten Minahasa Selatan.
Penulis berpendapat bahwa peran pemerintah yakni Kantor Pertanahan
Kabupaten Minahasa Selatan belum maksimal dengan baik sehingga masih terdapat
pemilikan tanah pertanian secara absentee di Desa Paslaten.
top related